Download - kontrol servoposisi
Proses Actuator
Tranducer
+ -
masukan keluaran
Umpan balik
BAB V
PERCOBAAN IV
KONTROL SERVOPOSISI
5.1 TUJUAN
1. Mempelajari karakteristik plant servo posisi
2. Mengetahui prinsip kerja plant servo posisi
5.2 DASAR TEORI
Servoposisi adalah salah satu bagian dari suatu sistem yang disebut dengan
servomekanisme, dimana pengertian dari servomekanisme sendiri adalah suatu
sistem kontrol berumpan balik dengan keluaran berupa posisi, kecepatan atau
percepatan mekanik. Sedangkan istilah servomekanisme dan sistem pengontrolan
posisi (atau kecepatan atau percepatan) adalah sinonim.
Gambar 5.1 Servoposisi
Servomekanisme pada umumnya disingkat servo saja, adalah suatu alat
yang digunakan untuk menyediakan kontrol mekanis jarak jauh. Sebagai contoh,
suatu servo dapat digunakan pada suatu remote menurut perbandingan posisi yang
bersudut suatu tombol-atur yang koneksinya tidaklah mekanik tetapi tanpa kawat
atau elektrik.
Jenis yang paling umum servo adalah servo yang memberi kontrol
tergantung posisi. Servo biasanya secara parsial elektronik atau elektrik secara
alami, dengan menggunakan suatu motor elektrik yang menciptakan kekuatan
mekanis,. Pada umumnya, servo beroperasi pada prinsip umpan balik negatif, di
mana kontrol masukan dibandingkan dengan posisi sistem mekanik yang terukur
oleh beberapa macam transducer pada keluaran. Suatu ilmu pengetahuan sistem
jenis ini telah dikembangkan, dan dikenal sebagai teori kontrol.
Servo ditemukan banyak aplikasi (servo mengoperasikan motor yang
menggunakan suatu kontrol penjelajah) contohnya CNC menggunakan servo
untuk membuat gerakan mesin mengikuti alur alat yang diinginkan, Sistem Fly-
By-Wire dalam pesawat terbang menggunakan servo untuk menggerakkan
‘kontrol permukaan/surface control’ yang berfungsi mengendalikan pesawat
terbang. Radio-controlled pada pesawat terbang menggunakan servo untuk tujuan
yang sama.
Prinsip kerja dari sistem servomotor dapat dijelaskan sebagai berikut:
suatu komparator membandingkan tegangan masukan dengan tegangan umpan
balik, selisih tegangan ini yang sebanding dengan kesalahan posisi keluaran
digunakan oleh unit pemroses untuk menggerakkan actuator sedemikian sehingga
selisih tegangan ini semakin mengecil. Bila dilihat dari sisi keluaran, mekanisme
berkurangnya tegangan selisih sama halnya dengan mendekatnya posisi keluaran
terhadap posisi yang dikehendaki. Secara grafik mekanisme ini dapat
digambarkan:
Gambar 5.2 Kurva Tanggapan Plant Servomotor
Keluaran
Masukanposisi akhir
posisi awal
Waktu
.
Gambar 5.3 Modul B3510-J
Feedback (TP1) : Tegangan umpan balik sebagai tegangan masukan
Reference (TP2) : Tegangan keluaran Summing Amplifier (TP3) : Tegangan masukan yang digunakan untuk
mengetahui besarnya gain Loop Amplifier (TP4) : Tegangan keluaran yang digunakan untuk
mengetahui besarnya gain Switch : Untuk merubah mode fixed atau mode
variable Fixed : Untuk menunjukkan titik tengah lintasan
dari modul Variable : Mode yang mengikuti referensi pada
modul. Gain : Penguatan yang diperoleh dari
perbandingan Vout dengan Vin Referensi Slider : Peralatan yang terdiri dari 2 bagian yaitu
post tranduser (P1) sebagai posisi keluran dan referensi (P2) sebagai posisi masukan
Gambar 5.4 Rangkaian Detail
A. Power Supply Conditioning
Power supply ini terdiri dari beberapa dioda dan relay yang digunakan
untuk memproteksi daya seperti yang ada dalam dunia industri. Apabila 2 sumber
tegangan lepas atau tertukar dengan ground maka relay (K2) akan memutuskan
dan menghentikan daya ke modul.
B. Feference dan Feedback Generator
Reference dan Feedback Generator terdiri dari R3 ( resistor ) dan D5
(dioda) untuk menghasilkan level tegangan 10v untuk menggunakan feedback
potentiometer P1 ( digunakan untuk motor ) dan untuk refernce potentiometer P2.
C. Summing Node
Summing node merupakan suatu unit penguat penjumlah. Keleuaran dari
referensi dikurangi dengan keluaran dari feedback sinyal yang kemudian
dikuatkan.
D. Loop Amp.
Penguat sinyal kesalahan dan digunakan untuk mengontrol daya driver
motor. Pada loop amp memiliki tombol yang dapat digunakan untuk menentukan
nilai gain yang berbeda.
E. Power Amplifier.
Terdiri dari satu op amp yang digunakan untuk menguatkan daya dimana
keluarannya di buffer oleh transistordarlington.
Berdasarkan cara kerjanya, servoposisi memiliki beberapa macam sistem
operasi. Salah satunya adalah operasi on-off, dalam hal ini taraf tegangan
penggerak pada akumulator hanya mengenal dua keadaan, ada tegangan dan tidak
ada tegangan. Sebagai pengandali on-of digunakan penguat operasi yang
dioperasikan pada penguat lingkar terbukanya. Penguat lingkar terbukanya op
amp sangat besar, sehingga bila perubahan tegangan masukan cukup tinggi fungsi
op amp mendekati fungsi on off.
