Download - kk not fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Salah satu syarat yang penting dalam perancangan kapal yaitu kekuatan
kapal yang harus terjamin. Hal ini berkaitan dengan konstruksi kapal. Karena
itu rancangan konstruksi suatu kapal harus bisa menjamin kekuatan kapal
terutama kekuatan terhadap lenturan umum maupun kekuatan terhadap
pengaruh berbagai beban-beban kapal yang bekerja pada kapal itu.
Pengecekan kekuatan kapal juga harus dilakukan untuk menjamin sifat
laik laut suatu kapal kapal dimana jumlah tegangan yang bekerja pada kapal
harus lebih kecil dari jumlah tegangan yang diijinkan.
Dalam pelayaran kapal akan berada pada kondisi laut tenang maupun
bergelombang ataupun pada puncak gelombang maupun lembah gelombang.
Pada kondisi-kondisi ini akan terjadi gaya-gaya pada kapal baik gaya luar
maupun oleh berat kapal itu sendiri serta beban-beban diatasnya.
Pada perhitungan kekuatan kapal maka semua kondisi diatas harus
diperhitungkan sebaik-baiknya untuk menjamin sifat laik laut suatu kapal.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan agar :
1. Penulisan dapat menghitung kekuatan kapal pada kondisi air tenang
maupun kondisi air bergelombang.
2. Penulis dapat membandingkan tegangan yang bekerja dengan tegangan
ijin berdasarkan Biro Klasifikasi Indonesia.
1
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah studi pustaka dengan
menggunakan literature-literatur yang berhubungan dengan penulisan ini.
D. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan ini akan dihitung mengenai perhitungan gaya lintang
dan momen lentur pada kondisi air tenang dan bergelombang sewaktu kapal
bermuatan 50 % bahan bakar, air tawar, provisi dan cargo. perhitungan
modulus penampang serta pemeriksaan kekuatan kapal.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I. Bagian ini menguraikan pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan,
pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II. Bagian ini menguraikan tentang perhitungan komponen berat
kapal serta perhitungan titik berat kapal pada kondisi 50% Bahan
Bakar, Air Tawar, Provisi dan cargo.
BAB III. Bagian ini menguraikan tentang Perhitungan gaya lintang dan
momen lentur kapal pada kondisi air tenang.
BAB IV. Bagian ini menguraikan tentang Perhitungan gaya lintang dan
momen lentur kapal pada kondisi air bergelombang.
BAB V. Bagian ini menguraika tentang perhitungan modulus penampang
dan momen inersia
BAB VI. Bagian ini menguraikan tentang pemeriksaan kekuatan kapal
terhadap tegangan yang diijinkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia.
BAB VII. Bagian ini menguraika tentang penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran
2
Pada bagian akhir ini menguraikan tentang daftar puastaka yang
memuat judul-judul buku sebagai literature yang digunakan serta
lampiran.
BAB II
PERHITUNGAN KOMPONEN BERAT KAPAL
A. Data Kapal
Dalam penulisan ini kapal yang akan dihitung kekuatannya
adalah kapal rancangan jenis kapal general cargo dengan DWT
6443 ton, kecepatan 11.2 knot dan trayek pelayaran Jakarta-
Surabaya- Balikpapan
Adapun data kapal adalah sebagai berikut :
Tipe : General Cargo
Material : Baja
Panjang Garis Air (LWL) : 102.90 m
Panjang Antara Garis Tegak (LBP): 98.00 m
Lebar Kapal (B) : 17.00 m
Tinggi Geladak (H) : 8.40 m
Tinggi Sarat (T) : 6.58 m
Kecepatan Kapal (Vs) : 11.20 Knot
Koefisien Blok (CB) : 0.75
Koefisien Garis Air (CW) : 0.85
Koefisien Garis Tengah (CM) : 0.98
Koefisien Prismatik (CP) : 0.77
Letak Titik Tekan (LCB) : 0.98
Displasemen Berat (∆) : 8848.62 Ton
3
B. Dokumen – Dokumen Kapal
Selain dari data – data tersebut di atas, maka dalam perhitungan
kekuatan kapal ini, digunakan juga dokumen – dokumen penunjang
antara lain :
Gambar rencana garis
Gambar rencana umum
Gambar skala bonjean
Gambar kurva hidrostatis
4
A. Perhitungan Komponen Berat Kapal Kosong (LWT)
Perhitungan komponen berat kapal ini di lakukan untuk
mendapatkan berat kapal dalam keadaan kosong. Yang meliputi
berat lambung dan perlengkapan serta berat permesinan dan
instalasi yang merupakan komponen berat kapal kosong (LWT).
1. Berat Lambung Kapal
Berat lambung kapal dapat dihitung dengan rumus ;
Wh = a . Δ
Dimana ,
A : koefisien berat lambung kapal Berkisar antara 18%-
35% ,
Koefisien berat lambung yang diambil pada
pehitungan ini = 24%.
Δ : desplasemen berat kapal = 8848.615 ton
Maka ;
Wh = 0,24 x 8848.615 = 2123.667 ton
( Terdistribusi pada spasi 0 -1, ..............19 – 20 )
5
Untuk mengetahui berat lambung pada setiap spasi,
digunakan metode tangga dengan tipe langsing. Lambung kapal
memiliki 7 paralel middle body.
