Download - Lap Orde Dan Laju Reaksi
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA III
PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI
Oleh:
Nama : Dewa Ayu Wisma Yanti
NIM : 1008105020
Kelompok : 1
Tanggal Praktikum : 17 Oktober 2012
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI
I. TUJUAN
Dalam percobaan ini akan ditunjukkan bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion
hidroksida. Reaksinya :
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
adalah orde kedua. Disamping itu akan ditentukan pula tetapan laju reaksinya.
Penentuan ini dilakukan dengan cara titrasi.
II. DASAR TEORI
Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi kimia yang
berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam
reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Perkaratan besi merupakan contoh reaksi
kimia yang berlangsung lambat, sedangkan peledakan mesiu atau kembang api adalah
contoh reaksi yang cepat. Laju reaksi dipelajari oleh cabang ilmu kimia yang
disebut kinetika kimia.
Untuk reaksi kimia :
dengan a, b, p, dan q adalah koefisien reaksi, dan A, B, P, dan Q adalah zat-zat yang
terlibat dalam reaksi, laju reaksi dalam suatu sistem tertutup adalah
dimana [A], [B], [P], dan [Q] menyatakan konsentrasi zat-zat tersebut.
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
A. Luas permukaan sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin
kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi
antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang
direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar
kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
B. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada
suatu reaksi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin
aktif bergerak, sehingga tumbukanyang terjadi semakin sering, menyebabkan laju
reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin
tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
C. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada
suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
D. Molaritas
Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut.
Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat,
maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang
rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi.
E. Konsentrasi
Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka
dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin
tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia dengan
demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan
reaksi meningkat.
Persamaan Laju Reaksi
hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah
dengan:
V = Laju reaksi
k = Konstanta laju reaksi
m = Orde reaksi zat A
n = Orde reaksi zat B
Orde reaksi zat A dan zat B hanya bisa ditentukan melalui percobaan.
Dalam suatu reaksi kimia terdapat suatu Hukum Kecepatan Reaksi dimana dalam
hukum tersebut dinyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi berhubungan dengan
konsentrasi zat-zat yang terlibat. Dalam reaksi:
aA + bB cC + dD
Untuk menghitung kecepatan reaksinya dapat digunakan rumus:
Dimana k merupakan konstanta kecepatan. Persamaan diatas dikenal dengan Hukum
Kecepatan Reaksi yang menghubungkan kecepatan suatu reaksi dengan konstanta
kecepatan dan konsentrasi reaktan. Jumlah semua pangkat yang ada pada semua
konsentrasi dalam Hukum Kecepatan Reaksi disebut Orde Reaksi. Orde reaksi ini
menggambarkan bentuk matematik dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan dan
orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen. Jeni-jenis orde reaksi yaitu:
1. Reaksi Orde Satu
Suatu reaksi berorde satu dapat dinyatakan dengan:
A produk
Sehingga =
Dalam hukum laju terintegrasi, diketahui bahwa untuk reaksi berorde satu:
ln C – ln C = - k t
C = Co e-k t
2. Reaksi Orde Dua
Reaksi berorde dua memiliki dua tipe yaitu:
a. Reaksi umum :
A produk
Maka:
= k
b. Reaksi umum:
A + B produk
Maka :
3. Reaksi Orde Nol
Untuk reaksi ini jarang ditemukan. Secara matematis hukum kecepatan reaksi berorde
nol ini adalah:
V = k
Adapun penentuan orde reaksi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
a. Metode Integral
Dengan metode ini, harga k dihitung dengan persamaan laju bentuk integral dari
data konsentrasi dan waktu. Misal untuk reaksi orde dua,
k orde dua =
b. Metode Grafik
Orde suatu reaksi dapat ditentukan dengan cara membuat grafik dari data
eksperimen.
c. Metode Laju-Awal
Dalam metode ini dilakukan sederet eksperimen dengan konsentrasi awal yang
berbeda-beda. Kemudian dengan membandingkan laju awal, maka dapat ditarik
kesimpulan tentang orde reaksi.
