Karya Ilmiah
KONSPIRASI TRANSNASIONAL DALAMKAJIAN KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Dr. H. Obsatar Sinaga, SIP, M.SiDOSEN JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIP
UNPAD
MAKALAH:DISAMPAIKAN DALAM SEMINAR NASIONAL IKATAN
CENDIKIAWAN MUSLIM se-INDONESIA (ICMI)BATAM 23 Oktober 2010
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KORUPSITRANSNASIONAL DALAM KAJIAN KORUPSI DI INDONESIA
Makalah ini dibuat penulis sebagai bahan diskusi untuk seminar nasional
yang diadakan Ikatan Cendiakiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Makalah ini
disempurnakan setelah mendapat masukan dari berbagai kalangan cendikiawan yang
hadir dalam kesempatan seminar nasional tersebut.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan dalam
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Ungkapan terimakasih kami
sampaikan kepada keluarga besar ICMI serta seluruh cendikiawan yang hadir.
Semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita.
Jatinangor, Oktober 2010.
Obsatar Sinaga
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................................1
Daftar Isi .......................................................................................................................2
Pendahuluan..................................................................................................................3
Latar Belakang ..............................................................................................................3
Identifikasi Masalah......................................................................................................4
Metode Kajian...............................................................................................................4
Tinjauan Pustaka...........................................................................................................5
Transnasionalisme.........................................................................................................5
Aktor-aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional.............................................7
Teori Konspirasi..........................................................................................................15
Keamanan Internasional..............................................................................................17
Kerjasama Internasional..............................................................................................19
Jenis Kerjasama Internasional.....................................................................................19
Objek Kajian ...............................................................................................................21
Korupsi........................................................................................................................21
Dampak Negatif dari Korupsi .....................................................................................22
Korupsi di Indonesia ...................................................................................................24
Pemberantasan Korupsi di Indonesia..........................................................................24
Korupsi Transnasional ................................................................................................26
Pembahasan.................................................................................................................30
Kesimpulan .................................................................................................................33
Daftar Pustaka.............................................................................................................34
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin marak isu korupsi dipermasalahkan dewasa ini. Tidak hanya di
wilayah dalam negeri saja, tapi sekarang korupsi telah meluas hingga melewati batas-
batas negara menjadikannya sebagai kejahatan transnasional.
Masalah korupsi sudah merupakan ancaman yang bersifat serius terhadap
stabilitas dan keamanan masyarakat nasional dan internasional dan telah melemahkan
institusi dan nilai-nilai demokrasi serta nilai-nilai keadilan serta membahayakan
pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum1. Pernyataan ini sudah merupakan
prinsip umum hukum internasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan pernyataan di atas maka pencegahan dan pemberantasan korupsi
tidak lagi merupakan tanggung jawab satu negara melainkan juga tanggung jawab
bersama negara lain. Atas dasar hal tersebut maka kerjasama internasional merupakan
masalah penting yang ikut menentukan keberhasilan pencegahan dan pemberantasan
korupsi.
Dalam rangka memberantas korupsi, dunia internasional telah menandatangani
deklarasi pemberantasan korupsi di Lima, Peru pada tanggal 7-11 September 1997
dalam konferensi anti korupsi yang dihadiri oleh 93 negara.
Deklarasi yang kemudian dikenal dengan Declaration Of 8th International
Conference Against Corruption diyakini bahwa korupsi mengikis tatanan moral
masyarakat, mengingkari hak-hak sosial dan ekonomi dari kalangan kurang mampu
dan lemah.
Demikian pula korupsi dianggap menggerogoti demokrasi, merusak aturan
hukum yang merupakan dasar dari setiap masyarakat, memundurkan pembangunan,
dan menjauhkan masyarakat dari manfaat persaingan bebas dan terbuka, khususnya
bagi kalangan kurang mampu. Konferensi tersebut juga mempercayai bahwa
memerangi korupsi adalah urusan setiap orang dari setiap masyarakat. Memerangi
korupsi mencakup pula mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai etika dalam
semua masyarakat. Karena itu sangat penting untuk menumbuhkan kerjasama diantara
pemerintah, masyarakat sipil, dan pihak usaha swasta.
1Lilik Mulyadi http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/04/20/
.
4
Perkembangan berikutnya, melalui Ad Hoc Committee For The Negotiation Of
The United Nations Conventions Against Corruption sejak tanggal 1 Oktober 2003,
lebih kurang 107 negara telah menyetujui korupsi sebagai transnational crime.
Indonesia termasuk salah satu negara yang telah menyetujui Convention Against
Corruption yang diselenggarakan di Wina tersebut.
Parahnya korupsi di Indonesia membuat Indonesia mendapat predikat sebagai
salah satu negara terkorup sedunia. Masalah korupsi di Indonesia dan korupsi sebagai
transnational crime melatarbelakangi pembuatan makalah ini.
Identifikasi Masalah
Pemberantasan korupsi yang sudah akut, dirasakan tidak cukup hanya dengan
perluasan perbuatan yang dirumuskan sebagai korupsi serta cara-cara yang
konvensional. Diperlukan metode dan cara tertentu agar mampu membendung
meluasnya korupsi. Salah satu cara ialah dengan menetapkan kejahatan korupsi
sebagai kejahatan luar biasa, sehingga pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan
secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. 2
Makalah ini difokuskan terhadap isu korupsi di Indonesia dan korupsi
transnasional serta cara penanganan dan pemberantasan yang efektif.
Metode Kajian
Metode kajian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode kajian
kualitatif yaitu dengan menjelaskan (eksplanasi) semua permasalahan.
2Telaah Kritis Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Eddy
O.S Hiariej pukat.hukum.ugm.ac.id/.../
.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Isu korupsi transnasional sudah semakin mengglobal. Untuk menganalisa
mengenai korupsi transnasional, maka digunakan teori transnasionalisme, teori
konspirasi, konsep keamanan dan kerjasama internasional.
Transnasionalisme
Asumsi pokok dari pandangan hubungan transnasional adalah berkurangnya
peranan negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan aktor
non-negara. Pendukung pandangan ini yakin bahwa batas-batas yang memisahkan
bangsa-bangsa semakin kurang relevan. Transnasional didefinisikan oleh Richard
Falk sebagai perpindahan barang, informasi, dan gagasan melintas batas wilayah
nasional tanpa pertisipasi atau dikendalkikan secara langsung oleh aktor-aktor
pemerintah.
Transnasionalisme adalah sebuah konsep yang mencakup kesetiaan, aktivitas-
aktivitas dan fenomena-fenomena lain yang menghubungkan manusia melintasi
bangsa dan batas-batas nasional. Hal ini kontradiktif dengan nasionalisme karena
memajukan aktivitas politk lintas negara. Aliran pemikiran transnasionalisme merujuk
kepada globalisme dan kosmopolitanisme. Globalisasi seperti perdagangan bebas,
interdependensi, transportasi, dan komunikasi memungkinkan interaksi lintas negara.
Sementara kosmopolitanisme lebih terarah kepada pembahasan normatif. Dalam
perspektif teori normatif, Brown menyatakan bahwa kosmopolitanisme adalah
pandangan tentang hirauan politik dunia mengenai kemanusiaan secara menyeluruh,
atau individual. Sementara pendekatan teori normatif lainnya adalah komunitarian
yang terfokus pada komunitas politik tertentu seperti negara.
Pemikiran transnasionalisme dapat ditelusuri sejak zaman Stoikis Yunani dan
Roma sekitar tahun 300 SM hingga 200 M, periode kemunduran negara-kota Yunani
dan perkembangan kekaisaran Romawi. Stoikisme3 berarti menerima kesusahan
seseorang tanpa komplain. Stoikisme menyeru kepada manusia agar melihat diri
mereka sebagai bagian dari umat manusia keseluruhan, bukan bagian komunitas
politik yang lebih kecil.
3 Aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno kira-kira tahun 308 SM di Yunani. Para Stoikis percayabahwa ada akal yang meresapi alam semesta dan orang-orang yang bijaksana harus melakukan disiplinterhadap dirinya dan menerima nasibnya. (Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Op cit, hlm 726).
