1
KONFLIK SOSIAL DAERAH TAPAL BATAS KECAMATAN SIOMPU
DAN SIOMPU BARAT
(Studi Kasus di Buton Selatan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Sebagai Salah Satu Syarat guna memper gelar serjana
Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhamadia Makassar
Oleh
Lomin Unfani
Nim.10538316915
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MAKASSAR
2020
2
2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Lomin Unfani
NIM : 10538316915
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Konflik Sosial Daerah Tapal Batas Kecamatan Siompu
dan Siompu Barat (Studi Kasus di Buton Selatan)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan depan tim penguji
adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan
oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar , Agustus 2020
Yang membuat perjanjian
Lomin Unfani
3
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lomin Unfani
NIM : 10538316915
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Judul Skripsi : Konflik Sosial Daerah Tapal Batas Kecamatan
Siompu dan Siompu Barat (Studi Kasus di Buton
Selatan)
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya
akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas..
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3 saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar Agustus 2020
Yang membuat perjanjian
Lomin Unfani
4
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Berani ingin tau, Malas, Awal dari Keberhasilan.
PERSEMBAHAN
Kepada Ibu dan Ayah handa selaku dosen pembimbing, dengan
segala kerendahan hati saya ucapkan banyak terima kasi karena
sudah membimbing saya dari awal hinnga selesai dengan sebaik-
baiknya.
Terima kasih pula atas bantuanya, nasehatnya, dan ilmunya yang
selama ini diberikan kepada saya dengan rasa tulus dan iklas.
5
ABSTRAK
LOMIN UNFANI.2020. Konflik sosial Daerah Tapal Batas (Studi kasus Buton
Selatan). Skripsi. Jurusan Pendidikan sosiologi Fakultan Keguruan dan Ilmu
pendidikan Universitas Muhammdiyah Makassar. Pembimbing I Muhlis Madani
dan Pembimbing II Sitti Asnaeni Am.
konflik yang muncul saat ini adalah perbedaan pandangan mengenai tapal
batas antar Kecamatan Siompu dan Kecamatan Siompu Barat hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan pendangan mengenai tapal batas sehingga kedua
masyarakat saling mengklaim wilayah yang ada di perbatasan. Factor konflik ini
disebakan hilangnya penanda tapal batas yang ada di perbatasan hingga saat ini
muncul dua fersi pandangan tapal batas dengan hal ini masyarakat dari dua
kecamatan saling mengklaim wilayah yang ada di perbatasan antara Kecamtan
siompu dan Kecamatan Siompu Barat.
Hasil penelitian konflik tapal batas antara Kecamatan siompu dan
Kecamtan Siompu Barat tidak mampu menyelesaikan sengketa tapal batas yang
ada sehinggah pemerintah daerah dan tokoh adat memilih untuk mengadakan
pertemuan dan dimediasi oleh Bupati Buton Selatan dan kapolsek Siompu untuk
mencarikan jalan terbaik memecakan masalah sengketa tapal batas
Kata kunci: Konflik Sosial daerah tapal batas, Sengketa tapal batas.
6
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
KARTU KONTROL PEMBIMBING .......................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... v
SURAT PERJANJIAN .................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xv
BAB 1 PENDHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep ...................................................................................... 9
1. Konflik Sosial................................................................................. 9
2. Daerah Otonomi ............................................................................. 16
3. Daerah Tapal Batas ........................................................................ 22
4. Batas Wilayah ................................................................................ 22
B. Kajian Teori Sebagai Landasan ........................................................... 25
C. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 28
D. Kerangka Konsep ................................................................................. 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan pendekatan Penelitian ........................................................... 34
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................... 35
7
C. Fokus Penelitian ................................................................................... 35
D. Informan Penelitian .............................................................................. 35
E. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 36
F. Instrumen Penelitian............................................................................. 37
G. Teknik pengumpulan Data ................................................................... 37
H. Teknik Analisis Data ............................................................................ 40
I. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 41
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENEITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian ..................................................................... 44
1. Sejarah Singkat............................................................................... 44
B. Letak Geografis .................................................................................... 46
1. Topografi dan Hidrologi ................................................................ 48
2. Keadaan Iklim ................................................................................ 48
C. Keadaan Sosial Masyarakat ................................................................. 49
D. Keadaan Penduduk ............................................................................... 50
E. Keadaan Pendidikan ............................................................................. 51
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 56
1. Faktor-Faktor Apa yang Menyebabkan Konflik Sosioal Daerah
Tapal Batas ..................................................................................... 57
B. Pembahasan .......................................................................................... 61
1. Faktor-Faktor Apa Yang Menyebabkan Konflik Sosial Daerah
Tapal Batas ..................................................................................... 63
2. Interprestasi Hasil Penelitian.......................................................... 66
8
3. Cara Kerja Teori ............................................................................. 72
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 75
B. Saran ..................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
9
KATA PENGANTAR
Alhamdulilllah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Keluarga dan
sahabatnya. Selanjutnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini guna
melengkapi persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana.
Diawali dengan doa dan sebentuk perjuangan, memulai studi hingga
penyusunan tugas akhir dengan melewati berbagai kendala, semuanya
memberikan pengalaman tersendiri bagi penulis. Pengalaman yang menjadi
tenaga pendorong bagi penulis untuk meraih cita-cita. Penulis telah mencurahkan
segala kemampuan dalam menyelesaikan skrispsi ini, tetapi lepas dari semuanya
itu mengingat penulis juga masih dalam tahap belajar, tentunya tidak luput dari
berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan, namun inilah hasil maksimal yang
dapat penulis berikan.
Dalam penyelesaian proposal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:
Allah SWT yang merupakan sumber segala ilmu pengetahuan dan telah
memberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini.
Dekan Fakultas Keguruan da Ilm Pendidikan Bapak Erwin Akib. S.Pd.M,Pd.,
Ph.D Serta Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
10
Muhamadiyah Makassar. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs.
H.Nurdin, M.Si dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak
Kahharudin, S.Pd., M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya. Bapak Dr. Muhlis
Madani,M.Si. Sebagai pembimbing 1 (Satu). Ibu Sitti Asnaeni Am.,S.Sos.,M.Pd.
Selaku pembimbing 2 (dau) yang telah meluangkan waktunya membimbing
penulis dalam menyeselsakan proposal ini. Bapak dan Ibu dosen proram program
Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam
rahamatnya dan lindungan Allah SWT. Sehinga ilmu yang telah di ajarkan dapat
bermanfaat dikemudian hari.
Ungkapan terima kasi dan penghargaan yang sangat special penulis
haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang
tercinta. Ayahanda dan Ibunda serta adik-adik penulis dan segala pengorbanannya
tak akan perna penulis lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat dan
petunjuk dari merekah yang merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi
kelanjutan studi penulis hingga saat ini.
Kawan-kawan Mahasiswa program studi pendidikan sosiologi khususnya
kawan-kawan seperjuangan Kelas A yang selalu memberikan spport kepada
penulis.
Makassar, 29 Agutus 2020
Lomin Unfan
11
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2018 ................................. 50
4.2 Jumlah Sekolah SD Menurut Kecamatan ................................................. 53
4.3 Jumlah Sekolah Madrasah Ibtidiyah Menurut Kecamatan ........................ 53
4.4 Jumlah Sekolah SMP Menurut Kecamatan................................................ 54
4.5 Jumlah Sekolah SMA Menurut Kecamatan ............................................... 54
4.6 Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan Menurut Kecamatan ....................... 55
5.1 Hasil Interprestasi Wawancara ................................................................... 66
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik perbatasan wilayah merupakan hal yang sering terjadi dibeberapa
kabupaten maupun kota. hal inilah yang merupakan salah satu masalah penting
yang luput dari perhatian pemerintah, sehingga berbagai perselisihan muncul antar
kalangan masyarakat maupun elit politik yang pada umumnya belum tuntas
dikarenakan masalah penyelesain garis batas, presepsi masyarakat maupun elit
politik yang berbeda-beda dan juga konflik tapal batas sangat rentan terjadi
apabila daerah yang diperebutkan memiliki potensi sumberdaya alam dan
ekonomi yang memadai. Persoalan seperti ini yang melanda banyak daerah-
daerah pemekaran yang banyak terjadi di indonesia.
Pemekaran wilaya pada dasarnya upaya menciptakan pemerintah yang
lebih efektif dan efisien serta sumberdaya guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan pembangunan dan pengembangan otonomi dalam masa
transisi ini mampu mengembangkan inisiatif untuk menumbuhkan kekuatan-
kekuatan baru dari masyarakat, sehingga intervensi dari luar termasuk dari
pemerintah terhadap masyarakat harus memerlukan proses pemberdayaan dalam
rangka mengelola pembangunan sehingga dapat mengantisipasi perubahan dan
peluang yang luas. Secara esensial sebenarnya dalam penyelenggara desentralisasi
terdapat elemen penting yang saling berkaitan, yaitu pemebntukan daerah otonom
dan penyerahan kekuasan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah untuk mengatur dan menangani urusan pemerintah tertentu yang di
13
serahkan. Konsep otonomi daerah pada dasarnya mengandung arti adanya
kebebasan daerah untuk mengambil keputusan baik politik maupun administratif.
Sejak berlakunya undang-undang nomor 22 tahun 1999, indonesia disebut
dalam era otonomi daerah. Daerah otonomi diberikan kewenangan dengan prinsip
luas, nyata dan bertanggung jawab. Demikian juga setelah undang-undang tentang
pemerintah daerah tersebut diganti dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004
dan disempurnakan oleh undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah, prinsip luas, nyata dan bertanggung jawab tetap menjadi
prinsip dalam penyelenggaraan kewenangan daerah otonom.
Sesuai pasal 14 ayat (7) undang–undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah yang menyatakan dalam hal batas wilayah kabupaten kota
sebagaimana yg dimaksud pada ayat (6) kurang dari 4 mil batas wilayah dibagi
sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari daerah yang
berbatasan.
Berbagai implikasi kemudian muncul karena implementasi undang–
undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, satu diantaranya yaitu
bahwa daerah menjadi sangat penting perlunya penegasan batas daerah sala satu
sebabnya adalah karena daerah menjadi kewenangan untuk mengelola sumber
daya diwilayahnya. Daerah dituntut untuk berperan aktif dalam mengelola dan
mengeksplorasi sumber daya didaerahnya. Kemampuan daerah dalam
mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi penentu bagi daerah dalam
menjalankan otonomi daerah. Oleh karena itu, daerah-daerah menjadi terdorong
untuk mengetahui secara pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya,
14
terutama yang memiliki potensi sumber daya yang mendukung pendapatan hasil
daerah (PAD).
Daerah melaksanakan kewenanganya masing-masing dalam lingkup batas
daerah yang ditentukan, artinya kewenangan suatu daerah pada dasarnya tidak
boleh melampaui batas daerah yang di tetapkan dalam undang-undang Nomor
Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah.
Apabila batas daerah tidak jelas akan menyebabkan dua kemungkinan
akibat negatif pertama, sauatu bagian wilayah dapat diabaikan oleh masing-
masing daerah saling melempar tangung jawab dalam menyelengarakan
pemerintahan, pelayanan masyarakat maupun pembangunan dibagian wilayah
tersebut. Kedua, daerah yang satu dapat dianggap mealampaui batas kewenagan
daerah yang lain sehingga berpotensi timbulnya konflik antar daerah.( Sakinah,
(2016), konflik-penegasan-batas-daerah-semakin-marak- pasca lahirnya-uu-22-
tahun-1999, di akses Tanggal 11 april 2016 http://www.kompasiana.com/).
Kekaburan batas daerah dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih
luas lagi dari sekedar potensi konflik antara daerah karena potensi strategis dan
ekonomis suatu bagian wilayah, seperti dampak pada kehidupan sosial dan
penyelenggaraan administrasi pemerintah bahkan dapat menimbulkan dampak
politis khususnya di daerah-daerah perbatasan. Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan administrasi pemerintah, penegasan batas daerah menjadi
penting untuk dilaksanakan.
Namun demikian penetapan batas daerah secara fisik dan pasti dilapangan
bukan merupakan suatu hal yang mudah meskipun penyelenggaraan administrasi
15
pemerintah daerah telah berjalan dan berkembang sejak lahirnya NKRI dan
batas-batas yuridis telah ditetapkan dengan undang-undang pembentukan masing-
masing daerah. Pada kenyataannya, menentukan titik-titik batas fisik dengan
mengacu pada undang-undang pembentukan daerah itu sendiri sering
menimbulkan permasalahan antara daerah-daerah yang bersangkutan karena
masing-masing pihak tidak dengan mudah untuk sepakat begitu saja mengenai
batas fisik yang ditentukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Solichin (jurnal 2017) mengenai
Salah satu sengketa perbatasan wilayah antar daerah yang menarik untuk diteliti
adalah konflik tapal batas antara Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang
Bawang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab konflik tapal batas antara
Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang adalah perbedaan kepentingan
atau tujuan, perbedaan individual, perbedaan nilai dan keyakinan dan keterbatasan
sumberdaya. Sengketa yang terjadi menjadi tanggung jawab dari kedua daerah
yang berselisih untuk dapat menyelesaikannya. Konflik tapal batas antara
Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang meluas dan berkembang
karena Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang tidak mampu
menyelesaikan sengketa tapal batas yang ada sehingga pemerintah provinsi
menyelesaikan masalah tersebut pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian
konflik tapal batas adalah pihak pihak kepolisian Pemerintah Kabupaten Mesuji
16
dan Pihak Kabupaten Tulang Bawang yang dimediasikan oleh pihak Provinsi
Lampung.
Persoalan tapal batas yang bergulir beberapa waktu lalu, belakangan ini
menjadi masalah serius ditengah-tengah masyarakat tanpa penyeselesain yang
jelas saking carut marutnya masalah serius di tengah-tengah masyarakat hampr
terjadi kontak fisik antara masyarakat siompu dan masyarakat siompu barat,
pertikaian ini memicu kedua masyarakat saling menyerang sehinga masyrakat
siompu melakukan penutupan jalan poros yang ada di perbatasan kecamatan
siompu dan kecamatan siompu barat. Begitupun juga sebaliknya dengan
masyarakat siompu barat mengadakan pengusuran perahu nelayan masyarakat
siompu yang diparkir di pantai dongkala.
