BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejak tahun 1989, WHO memang mentargetkan eliminasi tetanus
neonatorum, tetapi tetanus masih bersifat endemik pada negara-negara sedang
berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat
tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk di dalamnya 580.000
kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 kematian di Asia Tenggara dan
152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang dijumpai di negara-negara maju, tetapi
karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara
berkembang lain, maka UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju
mengulur eliminasi hingga tahun 2005. Target eliminasi tetanus neonatorum
adalah satu kasus per 1000 kelahiran di masing-masing wilayah dari setiap negara.
(1,2)
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI
2007), Angka Kematian Neonatal di Indonesia sebesar 19 kematian/1000
kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Balita sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup. Sekitar
3% dari 1000 bayi lahir, meninggal akibat tetanus. Pertengahan tahun 1980,
tetanus menjadi penyebab utama kematian bayi dibawah usia satu bulan. Berbagai
upaya pencegahan telah dilakukan, antara lain dengan pemberian kekebalan pada
bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu
hamil, calon pengantin wanita dan wanita usia subur, upaya pertolongan
1
persalinan yang bersih dan aman melalui pelatihan/pembinaan dukun bayi dan
pemanfaatan tenaga bidan di desa, memasyarakatkan perilaku kehidupan keluarga
sehat melalui dasawisma, posyandu dan kelompok peminat KIA, dan pelacakan
tetanus neonatorum menurut indeks kasus yang diperoleh dari rumah sakit. (1,3)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak oksitisin (tetanuspasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neoromuskular
(neoro muscular junction) dan saraf autonom. Kekebalan terhadap tetanus hanya
dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Tetanus penyakit infeksi yang akut dan
kadang fatal yang disebabkan oleh nerotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani, yang sporanya masuk kedalam tubuh melalui luka.
Tetanus merupakan penyebab utama kematian bayi di Indonesia. Masih banyak
calon ibu di masyarakat kita terutama yang tinggal di daerah-daerah terpencil
berada dalam kondisi yang bisa dibilang masih “jauh” dari kondisi steril saat
persalinan. Bila ibu hamil terpapar oleh bakteri atau spora tersebut, maka si ibu
berisiko terinfeksi. Infeksi juga bisa diperoleh dari pusar bayi baru lahir. Pasalnya,
bakteri ini tumbuh melalui luka dan biasanya terjadi saat proses pemotongan tali
pusat yang menggunakan alat-alat seperti gunting atau pisau yang tidak steril.(4)
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga suatu kelak ia terserang pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Sedangkan vaksinasi merupakan suatu tindakan
yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mikro
2
organisme patogen. Jadi imunisasi Tetanus Toxoid merupakan proses untuk
membentuk kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Dalam
pelayanan ibu hamil (antenatal) baik pada K1 (Pemeriksaan kehamilan sesuai
standar pada semester pertama) maupun K4 (pemeriksaan kehamilan sesuai
standar pada semester pertama, kedua dan ketiga ditambah pemeriksaan ketika
mendekati persalinan), ibu hamil akan diberikan imunisasi Tetanus Toxoid
sebagai upaya perlindungan ibu dan bayinya dari kemungkinan terjadi tetanus
pada waktu persalinan. Oleh karena itu, pemberian imunisasi TT merupakan suatu
keharusan pada setiap ibu hamil. (1,2)
Program imunisasi merupakan salah satu program penting di sektor
kesehatan. Salah satu program imunisasi penting yang dianjurkan pemerintah
adalah imunisasi Tetanus Toxoid. Tetanus timbul jika ketika spora bakteri
Clostridium Tetani masuk kedalam luka atau tali pusat (pada bayi baru lahir).
Tetanus dapat dicegah dengan melakukan imunisasi Tetanus Toksoid. Imunisasi
Tetanus Toxoid diberikan kepada ibu hamil.(3,4)
Menurut Notoatmojo, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor
diantaranya yaitu faktor predisposisi, faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-
hal yang terkait dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Pemberian imunisasi TT ibu
hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang manfaat imunisasi TT,
karena imunisasi TT baik untuk kekebalan tubuh terhadap infeksi tetanus karena
3
ibu tahu bahwa imunisasi TT akan memberikan kekebalan pada ibu sendiri dan
janinnya.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Imunisasi Tetanus
Toxoid di Rumah Sakit Bersalin Masyita Makassar”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan
ibu hamil tentang imunisasi Tetanus Toxoid ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Imunisasi
Tetanus Toxoid di Rumah Sakit Bersalin Masyita Makassar
2. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang Imunisasi
Tetanus Toxoid di Rumah Sakit Bersalin Masyita Makassar
2. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tujuan
imunisasi Tetanus Toxoid di Rumah Sakit Bersalin Masyita Makassar
3. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang penyebab
tetanus pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang tidak di imunisasi di
rumah sakit bersalin masyita makassar
4
4. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang ciri-ciri
bayi yang terinfeksi tetanus di rumah sakit bersalin masyita makassar
5.. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang resiko yang
bisa terjadi pada bayi yang terinfeksi di rumah sakit bersalin masyita
Makassar
6. Mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang
pencegahan tetanus pada bayi di rumah sakit bersalin masyita makassar
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi masyarakat khususnya ibu hamil
Dapat memberikan informasi tentang imunisasi Tetanus Toxoid, sehingga
masyarakat khususnya ibu hamil mendapatkan pelayanan imunisasi Tetanus
Toxoid secara lengkap (dua kali).