Menurut metode ini, penyebaran berat lambung pada tiap spasi dapat
Dik : G = 2123.667 ton
L = 102.9 m
Xh = Xc = 0,925 m
L = 4.9 m
20*
7
20*
7
)(
*20
1*
*20
1*
*20
1*
11
00
11
00
Gmm
Gmm
Gmg
Gmg
Gmg
h = Xh / ΔL
= 0.925 / 4.9 = 0.189
m0 = 0.667 + ( 0.365 x h )
= 0.667 + ( 0.365 x 0.189)
= 0.736
m1 = 0.667–( 0.365 x h )
= 0.667 –( 0,365 x 0.189)
= 0.598
6
Sehingga :
g = 1.18 x (1/20) x 2123.667 = 135.45 ton
g0 = 0.736 x (1/20) x 2123.667 = 78.151 ton
g1 = 0.598 x (1/20) x 2123.667 = 63.497 ton
0 = {(1.18 – 0.736)/7} x (2123.667 /20) = 6.735 ton
1 = {(1.18 – 0.598)/7} x (2123.667 /20) = 8.828 ton
Tabel 1. Distribusi Berat Lambung
SPASI BERAT SATUAN0 - 1 78.15 ton
1' - 2 84.90 ton
2' - 3 91.66 ton
3' - 4 91.66 ton
4' - 5 98.41 ton
5' - 6 105.16 ton
6' - 7 111.92 ton
7' - 8 135.45 ton
8' - 9 135.45 ton
9' - 10 135.45 ton
10' - 11 135.45 ton
11' - 12 135.45 ton
12' - 13 135.45 ton
13' - 14 135.45 ton
14' - 15 107.64 ton
15' - 16 98.81 ton
16' - 17 89.98 ton
17' - 18 81.15 ton
18' - 19 72.33 ton
19' - 20 63.50 ton
∑ 2,123 ton
7
2. Berat Perlengkapan ( Wo + a )
Berat perlengkapan dapat dihitung dengan rumus
(Schneekluth) yaitu ;
WOA = C x ( L * B * D )2/3 ..................(ton) [4. P.71]
Dimana;
C : koefisien yang berkisar antara 0,7 – 0,9 [4. P.71]
Untuk kapal barang C = 0,75
L : Panjang kapal (LBP) = 98.00 m
B : Lebar Kapal = 17.00 m
D : Tinggi Geladak = 8.40 m
Maka
WOA = 0,75 x ( 98.00* 17.00 * 8.40 )2/3
3. Berat Permesinan ( Wme )
a. Berat Mesin
gm = 0,1 ton/PK
dimana ,
N = tenaga motor induk (BHP) rumus posdonine
8
K = 1.01 (untuk mesin dibelakang)
Cp = 73,8 (Koefisien posdonine)
Vt = kecepatan Percobaan
Vt = 1.06 x Vs
= 1.06 x 11.2
= 11.872
Sehingga,
3524.97
Wm = 0.1 x 3524.97
= 352.5 ton
LWT = Wh + Wo+a+Wm
= 2123.667+ 435.540 + 352.5
= 2911.707
BOBOT MATI KAPAL (DWT)
9
1. Berat Bahan Bakar
Banyak bahan bakar yang digunakan tergantung dari daya
mesin, trayek, dan kecepatan kapal.
Trayek kapal dalam rancangan ini adalah jakarta- surabaya –
balikpapan dengan radius 600 mil laut.
Waktu yang digunakan untuk menempuh trayek tersebut :
dimana : A =radius
V =kecepatan kapal
Penambahan 10 % menjadi : 50 = 2.1 hari
Berat bahan bakar dihitung dengan menggunakan rumus
( Soeprapto, Msc.1981) sebagai berikut :
Pbb = qbb / 1000 x ( 1 + ƺ ) N x R / Vs
dimana :
qbb = koefisien pemakaian bahan bakar = q1 + q2 + q3
q1 = 0.181
q2 = 0.002
q3 = 0.177
qbb = 0.181 + 0.002 + 0.177 = 0.36
Penentuan ƺ = 0.3
Ne = tenaga motor induk = 2600 PK
R = radius pelayaran ; 600 mil
10
Maka dapat diperoleh berat bahan bakar :
Pbb = x ( 1 + 0.3 ) 2600 x = 55.31 ton
Pbbtot = Pb + 10 %
= 55.31 + 5.531= 60.84 ton
2. Berat Minyak Pelumas
( diambil 4%)
3. Berat Air Tawar
Jumlah ABK adalah 27 orang. Kebutuhan air tawar untuk
minum adalah 10 kg/orang x hari. Sedangkan untuk mandi dan
cuci sebanyak 200 kg/orang x hari. Jadi, berat air tawar yang
disediakan selama berlayar adalah :
( Diktat Merancang Ir. Soeprapto)
=10738.636 kg
=10.738
4. Berat ABK, dan Bagasi ( PABK)
11
Jumlah ABK adalah 27 orang. Berat rata-rata tiap orang
adalah 75 kg dengan berat bagasi tiap orang 20 kg, maka
diperoleh :
PABK+bag = 27 x 95 = 2565 kg = 2.6 ton
5. Berat Provisi (Pprov)
Berat provisi setiap ABK selama berlayar adalah 2
kg/orang/hari, maka :
6. Berat Cadangan Perlengkapan
Untuk menghitung berat cadangan perlengkapan dipakai
rumus sebagai berikut :
Pcad = 0.03 x Δ
= 0.03 x = 265.46 ton
7. Berat keseluruhan :
a. Berat bahan bakar = 60.84 ton
b. Berat minyak pelumas= 2.433on
c. Berat air tawar = 10.738 ton
d. Berat ABK dan bagasi = 2.6 ton
e. Berat provisi = 0.102 ton
f. Berat cadangan = 265.46ton
Jumlah = 342.173 ton
12
Jadi, muatan bersih = DWT – 342.173 = 6443
= 6100.827
D. Pengetriman Kapal
Dalam proses pengetriman kapal ini, langkah pertama yang harus di ambil
adalah menentukan tinggi sarat haluan ( TH ) dan tinggi sarat buritan (TB ).