Penguat operasional merupakan penguat gain-tinggi yang dirancang untuk
melaksanakan tugas-tugas matematis seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian. Semuanya bekerja dengan tegangan tinggi sampai setinggi 300V,
tetapi sanggup menyelesaikan berbagai perhitungan. Op-Amp adalah suatu
penguat berperolehan tinggi dikopel-langsung, yang umpan baliknya ditambahkan
untuk mengendalikan karakteristik keseluruhan. Op-amp digunakan untuk
membentuk fungsi-fungsi linier yang bermacam-macam dan sering disebut
sebagai analog . Termasuk dalam sistem servomotor ini. Penguat Op-Amp juga
mempunyai peran penting.
Terminal-terminal Op-amp :
Terminal catu daya.
Op-amp membutuhkan catu daya +V dan –V yang keduanya
dihubungkan ke supplay daya.
Terminal keluaran
Ujung tegangan keluaran Vo diukur terhadap ground, karena dalam
sebuah Op-amp hanya ada satu terminal keluaran. Batas keluaran Vo disebut
tegangan kejenuhan positip(+Vsat) dan batas bawahnya disebut tegangan
kejenuhan negatip (-Vsat).
Terminal-terminal masukan
Dalam Op-amp terdapat masukan bertanda (-) yang kemudian disebut
masukan inverting dan yang bertanda (+) disebut masukan non inverting.
Tegangan keluaran Vo tergantung pada perbedaan tegangan kedua terminal
tersebut.
Karakteristik Op-amp ideal :
1. Resistansi masukan Ri = tak terhingga
2. Resistansi keluaran Ro = 0.
3. Perolehan tegangan Av = - tak terhingga.
4. Lebar pita = tak terhingga.
5. Vo = 0 kalau V1 = V2 tidak tergantung pada besarnya V1.
6. Karakteristiknya tidak tergantung pada temperatur.
Penguat Membalik (Inverting Amplifier)
Rangkaian inverting amplifier adalah salah satu dari rangkaian Op-amp yang
paling luas digunakan . Rangkaian itu merupakan sebuah penguat yang gain
rangkaian tertutupnya dari Ei ke Vo ditentukan oler Rf dan Ri yang dapat
memperkuat isyarat AC dan DC. Untuk memahami kerja rangkaian diperlihatkan
pada gambar 5.2.
Tegangan Ed antara masukan (+) dan masukan (-) pada dasarnya nol.
Arus yang di alirkan antara terminal (+) dan (-) dapat diabaikan.
Gambar 5.5 Rangkaian penguat pembalik atau Op-amp inverting.
Ei = Ii x Ri
Eo = Io x Rf
Ii + Io = 0
+ = 0
= - , atau = -
Penguat tak-membalik (Non-inverting Amplifier)
Gambar 5.6 adalah sebuah penguat tak membalik yaitu tegangan keluaran Vo
mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukkan Ei tahanan masukan
dari penguat pembalik adalah Ri, tahanan masukan masukan dari penguat tak-
pembalik luar biasa besarnya, biasanya melebihi 100 MOhm.
Karena tegangan Ed antara masukan (+) dan (-) dari Op-amp adalah nol kedua
masukan tersebut berada pada potensial X yang sama. Karenanya Ei tampak
melintasi Ri, Ei menyebabkan arus I mengalir seperti diberikan oleh I = Ei/Ri.
Arah I tergantung pada polaritas Ei.
Karenanya I mengalir melalui Rf dan penurunan tegangan melintasi Rf
dinyatakan oleh VRi dan dinyatakan sebagai
VRf= I(Rf) = x Ei .........................................................(5.1)
Tegangan Vo didapat dengan menambahkan penurunan tegangan melintas Ri
yang adalah Ei ketegangan melintasi Rf yang adalah VRf :
Vo = Ei +VRF
Vo = Ei + x Ei
Vo=(1 + ) Ei .................................................................(5.2)
Sehingga gain tegangannya adalah :
A= = 1 + ..................................................................(5.3)
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa gain tegangan dari sebuah penguat
tak pembalik menyamai besarnnya gain sebuah penguat pembalik (Rf/R1)
ditambah 1.
Gambar 5.6 Gambar rangkaian penguat tak-membalik
F. Motor DC
Sebuah motor servo merupakan sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa
sikat yang dikombinasikan dengan sebuah perangkat sensor posisi. Motor arus
searah (DC) konvensional menggunakan sifat dan komutator mekanika yang
memerlukan perawatan yang teratur. Namun dengan dilakukannnya
pengembangan terhadap sikat dan komutator, banyak motor DC yang digunakan
dalam sisitem servo dapat dioperasikan hampir tanpa perawatan. Beberapa motor
DC menggunakan komutasi secara elektronika. Mereka dinamakan motor DC
tanpa sikat.
a) Konstruksi Motor DC
Suatu motor listrik , akan berfungsi apabila memiliki :
Kumparan medan, untuk menghasilkan medan magnet
Kumparan jangkar, untuk mengimbaskan ggl pada konduktor – konduktor
yang terletak pada alur-alur jangkar.
Celah udara yang memungkinkan berputarnya jangkar dalam medan
magnet.
