Transcript
  • i

    KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA SISWA

    DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA

    TAHUN AJARAN 2017/2018

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

    Oleh:

    Clara Wahyu Kurnia Pangestuti

    NIM: 131224002

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2018

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • SKRIPSI

    KESANTUNAI\T SAPAAN YEBBAL GURU I(EPADA SISWA

    *i S}€F ATGYSTUS TUFJ YECYAHAR?ATAITUN AJARAN 2T17 |zffI*

    Prof. Dr. Praaowo, M.Pd. Tanggal, 16 Januari 2018

    g#5.gr fl"i:lyi:-,\ b

    ,ing .r r ^-b"".;.enc

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • SKRIPSI

    KESAI{TU|'{AJ\ SAFAA|.i }'ERBAL CURiJ KEPADA SiSWA

    DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA

    TAiiLT{ AJAPTAi\ 29r,7 i7018

    Dipersiapkan dan ditulis oleh:

    Clara \Mahyu Kurnia Pangestuti! -11224{!{!?

    Telah dipertahankan di depan Panitia Pengujin .'!-- a-.-----"..-.!. "-\(} f.,.-...,,-: an! elr-.iu{i ls.riBH.ai. !; -scii!;s.{i iu.l {;

    dan telah diny atakan memenuhi syarat

    Susunan Panitia Penguji

    iiam* i,engkap

    Ketua

    Sekretaris

    t ,--.-.-a-- 1l urFFv!s r

    Anggota2

    Anggota 3

    Rishe Purnama Dewi, S.Pd.. M.Hum.

    Dr. R. Kunjana Raharcii, M.Hum.

    ! ! nl-'i.-.i i i!_ -_iii-.,!!i!'! ,\i l-.f

    Dr. Yuliana Setyaningsih. M.Pd.

    Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

    Yogyakarta, 29 Jarnari 20 18

    FakLrltas Kegurua-n dar: iimtr Penrlirlika.nt l,^:-.^-,..-;.^^ ('---.^a^ I \l-...-.^-^Lilrli el-irrus -*l!a[a I-,Ilat IilJ

    lll

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    MOTO

    “ Hidup itu bukan masalah maju atau mundur, tetapi bagaimana caranya tetap

    bertahan pada langkah yang akan membawa kita kepada masa depan”.

    (Clara Wahyu Kurnia P.)

    “ Mengapa kita harus membela diri ketika kita disalahpahami atau dihakimi

    dengan keliru? Tinggalkanlah hal itu. Mari kita tidak mengucapkan apapun.

    Merupakan hal yang manis untuk membiarkan orang lain menghakimi kita dengan

    cara yang mereka suka. Oh keheningan yang terberkati, yang memberi begitu

    banyak kedamaianbagi jiwa!”

    (St. Therese of Lisieux)

    “Kesalahan tidak akan menjadi kebenaran walau berulang kali diumumkan,

    sebaliknya, kebenaran tidak akan jadi kesalahan walau tak seorang pun

    mengetahuinya”.

    (Mahatma Gandhi)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Karya ini penulis persembahkan kepada:

    1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

    2. Orang tua tercinta, Ayah Yohanes Agus Budi Santoso dan Ibu Anastasia

    Iswahyuni yang selalu mendoakan dan mendukung dalam hal keuangan

    serta kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini.

    3. Adik saya satu-satunya Monika Kristiana Agista Putri yang selalu

    memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

    skripsi ini.

    4. Alm. Yohanes Agus Iswahyudi dan Arista Kristianto yang selalu menjadi

    pendoa sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

    5. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat dimana peneliti menempuh

    pendidikan dan menuntut ilmu.

    6. Keluarga, sahabat dan teman-teman yang terkasih.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    ABSTRAK

    Pangestuti, Clara Wahyu Kurnia. 2018, “Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta.” Skripsi. Yogyakarta:

    Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini menganalisis tentang kesantunan sapaan verbal guru

    kepada siswa di sekolah. Penelitian ini memiliki dua sub rumusan masalah yaitu

    bagaimana kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi

    Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018, dengan sub masalah bagaimana wujud dan

    ciri penanda spaan verbal guru kepada siswa serta apa maksud sapaan verbal guru

    kepada siswa. Tujuan utama yaitu mendeskripsikan kesantunan sapaan verbal

    guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.

    Penelitian ini memiliki dua sub tujuan. Pertama, mendeskripsikan wujud dan ciri

    penanda kesantunan sapaan verbal. Kedua, mendeskripsikan maksud sapaan vebal

    guru kepada siswa.

    Peneliti untuk mengumpulkan data menggunakan teknik merekam dan

    mencatat. Data diambil selama bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2017.

    Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri. Analisis data dilakukan

    dengan tahapan: (1) mengidentifikasi data yang telah dikumpulkan, (2)

    mengklasifikasi hasil temuan berdasarkan prinsip kesantunan milik Leech, faktor

    penentu kesantunan serta indikator kesantunan, (3) menginterpretasi maksud dari

    data yang diperoleh, (4) mendeskripsikan hasil analisis data tersebut.

    Hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti menemukan

    wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di SMP

    Aloysius Turi Yogyakarta. Wujud kesantunan sapaan verbal adalah tuturan yang

    memenuhi prinsip kesantunan, yakni 62 pematuhan terhadap maksim Leech.