Data–data yang di perlukan dalam perhitungan pengetriman kapal ini sebagai
berikut :
a. XC ( Absis titik tekan kapal )
b. Xg (Absis titik berat kapal )
c. Xf (Absis titik berat luas garis air )
d. R ( Radius metasenter membujur )
e. L ( Pajang antara garis tegak )
a. Tinggi Sarat Haluan ( TH )
13
Tinggi sarat haluan di hitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut :
TH = TAVE + ∆ TH
TH = TAVE + ( L / 2 – Xf ) . Xg – Xc / R
Dimana :
TAVE: Tinggi sarat rata-rata
: 2.75 m
VAWAL : 1386
L : Pajang antara garis tegak
: 66.50 m
Xf : 0.09 m
Xg : -0.338 m
Xc : -0.45 m
R : 96 m
Sehingga :
TH = 2.75 + ( 66.50 / 2 – 0.09 ) x (-0.338) + 0.45 / 96
= 2.6 m
b. Tinggi Sarat Buritan ( TB )
Tinggi sarat buritan dapt di hitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
TB = TAVE - ∆ TH
= TAVE - ( L / 2 – Xf ) . Xg – Xc / R
Sehingga :
TB = 2.75 - ( 66.50 / 2 – 0.09 ) x (-0.338) + 0.45 / 96
= 2.9 m
14
Setelah di dapat tinggi sarat haluan dan tinggi sarat buritan, proses
selanjutnya adalah pengetriman, yang di lakukan dengan penggambaran
garis air baru pada skala bonjean untuk mendapatkan luas bidang gading
yang baru. Kemudian di hitung volume kapal dan letak titik tekan kapal
pada kondisi pengetriman ini.
Volume kapal baru ( VPENETRIMAN ) titik tekan yang baru ( Xc ) yang di dapat ,
( terlihat pada tabel 3 ).
VPENGETRIMAN = 1387 [ m3 ]
XC = -0.399 [ m ]
c. Pengecekan Volume Absis Titik Yang Baru Terhadap Volume dan Titik
Berat Pada Kondisi Awal.
Untuk mengatahui apakah proses pengetriman ini telah memenuhi
persyaratan untuk perhitungan selanjutnya maka pengecekan dengan
kriteria sebagai berikut :
VAWAL – VPENGETRIMAN < 0.4 % . VAWAL
1386 – 1387 < 0.004 . 1386
- 1 < 5.544
Untuk pengecekan titik tekan kapal terhadap titik berat kapal di lakukan
dengan kriteria sebagai berikut :
Xg - Xc < 0.1 % LBP
- 0.338 – ( - 0.399 ) < 0.001 . 66.50
- 0.061 < 0.0665
Dari pengecekan diatas ternyata selisih besar volume dan letak titik tekan
yang baru terhadap volume awal dan titik berat kapal telah memenuhi
persyaratan yang ada sehingga tidak perlu dilakukan pengetriman kedua
dan perhitungan selanjutnya dapat dilanjutkan.
15
Tabel 3. PENGETRIMAN PADA KONDISI AIR TENANG
NO
GADING
FAKTOR
LENGAN
PENDEKATAN
LUAS BIDANG
GADING
( m2 )
( 2 ) x ( 3 )
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 )
0 -10 0.000 0.000
16
1 -9 4.000 -36.000
2 -8 10.000 -80.000
3 -7 16.000 -112.000
4 -6 25.000 -150.000
5 -5 26.000 -130.000
6 -4 28.000 -112.000
7 -3 29.000 -87.000
8 -2 30.000 -60.000
9 -1 32.000 -32.000
10 0 35.000 0.000
11 1 27.000 27.000
12 2 26.000 52.000
13 3 26.000 78.000
14 4 25.000 100.000
15 5 24.000 120.000
16 6 22.000 132.000
17 7 19.000 133.000
18 8 10.000 80.000
19 9 3.000 27.000
20 10 0.000 0.000
Jumlah
Koreksi
Terkoreksi
417.000 -50.000
0.00 0.000
417.000 -50.000
∆L = 3.325
Volume = (3) x ∆L
= 417.000 x 3. 325
= 1387 m3
Xc = (4) / (3) x ∆L
= ( -50.000 / 417.000 ) x 3.325
= -0.399 m
17
BAB III
PERHITUNGAN GAYA LINTANG DAN MOMEN LENTUR PADA KONDISI
AIR TENANG
A. Perhitungan Berat Beban Pada Kompartemen, Gaya Lintang dan Momen
Lentur Pada kondisi Air Tenang
Setelah kita mendapatkan kedudukan atau posisi kapal yang
sebenarnya dari hasil pengetriman pada bab sebelumnya, maka selanjutnya di
lakukan perhitungan gaya lintang dan momen lentur pada kondisi air tenang.