Untuk reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dengan cara titrasi
dapat dapat dibuat persamaan reaksinya yaitu:
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
Meskipun reaksi diatas bukan reaksi sederhana, namun ternyata reaksi tersebut
merupakan reaksi orde kedua dengan hukum laju reaksinya yaitu:
- (1)
atau sebagai:
(2)
dimana:
a = konsentrasi awal ester (M)
b = konsentrasi awal ion OH- (M)
x = jumlah ester atau basa yang bereaksi (M)
k1 = tetapan laju reaksi
Persamaan (2) dapat diintergasi dengan memperhatikan konsentrasi awal yaitu:
1. Jika a = b
Bila konsentrasi kedua pereaksi sama maka persamaan (2) dapat ditulis menjadi:
Jika x = 0, t = 0, maka tetapan =
Persamaan mengungkapkan bahwa aluran
terhadap t merupakan garis lurus dengan arah lereng sama dengan k1.
2. Jika a ≠ b
Jika x = 0, t = 0, maka tetapan =
atau
Menurut persamaan diatas, jika dialurkan terhadap t maka akan
diperoleh garis lurus dengan arah lereng k (a-b)
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
Labu volumetris 250 mL
Pipet volume 1 mL ; 10 mL dan 20 mL
Labu erlenmeyer bertutup 250 mL dan 100 mL
Labu erlenmeyer 250 mL
Buret 10 mL
Botol semprot
Pipet tetes
Stopwatch
Bahan yang digunakan L
Etil asetat p.a
Larutan NaOH 0,02 M
Larutan HCl 0,02 M
Indikator fenolftalein
Akuades
IV. CARA KERJA
1. Sebanyak 0,5 mL larutan etil asetat 10,165 M dipipet ke dalam labu volumetris
250 mL lalu diencerkan sampai tanda batas untuk mendapatkan larutan etil asetat
dengan konsentrasi 0,02 M sebanyak 250 mL.
2. Larutan NaOH dengan konsentrasi tepat 0,02 M disediakan sebanyak 200 mL dan
Larutan HCl dengan konsentrasi tepat 0,02 M disediakan sebanyak 150 mL.
3. Dengan menggunakan pipet, sebanyak 100 mL larutan NaOH 0,02 M dan
100 mL etil asetat 0,02 M dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer bertutup. Sementara
itu sebanyak 20 mL larutan HCl 0,02 M dipipet ke dalam masing-masing 5
buah labu erlenmeyer lainnya.
4. Selanjutnya larutan etil asetat ditambahkan dengan cepat ke dalam larutan NaOH
dan dikocok dengan baik. Pada saat kedua larutan tersebut bercampur, stopwatch
dijalankan.
5. Lima menit setelah reaksi dimulai, 10 mL dari campuran reaksi dipipet dan
dimasukkan ke dalam salah satu labu yang berisi 20 mL larutan HCl itu dan diaduk
dengan baik. Kelebihan HCl segera dititrasi secepat mungkin dengan larutan standar
NaOH 0,02 M.
6. Pengerjaan pada no.5 dilakukan pada waktu 5, 15, 30,45 dan 60 menit setelah
waktu reaksi.
7. Sisa campuran reaksi dalam erlenmeyer bertutup dipanaskan hingga mendidih
untuk mempercepat reaksi. Konsentrasi OH− kemudian ditentukan seperti pada
pengerjaan no. 5.
V. DATA PENGAMATAN
Massa piknometer awal = 11,55 gram
Massa piknometer + etil asetat = 20,37 gram
Massa etil asetat = 8,82 gram
NaOH : etil asetat = 50 mL ; 50 mL
NaOH + etil asetat : HCl = 10 mL ; 10 mL
No Waktu (menit) Volume NaOH (mL)1 5 10,002 15 10,553 30 11,004 45 11,055 60 11,106 dipanaskan 20,80
VI. DATA PERHITUNGAN
A. Pembuatan Larutan Etilasetat 0,02 M
Diketahui : Mr etil asetat = 88,00 g/mol
Massa piknometer awal = 11,55 gram
Massa piknometer + etil asetat = 20,37 gram
Massa etil asetat = 8,82 gram
Ditanya : V1 = . . . . . . . . ?