2. Bagi petugas kesehatan
Dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan hasil cakupan imunisasi Tetanus Toxoid
pada ibu hamil untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat
Tetanus Neonatorum dan meningkatkan keterampilan pengetahuan tentang
imunisasi Tetanus Toxoid.
3. Bagi peneliti
Dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang ilmu penelitian yang didapatkan,
serta dapat menigkatkan wawasan terhadap penelitian.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG IMUNISASI
Imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas protektif
dengan menginduksi respons memori terhadap patogen/toksin tertentu dengan
meggunakan preparat antigen non virulen/non toksin. Imunitas perlu
dikembangkan untuk jenis antibodi/sel efektor imun yang benar. Antibodi yang
diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba ekstraseluler
dan produknya (toksin). (3)
Komponen penting dalam menimbulkan respons imun setelah pemberian
vaksin adalah sel limfosit (limfosit B dan T), APC (Antigen Presenting Cell)
misalnya sel dendritik, makrofag melalui :
a. Respons Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah Limfosit B.
Reseptor immunoglobulin pada limfosit B berfungsi untuk mengenal dan
berinteraksi dengan antigen. Setelah antigen mengalami endositosis ke dalam
sel dan berinteraksi dengan limfosit T maka akan mengakibatkan terjadinya
aktivasi sel B yang berdiferensiasi menjadi sel plasma memproduksi antibodi
( IgG, IgA, dan IgE ) dan akan berhubungan dengan reseptor pada permukaan
sel. 1,7
b. Respons Selular
6
Respons Selular dilakukan terutama oleh Limfosit T yang berfungsi sebagai sel
antara dan diaktifkan melalui pelepasan sitokin. Di lain pihak, B-cells berubah
menjadi sel-sel plasma yang memprodusir antibodi yang juga dinamakan
imunoglobulin (IgG). Senyawa-senyawa ini terutama terdapat dalam serum
darah atau di atas permukaan membran mukosa serta khusus diarahkan
terhadap suatu antigen tertentu. Selama perkembangan embrionik, prekursor
sel darah ditemukan dalam hati fetus dan jaringan lain ; pada masa postnatal,
sel stem terletak di dalam sumsum tulang. (1,7)
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas seluler maupun humoral
seperti yang layaknya timbul sebagai reaksi terhadap suatu infeksi alamiah. Bila
seseorang yang sudah divaksinasi mengalami infeksi yang tidak menentu,
gejalanya akan lebih ringan atau sama sekali tanpa manifestasi klinis. Vaksinasi
menghindarkan efek-efek serius yang diakibatkan oleh mikroba yang virulen
penuh. (7)
Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu senjata yang paling ampuh dalam
ilmu kedokteran preventif terhadap penyakit infeksi. Kemungkinan kendala dari
vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahankan keadaan yang stabil
ini tanpa ada kekuatiran bahwa mikroba tersebut melalui proses mutasi menjadi
virulen kembali. (7)
Beberapa jenis vaksin dibuat berdasarkan proses produksinya :(1)
a. Vaksin hidup dilemahkan ( Live artenuated vaccines ). Vaksin jenis ini
merupakan replikasi organismenya ( terutama virus ) pada penerima vaksin
untuk meningkatkan rangsangan antigen. Proses melemahkan antigen
7
tersebut melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu
rendah atau pengurangan gen pathogen secara selektif. Biasanya vaksin ini
memberikan imunitas jangka panjang.
b. Vaksin dimatikan ( killed vaccine/Inactivated Vaccine ). Vaksin ini
mengandung organism yang tidak aktif setelah melalui proses pemanasan
atau penambahan bahan kimiawi. Biasanya pemberian vaksin ini perlu
beberapa dosis dan diperlukan bahan ajuvan untuk meningkatkan respons
imun.
c. Rekombinan Susunan vaksin ini ( misal Hepatitis B ) memerlukan epitop
organisme yang pathogen. Sintesa dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
d. Vaksin Plasma DNA ( Plasmid DNA Vaccines ). Vaksin ini berdasarkan
isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigen yang pathogen dan
saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada
binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA ( virus dan bakteri )
merangsang respons humoral dan selular yang cukup kuat. Sedangkan
penelitian klinis pada anusia saat ini sedang dilakukan.