1. Gaya Apung ( ri )
Akibat pemindahan gaya berat dan volume ke air maka timbulah gaya
apung yang merupakan reaksi dari air akibat gaya-gaya tersebut. Besar
gaya apung ini sebanding dengan gaya berat kapal yang terapung tersebut
[3 – P.38 ]
Gaya apung dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ri =
[ ton ]
Dimana :
18
ri : Gaya apung [ ton]
ωi : Luas bidang gading [ m2 ]
: Berat jenis air laut = 1.025 t / m3
∆L : Jarak gading
1. Berat Beban Pada Kompartemen Teoritis ( p )
Berat beban pada kompartemen teoritis di ambil dari tabel distribusi beban
kapal, pada perhitungan bab awal ( Bab II ).
2. Resultan Beban Kompartemen Teoritis( qi )
Resultan beban kompartemen teoritis merupakan selisih dari beban pada
kompartemen teoritis dengan gaya apung pada kompartemen teoritis
3. Perhitungan Gaya Lintang ( N )
Untuk menentukan gaya lintang kapal ( N ) di gunakan persamaan integral
dasar [ 3 – P.39 ], sebagai berikut :
NX = [ ton ]
Berdasarkan rumus di atas, gaya lintang ( N ) dapat di jabarkan kedalam
rumus praktis sebagai berikut :
N = qi . ∆L [ ton ]
N = ( p - ri ) . ∆L
N = ( p / ∆L – ri / ∆L ) . ∆L
N = p – ri [ ton ]
19
Pada spasi terakhir ( gading 0 ) untuk perhitungan gaya lintang tidak sama
dengan 0 sebab itu perlu di lakukan koreksi sebagai berikut :
N = N ± i / 20 . ∆N
Berdasarkan perhitungan pada tabel 7 di peroleh harga gaya lintang pada
gading 0 = -0.173 sehingga dilakukan perbandingan terhadap nilai
maksimum pada gaya lintang, yang hasilnya adalah :
( -0.173 / 82.115) x 100 % < 2.5% x 82.115
-0.002 < 2.053
4. Perhitungan Momen Lentur ( M )
Perhitungan momen lentur di nyatakan secara matematis sebagai fungsi
dari gaya lintang [ 3 – P. 39 ] yaitu :
MX = = [ ton ]
Untuk perhitungan momen lentur pada spasi terakhir ( 0 ) hasilnya tidak
sama dengan 0 sebab itu dilakukan koreksi dengan rumus sbagai berilut :
Mi = M ± i / 20 . ∆M
Berdasarkan perhitungan pada tabel 7 di dapat momen lentur pada gading
0 = -91.930 sehingga di lakukan perbandingan terhadap nilai maksimum
momen lentur yang hasilnya sebagai berikut :
( -91.930/ 1284.859) x 100 % < 5% x 1284.859
20
-0.072 < 64.243
Perhitungan gaya apung pada kompartemen teoritis, berat beban pada
kompartemen teoritis, gaya lintang ( N ) dan momen lentur ( M ) dapat
di lihat hasilnya pada tabel 7.
BAB IV
PERHITUNGAN GAYA LINTANG DAN MOMEN LENTUR PADA KONDISI AIR
BERGELOMBANG
A. Perhitungan Berat Beban Pada Kompartemen, Gaya Lintang dan Momen
Lentur Pada kondisi Air Bergelombang
1. Profil Gelombang
Panjang gelombang untuk perhitungan kekuatan kapal pada kondisi laut
bergelombang di ambil sama panjang dengan panjang antara garis tegak
( LBP ), sehingga λ = LBP = 66.50 m, dimana profil gelombangnya adalah
gelombang yang teratur.
21
Tinggi gelombang ( Hw ) yang diterima adalah :
Hw = 2 m
a. Pengetriman Pada Kondisi Air Bergelombang
Pada saat kapal berada pada air bergelombang, maka kapal mengalami
gerakan translasi dan rotasi. Pada saat kapal berada pada puncak
gelombang ( Hogging ) atau lembah gelombang ( Sagging ), volume
kapal harus tetap sama dengan volume kapal pada kondisi air tenang.
Karena di perlukan volume yang sama pada kedua kondisi maka pada
kondisi air bergelombang juga diadakan pengetriman.
b. Penentuan Ordinat Profi Gelombang ζ i
Bentuk gelombang yang dipakai dalam perhitungan ini yaitu Sinusoidal,
dengan persamaan gelombang berdasarkan buku karangan Daniel M.