6
Transnasionalisme muncul dari dua sumber. Pertama adalah interaksi global
seperti tingkat interdependensi ekonomi, komunikasi massa, perjalanan yang cepat
karena kecanggihan teknologi transportasi, dan faktor-faktor modern lainnya yang
saling menjalin kehidupan manusia di seluruh dunia. Sumber transnasionalisme yang
kedua adalah pemikiran manusia. Pemikiran transnasional berasal dari kebudayaan
barat yaitu Mesir Kuno sampai Kebudayaan Timur yaitu Buddhisme. Pemikiran
transnasional saat ini terjadi dalam idealisme, postmodernisme, dan
postinternasionalisme.
Tren modern lainnya yang penting dari hubungan internasional adalah
pertumbuhan pergerakan dan orrganisasi transnasional yang memperhatikan isu-isu
global. Interaksi transnasional meningkat, sebagaimana kejadian-kejadian dalam
perubahan di bidang ekonomi, komunikasi, transportasi, dan organisasi. Di sini adalah
termasuk peran TNCs sebagai aktor non-negara yang turut menyebarkan
transnasionalisme khususnya dalam bidang ekonomi. Setiap individu maupun
korporasi memiliki kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti
penanaman modal asing di luar batas negaranya. Motivasi terbentuknya TNCs ini
adalah biaya produksi yang murah dan distribusi atau perluasan pasar.
Faktor-faktor lain yang mendukung adanya transnasionalisme adalah agama.
Kebanyakan agama memiliki unsur-unsur transnasional yang kuat. Agama telah
memainkan banyak peran dalam politik dunia.
Budaya transnasional telah membawa dunia bersama-sama ataupun
membaginya yaitu adanya kecenderungan terbentuknya regionalisme seperti
pembentukan ASEAN, Uni Eropa, dan lain sebagainya. Pergerakan barang, ide-ide,
dan orang melewati batas nasional membantu membuat apa yang mungkin menjadi
awal mula budaya global bersama.
Dampak yang diberikan transnasionalisme melalui perkembangan
kecanggihan teknologi yaitu adanya technotrenic ethnocide. Istilah ini berkaitan
dengan ethnic genoside, akan tetapi ethnic genoside mempergunakan cara radikal
seperti kekerasan maka technotrenic ethnocide mempergunakan cara yang lebih halus
melalui kecanggihan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi
internasional. Cepatnya arus informasi karena kemudahan akses yang didapat
membuat setiap orang di seluruh dunia dapat mengetahui tren ataupun berita dari
belahan dunia yang lain, bahkan mereka sangat terpengaruh oleh keadaan tersebut.
Pengaruh yang diberikan oleh informasi dan komunikasi dapat merubah perilaku
7
manusia dari masa ke masa, bahkan sampai meninggalkan nilai-nilai budayanya.
Peninggalan nilai-nilai budaya akan mengakibatkan hilangnya identitas diri suatu
bangsa. Inilah yang dimaksud dengan technotrenic ethnocide, dimana teknologi
mempunyai peran yang signifikan dalam penyebaran budaya asing dan merubah
budaya asli suatu masyarakat atau bangsa.
Interaksi transnasional semakin intensif sejalan dengan tiga macam interaksi.
Pertama, ekonomi transnasional dalam hal liberalisasi perdagangan yang
menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antar negara, interdependensi,
investasi dan bantuan luar negeri. Kedua, komunikasi transnasional sebagai produk
perkembangan teknologi informasi. Ketiga, transportasi transnasional sehingga
individu dapat pergi ke negara manapun.
Aktor-aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional
Karena transnasionalisme melibatkan aktor-aktor non-negara di dalamnya,
maka berikut akan dijelaskan mengenai aktor-aktor non-negara dalam hubungan
internasional.
Individu
Seorang individu merupakan aktor yang mewakili kepentingan negaranya dan
sangat berpengaruh dalam hubungan antar negara karena dengan kepemimpinan
seorang individu yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat di
negaranya, maka individu dapat menyatukan atau menimbulkan perang terhadap suatu
negara dengan negara lainnya. Individu yang demikian termasuk dalam aktor formal
karena mengutamakan kepentingan nasional untuk memakmurkan dan
menyejahterakan masyarakatnya. Tetapi jika individu itu bertindak untuk mencapai
kepentingan di luar negaranya berdasarkan ambisi pribadinya bukan untuk
memakmurkan atau mensejahterakan masyarakatnnya maka individu itu dapat
menjadi aktor informal.
Tidak hanya di negara-negara berkembang seorang pemimpin yang
kharismatik dipandang sebagai simbol bangsa, tetapi juga di negara-negara yang maju
seorang pemimpin dapat diharapkan tampil sebagai wakil atau personifikasi bangsa di
dalam maupun di luar negeri. Tetapi karena kemampuan dan kepintaran untuk
mempelajari dan memproses suatu informasi yang dimiliki individu itu terbatas maka
tidak semua keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin dapat mewakili semua
8
kepentingan negaranya dalam hubungan dengan negara lain. Tidak ada seorang
pembuat keputusan yang dapat dan benar-benar dapat menganalisa sebuah informasi.
Untuk melihat bagaiman sulitnya membuat suatu keputusan maka kita harus melihat
kenyataan bahwa keputusan yang dibuat itu pasti kualitasnya berdasarkan pendidikan
yang dimiliki oleh individu itu. Dan untuk itu individu tersebut harus melihat
iinformasi dan kenyataaan yang ada didalam mengambil keputusan.
Keputusan yang dibuat oleh individu akan dapat digunakan dalam suatu
organisasi baik dalam bentuk negara maupun organisasi internasional. Dalam bentuk
negara, keputusan yang dibuat oleh individu yang statusnya sebagai seorang
pemiimpin akan membawa pengaruh yang kuat dalam melakukan hubungan ke dalam
maupun ke luar negeri. Sedangkan dalam bentuk organisasi internasional, keputusan
yang dibuat oleh individu itu dapat merancang program selenjutnya yang akan
ditempuh.
Individu bisa dikaji dalam tiga perspektif yang berbeda, yaitu: berdasarkan
sifat dasar manusia yang fundamental, cara bertindak individu dalam suatu organisasi,
pengamatan motivasi dan dan perilaku dari individu tertentu. Pendekatan alamiah
seorang individu dapat dilihat dari karakteristik dasar manusia. Kognitif, psikologis
dan faktor biologis mempengaruhi pengambilan keputusan oleh individu. Faktor
konegtif menyangkut pembuatan keputusan kognitif, konsistensi kognitif, berfikir
penuh dengan kebijakan, membatasi jangkauan keputusan, menggunakan
perlengkapan neuristik. Serangan frustasi merupakan faktor psikologis utama yang
dipertimbangkan dalam diri individu, sementara faktor biologis mencakup etnis dan
jenis kelamin.
Pendekatan kebiasaan-idiosinkratik menjelaskan faktor yang menentukan
persepsi, keputusan, dan tindakan dari pemimpin tertentu. Sebuah kepribadian
pemimpin, kesehatan mental dan fisik, ego dan ambisi, memahami sejarah,
pengalaman pribadi, dan semua pandangan adalah keseluruhan faktor dari pendekatan
ini.
International Governmental Organizations (IGOs)
IGOs adalah organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh negara-negara
berdaulat untuk memperoleh suatu hasil maksimal terhadap negara yang ingin
bekerjasama melalui jenis struktur yang formal dan dimana negara tidak mampu
merealisasikannya sendiri. Hampir seluruh IGOs memiliki suatu struktur pusat
9
administrasi. Mereka diciptakan oleh suatu kesepakatan dan perjanjian yang sebagian
besar mencerminkan pilihan tentang negara yang lebih kuat.