Berbagai macam cara pemberian vaksin ( intramuscular, sub kutan,
intradermal, intranasal atau oral ) berdasarkan pada komposisi vaksin dan
imunogenitasnya. Sebaiknya vaksin diberikan pada tempat di mana respons imun
yang diharapkan tercapai dan terjadinya kerusakan jaringan, saraf dan vaskuler
minimal.(1)
8
Penyuntikan intramuscular dianjurkan pada kasus dimana bila dilakukan
penyuntikan subkutan atau intradermal dapat menimbulkan iritasi, indurasi,
perubahan warna kulit, peradangan, pembentukan granuloma. Pemberian suntikan
secara subkutan mempunyai resiko pada jaringan neurovascular lebih jarang, non
reaktogenik dan cukup imunogenik.(1)
Vaksin dan imunoglobulin terutama digunakan untuk tujuan profilaksis, untuk
menghindari terkena infeksi (hebat), misal cacar, polio, rabies dan tetanus. Tetapi
beberapa jenis vaksin juga digunakan sebagai pengobatan penyakit menahun,
misalnya pada penyakit yang disebabkan oleh stafilokok atau gonokok, sehingga
mendorong tubuh membentuk antibodi ekstra terhadap infeksi tersebut. (1,7)
Indikasi penggunaan vaksin pada orang dewasa didasarkan kepada riwayat
pajanan, risiko penularan, usia lanjut, imunokompromais, pekerjaan, gaya hidup
dan rencana bepergian.(1)
2.2 TINJAUAN UMUM TENTANG TETANUS
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani yang
beberapa jenisnya dapat dibedakan berdasarkan antigen flagelar spesifik. Semua
mempunyai antigen O ( somatik ) yang sama, yang dapat disamarkan, dan semua
menghasilkan jenis antigenic neurotoksin yang sama, yaitu tetanospasmin.(8,9)
Sel-sel vegetative C. tetani menghasilkan toksin tetanospasmin ( BM 150000)
yang dipecah oleh protease bakteri menjadi dua peptide ( BM 50000 dan 100000)
yang dihubungkan oleh ikatan disulfide. Pada awalnya toksin berikatan dengan
reseptor pada membran prasinaptik neuron motorik, kemudian toksin berimigrasi
9
melalui sistem transpor aksonal retrograde ke badan sel neuron-neuron ini ke
medulla spinalis dan batang otak. Toksin berdifusi ke bagian terminal sel-sel
inhibisi, termasuk interneuron glisinergik dan neuron penyereksi asam
aminobutirat dari batang otak. Toksin melakukan degradasi sinaptobrevin, sebuah
protein yang diperlukan untuk menghubungkan vesikel neurotransmitter pada
membrane prasinaptik.(10)\
Clossidium tetani bukan organsime invasif dan tidak menyebabkan inflamasi
dan port d’entrae tetap tampak tenang tanpa tanda inflamasi., kecuali apabila ada
infeksi oleh mikroorganisme yang lain.(8,10)
Infeksi tetap bersifat local di daerah jaringan yang mengalami devitalisasi
( luka, luka bakar, cedera, sisa umbilicus, jahitan bedah ) spora-spora telah masuk
ke area tersebut. Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik
dan terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup
yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang
memungkinkan multiplikasi bakteri.(8,10)
Tetanospasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini mungkin
mencakup lebih dari 5% dari berat organisme. Toksin ini merupakan polipeptida
rantai ganda dengan berat 150.000 Da yang semula bersifat inaktif. Rantai berat
(100.000 Da) dan rantai ringan (50.000 Da) dihubungkan oleh suatu ikatan yang
sensitif terhadap protease dan dipecah oleh protease jaringan yang menghasilkan
jembatan disulfida yang menghubungkan dua rantai ini. Jika toksin yang
dihasilkan banyak, ia dapat memasuki aliran darah yang kemudian berdifusi untuk
10
terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. Toksin kemudian akan menyebar
dan ditransportasikan dalam axon dan secara retrogred ke dalam badan sel di
batang otak dan saraf spinal.(9)
Volume jaringan terinfeksi kecil dan penyakit hampir seluruhnya toksemia.
Germinasi spora dan perkembangan organisme vegetatif yang menghasilkan
toksik ditambahkan oleh jaringan nekrotik, garam kalsium, dan infeksi patogenik
yang terkait, semua membantu timbulnya potensial oksidasi-reduksi yang rendah.
(11)
Toksin yang dilepaskan dari sel-sel vegetatif mencapai sistem saraf pusat dan
secara cepat menempel pada reseptor di medulla spinalis dan batang otak,
kemudian melakukan aksinya seperti yang telah dijelaskan.(11)
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum.
(11)
Penyakit ini ditandai dengaan kontraksi otot volunter. Spasme otot pertama
kali sering mengenai area cedera dan infeksi dan kemudian otot rahang ( trismus ).
Yang berkontraksi sedemikian rupa sehingga mulut tidak dapat dibuka. Secara
bertahap, otot volunter lain terkena menyebabkan spasme tonik. Setiap rangsang
eksterna dapat mencetuskan spasme otot tetanik generalisata. Pasien sadar penuh,
dan nyeri dapat hebat. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan mekanis
respirasi. Angka kematian pada tetanus generalisata sangat tinggi. (11)
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya
fatala apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang
11
dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah
perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung
pada panjang tali pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan
memotong umbilikus. Onset biasanya dalam 2 minggu oertama kehidupan.
Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas
tetanus neonatorum. Di antara neonatus yang terinfeksi, 90% meninggal dan
retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup.(9)
Menurut beratnya gejala, dapat dibedakan 3 stadium :(8)
a. Trismus ( 3 cm ) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
b. Trismus ( 3 cm atau lebih kecil ) dengan kejang tonik umum bila
dirangsang.
c. Trismus ( 1 cm ) dengan kejang tonik umum spontan.
Diagnosis bersandar pada gambaran klinis dan riwayat cedera, meskipun
hanya 50% pasien tetanus yang menderita cedera mencari pertolongan medis.
Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
sangat membantu. (8)
Diagnosis banding primer tetanus adalah keracunan striknin. Biakan anaerob
jaringan dari luka yang terkontaminasi dapat menghasilkan Clossidium tetani,
tetapi pencegahan manapun penggunaan terapeuetik antitoksin seharusnya tidak
ditunda untuk menunggu terjadinya hal tersebut. Bukti isolasi Clossidium tetani
hanya bergantung pada produksi toksin dan neutralisasinya oleh antiseptik
spesifik.(10)
Komplikasi yang biasanya terjadi antara lain :(8)
12
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di
dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
b. Asfiksia
c. Atelaktasis karena obstruksi oleh sekret
d. Fraktura kompresi
Hasil pengobatan tetanus tidaklah memuaskan. Oleh karena itu, pencegahan
sangatlah penting. Pencegahan tetanus bergantung pada:(8)
1. Imunisasi aktif dengan toksoid
2. Perawatan secara tepat luka yang terkontaminasi dengan tanah
3. Penggunaan profilaktif antitoksin
4. Pemberian penisilin.
Pemberian intramuskular sebanyak 250-500 unit antitoksin manusia
(Imunoglobulin tetanus) memberikan proteksi sistemik yang adekuat (0,01 unit
atau lebi permililiter serum) selama 2-4 minggu. Antitoksin tersebut menetralisir
toksin yang tidak terikat pada jaringan saraf. Imunisasi aktif dengan toksoid
tetanus harus menyertai profilaksis antitoksin.(11)
Pasien yang mengalami gejala-gejala tetanus harus menerima relaksasi otot,
sedasi dan bantuan bantuan ventilasi. Kadang-kadang pasien diberikan antitoksin
dalam dosis besar (3000-10.000 unit imunoglobulin tetanus) melalui intravena
dalam usaha menetralisir toksin yang belum berkaitan dengan jaringan saraf.
Namun, efiksasi antitoksin untuk pengobatan masih diragukan kecuali pada
tetanus neonatus, yang mungkin dapat menyelamatkan hidup. (8)
13
Debridemen bedah sangat penting karena mengangkat jaringan nekrotik yang
penting untuk proliferasi organisme. Oksigen hiperbarik tidak terbukti efektif.
Penisilin secara kuat menghambat pertumbuhan C. tetani dan menghentikan
produksi toksin lanjutan. Antibiotik juga dapat mengontrol infeksi piogenik yang
menyertai. (8)
Bila individu yang sebelumnya telah diimunisasi mendapatkan luka yang
secara potensial berbahaya, dosis tambahan toksin harus disuntikkan untuk
merangsang ulang produksi antitoksin. Suntikan toksoid “recall” tersebut dapat
disertai pemberian dosis antitoksin jika pasien belum menerima imunisasi baru-
baru ini atau booster atau jika riwayat imunisasi tidak diketahui. (10)
Sampai saat ini pada ibu hamil pemberian imunisasi tetanus dilakukan 2 kali,
masing-masing pada kehamilan ke 7 dan 8. Adanya aktivitas antitoksin IgG
berarti bahwa ibu yang cukup di imunisasi, dapat memindahkan antitoksin kepada
janin dan dapat memberikan proteksi pada hari pertama/minggu sesudah lahir. Hal
ini diperlukan dalam pencegahan tetanus neonatorumm pada tindakan obstetri
yang kurang steril. (3)
Vaksin tetanus mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan dan telah
teradopsi pada Al-fosfat. Diperoleh dengan cara yang sama seperti Clostridium
Tetani. Memberikan kekebalan selama 5-10 tahun. Toksoid ini tidak efektif
mencegah tetanus bila lukanyya
(infeksi) sudah timbul karena bekerja terlampau lambat. Maka, dalam kasus
ini harus dilakukan imunisasi pasif dengan tetanus immune globulin dan serentak
diberikan injeksi pertama dari vaksin tetanus untuk imunisasi aktif. (9)
14
Dosis dan cara imunisasi : untuk imunisasi dasar 3x0,5 ml injeksi muskular ;
suntikan pertama dan kedua dengan jarak antara 4-6 minggu, suntikan ketiga 6-12
bulan setelah dosis pertama. (4,9)
Imunisasi tetanus untuk ibu hamil diberikan 2x, dengan dosis 0,5 cc
diinjeksikan intramuskuler/subkutan dalam. Sebaiknya diberikan sebelum
kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi lengkap. TT1 dapat diberikan
sejak diketahui positif hamil dimana biasanya diberikan saat kunjungan pertama
ibu hamil ke sarana kesehatan. Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2 minimal
4 minggu.(7,12,13,14)
2.3 TINJAUAN UMUM TENTANG PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi,
hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian
adalah benar atau berguna. (15)
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan
pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak
seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap
sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data
sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan
kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini
lah yang disebut potensi untuk menindaki. (15)
Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
15
seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal
menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru.(16)
Secara terinci mengukur tingkat pengetahuan seseorang, Bloom
mengemukakan enam tingkatan proses: (16)
1. Pengetahuan (knowledge), bila seseorang hanya mampu mengingat sesuatu
yang telah dipelajarinya dalam garis besarnya saja.
