Download - Konsep Dasar Tax Planning
KONSEP DASAR TAX PLANNING
MAKALAH KELOMPOK
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan
Dosen Pembina
Dr. Diana Sari, S.E., M.Si., Ak., QIA.
Disusun oleh:
Kelompok 3
Nama & NPM :
Dwi Yulianti Mariastuti (15131P008)
Handi Firmansyah (15131P009)
Angga Prima Asmara (15131P010)
Kurniawan Ari Wibowo (15131P012)
Kelas : B
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI PROFESI AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2013
BAB I
LATAR BELAKANG
Hampir seluruh kehidupan perseorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaruh tersebut cukup berarti, sehingga bagi para eksekutif komponen pajak merupakan komponen yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Walaupun pajak berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan perseorangan dan keputusan bisnis, tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat dikendalikan. Memahami dengan baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta perkembangan dan perubahannya, pada hakikatnya pajak terseut akan dapat dimajemeni dengan berhasil.
Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan dibayar.
Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara mendalam tentang peraturan-peraturan perpajakan dan selalu mengikuti perkembangan dan perubahan agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terjadi suatu kesalahan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP MANAJEMEN STRATEGI DAN PERENCANAAN STRATEGIS
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan)
dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi
(program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan)
yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Perencanaan strategis dalam organisasi merupakan salah satu aspek dari
materi manajemen strategis yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap
perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respons strategis, baik dalam
perencanaan, pelaksanakan, maupun evaluasi.
Dari sebutan semula perencanaan perusahaan, berkembang menjadi
strategi perusahaan, perencanaan strategis, kebijakan bisnis, dan akhirnya menjadi
manajemen strategis, yang berisi bagaimana pimpinan puncak suatu organisasi
menanggapi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis tersebut.
Agar dapat mencapai tujuan, setiap perusahaan melakukan dua fungsi
pokok, yaitu:
1. Fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi, keuangan,
sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
2. Fungsi Manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan.
Tugas manajer perusahaan adalah mengambil keputusan yang didasarkan
pada keterpaduan antara kedua fungsi tersebut sehingga mencapai keterpaduan di
tingkat atas. Menurut Glueck dan Jauch (1980) seperti yang dikutip oleh Martani
Husaeni (1989), yang mengarah kepada perkembangan suatu strategi yang efektif
untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.
Studi tentang manajemen strategi menekankan pada pemantauan dan
evaluasi kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan lingkungan, di samping
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan perusahaan.
RESIKO DAN PENGARUH PAJAK ATAS PERUSAHAAN
Risiko perusahaan
Beberapa risiko yang mungkin timbul karena investasi, antara lain:
1. Risiko penghasilan, timbul karena adanya ketidakpastian penerimaan
operasi dari biaya saat ini, ketidakpastian atas harga keluaran (output)
perusahaan dibandingkan dengan biaya (input) dimasa yang akan datang.
2. Risiko Modal, timbul karena ketidakpastian ekonomi atas biaya depresiasi
sebab asset yang cepat usang atau berganti mode. Akibatnya, asset yang
diinvestasikan sudah ketinggalan jaman sehingga tidak mampu bersaing
lagi.
3. Risiko Keuangan, timbul karena ketidakpastian tingkat biaya bunga atas
dana pinjaman, akibatnya mungkin perusahaan tidak mampu membayar
kembali pinjaman dan bunganya.
4. Risiko Inflasi, timbul karena ketidakpastian tingkat inflasi pada masa yang
akan datang. Ia akan berpengaruh terhadap penghasilan dan biaya untuk
mengganti asset perusahaan di masa yang akan datang.
5. Risiko atas keputusan yang tidak dapat diubah, timbul karena pembelian
asset atau biaya yang sudah dikeluarkan tidak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Oleh karena itu, investor harus betul-betul
memperhitungkan masalah waktu.
6. Risiko politik, timbul karena adanya perubahan kebijakan pemerintah,
misalnya kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan (Tax
Policy) yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian suatu negara
maupun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengaruh Pajak terhadap perusahaan
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah,
yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Besar pajak
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara
administratif pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan
pajak tidak langsung. Bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya dan beban
dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada
pemerintah (Smith dan Skousen, 1987).
Secara ekonomis, pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia
untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. dalam praktik bisnis,
umumnya pengusaha mengindentikan pembayaran pajak sebagai beban sehingga
akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib
menekan biaya seoptimal mungkin.
Pengelolaan kewajiban pajak sering diasosiasikan dengan suatu elemen
dalam manajemen dalam suatu perusahaan yang disebut manajemen pajak.
Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen
keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan,
pendanaan, dan pengelolaan aset dengan beberapa tujuan secara menyeluruh.
Tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu
memperoleh likuiditas dan laba yang memadai.
Pada dasarnya, ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan berhubungan
dengan pajak. Langkah pertama yaitu mulai dengan mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan terdaftar
di salah satu Kantor Pelayanan Pajak, melaksanakan akuntansi perpajakan, serta
membayar dan menyampaikan SPT masa tahunan sesuai dengan jenis pajaknya
pada tanggal yang telah ditentukan. Langkah kedua adalah merencanakan pajak
(tax planning) yaitu dengan memperhitungkan pengaruh pengambilan keputusan
tertentu terhadap kewajiban pajaknya, misalnya keputusan untuk melakukan
investasi.
MANAJEMEN PAJAK
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin
untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar
Lumbantoruan,1996).
Menurut Zain (2005:5) manajemen pajak adalah merupakan suatu proses
mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa
sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya
berada dalam posisi seminimal mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh
ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Tujuan manajemen pajak dapat menjadi dua, yaitu :
1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya
Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak
yang terdiri atas:
1. Perencanaan Pajak (tax planning)
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap
ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar
dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada
umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban
pajak.
Perencanaan pajak merupakan tindakan legal pengendalian transaksi terkait
dengan konsekuensi potensi pajak, pajak yang dapat mengefisiensikan jumlah
pajak yang ditransfer ke pemerintah.
Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax
Burden)serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi
berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-undang maka tax planning disini sama
dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha
untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak
merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada
pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.
Dalam buku Mohammad Zain (2006 : 67) pengertian perencanaan pajak
adalah sebagai berikut: “Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan
yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada
pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah
bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan
di transfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak
(tax avoidance) dan bukan penyeludupan pajak (tax evasion)yang merupakan
tindak pidana fiskal yang tidak akan di toleransi. Walaupun kedua cara tersebut
kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindak kriminal, namun
suatu hal yang jelas berbeda disini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan
legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang penyeludupan pajak jelas-jelas
merupakan perbuatan illegal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan”
Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan
apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut
terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah
pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda
pembayarannya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, setip wajib pajak akan
membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Dengan
demikian, bisa dikatakan bahwa perencanaan pajak adalah proses pengambilan
faktor non pajak yang material untuk menentukan:
a. Apakah,
b. Kapan,
c. Bagaimana, dan
d. Dengan siapa dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang
memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah
mungkin dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan.
Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai
cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang
melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Ukuran yang digunakan dalam
mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak, adalah:
a. Tax saving, yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan
jalan menahan diri untuk tidak membeli produk–produk yang ada pajak
pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau
pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil
dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang
besar.
b. Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan
yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil
jumlah pajak yang terhutang.
c. Tax evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak
terhutang secara illegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang
sebenarnya.
Aspek formal dan administratif perencanaan pajak
a. Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan sumber daya
sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik.
b. Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban
mendaftar diri untuk memperoleh NPWP dan pengukuhan pengusaha kena
pajak (PKP), menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar
pajak, Menyampaikan SPT, di samping memotong atau memungut pajak.
c. Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dengan
sistem pembayaran.Assessment yang berlaku saat ini adalah self
assessment yaitu kewajiban untuk menghitung sendiri, membayar sendiri,
dan melaporkan sendiri. Atau dengan sistem pemotongan oleh pihak
ketiga (withholding system.
Aspek Material dalam perencanaan pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan,
maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Maka untuk
mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih bayar (karena dapat mengurangi optimalisasi
alokasi sumber daya) dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi
administrasi yang merupakan pemborosan dana).
Penghindaran sanksi pajak
Sistem perpajakan menganut prinsip substansi mengalahkan bentuk formal.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi
kalau ternyata substansi menunjukkan lain atau motivasi rekayasa tidak sesuai
dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, fiskus dapat menganggap bahwa wajib
pajak kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila terjadi
perbedaan interpretasi fakta perpajakan, lembaga peradilan pajak yang akan
memutuskan.
Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu
perencanaan pajak (tax planning) :
a. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu
perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan
perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya dan
mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh
perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka
perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah
perencanaan itu sendiri.
c. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai
2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
Setelah tahap perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah
mengimpelementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan
bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan
yang berlaku. manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan
dan jika dalam pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka
praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai
dan dilaksanakan, yaitu :
a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan
b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baik dan
benar, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan yang
diantaranya, adalah:
a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat
diminimalisasi dalam proses operasional perusahaan.
b. Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat,
perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat,
mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak dan menentukan waktu
pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang
mengakibatkan denda atau sanksi.
3. Pengendalian pajak (tax contol)
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak
telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi
persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak
adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan
pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak.
a. Strategi dalam Perencanaan Pajak
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak
untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar (Sophar Lumbantoruan,
1996), yaitu:
a) Pergeseran pajak, merupakan pemindahan atau mentransfer
beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan
demikian orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali
tidak menanggungnya.
b) Kapitalisasi, merupakan pengurangan harga objek pajak sama
dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh
pembeli.
c) Transformasi, merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan
oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang
dikenakan terhadapnya.
d) Tax Evasion
e) Tax Avoidance
MOTIVASI DILAKUKANNYA TAX PLANNING
Motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan pajak umumnya bersumber
dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
1. Kebijakan perpajakan (Tax policy)
Kebijakan perpajakan merupaka alternatif dari berbagai sasaran yang
hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan,
terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan
pajak.
a. Jenis pajak yang akan dipungut
Dalam sistemperpajakan modern terdapat berbagai jenis pajak yang
harus menjadi pertimbangan. Pertama, baik berupa pajak langsung
maupun pajak tidak langsung. Seperti:
i. Pajak Penghasilan Badan atau perseorangan.
ii. Pajak atas keuntungan modal.
iii. Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk.
iv. Pajak atas undian atau hadiah.
v. Bea materai.
b. Subjek Pajak
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem klasik,
dimana ada pemisahan antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya
yang akan menimbulkan pajak ganda.
Adanya perbedaan perlakuan perpajakan ataspembayaran deviden
badan usaha kepada pemegang saham perseorangan dan kepada
pemegang saham berbentuk badan usaha, yang menyebabkan
timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban
pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan dapat dimanfaatkan
untuk tujuan lain.
Disamping itu ada pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden
dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan. Bagi perusahaan
yang juga akan menimbulkan penundanaan pembayaran pajak.
c. Objek pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang
secara ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha
perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah.
d. Tarif pajak
Adanya penerapan scheduler taxation tariff yang diterapkan di
Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak berusaha sedapat
mungkin dikenakan tarif yang paling rendah.
e. Prosedur pembayaran pajak
Self assessment system dan payment system mengharuskan seorang
perencana pajak untuk merencanakan pajaknya dengan baik. Saat ini
sistem pemungutan withholding tax di Indonesia makin ditingkatkan
penerapannya. Hal ini, disamping mengganggu arus kas perusahaan,
juga bias mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan
pendahuluan tersebut padahal untuk memperoleh restitusi atas
kelebihan tersebut diperlukan waktu dan biaya.
2. Undang-undang perpajakan (tax law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-
undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan
Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusa digunakan Menteri Keuangan
dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan
tersebut bertentangan mencapai tujuan yang lain yang ingin dicapainya.