Sala satu sengketa wilayah perbatasan antar daerah yang menarik untuk
diteliti adalah konflik sosial daerah tapal batas kabupaten buton selatan kecamtan
siompu barat dan kecamatan siompu. Karena permasalahan ini diakibatkan karena
hilangnya penanda tapal batas daerah yang sudah di sepekati orang tua dulu.
konflik yang muncul saat ini adalah perbedaan pandangan mengenai tapal
batas antar Kecamatan Siompu dan Kecamatan Siompu Barat hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan pendangan mengenai tapal batas sehinga kedua
masyarakat saling mengklaim wilayah yang ada di perbatasan. Faktor konflik ini
disebakan hilangnya penanda tapal batas yang ada di perbatasan hingga saat ini
muncul dua versi pandangan tentang tapal batas dengan hal ini masyarakat dari
dua kecamatan saling mengklaim wilayah yang ada di perbatasan antara
Kecamtan siompu dan Kecamatan Siompu Barat.
17
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang. Bagiamana Konflik Sosial Daerah Tapal Batas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, Maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan konflik Sosial daerah tapal batas
Kecamatan Siompu dan Siompu Barat?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan konflik sosial daerah
tapal batas.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Kegunaan Penelitian ini yaitu:
1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu sosiologi pada khususnya, serta bagi yang berminat untuk
meneliti lebih lanjut mengenai konflik sosial daerah tapal batas.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang konflik tapal batas
sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat pada penelitian yang
sama dengan penelitian ini. Di harapkan dapat menjadi bahan informasi dan
pertimbangan bagi pemerintah atau pihak-piahak terkait dalam menentukan
kebijakan dalam menentukan yang akan datang.
18
a. Das Sein dan Das Solen
Persoalan tapal batas yang bergulir beberapa waktu lalu, belakangan ini
menjadi masalah serius ditengah-tengah masyarakat tanpa penyeselesain yang
jelas saking carut marutnya masalah serius di tengah-tengah masyarakat hampr
terjadi kontak fisik antara masyarakat siompu dan masyarakat siompu barat,
pertikaian ini memicu kedua masyarakat saling menyerang sehinga masyrakat
siompu melakukan penutupan jalan poros yang ada di perbatasan kecamatan
siompu dan kecamatan siompu barat. Begitupun juga sebaliknya dengan
masyarakat siompu barat mengadakan pengusuran perahu nelayan masyarakat
siompu yang diparkir di pantai dongkala. Hal inipun berbuntut hampir saling
menyeranng kedua belah pihak masayarakat untung sebelum proses terjadinya
penyerangan kedua bela pihak masyarakat siompu dan siompu barat aparat
keamanan dengan cepat turun lapangan di perbatasan dalam mengamankan situasi
agar tidak terjadi hal-hal yang seharusnya tidak perlu terjadi dikedua Kecamatan
ini.
Harapan peneliti dengan konflik yang terjadi ditengah-tengah masyarakat
siompu dan siompu barat saat ini agar kiranya pemerintah daerah di wilayah
setempat cepat turun tangan untuk mendiskusikan dan menyelesaikan konflik
tersebut. Jika masalah ini di biarkan begitu sajah tanpa adanya penangaganan dari
pihak pemerintah dan tokoh adat, masalah ini akan berdampak kepada anak cucu
yang akan datang.
Pemerintah Kecamatan siompu dan siompu barat lebih meningkatkan lagi
pembinan dan pengawasan terhadap masyarakat yang masuk dalam wilayah
19
pengawasan agar ketika terjadi masalah langsung di tangani oleh pemerintah
setempat.
Pemerintah sebaiknya memperhatikan wilayah yang ada masuk dalam
wilayah Kecamatan Siompu Atau Kecamatan Siompu Barat, Jika wilayah akan di
miliki berada dalam wilayah perbatasan harus ada persetujuan kedua bela pihak
dari kedua pemerintah Siompu dan Siompu Barat baik itu tokoh adat.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Konflik Sosial
Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang
berarti memukul. Menurut Antonius, dkk konflik adalah suatu tindakan salah satu
pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau menggangu pihak lain.
Dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan
antar pribadi (Antonius,dkk:i75). Sedangkan hunt dan mecalf membagi konflik
menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik interpersonal) dan
interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik
yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang di
pegang individu bertentangan dengani nilai budaya masyarakat, atau keinginanya
tidak sesui dengan kemampuan. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang
jika tidak mampu di atasi dengan baik dapat mengganggu bagi kesehatan mental
(mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal
ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap
lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah,
masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan
kelompok, baik dalam sebuah kelompok (intragroup conlict) maupun antar
kelompok (intergroup conlict).
21
Berdasarkan urain di atas,maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah
adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (misalnya intern) maupun
dengan orang lain (misalnya ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat
berupa perselisisahan, adanya ketegangan, atau munculnya kesulitan-kesulitan
lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi
antar kedua belah pihak, sampai kepada pihak pihak yang terlibat memandang
satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhuan dan
tujuan masing-masing.
Fisher membedakan antara devinisi konflik dan kekersan sebagai berikut:
Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih ( individu atau
kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki sasaran yang tidak
sejalan. Sedangkan kekerasan meliputi tindakan, perkatann, sikap, berbagai
struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial
atau lingkungan dan menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara
penuh.(Fisher,2001:4)
Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Berbagai perbedan
pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan , dan sering
menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau atau semua pihak
yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna, apalagi karena memang
merupakan bagian dari keberadaan kita. Semua bentuk hubungan manusia seperti
hubungan sosial, ekonomi, dan pertumbuhan, perubahn dan konflik. Konflik
timbul karena ketidak seimbangan antara hubungan-hubungan tersebut.Lalu,
Robert Lawang membagi dua pengertian, yakni pengertian konflik dan konflik
22
sosial. Menurutnya, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
kekuasaan, di mana tujuannya tidak hanya memperoleh keuntungan melainkan
juga untuk menundukkan saingannya. Sedangkan, konflik sosial merupakan
proses sosial antar perseorangan atau kelompok di dalam suatu masyarakat yang
diakibatkan adanya perbedaan paham dan kepentingan mendasar sehingga
menimbulkan jurang pemisah yang kemudian menghambat interaksi sosial antara
pihak yang bertikai.
Dalam menganalisis konflik masyarakat, yang pertama dilakukan adalah
mengidentifikasi berbagai peran otoritas di dalam masyarakat. Dahrendorf
mengkombinasikan pendekatan fungsional (tentang struktur dan fungsi
masyarakat) dengan pendekatan konflik dalam menganalisis antar kelas sosial
masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, Zetlin menyarankan dalam menganalisis
masyarakat harus membedakan dua metateori dalam masyarakat yaitu system
sosial terintegrasi secara fungsional (teori fungsional), dan metateori kedua adalah
struktur sosial dijalankan melalui tekanan dan paksaan (teori konflik).
Teori sosial Dahrendorf pada kelompok berfokus kepentingan konflik
yang berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi di samping
tentu saja berusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu
sendiri, mulai dari proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya dengan
kekerasan. Jadi bedanya dengan fungsionalisme jelas, bahwa ia tidak memandang
masyarakat sebagai sebuah hal yang tetap/statis, namun senantiasa berubah oleh
terjadinya konflik dalam masyarakat. Dalam menelaah konflik antara kelas bawah
dan kelas atas.
23
Teori konflik menurut Max Weber baginya konflik merupakan unsur
dasar kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat tentunya memiliki
pertentangan-pertentangan dan pertentangan tersebut tidak bisa dilenyapkan dari
kehidupan masyarakat. Max Weber juga menyatakan bahwa masalah kehidupan
modern dapat dirujuk ke sumber materialnya yang riil (misalnya struktur
kapitalisme). Bagi Max Weber konflik sebagai suatu sistem otoritas atau sistem
kekuasaan, dimana kekuasaan cenderung menaruh kepercayaan kepada kekuatan.
Orang yang kuat itulah yang akan berkuasa. Sedangkan otoritas adalah kekuasaan
yang dilegitimasikan artinya kekuasaan yang dibenarkan. Tindakan manusia itu di
dorong oleh kepentingan-kepentingan bukan saja kepentingan materiil melainkan
juga oleh kepentingan-kepentingan ideal. Oleh karena itu, antara konflik dan
integrasi akan terjadi di dalam masyarakat.
Menurut Coser, Konflik bisa diartikan sebagai proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.
Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas
kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial
sekelilingnya.Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi
suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Dalam
ruang lingkup kecil, karena konflik maka kelompok-kelompok baru dapat lahir
dan mengembangkan identitas strukturalnya.
Usaha perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, hal tersebut
telah memperkuat identitas kelompok, yang kemudian membentuk memutuskan
24
untuk segera membentuk sebuah negara untuk mendapatkan pengakuan dari
negara dan bangsa lain.
Misalnya geng motor. Dalam geng motor ini mereka membangun identitas
diri, peraturan, tata nilai dan perilaku, antribut serta kultur yang menggambarkan
jati diri mereka. Seiring para geng motor ini berkonflik dengan komunitas lain
justru akan menambah kesolitan dari para anggota geng motor tersebut, para geng
motor ini secara tidak langsung menerapkan apa yang dimaksud Coser tentang
penguatan identitas saat terjadi konflik.
a. Faktor penyebab Konflik
Secara umum, faktor - faktor penyebab konflik terdiri dari beberapa faktor,
yakni:
a. Adanya perbedaan perasaan dan pendirian antar individu. adanya
perbedaan kebudayaan,terutama perbedaan adat istiadat.
b. Adanya perbedaan kepentingan.
c. Adanya perubahan sosial yang mengubah nilai-nilai pada masyarakat.
d. Adanya rasa benci dan dendam.
e. Adanya paksaan dari yang kuat kepada yang lemah. Dan,
f. Meletusnya revolusi politik pada perebutan kekuasaan.
b. Dampak konflik sosial
Ada beberapa akibat yang dapat di timbulkan oleh adanya pertentangan
konflik antara lain yakni:
1. Tambahnya rasa solidaritas dalam kelompok.
25
2. Berubahnya sikap atau kepribadian baik yang mengarah kepada hal-hal
yang bersifat negatif maupun positif.
3. Terjadinya perubahan sosial yang mengancam keutuhan kelompok.
4. Jatuhnya korban manusia, rusak dan hilangnya harta benda jika terjadi
benturan fisik.
5. Munculnya dominasi kelompok yang menang terhadap kelompok yang
kalah.
6. Terjadi akomodasi, munculnya kompromi (para pihak punya kekuatan
yang seimbang).
7. Goyah atau retaknya persatuan kelompok.
8. Rusaknya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
c. Jenis – jenis konflik
Jenis – jenis konflik menurut Mastenbreok(2016) di bagi 4 bagian yakni
antara lain
1. Instrumental Conflicts
Konflik ini terjadi oleh karena ketidaksepahaman antarkomponen
dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2. Socio-emotional Conflicts
Konflik ini berkaitan dengan masalah identitas, kandungan emosi,
citra diri, prasangka, kepercayaan, keterikatan, identifikasi terhadap
kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan
reaksi individu dengan yang lainnya.
3. Negotiating Conflicts
26
Konflik negosiasi adalah ketegangan-ketegangan yang dirasakan
pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan
individu atau kelompok dengan kelompok.
4. Power and Dependency Conflicts
Konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan
dalam organisasi. Contoh : pengamanan dan penguatan kedudukan
yang strategis.
d. Cara penyelesain konflik
Menurut D. Hendropuspito OC (1989 : 250-251), cara penyelesaian
konflik yakni :
1. Konsolidasi berasal dari kata Latin concilioto atau perdamaian, yaitu
suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna
mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini
pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga
yang bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan yang
dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk
menghentikan sengketanya.
2. Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara untuk
menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara
(mediator). Seorang mediator tidak berwenang untuk memberikan
keputusan yang mengikat (hanya bersifat konsultatif). Pihak-pihak
yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk
menghentikan perselisihan.
27
3. Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan,
dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan yang
mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang
hakim harus ditaati.
4. Paksaan (Coercion). Paksaan ialah suatu cara menyelesaikan
pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Pihak
yang bisa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang
merasa yakin menang dan bahkan sanggup menghancurkan pihak
musuh.
5. Détente. Detente berasal dari kata Perancis yang berarti
mengendorkan, yang berarti mengurangi hubungan tegang antara dua
pihak yang bertikai guna persiapan untuk mengadakan pendekatan
dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai
perdamaian.
2. Derah Otonomi
Dalam kamus besar indonesia (KBBI) otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian secara
umum otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara
harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa
Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan
28
namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan
guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutanglobalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi
yang ada di daerah masing-masing. daerah, dalam konteks pembagian
administratif di Indonesia, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat
Daerah terdiri atas Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Sedangkan kecamatan,
desa, dan kelurahan tidaklah dianggap sebagai suatu Daerah (daerah otonom).
Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah (gubernur/bupati/wali kota), dan memiliki
Pemerintahan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, terdapat 3 jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
dasar bagi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, yaitu asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
29
1. Desentralisasi
Desentralisasi Adalah pemberian wewenang oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri
berdasarkan asas otonom.
2. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau
kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan
pemerintahan umum.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah provinsi.
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan nasional.
4. Pemerataan wilayah daerah.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
30
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
a. Hakikat otonomi daerah
Berdasarkan pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat
disimpulkan bahwa hakikat otonomi daerah ialah sebagai berikut:
1. Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
pemerintahan sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk
pelayanan masyarakat yang sesuai kebutuhan daerah masing-
masing.
2. Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, baik kewenangan mengatur maupun mengurus
rumah tangga pemerintahan sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
b. Maksud dan tujuan otonomi daerah
Maksud dan tujuan otonomi daerah ialah dapat di bagi beberapa bagian
antara lain:
1. Supaya tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintahan
pada tingkat pusat sehingga jalannya pemerintahan dan
pembangunan berjalan lancar.