Negara yang kuat menciptakan IGOs untuk melindungi national interest
mereka. Pada umumnya produk yang dibuat oleh IGOs merupakan produk negosiasi
diantara wakil pemerintah yang ditugaskan mereka. Secara umum itu bukan
merupakan idealisme, tetapi kebutuhan negara yang mengandalkan mereka untuk
bekerjasama dengan negara lain dalam konteks IGOs. Oleh karena itu, mereka
menjadi bagian dari sistem nation-states.
Kunci karakteristik yang membedakan keanggotaan IGOs dari tipe-tipe
organisasi international lainnya adalah bahwa IGOs memiliki negara individual
sebagai anggota. Beberapa IGOs seperti International Monetary Fund (IMF) dan
World Bank memiliki anggota negara-negara dari seluruh belahan dunia. Beberapa
IGOs yang lain memiliki ruang lingkup geografis yang terbatas pada keanggotaannya,
yaitu: ASEAN, OAS, dan OAU.
Keanggotaan IGOs biasanya berdasarkan pada kepentingan-kepentingan
umum diantara para anggotanya IGOs bisa digolongkan dalam lingkup regional dan
global berdasarkan fungsi politis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. IGOs adalah nilai
lebih yang berharga bagi nation-states dan memainkan peran penting dengan
memberikan arti kerjasama dan berbagai saluran komunikasi antar negara dalam area
di mana komunikasi dan kerjasama menghasilkan keuntungan bagi kebanyakan
negara.
IGOs meliputi kegiatan yang luas. Beberapa IGOs memiliki fungsi yang
banyak (multiple function). PBB salah satu contohnya, memiliki sebuah tujuan umum
yang bekerja untuk menjaga atau meningkatkan keamanan lingkungan, hak-hak asasi
manusia, dan kondisi ekonomi, sebagaimana mereka juga mempromosikan
perdamaian dan memelihara nilai-nilai politik tradisional. Beberapa IGOs memiliki
spesialisasi bidang tertentu, contohnya sepert WHO. Aliansi adalah bentuk spesial
karena kebanyakan dari mereka merupakan traktat atau pakta pertahanan militer,
seperi NATO (North Atlantic Treaty Organization). Semua sudah mengetahui bahwa
fungsi utama IGOs adalah membuat aturan, menentukan agenda, dan mengumpulkan
informasi.
Sebagai tambahan, mereka mengurangi ketidakpastian antar negara dalam
mencari solusi kerjasama dalam permasalahan IGOs boleh mengubah norma-norma
dalam hubungan internasional dan nation-state. Sebagai contoh, program lingkungan
10
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memainkan peran penting di dalam
penciptaan rezim seperti perlindungan laut tengah dan perlindungan lapisan ozon.
Lagipula, IGOs mengawasi prinsip, norma-norma, dan peraturan tentang institusi
internasional dan rezim internasional dalam nation-states.
Isu utama dari IGOs adalah tentang dasar kewenangan mereka. Secara
tradisional, telah memiliki sedikit kewenangan independen. Mereka merupakan
kendaraan untuk kepentingan diplomasi bagi negara-negara anggotanya. Negara-
negara berusaha untuk membangun sebuah koalisi IGO dengan maksud untuk
mendapatkan cukup suara yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan
kebijakan politik mereka, yamg disebut diplomasi parlementer. Efektifitas IGOs
berdasarkan kuat-lenahnya rezim yang berkuasa pada suatu negara karena IGOs dapat
mendikte suatu negara jika negara itu lemah.
Kasus yang paling terkenal terjadi pada NGOs adalah International Atomic
Energy Agency (IAEA), yang mengawasi prinsip “non-proliferasi dari senjata atom”
di suatu negara ketika IGOs dibuat. Mereka mengurangi biaya informasi yang
dihasilkan yang lebih penting untuk negara-negara kecil dan negara miskin. Sebagai
contoh, IGOs memainkan suatu peran kunci pada negara, khususnya negara kecil
dalam menerima informasi politik internasional dan isu yanng bersistem. Tanpa IGOs
mungkin banyak negara tidak dapat memperoleh informasi tentang politik dan
masyarakat internasional. Aktivitas IGOs, seperti PBB dan International Monetary
Fund (IMF) berpengaruh dalam negara-negara kecil. Mereka dapat memaksakan
prinsipnya dengan mudah atas negara kecil dibanding dengan negara-negara besar.
Pengaruh IGOs sangat bervariasi tergantung pada kapasitas pemerintahan
negara anggotanya untuk menerapkan ketentuan mereka sendiri. Kebanyakan
permasalahn yang dihadapi suatu pemerintahan adalah keterbatasan sumber daya yang
membatasi kemampuan rezim mereka terhadap aktivitas dan wilayah yurisdiksi
mereka. Hal ini memang benar dihadapi oleh kebanyakan negara-negara, terutama
untuk negara-negara terbelakang. Bahkan, negara adikuasa sekalipun tidak dapat
sepenuhnya menngendalikan pemerintahannya. Kendati benar bahwa organisasi
internasional digunakan oleh negara yang kuat, mereka membuat perbedaan dalam
interaksi internasional yang mempunyai pengaruh penting bahkan atas negara yang
paling kuat, seperti Amerika Serikat.
Negara kuat lebih sedikit terkena pengaruh dari prinsip yang diteraapkan oleh
IGOs dibandingkan negara yang relatif lemah. IMF dan Dewan Keamanan PBB
11
adalah dua organisasi terkemuka dimana beberapa negara berusaha mengarahkan dan
memaksakan prinsipnya pada organisasi tersebut secara teroganisir. Sebagai contoh,
Dewan keamanan PBB tidak bisa mengambil keputusan yang berlawanan dengan
kepentingan kelima negara anggota tetapnya. Keputusan Dewan Keamanan PBB
untuk memberi sanksi terhadap Israel selalu di-veto oleh Amerika Serikat.
IGOs melakukan fungsinya dengan baik dalam isu-isu teknis, seperti:
telekomunikasi, transportasi, manajemen, lingkungan, dan pelayanan pos. Efek dalam
masalah ekonomi juga sangat tinggi. Sebagai contoh, IMF dan Bank Dunia sangat
efektif dalam siklus uang, manajemen hutang, dan isu pembayaran hutang diantara
negara-negara miskin dan kaya. Saat ini telah terdapat lebih dari 400 IGOs di seluruh
dunia.
Non Governmental Organizations (NGOs)
Salah satu bentuk yang mengemuka pada saat ini di bidang internasional
adalah banyak bermunculan NGOs yang jumlahnya melebihi banyaknya negara.
Meningkatnya hubungan komunikasi diiringi dengan kemajuan teknologi komunikasi
dan transportasi telah memberikan kita secara harfiah mengenai bentuk organisasi
yang khusus, perwakilan, dan kelompok-kelompok. NGOs terdiri dari pribadi
individu yang merasa mendapatkan keuntungan dan tidak mendapatkan keuntungan.
NGOs adalah organisasi yang dibentuk oleh para aktor non-negara atau suatu
organisasi yang bukan merupakan negara.
Organisasi ini mirip dengan IGOs yang beroperasi secara lintas batas, tetapi di
antara keduanya terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah IGOs anggotanya terdiri
dari negara-negara, sedangkan NGOs anggotanya individu-individu, sebagai contoh
Amnesty International, Greenpeace, internasional bisnis, dan kelompok teroris. Makin
lama jumlah dari NGOs ini meningkat dan efektivitasnya untuk transnasional makin
menjadi lebih relevan dalam dekade ini. Mereka sudah menjadi bagian penting dari
dalam proses kebijakan internasional.
NGOs mengerahkan jaringan global dengan menciptakan organisasi
transnasional, mengumpulkan informasi atas kondisi lokal melalui hubungan
diseluruh dunia, menyiagakan jaringan global kepada anggotanya, menciptakan
respon darurat di sekitar dunia, memobilisasi tekanan dari luar negara. NGOs yang
melakukan hal tersebut turut berpartisipasi dalam konferensi IGOs dengan
mengerahkan organisasi pergerakan sosial transnasional mengenai isu yang beredar
12
dalam IGOs, membangun kesatuan sosial transnasional, dan mendukung
perkembangan IGOs. Mereka memudahkan kerjasama internasional dengan
menyiapkan latar belakang dokumen dan laporan, mendidik delegasi dan wakil negara
untuk membatasi celah teknis, bertindak sebagai aktor ketiga dalam sumber informasi,
mengembangkan pilihan kebijakan, memudahkan persetujuan, dan membawa delegasi
bersama-sama kedalam aktor ketiga.