Pada motor DC, kumparan yang berbentuk kutub sepatu
dinamakan stator ( bagian yang tidak berputar ). Stator ini menghasilkan
medan magnet, baik yang dibangkitkan koil atau magnet permanen.Dan
kumparan jangkar merupakan rotor ( bagian yang berputar ). Rotor ini
berupa sebuah koil dimana sebuah arus listrik mengalir. Bila kumparan
jangkar berputar dalam medan magnet, akan dibangkitkan tegangan (ggl)
yang berubah-ubah arah setiap setengah putaran, sehinggga merupakan
tegangan bolak-balik :
e=Emakssint .......................................................................(5.4)
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang
disebut komutator dan sikat.
b) Prinsip Kerja Motor DC
Suatu motor listrik adalah suatu mesin yang mengubah tenaga listrik ke
tenaga mekanik. Kerjanya atas dasar prinsip bahwa apabila suatu penghantar yang
membawa arus diletakkan didalam suatu medan magnet, maka akan timbul gaya
mekanik yang mempunyai arah sesuai dengan hukum tangan kiri dan besarnya
adalah : F = B i l ( newton )
Gambar 5.7 Prinsip sebuah motor DC
Arus listrik mengalir ke koil melalui sikat-sikat yang selalu berhubungan
dengan komutator, yang ditekan oleh pegas. Pada posisi seperti pada gambar 5.7
(a), aliran arus pada koil akan menghasilkan medan magnet yang berlawan dengan
medan magnet dari stator, sehingga menyebabkan koil berputar ke arah yang
ditunjukkan oleh anak panah. Apabila aliran arus tetepa mengalir seperti pada
gambar 5.7 (a), koil akan diam pada posisi vertical setelah berputar sejauh 90o.
Apabila telah mencapai posisi seperti gambar 5.7 (b), komutator akan
menyebabakan aliran arus yang mengalir melalui koil berbalik dari arah semula.
Dengan demikian, aliran arus sekarang akan menghasilkan tolakan magnet yang
mutar koil sejauh 90o ke posisi seperti pada gambar 5.7 (c). Mekanisme ini terjadi
berulang-ulang.
Secara matematis, mekanisme diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
+ +
Gambar 5.8 Prinsip kerja motor DC secara matematis
Berlaku hubungan-hubungan :
a). .....................................................................(5.5)
dimana :
Ia = Arus dalam jangkar
eb = GGL lawan (“Back EMF ) dari jangkar
Ra = Tahanan untai jangkar
b) eb = Z N x p/a volt ................................................(5.6)
c). Persamaan tegangan :
(i). Tegangan V berlawanan arah dengan EMF Eb
(ii). Didalam jangkar terjadi jatuh tegangan Ia Ra, jadi :
V=eb+Ia Ra .............................................................(5.7)
d). Kecepatan Motor DC ( N )
Dari persamaan tegangan motor DC :
eb = V - Ia Ra .........................................................(5.8)
atau
Z N x=V - Ia Ra ..........................................................(5.9)
Jadi
N= .................................................................(5.10)
dimana Eb = V - Ia Ra, maka :
N= ................................................................(5.11)
Jadi N = , dimana k = tetap.
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa kecepatan N berbanding terbalik
dengan ggl lawan Eb dan berbanding terbalik dengan fluksi .
c) Motor Steper
Bila suatu tegangan di pasang pada motor AC atau DC, maka
motor akan berputar secara terus menerus. Dalam hal inilh letak perbeedaan
Motor Steper, dimana pengoperasian motor ini berdasarkan pulsa listrik. Setiap
kali mengirim pulsa ke pengontrol elektronik, maka motor akan bergerak
“selangkah”, yaitu satu putaran sudut kecil. Ukuran langkah tersebut tergantung
pada perancangan motor. Motor akan berputar lebih cepat atau lambat dengan
mengirim lebih banyak atau sedikit pulsa dalam setiap detiknya.
Gambar 5.9 Karakteristik Motor Steper
Karakteristik kecepatan/torsi dapat dilihat pada gambar 5.8. Dari grafik
terlihat bahwa sumbu horizontal menggambarkan kecepatan sedangkan sumbu
vertikalnya menggambarkan torsinya, pada motor steper torsi bergantung pada
kecepatan begitu pula sebaliknya motor stepper akan berjalan pada kecepatan
yang diinginkan atau tidak berjalan sama sekali. Sedangkan pada jenis motor
lain,sebuah beban (torsi) akan dipasang dan karakteristik akan menunjukkan
seberapa cepat motor tersebut akan berjalan dengan beban sebesar itu.
d) Motor servo
Motor DC yang digunakan dalam sistem servo dinamakan servomotor DC.
Pada servomotor DC, rotor inersia dibuat sangat kecil, yang menghasilkan motor
dengan rasio torsi terhadap inersia sangat tinggi. Pada servomotor DC, kumparan
medan dapat dihubungkan secara seri dengan jangkar magnet ( armature) atau
kumparan medan tersebut dapat dipisah dari jangkar magnetnya, yang berarti
medan magnet dihasilkan secara terpisah. Bila medan magnet dihasilkan secara
terpisah, maka fluks magnet tidak tergantung pada arus jangkar magnet. Pada
beberapa servomotor DC, medan magnet dihasilkan oleh magnet permanen,
sehingga fluks yang dihasilkan konstan. Servomotor DC yang seperti itu
dinamakan servomotor DC magnet permanent. Servomotor dengan medan
magnet dengan medan magnet dibangkitakan secara terpisah, dan juga servomotor
DC magnet permanen dapat dikontrol oleh arus jangkar magnet. Dan hal ini
dinamakan control jangkar magnet servomotor DC. Jika arus jangkarnya dibuat
konstan dan kecepatan dikontrol oleh tegangan medan, motor DC tersebut
dinamakan motor DC dikontrol medan.