Rosyid, Ph. D dan Ir. Dony Setyawan [ 6 - P.79 ], yaitu :
y = ( Hw/2 ) sin [( 2πx/Lw ) – ( π/2 )]
22
Dimana nilai x untuk setiap gading teoritis dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
X [m] Y [m]
AP
L/20
3L/20
4L/20
5L/20 y = ( Hw/2 ) sin [( 2πx/Lw ) – ( π/2 )]
6L/20
7L/20
8L/20
9L/20
Midship
Berdasarkan rumus tersebut, maka didapat ordinat profil gelombang
sinusoidal :
TABEL 5. Ordinat Profil gelombang Sinusoidal
NO
GADING
ORDINAT PROFIL GELOMBANG
KONDISI KONDISI
23
HOGGING SAGGING
20 -1.000 1.000
19 -0.951 0.951
18 -0.809 0.809
17 -0.588 0.588
16 -0.309 0.309
15 0.000 0.000
14 0.309 -0.309
13 0.588 -0.588
12 0.809 -0.809
11 0.951 -0.951
10 1.000 -1.000
9 0.951 -0.951
8 0.809 -0.809
7 0.588 -0.588
6 0.309 -0.309
5 0.000 0.000
4 -0.309 0.309
3 -0.588 0.588
2 -0.809 0.809
1 -0.951 0.951
0 -1.000 1.000
24
c. Pengecekan Volume dan Absis Titik Tekan Hasil Pengetriman
Terhadap Volume dan Titik Berat Awal
Sebelum pengecekan volume dan absis titik tekan pada kedua posisi
gelombanag ( kondisi Hogging dan Sagging ), maka terlebih dahulu
menghitung volume dan absis titik tekan pada kedua kondisi tersebut
diatas yang di perlihatkan pada perhitungan tabel 6 dan tabel 7.
Untuk mengetahui apakah proses pengetriman ini telah memenuhi
persyaratan untuk perhitungan selanjutnya maka di lakukan
pengecekan sebagai berikut :
Pengetriman Pada Kondisi Hogging
Pengecekan volume kapal
VAWAL - VPENGETRIMAN < 0.4 % . VAWAL
1386-1388 < 0.004 . 1386
-2 < 5.544
Pengecekan titik tekan ( XC )
Xg - Xc < 0.1 % . LBP
-0.338 - ( -0.346 ) < 0.001 . 66.50
0.008 < 0.0665
Pengetriman Pada Kondisi Sagging
Pengecekan volume kapal
VAWAL - VPENGETRIMAN < 0.4 % . VAWAL
1386 - 1388 < 0.004 . 1386
-2 < 5.544
25
Pengecekan titik tekan ( XC )
Xg - Xc < 0.1 % . LBP
-0.338 - ( -0.327 ) < 0.001 . 66.50
- 0.011 < 0.0665
Dari pengecekan di atas ternyata volume kapal dan titik tekan
yang baru terhadap volume awal dan titik berat telah memenuhi
persyaratan sehingga perhitungan selanjutnya dapat di lanjutkan.
2. Perhitungan Gaya Apung ( ri ), Gaya Lintang ( N ) dan
Momen Lentur( M ) Pada kondisi Air Bergelombang ( Hogging dan Sagging
)
Pada keadaan air bergelombang ini bentuk permukaan telah berubah dari
bentuk lurus menjadi statu bentuk gelombang yang teratur ( trochaidal ).
Sehingga dengan demikian akan terjadi pula perubahan pada luas bidang
gading yang tercelup pada masing-masing gading teoritisnya. Perubahan
luas bidang gading itu akan menyebabkan perubahan gaya apung kapal
tetapi tidak akan berubahan gaya berat kapal.
Dari perubahan gaya apung itulah maka akan di hitung perubahan gaya
lintang dan momen lentur pada kondisi air bergelombang, baik untuk
keadan papal pada puncak gelombang ( Hogging ) maupun pada lembah
gelombang ( Sagging ).
a. Gaya Apung ( ri )
Besar gaya apung ini sebanding dengan gaya berat kapal yang
terapung. Gaya apung dapat di hitung dengan rumus [3 – P.38 ]
sebagai berikut :
26
ri = [ ton ]
Dimana :
ri : Gaya apung [ ton]
ωi : Luas bidang gading [ m2 ]
: Berat jenis air laut = 1.025 t / m3
∆L : Jarak gading
b. Gaya Lintang ( N )
Untuk menentukan perubahan gaya lintang ( N ) di gunakan rumus atau
persamaan integral dasar sebagai berikut :
NX = [ ton ]
Hasil perhitungan gaya lintang ( N ) dapat di lihat pada tabel 8 dan 9
pada masing-masing kondisi gelombang ( Hogging atau Sagging ) dan
juga pada grafik 3 dan 4.