Keadaan ini menyebabkan munculnya celah (loopholes) bagi wajib Pajak
untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk
perencanaan pajak yang baik.
3. Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu
banyak penduduknya, dan sebagai negara yang sedang membangun
(developing country) masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan
secara memadai (property). Hal yang mendorong perusahaan untuk
melaksanakan perencanaan perpajakan (tax planning) dengan baik agar
terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan
penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib pajak akibat dari begitu
luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang
belum efektif.
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) adalah
untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return) karena pajak itu ikut
mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi
perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat
dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan
yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda
atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah
mempunyai tujuan lain tersebut) dengan memanfaatkan:
1. Perbedaan tarif pajak (tax rates)
2. Perbedaan perlakuan atas objek sebagai dasar pengenaan pajak (tax base)
3. Loopholes, shelters, havens.
AREA TAX PALNNING
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen.Secaraumum,
perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) yang
disajikan dengan jelas tentang strategi (program), taktiktaktik (tata cara
pelaksanaan program) dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk mencapai
tujuan perusahaan secara menyeluruh. Manajemen pajak adalah sarana untuk
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar
dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang
diharapkan (lumbartoruan,1994:354). Tujuan manajemen pajak dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. menerapkan peraturan perpajakan secara benar, dan
2. usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang
terdiri dari:
1. perencanaan pajak (tax planning);
2. pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation);
3. pengendalian pajak (tax control).
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak yang dilakukan
dengan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan
maksud untuk dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yangdilakukan.
Beberapa para ahli telah memberikan pengertian tentang perencanaan
pajak,diantaranya pengertian yang dikemukakan oleh Zain (2007) berikut ini:
“Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha WajibPajak atau
kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa, sehingga hutang pajaknya baik pajak
penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling
minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial”.
Pengertian perencanaan pajak menurut Soemitro (1988) adalah sebagai berikut
ini:
“Perencanaan pajak adalah suatu perencanaan pajak yang dilakukan oleh
seorang tax planner untuk Wajib Pajak tertentu baik perorangan, badan atau
suatu usaha dengan menerapkan peraturan-peraturan perundang-undangan
pajak secara legal dan terhadap suatu keadaan atau perbuatan yang melanggar
atau bertentangan dengan undang-undang sedemikian atau sehingga Wajib Pajak
membayar pajak seringan-ringannya atau sama sekali tidak membayar pajak”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada
perencanaan pajak adalah sebagai berikut:
1. dilakukan untuk meminimumkan kewajiban pajak;
2. harus dilakukan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Upaya untuk meminimalisasi beban pajak dalam perencanan pajak dapatdilakukan
dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuanperpajakan (lawful)
berupa penghindaran pajak (tax avoindance), maupun yang melanggar peraturan
perpajakan (unlawful) berupa pelanggaran pajak (taxevasion). Pengertian atas
kedua istilah tersebut menurut Mortenson dalamZain (1988) adalah sebagai
berikut ini.
“Tax evasion adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan
kegiatan Wajib Pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak.
Tax avoidance berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa
untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada
atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkannya. Oleh karena itu tax
avoidance tidak merupakan pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan
atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk
mengurangi, menghindari, meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan
cara-cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak”.
Dalam melakukan perencanaan pajak terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan,yaitu sebagai berikut ini.
1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan.
Seorang tax planner harus dapat membedakan antara penghindaran pajak (tax
avoidance) dengan penggelapan pajak (tax evasion), karena bila suatu
perencanaan pajak dilakukan dengan melanggar ketentuan perpajakan yang
berlaku, bagi wajib pajak merupakan resiko (tax risk) yang dapat mengancam
keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
2. Secara bisnis masuk akal.
Perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan
menyeluruh (global strategy) perusahaan baik jangka panjang maupun jangka
pendek, maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah
perencanaan itu sendiri.
3. Memadainya bukti-bukti pendukung.
Dalam melakukan perencanaan pajak, seorang tax planner harus memiliki bukti-
bukti pendukung untuk memperkuat atau mendukung perencanaan pajaknya,
misalnya bukti perjanjian, faktur, dan nota. Motivasi dilakukannya perencanaan
pajak secara umum, yaitu untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax
return), karena pajak ikut mempengaruhi dalam pengambilan keputusan atas suatu
tindakan dalam kegiatan perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara
menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada
dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk
memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomis hakikatnya
sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan
beberapa hal berikut ini.
1. Perbedaan tarif pajak (tax rates). Dengan adanya penerapan schedular
taxation tarif yang diterapkan di Indonesia, membuat seorang perencana
pajak (tax planner) akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang
paling rendah.
2. Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax
base). Dengan adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak
yang secara ekonomis sama, maka akan menimbulkan usaha perencanaan
pajak agar beban pajaknya rendah. Jadi karena objek pjak merupakan basis
perhitungan (tax bases) besarnya pajak, maka dalam rangka
mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan
pajak yang tidak lebih (karena bisa mengurangi optimalisasi alokasi
sumber daya), dan tidak kurang (kuatir harus membayar transaksi bersifat
pemborosan dana, misalnya pembayaran bunga atau denda).
3. Loopholes, shelters, dan havens. Loopholes, muncul karena adanya
perbedaan antara undang-undang dengan ketentuan pelaksananya yang
disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai
tujuan lain yang ingin dicapai. Shelters, biasanya diberikan dalam bentuk
insentif pajak, yaitu suatu pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan
kepada investor luar negeri untuk aktivitas tertentu atau untuk suatu
wilayah tertentu, misalnya untuk wilayah kawasan Indonesia Bagian
Timur. Tax havens adalah tempat tertentu yang memungkinkan wajib
pajak untuk membayar pajak dalam jumlah lebih rendah atau tidak
dikenakan pajak.