    Wujud itu sendiri adalah tuturan verbal guru kepada siswa, sedangkan ciri

    penanda dalam penelitian ini adalah indikator kesantunan yaitu menjaga suasana

    perasaan mitra tutur, mempertemukan perasaan penutur dengan mitra tutur,

    menjaga agar tuturan agar dapat diterima oleh mitra tutur, menjaga agar dalam

    tuturan terlihat ketidakmampuan penutur, memposisikan lawan tutur dalam posisi

    tinggi, menjaga tuturan agar apa yang dikatakan penutur juga dirasakan mitra

    tutur serta pemilihan kata atau diksi. Peneliti juga menemukan sepuluh (10)

    maksud dalam penelitian ini yaitu maksud menyuruh, mengingatkan, menegur,

    memberi candaan, menyapa, menanyakan, meminta, menyindir, memuji,

    memberitahu dan mengetahui.

    Kata Kunci: Kesantunan berbahasa, Wujud dan Ciri penanda

    kesantunan, Fungsi sapaan, dan Maksud.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRACT

    Pangestuti, Clara Wahyu Kurnia. 2018, “The Politeness of Teacher's

    Vocational Greetings to Students in SMP Aloysius Turi Yogyakarta

    Academic Years 2017/2018.’’ Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language

    Education and Literature Study Program, Department of Language

    Education and Art, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata

    Dharma University.

    This study analyzed the politeness of teacher's vocational greetings to

    students in SMP Aloysius Turi Yogyakarta. This study has a main goal to describe

    teacher's verbal greetings toward students at SMP Aloysius Turi Yogyakarta

    academic years 2017/2018. Furthermore, this research has two sub-goals. First,

    describing the form and characteristic of teachers’ verbal manners of greeting.

    Second, describing ideas of teachers’ verbal manners of greeting toward students.

    In this research, the researcher used two methods to collect data namely

    recording and taking notes. Meanwhile, the data were taken in July until August

    2017. The instrument in this study was the researcher it self. Thus, The data

    analysis was done by four steps: (1) Identifying the data that has been collected

    before, (2) Classifying the result based on Leech’s manners principal, (3)

    Interpreting the meaning of data, (4) describing the result of analysis data.

    Based on the findings, the researchers found that the form and

    characteristic of teachers’ verbal manners toward students at SMP Aloysius Turi

    Yogyakarta. They were fulfilled with Leech’s manners principal, the researcher

    also found 62 discipline manners about Leech’ maxim indicators. According to

    the analysis data, the researcher found politeness indicators namely diction and

    three function of greeting; (1) to attract attentions, (2) to recognize the

    messengers, (3) to keep a good relationship among society. The researcher also

    analyzed the meaning of greeting in order to observe the politeness of greeting

    that used by teacher toward students.

    Key word: Politeness of speaking, form and characteristic of speakers, Funtion

    and meaning of greeting.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas

    berkat rahmat serta pertolongannya yang telah dilimpahkan kepada penulis,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Penulisan skripsi

    ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

    Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

    Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kata sempurna dan

    penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta bimbingan

    dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih kepada

    pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

    dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

    kasih kepada pihak-pihak tersebut sebagai berikut:

    1. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

    Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,

    pendampingan, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

    ini.

    2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

    Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia serta triangulator bagi penulis yang

    telah memberikan dukungan, pendampingan, dan nasihat kepada penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

    memberikan dukung, motivasi, pendampingan, saran, dan pengarahan

    kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    4. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

    Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik penulis dalam mendalami

    ilmu bahasa dan sastra Indonesia sebagai bekal dalam dunia pendidikan.

    5. Th. Rusmiyanti, selaku staf sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa

    Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan

    informasi yang berkaitan dengan perkuliahan maupun penyelesaian skripsi

    ini.

    6. Orang tua tercinta, Ayah Yohanes Agus Budi Santoso dan Mama

    Anastasia Iswahyuni yang selalu mendoakan dan mendukung dalam hal

    keuangan serta kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini.

    7. Adik saya satu-satunya Monika Kristiana Agista Putri yang selalu

    memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    8. Keluarga baru penulis selama berada di Yogyakarta Second Family

    (Alexandra Taum, Anggraini Taruk, Tursina Ayun Sundari dan Yohana

    Augusta Wokabelolo), serta Keluarga Marmut (Cicilia Kumara Hadiyanti,

    Indah Rahayu dan Yohana Augusta Wokabelolo), yang telah memberikan

    dukungan, kasih sayang, penghiburan, serta saran ketika penulis sedang

    merasa kalut selama penulis berada di Yogyakarta sampai pembuatan

    skripsi ini dapat selesai.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9. Kepada teman-teman yang memberikan saran terhadap penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini Timotius Tri Yogatama, Riska Safitri dan

    Elisabeth Riski Titasari. Sehingga penulis mendapatkan banyak masukan

    selama pembuatan skripsi ini.

    10. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B

    yang selalu memberi dukungan dan doa kepada peneliti dalam

    penyelesaian skripsi ini.

    11. Kakak-kakak (Brigitta Swaselia Kasita dan Maria Yunita Angelina) yang

    senantiasa memberikan dukun gan dan nasihat-nasihat kepada peneliti.

