Download - Kondisi Oseanografi

Transcript

KONDISI OSEANOGRAFI WAKATOBI

Kondisi Suhu LautPengukuran suhu laut dilakukan di dua lokasi yaitu perairan Liyaolenaro dengan koordinat 5 o 23 47 LS, 123 o 34 40 BT pada kedalaman 10 meter dan di perairan Sombano dengan koordinat 5 o 21 57 LS, 123 o 38 42 BT dengan kedalaman 10 meter (Gambar 6). Pengukuran suhu perairan dilakukan secara real time menggunakan water temperature data logger.

Gambar 6 Lokasi pengukuran suhu laut

Menurut Laevastu dan Hayes (1981) suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mudah diamati. Perubahan suhu perairan akan memberikan dampak terhadap keseimbangan ekosistem di laut. Sebagian besar dampaknya berpengaruh kepada proses kehidupan ikan seperti pertumbuhan, perkembangan dan kecepatan berenang. Saat ini pengukuran suhu perairan untuk kebutuhan penelitian dapat dilakukan secara berkala untuk melihat fenomena yang terjadi di perairan. Kepulauan Wakatobi dikelilingi oleh ekosistem terumbu karang dengan kepadatan yang tinggi. Salah satu parameter yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang ini adalah suhu. Perubahan suhu yang terjadi secara drastis dapat mengakibatkan terjadi perubahan pada ekosistem terumbu karang. Perubahan ini akan langsung berdampak pada proses fotosistesa bagi alga yang bersimbiosi di dalam jaringan karang (Nybakken 1992). Sehingga suhu menjadi salah satu parameter yang penting untuk diamati di perairan kepulauan Wakatobi. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari di sekitar perairan Liyaolenaro. Berikut adalah hasil rekaman water temperature data logger:

Gambar 7 Grafik suhu perairan Liyaolenaro

Gambar 7 menunjukkan perubahan suhu sangat bervariasi di perairan Liyaolenaro. Suhu maksimum mencapai 27.8 C pada tanggal 8 Juli 2013 pada pukul 15.00 WITA dan suhu terendah adalah 27.35 C pada tanggal 10 Juli 2013 pada pukul 7.30-8.30 WITA. Untuk lokasi di sekitar perairan Sombano pengukuran suhu dilakukan selama dua hari. Berikut adalah hasil dari perekaman water temperature data logger:

Gambar 8 Grafik suhu perairan Sombano

Gambar 8 menunjukkan bahwa suhu pada titik penempatan Water temperature data logger di Sombano mengalami penurunan secara berkala. Berdasarkan grafik pada Gambar 3 suhu maksimum mencapai 27.8 C pada tanggal 20 Juli 2013 pada pukul 18.10 WITA dan suhu terendah adalah 27C pada tanggal 21 Juli 2013 pada pukul 08.20 WITA.Berdasarkan hasil yang diperoleh, instrumen Water temperature data logger yang digunakan dalam pengambilan data dapat bekerja dengan baik secara kontinu, sehingga alat pengukur akan mempermudah pengguna dalam mendapatkan data secara efisien. Instrumen ini tidak hanya dapat digunakan sebagai penyimpan data suhu perairan namun juga dapat digunakan dalam pemantauan ekosistem terumbu karang atau ekosistem lainnya. Sehingga dapat diketahui cepat lambatnya tingkat kerusakan karang pada suatu ekosositem terumbu karang akibat pengaruh perubahan suhu yang dapat digunakan diberbagai wilayah, tidak hanya sebatas pada Kepulauan Wakatobi saja.

Kondisi Pasang SurutPengukuran perubahan tinggi muka laut (pasang surut) berdasarkan waktu menggunakan instrumen MOTIWALI yang berlokasi di rumah pintar suku Bajo pada koordinat 5o2929.0 LS 123o4447.65 BT. Penempatan MOTIWALI diletakkan pada ketinggian 3.5 meter diatas permukaan laut. Lokasi penempatan MOTIWALI dapat dilihat pada Gambar 9. Lokasi ini dipilih karena pada saat surut terendah lokasi ini masih tergenang oleh perairan laut sekitar.