2. Perbandingan (comprehension), bila seseorang telah dapat menerangkan
kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya.
3. Penerapan (application), bila telah ada kemampuan untuk menggunakan apa
yang dipelajarinya.
4. Analisis (analysis), bila telah mampu menerangkan bagian-bagian yang
menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisa hubungan satu
sama lain.
5. Sintesis (synthesis), bila disamping mampu menganalisis, ia pun mampu
menyusun kembali ke bentuk semula maupun ke bentuk yang lain.
6. Penilaian (evaluation), merupakan tingkat pengetahuan yang tertinggi, apabila
telah mampu mengetahui secara menyeluruh dari semua bahan yang telah
dipelajarinya dan juga mampu menilai sesuai kriteria yang telah ditentukan.
2.4 KERANGKA TEORI
16
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan sesorang.
Pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi tetanus toxoid sangat berperan
untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum yang akan menambah angka
kematian bayi juga akan melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila
terluka.
Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang
tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali
pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat,
kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus.
2.5 KERANGKA KONSEP
17
Gambar 1. Kerangka Konsep
2.6 DEFENISI OPERASIONAL & KRITERIA OBJEKTIF
18
Variabel Independent/bebas
Variabel Dependent/tergantung
Sesuai permasalahan dan tujuan penelitian, maka sebagai pedoman awal
pengumpulan informasi digunakan definisi operasional yang dikembangkan
seperti uraian di bawah ini:(17)
1. Pengetahuan ibu hamil adalah pengetahuan tentang keadaan pada saat hamil.
Defenisi dari ibu hamil adalah seorang ibu/wanita yang membawa embrio atau
fetus di dalam tubuhnya.
2. Pengetahuan tentang imunisasi tetanus toxoid adalah segala sesuatu yang
dialami, dilihat dan didengar tentang imunisasi TT dan digali berdasarkan
kemampuan menjawab pertanyaan tentang tujuan, penyebab, resiko, ciri-ciri,
dan penyebab imunisasi TT.
Alat ukur : Kuesioner
Kriteria Objektif : a. Tahu, jika menjawab pertanyaan dengan benar
b. Tidak Tahu, jika salah dalam menjawab pertanyaan
BAB III
19
METODE PENELITIAN
3. 1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai imunisasi Tetanus Toxoid dengan
menggunakan kuesioner.
3. 2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian Tingkat Pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi Tetanus Toxoid
(TT) ini dilakukan di Rumah Sakit Bersalin Masyita di Makassar. Penelitian mulai
dilakukan dari 18 Oktober – 21 Oktober 2011.
3. 3 POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi penelitian merupakan ibu hamil yang sedang kontrol ke Rumah
Sakit Bersalin Masyita di Makassar. Dimana didapatkan populasi sebanyak 38
orang (sampel)
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Total Sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan
mengambil total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian semua, dimana didapatkan 38 sampel.
3.5 TEKHNIK PENGUMPULAN DATA
20
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yaitu
berupa kuesioner yang diberikan kepada sampel. Tekhnik ini dilakukan dengan
memberikan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden untuk
mendapatkan informasi tentang dtingkat pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi
tetanus toxoid.
3.6 PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA
Data diolah menggunakan alat hitung sederhana berupa kalkulator,
kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan presentasi serta dilengkapi
dengan narasi.
Adapun tekhnik analisa menggunakan rumus berikut :
P = f x 100 % Keterangan :
N P = persentase
f = frekuensi faktor variabel
n = jumlah sampel
Adapun criteria objektif menurut Arikunto yaitu adalah :
Baik : Nilai = 76-100%
Cukup : Nilai = 56-75%
Kurang : Nilai = 40-55%
Tidak baik : Nilai = < 40%
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
21
4.1 Lokasi RSB Masyita
Lokasi Rumah Sakit Bersalin Masyita terletak di Jalan Cambajawayya
No.24 Kelurahan Tello Baru Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Akses
utama dari Rumah Sakit Bersalin Masyita bias di akses dari Jl. Abdullah Dg.
Sirua dan J. Urip Sumoharjo.