STRATEGI TAX PLANNING
Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the lease and latest, yaitu
membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih
diijinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi perencanaan
pajak yang umum dilakukan untuk mengefisiensikan beban pajak dari berbagai
literatur, dapat dijabarkan sebagai berikut ini.
1. Mengambil Keuntungan dari Berbagai Pilihan Bentuk Badan Hukum
(Legal Entity) yang Tepat Sesuai dengan Kebutuhan dan Jenis Usaha.
Bila dilihat dari persektif perpajakan, pemilihan bentuk badan hukum
bentuk perseroan, firma dan kongsi (patnership) merupakan bentuk yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan Perseroan Terbatas. Pada Perseroan
Terbatas yang pemegang sahamnya perseroan atau badan tetapi kurang dari 25%,
akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali, yaitu
pada saat penghasilan diperoleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan
dibagikan sebagai deviden kepada pemegang saham perseorangan atau badan
yang kurang dari 25%.
2. Pemilihan Lokasi dari Perusahaan yang akan Didirikan.
Umumnya pemerintah akan memberikan semacam insentif pajak atau
fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (misalnya untuk wilayah
Indonesia Bagian Timur), sebagaimana tercantum dalam Pasal 31A Undang-
Undang PPh, dalam bentuk:
a. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah
penanaman yang dilakukan;
b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c. Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun;
dan,
d. Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian
perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
3. Mendirikan Perusahaan dalam Satu Jalur Usaha (Corporate Company).
Apabila perusahaan mendirikan usaha lain dalam satu jalur usaha, maka
dapat diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara
masing-masing badan usaha (business entity). Banyak negara termasuk Indonesia,
mengatur bahwa pembagian deviden antar corpotare tidak dikenakan pajak.
Sebagai contoh, PT X pabrik benang, PT Y pabrik kain dan PT Z adalah
distributornya, maka antara perusahaan tersebut dapat diatur sejumlah keuntungan
(margin) yang sekiranya dapat meringankan pajak mereka, kemudian baru
dibagikan dalam bentuk deviden.
4. Pemilihan Penggunaan Dasar Pembukuan Perusahaan.
Seperti halnya akuntansi, dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) adalah basis akrual (accrual basis) dan basis kas yang
dimodifikasi (modified cash basis). Pada basis akrual, pendapatan dan biaya
dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun uangnya
belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya
dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang.
Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh Badan sebagai berikut
ini:
a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi
seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.
b. Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar.
c. Dalam perolehan harta, yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya yang boleh dibebankan hanya dapat dilakukan melalui
penyusutan dan amortisasi. Jadi perbedaan antara basis akrual dan basis
kas yang dimodifikasi dalam bidang perpajakan terletak pada biaya
administrasi dan umum. Pada basis akrual, biaya administrasi dan umum
dibebankan pada saat timbulnya kewajiban, sedangkan pada basis kas,
biaya tersebut baru dapat dibebankan pada saat terjadinya pembayaran.
Dengan demikian dari sisi efisiensi beban pajak lebih menguntungkan
memilih basis akrual.
d. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap. Dalam pendanaan
aktiva tetap, perusahaan dapat mempertimbangkan sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) disamping pembelian langsung. Perlakuan
perpajakan untuk transaksi. leasing diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan No.1169/KMK.01/1991 dan perlakuan standar akuntansinya
diatur dalam PSAK No.30 Pendanaan aktiva tetap dengan membeli secara
langsung, perlakuan perpajakannya adalah sebagai berikut:
i. Jumlah yang dapat dibiayakan dalam rangka menghitung
penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan; dan
ii. Besarnya biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metode
penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh
peraturan perpajakan.
5. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan.
Penentuan metode penilaian persediaan cukup penting dalam perencanaan
pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan
perdagangan. Terdapat dua metode penilaian persediaan yang diizinkan oleh
peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode FIFO (first in
first out). Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang
mengalami inflansi seperti saat ini dimana harga-harga barang cenderung naik,
maka metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO (first in first out). Harga pokok
penjualan yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil
sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi lebih kecil. Dengan demikian
dalam penilaian persedian, pemilihan menggunakan metode rata-rata (average)
lebih menguntungkan untuk efisiensi beban pajak bagi perusahaan.
6. Pemilihan Metode Penyusutan.
Berdasarkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan No.17, penyusutan
adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat
yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan
nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang PPh Tahun 2000, bahwa pengeluaran untuk
mendapatkan manfaat, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan. Sejak tahun 1995, metode penyusutan fiskal
untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan yang diakui oleh fiskus adalah
metode saldo menurun dan metode garis lurus dan wajib pajak diperkenankan
untuk memilih metode mana yang akan dipakainya, sepanjang dilaksanakan
dengan taat asas dan diterapkan terhadap seluruh kelompok harta.
Penyusutan dengan metode garis lurus akan menghasilkan beban
penyusutan yang sama besarnya setiap periode, sedangkan penyusutan dengan
metode saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada
awal periode dan semakin menurun pada periode-periode berikutnya. Pada saat
umur ekonomis aktiva tersebut habis, maka jumlah akumulasi penyusutan dari
kedua metode tersebut sama. Sebelum menentukan metode penyusutan mana yang
akan digunakan untuk mengefisiensi beban pajak, maka seorang tax planner
terlebih dahulu harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika
pada awal tahun investasi kondisi perusahaan mempunyai prediksi laba yang
cukup besar, maka dapat dipakai metode penyusutan saldo menurun, sehingga
biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak. Sedangkan jika pada
awal tahun investasi diperkirakan kondisi perusahaan belum bisa memberikan
keuntungan atau timbul kerugian, maka dapat memilih menggunakan metode
penyusutan garis lurus yang akan memberikan biaya yang lebih kecil supaya biaya
penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Sedangkan untuk aktiva tetap
bangunan, metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan peraturan
perpajakan hanya metode garis lurus.
7. Pemberian Tunjangan Kepada Karyawan dalam Bentuk Uang dan /
atau natura atau Kenikmatan.
Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang dan/atau
natura atau kenikmatan oleh pemberi kerja dapat menjadi salah satu pilihan untuk
menghindari lapisan tarif maksimum. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat
1 huruf a Undang-Undang PPh Tahun2000, bahwa besarnya penghasilan kena
pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, sehingga tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang merupakan
biaya yang dapat menghindari lapisan tarif maksimum bagi perusahaan.
Sedangkan pemberian tunjangan dalam bentuk natura atau kenikmatan dapat
dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan yang
menerimanya. Dalam melakukan efisiensi PPh badan, banyak yang dapat
dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.
Strategi efisiensi PPh badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan
sangat tergantung dari kondisi perusahaan,seperti berikut ini.
a. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak (Tax Income)
yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp 100 juta) dan pengenaan
PPh badannya tidak final, maka diupayakan seminimal mungkin
memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
b. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak secara final, maka
sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan
tidak termasuk objek PPh Pasal 21. Sedangkan pengeluaran untuk
pemberian natura dan kenikmatan tersebut tidak mempengaruhi besarnya
PPh badan, karena PPh badan final dihitung dari persentase atas
penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya.
c. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan
menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh badan tetap nihil. Tunjangan
kepada karyawan dalam bentuk uang yang diberikan perusahaan dapat
berupa:
i. tunjangan uang makan;
ii. tunjangan perumahan;
iii. tunjangan transportasi;
iv. tunjangan kesehatan.
Sedangkan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, dapat berupa:
i. fasilitas makanan dan minuman/ kafetaria;
ii. fasilitas pengobatan, berupa klinik milik perusahaan atau bekerja
sama dengan pihak rumah sakit tertentu;
iii. fasilitas rumah dinas;
iv. fasilitas transportasi;
v. fasilitas pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja
misalnya satpam dan/ atau seragam karyawan pada umumnya.
8. Mengambil Keuntungan Semaksimal Mungkin dari Berbagai
Pengecualian, Potongan atau Pengurangan atas Penghasilan Kena
Pajak yang Diperbolehkan Undang-Undang.
Jika kondisi perusahaan diketahui memiliki laba yang cukup besar dan akan
dikenakan tarif pajak tinggi, untuk efisiensi beban pajaknya sebaiknya perusahaan
membelanjakan sebagian laba tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat secara
langsung untuk perusahaan, dengan catatan biaya yang dikeluarkan adalah biaya
yang dapat dikurangkan (deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak.
Sebagai contoh biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan
pegawai, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran dan biaya lainnya yang dapat
dimanfaatkan tergantung kepada jenis usaha dan peraturan pajak yang berlaku,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat 1 Undang-Undang PPh Tahun 2000.
9. Menghindari dari Pengenaan Pajak dengan Cara Mengarahkan pada
Transaksi yang Bukan Objek Pajak.
Upaya untuk efisiensi beban pajak bagi perusahaan dalam hal ini sebagai
contoh, untuk jenis usaha yang PPh badannya dikenakan pajak secara final, maka
efisiensi PPh Pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan
semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura, karena pemberian
natura bukan merupakan objekpajak PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 9 ayat 1
huruf e UU PPh.11. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar. Dalam
hal ini untuk efisiensi beban pajak, wajib pajak harus jeli untuk memperoleh
informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan atau yang bersifat
tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
a. PPh Pasal 22 atas impor;
b. PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina;
c. fiskal luar negeri karyawan;
d. PPh Pasal 24 dipotong di luar negeri.
10. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan yang
Berlaku.
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan
dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku dan melakukan
kewajiban pajak berupa pelaporan dan penyetoran pajak tepat waktu.
11. Penundaan Pembayaran Kewajiban Hingga Saat Mendekati Tanggal
Jatuh Tempo.
Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara
melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk
menunda pembayaran PPN, dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur
pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit.
Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan setelah bulan
penyerahan barang sesuai Kep. Dirjen pajak No:53/PJ/1994.
12. Permohonan Penurunan Angsuran Lump-Sum (PPh Pasal 25 Bulanan).
Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang
tahun lalu atau adanya kenaikan laba pada RKAP tahun berjalan untuk
BUMN/BUMD. Namun bisa saja terjadi diproyeksikan dalam tahun berjalan akan
terdapat penurunan laba (penghasilan kena pajak), sehingga jika kita mengangsur
PPh Pasal 25 yang besarnya berdasarkan tahun lalu maka kemungkinan pada
akhir tahun akan menjadi kelebihan pembayaran pajak. Untuk itu perusahaan
sebaiknya mengajukan permohonan lump-sum dengan disertai proyeksi laba pada
akhir tahun dan alasannya terjadi penurunan laba. Hal ini disebabkan jika terjadi
kelebihan pembayaran pajak yang walaupun dapat direstitusi, tetapi sebelumnya
wajib pajak akan dikenakan tindakan pemeriksaan.
PENGHINDARAN PAJAK DAN PENYELUDUPAN PAJAK
Pengertian Penyelundupan Paiak Dan Penghindaran Pajak
Harry Graham Balter:
Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib
pajak-apakah berhasil atau tidak-untuk mengurangi atau sama sekali menghapus
utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran
terhadap perundang-undangan perpajakan, sedang penghindaran pajak
merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Ernest R. Mortenson:
Penyelundupan pajak adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan
dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan
pajak, sedang Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu
peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak
dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang
ditimbulkannya. Oleh karena itu, penghindaran pajak tidak merupakan
pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak
dianggap salah dalam rangka usaha waiib paiak untuk mengurangi, menghindari,
meminimkan atau meringankan beban pajak dengan cara-cara yang
dimungkinkan oleh undang-undang pajak.
N. A. Bar, S. R James, A.R Prest:
Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara ilegal atas
penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang, sedang
Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara legal
yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Robert H. Andercon:
Penyelundupan pajak adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-
undang pajak, sedang Penghindaran pajak adalah cara rnengurangi paiak yang
masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan Pajak.