    12. Seluruh. pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam

    memberikan dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan

    skripsi ini.

    Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

    karena itu, penulis sangat mengharapkan kdtik dan saran. Penulis juga berharap

    agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak terutama dalam

    bidanh akademis.

    Yogyakart a, 29 J anuai 20 I 8

    Penulis,

    Clara Wahyu Kurnia Pangestuti

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNYATAAII KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

    tidak memuatkarya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di

    dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

    Yogyakart a, 29 I arutai 20 I 8

    Penulis,

    Clara Wahyu Kurnia Pangestuti

    xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

    T]NTUK KEPENTINGAI\ AKADEMIS

    Yang betanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

    nama : Clara Wahyu Kurnia Pangestuti

    NIM :131224002demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA

    SISWA DI SMP ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA TAHT]N

    AJARA}I 2OI7 12018 KAJIAN PRAGMATIK.

    Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

    Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

    mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di intemet atau media

    lain untuk kepentingan akadernik tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

    mernberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Yogyakarta, 29 I arluan 20T8

    Penulis

    Clard ahyu Kumia Pangestuti

    xii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

    HALAMAN MOTO ....................................................................................... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

    ABSTRAK ...................................................................................................... vi

    ABSTRACT .................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR..................................................................................... viii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................................... xi

    PERNYATAAN PUBLIKASI........................................................................ xii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4

    1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

    1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5

    1.5 Batasan Istilah ........................................................................................ 6

    1.6 Sistematika Penyajian ............................................................................. 7

    BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 9

    2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan .................................................. 9

    2.2 Pragmatik ............................................................................................. 10

    2.3 Kesantunan Berbahasa .......................................................................... 12

    2.4 Tindak Tutur ......................................................................................... 15

    2.5 Prinsip Kesantunan Leech .................................................................... 18

    2.6 Faktor Penentu Kesantunan ................................................................. 23

    2.7 Indikator Kesantunan Menurut Pranowo ............................................. 24

    2.8 Tuturan Sapaan ..................................................................................... 26

    2.9 Konteks .................................................................................................. 29

    2.10 Maksud ................................................................................................ 31

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    2.11 Kerangka Berpikir ............................................................................... 32

    BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 39

    3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 39

    3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................. 40

    3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 41

    3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 41

    3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 41

    3.6 Triangulasi Data ........................................................................................ 42

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 45

    4.1 Deskripsi Data............................................................................................ 45

    4.2 Hasil Penelitian........................................................................................... 47

    4.2.1 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru kepada

    Siswa .............................................................................................

    48

    4.2.1.1 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Kebijaksanaan.............

    49

    4.2.1.2 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Kedermawanan...........

    51

    4.2.1.3 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Penghargaan................

    54

    4.2.1.4 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Kesederhanaan............

    56

    4.2.1.5 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Permufakatan..............

    59

    4.2.1.6 Wujud dan Ciri Penanda Kesantunan Sapaan Verbal Guru

    kepada Siswa berdasarkan Maksim Kesimpatisan...............

    62

    4.2.2 Maksud Kesantunan Sapaan Verbal Guru kepada Siswa............... 64

    4.2.2.1 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Kebijaksaan...........................................................

    64

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    4.2.2.2 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Kedermawanan......................................................

    66

    4.2.2.3 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Penghargaan...........................................................

    67

    4.2.2.4 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Kesederhanaan.......................................................

    65

    4.2.2.5 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Permufakatan........................................................

    69

    4.2.2.6 Maksud Sapaan Verbal Guru kepada Siswa berdasarkan

    Maksim Kesimpatisan.........................................................

    71

    4.3 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................... 73

    4.3.1 Wujud dan Ciri Penanda Sapaan Verbal ....................................... 74

    4.3.2 Maksud Kesantunan Sapaan Verbal .............................................. 80

    BAB V PENUTUP ........................................................................................... 82

    5.1 Simpulan ............................................................................................... 82

    5.2 Saran...................................................................................................... 83

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 85

    LAMPIRAN...................................................................................................... 87

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Interaksi menurut KBBI (2008:542) yaitu hal saling melakukan aksi,

    berhubungan, memengaruhi; antarhubungan. Sedangkan interaksi sosial itu

    sendiri adalah hubungan sosial yang dinamis antara perseorangan dan

    perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan

    kelompok. Melalui sebuah interaksi sosial itulah, sebuah komunikasi dapat terjadi.

    Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua

    orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (KBBI,

    2008:721). Adanya komunikasi akan mempermudah terjadinya interaksi dan

    bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Budaya

    dapat mempengaruhi cara individu maupun kelompok itu dalam berinteraksi dan

    berkomunikasi. Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Bahasa

    menentukan harkat, martabat, sikap, dan perilaku seseorang, Sapir dan Whorf

    (dalam Pranowo, 2009:7).

    Berdasarkan kebudayaan tingkat kesantunan antardaerah dapat dikatakan

    berbeda-beda. Santun sendiri dapat diartikan halus dan baik (budi bahasanya,

    tingkah lakunya). Kesantunan saat berbahasa merupakan cerminan diri, karena

    saat kita berbahasa santun dengan orang lain pun menjadi tertarik dengan

    percakapan yang sedang berlangsung. Tingkat kesantunan seseorang juga

    tergantung pada mitra tuturnya, maksudnya adalah siapa yang diajak berbicara,

    hampir di setiap daerah memiliki kesamaan dalam bertutur. Seorang pemuda akan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    berbicara lebih sopan kepada orang yang lebih dewasa atau seseorang yang

    memiliki umur lebih tua dari padanya, berbeda dengan ketika pemuda tersebut

    berbicara dengan teman sebayanya.