Ada tiga poin yang dicatat mengenai dampak dari berdirinya NGOs dalam
hubungan internasional. Pertama, banyak organisasi non-pemerintah yang bersifat
otonom ini bekerjasama dengan baik dengan inter-governmental organizations
(IGOs), IGOs merupakan organisasi bentukan negara yang bekerja demi kepentingan
negara si pembuat. Kerjasama antara IGOs dan NGOs biasanya sangat erat dalam
bidang hak asasi manusia dan pembangunan.
Kedua, NGOs telah menjadi bagian yang signifikan dalam percaturan
internasional yang kemudian memunculkan masyarakat sipil global. Sebagai individu
yang berinteraksi dalam dunia internasional, mereka kemudian menjadi
terinternasionalisasi dalam penampilan dan mulai memudarnya ikatan terhadap negara
asal.
Ketiga, pertumbuhan pesat dari NGOs memperlihatkan bahwa telah terjadi
perkembangan cukup menggembirakan dari ‘people power’ dalam dunia
internasional. Hal ini terjadi terutama karena negara telah gagal dalam merespons
kebutuhan warganya dalam bidang kesehatan, sosial, politik dan pelestarian
lingkungan. Hingga saat ini tren pertumbuhan NGOs dalam hubungan internasional
kontemporer tidak menunjukan tanda-tanda berkurang akan tetapi sebaliknya malah
semakin bertambah.
NGOs melakukan banyak aktivitas di dalam negara, seperti penghubung ke
rekan lokal, penghubung ke pergerakan sosial internasional dan keterampilan
kontemporementer, bekerja dalam arena nasional untuk menyelaraskan kebijakan
negara, menyediakan bantuan kemanusiaan, melindungi orang yang sedang bahaya.
NGOs juga meningkatkan keikutsertaan publik dalam negara dengan mengingatkan
delegasi pemerintah bahwa mereka sedang diawasi, meningkatkan pemahaman
publik, ketransparanan institusi, dan negosiasi internasional, dan provokasi protest.
NGOs beroperasi pada tingkatkan transnasional yang menjadi faktor penentu paling
penting dari kebijakan asing pada nation-states karena dapat melobi pada tingkat
13
nasional dan transnasional. Saat ini telah terdapat lebih dari 5000 NGOs di seluruh
dunia.
Multinational Corporations (MNCs)
NGOs yang terkemuka saat ini adalah perusahaan korperasi multinasional
(MNCs). MNCs adalah pengarah utama dari pengintegrasian ekonomi global dan
menetapkan pertalian yang belum pernah terjadi antara ekonomi di seluruh dunia.
Perluasan perdagangan internasional, investasi dan interaksi finansial yang lain telah
membawa peningkatan terhadap anggota MNCs. MNCs merupakan aktor yang paling
kuat membawa aktivitas komersial untuk dijadikan keuntungan bagi banyak negara.
Dalam hal ini tidak ada wilayah dimana manusia hidup yang tidak terpengaruh oleh
perusaahaan ini. MNCs bergerak secara non-formal karena kegiatannya bertujuan
untuk memenuhi kepentingan ekonomi pada suatu perusahaan, misalnya: McDonald,
KFC, Freeport, Danone, dan Coca-cola Company. Kerjasama industri atau perusahaan
ini yang paling besar dan paling efektif didasarkan di Amerika Serikat, Eropa, dan
Jepang.
MNCs dapat digolongkan menurut macam aktivitas bisnis yang mereka
hasilkan, seperti sumber daya ekstraktif, pertanian, produk industri, transportasi,
perbankan, dan pariwisata. Hal yang paling menonjol dari MNCs adalah kerjasama
keuangan dan industri. Sasaran pokok MNCs adalah memaksimalkan laba. Mereka
sangat efektif dalam mengarahkan kebijakan asing, termasuk yang paling penting,
mereka menetapkan agenda untuk masyarakat internasioanal. Mereka sudah menjadi
faktor utama dalam pengambilan keputusan ekonomi nasioanal. Miller pada tahun
1994 berpendapat bahwa adanya MNCs bisa saja berasal dari ketidakm ampuan
pertumbuhan negara berdaulat untuk mengendalikan dan mengatur sescara efektif
kegiatan ekonmi dalam sektor swasta. Jika itu terjadi maka salah satu dasar pemikiran
internasional atas dasar kedaulatan modern ditiadakan.
Salah satu pengukuran pengaruh MNCs adalah melalui tingkat sumber daya
yang mereka kendalikan. Mereka mempunyai kemampuan fleksibel dalam pergerakan
barang, uang, personel, dan teknologi kebtasan nasional, dan fleksibilitas ini
meningkatkan kekuatan penawaran mereka terhadap pemerintah. Menurut liberalisme,
MNCs adalah ujung tombak pemerintahan dunia baru sejak mereka mempunyai alat-
alat produksi yanhg paling efisien. Ahli ekonnomi liberal berpendapat bahwa efisiensi
global yang ditingjkatkan dari hasil kekayaan diakibatkan oleh kemampuan untuk
14
bebas berinvestasi ke perbatasan internasional. Beberapa ahli ekonomi bahakn
menyambut pengalihan nation-state oleh MNCs sebagai komponen ekonomi utama.
Perspektif merkantilis dan nasionalis berpendapat bahwa MNCs adalah
instrumen negara pemiliknya. Untuk itu, MNCs ini bisa menjadai kepentingan
nasional menyangkut negara ataupun bisa menjadi ancaman kepada negara itu. Marxis
mengangap MNCs sebagai instrumen pengeksploitasi dan sebagai suatu perluasan
imperialisme neggara kapitalis kuat. Kekuasaan monopoli menyebabkan
ketidaksaman dan perkembangan tidak seimbang dalam pembagian kajian
internasional. Dalam dunia sekarang, kombinasi perspektif yaitu suatu pendekatan
elektrik, sepertinya lebih relevan menganggap MNCs seperti halnya masalah ekonomi
lainnya.
Ketika kita mengamati aktivitas MNCs, kita lihat bahwa operasi mereka
menciptakan berbagai peluang dan permasalahan terhadap negara pemiliknya, negara
dimana MNCs berpusat, dan negara dimana suatu MNCs asing beroperasi. Dalam
teorinya, setidaknya ada timbal balik kepentingan yang diakibatkan oleh penciptaan
kekayaan dari negara penyelenggara MNCs itu. Itulah mengapa negara penyelenggara
mempunyai kerugian atau keuntungan dalam berhubungan dengan MNCs.
MNCs mungkin diperlakukan sebagai instrumen pembangunan ekonomi untuk
negara terbelakang. MNCs membahayakan kedaulatan negara yang ditempatinya.
Negara yang ditempatinya bisa saja melepaskan kendali ekonomi atas mereka.
Mereka boleh menciptakan divisi sosial dan politik untuk mencegah perkembangan
industri domestik dalam negara itu. Mereka bisa saja memanipulasi harga ekspor dan
impor di negara itu.
Perusahaan multinasional atau transnasional bisa menjadi bencana nasional
karena rawan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan bisa menjadi kekuatan
penghambat proses demokratisasi di negara-negara sedang berkembang 4.
Ada kecenderungan kuat, para pemimpin pemerintahan atau negara di negara-
negara berkembang tunduk pada kekuatan modal perusahaan-perusahaan
transnasional. Jadi, jangan heran bila banyak kebijakan pemerintah soal perburuhan
misalnya, lebih memihak kepentingan perusahaan transnasional. Dimanapun,
4 http://stikom-ksi2007-desynoerhayati.blogspot.com/2007/11/mnc-dan-strateginya.html
15
perusahaan-perusahaan multinasional selalu berusaha menggunakan setiap celah
untuk mendikte norma internasional5.