2. Supaya pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat,
tetapi daerah pun dapat diberi hak untuk mengurus sendiri
kebutuhannya.
31
3. Supaya kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik
dengan memperhatikan sifat dan keadaan daerah yang mempunyai
kekhususan sendiri.
c. Asas otonomi daerah
Pedoman pemerintahan diatur dalam pasal 20 UU No. 32 Tahun
2004, penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum
penyelenggaraan negara yang terdiri atas sebagai berikut:(Pasal 20 UU No.
32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah)
1. Asas kepastian hukum ialah asas yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggara ialah asas menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
negara.
3. Asas kepentingan umum ialah asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan
selektif.
4. Asas keterbukaan ialah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informas yang benar, jujur dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia negara.
32
5. Asas proporsinalitas ialah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
6. Asas profesionalitas ialah asas yang mengutamakan keadilan yang
berlandasan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas ialah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Asas efisiensi dan efektifitas ialah asas yang menjamin
terselenggaranya kepada masyarakat dengan menggunakan sumber
daya tersedia secara optimal dan bertanggung jawab “efisiensi =
ketepatgunaan, kedayagunaan, efektivitas = berhasil guna”.
Adapun penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas
antara lain sebagai berikut:
9. Asas desentralisasi ialah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI.
10. Asas dekosentrasi ialah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat
pusat daerah.
11. Asas tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintahan kepada
daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas
33
tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan.
3. Daerah Tapal Batas
Daerah dalam artian kamus besar bahasa indonesia (KBBI) merupakan
bagian permukaan bumi dalam kaitanya dengan keadaan alam. Secara umum,
devinisi daerah menurut Nia k. Pontoh dalam bukunya pengantar perencanaan
perkotaan (2008), adalah suatu wilayah teritorial dengan pengertian, batasan, dan
perwatakanya didasarkan pada wewenang administratif pemerintah yang di
tentukan oleh peraturan perundang-undangan tertentu. Devinisi lain dari daerah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
padanya dengan batas dan sistemnya di tentukan berdasarkan aspek administrasi.
4. Batas Wilayah
Oleh John Bernando Seran mengemukakan bahwa perbatasaan wilayah
yakni mempertahankan kedaulatan (souvereignity) dan hak-hak berdaulat
(souvereign Rights) antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang
berkaitan dengan hubungan international, negara perlu menetapkan perbatasan
wilayah baik dimensi perbatasan darat maupun perbatasan laut dan udara.
Penetapan perbatasan wilayah (Border Zone) tersebut dapat dilakukan sesuai
ketentuan hukum international agar dapat memberikan kepastian hukum,
kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mendiami wilayah
perbatasan dimaksud.
34
Menurut ahli hukum international Green NA Maryan, Shaw Malcolm, JG
Starke dan Burhan Tsani, perbatasan wilayah adalah batas terluar wilayah suatu
negara berupa suatu garis imajiner yang memisahkan wilayah suatu negara
dengan wilayah negara lain di darat, laut maupun udara yang dapat dikualifikasi
dalam terminologi "Border Zone" (zona perbatasan) maupun Customs Free Zone
(zona bebas kepabeanan).
Sodjuangan situmorong (2006: 89) mengemukakan bahwa adanya
persoalan batas wilayah administrasi diera otonomi daerah. Hal tersebut
mencerminkan sebuah gambaran persoalan batasan daerah yang faktual yang
dirasakan daerah-daerah di indonesia semenjak era otonomi daerah.
Kawasan perbatasan dalam dua pembahasan di atas dapat diatur secara
limitatif dalam berbagai perjanjian international yang bersifat "Treaty Contract"
untuk menyelesaikan permasalahan di perbatasan secara insidentil maupun yang
bersifat "law making treaty" untuk pengaturan masalah perbatasan secara
permanen berkelanjutan.
Pengelolaan perbatasan wilayah oleh badan-badan khusus yang ditentukan
negara secara internal dimaksudkan agar administrasi pemerintahan dapat
dilakukan dengan baik dan penerapan hukum nasional secara berkeadilan. Secara
eksternal penetapan dan pengelolaan perbatasan antar negara dimaksudkan
keseimbangan hak dan kewajiban suatu negara dalam konteks hubungan
international yang harmonis, damai dan seimbang agar dapat menjamin penerapan
hukum international secara holistik untuk mewujudkan hak dan kewajiban suatu
35
negara dalam konteks hubungan international yang harmonis, damai dan
seimbang.
Era otonomi yang menunjukan pada sesuatu era yang dimulai sejak
berlakunya undang undang nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemeritntah Daerah
Hal itu dimulai dengan pelaksanaan asas desantaralisasi yang dilaksanakan
dengan pemberian otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada derah.
Prinsip tersebut sangat berbeda dengan pelaksanaan asas desentralisasi
sebelumnya dengan otonomi yang nyata dan bertangung jawab saja.
Kehendak untuk mewujudakan otonomi daerah dilandasi oleh keprihatian
bangsa semasa Orde Baru (Orba) karena adanya sentralisme kewenangan dan
keuangan yang telah mengakibatkan ketimpangan anggaran pembangunan antara
pusat ( wilayah ibukota jakarta) dan daerah (wilayah lain). Oleh karena itu
otonomi yang hendak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 dan Undang-Undang nomor 23 Tahun 214 adalah otonomi daerah yang
seluas luasnya, nyata dan bertangung jawab. Namun pada kenyataan arti penting
dan strategis dari batas daerah belum diimbangi dengan kejelasan batas antar
daerah sehinga akhirnya menimbulkan permasalahan-permasalahan yang dapat
mengakibatkan konflik antar daerah. Pada hakekatnya, konflik konflik tercipta
dari kompetisi memperebutkan akses terhadap otoritas (kekuasan) dan dari aktor-
aktor berkepentingan. Pernyataan ini selaras dengan sebuah kesimpulan yang
mengatakan bahwa daerah akan merasa terancam kepentingan politik dan
ekonomi bila gagal mempertahankan sumber-sumber yang bisa meningkatkan
36
pendapatan daerah. Celakanya, perasaan ini pula yang yang menyebabkan daerah
renta disulut konflik atau kesalapahaman terhadap daerah lain.
Munculnya konflik atau benturan kepentingan antar daerah pada dasarnya
merupakan refleksi dari kesalapahaman, keagamaan, dan egoisme daerah dalam
melaksankan otonomi. Otonomi sering dipresepsikan lebih dari sekedar dapat
mengatur rumah tangganya sendiri, namun hingga tidak mau dicampuri oleh pihak
lain walaupun dalam konteks kordinasi dan singkronisasi.
Pruit dan Rubin (2008: 48) menjelaskan bahwa konflik terjadi ketika tidak
terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak dan
lebih jauh masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka
berhak memiliki obyek tersebut. Mengacu pada penjelasan Pruit dan Rubin
(2008: 45) dapat di bahasakan ada obyek bernilai yang di anggap berhak dimiliki
oleh masing – masing pihak. Rumah obyek bernilai membantu untuk
mengidentifikasi bagian wilayah yang di sengketakan sebagai obyek bernilai.
B. Kajian Teori ( Sebagai Landasan Teori)
1. Teori Konflik
Marx berpendapat, bahwa bentuk-bentuk konflik terstruktur antara
berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui terbentuknya
hubungan-hubungan pribadi dalam produksi sampai pada titik tertentu dalam
evolusi kehidupan sosial manusia.hubungan pribadi dalam produksi mulai
menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan produksi. Dengan demikian,
masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang memiliki dan mereka
yang tidak memiliki kekuatan produksi dapat menyubordinasikan kelas sosial
37
yang lain dan memaksa kelompok tersebut untuk bekerja memenuhi kepentingan
mereka sendiri. Dapat dipastikan hubungan yang terjadi adalah eksploitasi
ekonomi. Secara alamiah yang tereksploitasi akan marah dan memberontak untuk
menghapuskan hak-hak istimewa mereka.untuk mengantisipasi kondisi ini, kelas
dominan akan membentuk aparat politik yang kuat, nrgara yang mampu menekan
pemberontakan dengan kekuatan. Akibatnya timbulah konflik Marx menyebut
dengan konflik “pertentangan kelas.
Dalam teori Karl Marx terdapat beberapa fakta sebagai berikut.
a. Adanya struktur kelas dalam masyarakat.
b. Adanya kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara orang-
orang yang berada dalam kelas yang berbeda.
c. Adanya pengaruh yang besar dilihat dari kelas ekonomi terhadap gaya
hidup seseorang.
d. Adanya berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan
pengaruh struktur sosial.
Karl Marx menguraikan tentang adanya kelas objektif. Kelas ini dapat
dibagi atas kepentingan manifes dan kepentingan laten. Oleh karena itu, setiap
sistem sosial harus dikoordinasi dan mengandung kepentingan laten yang sama.
Kelompok tersebut biasa dikenal dengan istilah kelompok semu. Dalam Kamus
Sosiologi, kelompok semu adalah kelompok yang terdiri atas orang-orang yang
sifatnya sementara, tanpa struktur, ikatan, kesadaran, dan aturan. Kelompok semu
ini terdiri atas kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
2. Teori interaksionisme simbolik
38
Teori interaksionisme simbolik dikembangkan oleh kelompok The
Chicago School dengan tokoh-tokohnya seperti Goerge H.Mead dan Herbert
Blummer.
Menurut H. Blumer teori ini berpijak pada premis, yaitu:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada
sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan
orang lain.
3. Makna tersebut disempurnakan melalui proses penafsiran pada saat proses
interaksi sosial berlangsung. Sesuatu alih-alih disebut objek ini tidak
mempunyai makna yang intriksik.
Bagi H. Blumer, sesuatu itu biasa diistilahkan realitas sosial bisa berupa
fenomena alam, fenomena artifisial, tindakan seseorang baik verbal maupun
nonverbal, dan apa saja yang patut dimaknakan. Sebagai realitas sosial, hubungan
sesuatu dan makna ini tidak inheren, tetapi volunteristrik. Sebab, kata Blumer
sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih dahulu aktor melakukan
serangkaian kegiatan olah mental: memilih, memeriksa, mengelompokkan,
membandingkan, memprediksi, dan mentransformasi makna dalam kaitannya
dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya. Dengan demikian, pemberian makna
ini tidak didasarkan pada makna normatif, yang telah dibakukan sebelumnya,
tetapi hasil dari proses olah mental yang terus-menerus disempurnakan seiring
dengan fungsi instrumentalnya, yaitu sebagai pengarahan dan pembentukan
tindakan dan sikap aktor atas sesuatu tersebut. Dari sini jelas bahwa tindakan
39
manusia tidak disebabkan oleh kekuatan luar (sebagaimana yang dimaksudkan
kaum fungsionalis struktural), tidak pula disebabkan oleh kekuatan dalam
(sebagaimana yang dimaksud oleh kaum reduksionis psikologis) tetapi didasarkan
pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer
disebut self-indication.
C. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh M. Arafat Hermana (2017) Mengenai
masalah sengketa batas antara Kabupaten Lebong dan Kabupaten
Bengkulu Utara, yang disebabkan oleh Undang-Undang Pembentukan
daerah masing-masing dan perpanjangan wilayah Kabupaten Lebong yang
mengakibatkan pengembangan wilayah oleh Kabupaten Lebong terhadap
beberapa daerah di Kabupaten Bengkulu Utara.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif,
karena materi yang dibahas memprioritaskan peninjauan dalam hal
legislasi terkait Penyelesaian Sengketa Batas antara Kabupaten Lebong
dan Kabupaten Bengkulu Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Alternatif penyelesaian
sengketa batas antara Kabupaten Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu penyelesaian hukum
dan penyelesaian non-hukum. Kata kunci: sengketa, larangan, alternatif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Destry Yani Rizki (2016)
tentangManajemen Konflik Tapal Batas antara Kabupaten Kampar
40
Pekanbaru (Studi Kasus Kecamatan Bukitraya Pekanbaru) merupakan
upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak terkait dalam hal ini
warga RW 15, RW 16, dan RW 18 Kelurahan Simpang Tiga kecamatan
Bukitraya untuk mendapatkan solusi dari kejelasan status mereka secara
administrasi kependudukan. Upaya pengelolaan konflik ini sudah
dilakukan semenjak Desember 2015 hingga kini dan belum juga mendapat
solusi. Menurut teori Wirawan, manajemen konflik terdiri dari pihak
ketiga (pihak yang terlibat konflik), strategi konflik, mengendalikan
konflik dan resolusi konflik.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa manajemen konflik tapal batas
Kampar Pekanbaru (Studi Kasus Kecamatan Bukitraya Pekanbaru) belum
berjalan maksimal karena selama ini usaha penyelesaian hanya dilakukan
oleh pihak warga RW 15, RW 16, dan RW 18 sebagai pihak yang merasa
dirugikan. Adapun faktor yang mempengaruhi manajemen konflik tapal
batas Kampar Pekanbaru (Studi Kasus Kecamatan Bukitraya Pekanbaru)
adalah tidak adanya komitmen Pemerintah Kota Pekanbaru dalam
menegakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2015
tentang batas Daerah Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru Provinsi
Riau dan tidak adanya selama ini pengawasan dalam penyelesaian konflik
ini.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Solichin (2017) mengenai
Salah satu sengketa perbatasan wilayah antar daerah yang menarik untuk
diteliti adalah konflik tapal batas antara Kabupaten Mesuji dan Kabupaten
41
Tulang Bawang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif. Analisis data pada penelitian yang bersifat
kualitatif berlandasan pada penggunaan keterangan secara lengkap dan
mendalam dalam menginter prestasikan data tentang variabel, bersifat non-
kuantitatif dan dimaksudkan untuk melakukan eksplorasi mendalam dan
tidak meluas terhadap fenomena.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab konflik tapal batas
antara Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang adalah
perbedaan kepentingan atau tujuan, perbedaan individual, perbedaan nilai
dan keyakinan dan keterbatasan sumberdaya. Sengketa yang terjadi
menjadi tanggung jawab dari kedua daerah yang berselisih untuk dapat
menyelesaikannya. Konflik tapal batas antara Kabupaten Mesuji dan
Kabupaten Tulang Bawang meluas dan berkembang karena Kabupaten
Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang tidak mampu menyelesaikan
sengketa tapal batas yang ada sehingga pemerintah provinsi
menyelesaikan masalah tersebut pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelesaian konflik tapal batas adalah pihak pihak kepolisian Pemerintah
Kabupaten Mesuji dan Pihak Kabupaten Tulang Bawang yang
dimediasikan oleh pihak Provinsi Lampung.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Anung S. Hadi (2014) tentang evaluasi, tim
penegasan batas daerah di Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur.