    Contoh lainnya adalah tuturan yang terjadi antara pedagang dengan pembeli

    akan berbeda dengan tuturan yang dilakukan oleh guru dengan murid. Austin

    (dalam Pranowo, 2009:2) mengemukakan bahwa setiap ujaran dalam tindak

    komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran

    yang dihasilkan oleh penutur, (2) tindak ilokusi berupa maksud yang terkandung

    dalam tuturan, dan (3) tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh

    tuturan.

    Kasus-kasus seperti itulah yang membuat kesantunan menjadi sangat penting

    untuk diteliti terutama kesantunan verbal yang dituturkan guru kepada murid.

    Tingkat kesantunan sebuah sapaan dapat dilihat dari cara guru menyapa murid-

    muridnya. Santun atau tidaknya sebuah sapaan itu tergantung dari bahasa yang

    digunakan oleh guru dan bagaimana cara guru menyampaikannya. Masih banyak

    orang yang tidak lagi memperhatikan tingkat kesantunan sebuah bahasa maupun

    percakapan yang digunakan. Karena hal-hal kecil seperti itu sudah jarang

    mendapatkan perhatian dari masyarakat.

    Rahardi (2005:119) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan yang

    digunakan, akan cenderung semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin

    pendek sebuah tuturan, akan cenderung tidak santunlah tuturan itu. Dalam tuturan

    bahasa Indonesia, sebuah tuturan itu sendiri dianggap santun apabila penutur

    menggunakan kata-kata yang santun, dalam artian tidak mengejek, tidak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    merendahkan, ataupun tidak mengandung unsur SARA yang dapat menyinggung

    perasaan mitra tutur. Kesantunan saat menyapa perlu juga diperhatikan terutama

    sapaan yang dilontarkan oleh guru kepada siswanya. Ada saatnya guru merasa

    kedudukannya lebih tinggi dari siswanya sehingga dengan mudahnya guru

    menyapa siswanya secara tidak sopan misalnya menyapa dengan menggunakan

    nama ejekan yang diberikan oleh siswa lain. Hal tersebut tentu akan membuat

    siswa malu atau bahkan tersinggung. Guru akan lebih dihormati apabila dapat

    menjaga kesantunannya, salah satunya melalui sebuah sapaan.

    Meskipun dalam ilmu pragmatik kesantunan berbahasa baru mulai

    mendapatkan perhatian, konsep etika berbahasa ini dapat dikatakan menjadi

    bagian dalam komunikasi verbal masyarakat manapun sebelum dikenal dalam

    pragmatik. Kesantunan berbahasa, secara tradisional telah diatur oleh norma-

    norma dan moralitas masyarakat yang diinternalisasikan dalam konteks budaya

    dan kearifan lokal. Tata krama berbahasa antara yang muda dan tua, sudah lama

    hidup dalam komunikasi verbal. Namun, sangat disayangkan hal itu sudah mulai

    sirna mengikuti arus negatif westernisasi yang membawa ideologi liberal.

    Tulisan ini akan memberikan pandangan teoretis mengenai kesantunan

    berbahasa yang mana dapat dijadikan acuan untuk kembali melakukan refleksi

    atas penggunaan bahasa sehari-hari. Refleksi untuk melihat nilai kesantunan

    dalam penggunaan bahasa sehari-hari terbilang penting, karena bahasa bukan

    hanya sebagai instrumen komunikasi, melainkan juga ajang realisasi diri yang

    santun dan beretika. Semakin santun orangnya, semakin baik budi pekertinya.

    Hal itulah yang sedang dibutuhkan Indonesia, maka dari itu diperlukan perhatian

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    khusus terhadap kesantunan, baik kesantunan dalam bertutur maupun saat

    menyapa individu lain, agar tercipta sebuah rasa menghormati antar manusia.

    Sebenarnya, rasa menghormati, rasa memiliki dan perasaan peduli terhadap

    manusia lain sudah ada sejak zaman dahulu. Karena hal-hal tersebut merupakan

    salah satu bagian dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. Jika norma-

    norma dalam tradisi lokal menanamkan kesantunan dalam berbahasa, mungkin

    belum terjadi pemilahan antara kesopanan dan kesantunan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama dalam

    penelitian ini adalah bagaimana kesantunan sapaan verbal guru kepada siswa di

    SMP Aloysius Turi Yogyakarta?

    Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, penelitian ini juga menemukan

    beberapa sub-sub masalah tersebut akan diuraikan di bawah ini.

    1. Bagaimana wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru kepada

    siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018?

    2. Apa maksud sapaan verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius Turi

    Yogyakarta 2017/2018?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah diatas terdapat rumuan masalah utama dan sub-

    sub masalah. Tujuan penelitian dari rumusan masalah utama adalah

    mendeskripsikan kesantunan sapaan verbal guru kepada murid di SMP Aloysius

    Turi Yogyakarta. Pada sub-sub masalah yang telah dipaparkan diatas tujuan

    penelitiannya sebagai berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    1. Mendeskripsikan wujud dan ciri penanda kesantunan sapaan verbal guru

    kepada siswa di SMP Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.