4.2 Jenis Layanan
22
Jenis layanan yang disediakan di Rumah Sakit Bersalin Masyita ini
adalah:
1. UGD 24 jam
2. Pemeriksaan ibu hamil
3. USG oleh spesialis kandungan
4. Pemeriksaan anak oleh spesialis anak
5. Layanan KB
6. Imunisasi
7. Persalinan
8. Ambulans
4.3 Fasilitas
1. Ruang Operasi : 1 tempat tidur
2. Ruang Pulih/RR : 2 tempat tidur
3. Ruang Kuret : 1 tempat tidur
4. Ruang Bersalin : 7 tempat tidur
5. Ruang Bayi : 8 tempat tidur
6. Ruang Menyusui : 1 kamar
7. Ruang Direktur : 1 kamar
8. Ruang Konseling : 1 kamar
9. Ruang Poli Anak : 1 kamar
10. Ruang VVIP : 1 kamar
11. Ruang VIP : 5 kamar
12. Ruang Klas 2 : 4 kamar
23
13. Ruang Klas 3 : 22 tempat tidur
14. Ruang UGD 24 jam
15. Ruang Resepsionis
16. Ruang Administrasi
17. Musholla
18. Dapur
19. Gudang Alat
20. Gudang Obat
BAB V
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
Proses penelitian ini dilakukan pada ibu hamil yang memeriksakan
kandungannya di Rumah Sakit Bersalin Masyita selama 2 hari, dengan jumlah
responden 38 sampel. Berdasarkan hasil pengumpulan pengolahan data yang telah
dilakukan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian maka hasilnya :
1. Identitas Responden
Tabel 1Identitas Responden
Identitas responden frekuensi % Total (f/%)
Usia ibu
(tahun)
<20 3 7,9
38/10020 – 30 20 52,6
30 – 40 15 39,5
Usia
kehamilan
(bulan)
2 – 4 8 21,1
38/1004 – 6 4 10,5
6 – 9 26 68,4
Pendidikan
terakhir
SD 1 2,6
38/100
SMP 4 10,5
SMA 23 60,5
PT 10 26,4
Tahu/tidak
imunisasi TT
Tahu 24 63,2
38/100Tidak 14 36,8
Sumber Data : Data Primer, September 2011
25
Dari tabel di atas dijabarkan bahwa responden yg berobat ke rumah sakit RSB
Masyita Makassar tingkatan umur <20 tahun terdapat 3 orang (7,9%) dan antara
20-30 tahun ada 20 orang (52,6%) sedangkan 30-40 tahun terdapat 15 orang
(39,5%). Untuk usia kehamilan saat berkunjung, dimana usia kehamilan 2-4 bulan
ada 8 orang (21,1%) dan umur 4-6 bulan terdapat 4 orang (10,5%) sedangkan
umur kehamilan 6-9 bulan terdapat 29 orang (68,4%). Sedangkan tingkat
pendidikan ibu hamil saat berkunjung menunjukkan ibu hamil memiliki
pendidikan rata-rata tamat SMA terdapat 23 orang (60,5%) dan lulusan perguruan
tinggi ada 10 orang (26,4%) untuk lulusan SMP ada 4 orang (10,5%) sedangkan
tamatan SD ada 1 orang (2,6%). Dari distribusi tabel di atas menunjukkan bahwa
yang mengetahui tentang imunisasi tetanus saat hamil terdapat 24 orang (63,2%)
dan yang tidak mengetahui sebanyak 14 orang (36,8%).
26
2.Variabel Penelitian
Tabel 2Pengetahuan responden Tentang Tempat Mendapatkan Imunisasi Tetanus Saat
Hamil
Tempat imunisasi tetanus didapatkanFrekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak Tahu
24
14
63,2
36,8
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Tabel 2 menjelaskan tentang tempat yang biasa mendapatkan imunisasi tetanus
saat hamil dari hasil di atas menunjukkan bahwa rata-rata ibu hamil tahu dimana
bisa mendapatkan imunisasi tersebut (puskesmas, posyandu, rumah sakit) yaitu 24
orang (63,2%) sedangkan yang tidak tahu terdapat 14 orang (36,8%).
27
Tabel 3Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Imunisasi Tetanus Saat Hamil
Tujuan imunisasi tetanus saat hamilFrekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak Tahu
21
17
55,3
44,7
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Dari tabel di atas sebanyak 21 orang (55,3%) pasien berpengetahuan baik tentang
tujuan dari imunisasi tetanus saat hamil dimana terhindar dari penyakit tetanus, ini
menunjukkan bahwa wanita hamil tahu betapa pentingnya imunisasi tetanus saat
hamil. Sedangkan yang menjawab lain atau tidak tahu terdapat 17 orang (44,7%).
28
Tabel 4Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Tetanus
Penyebab tetanus pada bayi yang baru dilahirkan
dari ibu yang tidak imunisasi
Frekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak Tahu
13
25
34,2
65,7
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Tabel 4 di atas menjabarkan tentang penyebab dari tetanus tersebut dimana yang
menjawab tahu terdapat 13 orang (34,2%) dan jawaban selebihnya atau tidak tahu
sebanyak 25 orang (65,7%). Ini berarti pengetahuan pasien tentang penyebab
tetanus tersebut masih kurang baik.