Pada perhitungan gaya lintang pada kondisi air bergelombang sama
halnya dengan kondisi air tenang, yaitu pada gading terakhir ( 0 ) tidak
sama dengan 0, sehingga perlu di lakukan koreksi dengan rumus
persamaan berikut :
∆N = [ 7 ] * ( 1 - i / 20 )
27
Berdasarkan perhitungan pada tabel 8 dan 9 didapat harga gaya lintang
pada gading 0 untuk kondisi Hogging = -0.831 dan untuk kondisi
Sagging = -11.638 sehingga dilakukan perbandingan terhadap nilai
maksimum pada gaya lintang pada masing-masing kondisi gelombang (
Hogging dan Sagging ), dan hasil perbandingan sebagai berikut :
a. Untuk kondisi Hogging
( -0.831 / 83.956 ) < 2.5 % 83.956
-0.010 < 2.099
b. Untuk kondisi Sagging
( -11.638 / -102.244 ) < 2.5 % -102.244
0.114 < -2.556
c. Momen Lentur ( M )
Perubahan momen lentur ( M ) dinyatakan secara matematis sebagai
fungsi dari gaya lintang yaitu sebagai berikut :
MX = = [ ton ]
Hasil perhitungan momen lentur ( MX ) dapat dilihat pada tabel 7 dan 8
dan juga pada grafik 3 dan 4 untuk masing-masing kondisi gelombang
( Hogging dan Sagging ).
Pada gading terakhir 0 dalam perhitungan momen lentur tidak sama
dengan 0, sehingga perlu diadakan koreksi degan persamaan sebagai
berikut :
∆M = [ 12 ] * ( 1 - i / 20 )
28
Berdasarkan perhitungan pada tabel 7 dan 8 didapat harga momen
lentur pada gading 0 untuk kondisi Hogging = 73.244 dan untuk kondisi
Sagging = -634.316 sehingga dilakukan perbandingan terhadap nilai
maksimum pada momen lentur pada masing-masing kondisi gelombang
( Hogging dan Sagging ), dan hasil perbandingan sebagai berikut :
c. Untuk kondisi Hogging
( 73.244 / 1415.120 ) < 5 % 1415.120
0.052 < 70.756
d. Untuk kondisi Sagging
( -634.316 / -1891.894) < 5 % -1891.894
0.335 < -94.595
BAB V
PERHITUNGAN MODULUS PENAMPANG
DAN MOMEN INERSIA
Perhitungan modulus penampang dan momen inersia ini merupakan
lanjutan dari perhitungan elemen konstruksi pada kekuatan kapal, dimana dalam
perhitungan elemen konstruksi tersebut kita mendapatkan modulus penampang
untuk masing-masing elemen. Dan dari modulus penampang tersebut kita
mendapat ukuran profil elemen konstruksi.
29
Modulus penampang merupakan harga suatu perbandingan antara momen
inersia suatu penampang terhadap sumbu yang melalui titik berat penampang
( Sumbu Netral ) dengan jarak terjauh dari ujung penampang ke titik berat
penampang tersebut.
Dalam perhitungan modulus penampang melintang suatu kapal, harus
rerlebih dahulu diketahui momen inersia total dari penampang tersebut, sehingga
perlu dihitung momen inersia pada setiap penampang melintang atau setiap
elemen-elemen konstruksi ( Momen Inersia Pribadi ). Elemen-elemen yang di
hitung adalah elemen-elemen yang mendukung kekuatan membujur kapal atau
elemen yang memanjang sepanjang kapal. Mengingat kesimetrisan kapal maka
momen inersia penampang melintang untuk elemen-elemen konstruksi hanya
dihitung pada setengah lebar kapal.
A. Sumbu Netral ( Netral Axis )
Sumbu netral merupakan bagian dari struktur atau konstruksi dimana
tegangan tarik dan tegangan tekan sama dengan nol.
1. Sumbu Netral Bantu
Menurut peraturan Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ) tahun 1989 untuk kapal
sengan panjang ≥ 50 m harus menggunakan alas ganda ( Dobel Bottom ).
Perhitungan bagian-bagian konstruksi tersebut dapat dilihat tabel 13, untuk
setengah penampang melintang kapal. Sumbu yang di tinjau diambil
berjarak 0.45 H ( J. P. Comstock, ” Principles of Naval Architecture ” ).
Dimana H adalah tinggi geladak kapal, maka di dapat 0.45 x 6.77 = 3.047
m dari bawah ( dari garis dasar )
2. Sumbu Nerral Utama
Pada tabel 13 perhitungan modulus penampang, dihitung jarak dari sumbu
yang ditinjau ke titik berat konstruksi, untuk konstruksi yang berada di atas
30
sumbu asumsi diberi tanda ( + ) dan dibawah sumbu asumsi diberi tanda
( - ) dengan berasumsi pada arah gaya gravitasi.
Jarak dari sumbu asumsi ke sumbu netral :
∑ ( a . dn )
NA = [ m ]
∑ a
Dimana : dn = tinggi sumbu yang ditinjau
a = Luas Pelat
Sehingga 1353.517
NA =
2690.600
= 0.503 m
Sumbu netral terletak pada jarak 0.503 meter diatas sumbu yang ditijau
( Sumbu Netral Bantu ).