Metode deskriptif kualitatif yang digunakan, melalui teknik wawancara
mendalam dengan memakai pendekatan kualitatif sebagai konsentrasi
42
utama pada penelitian ini. Lokasi penelitian secara kasus akan melihat di
Provinsi Lampung dan Kalimantan Timur. Provinsi Lampung dipilih
karena merupakan salah satu provinsidi Indonesia yang rawan konflik
batas daerah, sedangkan Kalimantan Timur dipilih karena provinsi inikaya
sumber daya alam (SDA).
Hasil Penelitian menunjukan di kedua provinsi ini antara lain: adanya
keterbatasan sumber daya manusia yang profesional (tenaga ahli segmen
batas), kurangnya koordinasiantara pemerintah-pemerintah daerah yang
berbatasan, sarana dan prasarana yang belum menjangkausampai ke
daerah pelosok, serta kurangnya dukungan pimpinan di dalam program
kerja Penegasan Batas Daerah, yang dianggap belum menjadi hal yang
prioritas.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Mahmuzar (2017) tentang Sengketa Tapal
Batas Antar Daerah Otonom di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Riau)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa
tapal batas wilayah antar daerah otonom di Indonesia, khususnya di
Provinsi Riau dan tata cara penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum sosiologis yakni meneliti hukum yang hidup dalam
masyarakat. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan
sekunder, diperoleh melalui survey lapangan, studi pustaka dan
wawancara dengan informan kunci.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sengketa tapal batas wilayah
antar daerah otonom di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau disebabkan
43
karena; penanda tapal batas wilayah sangat berjauhan, adanya penitipan
administrasi pemerintahan dan kependudukan, kepentingan pemilik modal
dan, kepentingan politik.
D. Kerangka Konsep
Kerangka dasar teori merupakan uraian dengan beberapa konsep atau teori
yang di butuhkan dan relevan dengan penelitian sebagai kejelasan titik tolak suatu
landasan berfikir dalam memecahkan masalah, memuat pokok-pokok pikiran yang
menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian disorot. Menurut
Koentjaraningrat, teori sebagai serangkai asumsi konsep, definisi proposi dengan
cara merumuskan hubungan antar konsep.Kerlingger juga mengatakan bahwa
teori adalah seperangkat konstruk atau bisa di katakan konsep, definisi dan
proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematis, melalui
spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena.
44
Gambar skema krangka konsep
Konflik Sosial Daerah
Tapal Batas
Kecamatan Siompu dan
Kecamatan Siompu Barat
Kabupaten Buton Selatan
Faktor-faktor apa yang
menyebabkan Konflik Sosial
Daerah Tapal Batas
Temusn dan
Hasil
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif yang bermaksud untuk mendapatkan gambaran nyata, dan penjelasan
deskriptif, secara sistematis dan faktual di lapangan mengenai fenomena sosial,
konflik sosial daerah tapal batas (Study Kasus di kabupaten buton selatan).
Penelitian kualitatif menurut pandangan dari moleong, lexy. j (2007) adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang di
pahami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, presepsi, motivasi, tindakan, dll.
Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh gambaran seutuhnya
mengenai suatu hal menurut pandaggan manusia yang di teliti. Kualitatif
berhubungan dengan ide presepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang di teliti
dan kesemuanya yang tidak dapat di ukur dengan angka.
Penelitian kasus (case study) atau penelitian lapangan (field study)
dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keaadan
dan posisi saat ini, serta intraksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa
adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi, atau
masyrakat. Penelitian kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial
46
tertentu,yang hasil yang hasil penelitian itu memberi gambaran luas dan
mendalam mengenai unit sosial tertentu, Subjek yang di teliti relatif terbatas,
tetapi variabel – variabel dan focus yang di teliti sangat luas dimensinya (Danim,
2002:54)
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siompu Barat dan
Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2019 di Kabupaten
Buton Selatan
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian terdiri dari hal-hal yang berkaitan dengan hal inti yang
akan diteliti. Dalam hal ini, fokus penelitian pada penelitian ini adalah konflik
sosial daerah tapal batas di Buton Selatan
D. Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi informan utama adalah peneliti.
Selanjutnya perlu dikemukakan siapa yang menjadi informan atau partisipan atau
narasumber sebagai sumber datanya. Emori (2012), Informan penelitian adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi di
lokasi. Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
hasil penelitiannya. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan
berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
47
1. Kreteria Informan
Jumlah informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Informan inti,
informan utama dan informan tambahan dalam penelitian ini dipilih dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik dimana peneliti memilih
sampel dari populasi sesuai dengan kriteria yang telah dibuat peneliti. Kriteria
informan yang akan dipilih peneliti yaitu:
1) Informan dari pihak Pemerintah Kabupaten Buton Selatan
2) Tokoh-tokoh masyarakat, seperti tokoh adat dan perangkat Staf
Daerah.
3) Informan yang bersedia menjadi informan, serta mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik.
E. Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, data
kualitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam buntuk
angka.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah subyek darimana
data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data
sebagaimana yang dijelaskan Burhan Bugin (2013: 129) yaitu:
1. Data Primer.
Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung pada obyek.Untuk
melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam
dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disipkan sebagai alat
pengumpulan data.
48
2. Data Sekunder.
Data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang relevan dan data yang
tidak secara langsung diperoleh dari responden, tetapi diperoleh dengan
menggunakan dokumen yang erat hubungannya dengan pembahasan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan
data, (Burhan Bungin, 2013: 71).Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen
utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.Sebagai instrumen utama dalam
penelitian ini, maka peneliti mulai tahap awal penelitian sampai hasil penelitian
ini seluruhnya dilakukan oleh peneliti. Selain itu untuk mendukung tercapainya
hasil penelitian maka peneliti menggunakan alat bantu berupa lembar observasi,
panduan wawancara.
1. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh peneliti pada saat
melakukan pengamatan langsung di lapangan.
2. Panduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang sudah
disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan
peneliti yang akan dijawab melalui proses wawancara.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara, diantaranya:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah proses pengambilan data dalam
penelitian ini dimana penelitian atau pengamatan melihat situasi penelitian.
49
Teknik ini digunakan untuk mengamati dari dekat dalam upaya mencari dan
menggali data melalui pengamatan secara langsung dan mendalam terhadap obyek
yang diteliti. Menurut James dan Dean (dalam Paizaluddin dan Ermalinda, 2013:
113), observasi adalah mengamati (watching) dan mendengar (listening) perilaku
seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian
serta mencatat penemuan yang menghasilkan atau memenuhi sarat untuk
digunakan kedalam tingkat penafsiran analisis. Terdapat dua jenis observasi,
yaitu:
a. Observasi Partisipan, yaitu kegiatan observasi dimana orang yang
mengobservasi turut berperan sebagai orang yang diobservasi.
b. Observasi Non Partisipan, yaitu kegiatan observasi dimana observer tidak
berperan sebagai observec tetapi hanya sebagai observer semata.
Adapun teknik observasi yang digunakan dalam peneliti ini adalah
observasi non partisipan, dalam observasi non partisipan peneliti tidak terlibat dan
hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan
selanjutnya dapat membuat kesimpulan yang berkaitan dengan Konflik Sosial
Daerah Tapal Batas di Buton Selatan.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila
ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlahnya
sedikit. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi arus informasi dalam
50
wawancara dilakukan dengan dua cara yakni secara terstruktur, dan tidak
terstruktur.
a. Wawancara terstruktur adalah peneliti dapat mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh, dan berapa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
b. Wawancara tidak terstruktur atau bebas adalah peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap, tetapi hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
akan ditanyakan.
Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur. Pengumpulan data dengan teknik ini bertujuan untuk
memperoleh informasi dan keterangan, baik itu dari subjek maupun informasi
yaitu Pemerintah Daerah, dan masyarakat Lokal maupun Masyarakat Setempat
mengenai Konflik Sosial Daerah Tapal Batas di Buton Selatan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data yang berupa dokumen, baik dokumen tertulis maupun
hasil gambar. Menurut Lexy J. Moleong (dalam Paijaluddin dan Ermalinda, 2013:
135), dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Data yang
diperoleh dari dokumen ini biasa digunakan untuk melengkapi bahkan
memperkuat data dari hasil wawancara.
51
4. Partisipatif
Metode ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung tentang
kondisi di lapangan, baik yang berupa keadaan fisik maupun perilaku yang terjadi
selama berlangsungnya penelitian. Dalam pengertian sempit observasi berarti
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.
Menurut Darmiyati Zuchdi (1997: 7) pengamatan mempunyai maksud
bahwa pengumpulan data yang melibatkan interaksi sosial antara peneliti dengan
subyek penelitian maupun informan dalam suatu setting selama pengumpulan data
harus dilakukan secara sistematis tanpa menampakkan diri sebagai peneliti.
Dengan cara seperti ini antara peneliti dan yang diteliti berinteraksi secara timbal
balik.
H. Teknik Analisis Data
Bogdam (dalam Sugiyono, 2016: 244), analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam
kategori, penjabaran dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Teknik analisis data yang dipakai peneliti adalah anlisis data berlangsung
atau mengalir (flow model analysis). Ada beberapa langkah-langkah yang
dilakukan pada teknik anlisis data tersebut yaitu:
52
1. Tahap Reduksi Data
Merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan
carasedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasikan. Obyek yang akan diredukasi dalam hal ini adalah data yang
diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi terkait hal tentang
Konflik Sosial Daerah Tapal Batas di Buton Selatan.
2. Tahap Penyajian Data
Tahap kedua dari prosedur analisis data adalah penyajian data yang
merupakan sekumpulan informasi yang menyatakan adanya kemungkinan
penarikan kesimpulan bahkan sampai pada pengambilan tindakan. Data yang
disajikan pada tahapan ini adalah data yang diperoleh melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi tentang Konflik Sosial Daerah Tapal Batas di Buton
Selatan.
3. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik kesimpulan. Menarik
kesimpulan dilakukan setelah dilakukannya reduksi data dan penyajian data.
Penarikan kesimpulan adalah membuat kesimpulan berdasarkan data-data yang
diperoleh dan telah dilakukan reduksi serta penyajian dari data hasil penelitian
tentang Konflik Sosial Daerah Tapal Batas di Buton Selatan.
I. Teknik Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2016: 267), uji keabsahan data dalam penelitian
ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kreteria
53
utama terhadap data hasil penelitian adalah, valid, reliable dan obyektif.Data dapat
dikatakan valid apabila data tidak mengalami perbedaan antara data yang
dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
penelitian.
Untuk melakukan pengujian terhadap keabsahan data dapat dilakukan
dengan cara uji krebilitas. Menurut Sugiyono (2016: 270), dalam melakukan uji
kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara
lain dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjang pengamatan yaitu peneliti kembali kelapangan melakukan
pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui
maupun baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti
dengan narasumber akan semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin
terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji
kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap
data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah di cek
kembali kelapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila dicek kembali
ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka perpanjangan pengamatan
dapat diakhiri.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
54
uraian peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
3. Trianggulasi
Trianggulasi dalam pemeriksaan keabsahan data diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat trianggulasi teknik, trianggulasi sumber,
dan trianggulasi waktu. Teknik keabsahan data dalam penelitian ini, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Trianggulasi Sumber. untuk menguji kredibiliras data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas tentang bagaimana
keberlanjutan perekonomian masyarakat maka pengumpulan dan
pengujian data yang telah diperoleh dilakukan kepada orang-orang
yang terlibat langsung dalam perekonomian masyarakat.
b. Trianggulasi Teknik, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Misalnya diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan
observasi atau dokumentasi.
c. Trianggulasi Waktu, untuk menguji kredibilitas data dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau
teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
55
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
1. Sejarah singkat Kabupaten Buton Selatan
Kabupaten Buton Selatan adalah Kabupaten Buton Selatan atau disingkat
Busel merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, hasil
pemekaran dari Kabupaten Buton pada pertengahan tahun 2014 menjelang akhir
kepengurusan DPR RI periode 2009-2014, Alasan pemekaran kabupaten ini salah
satunya karena akses yang menghambat pelayanan. Sejak pemekaran Kota
Baubau pada tahun 2001, ibu kota Kabupaten Buton dipindahkan ke Pasarwajo.
Akses menuju Pasarwajo bagi masyarakat Buton Selatan harus melalui Kota
Baubau terlebih dahulu karena belum ada akses langsung dari wilayah Buton
Selatan ke Pasarwajo. Terlebih beberapa daerah di Buton Selatan merupakan
pulau-pulau yang terpisah dari Pulau Buton, seperti Pulau Kadatua, Pulau
Siompu, dan Pulau Batu Atas, pulau paling selatan di Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Buton Selatan sebagian besar wilayahnya terletak di Pulau Buton yang
merupakan pulau terbesar di luar pulau induk Kepulauan Sulawesi, atau pulau ke-
130 terbesar di dunia. Buton Selatan telah eksis sejak zaman Kerajaan dan
Kesultanan Buton.