Jawab :
Mol etil asetat =
= 0,01 mol
M etilasetat dalam 1000 mL =
= 1M
V1 . M1 = V2 . M2
V1 =
= = 5 mL
Jadi, volume etil asetat yang harus dipipet untuk membuat larutan etil asetat 0,02
M sebanyak 250 mL adalah 5 mL.
B. Penentuan Konsentrasi Awal dari
Larutan Etil Asetat
Diketahui : [NaOH] = 0,02 M
[HCl] = 0,02 M
V NaOH = 50 mL
V HCl = 10 mL
V NaOH titrasi = 20,80 mL
Ditanya : Konsentrasi etil asetat awal = . . . . . . .?
Jawab :
mol NaOH titrasi = [NaOH] x V NaOH titrasi
= 0,02 M x 20,80 mL
= 0,4160 mmol
mol HCl sisa = mol NaOH titrasi
= 0,4160 mmol
mol HCl total = [HCl] x V HCl
= 0,02 M x 10 mL
= 0,20 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol – 0,4160 mmol
= -0,2160 mmol
Reaksi penghentian dari reaksi etil asetat + NaOH :
OH-sisa + HCl bereaksi Cl- + H2O
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= - 0,2160 mmol
mol NaOH total = mol NaOH yang direaksikan dengan etil asetat
mol NaOH total = [NaOH] x V NaOH
= 0,02 M x 50 mL
= 1 mmol
mol NaOH bereaksi = mol NaOH total - mol OH-sisa
= 1 mmol – (-0,2160) mmol mmol = 1,2160 mmol
Reaksi : etil asetat ( 50 mL) + NaOH (50 mL) Na asetat + etil OH
Sehingga mol etil asetat mula-mula = mol NaOH bereaksi
= 1,2160 mmol
mol etil asetat mula-mula = 1,2160 mmol
Volume campuran = 100 mL
Konsentrasi etil asetat mula-mula =
=
= 0,0122 M (sebagai a)
Jadi, konsentrasi etil asetat mula-mula adalah 0,0122 M
C. Harga k dari Konsentrasi OH- yang
Bereaksi pada Waktu (t)
Untuk t1 = 5 menit = 300 s
V NaOH titrasi = 10,00 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 10,00 mL x 0,02 M
= 0,2000 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2000 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,20 mmol
= 0 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= 0 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-
sisa
= 1 mmol – 0 mmol
= 1,00 mmol
x (konsentrasi OH- bereaksi) =
= = 0,0100 M
k1 =
=
=
=
= 1,2419 mol -1 L s-1
Untuk t2 = 15 menit = 900 s
V NaOH titrasi = 10,55mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 10,55 mL x 0,02 M
= 0,2110 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2110 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2110 mmol
= -0,0110 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0110 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-
sisa
= 1 mmol – (-0,0110) mmol
= 1,0110 mmol
x (konsentrasi OH- bereaksi) =
=
= 0,0101 M
k1 =
=
=
=
= 0,4348 mol -1 L s-
Untuk t3 = 30 menit = 1800 s
V NaOH titrasi = 11,00 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,00 mL x 0,02 M
= 0,2200 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2200 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2200 mmol
= -0,0200 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0200 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-
sisa
= 1 mmol – (-0,0200) mmol
= 1,0200 mmol
x (konsentrasi OH- bereaksi) =
=
= 0,0102 M
k1 =
=
=
=
= 0,2322 mol -1 L s-
Untuk t4 = 45 menit = 2700 s
V NaOH titrasi = 11,05 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,05 mL x 0,02 M
= 0,2210 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2210 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2210 mmol
= -0,0210 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0210 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-
sisa
= 1 mmol – (-0,0210) mmol
= 1,0210 mmol
x (konsentrasi OH- bereaksi) =
=
= 0,0102 M
k1 =
=
=
=
= 0,1548 mol -1 L s-