Gambar 5.9 merupakan skema pengontrolan kumparan magnet (jangkar)
servomotor DC. Torsi yang dihasilkan adalah berbanding lurus dengan hasil kali
dari arus kumparan Ia dan fluks celah udara ψ, yang berbanding lurus dengan arus
medan atau :
ψ=KfIf.......................................................................................(5.12)
Dengan Kf adalah konstanta, sehingga torsi T dapat ditulis sebagai:
T = Kf . If . K1 . Ia , dengan K1 adalah konstanta.
Θ
Gambar 5.10 skema pengontrolan kumparan magnet ( jangkar )
Jika medan arus konstan, flkus juga konstan dan torsi mempunyai arah
sesuai arus kumparan magnet sehingga :
T=KIa ...............................................................................(5.13)
Dimana apabila arah arus Ia dibalik maka tanda dari torsi akan berbalik
pula. Hal ini akan menyebabkan berbaliknya arah putaran motor.
Bila kumparan magnet berputar, maka tegangan akan sebanding dengan
hasil kali fluks dan kecepatan sudut yang diinduksikan pda kumparan magnet.
Untuk fluks yang konstan, tegangan induksi eb berbanding lurus dengan
kecepatan sudut dθ/dt, atau :
eb=Kb .......................................................................(5.14)
dengan eb adalah back EMF dan Kb adalah kontanta.
Seperti yang pernah disinggung diatas, sebuah motor servo dapat berupa
sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa sikat yang dikombinasikan dengan
sebuah perangkat sensor posisi. Motor servo mempunyai tiga kabel masukan
yaitu satu kabel untuk suplai tegangan, satu kabel untuk ground, dan datu kabel
untuk masukan kontrol dimana sinyal-sinyal mengaktifkan input servo untuk
berada pada posisi tertentu. Servo dapat berputar pada batas yang ditentukan yang
besarnya sekitar 180o atau lebih. Motor servo mempunyai jenis yang beragam
sesuai dengan fungsinya masing-masing, misalnya motor servo hidraulik yang
pada dasarnya merupakan penguat daya hidraulik dengan pengontrolan katup
pandu dan aktuator. Kutub pandu adalah suatu katup imbang, yang berarti bahwa
semua gaya tekan yang bekerja padanya adalah setimbang. Keluaran daya yang
sangat besar dapat dikontrol dengan katup pandu yang posisinya dapat disetel
dengan daya yang sangat kecil. Kemudian ada juga motor servo dua fasa, motor
arus searah dengan pengontrolan jangkar dan motor arus searah dengan
pengontrolan medan.
Sebuah motor servo dikendalikan dengan mengirim kepada sistem servo
tersebut sebuah “pulsa“ dengan lebar bervariasi. Parameter dari pulsa ini adalah
pada pulsa tersebut memiliki sebuah lebar minimum, sebuah lebar maksimum dan
sebuah lebar rata-rata berulang. Karakteristik motor servo yang paling penting
adalah percepatan yang dapat diperoleh. Untuk suatu torsi yang bekerja, momen
inersia motor harus minimum. Karena motor servo bekerja pada kondisi yang
selalu berubah, maka selalu terjadi percepatan dan perlambatan. Motor servo
harus mampu menyerap energi mekanik maupun membangkitkannya.
Motor servo memiliki beberapa rangkaian kontrol dan sebuah
potensiometer yang dihubungkan dengan tungkai keluaran. Potensiomotor
mengijinkan rangkaian kontrol untuk memonitor sudut pada motor servo saat itu
juga. Jika tungkai terletak pada sudut yang benar, maka motor akan diam. Jika
rangkaian kontrol menemukan bahwa sudut dari motor tidak tepat maka,
rangkaian motor akan menggerakkan motor pada arah yang benar. Potensiometer
berfungsi sebagai sensor yang mengubah perubahan mekanik menjadi tegangan
dengan prinsip pembagi tegangan. Keluaran tungkai dari motor servo mampu
untuk bergerak kesuatu arah 180o.
Sejumlah power yang disuplai ke motor adalah proporsional tergantung
pada jarak yang ditentukan untuk bergerak. Maka, jika tungkai memerlukan
putaran yang menempuh jarak jauh, motor akan berputar pada kecepatan penuh.
Jika hanya berputar pada jarak yang dekat, maka motor akan berputar dengan
kecepatan yang lebih pelan. Hal ini dinamakan kontrol proporsional.
Macam-macam Motor Servo
Motor servo mempunyai jenis yang beragam sesuai dengan fungsinya
masing-masing yaitu :
1. Motor servo hidraulik
Motor servo hidraulik pada dasarnya merupakan penguat daya dengan
pengontrolan katub pandu dan actuator. Kutub pandu adalah suatu katub imbang,
yang berarti bahwa semua daya tekan yang bekerja padanya adalah seimbang.
2. Motor servo dua fasa
Motor servo dua fasa yang sering digunakan untuk servomekanisme
instrument, adalah mirip dengan induksi dua fasa. Motor ini mengggunakan rotor
sangkar. Rotor ini mempunyai rasio diameter-panjang yang kecil untuk
memperoleh karakteristik percepatan yang baik. Dalam beberapa penerapan
praktis servomotor dua fasa digunakan pada daerah daya dari 1-100 watt.
3. Motor servo DC
Motor servo yang digunakan dalam system servo dinamakan servo motor DC.