Dalam Undang-Undang Martabat Tujuh (sekitar tahun 1610), yakni
undang-undang Kesultanan Buton pada masa Sultan Buton ke-4, disebutkan
daerah-daerah Kesultanan Buton. Kesultanan Buton terdiri atas 72 kadie yang
diduduki oleh 30 menteri dan 40 bobato. Sedangkan sisanya menandakan kaum
yang memegang pemerintahan di pusat. Dari 70 bagian tersebut dibagi lagi
56
menjadi dua bagian besar yakni Pale Matanayo dan Pale Sukanayo. Di wilayah
Pale Matanayo, Menteri Baluwu mengepalai Rongi, Sempa-Sempa,
Tambunaloko, dan Kaindea (Distrik Sampolawa) dan Kaoengkeongkea (Distrik
Pasarwajo) dengan nama kesatuannya Lapandewa. Selanjutnya Menteri Ketapi di
Busoa (Distrik Batauga), Lakina Tobe-Tobe di Tobe-Tobe (Distrik Batauga), dan
Lakina Batauga di Batauga (Distrik Batauga). Di wilayah Pale Sukanayo, Menteri
Peropa di Wabula dan Wasuemba (Distrik Sampolawa), Warugana (Distrik
Batauga), dan Ballo (Kabaena). Kemudian Menteri Gama di Lipu, Kaufe, Kapea,
dan Banabungi (di pulau Kadatua) yang masuk pada Distrik Batauga dan Wakoko
Distrik Pasarwajo. Menteri Siompu di Biwina-pada, Molona, Kaimbulawa, dan
Lontoi (terdapat di Pulau Siompu) di Distrik Batauga. Selanjutnya Menteri
Lantongau di Katokobari (Distrik Mawasangka) dan Saumolewa (Distrik
Sampolawa), Lakina Bola di Lakulepa dan Rano (Distrik Batauga), Lakina
Sampolawa di Katilombu Uwe-bonto, dan Mambulu (Distrik Sampolawa), Lakina
Kambe-Kambero (Distrik Batauga), Lakina Labalawa (Distrik Batauga), Lakina
Lawele di Lawele (Distrik Batauga), dan Lakina Laompo di Laompo (Distrik
Batauga).
Kesultanan Buton saat ini lebih dikenal dengan nama Kabupaten Buton.
Kabupaten Buton adalah salah satu daerah Tingkat II Provinsi Sulawesi Tenggara
(sultra), dengan Ibu Kota Kabupaten terletak di Pasar Wajo. Awalnya Kabupaten
Buton dengan Ibukota Bau-Bau memiliki wilanyah pemerintahan adalah bekas
kerajaan Buton atau Kesultanan Buton yaitu meliputi sebagian wilayah pulau
57
Buton, sebagian wilayah pu lau Muna, sedikit bagian pulau Sulawesi serta pulau-
pulau yang ada di bagian selatan Pulau Buton.
B. Letak Geografi Kabupaten Buton Selatan
Kabupaten Buton Selatan merupakan kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Buton di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan pusat pemerintahan
terletak di Batauga sebagai ibukota kabupaten. Secara yuridis, Kabupaten Buton
Selatan sebagai daerah otonomi resmi berdiri berdasarkan undang-undang nomor
16 tahun 2014 tanggal 23 Juli 2014 Tentang pembentukan Kabupaten Buton
Selatan di propinsi Sulawesi Tenggara dan pelantikan Pejabat Bupati Buton
Selatan oleh Menteri dalam Negeri Tangga l9 Oktober 2014. Wilayah Kabupaten
Buton Selatan terletak di Kepulauan Buton, jazirah tenggara Pulau Sulawesi.
Secara geografis, terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari
Utara ke Selatan diantara 5o30’-6 o-25’ LS dan membentang dari Barat ke Timur
dantara 122,20o-122,46oBT. Secara administratif batas-batas Kabupaten Buton
Selatan dapat dirinci sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Betoambari, Kecamatan
Sorawolio Kota Baubau dan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores.
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wabula dan Kecamatan
Pasarwajo Kabupaten Buton dan Laut Flores.
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Flores.
4) Kabupaten Buton Selatan memiliki wilayah keseluruhan ±509,92 km2
dengan daratan seluas ±348,00 km2 atau 34.800 Ha.
58
5) Jumlah kecamatan sebanyak 7 kecamatan, 60 desa, dan 10 kelurahan
dengan rincian luas masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel
berikut.
6) Kondisi Geografis Kabupaten Buton Selatan, 2016
7) Letak Geografis Kebupaten Buton Selatan Menurut Kecamatan, 2016.
8) Jarak Dari Kecamatan, ke Ibu Kota Kebupaten Buton Selatan Menurut
Kecamatan, 2016.
9) Peta Administrasi Buton Selatan
59
Batas Wilayah Kabupaten Buton Selatan berbatasan dengan:
Utara Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton
Timur Kabupaten Buton dan Laut Flores
Selatan Laut Flores
Barat Laut Flores
1. Topografi dan Hidrologi
Kabupaten Buton memiliki sungai–sungai, yaitu: Sungai Sampolawa di
Kecamatan Sampolawa, Sungai Winto dan Tondo di Kecamata Pasar Wajo,
Sungai Malaoge, Tokulo dan Sungai Wolowa di Kecamatan Lasalimu.
Permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah ada juga yang bisa digunakan
untuk usaha yang sebagian besar berada pada ketinggian 100–500 m di atas
permukaan laut, kemiringan tanahnya mencapai 40º.
Dari sudut oceanagrafi memiliki perairan laut yang masih luas, yaitu diperkirakan
sekitar 21.054.69 km² setelah berpisah dengan Kabupaten Wakatobi dan
Kabupaten Bombana. Wilayah perairan tersebut sangat potensial untuk
pengembangan usaha perikanan dan pengembangan wisata bahari, karena
disamping hasil ikan dan hasil laut lainnya, juga memiliki panorama laut yang
sangat indah yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.
2. Keadaan Iklim
Keadaan musim di Kabupaten Buton Selatan pada umumnya sama seperti
daerah-daerah lain di Indonesia dimana hanya mempunyai dua musim, yakni
60
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pada tahun 2015 ini terjadi di
antara bulan Desember sampai dengan bulan April. Pada saat tersebut, angin darat
bertiup dari Benua Asia serta Lautan Pasifik banyak mengandung uap air. Musim
kemarau terjadi antara bulan Juli dan angin Timur yang bertiup dari Benua
Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan
April dan Mei di daerah Kabupaten Buton Selatan arah angin tidak menentu,
demikian pula dengan curah hujan, sehingga pada bulan-bulan ini dikenal sebagai
musim Pancaroba. Curah hujan suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan
iklim, keadaan monografi dan perputaran pertemuan arus udara. Oleh karena itu,
jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat.
C. Keadaan sosial masyarakat
Persoalan tapal batas pasca pemekaran yang bergulir beberapa waktu lalu,
belakangan ini menjadi masalah serius di tengah masyarakat tanpa penyelesaian
yang jelas. Saking carut-marutnya masalah yang timbul di tengah-tengah
masyarakatpun nyaris baku hantam dan terjadinya perusakan. Masyarakat Siompu
dan siompu barat saling tegang. Bahkan sempat terjadi aksi penutupan jalan di
wilayah tapal batas. Hal inipun berbuntut hampir saling serang. Beruntung
aparat pemerintah dibantu kepolisian dan TNI, bergerak cepat turun di lokasi tapal
batas dan lansusng mengamankan situasi. Permasalahan yang timbul sering
dikarenakan adanya kesanjenjang sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah
yang perlu untuk dihindari terutama bagi masyarakat di daerah kawasan
perbatasan. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah secara adat, tetapi
apabila sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut
61
akan menjadi urusan pemerintah. Persoalan lain menyangkut ketiadaaan konsepsi
pengembangan yang tergantung pula pada sistem data adminitrasi yang juga tidak
tersedia. Pengelolaan kawasan perbatasan kemudian meskipun memasuki era baru
tetapi persoalan mulai dari konsepsi pengembangan, mekanisme, sampai dengan
tanggung jawab pengelolaan tetap belum jelas.
D. Keadaan Penduduk
penddudukadalah semua orang yang berdomisili di wilayah territorial
Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap.
Tabel. 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Kabupaten Buton
Selatan 2018.
No Kecamatan Jumlah penduduk
1 Batu Atas 8 920
2 Lapandewa 8 285
3 Sampolawa 21 528
4 Batauga 14 924
5 Siompu Barat 8 667
6 Siompu 9 403
7 Kadatua 8 254
Jumlah 74,954
Sumber/Source: BPS, Sensus Penduduk (SP) 2010 dan Proyeksi Penduduk
Indonesia 2015-2045
62
E. Keadaan pendidikan
Pendidikan Sasaran pembangunan pendidikan dititikberatkan pada
peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan,
dimulai dari kegiatan pra sekolah (Taman Kanak-kanak) sampai dengan
perguruan tinggi. Upaya peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai tersebut
dimaksudkan untuk menghasilkan manusia berkualitas. Sedangkan perluasan
kesempatan belajar dimaksudkan agar penduduk usia sekolah yang setiap tahun
mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dapat
memperoleh kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Pelaksanaan pembangunan
pendidikan di kabupaten Buton mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Indikator yang dapat mengukur tingkat perkembangan pendidikan di kabupaten
buton seperti banyaknya sekolah dan guru, perkembangan berbagai rasio dan
sebagainya. Tidak/belum pernah sekolah atau belum pernah terdaftar dan tidak
pernah atau belum pernah aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan
formal maupun non formal (paket A/B/C) termasuk juga yang tamat/belum tamat
tamankanak-kanak tetapi tidak melanjutkan ke sekolah dasar.
Mereka masih bersekolah adalah yang terdaftardan aktif mengikuti
pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal maupun nonformal (paket A/B/C)
yang berada di bawah pengawasan Kemendiknas, Kementrian Agama
(Kemenag), Instansi negeri lain maupun swasta, baik pendidikan dasar, menengah
maupun pendidikan tinggi. Bagi mahasiswa yang sedang cuti dianggap masih
bersekolah.
63
Tidak bersekolah lagiadalah mereka yang pernah terdaftar dan aktif
mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal maupun nonformal,
tetapi pada saat pencacahan tidak lagi terdaftar dan tidak aktif mengikuti
pendidikan. Tamat sekolahadalah menyelesaikan pelajaran yang ditandai dengan
lulus. tingkat akhir suatu jenjang pendidikan formal maupun ujian akhir pada
kelas atau nonformal (paket A/B/C) di sekolah negeri maupun swasta dengan
mendapatkan tanda tamat belajar/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti
pelajaran pada kelas tertinggi tetapi telah mengikuti ujian dan lulus dianggap
tamat sekolah. Dapat membaca dan menulis artinya dapat membaca dan menulis
katakata/kalimat sederhana dengan suatu aksara tertentu.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang dimulai dari pendidikan
dasar, menengah,dan tinggi. Pendidikan yang dicatat adalah pendidikan formal
berdasar kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional, termasuk pendidikan yang
diselenggarakan oleh pondok pesantren dengan memakai kurikulum Kementrian
Pendidikan Nasional, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Pondok pesantren/madrasah diniyah adalah
sekolah yang tidak memakai kurikulum dari kementrian pendidikan pasional.
Madrasah Ibtidaiyah adalah lembaga pendidikan berciri khas Islam pada
jenjang Sekolah Dasar. Madrasah Tsanawiyah adalah lembaga pendidikan berciri
khas Islam pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, Madrasah aliyah adalah
lembaga pendidikan berciri khas Islam pada jenjang Sekolah Menengah Atas
(SMA).
64
Tabel 4.2 Jumlah sekolah Dasar (SD) di bawah kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan menurut kecamatan kecamatan, (2018/2019).
Sekola Dasar
NO Kecamatan Negeri Swasta Total
1 Kecamatan Batu Atas 7 - 7
2 Kecamatan Lapandewa 7 - 7
3 Kecamatan Sampolawa 17 - 17
4 Kecamatan Batauga 13 - 13
5 Kecamatan Siompu
Barat
7 - 7
6 Kecamatan Siompu 10 - 10
7 Kecamatan Kadatua 8 - 8
Buton Selatan 69 0 69
Sumber/Source: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Data Semester
Ganjil.
Tabel 4.3. Jumlah sekolah Madrasah Ibtidayah (MI)di bawah kementrian
Agama menurut kecamatan, (2017/2018).
NO Kecamatan Negeri Swasta Total
1 Kecamatan Batu Atas - 2 2
2 Kecamatan Lapandewa - - 0
3 Kecamatan Sampolawa - 1 1
4 Kecamatan Batauga - 1 1
5 Kecamatan Siompu Barat - 1 1
65
6 Kecamatan Siompu - 1 1
7 Kecamatan Kadatua - - 0
Buton Selatan 0 6 6
Sumber/Source: Kementerian Agama, Data Semester Ganjil.
Tabel 4.4 Jumlah sekolah Menengah pertama (SMP) di bawah kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan menurut kecamatan kecamatan, (2018/2019).
NO Kecamatan Negeri Swasta Total
1 Kecamatan Batu Atas 2 - 2
2 Kecamatan Lapandewa 4 - 4
3 Kecamatan Sampolawa 7 - 7
4 Kecamatan Batauga 6 - 6
5 Kecamatan Siompu
Barat
2 - 2
6 Kecamatan Siompu 4 - 4
7 Kecamatan Kadatua 4 - 4
Buton Selatan 29 0 29
Sumber/Source: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Data Semester
Ganjil.
Tabel 4.5 Jumlah sekolah Menengah Atas (SMA) di bawah kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan menurut kecamatan kecamatan, (2018/2019).
NO Kecamatan Negeri Swasta Total
1 Kecamatan Batu Atas 1 - 1
2 Kecamatan Lapandewa 3 - 3
3 Kecamatan Sampolawa 5 - 5
66
4 Kecamatan Batauga 2 - 2
5 Kecamatan Siompu
Barat
1 - 1
6 Kecamatan Siompu 1 - 1
7 Kecamatan Kadatua 1 -
Buton Selatan 14 0 14
Sumber/Source: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Data Semester
Ganjil.
Tabel 4.6 Jumlah sekolah Menengah Kejuruan di bawah kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan menurut kecamatan kecamatan, (2018/2019).