B. Momen Inersia
Momen inersia pada prinsipnya adalah jumlah total perkalian luas
statu eleven konstruksi dengan kuadrat jarak eleven konstruksi resebut
terhadap titik berat konstruksi secara keseluruhan. Jira statu eleven
konstruksi terdiri dari profil-profil maka momen inersianya dihitung
berdasarkan teorema sumbu sejajar. Sedangkan untuk bentuk-bentuk
khusus digunakan rumus pendekatan
31
1. Dalam perhitungan elemen-elemen konstruksi pada umumnya
berbentuk persegi, sehingga dalam perhitungan digunakan teorema
sejajar yang mempunyai persamaan seperti dibawah ini :
b . h3
IO =
12
Dimana : a = lebar profil atau jarak profil arah mendatar
h = tinggi profil atau jarak profil arah vertikal
2. Momen inersia seluruh penampang terhadap sumbu netral
( ITOTAL )
ITOTAL = 2 [ In – aNA2 ]
= 2 [ ∑ (Io + adn2 ) - aNA2 ]
Dimana :
In = momen inersia dari setengah penampang kapal pada
perhitungan modulus penampang.
= ∑ ( IO + adn2 )
= ∑ ( 13118.064 + 17970.264 )
= 31088.330
a = luas bagian masing-masing konstruksi = 2690.600
a .NA2 = 2690.600 . ( 0.503 )2
= 680.892 m2. cm2
IO = Momen inersia pribadi
dn = Jarak titik berat masing-masing bagian
32
Sehingga :
ITOTAL = 2 [ 31088.330 - 680.892 ]
= 60814.876 m2 cm2
C. Modulus penampang
Perhitungan modulus penampang dihitung dengan persamaan :
ITOTAL
W =
Z
Dimana :
Z = jarak dari sumbu netral sampai ke bagian
Konstruksi yang dihitung ( m )
1. Untuk bagian di atas sumbu netral ( Deck ) :
ITOTAL
WD =
ZD
dimana : ZD = tinggi netral axis dari deck
= 6.77 - 3.483
33
= 3.287 m
60814.876
WD =
3.287
= 18501.600 m3
2. Untuk bagian di bawah sumbu netral ( Bottom ) :
ITOTAL
WB =
Z B
dimana : ZB = tinggi netral axis dari alas
= 3.030 + 0.519
= 3.549 m
60814.876
WB =
3.549
= 17135.800 m3
Untuk lebih jelas pada tabel 13 diperlihatkan perhitungan modulus penampang
dan momen inersia.
BAB VI
PEMERIKSAAN KEKUATAN
Penentuan tegangan kapal dilakukan terhadap bagian kapal yang
mempunyai kemungkinan paling besar mengalami keretakan seperti pada pelat
34
geladak kapal ( Deck ) dan badian dasar kapal ( Bottom ).hal ini dilakukan guna
mengetahui kekuatan kapal, yang dilakukan dengan membandingkan momen
lentur yang dihasilkan dengan modulus penampang kapal. Tegangan yang
diperoleh digunakan untuk mengecek kekuatan kapal terhadap tegangan yang
dijinkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ) tahun 1989.
Dalam perhitungan tegangan akibat lenturan umum pada tahap pertama,
maka penampang irisan konstruksi membujur kapal dilihat sebagai balok
ekuivalen, walaupun kestabilan atau karena adanya defleksi awal suatu konstruksi
sehingga tidak secara efektif bekerja
Persamaan yang digunakan dalamperhitungsn ini adalah sebagai berikut :
M
σ = [ Kg / cm2 ]
W
Dimana : σ = tegangan yang terjadi baik pada geladak maupun
Pada dasar kapal
W = Momen Lentur [ ton m ]
M = Modulus Penampang [ m3 ]
Sedangkan tegangan normal yang diijinkan pada geladak ( deck ) sesuai BKI
adalah
σ tarik = 1650 kg / cm2 σtekan = 1100 kg / cm2
Dan tegangan normal yang diijinkan pada geladak ( Bottom ) sesuai BKI adalah
σ tarik = 1000 kg / cm2 σtekan = 750 kg / cm2
A. Untuk Kapal Dalam Keadaan Bermuatan 50 % ( Bahan Bakar, Air Tawar,
Provisi dan Cargo ) Pada kondisi Air Tenang.