Suatu hal yang wajar apabila seorang wajib pajak membayar pajaknya
tidak melebihi apa yang menjadi kewajibannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan mengingat asumsi yang
dibuat pada waktu merencanakan undang-undang pajak tersebut bahwa wajib
pajak akan melaporkan semua penghasilannya dengan benar dan mengklaim
semua potongan-potongan yang diperkenankan oleh undang-undang pajak,
sehingga secara moral pun tidak dianggap salah, apabila pengurangan beban pajak
melalui penghindaran pajak tersebut masih dalam batas ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai kegiatan yang
legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan)
dan penyelundupan pajak (tax evasion/tax fraud) diartikan sebagai kegiatan yang
ilegal (misalnya meminimalkan beban pajak dengan memanipulasi pembukuan).
Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal? Menurut Roy
Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran pajak dibedakan menjadi
penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax
planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax
avoidance).
Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan
legal dan dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Suatu penghindaran
pajak dikatakan ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan
penghindaran pajak atau transaksi tersebut tidak mempunyai tujuan usaha yang
baik (bonafide business purpose).
Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai
ketentuan anti penghindaran pajak (Brian J. Arnold dan Michael J. McIntyre,
2002:81).
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan
(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena
pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak
membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah
ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah
perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan
pembayar diperlukan dalam hal ini.
Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih
perusahaan, maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat
membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun
demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar
tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini
perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus
penggelapan pajak :
o Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar
hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar
misalnya,
o Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif,
o Transaksi export fiktif,
o Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole-
yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh
perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan
sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus
dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap
dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
TEKNIK DASAR MANAJEMEN PAJAK DAN PERENCANAAN PAJAK
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah suatu keniscayaan bagi setiap
perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak karena dalam undang-
undang perpajakan Indonesia hal ini diperkenankan. Dengan menyusun
perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari
segala hal yangmengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak.
Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan
seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax
implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan
pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan.
Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah
untuk meminimimalisasi kewajiban pajak.
Manajemen Pajak (Tax Management)
Manajemen perpajakan (Tax Management) merupakan suatu proses untuk
meminimalkan beban pajak (minimizing tax burden), dimana dalam hal ini tetap
berada pada jalur (on the track) ketentuan peraturan per-UU-an perpajakan
(lawful) dan tidak melanggarnya (unlawful). Untuk mendapatkan penghematan
pajak (tax benefit atau tax saving dan kemanfaatan usaha lainnyadilakukan
melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari perencanaan pajak (Tax
Planning), pengimplementasian pajak (tax implementation), pengendalian pajak
(tax control) yang berkesinambungan.
Tax Management merupakan pelaksanaan dari peran pengaturan dan pengawasan
dalam bidang perpajakan (organization and controlling). Pelaksanaannya bersifat
rutin/regular, karena bersangkutan dengan transaksi yang berulang kali terjadi.Tax
Management bertujuan untuk meminimalisasi tax exposure/risiko hutang pajak
yang mungkin akan timbul dalam suatutransaksi yang rutin tersebut.
Contoh Tax Management
Suatu perusahaan melakukan penjualan dengan orientasi ekspor. Sedangkan,
bahan baku banyak dibeli di dalam negeri. Dengan demikian, maka PPN masukan
yang diperoleh lebih besar daripada PPN keluaran, akibatnya harus dilakukan
restitusi, mungkin tiap tahun atau tiap bulan harus dilakukan proses tersebut.
Divisi perpajakan harus melakukan suatu proses Tax Management berupa me-
manage restitusi pajak yang berjalan. Misalnya : me-mantain suatu rekonsiliasi
pajak antara Penjualan menurut PPh badan dan menurut SPM PPN, merapikan
faktur pajak masukan, serta bank account ataupun voucher pembayaran yang
diperlukan. Kita bisa bayangkan jika hal ini tidak ter- manage dengan baik,
restitusi akan membawa denda dan hutang pajak yang materiil tentunya.
Beberapa Teknik dari Tax Management:
1. Membuat rekonsiliasi data akuntansi dan pajak seperti: Beban pegawai vs
Nilai penghasilan bruto di SPT PPh psl 21 ,Sales revenue (as per book/PL)
vs Peredaran dari SPM PPN.
2. Mengontrol dokumentasi untuk mendukung transaksi yang terjadi.
Misalnya: Surat Perintah Kerja (Kontrak), Perjanjian Jual Beli, Akte
Notaris.
3. Sistem administrasi keuangan untuk memastikan perhitungan pajak yang
tepat dan pembayaran yang tepat waktu.
4. Sistem arsip laporan dan korespondensi pajak yang teratur serta terkontrol.
5. Management atas proses tax audit
Aspek-aspek dalam Tax Planning
1. Aspek Formal dan Administratif
a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (NPPKP);
b. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
c. Memotong dan/atau memungut pajak;
d. Membayar pajak;
e. MenyampaikanSurat Pemberitahuan.
2. Aspek Material
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka
optimalisasialokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan
pembayaran pajakyang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek
pajak harus dilaporkansecara benar dan lengkap.
PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)
Mohammad Zain (2005 : 43) mendefinisikan bahwa :
“Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau
kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik wajib
pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling
minimal sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan
perpajakan maupun secara komersial.”