NO Kecamatan Negeri Swasta Total
1 Kecamatan Batu Atas - - 0
2 Kecamatan Lapandewa - 1 1
3 Kecamatan Sampolawa 1 - 1
4 Kecamatan Batauga 1 1 2
5 Kecamatan Siompu
Barat
- - 0
6 Kecamatan Siompu - - 0
7 Kecamatan Kadatua 1 - 1
Buton Selatan 3 2 5
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Data Kabuaten Buton
Selatan.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki daerah perbatasan
darat antar negara yang cukup panjang, yaitu sepanjang ± 3.200 km. Kawasan
perbatasan antar negara ini memiliki potensi yang potensil dan strategis bagi
perbatasan lewat pengembangan kegiatan perdagangan internasional, yang saling
menguntungkan bagi Indonesia dan negara tetangganya. Bahkan sepanjang
kawasan perbatasan tersebut secara intemasional telah ditetapkan sebagai
bagian dari Asean Connectiviti serta daerah pertumbuhan ASEAN Timur yang
lebih dikenal dengan sebutan BIMP-EAGA (Brunei-hdonesia-Malaysia- Philipina
East Asean Growth Area).
Dikaitkan dengan semangat pemerintah untuk membangun infrastruktur
berkelas di wilayah perbatasan, semestinya pihak pemda perbatasan sudah mulai
membenahi wilayahnya sendiri, khususnya dengan memperhatikan dan meng
integrasikannya dengan pembangunan berbagai potensi yang ada di daerahnya.
Misalnya potensi pariwisata, perkebunan, pertanian dll.
Saat ini sebenarnya adalah waktu yang tepat bagi Pemerintah Daerah
perbatasan untuk aktif membenahi wilayah perbatasannya. Hal ini terkait dengan
semangat Pemerintah Pusat yang tengah giat-giatnya membangun infrastruktur di
perbatasan. Ini juga mencoba memperlihatkan profil Kabupaten perbatasan yang
ada di perbatasan. Dari data yang ada, maka potensi daerahnya tidak akan bisa
dikelola secara optimal.
68
Ruang wilayah daerah merupakan kesatuan wadah yang menentukan patok
wilayah Karena itu perlu di kelola secara benar dan berkesinambungan. Salah satu
upaya dalam pengelolaan wilayah adalah melalui Penataan Ruang Wilayah
Nasional yang di selenggarakan secara terencana, terpadu oleh pemerintah dengan
melibatkan segenap masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dalam perspektif, Penataan ruang wilayah negara di selenggarakan dengan
strategi penataan ruang Kedepan aspek penataan ruang kawasan pertahanan akan
semakin penting untuk ditangani dan penanganannya secara lintas sektoral.
Persoalan tata ruang di masa mendatang akan semakin kompleks dan memerlukan
peran serta para pihak.
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan konflik sosial daerah tapal
batas Kecamatan Siompu dan Siompu Barat
1. Perbedaan Pendapat tentang tapal batas
Konflik tersebut banyak terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan seperti
oknum-oknum yang tidak bertanggug jawab mengadakan perusakan hal-hal yang
seharusnya tidak perlu terjadi, hal ini berkelanjutan sehingga pertikain konflik
tapal batas muncul ditengah-tengah masyarakat. Munculnya pertikain ini
disebabkan karena hadirnya dua opsi tentang patok wilayah kecamatan siompu
dan kecamatan siompu barat sehingga dari kedua bela pihak mempertahankan
batas wilayah masing-masing yang mereka yakini bahwa batas wilayah tersebut
itu sudah di tentunkan oleh nenek moyang sejak dahulu kala. (Hal ini disampaikan
oleh Bapak La Musliadin 39 tahun).
69
2. Adanya Perusakan
Perusakan ini adalah salah satu dari faktor terjadinya pertikain konflik
tapal batas antara kecamatan siompu dan kecamatan siompu barat sehingga
memicu pertentangan kedua belah pihak saling tegang dalam melakukan aktivitas
sehari-sehari, karena ketakutan masyarakat jangan sampai terjadinya penyerangan
antara kedua belah pihak yang berkonflik. Namun hal tersebut sudah diselesaikan
oleh pemerintah kabupaten buton selatan sehingga permasalahan ini sudah
dianggap selesesai. (Hal ini di sampaikan oleh Bapak La Mittu 76 tahun).
Adapun Bunyi Pertanyan yang di ajukan. Apa dampak sosial yang terjadi
dikecamatan Siompu dan kecamatan Siompu Barat akibat konflik tapal batas?
Hasil wawancara dari salah satu pemerintah daerah dari kecamatan
Siompu Barat Musliadin (39) tahun jabatan selaku kepala desa kamoali.
konflik tapal batas yang terjadi masyarakat siompu dan siompu barat tidak
lagi seperti dulu di karenakan dari dua kecamatan tersebut tidak bisah lagi
menyebrang dalam hal transaksi jual beli dipasar dan transportasi.
(wawancara pada tgl 15/10/2019) menurut bapak Musliadin 39 tahun.
Dari hasil wawancara di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
munculnya konflik tapal batas di antara dua kecamatan sangatlah merugikan
kedua belah pihak karnah kedua kecamatan tersebut sudah terbatas dalam
menjalankan bisnis pemasaran begitupun dengan tukang ojek tidak bisa
mengantar dan mengambil penumpang diluar perbatasan dua kecamatan tersebut .
Selanjutnya pertanyaan yang di ajukan peneliti kepada La Harudi (49)
tahun selaku pemerintah daerah kecamatan Siompu Barat jabatan selaku kepala
desa lalole, Dengan bunyi pertanyaan Bagaimana tangapan anda terkait konflik
sosial yang terjadi di kecamatan Siompu dan Kecamatan Siompu Barat?
70
Terjadinya konflik tapal batas sangat merugikan kedua belah pihak
karnah hubungan kekeluaragaan masayarakat didua kecamatan ini
tergangu dikarenakan masyarakat siompu dan masayarkat siompu barat
ada ketakutan untuk menjalankan silaturahim di wilayah masing-masing.
(wawancara pada tgl 15/10/2019). Menurut La Harudi 49 tahun.
Dari hasil waawancara diatas peneliti dapat simpulkan bahwa terjadinya
konflik sosial tapal batas sangatlah berpengaruh dikalangan masyarakat karenah
kedua bela pihak masyarakat mereka tidak bisalagi mendatangi kerabat-kerabat,
keluarga yang berada di kecamatan seberang hal ini dikarenakan adanya polemic
sosial yang terjadi antara dua kecamatan tersebut, disisi lain masyarkat dikedua
bela pihak sudah terbatas dalam menjalankan kerjasamanya sebagai mana
mestinya.
Selanjutnya pertanyaan yang di ajukan peneliti kepada La Mittu (76) tahun
selaku mantan Toko adat kecamatan siompu dengan bunyi pertanyaan Faktor-
Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik sosial tapal batas
Kecamatan siompu dan Kecamatan Siompu Barat?
Dengan melihat konflik terjadi karenah adanya kesalah pahaman tentang
tapal batas sehinga pelemic tersebut banyak kejadian dengan hal-hal yang
tidak menyenangkan seperti oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
yang merusak hal-hal yang seharusnya tidak perlu terjadi, Konflik tersebut
hanya kekeliruan pemahaman antara kedua bela pihak mengenai tapal
batas yang sejak dahulu kala sudah ditentukan oleh nene moyang
dulu”(wawancara pada tgl 24-10-2019). Menurut La Mittu 76 tahun.
Hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa Penyebab
terjadinya permasalahan tapal batas di kecamtan siompu dan kecamatan
siompu barat mengklaim sisi tapal batas yang ada saat itu sudah tepat namun
disisi lainnya mengatakan tapal batas yang sudah ada itu masih perlu didiskusikan
lebih lanjut. Permasalahan ini bermula dari suatu kesalapahaman perbedaan
71
pendapat tentang tapal batas yang sudah ditetapkan nenek moyang dulu kini
menjadi pertikain disebakan karena didua kecamatan memiliki pandangan berbeda
mengenai tapal perbatasan, dengan pertikaian tersebut sehinggah dapat memicu
terjadinya perusakan yang seharusnya tidak perlu terjadi, permasalahan seperti
ini pertama kali terjadi didua kecamatan tersebut, Pemicu kemunculan masalah
tersebut disebabkan adanya perbedaan pendapat mengenai tapal batas yang
sudah ditentukan oleh zaman kesultanan Buton dahulu. sehinga saat ini
permasalahan ini belum ada titik temu dari dua kecamtan tersebut karena dari
masing-masing kecamatan masi-masing mempertahankan pengetahuan mereka
tentang penanda tapal batas.
Selanjutnya pertanyaan yang di ajukan peneliti kepada La Sarufi (59)
tahun selaku masyarakat kecamatan siompu dengan bunyi pertanyaan. Apakah
ada oknum-oknum tertentu yang memprovokasi kedua bela pihak.?
Pertikaian yang terjadi dikarenakan adanya perbedan pandangan
mengenai tapal batas yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan kelompok
tertentu. (wawancara pada tgl 20/10/2019). Menurut La Sarufi 59 tahun.
Hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa Penyebab
terjadinya permasalahan tapal batas didua kecamatan tersebut tidak terlepas dari
kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan konflik tapal batas antar
masyarakat siompu dan masyarakat siompu barat sehinga dengan mudah mereka
memprovokator masyarakat untuk mengambil kepentingan didalamnya. sehinga
saya dapat menilai bahwa terjadinya konflik tapal batas dijadikan sebagai alat
untuk kepentingan kelompok-kelompok yang tidak bertangung jawab.
72
Selanjutnya pertanyaan yang di ajukan peneliti kepada Muh.Thahir (76) tahun
selaku Camat kecamatan siompu dengan bunyi pertanyaan. Apa solusi yang
ditawarkan dari pemerintah dan tokoh adat terkait konflik tapal batas?
Secepatnya melakukan pertemuan pemirintah dan tokoh adat dari kedua
belah pihak untuk duduk bernusyawara untuk menyelesaikan konflik
tersebut dan dimediasi oleh bupati dan kapolres agar konflik tersebut tidak
terulang lagi kepada anak cucu kita nanti, Supaya seluruh masyarakat dari
kedua kecamatan tersebut kembali akur lagi seperti dahulu.(20/10/2019,
Menurut Muh.Thahir 56 tahun.
Hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa dari kedua
kecamatan mengiginkan pertemuan kusus secepatanya dengan pemerintah dan
tokoh adat kedua kecamatan untuk duduk bersama dalam satu mejah untuk
menduksikusikan masalah perbatasan kedua kecamatan ini karena masyarakat dari
kedua kecamatan mengigingkan pertikaian yang terjadi saat ini ingin seceptanya
diselesaikan oleh pihak pemerintah dan toko adat agar masayarakat dari kedua
kecamatan ini kembali akur (menjalankan silaturahim sejak dahulu). Namun
dalam pertemuan kusus ini masyarkat dan pemerintah, toko adat kedua bela pihak
mengingkan dimediasi oleh bupati busel dan kapolres siompu dalam
mendiskusikan penyelesaian konflik tapal batas.
B. Pembahasan
Konflik perbatasan wilayah merupakan hal yang sering terjadi di beberapa
kabupaten maupun kota. hal inilah yang merupakan salah satu masalah penting
yang luput dari perhatian pemerintah, sehingga berbagai perselisihan muncul antar
kalangan masyarakat maupun elit politik yang pada umumnya belum tuntas di
karenakan masalah penyelesain garis batas, presepsi masyarakat maupun elit
politik yang berbeda-beda dan juga konflik tapal batas sangat rentan terjadi
73
apabila daerah yang di perebutkan memiliki potensi sumberdaya alam dan
ekonomi yang memadai. Persoalan seperti ini yang melanda banyak daerah-
daerah pemekaran yang banyak terjadi di indonesia.
Sesuai pasal 14 ayat (7) undang–undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah yang menyatakan dalam hal batas wilayah kabupaten kota
sebagaimana yg dimaksud pada ayat (6) kurang dari 4 mil batas wilayah dibagi
sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari daerah yang
berbatasan.
Daerah melaksanakan kewenanganya masing-masing dalam lingkup batas
daerah yang di tentukan, artinya kewenangan suatu daerah pada dasarnya tidak
boleh melampaui batas daerah yang di tetapkan dalam undang-undang Nomor
Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah.
Apabila batas daerah tidak jelas akan menyebabkan dua kemungkinan
akibat negatif pertama, sauatu bagian wilayah dapat di abaikan oleh masing-
masing daerah saling melempar tangung jawab dalam menyelengarakan
pemerintahan, pelayanan masyarakat maupun pembangunan di bagian wilayah
tersebut. Kedua, daerah yang satu dapat di anggap mealampaui batas kewenagan
daerah yang lain sehingga berpotensi timbulnya konflik antar daerah.
Kekaburan batas daerah dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih
luas lagi dari sekedar potensi konflik antara daerah karena potensi strategis dan
ekonomis suatu bagian wilayah, seperti dampak pada kehidupan sosial dan
penyelenggaraan administrasi pemerintah bahkan dapat menimbulkan dampak
politis khususnya di daerah-daerah perbatasan. Oleh karena itu, dalam
74
penyelenggaraan administrasi pemerintah, penegasan batas daerah menjadi
penting untuk dilaksanakan.
Sala satu sengketa wilayah perbatasan antar daerah yang menarik untuk di
teliti adalah konflik sosial daerah tapal batas kabupaten buton selatan kecamtan
siompu barat dan kecamatan siompu. Karena permasalahan ini di akibatkan
adanya perusakan penanda batas daerah yang sudah di sepekati orang tua dulu.
Secara aturan sudah jelas, bahwa perkebunan lapombira dan wilayah pesisir
pantai dongkala masuk bagian dari kecamtan siompu barat. Tapal batas ini
menjadi prioritas pemerintah.