29
Tabel 5Pengetahuan Responden Tentang Gejala Klinis dari Bayi Yang Terinfeksi Tetanus
Gejala klinis dari bayi yang terinfeksi tetanusFrekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak Tahu
2
36
5,2
94,8
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang menjawab dengan benar (tahu)
hanya 2 orang (5,2%) dan yang menjawab tidak tahu terdapat 36 orang (94,8%).
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa rata-rata ibu hamil yang datang
memeriksakan diri ke RSB Masyita masih belum mengetahui pasti gejala klinis
dari infeksi tetanus pada bayi.
30
Tabel 6Distribusi Responden di RSB Masyita yang tahu resiko yang dapat terjadi pada bayi
yang terinfeksiResiko yang dapat terjadi pada bayi yang
terinfeksi
Frekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak Tahu
15
23
39,4
60,5
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Tabel di atas menjelaskan apakah mengetahui resiko yang bisa terjadi pada bayi
yang terinfeksi, dimana dari hasil di atas menunjukkan bahwa dari 38 orang yang
mengisi kusioner terdapat 15 orang (39,4%) yang menjawab “Tahu” ini berarti
pasien tersebut mengetahui resiko yang bisa terjadi pada bayi tersebut. Sedangkan
yang menjawab “tidak tahu” terdapat 23 orang (60,5%).
31
Tabel 7Pengetahuan Responden Tentang Mencegah Agar Bayi Tidak Terinfeksi
Tindakan untuk mencegah agar bayi tidak
terinfeksi tetanus
Frekuensi
(orang)%
Tahu
Tidak tahu
23
15
60,5
39,4
Total 38 100
Sumber Data : Data Primer, September 2011
Tabel 7 menjelaskan bahwa cara mencegah agar bayi tidak terinfeksi yaitu dengan
vaksin atau menjawab dengan tepat sebanyak 23 orang (60,5%) sedangkan 15
orang (39,4%) menjawab dengan tidak tepat (tidak tahu). Hal tersebut
menjelaskan bahwa pengetahuan pasien tentang pencegahan cukup baik.
32
5.2 PEMBAHASAN
Imunisasi tetanus saat hamil sangat penting karena menyangkut keselamatan
ibu dan bayinya. Imunisasi tersebut penting untuk ibu yang lagi hamil, khususnya
ibu yang datang ke RSB Masyita akan kita gali pengetahuan tentang imunisasi
tersebut. Dalam hal ini ibu yang menjawab pertanyaan dari kusioner yang di
berikan, akan menjawab berdasarkan pengetahuan masing-masing yang akan
dibahas berdasarkan 7 tabel yang telah diuraikan.
Berdasarkan tabel 1 yang merupakan tabel identitas dapat dilihat bahwa rata-
rata umur ibu yang datang memeriksakan kehamilannya di RSB Masyita sekitar
20-30 tahun sebanyak 52,6% sisanya ada yang berumur sekitar 30-40 tahun
sebanyak 39,5% dan <20 tahun terdapat 7,9%. Untuk umur kehamilan ibu saat
datang ke RSB Masyita dimana yang paling banyak umur 6-9 bulan yaitu 68,4%,
sedangkan umur 2-4 bulan sebanyak 21,1% dan umur kehamilan 4-6 bulan
sebanyak 10,5%. Sedangkan tingkat pendidikan ibu hamil saat berkunjung
menunjukkan ibu hamil memiliki pendidikan rata-rata tamat SMA terdapat 60,5%
dan lulusan perguruan tinggi ada 26,4% untuk lulusan SMP ada 10,5% sedangkan
tamatan SD ada 2,6%. Pendidikan yang telah ditekuni Ibu sebagian besar adalah
Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin
banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat
33
tentang kesehatan. Termasuk didalamnya pengetahuan tentang imunisasi tetanus
toxoid saat hamil.(16)
Selanjutnya dijabarkan distribusi menunjukkan bahwa yang mengetahui
tentang imunisasi tetanus saat hamil terdapat 63,2% dan yang tidak mengetahui
sebanyak 36,8%. Ini menunjukkan rata-rata ibu hamil mengetahui tentang
imunisasi tetanus toxoid. Berdasarkan Tabel 2 menjelaskan tentang tempat yang
biasa mendapatkan imunisasi tetanus saat hamil dari hasil di atas menunjukkan
bahwa rata-rata ibu hamil tahu dimana bisa mendapatkan imunisasi tersebut
(puskesmas, posyandu, rumah sakit) yaitu 63,2% sedangkan yang tidak tahu
terdapat 36,8%. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa
yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.(16)
Tabel 3 menjelaskan pengetahuan ibu tentang tujuan dari imunisasi
tersebut dan yang menjawab benar sebanyak 55,3% yaitu terhindar dari penyakit
tetanus. Dan sisanya tidak mengetahui dengan pasti jawaban yang benar sebanyak
44,7%. Namun dalam hal ini rata-rata ibu yang mengetahui tentang imunisasi