Untuk t4 = 60 menit = 3600 s
V NaOH titrasi = 11,10 mL
mol OH-titrasi = V NaOH titrasi x [NaOH]
= 11,10 mL x 0,02 M
= 0,2220 mmol
mol HCl sisa = mol OH-titrasi
= 0,2220 mmol
mol HCl bereaksi = mol HCl total - mol HCl sisa
= 0,20 mmol - 0,2220 mmol
= -0,0220 mmol
mol OH-sisa = mol HCl bereaksi
= -0,0220 mmol
mol OH-bereaksi = mol NaOH total - mol OH-
sisa
= 1 mmol – (-0,0220) mmol
= 1,0220 mmol
x (konsentrasi OH- bereaksi) =
=
= 0,0102 M
k1 =
=
=
=
= 0,1161 mol -1 L s-1
D. Tabel yang berisi harga dengan
waktuDimana : a = b = 0,01220
T
(menit)x
5 0,0100 M 372,5782
15 0,0101 M 394,2233
30 0,0102 M 98,0392
45 0,0102 M 98,0392
60 0,0102 M 98,0392
E. Menghitung harga k rata-rata
krata-rata =
= = 0,43596 L /mol.s
V. PEMBAHASAN
Pada percobaan penetapan orde reaksi dan tetapan laju reaksi ini bertujuan untuk
mengetahui orde reaksi dan tetapan laju reaksi yang terjadi pada reaksi penyabunan
antara etil asetat (C2H5COOH) dengan ion hidroksida (OH-). Adapun reaksi yang
terjadi adalah:
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
Dari reaksi diatas, dapat diketahui bahwa reaksi yang terlibat adalah reaksi orde 2.
Sedangkan untuk mengetahui tetapan laju reaksi pada reaksi penyabunan tersebut,
dilakukan percobaan dengan menggunakan metode analisis volumetri yaitu metode
titrasi. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu dibuat larutan etil asetat dengan
cara mengencerkan sebanyak 5 mL etil asetat 99,5% dalam labu ukur 250 mL sampai
tanda batas, sehingga diperoleh larutan etil asetat 0,02 M. Selain larutan etil asetat
0,02 M, juga digunakan larutan NaOH 0,02 M serta larutan HCl 0,02 M.
Adapun dalam percobaan ini, konsentrasi awal etil asetat dengan konsentrasi awal
NaOH sama (a = b). Dalam percobaan ini reaksi yang akan diamati adalah reaksi
penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida.
Mula-mula larutan etil asetat 0,02 M direaksikan dengan larutan NaOH 0,02 M
masing-masing sebanyak 50 mL. Larutan etil asetat dibiarkan bereaksi dengan larutan
NaOH selama selang waktu 5 menit, 15 menit, 30 menit, 45menit dan 60 menit
setelah pencampuran. Selama selang waktu tersebut, etil asetat akan bereaksi dengan
NaOH, dan selanjutnya setelah selang waktu yang ditentukan, NaOH yang tersisa
dalam campuran direaksikan dengan larutan HCl 0,02 M. Setelah sisa NaOH dalam
campuran dinetralkan oleh larutan HCl, maka kelebihan HCl dititrasi dengan
menngunakan basa kuat yaitu larutan NaOH 0,02. Larutan NaOH bertindak sebagai
titran, sedangkan campuran yang mengandung sisa HCl sebagai titrat. Dalam proses
titrasi ditambahkan indikator fenolftalein yang berguna untuk mendeteksi titik akhir
titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Indikator fenolftalein ini merupakan jenis asam diprotik dan tidak berwarna. Saat
direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion
terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda.
Selain prosedur diatas, dilakukan pula pemanasan pada campuran etil asetat-NaOH
setelah selang waktu 60 menit untuk waktu tak terhingga. Proses pemanasan ini
bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga reaksi penyabunan cepat selesai. Etil
asetat memiliki sifat yang mudah menguap, sehingga proses titrasi harus dilakukan
secepat mungkin. Demikian pula saat proses memipet maupun saat mereaksikan
larutan tersebut harus dilakukan secepat mungkin agar tidak terjadi penguapan yang
dapat menurunkan volume etil asetat.