    2. Mendeskripsikan maksud sapaan verbal guru kepada siswa di SMP

    Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.

    1.4 Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoretis

    Manfaat teoretis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan

    pandangan dan kontribusi mengenai kesantunan yang dapat digunakan oleh

    masyarakat, khususnya kesantunan sapaan guru kepada murid.

    b. Manfaat Praktis

    1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh

    guru untuk melihat kesantunan yang digunakan saat menyapa para

    murid di sekolah.

    2. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para siswa untuk

    dapat berkomunikasi secara lebih santun kepada guru.

    3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak sekolah

    sebagai evaluasi kesantunan para guru dalam menyapa murid.

    4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

    tentang kesantunan yang digunakan di masyarakat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    1.5 Batasan Istilah

    Pembahasan dalam penelitian ini tentu hanya mencakup beberapa hal saja,

    1. Pragmatik

    Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur

    (atau penulis)dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) (Yule,

    2006:3).

    2. Konteks

    Konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama

    dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur untuk

    menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993 : 20).

    3. Kesantunan Berbahasa

    Fraser (dalam Gunarwan, 1994:88) mengartikan kesantunan sebagai

    properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut

    pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak

    mengingkari kewajibannya. Definisi di atas dapat diartikan bahwa tingkat

    kesantunan dari tuturan adalah penilaian dari oang lain, bukan dari si

    penutur.

    4. Tuturan Sapaan

    Tuturan sapaan adalah hubungan komunikasi langsung antara pembicara

    dengan mitra wicaranya. Tuturan sapaan ini akan merujuk kepada mitra

    tutur agar perhatiannya tertuju kepada pembicaraan dan digunakan oleh

    pembicara untuk saling menyapa atau menegur dalam suatu peristiwa

    komunikasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    5. Maksud

    Menurut Chaer (2009:35) maksud dapat dilihat dari segi si pengujar,

    orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang yang berbicara

    itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi

    yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu

    sendiri.

    1.6 Sistematika Penyajian

    Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi

    latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    batasan istilah, dan sistematika penyajian.

    Bab II berisi landasan teori yang digunakan untuk menganalisis masalah-

    masalah yang diteliti, yaitu tentang kesantunan berbahasa secara verbal. Teori-

    teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang kajian teoretis (1)

    pengertian pragmatik, (2) konsep kesantunan berbahasa, (3) ruang lingkup bahasa

    verbal, (4) prinsip dan indikator kesantunan berbahasa, (5) konteks, dan (6)

    kerangka berpikir.

    Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang

    akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Bab III berisi uraian (1)

    jenis penelitian, (2) sumber data dan data, (3) metode dan teknik pengumpulan

    data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) analisis

    data, dan (7) trianggulasi hasil analisis data.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan

    hasil penelitian. Bab V berisi tentang simpulan penelitian dan saran untuk

    penelitian kesantunan berbahasa verbal dan non verbal.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Pada bab ini peneliti menguraikan tentang landasan teori, dan kerangka

    berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik

    sejenis yang dilakukan oleh peneliti lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori

    yang digunakan sebagai landasan analisis yang terdiri atas teori prinsip

    kesantunan, teori fungsi sapaan sebagai penanda kesantunan, dan teori konteks.

    Kemudian, kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang digunakan peneliti

    berdasarkan pada landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

    2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan

    Ada beberapa tulisan yang masih relevan dengan penelitian ini. Penelitian-

    penelitian tersebut menjadi acuan peneliti dalam merumuskan tingkat kesantunan

    yang terjadi di masyarakat. Terutama kesantunan sapaan guru kepada murid

    melalui penggunaan bahasa.

    Penelitian pertama milik Fendi Eko Prabowo (2016) dengan judul

    “Kesantunan Berbahasa Dalam Kegiatan Diskusi Kelas Mahasiswa PBSI

    Universitas Sanata Sharma Angkatan 2014”. Penelitian ini menggunakan metode

    penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan pada kondisi yang

    alamiah dan lebih menandai akan hasil penelitian sesuai dengan sikap serta

    pandangan peneliti terhadap adanya (tidak adanya) penggunaan bahasa daripada

    menandai cara penanganan bahasa tahap demi tahap, langkah demi langkah.

    Peneliti menemukan persamaan teori yang digunakan oleh Fendi yaitu

    penggunaan prinsip kesantunan berbahasa milik Leech. Hasil dari penelitian yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    dilakukan oleh Fendi Eko Prabowo yaitu peneliti menemukan bentuk tuturan

    santun dan tidak santun pada saat pengambilan data. Peneliti menemukan dua

    puluh dua (22) pematuhan terhadap maksim Leech serta emapt puluh delapan (48)

    pelanggaran terhadap maksim Leech.