Dampak buruk dari perusahaan multinasional yaitu dapat menimbulkan
berbagai kerusakan. Berbagai kerusakan itu antara lain perampasan tanah,
penghancuran tradisi, perampasan hak penduduk atas lingkungan hidup yang sehat,
penghancuran sumber daya alam, serta pelecehan seksual. Dalam menyelesaikan
banyak persoalan, perusahaan-perusahaan multinasional cenderung menghamburkan
uang untuk menyuap tokoh masyarakat, buruh, atau para politisi dan birokrat
Dalam rangka mengurangi dampak negatif MNCs, pemerintah wajib untuk
megintervensi MNCs itu melalui nasionalisasi, inisiasi pemerintah dan keikutsertaan
pemerintah dalam proyek pengembangan gabungan. Lagipula, pemerintah harus
memelihara kendali atas hasil pajak, tingkat inflasi, kebijakan neraca perdagangan,
neraca pembayaran, pembatasan perdagangan, nilai moneter, tenaga kerja, dan
perencanan ekonomi untuk menceagah ketergantungan mereka terhadap MNCs.
Negara boleh menempatkan pembatasan atas perilaku dan kepemilikan cabang dan
kebebasan bisnis.
MNCs berusaha untuk melayani kepentingan nasioanl negara pemilik sebagai
instrumen pembangunan global, suatu mekanisme penyebar ideologi dan alat
diplomasi. Bagaimanapun terdapat banyak konflik antara MNCs dengan negara-
negara pemiliknya, yang meliputi perpajakan, kebijakan perdagangan, dan sanksi
ekonomi MNCs bisa saja tidak mau mengikuti kebijakan pemerintahannya.
Teori Konspirasi
Teori persekongkolan atau teori konspirasi (conspiracy theory) adalah teori-
teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian
peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia,
dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok orang-orang
atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang
mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para
konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik.6
Teori konspirasi adalah teori yang dibangun atas dasar prakonsepsi, asumsi-
asumsi atau bahkan imajinasi yang sudah kita bangun lebih dulu, dan sulit
5 http: lifesupportalchemist.wordpress.com/perusahaan-m...6 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan
16
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teori konspirasi selalu mengarah pada apa
yang disebut pharanoia within reason. Sehingga menimbulkan semacam pharanoia
dalam akal pikiran. Teori konspirasi juga biasa mengembangkan apa yang dalam ilmu
komunikasi disebut sistimatically distortion of information, informasi yang sengaja
didistorsi secara sistematis, sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Teori
konspirasi juga mengarah pada terrorizing of the truth, meneror kebenaran itu sendiri,
karena sulit dibuktikan.7
Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir kesemua
ranah kehidupan manusia. Dari urusan politik sampai makanan. Bagi orang yang tidak
percaya selalu menganggap semua hanya olok-olok, mengada-ada, menyia-nyiakan
waktu, kurang kerjaan, dan sebagainya. Bagi para penganutnya teori itu tidak serta-
merta muncul mendunia tanpa ada yang menciptakan polanya 8.
Penganut teori ini pun terbelah dalam dua kubu utama. Kelompok pertama
adalah mereka yang hanya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi apabila ada
dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah, pendapat yang bisa
diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata, sejarah yang memang ada dan
bukan mitos, dan sebagainya. Kelompok ini percaya JFK sebenarnya tidak tertembak,
tetapi diselamatkan oleh mahluk UFO, misalnya. Kelompok kedua adalah mereka
yang percaya tanpa syarat alias mereka yang menganggap apapun yang terjadi sudah
dirancang sedemikian rupa, yang acapkali menghubungkan dengan mitos, legenda,
supranatural, dan sebagainya. Misalnya, mereka percaya bahwa peristiwa 11
September sudah dirancang sebagaimana yang terlihat pada lipatan uang kertas 20
dolar AS; di mana apabila kita melipat uang itu sedemikian rupa akan tercipta gambar
menara kembar yang terbakar.
Teori konspirasi adalah dugaan tentang konspirasi yang sebenarnya atas dasar
indikasi, saat muncul kecurigaan atau adanya petunjuk. Jika teori konspirasi diperkuat
oleh suatu bukti yang definitif, maka terbongkarlah konspirasi dan berakhir. Tetapi
sering bukti nyata yang definitif semacam itu tidak bisa diperoleh9.
Sifat khusus yang membuatnya menjadi menarik karena mengurangi
kompleksitas. Berbagai penyebab kejadian yang rumit dan berlapis-lapis
disederhanakan dalam bentuk kambing hitam. Fungsi teori konspirasi dalam
7 http://islamlib.com/en/page.php?page=article&mode=print&id=4148 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan9 http://mahaonly.blogspot.com/2006/09/teori-konspirasi.html
17
mereduksi keterkaitannya yang rumit menjadi sederhana membuatnya menjadi alat
ideal bagi propaganda dan agitasi.10
Teori konspirasi sejatinya lahir dari bangunan prakonsepsi, asumsi, praduga
atau bahkan imajinasi yang sudah terbangun mendahului fakta. Hal seperti ini sangat
sulit untuk dipertanggungjawabkan Menurut Dr. Syafii Anwar, teori konspirasi
menjadi masalah besar ketika masuk pada tiga area. Pertama, ketika teori konspirasi
mengarah kepada apa yang disebut sebagai pharanoia within reason. Jadi, selalu ada
semacam pharanoia atau ketakutan yang berlebihan yang selalu mengikut dalam akal
manusia. Hal ini sesuai dengan yang disebut Freud, pencetus psikoanalis, sebagai
penyebab dari mimpi, yakni ketakutan atau keinginan yang berlebihan yang selalu
menekan alam bawah sadar manusia. Kedua, teori konspirasi juga mengembangkan
apa yang dalam ilmu komunikasi disebut sebagai systematically distortion of
information, informasi yang didistorsi sedemikian rupa secara sistematis sehingga
sulit untuk dipertanggungjawabkan. Pasti kita juga ingat pepatah yang mengatakan
bahwa kebohongan yang diulang seribu kali akan menjadi sebuah kebenaran. Ketiga,
teori konspirasi juga selalu mengarah kepada terrorizing of the truth. Karena sulit
dibuktikan, maka pernyataan yang berbau konspiratif justru menjadi teror bagi
kebenaran 11.
Di berbagai kasus berbau terorisme, teori konspirasi adalah teori yang paling
mudah berkembang. Semakin subur pertumbuhannya ketika pihak-pihak berwenang
gagal memberikan informasi yang masuk akal. Masuk akal dalam artian, informasi
dihadirkan dengan fakta-fakta solid, bukti pendukung memadai, dan alur kronologis
yang jelas.12
Keamanan Internasional
Kajian keamanan internasional dalam studi Hubungan Internasional telah
berlangsung lama. Berakhirnya Perang Dingin telah membuka era baru dalam
pemahaman tentang keamanan. Definisi keamanan pasca Perang Dingin tidak lagi
bertumpu pada konflik ideologis antara blok barat dan blok timur. Namun, kini
definisi keamanan meliputi pula soal-soal ekonomi, pembangunan, lingkungan,
demokratisasi, hak asasi manusia, dan masalah-masalah sosial lainnya.
10 http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2624&lang=11 (http://indoprogress.blogspot.com/2006/10/konflik-pilkada-aceh-dan-teori.html).12 http://asopian.blogspot.com/2004_09_01_archive.html
18
Masyarakat internasional saat ini dituntut untuk memberikan perhatian pada
masalah keamanan yang menunjukan kedudukannya yang semakin kuat sebagai
instrumen politik luar negeri baik dalam kaitannya dengan tujuan nasional maupun
kepentingan nasional suatu negara, dan bahkan memperlihatkan kedudukannya
sebagai suatu kekuatan yang riil. Bentuk-bentuk kejahatan yang semula bersifat
nasional berkembang menjadi bentuk-bentuk kejahatan yang bersifat internasional
baik dilihat dari segi organisasi, peralatan, metode, dan hal lainnya.