Pada servo motor DC, rotor inersia dibuat sangat kecil yang menghasilkan motor
dengan rasio yang sangat tinggi. Pada servo motor DC, kumparan medan dapat
dihubungkan secara seri dengan jangkar magnet (armature) atau kumparan medan
tersebut dapat dipisah dari jangkar magnetnya, yang berarti medn magnet
dihasilkan secara terpisah. Bila medan magnet dihasilkan secara terpisah, maka
fluks magnet tidak tergantung pada arus jangkar magnet. Pada beberapa servo
motor DC, medan magnet dihasilkan oleh magnet permanent sehingga fluks yang
dihasilkan konstan. Servo motor DC yang seperti itu dinamakan servo motor DC
magnet permanen, sehingga fluks yang dihasilkan konstan. Servo motor dengan
dengan medan magnet yang dibangkitkan secara terpisah dan juga motor DC
magnet permanent dapat dikontrol oleh arus jangkar magnet. Dan hal ini
dinamakan control jangkar magnet servo motor DC. Jika arus jangkarnya dibuat
konstan dan kecepatan dikontrol dengan tegangan medan, motor DC tersebut
dinamakan motor DC dikontrol medan.
G. Cara Kerja Modul B3510-J
Prinsip kerja dari modul ini adalah ketika terjadi perbedaan posisi antara
post transducer dengan referensi, maka akan terjadi perbedaan tegangan yang
ditunjukkan oleh tegangan di TP1 (feedback) dan TP2 (referensi). Perbedaan
tegangan ini dapat diketahui secara langsung pada TP3 (summing node) dan
dianggap sebagai error. Error tegangan ini kemudian dikuatkan oleh OP Amp
dengan nilai gain yang dapat kita atur. Hasil keluaran Op Amp ini digunakan
sebagai pengendali daya motor DC yang dipakai di modul ini.
Motor DC digunakan sebagai penggerak post tranducer hingga dicapai
posisi dimana tidak terjadi perbedaan antara tegangan antara post tranducer dan
referensi.
H. Karakteristik Umum Servo Posisi
Prinsip kerja dari modul ini adalah ketika terjadi perbedaan posisi antara
post transducer dengan referensi, maka akan terjadi perbedaan tegangan yang
ditunjukkan oleh tegangan di TP1 (feedback) dan TP2 (referensi). Perbedaan
tegangan ini dapat diketahui secara langsung pada TP3 (summing node) dan
dianggap sebagai error. Error tegangan ini kemudian dikuatkan oleh OP Amp
dengan nilai gain yang dapat kita atur. Hasil keluaran Op Amp ini digunakan
sebagai pengendali daya motor DC yang dipakai di modul ini.
Motor DC digunakan sebagai penggerak post tranducer hingga dicapai
posisi dimana tidak terjadi perbedaan antara tegangan antara post tranducer dan
referensi.
Pada modul B3510-J, terdapat reference dan feedback generator yang
terdiri dari R3 (Resistor) dan D5 (Dioda) untuk menghasilkan level tegangan 10V
pada skala 0 – 60, dengan mengatur posisi feedback potentiometer P1 dan
reference potentiometer P2.
5.3 PENGUJIAN ALAT
5.3.1 Alat dan Bahan
1. Modul B3510-J
2. Power Supply +15 V, Ground, -15 V
3. Voltmeter digital
4. Jumper
5. Stopwatch
5.3.2 Cara kerja
5.3.2.1 Karakteristik umum dari plant servo posisi.
5.3.2.1.1 Fixed
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar
c. Menentukan set point awal dengan mode variable
d. Mengukur tegangan pada TP1(posisi awal).
e. Mengukur tegangan pada TP2.
f. Mengukur tegangan pada TP3 sambil mengubah SW1 ke mode fixed.
g. Mengukur tegangan pada TP3 setelah P1 berhenti.
5.3.2.1.2 Variable
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar
c. Menentukan set point awal dengan mode variable
d. Mengukur tegangan pada TP1(posisi awal).
e. Mengukur tegangan pada TP2.
f. Mengukur tegangan pada TP3 sambil memindah posisi P2 sebagai
reference sesuai yang dikehendaki.
g. Mengukur tegangan pada TP3 setelah P1 berhenti.
h. Mengulangi percobaan untuk setiap nilai set point yang berbeda.
5.3.2.2 Loop kontrol dengan gain bervariabel
a. Menyiapkan modul B3510-J
b. Membuat rangkaian plant seperti pada gambar.
c. Mengatur gain pada posisi yang diinginkan.
d. Menentukan set point awal dengan mode variable.
e. Mengukur tegangan pada TP1 (posisi awal).
f. Memindah posisi P2 sebagai reference sesuai yang dikehendaki sambil
mencatat waktu perpindahan posisi P1 sampai berhenti.
g. Mengukur tegangan TP4 yang merupakan keluaran gain.
h. Mengulangi percobaan dengan gain yang sama, posisi yang sama,
namun arah perpindahan posisi P2 dibalik.
i. Mengulangi langkah (c) sampai (h) untuk setiap gain yang berbeda (dari
gain rendah sampai gain tertinggi) sebanyak 3 variasi.
5.3.3 Data percobaan
5.3.3.1 Data Karakteristik Umum Servo Posisi
5.3.3.1.1 Fixed
Tabel 5.1 Tabel data karakteristik umum servo posisi fixed
Voutput (volt) Vinput (volt)Error (volt)
PosisiSebelum Setelah
7,08 2,98 3,6 0 0-30
5.3.3.1.2 Variable
Tabel 5.2 Tabel data karakteristik umum servo posisi variable
Voutput
( volt )
Vinput
( volt )Posisi Keluaran
Error (volt )
Sebelum Setelah
6,4 2,8 0-30 30 3,6 0
3,9 8,6 30-10 20 4,7 0
2,9 0,73 30-60 30 2,17 0
5.3.3.2 Loop Kontrol dengan Gain Bervariabel
Tabel 5.3 Tabel loop kontrol dengan gain pada posisi variable
Gain PosisiTegangan
Keluaran (volt)Waktu (s)
A20-40 6,41 49,78
40-20 4,2 44,28
B20-40 12,9 13,28
40-20 14,2 11,23
C20-40 12,9 14,06
40-20 14,2 13,24
.