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,02 M yang diperlukan untuk
menetralkan sisa HCl dalam campuran. Adapun volume NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan sisa HCl selama selang waktu reaksi 5, 15, 30,45, 60 menit serta
setelah pemanasan (waktu tak terhingga) secara berturut-turut adalah 10,00 mL ;
10,55 mL ; 11,00 mL ; 11,05 mL ; 11,10 mL dan 20,80 mL. Kondisi ini menunjukkan
bahwa semakin banyak sisa asam (HCl) dalam campuran maka volume NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam tersebut juga semakin banyak, demikian pula
sebaliknya.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan data yang telah diperoleh, maka
diketahui bahwa konsentrasi etil asetat mula-mula yang akan bereaksi dengan NaOH
adalah sebesar 0,0122 M M. Nilai ini merupakan nilai a yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya, dimana nilai a = b. Dari perhitungan selanjutnya, diperoleh
nilai x (konsentrasi OH- bereaksi) selama selang waktu yang ditentukan yaitu
berturut-turut sebesar untuk t= 300 s yaitu 0,0100 M; t= 900 s yaitu 0,0101 M; t=
1800s yaitu 0,0102 M dan t=2700s yaitu 0,0102 M dan t=3600s yaitu 0,0102 M. Dari
nilai x ini dapat dihitung tetapan laju reaksi (k) yang merupakan jumlah molar (M)
konsentrasi ion OH− yang bereaksi pada waktu t. Adapun nilai tetapan k ini dihitung
dengan menggunakan persamaan : k =
Dari persamaan ini diperoleh nilai tetapan k untuk waktu 5; 15; 30; 45 dan 60 menit
secara berturut-turut adalah sebesar 1,2419 ; 0,4348 ; 0,2322 ; 0,1548 dan 0,1161 mol -1 L s-1. Sehingga diperoleh nilai tetapan k rata-rata sebesar 0,4344 mol -1 L s-1. Dari
perhitungan, juga diperoleh harga .
Dimana : a = b = 0,01220
T
(menit)x
5 0,0100 M 372,5782
15 0,0101 M 394,2233
30 0,0102 M 98,0392
45 0,0102 M 98,0392
60 0,0102 M 98,0392
Harga yang nantinya dipergunakan untuk membuat grafik hubungan antara
(sebagai ordinat) terhadap waktu (sebagai absis) seperti yang terlihat
dibawah ini.
Grafik sebagai ordinat dan t (waktu) sebagai absis.
Dari rgafif tersebut dapat dijelaskan bahwa reaksi antara etil asetat dengan ion
hidroksida merupakan reaksi yang berorde dua. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi laju reaksi antara ion hidroksida dengan etil asetat yaitu konsentrasi,
luas permukaan, teori tumbukan, waktu serta temperatur. Jika konsentrasi suatu zat
besar maka laju reaksi nya semakin cepat, karena semankin banyak nya partikel-
partikel yang bertumbukan. Selain itu luas permukaan juga mempengaruhi, semakin
besar luas permukaan nya, maka akan semakin cepat reaksi berlangsung. Selain itu
kenaikan temperatu juga berpengaruh. Semakin tinggi temperature nya, maka
semakin cepat reaksi berlangsung karena dapat mengaktifkan energy akivasinya.
VI. KESIMPULAN
1. Penentuan tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dapat
dilakukan dengan metode analisis volumetri yaitu metode titrasi.
2. Reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida:
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
merupakan reaksi orde kedua.
3. Keadaan awal dari reaksi penyabunan ini adalah a = b, karena konsentrasi
larutan etil asetat dan larutan NaOH sama yaitu 0,02 M.
4. Konsentrasi awal etil asetat sebesar 0,0122 M.
5. Nilai x (konsentrasi OH- bereaksi) selama selang waktu yang ditentukan yaitu
berturut-turut sebesar untuk t= 300 s yaitu 0,0100 M; t= 900 s yaitu 0,0101 M; t=
1800s yaitu 0,0102 M dan t=2700s yaitu 0,0102 M dan t=3600s yaitu 0,0102 M.