Menaggapi permasalahan sengketa di wilayah tapal batas Siompu barat
dan Siompu Kabupaten Buton Selatan. bahwa pemicu konflik di perbatasan
terjadi karena ada sekelompok masyarakat yang sengaja merusak penanda
perbatasan antara Siompu dan Siompu Barat. Hal itu didasari karena perbedaan
pendapat mengenai tapal batas yang dimana didua kecamtan ini mengklaim
bahwa perkebunan lapombira dan pantai dongkala masuk willyah masyarakata
siompu dan disisi lain menolak haltersebut namun permasalahan perlu
didiskusikan lagi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi dikedua kecamatan ini
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan konflik sosial daerah tapal
batas Kecamatan Siompu dan Siompu Barat
a. Perbedaan Pendapat tentang tapal batas
Konflik tersebut banyak terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan seperti
oknum-oknum yang tidak bertanggug jawab mengadakan perusakan hal-hal yang
seharusnya tidak perlu terjadi, hal ini berkelanjutan sehingga pertikain konflik
75
tapal batas muncul ditengah-tengah masyarakat. Munculnya pertikain ini
disebabkan karena hadirnya dua opsi tentang patok wilayah kecamatan siompu
dan kecamatan siompu barat sehingga dari kedua bela pihak mempertahankan
batas wilayah masing-masing yang mereka yakini bahwa batas wilayah tersebut
itu sudah di tentunkan oleh nenek moyang sejak dahulu kala. (Hal ini disampaikan
oleh Bapak La Musliadin 39 tahun).
b. Adanya Perusakan
Perusakan ini adalah salah satu dari faktor terjadinya pertikain konflik
tapal batas antara kecamatan siompu dan kecamatan siompu barat sehingga
memicu pertentangan kedua belah pihak saling tegang dalam melakukan aktivitas
sehari-sehari, karena ketakutan masyarakat jangan sampai terjadinya penyerangan
antara kedua belah pihak yang berkonflik. Namun hal tersebut sudah diselesaikan
oleh pemerintah kabupaten buton selatan sehingga permasalahan ini sudah
dianggap selesesai. (Hal ini di sampaikan oleh Bapak La Mittu 76 tahun).
Munculnya konflik tapal batas di antara dua kecamatan sangatlah
merugikan kedua belah pihak karnah kedua kecamatan tersebut sudah terbatas
dalam menjalankan bisnis pemasaran begitupun dengan tukang ojek tidak bisa
mengantar dan mengambil penumpang diluar perbatasan dua kecamatan tersebut.
Terjadinya konflik sosial tapal batas sangatlah berpengaruh dikalangan
masyarakat karenah kedua bela pihak masyarakat mereka tidak bisalagi
mendatangi kerabat-kerabat, keluarga yang berada di kecamatan seberang hal ini
dikarenakan adanya polemic sosial yang terjadi antara dua kecamatan tersebut,
76
Disisi lain masyarkat dikedua bela pihak sudah terbatas dalam menjalankan
kerjasamanya sebagai mana mestinya.
Penyebab terjadinya permasalahan tapal batas di kecamtan siompu dan
kecamatan siompu barat mengklaim sisi tapal batas yang ada saat itu sudah tepat
namun disisi lainnya mengatakan tapal batas yang sudah ada itu masih perlu
didiskusikan lebihlanjut.Permasalahan ini bermula dari suatu kesalapahaman
perbedaan pendapat tentang tapal batas sehinggah dapat terjadinya perusakan
dapat menimbulkan suatu polemic tentang tapal batas antara kedua kecamatan
tersebut. permasalahan seperti ini barusan kali terjadi didua kecamatan karenah
disebabkan adanya perbedaan pendapat mengenai tapal batas yang sudah
ditentukan oleh zaman kesultanan Buton sehinga saat ini terjadi perbedaan
pendapat, Sehingga terjadi ketidak puasan dikedua belah pihak dengan
perbedaan pandangan tentag tapal batas dari kedua belah pihak, Sehingga
permasalahan ini belum ada titik temu dari dua kecamatan karenah dari masing-
masing kecamatan tersebut tidak ada yang mau mengalah.
Penyebab terjadinya permasalahan tapal batas didua kecamtan tersebut
tidak terlepas dari beberapa kelompok tertentu yang memprovokator masyarakat
dengan kepentingan tertentu. Sehinga saya dapat menilai bahwa terjadinya konflik
tapal batas dijadikan sebagai alat untuk kepentingan kelompok-kelompok yang
tidak bertangung jawab.
Kedua kecamatan tersebut mengiginkan pertemuan secepatanya
mengadakan pertemuan khusus dengan pemerintah dan tokoh adat kedua
kecamatan untuk duduk bersama dengan satu mejah untuk menduksikusikan
77
masalah tersebut karna masyarakat dari kedua kecamatan tersebut mengigingkan
pertikaian yang terjadi ingin seceptanya diselesaikan agar masayarakat dari kedua
kecamatan ini kembali akur lagi sejak dahulu kala. Namun dalam pertemuan
kusus ini kedua bela pihak mengingkan dimediasi oleh bupati buton selatan dan
kapolres siompu dalam mendiskusikan pencarian titik temu penyelesaian konflik
tapal batas.
1. Interprentasi hasil penelitian
Letak Kecamatan Siompu dilihat dari peta pulau Buton berada di sebelah
barat daya dan merupakan suatu letak pulau posisi Siompu ialah sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Batauga di sebelah Selatan berbatasan dengan
Pulau Kadatua di sebelah Timur berbatasan dengan Kota Bau-bau di sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Siompu Barat. Wilayah Kecamatan Siompu
sebagian besar berada pada daratan Pulau Siompu dengan luas kecamatan sekitar
32,50 km2 dan jumlah penduduk tahun 2016 sebanyak 10.742 jiwa. Secara
administratif Kecamatan Siompu terdiri dari 10 Desa pada tahun 2017.
Dari 10 Desa tersebut, Desa Lontoi merupakan desa yang jaraknya paling
jauh dari ibukota kecamatan Siompu, yaitu berjarak sekitar 13 km. Begitu juga
dari ibukota Kabupaten Buton Selatan (Batauga), Desa Lontoi memiliki jarak
terjauh yaitu sejauh 53,60 km. Menyusul Desa Laimbulawa dengan jarak 10 km
dari ibu kota kecamatan Siompu dan berjarak 40,60 km dari ibu kota Kabupaten
Buton Selatan. Desa yang berjarak paling dekat dari ibukota kecamatan
78
Siompu adalah desa nggula-nggula dan desa biwinapada, dengan jarak masing-
masing sejauh 0,5km. Sedangkan desa yang jaraknya terdekat dari ibu kota
Kabupaten Buton Selatan adalah Desa Lapura dengan jarak 28,3 km.
Kondisi topografi tanah daerah Kecamatan Siompu pada umumnya
memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit-bukit.
Diantara gunung dan bukit-bukit tersebut, terbentang daratan yang merupakan
daerah-daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian.
Letak Kecamatan Siompu Barat dilihat dari peta Kabupaten Buton Selatan
berada di daratan Pulau Siompu, di sebelah barat daya Pulau Buton. Batas wilayah
Kecamatan Siompu Barat adalah sebagai berikut di sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Kadatua di sebelah Selatan berbatasan dengan laut flores di
sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Siompu. Di sebelah Barat
berbatasan dengan laut flores wilayah kecamatan Siompu Barat secara
keseluruhan berada pada daratan pulau Siompu dengan luas sekitar 10,00 Km2
dan jumlah penduduk tahun 2016 sebanyak 8.478 jiwa. Secara administratif
Kecamatan Siompu Barat terdiri dari 8 desa.
Dari 8 Desa tersebut, Desa Watuampara adalah yang terluas wilayahnya
yaitu 2,17 Km2 (21,7%), menyusul desa lalole dengan luas 2,00 Km2 (20,00 %),
menyusul desa mbanua dengan luas 1,97 Km2 (19,70%), menyusul desa
lamaninggara dengan luas 1,88 Km2 (18,80%), menyusul desa molona dengan
luas 1,13 Km2 (11,30%), menyusul desa katampe dengan luas 0,85 Km2 (8,5 %).
79
Kondisi topografi tanah daerah Kecamatan Siompu Barat pada umumnya
memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit-bukit.
Sedangkan wilayah sebelah utara kondisinya agak berbatu.
Penyebab terjadinya permasalahan tapal batas di kecamtan siompu dan
kecamatan siompu barat mengklaim sisi tapal batas yang ada saat itu sudah tepat
namun disisi lainnya mengatakan tapal batas yang sudah ada itu masih perlu
didiskusikan lebihlanjut.Permasalahan ini bermula dari suatu kesalapahaman
perbedaan pendapat tentang tapal batas sehinggah dapat terjadinya perusakan
dapat menimbulkan suatu polemic tentang tapal batas antara kedua kecamatan
tersebut. permasalahan seperti ini barusan kali terjadi didua kecamatan karenah
disebabkan adanya perbedaan pendapat mengenai tapal batas yang sudah
ditentukan oleh zaman kesultanan Buton sehinga saat ini terjadi perbedaan
pendapat, Sehingga terjadi ketidak puasan dikedua belah pihak dengan
perbedaan pandangan tentag tapal batas dari kedua belah pihak, Sehingga
permasalahan ini belum ada titik temu dari dua kecamtan karnah dari masing-
masing kecamatan tersebut tidak ada yang mau mengalah.
Tabel 5.1 Hasil Interprestasi Wawancara
No Informan Hasil Interview Interprestasi Teori
1 Musliadin
(39) tahun
konflik tapal batas
yang terjadi
dimasyarakatsiompu
dansiompubarattidak
lagiseperti dulu di
karenakan dari dua
kecamatan tersebut
tidak bisa lagi
menyebrang dalam
hal transaksi jual beli
Dari hasil wawancara
di atas peneliti
menyimpulkan bahwa
munculnya konflik
tapal batas di antara
dua kecamatan
sangatlah merugikan
kedua belah pihak
karnah kedua
kecamatan tersebut
Teori Konflk
Lewis A.Coser
konflik
merupakan
perubahan sosial
tidak terjadi
80
dipasar dan
transportasi.
(15/10/2019)
sudah terbatas dalam
menjalankan bisnis
pemasaran begitupun
dengan tukang ojek
tidak bisa mengantar
dan mengambil
penumpang diluar
perbatasan dua
kecamatan tersebut .
melalui proses
penyesuain
nilai-nilai yang
membawa
perubahan,
tetapi terjadi
akibat adanya
konflik yang
menghasilkan
kompromi yang
berbeda dengan
kondisi semula.
2 La Harudi
(49) tahun
Terjadinya konflik
tapal batas sangat
merugikan kedua
belah pihak karnah
hubungan
kekeluaragaan
masayarakat didua
kecamatan ini
tergangu
dikarenakan
masyarakat siompu
dan masayarkat
siompu barat ada
ketakutan untuk
menjalankan
silaturahim di
wilayah masing-
masing.
(15/10/2019)
Dari hasil waawancara
diatas peneliti dapat
simpulkan bahwa
terjadinya konflik
sosial tapal batas
sangatlah berpengaruh
dikalangan
masyarakat karenah
kedua bela pihak
masyarakat mereka
tidak bisa lagi
mendatangi kerabat-
kerabat, keluarga yang
berada di kecamatan
seberang hal ini
dikarenakan adanya
polemic sosial yang
terjadi antara dua
kecamatan tersebut,
Disisi lain masyarkat
dikedua bela pihak
sudah terbatas dalam
menjalankan
kerjasamanya sebagai
mana mestinya.
Teori konflik
Karl Marx salah
satu prespektif
di dalam
sosiologi
memandang
masyarakat
sebagai satu
system sosial
yang terdiri dari
bagian-bagian
dan komponen-
komponen yang
berusaha untuk
menaklukan
komponen yang
lain guna
memnuhi
kepentinganya
81
masing-masing.
3 La Mittu
(76) tahun
Dengan melihat
konflik terjadi
karenah adanya
kesalah pahaman
tentang tapal batas
sehinga pelemic
tersebut banyak
kejadian dengan hal-
hal yang tidak
menyenangkan
seperti oknum-
oknum yang tidak
bertanggung jawab
yang merusak hal-
hal yang seharusnya
tidak perlu terjadi,
Konflik tersebut
hanya kekeliruan
pemahaman antara
kedua bela pihak
mengenai tapal batas
yang sejak dahulu
kala sudah
ditentukan oleh nene
moyang dulu”(24-
10-2019).
Hasil wawancara
tersebut peneliti dapat
menyimpulkan bahwa
Penyebab terjadinya
permasalahan tapal
batas di kecamtan
siompu dan
kecamatan siompu
barat mengklaim sisi
tapal batas yang ada
saat itu sudah tepat
namun disisi lainnya
mengatakan tapal
batas yang sudah ada
itu masih perlu
didiskusikan lebih
lanjut. Permasalahan
ini bermula dari suatu
kesala pahaman
perbedaan pendapat
tentang tapal batas
yang sudah ditetapkan
nene moyang dulu
kini menjadi menjadi
pertikain disebakan
karena didua
kecamatan memiliki
pandangan berbeda
mengenai tapal
perbatsan, dengan
polemic tersebut
sehinggah dapat
memicu terjadinya
perusakan yang
seharusnya tidak perlu
terjadi, permasalahan
seperti ini pertama
kali terjadi didua
kecamatan tersebut,
Pemicu kemunculan
masalah tersebut
disebabkan adanya
Teori konflik
sosial Karl Marx
mengemukakan
bahwa konfik
sebua fenomena
sosial dalam
kenyataan bagi
setiap
masyarakat yang
merupakan
gejala sosial
yang hadir
dalam
kehidupan
sosial.
82
perbedaan pendapat
mengenai tapal batas
yang sudah ditentukan
oleh zaman kesultanan
Buton. sehinga saat
ini permasalahan ini
belum ada titik temu
dari dua kecamtan
tersebut karena dari
masing-masing
kecamatan masi-
masing
mempertahankan
pengetahuan mereka
tentang penanda tapal
batas.