5.4 ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.4.1 Karakteristik Umum Plant Servo Posisi
Gambar 5.11 Plant Servo
TP 1 : Tegangan Feedback yang digunakan untuk membandingkan dengan
refferensi agar diketahui errornya.
TP 2 : Tegangan refferensinya yang di gunakan sebagai patokan agar
output sesuai yang di harapkan.
TP 3 : Selisih tegangan antara TP 1 dengan TP 2 (error)
TP 4 : Tegangan keluaran yang digunakan untuk mengetahui besarnya gainTP 5 : Hasil akhir / output yang sudah dihasilkan dari suatu system diatas.
K : Kontrol yang digunakan untuk mengontrol plant yang ada.
P : Merupakan hardware yang akan di control oleh controller
S : Sensor, untuk mengumpan balikkan output dan di bandingkan dengan
refferensi sehingga output akan sesuai dengan yang diinginkan.
5.4.1.1 Mode Fixed
Tabel 5.4 Tabel data karakteristik umum servo posisi fixed
Voutput (volt) Vinput (volt)Error (volt)
PosisiSebelum Setelah
7,08 2,98 3,6 0 0-30
Dari data yang terdapat pada tabel 5.4 berikut P2 (reference) sebagai
masukan diposisikan pada posisi fixed, sedang keluaran adalah post transducer
(P1) yang berjalan sampai ke posisi 30 satuan yang merupakan titik tengah dari
panjang lintasan modul yang bisa dilalui oleh P2 dan P1. Hubungan antara Vinput
dengan Voutput, dapat dilihat dari nilai tegangan yang terukur pada summing node
(TP3). TP 3 merupakan error, dimana besarnya error adalah tegangan keluaran
dikurangi dengan masukan.
TP2 TP3 TP4 TP5
TP1
K P
S
Pada percobaan ini nilai yang terukur pada masukan pada posisi fixed
adalah 2,98 V dan tegangan keluaran adalah 7,08 V. Secara teoritis untuk
mendapakan nilai error dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
Error = Voutput - Vinput .............................................................(5.15)
karena, Vinput = 2,98 V dan Voutput = 7,08 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 7,08 V – 2,98 V = 4,10 V
Dari perhitungan di atas diketahui nilai error yang terjadi sebesar 4,10 V, dimana
menunjukkan nilai error tegangan. Hal ini telah sesuai dengan data nilai error
tegangan hasil percobaan.
Pada percobaan terlihat bahwa sistem berusaha memperkecil error. Error
awal (TP3 sebelum) = 4,10 V diperkecil hingga menjadi error akhir (TP3 setelah)
= 0 V. Sistem melakukan ini agar output sistem sama dengan input yang
diinginkan.
Pada percobaan karakteristik umum servo posisi dengan SW1 pada posisi
fixed ini, ketika P1 semula pada posisi sembarang kecuali dititik tengah lintasan
(posisi fixed itu sendiri), kemudian jika dijalankan pada posisi SW1 fixed, P1 akan
selau berhenti pada posisi fixed (dalam plant yang digunakan adalah posisi 30
satuan) sesuai dengan setting-an plant dari pabrik pembuatnya. Jadi ketika P2
digeser, kedudukan P1 tidak akan berubah.
Pada percobaan ini juga menunjukkan penggunaan close loop sebagai
berikut :
output
Gambar 5.11 Close loop
-+ Error
inputPlantKontroller Plant
Sensor
Pada percobaan karakteristik servoposisi mode fixed menggunakan system
close loop, sehingga keluaran system digunakan sebagai acuan dalam
pengontrolan system. Keluaran dari servoposisi ini merupakan posisi yang kita
inginkan. Sedangkan masukan sistem ini berupa tegangan referensi yang
diinginkan.
5.4.1.2 Variable
Dari data yang terdapat pada tabel 5.2 berikut P2 (reference) digunakan
sebagai masukan sedang keluarannya adalah post transducer (P1) yang akan
berjalan dan akan dihitung posisi satuannya.
Tabel 5.5 Tabel data karakteristik umum servo posisi variable
Voutput (volt)
TP 1
Vinput (volt)
TP 2Posisi Keluaran
Error (volt )
Sebelum Setelah
6,4 2,8 0-30 30 3,6 0
3,9 8,6 30-10 20 -4,7 0
2,9 0,73 30-60 30 2,17 0
Ketika SW1 diubah ke variable, maka posisi akhir P1 akan selalu sama
dengan posisi P2 (reference) yang diatur. Inilah yang membedakan antara SW1
diset fixed atau variable, seperti yang akan di bahas pada analisis karakteristik
umum servo posisi untuk kondisi SW1 diset pada kondisi variable.
Dari tabel 5.5, terlihat bahwa terdapat error yang bernilai negatif , ini
terjadi karena terdapat nilai Voutput (TP2) yang lebih besar daripada Vinput
(TP1). Pada sistem perbedaan pada error sebelum (TP 3) menunjukkan perubahan
posisinya. Nilai error akan negatif jika sistem bergerak dari kanan ke kiri
sedangkan error positif karena sistem bergerak dari kiri ke kanan.