Gambar 9 Lokasi pengukuran pasang surut dengan alat MOTIWALI

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik menarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasi onal di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.Hasil pengukuran pasang surut menggunakan MOTIWALI (Mobile Tide and Water Level Intrument) diplotkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Fluktuasi muka laut hasil pengukuran MOTIWALI selama 11 hari di Wakatobi

Gambar 10 menunjukkan perubahan pasang surut yang diukur dari tanggal 10 Juli sampai dengan 21 Juli 2013. Berdasarkan dari gambar tersebut didapatkan bahwa pola pasang surut di Wakatobi tepatnya di wilayah Pulau Kaledupa adalah pasang surut campuran mengarah ke semi diurnal. Hal itu terjadi karena keadaan yang dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan tinggi dan periode berbeda.Menurut Pariwono (1987), tipe pasang surut yang terbentuk pada Perairan Timur Indonesia (Gambar 10), memiliki tipe pasang surut campuran dominan ganda. Hal ini disebabkan oleh penjalaran gelombang pasang surut yang mendominasi dari Samudera Pasifik yang masuk ke Perairan Indonesia dari bagian Timur di sebelah Utara yakni melalui perairan Selat Makasar, Laut Sulawesi, dan Laut Arafura. Gelombang pasang surut antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memilki selisih waktu 5 jam pada konstanta ganda (semi-diurnal constituents) dan selisih 4 jam pada konstanta tunggal (diurnal consitutents) (Hatamaya et al 1996). Sistem pasut di kedua samudera ini berinteraksi dengan perairan nusantara. Topografi dasar perairan juga menyebabkan kondisi pasut di Indonesia semakin kompleks (Pariwono1987).Sebagai data pelengkap kami juga mengolah data menggunakan buku ramalan pasang surut dari wilayah Bau-bau. Pengolahan mengunakan metode Admiralty. Metode admiralty Admiralty adalah metode yang digunakan untuk menentukan dua konstanta harmonik yaitu amplitudo dan keterlambatan phasa. Menurut Suyarso (1989) Metode admiralty digunakan untuk menentukan muka air laut rata-rata harian, bulanan dan tahunan. Perhitungan dengan metode admiraltydakan diperoleh konstanta harmonik yang digunakan untuk analisa data dengan menggunakan bilangan Formzahl. Berdasarkan hasil pengolahan didapatkan grafik sebagai berikut:

Gambar 11 Pola pasang surut hasil Dishidros di Bau-bau

Jika dilihat secara visual, Gambar 11 menunjukkan adanya kesamaan pola pada gambar 5. Selain itu berdasarkan hasil kalkulasi dari konstanta pasang surut (Tabel 1) yang telah didapatkan dari data tabel pasut pada gambar 5, didapatkan hasil bilangan Formzhal yaitu 0.74 dimana pada bilangan tersebut menunjukkan bahwa tipe pasang surut di wilayah daerah Wakatobi yaitu memiliki tipe pasut campuran mengarah ke semi diurnal sehingga sangat sesuai dengan hasil penelitian Wyrtki (1961) dan Fatoni (2011) yang menjelaskan bahwa pada wilayah penempatan MOTIWALI yaitu di perairan Wakatobi tipe pasutnya adalah campuran mengarah ke semidiurnal.

Tabel 1 Kontanta pasang surut di Daerah Bau-bau berdasarkan AdmiraltyS0M2S2N2K1O1MS4K2P1

A140.1153.8619.069.6134.1519.70.661.085.15

go334.4235.76299.4283266153192.135.8

Berdasarkan hasil kalkulasi data konstanta pasut juga menunjukkan bahwa ketinggian rata-rata air di perairan Wakatobi yaitu mencapai 140.11 cm. Adapun nilai Mean Low Water Level (MLWL) atau rata-rata kedudukan air terendah yaitu 62.2 cm, dan nilai Mean High Water Level (MHWL) atau rata-rata kedudukan air tertinggi yaitu 213 cm dengan tunggang pasut (tidal range) 145.8 cm.Batimetri Pengukuran kedalaman laut menggunakan dua teknik pengambilan data, pertama pengambilan secara langsung dan kedua pengambilan secara tidak langsung. Untuk pengambilan secara langsung menggunakan echosounder tipe GPS MAP Sounder 198C dengan tracking di sekitar pulau Kaledupa pada tanggal 17 Juli dan 20 Juli 2013, sedangkan data tambahan yang diperoleh secara tidak langsung berasal dari Gebco. Hal ini dikarenakan data yang berasal dari Gebco memiliki reolusi yang baik (1kilometer di akuator) sehingga dapat membantu kelengkapan data hasil tracking dengan menggunakan GPS Map Sounder 198C. Dari hasil pengukuran tersebut di overlay menggunakan perangkat Surfer 10. Sehingga dapat digambarkan peta batimetri sebagai berikut:

Gambar 12 Peta batimetri wilayah Wakatobi

Gambar 12 keadaan perairan kepulauan Wakatobi antara satu pulau dengan pulau lainnya dipisahkan dengan perairan yang sangat curam. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar 12 yang menjelaskan bahwa perairan di kepulauan tersebut memiliki kedalaman hingga 4200 meter.

Gambar 13 Peta batimetri 3D wilayah Wakatobi.