4 La Sarufi
59 tahun
Pertikaian yang
terjadi dikarenakan
adanya perbedan
pandangan mengenai
tapal batas yang
kemudian
dimanfaatkan oleh
oknum-oknum yang
tidak bertanggung
jawab untuk
kepentingan
kelompok
tertentu..(20/10/2019
)
Hasil wawancara
tersebut peneliti dapat
menyimpulkan bahwa
Penyebab terjadinya
permasalahan tapal
batas didua
kecamatan tersebut
tidak terlepas dari
kelompok-kelompok
tertentu yang
memanfaatkan konflik
tapal batas antar
masyarakat siompu
dan masyarakat
siompu barat sehinga
dengan mudah mereka
memprovokator
masyarakat untuk
mengambil
kepentingan
didalamnya. sehinga
saya dapat menilai
bahwa terjadinya
konflik tapal batas
dijadikan sebagai alat
untuk kepentingan
kelompok-kelompok
yang tidak bertangung
jawab.
Teori Interaksi
Sosial.
Talcott Parsons
menjelaskan
bahwa tindakan
sosial
mempunyai
komponen
seperti aktor,
sarana atau alat
dan tujuan.
83
5
Muh.Thah
ir 56 tahun
Secepatnya
melakukan
pertemuan
pemirintah dan
tokoh adat dari
kedua belah pihak
untuk duduk
bernusyawara untuk
menyelesaikan
konflik tersebut dan
dimediasi oleh
bupati dan kapolres
agar konflik tersebut
tidak terulang lagi
kepada anak cucu
kita nanti, Supaya
seluruh masyarakat
dari kedua
kecamatan tersebut
kembali akur lagi
seperti
dahulu.(20/10/2019)
Hasil wawancara
tersebut peneliti dapat
menyimpulkan bahwa
dari kedua kecamatan
mengiginkan
pertemuan kusus
secepatanya dengan
pemerintah dan tokoh
adat kedua kecamatan
untuk duduk bersama
dalam satu mejah
untuk
menduksikusikan
masalah perbatasan
kedua kecamatan ini
karena masyarakat
dari kedua kecamatan
mengigingkan
pertikaian yang
terjadi saat ini ingin
seceptanya
diselesaikan oleh
pihak pemerintah dan
toko adat agar
masayarakat dari
kedua kecamatan ini
kembali akur
(menjalankan
silaturahim sejak
dahulu). Namun
dalam pertemuan
kusus ini masyarkat
dan pemerintah, toko
adat kedua bela pihak
mengingkan dimediasi
oleh bupati busel dan
kapolres siompu
dalam mendiskusikan
penyelesaian konflik
tapal batas.
Teori Interaksi
Simbolik
Herbert Blumer
mengemukakan
Manusia
bertindak
terhadap sesuatu
dasar asumsi
internilai
simbolik yang
dimiliki sesuatu
itu (kata, benda,
atau isyarat) dan
bermakna bagi
mereka.
84
2. Cara kerja teori
Temuan penelitian menunjukkan bahwa konflik sosial tapal batas yang
terjadi didua kecamatan masyarakat kabupaten buton selatan konflik yang terjadi
disebabkan adanya perbedaan pendapat sehinga mengundang kontroversial antara
kelompok masayarakat kecamatan siompu dan kecamtan siompu barat. Karena
adanya perbedaan pandangan inilah dari dua kecamatan saling mengklaim
sehingah dapat memunculkan konflik pertikain tapal batas, perusakan dan konflik
lainya didua kecamatan tersebut. Awal mula pertentanggan ini terjadi karena
masing-masing dari kedua kecamatan mempertahankan penanda patok wilayah
yang sudah disepakati nenek sejak dahulu kala.
Maka dari itu, teori yang yang di kemukakan oleh Karl Marx teori konflik
adalah salah satu prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat
sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian dan komponen-komponen
yang mempunyai kepentinganya masing-masing. Marx melihat konflik sosial
terjadi diantara kelompok atau kelas dari pada diantara individu.Dari beberapa
pemaparan problematika perbatasan di atas kita bisa melihat konflik yang terjadi
ditengah-tengah masayarakat sangatlah serius, sehinggah konflik yang terjadi
sekarang sangat merugikan kedua kecamatan ini karenah mereka tidak bisah lagi
menjalankan kebiasaan atau kerja sama antar kelompok-kelomppok masayrakat
seperti dulu karenah diakibatkan pengaruh konflik sosial yang terjadi ditengah-
tengah masyarakat.
Dari beberapa teori diatas penyebab adanya konflik saling berkaitan faktor
ini menjelaskan bahwa kesesuain factor-faktor penyebab konflik sosial pada
85
kenyataan sosial itu sendiri bisa di temukan di mana-mana konflik ini suatu tingka
laku atau perbuatan individu dalam masyarakat, konflik timbul lebih mengarah
kepada suatu tindakan atau perbuatan sehingah menimbulkan pertentangan antara
kelompok-kelompok masyarakat karenah diakibatkan adanya kesalapahaman atau
perbedan ideologi terhadap sesuatu.
Sedangkan dalam taraf masyarakat konflik bersumber pada perbedaan
antara nilai dan norma-norma kelompok satu dengan yang lainya. Konflik sosial
ini merupakan pertentanggan antara-antara segmen-segmen masyarakat untuk
memperebutkan aset-asetnya yang berguna bagi kelompok masyarakat.
86
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
permasalahan tapal batas kecamatan siompu dan kecamatan siompu barat terjadi
kerena adanya perbedaan pandangan tentang tapal batas yang sudah di tandai oleh
nenek moyang dahulu kala sehingga saat ini memunculkan pertikaian. Salah
satunya yaitu sengketa tapal batas yang terjadi di Kecamatan siompu Barat dan
Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan.
Konflik tapal batas antara Kecamatan Siompu dan Kecamatan Siompu
Barat meluas dan berkembang karena dalam administrasi tidak ditemukan batas
kordinasi antara Kecamatan Siompu dan Kecamatan Siompu Barat, sehingga
konflik tdak mampu menyelesaikan sengketa tapal batas yang ada sehingga
pemerintah daerah dan tokoh adat memilih untuk mengadakan pertemuan dan
dimediasi oleh Bupati Buton Selatan (Busel) dan kapolsek Siompu untuk
mencarikan jalan terbaik memcahkan masalah sengketa tapal.
B. Saran
Pemerintah Kecamatan Siompu dan Pemerintah Kecamtan Siompu Barat
lebih meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat yang
termasuk dalam wilayah pengawasan Kecamtan siompu dan Kecamatan Siompu
barat agar ketika terjadi masalah langsung ditangani oleh pemerintah setempat.
Selain itu dalam pengakuan suatu lahan sebaiknya pemerintah harusnya
memperhatikan wilayah yang ada apakah masuk dalam wilayah Kecamtan
87
Siompu atau Kecamatan Siompu Barat, jika wilyah yang akan dimiiki berada
dalam wilayah perbatasan maka harus ada persetujuan antara kedua belah pihak
baik itu pemerintah dan tokoh adat Kecamatan Siompu atau Pemerintah dan toko
adat Kecamatan Siompu Barat.
Jika terjadi sengketa tapal batas maka tugas yang pertama yaitu
penyelesaian sengketa tapal batas dilakukan terlebih dahulu oleh Pemerintah
Kecamatan siompu dan Kecamatan Siompu Barat dengan melakukan musyawara
yang di mediasi bupati buton selaan dan kapolsek siompu.
Pemerintah kecamatan siompu dan siompu barat agar tertib dalam
mengurus administrasi agar masyarakat dapat menemukan kejelasan terkaitt patok
wilaya kecamatan siompu dan siompu barat.
88
DAFTAR PUSTAKA
Antonius,dkk,2002, Empowerment, Stres dan Konlik: Jakarta:Ghalia
Anung S. Hadi (2014) tentang evaluasi, tim penegasan batas daerah di Provinsi
Lampung dan Kalimantan Timur.
Burhan Bungin, 2013 Instrumen Penelitian Teori dan Terapan PT. Raja
GrafindoPersada.
Destry Yani Rizki (2016)Tesis tentangManajemen Konflik Tapal Batas antara
Kabupaten Kampar Pekanbaru (Studi Kasus Kecamatan Bukitraya
Pekanbaru)
D. Hendropuspito OC (1989 : 250-251), Jurnal Mengenai cara penyelesaian
konflik
Danim, 2002:54) tentang Jenis dan Pendekatan Penelitian
Darmiyati Zuchdi (1997: 7) pengamatan tentang Teori dan Terapan Teknik
Pengumpulan Data
Emori (2012), Informan Penelitian Menerapkan Teoridan TerapanKondisi
danLokasi Jurnal, 2 (1)
Fisher,2001:4 Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak
Green Na Maryan dan Burhan Tsani Tentang batas wilayah imajiner yang
memisahkan Negara dengan Negara lain.
http://kupang.tribunnews.com/2012/03/07/perbatasan-wilayah-menurut-
hukum-international.
H.Blummer. Teori Intraksionisme Simbolik
http://itsmagnesiumbenzoate.blogspot.com/2017/04/teori-interaksionisme-
simbolik-html
Jhon Bernando Seran. perbatasaan wilayah mempertahankan kedaulatan dan hak-
hak berdaulat antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang
berhubungan international
89
KarlMarx, Konflik Pertentangan Kelas.
https://untansosiologi.blogspot.com/2016/04/teori-konflik-menurut-karl-
marx-1.html
M. Arafat Hermana (2017) Mengenai masalah sengketa batas antara Kabupaten
Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara
Mahmuzar (2017) tentang Sengketa Tapal Batas Antar Daerah Otonom di
Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Riau)
Mastenbreok(2016) Jenis-Jenis Konflik
https://www.scribd.com/document/371427579/Jenis-Jenis-Konflik
Moleong, Lexy J (2007) Metode Penelitian Kualitatif
Muhammad Solichin (2017) Jurnal mengenai Salah satu sengketa perbatasan
wilayah antar daerah yang menarik untuk ditelitiadalah konflik tapal
batas antara Kabupaten Mesuji dan Kabupaten TulangBawang.
Nia.K.Pontoh (2008) Pengantar Perencanaan Perkotaan
Paizaluddin dan Ermalinda, (2013:113)Teknik Pengumpulan Data Teori dan
Terapan PT. Raja Grafindo
Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
http://woocara.blogspot.com/2015/10/pengertian-otonomi-daerah-dasar-hukum-
prinsip-asas-dan-tujuan-otonomi-daerah.html
Pruit dan Rubin, 2008: 48 Teori Konflk Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Sakinah, (2016), konflik-penegasan-batas-daerah-semakin-marak- pasca lahirnya-
uu-22-tahun-1999,di dikses Tanggal 11 april 2016
http://www.kompasiana.com/
Sodjuangan Situmorong, 2006, Persoalan Batas Wilayah Administrasi di Era
Otonomi Daerah, artikel, Majalah Profil PUM edisi Juli-Desember 2006
Sugiyono, 2016 Analisis Data Teori dan Terapan PT. Raja GrafindoPersada.
90
Robert Lawang Konflik sosial adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
kekuasaan untuk menundukan sainganya.
https://www.artikelsiana.com/2015/06/konflik-pengertian-penyebab-macam-
macam.html#
91
L
A
M
P
I
R
A
N
92
PEDOMAN WAWANCARA
Pertanyaan
1. Bagaimana tangaapan anda terkait konfik sosial yang terjaadi di
kecamatan siompu dan kecamatan siompu barat?
2. Menurut anda apa dampak sosial yang terjadi akibat konflik tapal,
akibat konflik tapal batas?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik sosial
tapal batas kecamatan siompu dan siompu barat?
4. Apakah ada oknum-oknum yang memprovokasi kedua bela pihak?
5. Apa solusi yang di tawarkan dari pemerintah dan tokoh adat terkait
konflik tapal batas?
93
DAFTAR INFORMAN
Nama :Musliadin
Umur :39 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan :Kepala desa
Nama :La Harudi
Umur :49 tahun
Jenis kelamin :Laki-Laki
Jabatan :Kepala desa
Nama :La Mittu
Umur :76 Tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan : Tokoh adat
Nama :La Sarufi
Umur :59 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan :Staf Kecamatan
Nama :Muh. thahir
Umur :56 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan : Camat
94
L
A
M
P
I
R
A
N
95
PEDOMAN WAWANCARA
Pertanyaan
1. Bagaimana tangaapan anda terkait konfik sosial yang terjaadi di
kecamatan siompu dan kecamatan siompu barat?
2. Menurut anda apa dampak sosial yang terjadi akibat konflik tapal,
akibat konflik tapal batas?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik sosial
tapal batas kecamatan siompu dan siompu barat?
4. Apakah ada oknum-oknum yang memprovokasi kedua bela pihak?
5. Apa solusi yang di tawarkan dari pemerintah dan tokoh adat terkait
konflik tapal batas?
96
DAFTAR INFORMAN
Nama :Musliadin
Umur :39 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan :Kepala desa
Nama :La Harudi
Umur :49 tahun
Jenis kelamin :Laki-Laki
Jabatan :Kepala desa
Nama :La Mittu
Umur :76 Tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan : Tokoh adat
Nama :La Sarufi
Umur :59 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan :Staf Kecamatan
Nama :Muh. thahir
Umur :56 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Jabatan : Camat
97
DOKUMENTASI
G
ambar 1. Wawancara dengan bapak La Mitu salah satu toko adat
Gambar 2. Pengambilan Surat keterangan telah melakukan penelitian di
kecamatan Siompu.
98
Gambar 3. Wawancara dengan bapak Muh. Thahir
Gambar 4. Wawancara dengan bapak la sarufi
99
Gambar 5. Pengambilan Surat keterangan telah melakukan penelitian di
kecamatan Siompu Barat.
Gambar 6. Foto bersama staf kantor kecamatan Siompu
Barat
100
RIWAYAT HIDUP
LOMIN UNFANI. Dilahirkan di watuampara
Kabupaten Buton Selatan pada tanggal 12 september
1995. Dari pasangan Ayahanda La Hadima dan Ibunda
Wa Zamana. Masuk sekolah dasar pada tahun 2003 di
SDN 2 Lalole Kecamatan Siompu Barat dan tamat tahun
2009. Tamat SMP Negeri 1 Siompu Barat tahun 2012.
Dan tamat SMA Negeri 1 Siompu Barat tahun 2015. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan pada program studi pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Muhamadiayah Makassar.