Pada percobaan dapat terlihat hubungan antara pergerakan posisi sistem
dengan tegangan keluaran. Untuk nilai tegangan masukan TP2 (reference) yang
terukur pada Voltmeter sebesar 2,8 V posisi P1 bergerak dari kiri ke kanan (0 ke
30), nilai tegangan keluarannya 6,4 V . Pada saat TP2 bernilai 8,6 V, P1 bergerak
dari kanan ke kiri (30 ke 10) dan tegangan keluaran bernilai 3,9 volt. Sedangkan
saat TP2 bernilai 0,73 V, posisi P1 bergerak dari kiri ke kanan (30 ke 60) dan
tegangan keluaran bernilai 2,9 V. Jadi, dapat dilihat bahwa jika P1 bergerak dari
kiri ke kanan maka sistem akan memberikan nilai tegangan keluaran yang
semakin besar karena nilai tegangan keluaran merupakan penjumlahan dari nilai
tegangan masukan dan nilai error, dengan polaritas tegangan masukan seluruhnya
positif. Namun, pada data hasil percobaan, saat TP2 bernilai 0,73 V dan posisi P1
bergerak dari kiri ke kanan (30 ke 60), tegangan keluaran bernilai 2,9 V, yang
seharusnya tegangan keluaran semakin besar nilainya. Perbedaan ini disebabkan
kurangnya ketelitian dalam melakukan pengamatan dan pengambilan data
percobaan tersebut.
Posisi P1 juga selalu mengikuti P2, kemudian berhenti jika P1 sama
dengan P2. Hubungan TP1, TP2 dan TP3 dapat dilihat dari parameter
tegangannya, yaitu tegangan TP2 sebagai masukan (V input), tegangan TP1 sebagai
keluaran (Voutputt), dan TP3 (summing node) sebagai selisih tegangan atau error,
yang dapat dicari dengan persamaan sebelumnya.
Pada sistem terlihat bahwa besar keluaran berbanding lurus dengan besar
error , ini dikarenakan error merupakan selisih antara masukan dan keluaran dari
sistem itu sendiri.
Pada percobaan variasi pertama, nilai yang terukur pada masukan pada
posisi variabel adalah 2,8 V dan tegangan keluaran adalah 6,4 V. Secara teoritis
untuk mendapakan nilai error dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
Error = Voutput - Vinput .............................................................(5.15)
Variasi TP1 = 6,4 V dan TP2 = 2,8 V
Vinput = 2,8 V dan Voutput = 6,4 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 6,4 V – 2,8 V = -3,6 V
Variasi TP1 = 3,9 V dan TP2 = 8,6 V
Vinput = 8,6 V dan Voutput = 3,9 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 3,9 V – 8,6 V = -4,7 V
Variasi TP1 = 2,9 Vdan TP2 = 0,73 V
Vinput = 0,73 V dan Voutput = 2,9 V, maka
Error = Voutput – Vinput
= 2,9 V – 0,73 V = 2,17 V
Pada percobaan pertama pada saat masukan (reference) digeser ke kanan
menuju ke posisi skala 30, maka seketika itu pula motor DC akan mulai berputar
akibat dari tegangan masukan yang diberikan. Perputaran motor DC tersebut
menghasilkan pergeseran pada feedback menuju posisi yang ditunjukkan
reference. Pada saat reference digeser dari kanan ke kiri akan terjadi hal yang
sama. Akan tetapi tegangan masukan pada pergeseran dari kanan ke kiri berbeda
dengan tegangan masukan pada pergeseran dari kanan ke kiri untuk variasi
pergeseran yang sama. Hal tersebut terjadi karena pada pergeseran dari kanan ke
kiri (dari tinggi ke rendah) masih terdapat tegangan sisa, sehingga tegangan
masukannya akan lebih besar untuk variasi pergeseran yang sama.
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa untuk setiap pergeseran ke kanan
maka tegangan masukannya semakin kecil dan setiap pergeseran ke kiri maka
tegangan masukan yang diperoleh akan semakin besar.
5.4.2 Loop Kontrol Gain Mode Variabel
Tabel 5.6 Hasil perhitungan Gain (variabel)
Gain PosisiTegangan
Keluaran (volt)Waktu (s)
A20-40 6,41 49,78
40-20 4,2 44,28
B20-40 12,9 13,28
40-20 14,2 11,23
C20-40 12,9 14,06
40-20 14,2 13,24
Percobaan kedua adalah Loop Kontrol dengan Gain. Sebagai masukan
yang digunakan adalah summing node (TP3), dan keluaran adalah loop amplifier
(TP4). TP4 adalah tegangan keluaran yang digunakan untuk menyelidiki besarnya
gain.
Gain I adalah gain minimum untuk posisi 20 ke 40 bernilai 6,41 V dan
untuk posisi 40 ke 20 bernilai 4,2 V dan Gain diputar pada posisi paling
kiri.
Gain II adalah gain medium untuk posisi 20 ke 40 bernilai 12,9 V untuk
posisi 40 ke 20 bernilai 14,2 V dan Gain diputar pada posisi tengah.
Gain III adalah gain maximum untuk posisi 20 ke 40 bernilai 12,9 V dan
untuk posisi 40 ke 20 bernilai 14,2 V dan Gain diputar pada posisi paling
kanan.
Jika kita lihat hubungan antara gain dan waktu, secara teoritis semakin
besar gain, waktu yang diperlukan oleh P1 akan semakin singkat, sehingga nilai
gain berbanding terbalik dengan waktu. Makin besar gain maka waktu P1
mencapai set point semakin singkat. Hal ini disebabkan karena semakin besar
tegangan maka energi yang dibutuhkan semakin besar.
Kondisi akhir dari kedua mode SW1 pada percobaan kedua ini ternyata
sama-sama memberikan kenyataan bahwa untuk perpindahan dengan jangkauan
yang sama dan parameter masukan yang sama, ternyata memberikan nilai yang
berbeda. Hal ini disebabkan adanya error, seperti ditunjukkan pada perbedaan
hasil pengukuran dengan Voltmeter. Error juga bisa terjadi karena post transducer
bergerak tidak tepat sampai ke titik yang sama dengan reference.