    Penelitian kedua milik Fransisca Dike Desintya Dipta Sasmaya (2014) dengan

    judul “Tingkat Kesantunan Berbahasa Pedagang “PERKO” Trotoar Malioboro

    Yogyakarta (Suatu Tinjauan Sosiopragmatik). Jenis penelitian yang digunakan

    peneliti adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi

    partisipatif dan metode simak-catat. Teknik analisis data deskriptif dan

    kontekstual. Peneliti menemukan kesamaan teori dengan peneltian terdahulu milik

    Fransisca Dike yaitu penggunaan teori sapaan milik Kridalaksana yang

    menyatakan bahwa kata sapaan merujuk pada kata atau ungkapan yang dipakai

    untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa.

    Penelitian berjudul “Tingkat Kesantunan Berbahasa Pedagang “PERKO”

    Trotoar Malioboro Yogyakarta (Suatu Tinjauan Sosiopragmatik) mendapatkan

    temuan bahwa tingkat kesantunan berbahasa penjual dan pembeli sangatlah

    rendah. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan bahasa sehari-hari atau dapat

    dikatakan menggunakan bahasa sesuka nereka dalam bertransaksi jual beli.

    2.2 Pragmatik

    Pragmatik menurut Thomas dan Yule (dalam Cummings: 2007)

    mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari makna yang muncul

    dalam interaksi. Hanya saja ada sedikit misunderstanding tentang apa itu

    pragmatik. Bermula dari paparan Charles Morris (dalam Cummings, 2007) yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    mengatakan bahwa pragmatik adalah salah satu sistem semiotik selain sintaksis

    dan semantik, beberapa orang memiliki pemahaman bahwa pragmatik itu ya

    semiotik, sehingga aplikasi konsep pragmatik ini diterapkan seperti layaknya

    penerapan konsep semiotik sosial.

    Yule (2006:3) mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna

    yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar

    (atau pembaca). Oleh karena itu, pragmatik lebih banyak berhubungan dengan

    analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya dari pada

    dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang di gunakan dalam tuturan itu

    sendiri. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Levinson (dalam Tarigan,

    1986: 33), yang mengartikan pragmatik sebagai telaah mengenai relasi antara

    bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan

    pemahaman bahasa. Pragmatik linguistik berada di persimpangan antara sejumlah

    bidang di dalam dan di luar ilmu pengetahuan kognitif, bukan hanya ilmu

    linguistik, psikologikognitif, antropologi kultural, dan filsafat (logika, semantik,

    teori tindakan), tetapi juga sosiologi (dinamika interpersonal dan kajian konvensi

    social) dan retorika memberikan kontribusi terhadap bidang kajian ini

    (Cummings, 2007:1).

    Cruise (dalam Cummings, 2007:2), pragmatik dapat dianggap berurusan

    dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang

    disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang

    diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, (b) namun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    juga muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan

    secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

    Pragmatik sendiri lebih berkenaan dengan tuturan yang digunakan oleh

    penutur dalam interaksi, apa sebenarnya maksud di balik ujaran yang dia

    eksekusi, bagaimana penutur bisa menangkap maksud yang bahkan tuturan itu

    tidak eksplisit, bagaimana tuturan itu bisa mengakomodasi maksud yang beda

    manakala aspek konteks berubah, bagaimana setiap maksud dari sebuah tuturan

    itu bisa juga memiliki kekuatan yang membuat lawan bicara itu merespon dengan

    sebuah reaksi tertentu. Semua itu memerlukan sistem semion bentuk lain yang

    sifatnya kontekstual.

    Dalam konteks ini, sebuah ujaran atau tuturan yang digunakan oleh seorang

    penutur dalam interaksi itu sebenarnya memiliki tiga dimensi makna, yaitu makna

    yang muncul dari satuan-satuan yang dirangkai dengan kaidah struktur klausa atau

    yang disebut sebagai makna lokusi yaitu makna yang dikandung oleh tuturan itu

    dalam konteks interaksi atau yang dikenal dengan nama makna ilokusi atau daya

    pragmatik (pragmatic force) dan daya tuturan yang mampu menggerakkan lawan

    bicara.

    2.3 Kesantunan Berbahasa

    1. Teori Kesantunan Berbahasa menurut Brown dan Levinson

    Brown dan Levinson (1987) mengatakan teori kesantunan berbahasa itu

    berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional punya muka (dalam

    arti kiasan tentunya), dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dan sebagainya.

    Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia seperti kehilangan muka,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    menyembunyikan muka, menyelamatkan muka, dan mukanya jatuh, mungkin

    lebih bisa menjelaskan konsep muka ini dalam kesantunan berbahasa. Muka ini

    harus dijaga, tidak boleh direndahkan orang. Menurut Brown dan Levinson (1987)

    sebuah tindak tutur dapat merupakan ancaman terhadap muka. Tindak tutur ini

    oleh Brown dan Levinson disebut sebagai Face Threatening Act (FTA). Untuk

    mengurangi kekerasan ancaman itulah di dalam berkomunikasi kita tidak harus

    selalu menaati.