tetanus ini sudah berpengetahuan cukup baik karena lebih dari setengah responden
telah menjawab pertanyaan dengan benar. Tabel 4 menjabarkan peyebab dari
tetanus tersebut dimana ibu-ibu menjawab benar sebanyak 54,2% dengan jawaban
yaitu bekas potongan tali pusat yang tidak steril, sedangkan 65,7% menjawab
dengan jawaban yang kurang tepat. Ini menjelaskan bahwa masih banyak variasi
jawaban dari ibu-ibu tentang penyebab dari tetanus tersebut, ini dimungkinkan
karena masih perlunya ibu-ibu mendapatkan informasi tentang imunisasi tetanus
tersebut. (9)
34
Selanjutnya tabel 5 menjelaskan pengetahuan ibu tentang ciri-ciri bayi
yang terinfeksi tetanus dimana banyak responden menjawab jawaban dengan tidak
tepat yaitu sebanyak 94,8% dari responden yang diteliti. Dari hasil jawaban
responden menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ciri-ciri bayi yang terinfeksi
masih kurang. Karena ibu-ibu menganggap bahwa bayi yang terinfeksi tetanus itu
bergejala seperti bayi berwarna kuning, padahal gejala klinis dari infeksi tersebut
yaitu bayi sukar membuka mulut/kaku. (11)
Pada tabel 6 menjabarkan tentang apakah ibu-ibu tahu resiko yang bisa
terjadi pada bayi yang terinfeksi, dari 38 orang yang menjawab “tahu” sebanyak
39,4% dengan jawaban keterbelakangan mental dan meninggal dunia dan yang
menjawab “tidak tahu” sebanyak 60,5%. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa
responden belum banyak yang mengetahui bahwa resiko yang bisa terjadi pada
bayi yang terinfeksi itu dapat menyebabkan kematian pada bayi sehingga mereka
tidak begitu peduli dengan adanya imunisasi tetanus toxoid. Tabel 7 menjabarkan
pengetahuan pasien yang datang ke RSB Masyita tentang pencegahan agar bayi
tidak terinfeksi tetanus, hasil didapatkan dari 38 orang yang menjawab benar yaitu
melakukan vaksin/imunisasi tetanus saat hamil sebanyak 60,5% dan 39,5%
menjawab rajin makan makanan bergizi, dengan kata lain menjawab pertanyaan
dengan kurang tepat. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang
pencegahan cukup baik dimana untuk terhindar dari infeksi tersebut hanya dengan
vaksin/imunisasi tetanus saat hamil.(8)
Berdasarkan hasil penelitian tempat lain, yaitu Nik Kasyfun Nur, Gambaran
Pengetahuan Ibu-ibu Hamil Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan Tindakan
35
Pengambilan Imunisasi TT di Poliklinik Ibu Hamil RSUP. Haji Adam Malik, Medan, FK
Univ. Sumatera Utara, 2010. Dimana hasil penelitian, diperolehi tingkat pengetahuan ibu-
ibu hamil berada pada tahap baik sebanyak 69 orang (86,3%). Tahap pengetahuan ibu-ibu
hamil mengenai kepentingan imunisasi TT berada pada tahap baik sebanyak 79 orang
(98.8%). Sebanyak 79 orang (98.8%) dari sampel pernah mendapatkan suntikan
imunisasi TT. Secara umumnya, tingkat pengetahuan ibu-ibu hamil mengenai imunisasi
TT adalah pada tahap baik dan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
belum pernah mendapatkan imunisasi TT. (19)
36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu hamil tentang
imunisasi tetanus toxoid (TT) di Rumah Sakit Bersalin Masyita Makassar, maka
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Umumnya mengetahui tentang imunisasi tetanus toxoid
2. Umumnya berpengetahuan baik tentang tujuan imunisasi tetanus toxoid
3. Umumnya berpengetahuan baik tentang penyebab tetanus toxoid
4. Umumnya berpengetahuan kurang tentang gejala klinis/ciri-ciri tetanus pada
bayi yang terinfeksi tetanus toxoid
5. Umumnya berpengetahuan baik tentang resiko pada bayi yang terinfeksi
tetanus toxoid
6. Umumnya berpengetahuan baik tentang pencegahan agar bayi tidak terinfeksi
tetanus toxoid
37
6.2 SARAN
Berdasarkan proses penelitian serta analisa hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada ibu, diharapkan sangat memperhatikan keselamatannya terutama saat
hamil terutama pola hidup sehat saat kehamilan dan harus rajin mengontrol diri
selama kehamilan berlangsung.
2. Mengingat bahayanya resiko tetanus toxoid terhadap ibu hamil, maka tingkat
pengetahuan tentang imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil sangatlah
penting. Sehingga, diharapkan kerjasama dari beberapa pihak seperti media
yang tersedia, penyuluhan, serta instansi-instansi yang terkait.
38