Gambar 13 menjelaskan bahwa batas darat dan laut dari keempat pulau yang terdapat di Wakatobi memiliki kemiringan slope yang sangat curam. Karakteristik batimetri seperti ini menggolongkan Wakatobi sebagai perairan laut dalam dan salah satu alasan mengapa gelombang yang terbentuk di perairan ini dapat mencapai ketinggian hingga 6 meter saat pada musim timur. karena kedalaman perairan merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gelombang selain adanya kecepatan angin, lamanya angin bertiup, dan panjang hembusan angin bertiup.Arus LautArus laut adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut tersebut yang terjadi secara teru menerus (Gross dalam Nugraha 2000). Arus dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan rambatan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka (Nontji 1993). Angin yang bertiup di atas permukaan air, akan menyeret masaa air laut di bagian bawahnya sehingga timbul arus (Sidjabat 1973). Pada umumnya permukaan air yang langsung bersentuhan dengan agin akan menimbulkan arus di lapisan permukaan dengan kecepatan arus 2 % dari kecepatan angin itu sendiri (Hutabarat dan Evans, 1985). Arus yang dipengaruhi oleh pasang surut dinamakan arus pasang surut (tidal current) (JICA dalam Nugraha 2000).

Gambar 14 Lokasi pengukuran arus menggunakan Drifter Buoy

Pengukuran arus di perairan wakatobi menggunakan Drifter Buoy. Drifter Bouy mempunyai dua bagian utama yaitu buoy dan jarring. Buoy digunakan untuk menempatkan kompartemen sedangkan jarring digunakan sebagai perangkap arus. Prinsip kerja drifter buoy yaitu buoy dihanyutkan sehingga driter buoy dapat mengikuti arah dan kecepatan arus. Pengukuran dilakukan pada tanggal 15, 16,17 dan 20 juli 2013 pada 6 lokasi seperti terlihat pada gambar 14.Data hasil pengukuran berupa waktu dan koordinat. Data tersebut digunakan untuk membuat trayektori arah dan kecepatan arus dalam bentuk vector pada diagram kartesius. Hasil trayektori arah dan kecepatan arus wakatobi dapat dilihat pada Gambar 15-20.

Gambar 15 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 15 Juji 2014

Gambar 16 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 16 Juli 2014

Gambar 17 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 16 Juli 2014

Gambar 18 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 17 Juli 2014

Gambar 19 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 17 Juli 2014

Gambar 20 Trayektori arah dan kecepatan arus pada tanggal 20 Juli 2014

Data arus yang terukur umumnya menunjukan arah pergerakan dari arah barat laut menuju tenggara atau sebaliknya. Namun ada pola arah arus yang terjadi tidak menentu atau ke sembarang arah yang membentuk suatu pusaran. Pola arus yang tidak menentu ini terdapat di utara kaledupa pada saat pengukuran tanggal 16 Juli 2014. Pada hasil trayektori arah arus terlihat bahwa lebih didominasi ke arah barat laut yaitu pada pengukuran tanggal 15 juli 2013 hingga 17 juli 2013. Besar kemungkina arah arus dipengaruhi oleh angin karena arah angin pada tanggal 15 juli 2013 hingga 17 juli 2013 menuju ke barat laut yang dapat dilihat pada gambar 21.