Tujuan Tax Planning
Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal
sebagai berikut :
o Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali
o Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan
o Menunda pengakuan penghasilan
o Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain
Tahapan Tax Planning
1. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
2. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one
or more possible tax plans)
3. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging
the tax plans)
5. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)
Menurut Zain (2005 : 70-71) dalam bukunya menjelaskan, langkah-langkah dalam
penyusunan perencanaan pajak yang merupakan komponen sistem manajemen
pajak adalah:
1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak
2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan
3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan
PENGARUH PENCATATAN DAN SISTEM AKUNTANSI DALAM
MANAJEMEN DAN PERENCANAAN PAJAK
Sebuah perusahaan harus mempunyai catatan yang perlu jika perencanaan
pajak yang baik ingin diwujudkan, jika manajemen ingin mempunyai pandangan
yang jeias tentang situasi perpajakan, atau jika tingkat penentu dari pengendalian
administratif ingin sukses. Sifat dari catatan akan ditentukan oleh kerumitan
relatif dari masalah pajak. Tetapi, secara umum, catatan tertentu diperlukan untuk
kepentingan pengendalian administratif, untuk mendukung pengembalian pajak,
dan untuk memenuhi kewajiban spesifik dari undang-undang. Catatan pajak dapat
dikelompokkan ke dalam empat klasifikasi utama :
1. Kalender pajak
Sebuah sarana administratif yang dibutuhkan dalam kebanyakan
perusahaan adalah kalender pajak.Ini merupakan jadwal yang berfungsi
sebagai alat pengingat bagi mereka yang benanggung jawab atas tanggal
jatuh tempo dari pemberkasan pengembalian pajak, penyiapan berbagai
laporan, pernbayaran tagihan pajak, tanggal pemeriksaan, tanggal audit,
tanggal penetapan, dan semua peristiwa pajak yang penting.
2. Catatan informasi
Jenis pokok catatan yang lain dapat disebut “catatan informasi pajak” dan
ini merupakan ikhtisar dari undang-undang pajak dan masalah-masalah
yang berkaitan yang mempunyai pengaruh terhadap jalannya usaha.
Catatan ini digunakan sebagai referensi ketika menyiapkan pengembalian
pajak dan sebagainya.
3. Berkas kertas kerja (working paper files)
Catatan-catatan lain dapat dianggap sebagai berkas kerja dan memuat
angka-angka dan fakta peristiwa SPT dari tahun ke tahun. Berkas/arsip
operasional ini tidak terbatas macamnya dan barangkali dapat
dibandingkan dengan berkas permanen dan berkas kertas kerja pada suatu
audit.Pokok yang penting adalah catatan yang lengkap dan teratur
mengenai bagaimana jumlah pajak ditentukan setiap tahun, tanggal
pembayaran, dan lain-lain.
4. Buku besar pendukung (sorting ledger)
Metode akuntansi terbaik yang akan dipergunakan oleh Wajib Pajak,
sangat bergantung kepada bentuk usaha dan ukuran perusahaan yang
bersangkutan serta sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Untuk
kepentingan perpajakan, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan
atau pencatatan tanpa mempersoalkan prinsip pembukuan apa yang
dipergunakan. Pada umumnya semua laporan keuangan dipersiapkan
untuk memenuhi tujuan tertentu, dan tujuan ini pada akhirnya akan
mempengaruhi bentuk dan isi dari laporan keuangan tersebut dengan
segala keterbatasannya. Misalnya, laporan keuangan yang dipersiapkan
untuk digunakanoleh para manajer akan sangat berbeda sekali dengan
laporan yang dipersiapkan untuk keperluan pasar modal dan instansi
lainnya.
Perbedaan tersebut tidak saja disebabkan oleh siapa pemakainya, tetapi
juga tergantung pada metode akuntansi apa yang digunakan, misalnya metode
penyusutan atau metode penilaian persediaan yang berbeda, sehingga dapat
dipastikan bahwa penghitungna laba yang menjadi dasar untuk menentukan
besarnya pajak terutang akan berbeda.
Dapat diambil sebuah contoh bahwa standar akuntansi kita menyediakan
metode penyusutan garis lurus dan metode penyusutan saldo menurun. Kedua
metode ini sah digunakan di setiap perusahaan, namun jika untuk tujuan
meringankan beban pajak, perusahaan cenderung menggunakan metode
penyusutan saldo menurun karena pengenaan beban penyusutan dari awal periode
umur aktiva tetap akan tinggi namun akan mengecil di periode berikutnya. Hal ini
dapat meningkatkan biaya dari perusahaan yang akan mengurangi jumlah
penghasilannya dan secara langusng juga mengurangi jumlah beban pajak yang
harus dibayar.
Metode lainnya adalah metode pencatatan persediaan barang untuk
menentukan harga pokok produksi.yang lazimnya digunakan oleh perusahaan
untuk menekan beban pajak saat harga barang-barang turun adalah metode FIFO.
Yang akan memberikan efek penurunan laba bersih. Hal ini akan menyebabkan
beban pajak berkurang karena kecilnya laba yang diperoleh.
ETIKA DALAM PRAKTIK PERPAJAKAN
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam
lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa
perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Aicpa Statements on Responsibilities in Tax Services
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return
Positions (Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk
anggota ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan
menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk
klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak
otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai pajak terutang, (a)
mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana wajib pajak
telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu anggota
mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas
dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai.
Karena tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja,
atau pihak ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to
Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan
kelebihan pajak kembalian.Istilah questionsincludes meminta informasi
untuk pajak kembalian di dalam perusahaan.Instruksi, atau di dalam
peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural
Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam
menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu
anggota dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas
informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga.
Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang
implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat
pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada kesalahan,
tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar lain
fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau
peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti
pemeliharaan buku dan arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak
untuk mendukung pengurangan yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu
anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan
kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib pajak.
Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu
mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib
pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan
pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi
seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang
dikenakan oleh hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan
kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of
Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan,
suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan
suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data
tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah
didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada
anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus
diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih
besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a
Position Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court
Decision (Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya
disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau
keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika
ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan
pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan
dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali,
kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika
disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax Services
No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak
kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika
disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi
keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of
Error: Return Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan
Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera
atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau
ketika sadar akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu
kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang
diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk
menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu
anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika
yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk
kembalian untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil
tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam
suatu tahun kembalian, anggota perlu mempertimbangkan apakah untuk
menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah suatu professional
melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib
pajak itu.Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini,
anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa
kesalahan itu tidaklah diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of
Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara
kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam
administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka
anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota
perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya,
yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk
menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan
untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di
depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk
menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content
of Advice to Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan
bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan
kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan
taxpayer’s.Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu
bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam
memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu
berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan
mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan
dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak diberikan
kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku
dalam Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota
tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak
ketika pengembangan yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang
sebelumnya menyajikan berbagai hal penting, kecuali sedang membantu
seorang wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang
berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota
melakukan kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.