Berikut gambar diagram blok yang ditambah gain:
output
Gambar 5.12 Close loop Gain
-+ Error
input Plant G Plant
Sensor
Dari gambar close loop gain di atas dapat diketahui bahwa gain (G) dapat
menguatkan error. Sehingga mempercepat tercapainya keluaran sistem yang
diinginkan.
Untuk menghitung gain Av, atau perolehan tegangan dilakukan dengan
membandingkan nilai tegangan masukan
Av = Voutput : Vinput....................................................................(5.21)
Dari tabel di atas diketahui bahwa hubungan antara gain dengan waktu
adalah berbanding terbalik. Semakin besar nilai gain maka semakin kecil /
singkat waktu yang diperlukan P1 untuk mencapai set point begitu juga
sebaliknya. Jadi nilai gain berbanding terbalik dengan waktu. Hal ini dapat
digambarkan sebagai berikut
Gambar 5.13 Grafik ideal hubungan waktu dan gain
Gambar 5.14 Grafik ideal hubungan kecepatan dan gain
Bentuk grafik diatas, menggambarkan hubungan antara kecepatan
dengan gain. Dimana semakin besar gain yang ada maka akan
menghasilkan kecpetan yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan waktu
yang diperlukan bila gain besar maka waktu akan semakin lebih sedikit
sehingga bisa terlihat kecepatannya akan besar. Karena hubungannya
kecepatan dengan waktu adalah berbanding lurus.
5.4.3 Aplikasi Motor Servo Pada Robot Berkaki
Waktu (s)
gain
gain
Kecepatan (s)
Di zaman yang semakin canggih ini, teknologi robotika dianggap sebagai
potensi besar untuk membantu manusia dalam mengerjakan berbagai macam
tugas. Dalam hal ini motor servo digunakan dalam robot berkaki KRCI, motor
servo digunakan utntuk menggerakkan kaki untuk jalannya robot.
Berikut skema cara kerja pengendalian jalan kaki robot servo :
1. Sebuah robot berkaki yang berfungsi untuk melakukan gerakkan dan
memberikan gaya terhadap robot.
2. Robot yang berkaki memiliki sendi yang digunakan untuk jalannya
robot agar jalannya halus layaknya makhluk hidup.
3. Pada saat robot berada pada sebuah arena dengan jalan yang dibatasi
oleh dinding, maka robot itu akan mengatur jalannya sendiri dengan
sensor ultrasonic yang ada.
4. Saat sensor ultrasonic mendeteksi ada halangan disamping di depan
maupun di belakang, maka nanti program akan mengatur servo
sedemikian sehingga robot tersebut bisa berjalan dengan lancar tanpa
mengenai halangan / pembatas yang ada.
5.5 Penutup
5.5.1 Kesimpulan
1.Hubungan antara gain dan waktu adalah berbanding terbalik. Semakin
besar gain maka waktu yang diperlukan untuk mencapai set poin
semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena
semakin besar tegangan maka energi yang dibutuhkan semakin
besar.
2.TP2 adalah tegangan yang menunjukkan nilai dari tegangan reference
dan TP1 adalah nilai tegangan feedback. Sementara TP3 adalah
tegangan summing node yang menunjukkan besarnya error
(perbedaan tegangan) antara TP1 dan TP2.
3.Pada percobaan mode fixed terlihat bahwa sistem berusaha
memperkecil error. Error awal (TP3 sebelum) diperkecil hingga
menjadi error akhir (TP3 setelah). Sistem melakukan ini agar output
sistem sama dengan input yang diinginkan.
4.Prinsip kerja dari servo posisi adalah pendeteksian error terhadap 2
titik yaitu reference dan feedback yang kemudian dikuatkan untuk
memberi masukan bagi motor penggerak. Motor penggerak ini
menggerakkan post transducer yang besarnya sebanding dengan nilai
error hingga posisi dimana nilai error mendekati nol.
5.Mode Fixed merupakan mode untuk menunjukkan titik tengah
lintasan dari modul ketika P1 semula pada posisi sembarang kecuali
dititik tengah lintasan (posisi fixed itu sendiri), kemudian jika
dijalankan pada posisi SW1 fixed, P1 akan selau berhenti pada posisi
fixed (dalam plant yang digunakan adalah posisi 30 satuan)
sedangkan mode Variable adalah mode yang mengikuti referensi
pada modul pada saat masukan (reference) digeser ke kanan menuju
ke posisi skala 30, maka seketika itu pula motor DC akan mulai
berputar akibat dari tegangan masukan yang diberikan. Perputaran
motor DC tersebut menghasilkan pergeseran pada feedback menuju
posisi yang ditunjukkan reference.
6. Kecepatan akan semakin tinggi karena penambahan gain yang
terjadi, seperti yang terlihat pada gambar 5.14
5.5.2 Saran
1. Sebaiknya laboratorium praktikum diperbesar dan kursinya diperbanyak
agar praktikum lebih nyaman
2. Pemasangan rangkaian percobaan dilakukan dengan teliti untuk
menghindari kesalahan. Untuk mengamati hasil pengukuran sebaiknya
dilakukan dengan lebih hati-hati dan lebih teliti.
3. Sebaiknya waktu praktikum melihat jadwal kuliah praktikan agar tidak
terjadi tabrakan jadwal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lab TKO. Modul Praktikum DSK 2006.
2. Ogata, Katsuhiko. Teknik Kontrol Otomatik Jilid 1. 1984. Mc Graw. Hill