Kejahatan internasional seperti terorisme, penyelundupan, kejahatan
lingkungan, kejahatan HAM, dan sebagainya menunjukan peningkatan cukup tajam
dan berkembang menjadi isu keamanan internasional. Silang hubungan yang
berlangsung dalam proses perubahan global, regional, dan domestik telah membentuk
suatu spektrum ancaman dan gangguan keamanan nasional suatu negara yang bersifat
kompleks. Karena itu isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif
semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama
internasional merupakan bukti dari adanya saling pengertian antar bangsa
(international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi antar bangsa
dan bertambah kompleksnya kehidupan dalam masyarakat internasional.
Keamanan (security) berarti lebih daripada hanya pertahanan (defense)
melawan ancaman militer. Tetapi di Indonesia masih terdapat dua pandangan para
pakar ilmu politik di Indonesia dalam melihat apakah pengertian pertahanan dan
keamanan merupakan pengertian yang utuh atau dua pengertian yang berdiri sendiri.
Penggunaan kedua konsep tersebut sering kali saling dipertukarkan (interchangeable).
Selain itu, kini para pembuat kebijakan banyak di bawah tekanan pada aspek-aspek
ekonomi, lingkungan dan budaya dari keamanan (transnational security issues seperti
economic security, environmental security dan cultural security).
Terdapat sejumlah strategi bagi perlindungan keamanan nasional yang tersedia
pada negara yaitu:
1. Dapat secara unilateral mengembangkan angkatan bersenjatanya bergabung
dengan negara-negara lain dalam aliansi militer (seperti NATO), atau
tergantung pada organisasi keamanan kolektif (misalnya PBB) untuk
melindunginya dari agresi.
2. Setiap negara harus juga menentukan gabungan deterens (lawan untuk tidak
menyerang dengan pengancaman dengan hukuman) dan pertahanan (menahan
dan menyetop suatu serangan).
19
2.2 Kerjasama Internasional
Dalam konstelasi dunia modern saat ini, tidak ada satu negara di dunia ini
yang dapat bertahan sendiri, walaupun Amerika Serikat yang dianggap sebagai negara
superpower tanpa negara lain tentu akan runtuh. Rasa saling ketergantungan ini telah
memicu semua negara untuk saling melakukan kerjasama dengan negara lain,
kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama yang damai serta saling menguntungkan
bagi negara yang melakukan kerjasama tersebut.
Hal yang paling penting dalam membuat kerjasama internasional atau
kerjasama dengan negara lain adalah adanya kesadaran dari masing-masing pihak
yang terlibat secara etis normatif untuk mematuhi dan tidak melanggar hal-hal yang
telah disepakati. Karena sudah merupakan kesepakatan yang telah dibahas dan
dimusyawarahkan maka negara yang terlibat harus konsisten menjalankan kerjasama
yang telah dibuatnya.
Jenis Kerjasama Internasional
Kerjasama Internasional Menurut Subjeknya
1. Kerjasama antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan
subjek hukum internasional.
2. Kerjasama internasional antarnegara dan subjek hukum internasional lainnya,
seperti antara International Monetary Fund (IMF) dengan Indonesia.
3. Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, seperti
antara organisasi internasional satu dengan organisasi internasional lainnya.
Contoh: kerjasama ASEAN dengan Uni Eropa.
Kerjasama Internasional Menurut Isinya 13
1. Segi politis, seperti Pakta Pertahanan yang dibentuk ketika Perang Dingin
untuk saling membendung ideologi lawan. Contoh: NATO, ANZUS, SEATO,
Pakta Warsawa.
2. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh: IMF,
CGI, IBRD, World Bank.
3. Segi hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia-RRC), ekstradisi
tersangka kejahatan.
13 (http://ariel-realization.blogspot.com/2008/11/kerjasama-internasional.html)
20
4. Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah yang
melintasi antarnegara (AIDS, SARS dll).
5. Segi teritori, seperti menentukan batas laut dan daratan negara satu dengan
negara lain yang berbatasan langsung.
Kerjasama Internasional Menurut Jenisnya
1. Kerjasama Bilateral, kerjasama ini bersifat khusus karena hanya mengatur hal-
hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu,
kerjasama bilateral biasanya bersifat “tertutup”. Artinya, sangat sulit bagi
negara lain untuk turut serta dalam kerjasama tersebut. Contoh kerjasama
bilateral: Kerjasama antara Indonesia dan Singapura untuk membantu
memperbaiki pendidikan di Indonesia.
2. Kerjasama Regional, kerjasama ini bersifat tertutup pula karena anggota-
anggotanya terbatas hanya dari wilayah atau regional yang sama. Kerjasama
ini biasanya terjadi karena banyaknya kesamaan antarnegara dalam regional
tersebut. Contoh: ASEAN dan Uni Eropa.
21
OBJEK KAJIAN
Korupsi 14
Definisi korupsi menurut Transparency International adalah perilaku pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan
rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele
atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan
kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
14 http://id.wikipedia.org/korupsi
22
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara
yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Adapun kondisi yang mendukung munculnya korupsi adalah:
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman
lama".
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
"sumbangan kampanye".
Dampak Negatif dari Korupsi
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum
dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,
23
karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan
toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos
niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika,
adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan
penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke
dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang
memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti
Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok),
namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts
24
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-
Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka
sendiri. Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan
juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama
yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di
masa depan.
Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi
bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan.
Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu
menempati posisi paling rendah
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi
di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum
menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi
antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus
korupsi di Indonesia 15
Beberapa kasus korupsi di Indonesia di antaranya adalah:
Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan
Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro
Gas.
Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy
Tansil.
HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah
pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana
BLBI.
Abdullah Puteh: korupsi APBD.
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu pada
15 http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_di_Indonesia
25
masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Orde Lama 16
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960.
Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti
Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar.
Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut
kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan
pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM
Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal
ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku
memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang
diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan
Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap, Syamsudin Sutan
Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil
ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961
karena dianggap sebagai lawan politik Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun
1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia.
Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer
justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa
ini, namun kurang berhasil.
Pertamina sebagai penghasil uang terbesar merupakan lahan korupsi paling
subur.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam
kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono,
dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan
panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses
hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
16 https://sites.google.com/site/bayyouart/korupsi-dan-korupsi
26
kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI
Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua Senat Seskoad.
Orde Baru
Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971.
Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
Reformasi
Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001.
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi).
2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
3. Kepolisian.
4. Kejaksaan.
5. BPKP.
6. Lembaga non-pemerintah.
Korupsi Transnasional
Korupsi sekarang sudah tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Dengan kata
lain, korupsi kini sudah menjadi fenomena lintas negara. Korupsi itu sendiri bahkan
berinteraksi dengan berbagai bentuk kejahatan terorganisasi lintas negara yang lain.
Sedemikian buruknya dampak yang ditimbulkan oleh praktik-praktik korupsi,
sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus mengeluarkan Konvensi
PBB Menentang Korupsi. Konvensi tersebut menekankan perlunya peningkatan
kapasitas internal masing-masing negara serta upaya memperkuat kerja sama
internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Secara substantif, Konvensi PBB Menentang Korupsi menorehkan sejarah
baru dalam evolusi hukum internasional. Karena untuk pertama kalinya, mekanisme
penarikan aset hasil tindak korupsi secara komprehensif diatur di dalam konvensi
tersebut. Konvensi ini mengakui hak negara yang menjadi korban dan dirugikan oleh
tindak korupsi, untuk menarik kembali aset-aset negara yang disimpan oleh para
koruptor di luar negeri. Agar upaya pengembalian aset bisa berhasil secara maksimal,
diperlukan kerja sama internasional dalam penyelidikan beserta tindak lanjut
27
penyelidikan itu, termasuk peningkatan kapasitas para aparat penegak hukum, kerja
sama penegakan hukum, serta ekstradisi para pelaku tindak pidana korupsi.
Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi PBB untuk Menentang
Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) pada bulan Desember 2003
di New York. Sudah lebih dari sembilan puluh sembilan negara penandatangan
konvensi tersebut. Pasca penandatanganan konvensi tersebut berdampak terhadap
strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia yang selama ini
menitikberatkan kepada pendekatan yang bersifat represif, dan kurang
mempertimbangkan pendekatan yang bersifat preventif dan rehabilitatif.
Perubahan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi pasca adopsi
Konvensi PBB perlu dilaksanakan sesuai dengan tujuan konvensi dan materi muatan
konvensi yang telah disepakati.
Konvensi PBB 2003 memuat 7 ketentuan meliputi: Ketentuan Umum;
tindakan pencegahan; kriminalisasi dan penegakan hukum; kerjasama internasional;
pengembalian asset; bantuan teknis dan tukar menukar informasi; mekanisme
pelaksanaan konvensi; dan ketentuan penutup.
Tujuan umum konvensi (Pasal 1) untuk meningkatkan dan memperkuat
tindakan-tindakan untuk mencegah dan memberantas korupsi agar lebih efisien dan
efektif; meningkatkan, memfasilitasi dan mendukung kerjasama internasional dan
bantuan teknis dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk
pengembalian asset; dan meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen yang
baik dalam pelayanan public dan pengelolaan milik negara.
Pembentukan peraturan perundang-undangan baru khusus ditujukan untuk
pencegahan dan pemberantasan korupsi transnasional tampaknya diperlukan atas
dasar pertimbangan sebagai berikut:
1. Konvensi PBB 2003 secara substansial telah banyak mengadopsi sistem
hukum Common Law dibandingkan dengan sistem hukum Civil Law. Hal ini
terbukti dengan beberapa pernyataan dalam mukadimah yang menetapkan
korupsi sebagai kejahatan transnasional dan dihubungkan dengan implikasi
luas terhadap pembangunan berkelanjutan dengan konsekuensi logis bahwa
aspek pengembalian asset hasil korupsi sebagai asset pembangunan yang tiada
ternilai. Dalam kaitan ini sesungguhnya tindakan pengembalian asset bukan
lagi bersifat kepidanaan melainkan sudah memasuki rezim hukum keperdataan
yang lebih mengutamakan prinsip win-win solution daripada prinsip win-lose
28
solution. Dalam kaitan ini sudah terjadi pergeseran pandangan terhadap
hakekat dan makna penyelesaian kasus korupsi yang bersifat lintas batas
Negara. Apalagi korupsi yang semula merupakan individual crime atau white
collar crime kemudian saat ini sudah merupakan organized crime dan
systematic white collar crime. Kualifikasi tersebut sekaligus menunjukkan
bahwa penegakan hukum terhadap korupsi bukan tugas yang mudah akan
tetapi sangat kompleks dan melibatkan sistem birokrasi yang bergandengan
tangan erat dengan sektor swasta. Hasil penelitian mengenai coorporate crime
yang merugikan negara menunjukkan bahwa prinsip win-lose tidak lagi ampuh
di bandingkan dengan prinsip win-win dalam menyelesaikan kasus-kasus
coorporate crime yang merugikan negara.
2. Rezim hukum pidana konvensional tidak mengakui pola penyelesaian win-win
solution, kecuali tujuan pembalasan, penjeraan dan tujuan kemanfaatan bagi
masyarakat luas di mana pertanggungjawaban pidana diletakkan kepada
individu pelaku kejahatan; dan baru pada tahun 1990-an diakui korporasi
sebagai subjek tindak pidana korupsi. Sehubungan dengan tindak pidana
korupsi dalam abad 20 sudah merupakan organized crimes sebagaimana
diakui dalam Konvensi Transnational Organized Crimes, maka telah terjadi
pergeseran paradigma dari coorporate crime of corruption menjadi organized
crime of corruption; suatu pergeseran bentuk baru dari subjek pelaku tindak
pidana korupsi yang bersifat transnasional. Bentuk dan modus operandi baru
dalam perkembangan tindak pidana korupsi tersebut belum dapat dijangkau
oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20
tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 karena organized
crime of corruption transnasional memerlukan payung hukum yang dapat
menjangkau ke luar batas territorial.
Political will Pemerintah Indonesia dalam upaya melawan korupsi
transnasional, yang sejalan dengan prinsip-prinsip Konvensi PBB Menentang
Korupsi, sebetulnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Keterlibatan
Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional antikorupsi adalah bukti keinginan
Pemerintah Indonesia untuk sungguh-sungguh menegakkan pemberantasan korupsi.
Sejarah Indonesia ikut terlibat pemberantasan korupsi sudah berlangsung sejak
lama. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Perjanjian Palermo untuk
29
Mencegah dan Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir pada bulan Desember
2000. Tiga tahun setelah penandatanganan Konvensi Palermo, konferensi tingkat
tinggi guna mempersiapkan penandatanganan Konvensi PBB Menentang Korupsi
digelar di Merida, Meksiko, 9-11 Desember 2003. Dua konvensi itu telah ikut
ditandatangani Pemerintah Indonesia.
Setelah terlibat dalam sejumlah proses itu, pemerintah Indonesia
mengumumkan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang
diamendemen dengan UU No 20 Tahun 2001, serta UU No 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Selanjutnya dibentuk pula UU
No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Diumumkannya berbagai UU antikorupsi tersebut adalah sederet bukti upaya
pemerintah agar hukum nasional yang terkait pemberantasan korupsi bisa memenuhi
standar internasional, baik yang secara prinsip tercantum di dalam Konvensi Palermo
2000 maupun Konvensi Merida 2003 17.
Menghadapi tindak pidana korupsi terorganisasi dan bersifat lintas batas
territorial yang sulit pembuktiannya diperlukan koordinasi lintas kelembagaan
penegakan hukum termasuk KPK. Kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu
melibatkan aktivitas perbankan dan juga keterangan ahli dan pembuktian yang
memadai sehingga dalam menghadapi tindak pidana korupsi yang sudah sistemik dan
meluas diperlukan kerjasama yang intensif dan berkesinambungan antara lembaga
penegakan hukum baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat bilateral dan
multilateral. Kesulitan-kesulitan selalu dihadapi oleh lembaga-lembaga penegakan
hukum ketika harus berhubungan dengan pihak terkait seperti Bank Indonesia, atau
pimpinan perbankan. Kesulitan ini semakin nyata ketika keperluan memperoleh bukti-
bukti, saksi-saksi atau dokumen-dokumen yang berada di negara lain. Koordinasi dan
kerjasama penegakan hukum merupakan posisi kunci yang menentukan keberhasilan
pencegahan dan pemberantasan korupsi yang bersifat organized dan transnasional.
17 http://www.antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content&view=article&id=2025:korupsi,-integritas-pemerintah,-dan-konvensipbb&catid=42:rokstories&Itemid=106&lang=en
30
PEMBAHASAN
Korupsi yang semakin meluas merupakan salah satu bentuk kejahatan yang
sulit dihilangkan. Cakupannya sekarang tidak hanya di wilayah domestik saja, tapi
juga telah melewati batas-batas negara sehingga bersifat transnasional. Dengan begitu,
korupsi bisa disebut sebagai salah satu bentuk dari transnational crimes.
James N. Rosenau mendefinisikan transnasional sebagai proses dimana
hubungan internasional yang dilakukan oleh negara bangsa dilengkapi dengan
hubungan antar individu, kelompok dan masyarakat yang memiliki konsekuensi
penting pada hubungan internasional. Sebagai transnational crime, korupsi
transnasional biasanya dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki
kepentingan yang sama dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan serta melewati batas-batas negara. Dari hal tersebut bisa kita lihat
adanya suatu konspirasi antar individu dan atau negara dalam pencapaian tujuan
tertentu yang melewati batas negara.