    2. Teori Kesantunan Berbahasa menurut Pranowo

    Pranowo tidak memberikan teori mengenai kesantunan berbahasa, melainkan

    memberi pedoman bagaimana berbicara secara santun. Menurut Pranowo (dalam

    Chaer, 2010:62), suatu tuturan akan terasa santun apabila memperhatikan hal-hal

    berikut:

    a. Menjaga suasana perasaan lawan tutur sehingga dia berkenan bertutur

    dengan kita.

    b. Mempertemukan perasaan kita (penutur) dengan perasaan lawan tutur

    sehingga isi tuturan sama-sama dikehendaki karena sama-sama

    diinginkan.

    c. Menjaga agar tuturan dapat diterima oleh lawan tutur karena dia

    sedang berkena di hati.

    d. Menjaga agar dalam tuturan terlihat ketidakmampuan penutur di

    hadapan lawan tutur.

    e. Menjaga agar dalam tuturan selalu terlihat posisi lawan tutur selalu

    berada pada posisi yang lebih tinggi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    f. Menjaga tuturan selalu terlihat bahwa apa yang dikatakan kepada

    lawan tutur juga dirasakan oleh penutur.

    Pranowo dalam bukunya Berbahasa secara santun (2009:13) juga

    mengemukakan alasan mengapa manusia harus berbahasa secara santun kepada

    mitra tutur karena mengeluarkan pernyataan atau mengaktualisasi diri secara

    bebas bukan berarti tanpa batas. Dalam berucap dan berperilaku, seseorang tidak

    harus melanggar hukum dan pranata sosial maupun pranata budaya. Meskipun

    sudah ada pranata sosial dan budaya, janganlah seseorang baru berbuat santun

    setelah dikucilkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, perilaku hendaknya selalu

    dijaga agar ketika berbicara maupun berperilaku tidak perlu diperingatkan oleh

    hukum maupun pranata sosial dan budaya. Setiap orang hendaknya selalu

    menjaga diri agar ucapan dan perilakunya tidak melanggar hukum maupun

    pranata sosial dan pranata budaya.

    Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat menimbulkan interaksi antar

    penutur dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi

    dengan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud

    yang disampaikan oleh penutur. Dengan demikian, interaksi antara penutur

    dengan mitra tutur dapat komunikatif. Jika mitra tutur tidak mampu memahami

    pesan yang disampaikan oleh penutur, komunikasi akan gagal. Sebaliknya, jika

    mitra tutur mampu memahami maksud penutur, komunikasi akan berhasil. Kedua,

    setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek

    tuturan yang lain. Mitra tutur tidak cukup hanya disuguhi dengan maksud. Mereka

    juga ingin mendapatkan persepsi mengenai penutur. Persepsi mitra tutur terhadap

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    penutur akan diperoleh melalui cara menyampiakna maksud menggunakan

    bahasa. Jika cara menyampaikan maksud dilakukan oleh penutur dengan bahsa

    yang mudah dipahami, persepsi penutur akan mengatakan bahwa penutur sangat

    mahir menjelaskan suatu pokok masalah kepada mitar tutur. Jika penutur

    menggunakan kata-kata yang enak dirasakan, mitra tutur akan mempersepsi

    penutur sebagai orang yang santun.

    Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang

    ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara

    penutur dengan mitra tutur. Pada saat interaksi antara penutur dengan mitra tutur

    sedang berlangsung, orang ketiga yang sedang berada di luar pembicaraan pun

    sering ikut memersepsi tuturan penutur. Orang ketiga akan mempersepsikan

    seberapa tingkat kejelasan maksud tuturan dan seberapa tingkat kesantunan

    berbahasa penutur.

    Berbahasa dan berperilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan

    sekadar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berperilaku santun sebenarnya lebih

    dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Pada dasarnya aktualisasi diri dengan

    berbahasa dan berperilaku santun dapat berkenan bagi mitra tutur hanyalah efek

    bukan tujuan. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri.

    Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat

    berbahasa secara santun.

    2.4 Tindak Tutur

    Tutur atau tuturan yaitu sesuatu yang dituturkan, tidak sengaja menuturkan,

    terucapkan, atau terlafalkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1511).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    Tuturan tersebut dapat berupa kata, frasa, atau kalimat yang diucapkan ketika

    sedang berkomunikasi. Ujaran tersebut bisa berbentuk pernyataan untuk

    memberikan informasi atau pernyataan untuk menanyakan informasi.

    Menurut Searle (dalam Nadar, 2009:12) berpendapat bahwa unsur yang

    paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat

    pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima

    kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain. Austin dalam bukunya How to Do

    Things With Words (1962) mengatakan bahwa secara analitis dapat dipisahkan

    tiga macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu lokusi, ilokusi,

    perlokusi (Nababan, 1987:18). Pertama, tindak lokusi (lokutionary act) yang

    mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa

    hubungan subjek dengan suatu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa

    hubungan subjek dengan predikat, atau topik dengan penjelasan dalam sintaksis

    (Nababan, 1987:18). Tindak tutur lokusi bisa berupa kata, frasa atau kalimat yang

    digunakan penutur untuk mengatakan sesuatu. Kedua, tindak ilokusi

    (illocutionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, janji, tawaean, pertanyaan,

    dan sebagainya. Tindak ilokusi berarti melakukan suatu tindakan dengan maksud

    dan fungsi tertentu. Ketiga, tindak perlokusi adalah tindak membubuhkan

    pengaruh kepada diri sang mitra tutur. Perlokusi (perlocutionary act) merupakan

    hasil atau efek yang diharapkan timbul pada diri si pendengar sesuai dengan

    situasi dan kondisi penuturan tersebut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    Yule (2006: 92–94) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi 5 jenis fungsi

    umum, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Berikut ini

    adalah penjelasan dari setiap jenis tersebut.