KODE ETIK KONSULTAN PAJAK
A. Kode Etik IKPI
1. Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam
berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI.
2. Setiap anggota IKPI wajib menjaga citra martabat profesi dengan
senantiasa berpegang pada Kode Etik IKPI.
3. Kode Etik IKPI juga mengatur sanksi terhadap tidak dipenuhinya
kewajiban atau dilanggarnya larangan oleh anggota IKPI.
B. Dalam hal kepribadian
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
2. Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi
integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak.
3. Melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi
dan independen.
4. Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai
pegawai negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan.
2. Meminjamkan ijin praktik untuk digunakan oleh pihak lain.
3. Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai
pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan
menangani urusan perpajakan.
C. Dalam hal hubungan dengan teman seprofesi
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Menarik pelanggan yang diketahui atau patut dapat diketahui bahwa
pelanggan tersebut merupakan pelanggan Konsultan Pajak lain.
2. Membujuk karyawan dari Konsultan Pajak lain untuk pindah menjadi
karyawannya.
3. Menerima pelanggan pindahan dari Konsultan Pajak lain tanpa
memberitahukan kepada Konsultan Pajak lain tersebut, dan harus secara
jelas dan meyakinkan secara legal bahwa pelanggan tersebut telah
mencabut kuasanya dari Konsultan Pajak lain tersebut.
D. Dalam hal hubungan dengan wajib pajak
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan dengan
memelihara kepercayaan masyarakat; bersikap jujur dan berterus terang
tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa; dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh
menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip; mampu melihat mana
yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehatihatian.
2. Bersikap profesional: senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam
pemberian jasa yang dilakukan; senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah;
melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai
kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak: Harus
menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban legal
profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk
mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan
bahwa staf atau karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan
pihak lain yang diminta nasihat dan bantuannya tetap menghormati dan
menjaga prinsip kerahasiaan.
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib
Pajak mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
2. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang
berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan.
3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk
pindah atau memilih Konsultan Pajak lain.
4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan
yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-
undangan perpajakan.
5. Menerima permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan
rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.
E. Dalam hal publikasi
Konsultan Pajak Indonesia wajib mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Nama kantor konsultan pajak yang dicantumkan pada papan nama adalah
sesuai dengan nama yang tercantum dalam ijin praktek dari Menteri
Keuangan/Direktur Jenderal Pajak
2. Pada papan nama harus dicantumkan nomor ijin praktek Konsultan Pajak
3. Apabila Konsultan Pajak berbentuk persekutuan, Nomor ijin praktek yang
harus dicantumkan pada papan nama adalah nomor ijin praktek salah
seorang dari anggota persekutuan
4. Ukuran dan warna papan nama disesuaikan dengan kebutuhan.
5. Konsultan Pajak Indonesia dilarang memasang iklan untuk mendapatkan
pelanggan.
F. Sanksi atas pelanggaran kode etik profesi
Pasal 13 Kode Etik Konsultan Pajak menegaskan :
1. Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik antar lain berupa :
Teguran tertulis
Pemberhentian sementara
Pemberhentian tetap.
2. Sebelum sanksi yang tersebut pada ayat (1) di atas diberikan, anggota IKPI
yang bersangkutan harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat
Majelis Kehormatan dan anggota tersebut dapat disertai oleh sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) orang anggota IKPI lainnya sebagai pendamping
3. Dalam hal keputusan sanksi pemberhentian tetap, maka keputusan tersebut
baru berlaku setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk
membela diri di depan Kongres
4. Keputusan Kongres merupakan keputusan final dan mengikat.
Kewajiban Konsultan Pajak Menurut Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 98/Pmk.03/2005 Tanggal 13 Oktober 2005 Tentang Perubahan Atas
Pmk Nomor 485/Kmk.03/2003 Tentang Konsultan Pajak Indonesia
Kewajiban Konsultan Pajak:
1. Konsultan Pajak wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2. Konsultan Pajak wajib menyampaikan kepada Wajib Pajak agar
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Dalam mengurus pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dari Wajib Pajak, setiap Konsultan Pajak wajib:
memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak yang masih berlaku; dan
memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak dan Surat Pernyataan
dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini.
4. Konsultan Pajak wajib mematuhi prosedur dan tata tertib kerja yang
berlaku di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan dilarang melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan kepentingan negara.
5. Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib mengikuti
penataran/pendidikan penyegaran perpajakan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam setahun yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dan/atau Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
6. Konsultan Pajak wajib mematuhi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga dan Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
7. Konsultan Pajak wajib membuat Laporan Tahunan yang berisi jumlah dan
keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa di bidang
perpajakan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini dan melampirkan fotokopi
Sertifikat penataran/pendidikan penyegaran perpajakan sebagaimana
dimaksud pada huruf e.
8. Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada huruf g disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama akhir bulan April tahun
takwim berikutnya.
9. Konsultan Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian
Laporan Tahunan, yang disampaikan secara tertulis untuk paling lama 3
(tiga) bulan."
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/business-management/accounting/2119436-
penyelundupan-pajak-dan-penghindaran-pajak/
http://padyangantaxcenter.blogspot.com/2013/06/penghindaran-dan-
penyelundupan-pajak.html#.Ui5QDsal4gM
http://memebali.blogspot.com/2013/06/teknik-dasar-manajemen-pajak-dan.html
http://indriramadhaniekonomi.blogspot.com/2013/05/strategi-perencanaan-dan-
manajemen_15.html
http://riskymahira.blogspot.com/2012/11/perencanaan-pajak-tax-planning.html
http://akhwatassyari.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.html