Teori konspirasi sangat melekat dengan korupsi. Karena pihak yang terkait di
dalam korupsi transnasional sudah tentu melakukan persekongkolan agar semua
tujuannya dapat dicapai. Maka bila begitu pihak-pihak yang melakukan korupsi
transnasional bisa saja disebut sebagai terorisme karena cakupannya tidak hanya
domestik. Karena pihak-pihak itu melakukan serangkaian kegiatan yang terencana
secara sistematik hanya untuk menguntungkan diri sendiri saja, mendapatkan
kekuasaan dan merugikan pihak lain yang tidak bersalah. Dan tentu saja korupsi
transnasional akan menggangu keamanan internasional.
Korupsi transnasional telah mengundang PBB untuk ikut campur tangan.
Sebagai salah satu bentuk solusi menangani korupsi transnasional, maka disepakati
Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption).
Pada 2005, UNCAC ditandatangani oleh pemerintah Indonesia, untuk selanjutnya
diratifikasi bersama-sama dengan "Konvensi PBB Menentang Kejahatan
Transnasional Terorganisasi" (UN Convention Against Transnational Organized
Crimes) Tahun 2000.
Tonggak utama UNCAC, yang berlaku efektif sejak bulan Desember 2005,
adalah diciptakannya mekanisme pengembalian aset (asset recovery) hasil tindak
pidana korupsi yang untuk pertamakalinya diatur secara komprehensif. Konvensi ini
31
juga mengakui hak negara yang menjadi korban dan dirugikan dari tindak pidana
korupsi, untuk dapat memperoleh lagi pengembalian aset-aset mereka.
Selain dicantumkannya ketentuan yang merupakan terobosan besar dalam
proses pengembalian aset hasil korupsi, ketentuan mengenai larangan pencucian uang
juga tercantum dalam substansi Konvensi PBB.
Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, sebagaimana tercantum dalam
UNCAC, juga tidak sebatas yang melibatkan lembaga negara, tetapi juga yang di
sektor swasta. Sebab jika dicermati, pencegahan dan kriminalisasi tindak pidana di
sektor swasta sudah diuraikan secara terperinci dalam UNCAC, sebagaimana dapat
kita baca pada tiga pasal konvensi itu.
Pasal 12 UNCAC menyebutkan, negara pihak berkewajiban untuk mencegah
korupsi yang melibatkan sektor swasta dengan antara lain meningkatkan sistem
akuntansi dan standar audit. Selanjutnya pada Pasal 21 disepakati, bahwa negara
pihak berkewajiban mengadopsi legislasi nasional maupun langkah-langkah yang
diperlukan dalam mengkriminalisasi tindak pidana korupsi di sektor swasta.
Terdapat beberapa kelemahan pada UNCAC ini dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia, yaitu:
1. Seiring dilakukannya ratifikasi terhadap UNCAC, sejumlah kebijakan
diupayakan ditempuh pemerintah Indonesia. Selain mencegah korupsi di
sektor swasta melalui peningkatan sistem akuntansi, sejumlah langkah dan
legislasi nasional juga diadopsi untuk mempidanakan tindak pidana korupsi di
sektor swasta. Selain itu, tindak penggelapan hak milik di sektor swasta juga
dipidanakan. Namun, pemberantasan korupsi di sektor swasta tidaklah
segampang membalikkan telapak tangan. Pemberantasan korupsi di sektor
swasta belum secara jelas diatur, serta pengenaan sanksinya. Contohnya, UU
No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001 mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk pelaku tindak pidana baik
dari kalangan publik maupun swasta, khususnya pada Pasal 20 UU No.31
Tahun 2001. Korupsi yang dilakukan oleh korporasi dalam pasal 20 tersebut
dinilai belum tegas. Sebab, praktik korupsi hanya dikenai sanksi administratif,
dan bukan sanksi pidana.
2. Di dalam UNCAC, terminologi yang digunakan terkait dengan subjek tindak
pidana korupsi adalah "pejabat publik". Pejabat publik sebagaimana dimaksud
dalam Konvensi PBB itu adalah (i) setiap orang yang memegang suatu jabatan
32
legislatif, eksekutif, administratif atau yudisial, baik ditunjuk atau dipilih, tetap
atau sementara, dibayar atau tidak, (ii) setiap orang lainnya yang
melaksanakan fungsi publik, termasuk suatu instansi publik, atau yang
memberikan pelayanan publik, (iii) setiap orang yang ditetapkan sebagai
pejabat publik. Konsekuensinya, subjek korupsi dalam Konvensi UNCAC
lebih luas ketimbang subjek korupsi yang diatur dalam UU No.28 Tahun 1999
dan UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2001. Subjek UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU No.20 Tahun 2001 adalah "pegawai negeri" atau "penyelenggara negara".
Terlepas dari semua kendala yang menghadang, korupsi transnasional tetap
diberantas meskipun sulit. Karena itu dibutuhkan suatu kerjasama internasional antar
negara-negara dan juga individu agar masalah ini bisa diselesaikan. Adanya badan-
badan pemberantas korupsi di dalam negeri merupakan langkah awal. Karena bila
korupsi dalam negeri bisa teratasi, maka korupsi transnasional sedikit demi sedikit
juga akan bisa diatasi.
33
KESIMPULAN
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi
bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan.
Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu
menempati posisi paling rendah. Perang melawan korupsi di Indonesia telah
dilakukan sejak tahun 1967 dengan pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
melalui Keputusan Presiden No. 228/1967.
Kasus korupsi yang semakin marak di Indonesia sekarang meluas menjadi
korupsi transnasional atau korupsi yang melewati batas-batas negara dan tidak hanya
melibatkan aktor negara saja tapi juga aktor non-negara. Hal ini tentu akan
mengganggu keamanan internasional. Teori konspirasi sangat melekat pada korupsi.
Hai itu dihubungkan dengan adanya persekongkolan antar individu dan atau negara
untuk mencapai tujuan tertentu dan tujuan ini dilakukan dengan cara yang sistematik
dan merugikan pihak lain. Karena itu korupsi bisa digolongkan menjadi transnational
crime.
Meskipun menemui berbagai kendala, pemberantasan korupsi transnasional
dilakukan oleh negara-negara dengan melakukan suatu kerjasama internasional.
Cerminan dari pemberantasan korupsi ini misalnya disepakatinya Konvensi PBB
Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption), juga kesepakatan
kerjasama antar negara dan individu dalam pemberantasan korupsi lainnya.
34
DAFTAR REFERENSI
http://asopian.blogspot.com/2004_09_01_archive.html
http://forum2004.portalhukum.com/index.php?name=News&file=article&sid=20
http://id.wikipedia.org
http://islamlib.com/en/page.php?page=article&mode=print&id=414
http://www2.dw-world.de/indonesia/Politik_Wirtschaft/1.185255.1.html
http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=10939
http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=BeritaDaerah&op=detail_berita_daer
ah&id=236
http://www.detikfood.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/21/time/1329
45/idnews/562798/idkanal/10
http://www.goodgovernancebappenas.go.id/archive_wacana/kliping_wawasan/Klip_
wsn_2006/wawasan_170.htm
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/12/11/0033.html
http://www.kompas.com
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/politik-hukum/pengembalian-aset-
korupsi-masukkan-konverensi-internasional-anti-korupsi-3.html
http://www.suarapembaruan.com
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=7784&coid=1&caid=34
http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2624&lang=
http://Lilik Mulyadigagasanhukum.wordpress.com/2009/04/20/
Telaah Kritis Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Korupsi Eddy O.S Hiariej pukat.hukum.ugm.ac.id/.../
http://stikom-ksi2007-desynoerhayati.blogspot.com/2007/11/mnc-dan
strateginya.html.
http: lifesupportalchemist.wordpress.com/perusahaan-m... .
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan
http://mahaonly.blogspot.com/2006/09/teori-konspirasi.html
http://indoprogress.blogspot.com/2006/10/konflik-pilkada-aceh-dan-teori.html
http://ariel-realization.blogspot.com/2008/11/kerjasama-internasional.html
http://http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
35
https://sites.google.com/site/bayyouart/korupsi-dan-korupsi
http://www.antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content&view=article&id=2
025:korupsi,-integritas-pemerintah,-dan-konvensipbb&catid=42:rokstories&
Itemid=106&lang=en