6. Nilai tetapan k untuk waktu 5; 15; 30; 45 dan 60 menit secara berturut-turut adalah
sebesar 1,2419 ; 0,4348 ; 0,2322 ; 0,1548 dan 0,1161 mol -1 L s-1.
7. Harga tetapan k rata-rata dari reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida ini
adalah 0,4344 mol -1 L s-1.
8. Dari grafik hubungan antara waktu dengan nilai adalah semakin lama
waktu yang diperlukan, dapat dijelaskan bahwa reaksi antara etil asetat dengan ion
hidroksida merupakan reaksi berorde dua.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia ,2001 , Elektro Kimia dan Kinetika Kimia , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Bird, Tony, 1993, Kimia Fisika untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Dogra, S.K dan S. Dogra, 1990, Kimia Fisika dan Soal-Soal, Cetakan Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Karlohadiprodjo, Irma, 1990, Kimia Fisik Jilid 1, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Keenan, CW.,1991, Ilmu Kimia Untuk Universitas Jilid 1, edisi keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2012, Penuntun Praktikum Kimia Fisika III, Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
LAMPIRAN
A. Jawaban Pertanyaan
1. Karena harga k konstan, maka reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida
adalah reaksi orde kedua.
2. Pada suatu sistem yang dapat mengalirkan listrik (kawat atau larutan elektrolit)
akan memiliki tahanan,(resistance, R) yang mengikuti Hk. Ohm R=
Pada umumnya tahanan hanya bergantung pada temperatur dan jenis media dan
tidak tergantung pada besarnya potensial dan arus yang diberikan, tahanan seperti
ini disebut sebagai tahanan yang bersifat ohmic. Beberapa tahanan dalam
elektrokimia bersifat non-ohmic, namun untuk kemudahan dalam pendekatan maka
tahanan dalam suatu sistem elektrolit dianggap bersifat ohmic. Tahanan adalah
suatu besaran yang bersifat ekstensif : karena tahanan merupakan fungsi dari
ukuran (dan bentuk). Untuk sistem yang memiliki penampang yang seragam
(uniform) dapat berlaku tahanan jenis, (resistivity, ) yang besarnya adalah
, dengan A adalah luas area, L adalah panjang, dan R adalah tahanan. Tahanan jenis
adalah suatu besaran yang bersifat intensif. Pada sistem elektrolit lebih mudah bila
digunakan pengertian hantaran (conductance, S ) yang merupakan kebalikan
dari tahanan, dan juga hantaran jenis, (conductivity, K) yang merupakan kebalikan
dari tahanan jenis.
Hantaran jenis di rumuskan sebagai
Satuan yang digunakan:
Tahanan : Ω (ohm)
Tahanan jenis : Ω.m
Hantaran : S (siemens)
Hantaran jenis : S.m-1
3. Agar tidak menguap, jika ditunda maka tutup labu ukur dengan aluminium foil atau
penutupnya.
4. Cara penentuan orde dari suatu reaksi kimia antara lain:
Metode Integral
Dengan metode ini, harga k dihitung dengan persamaan laju bentuk integral
dari data konsentrasi dan waktu.
Metode Grafik
Orde suatu reaksi dapat ditentukan dengan cara membuat grafik dari data
eksperimen.
Metode Laju-Awal
Dalam metode ini dilakukan sederet eksperimen dengan konsentrasi awal yang
berbeda-beda. Kemudian dengan membandingkan laju awal, maka dapat ditarik
kesimpulan tentang orde reaksi.
5. Energi pengaktifan merupakan energi minimum yang harus dimiliki molekul-
molekul pereaksi agar menghasilkan reaksi jika saling bertabrakan. Penentuan
energi pengaktifkan secara eksperimen umumnya hampir sama dengan penentuan
tetapan laju reaksi pada suhu tertentu. Dari data tetapan laju yang diperoleh akan
didapatkan nilai energi pengaktifannya dengan persamaan berikut.