15 Juli 2013

16 Juli 2013

17 Juli 2013

20 Juli 2013

Gambar 21 Pola angin wilayah Wakatobi

Sedangkan arah arus pada pengukuran tanggal 20 juli 2013 menunjukan arah ke tenggara. Hal ini bisa disebabkan oleh batimetri karena pada saat pengukuran dilakukan, kondisi laut sangat tenang dan kondisi tiupan angin sangat kecil sehingga dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh angin. Kecepatan rata-rata arus yang terukur dari tanggal 15, 16 17, dan 20 Juli 2013 yaitu 74 cm/detik.Gelombang LautGelombang laut dapat ditinjau sebagai deretan dari pulsa-pulsa yang berurutan yang terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan air laut, yaitu dari suatu elevasi maksimum (puncak) keelevasi minimum (lembah). Gelombang akan mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Lebih lanjut dikemukakan bahwa mekanisme transfer energi ini terdiri dari dua bentuk yaknipertama: akibat variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dankeduatransfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi tinggi dapat ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu. Tiga faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu: (1) lama angin bertiup (2) kecepatan angin dan (3)fetch(jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkitan gelombang atau daerah pembangkitan gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dapat dihasilkan dalam pembangkitan gelombang. Demikian halnya denganfetch,gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energi. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang kadang-kadang sangat berpengaruh misalnya lebarfetch, kedalaman air, kekasaran dasar, stabilitas atmosfir dan sebagainya (Yuwono 1984). Gelombang perairan dalam akan bergerak menuju kearah pantai, tetapi tidak semua gelombang yang datang dari perairan bebas tersebut dapat mendekati pantai. Hanya gelombang dengan frekuensi tertentu yang dapat mencapai pantai, sedangkan gelombang lainnya memberikan energinya kepada gelombang tertentu tersebut (Sidjabat 1973).Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan atau dengan menganalisa data angin yang ada. Pengukurang langsung di lapangan biasanya kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang singkat. Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai paling baik, tetapi jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun.Gelombang yang sebenarnya terjadi di alam adalah sangat kompleks dan tidak dapat dirumuskan dengan akurat. Akan tetapi dalam mempelajari fenomena gelombang yang terjadi di alam dilakukan beberapa asumsi sehingga muncul beberapa teori gelombang. Gelombang yang acak tersebut di asumsikan berbentuk sinusoidal yang ideal. Terdapat hubungan matematis dari karakteristik gelomban tersebut.Pengukuran mengenai karakteristik gelombang dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu analisis dari data kecepatan angin sebagai gaya pembangkitnya dan pengukuran secara langsung di lapang pada lokasi penambatan tertentu. Analisis menggunakan data kecepatan angin membutuhkan nilai rata-rata angin pada satu lokasi dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan pengukuran secara langsung, membutuhkan suatu instrumen yang dapat mendeteksi pergerakan gelobang pada permukaan perairan.Analisis data angin dilakukan menggunakan data angin yang diunduh dari situs ECMWF. Situs ini menyediakan data angin pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut. Grid yang dimiliki cukup besar sehingga di pilih stasiun yang paling dekat dengan daerah Wakatobi. Data angin ini kemudian dilakukan beberapa koreksi dan konversi untuk kemudian dapat dihitung tinggi gelombang (H), periode gelombang (T), Data angin yang digunakan yaitu data pada bulan Juli 2013. Data angin yang digunakan di sini untuk menghitung tinggi gelombang rata-rata adalah data angin rata-rata, sedangkan untuk menghitung tinggi gelobang maksimum menggunakan data angin maksimum. Berikut merupakan hasil perhitungan tinggi gelombang pada bulan Juli 2013.

Gambar 22 Plot tinggi gelombang rata-rata harian dan periodenya

Gambar 23 Plot tinggi gelombang maksimum harian dan periodenya

Hasil perhitungan yang di dapatkan menunjukkan tinggi gelombang rata-rata pada bulan Juli berkisar antara 1.1 sampai 2.5 meter dengan periode gelombang 4.8 sampai 6.3 detik. Sedangkan tinggi gelombang maksimum nilainya berkisar antara 1.37 sampai 2.73 meter dengan periode gelombang 5 sampai 6.4 detik.

Gambar 24 Lokasi pengukuran gelombang menggunakan Wave Buoy

Pengukuran yang dilakukan secara insitu menggunakan sebuah buoy gelombang (wave buoy) yang ditambatkan pada lokasi tertentu. Lokasi instalasi wave buoy ini yaitu di perairan selat Pulau Hoga dan Pulau Kaledupa pada koordinat 528.419.85 LS dan 12345.72 BT di kedalaman 8 meter. Perekaman data gelombang dilakukan pada tanggal 11 Juli 2013 pukul 11:00 WITA sampai dengan 12 Juli 2013 pukul 08:00 WITA. Hasil data rekaman kemudian dianalisis per- satu jam perekaman dan didapatkan karakteristik gelombangnya yaitu sebagai berikut:

Gambar 25 Plot tinggi gelombang rata-rata dan periodenya pada waktu perekaman

Gambar 26 Plot tinggi gelombang signifikan, tinggi gelombang maksimum dan masing masing periodenya pada waktu perekaman

Fluktuasi nilai tinggi gelombang rata-rata yang didapatkan yaitu berkisar 0.2 sampai 0.9 meter dengan periode gelombang rata-rata berkisar 3.6 sampai 4 detik. Tinggi gelombang signifikan adalah nilai yang biasa digunakan untuk menghitung probabilitas tinggi gelombang dari distribusi statistik data gelombang. Tinggi gelombang signifikan yang didapat dari analisis data perekaman ini yaitu berkisar antara 0.4 sampai 1.7 meter. Tinggi gelombang signifikan tertinggi terjadi pada pukul 17.00 mencapai 1.72 meter dan terendah pada pukul 02.00 dengan ketinggian gelombang 0.4 meter. Tinggi gelombang maksimum (Hmax) adalah nilai tinggi gelombang tertinggi pada waktu perekaman. Tinggi gelombang maksimum yaitu pada pukul 04.00 yang mencapai tinggi 2.58 meter.


Top Related