35
1. Bagian Diatas Sumbu Neutral ( Deck )
σ tarik yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
Momen lentur air tenang - MSW = 1326.309 ton m
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 1326.309 x 103 ) / 18501.600 = 71.686 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada geladak (deck) untuk
kapal dalam kondisi bermuatan 50 % pada kondisi air tenang sesuai
perhitungan harus lebih kecil dari tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( 71.686 < 1650 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
Momen lentur air tenang - MSW = 1326.309 ton m
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 1326.309 x 103 ) / 18501.600 = 71.686 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada geladak (deck) untuk
kapal dalam kondisi bermuatan 50 % pada kondisi air tenang sesuai
perhitungan harus lebih kecil dari tegangan normal yang diijinkan yaitu:
σ < σ tekan : ( 71.686 < 1100 )
36
2. Bagian dibawah sumbu neutral ( Bottom )
σ tarik yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur air tenang - MSW = 1326.309 ton m
Modulus penampang pada basis – WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 1326.309 x 103 ) / 17135.800 = 77.400 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada bottom untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % disaat air tenang harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( 77.400 < 1000 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur air tenang - MSW = 1326.309 ton m
Modulus penampang pada basis – WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 1326.309 x 103 ) / 17135.800 = 77.400 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada bottom untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % disaat air tenang harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tekan : ( 77.400 < 750 )
B. Untuk kapal dalam keadaan bermuatan 50 % ( Bahan Bakar, Air Tawar,
Provisi dan Cargo ) Pada kondisi Hogging
1. Bagian Diatas Sumbu Neutral ( Deck )
σ tarik yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
37
Momen lentur hogging - MH = 2704.808 ton m
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 2704.808 x 103 ) / 18501.600 = 146.193 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada geladak untuk
kapal dalam kondisi bermuatan 50 % saat Hogging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( 146.193 < 1650 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
Momen lentur hogging - MH = 2704.808 ton m
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 2704.808 x 103 ) / 18501.600 = 146.193 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada geladak untuk
kapal dalam kondisi bermuatan 50 % saat Hogging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tekan : ( 146.193 < 1100 )
2. Bagian Dibawah Sumbu Neutral ( Bottom )
σ tarik yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur hogging - MH = 2704.808 ton m
Modulus penampang pada basis - WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
38
σ = = ( 2704.808 x 103 ) / 17135.800 = 157.846 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada bottom untuk
kapal dalam kondisi bermuatan penuh saat Hogging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( 157.846 < 1000 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur hogging - MH = 2704.808 ton m
Modulus penampang pada basis - WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( 2704.808 x 103 ) / 17135.800 = 157.846 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada bottom untuk
kapal dalam kondisi bermuatan penuh saat Hogging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tekan : ( 157.846 < 750 )
C. Untuk kapal dalam keadaan bermuatan 50 % ( Bahan Bakar, Air Tawar,
Provisi dan Cargo ) Pada kondisi Sagging
1. Bagian Diatas Sumbu Neutral ( Deck )
σ tarik yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
Momen lentur sagging - MS = -1238.596 ton m
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( -1238.596 x 103 ) / 18501.600 = -66.945 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada geladak untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % saat Sagging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( -66.945 < 1650 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian atas sumbu neutral ( Deck )
Momen lentur sagging - MS = -1238.596 ton m
39
Modulus penampang pada deck - WD = 18501.600 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( -1238.596 x 103 ) / 18501.600 = -66.945 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada geladak untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % saat Sagging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tekan : ( -66.945 < 1100 )
2. Bagian Dibawah Sumbu Neutral ( Bottom )
σ tarik yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur sagging - MS = -1238.596 ton m
Modulus penampang pada basis - WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( -1238.596 x 103 ) / 17135.800 = -72.281 kg / cm2
Tegangan tarik normal akibat lenturan umum pada bottom untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % saat Sagging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tarik : ( -72.281 < 1000 ) dan
σ tekan yang terjadi pada bagian bawah sumbu neutral ( Bottom )
Momen lentur sagging - MS = -1238.596 ton m
Modulus penampang pada basis - WB = 17135.800 m.cm2
Sehingga :
σ = = ( -1238.596 x 103 ) / 17135.800 = -72.281 kg / cm2
Tegangan tekan normal akibat lenturan umum pada bottom untuk kapal
dalam kondisi bermuatan 50 % saat Sagging harus lebih kecil dari
tegangan normal yang diijinkan yaitu :
σ < σ tekan : ( -72.281 < 750 )
40
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada bab sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan dari perhitungan tersebut sebagai berikut :
1. Tegangan yang terjadi pada konstruksi kapal rancangan ini pada
kondisi air tenang maupum kondisi air berrgelombang ( Hogging dan
Sagging ) adalah lebih kecil dari tegangan yang diijinkan atau σSW, σH, σS
< σ IJIN. Hal ini menunjukan bahwa kondisi kapal ini telah memenuhi salah
41
satu syarat kekuatan kapal yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia
( BKI ) tahun 1989.
2. Dari tabel 14 tentang pemeriksaan kekuatan dapat dilihat bahwa
tegangan yang tegangan yang paling besar terjadi pada kondisi air tenang
maupun kondisi air bergelombang ( Hogging dan Sagging ) adalah pada
bagian dasar ganda kapal ( Bottom ).
B. Saran
1. Dari hasil perhitungan kekuatan kapal ini, dimana tegangan yang
terjadi di bagian dasar ganda ( Bottom ) sangat besar. Maka perlu lebih
teliti dalam perhiutngan konstruksi kapal khususnya komponen dasar
ganda, sehingga dalam pemilihan matrial dan jenis dapat menjamin
kekuatan pada bagian tersebut.
2. Sehubungan dengan kapal yang di hitung adalah kapal yang telah
beroperasi lama, maka perlu ditinjau kembali struktur materialnya untuk
menghindari terjadinya kerusakan pada elemen konstruksi yang akan
mempengaruhi kelayakan berlayar.
42