    1. Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan.

    Penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus,

    untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat.

    2. Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini

    penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan,

    dan pendeskripsian tentang sesuatu yang diyakini oleh penutur.

    3. Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan

    oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

    psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,

    kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan.

    4. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh

    orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang

    menjadi keinginan penutur.

    5. Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk

    mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

    Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.

    Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Pada

    waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia

    dengan kata-kata (lewat penutur).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    2.5 Prinsip Kesantunan Leech

    Dalam menentukan santun atau tidaknya suatu tuturan dapat menggunakan

    suatu prinsip tertentu. Leech menyampaikan enam maksim yang menjadi prinsip

    kesantunan. Keenam maksim tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

    a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

    Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa

    para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu

    mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak

    lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan

    maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di

    dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat

    menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun

    terhadap si mitra tutur. Perasaan sakit hati merupakan akibat dari perlakuan yang

    tidak menguntungkan pihak lain akan dapat diminimalkan apabila maksim

    kebijaksanaan ini dipegang teguh dan dilaksanakan dalam kegiatan bertutur.

    Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat

    dilakukan apabila maksim kebijaksnaan dilaksanakan dengan baik.

    b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

    Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan

    diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain

    akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan

    memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

    Maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun

    apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak

    lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling

    mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur

    yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan

    sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian, karena tindakan mengejek

    merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Kerena merupakan perbuatan

    tidak baik, perbuatn itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.

    d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

    Maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan

    dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya

    sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam

    kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam

    masyarakat dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak

    digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang.

    e. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)

    Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan menurut

    Wijana (dalam Kunjana, 2006:64). Maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur

    dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur.

    Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur

    dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan

    bersikap santun. Di dalam masyarakat tutur Jawa, orang tidak diperbolehkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    memenggal atau bahkan membantah secara langsung apa yang dituturkan oleh

    pihak lain.

    Hal demikian tampak sangat jelas, terutama, apabila umur, jabatan, dan status

    sosial penutur berbeda dengan si mitra tutur. Pada zaman kerajaan-kerajaan di

    Pulau Jawa dahulu, orang yang berjenis kelamin wanita tidak di perkenankan

    menentang sesuatu yang dikatakan dan diperintahkan sang pria. Kita dapat

    mencermati orang bertutur pada zaman sekarang ini, seringkali didapatkan bahwa

    dalam memperhatikan dan menanggapi penutur, si mitra tutur menggunakan

    anggukan-anggukan tanda setuju, acungan jempol tanda setuju, wajah tanpa

    kerutan pada dahi tanda setuju, dan beberapa hal lain yang sifatnya paralinguistik

    kinesik untuk menyatakan maksud tertentu.

    f. Maksim Kesimpatisan (Sympathic Maxim)

    Maksim kesimpatisan yaitu para perserta tutur diharapkan dapat

    memaksimalkan sikap simpati anatar pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap

    antipati terhadap dalah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak

    santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan

    terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap

    antipati terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain,

    akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.

    Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukkan dengan senyuman,

    anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya.

    Berbeda dengan yang disampaikan Leech di atas, didalam model

    kesantunan Brown dan Levison (dalam Kunjana, 2006:68) terdapat tiga skala

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala

    termaksud ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya

    mencakup skala-skala berikut.

    a. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social

    distance between speaker and hearer)

    Skala ini banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis

    kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan

    umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin

    tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akan menjadi

    semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang msaih berusia muda lazimnya

    cenderung memiliki peringkat kesantunan yang rendah di dalam kegiatan

    bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat

    kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin

    pria.

    Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa wanita cenderung lebih

    banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian

    hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena lazimnya,

    ia banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dlama kegiatan

    keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokultural seseorang memiliki peran

    sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang

    dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat

    cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan

    kebanyakan orang, seperti petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    bangunan, dan pembantu rumah tangga. Demikian pula, orang-orang kota

    cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan

    masyarakat desa. Pada zaman dahulu, para punggawa kerajaan terkenal

    memiliki kesantunan bertutur relatif tinggi dibandingkan dengan orang-

    orang kebanyakan, seperti pedagang, buruh perusahaan, petani, dan

    sebagainya.

    b. Skala peringkat status sosial (the speaker and hearer relative power)

    atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating)

    Skala ini didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan

    mitra tutur. Contohnya ketika ada seorang dokter berada dalam ruang

    periksa sebuah rumah sakit, kedudukan seorang dokter lebih tinggi dari

    pasien. Maka dari itu seorang dokter memiliki peringkat kekuasaan yang

    lebih tinggi dari pasien. Sejalan dengan itu di sebuah jalan raya seorang

    polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan

    melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh di

    bawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya

    apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit.

    c. Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank

    rating atau lengkapnya adalah the degree of imposition associated with

    the required expenditure of good or service.

    Skala ini didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu

    dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu

    bertamu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan

    bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur

    itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam

    situasi yang berbeda. Pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan

    pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di rumah orang

    lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak

    ditentukan.

    2.6 Faktor Penentu Kesantunan

    Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi

    pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor penentu kesantunan

    dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut (Pranowo, 2009:76).

    Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan antara lain aspek

    intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada bicara

    (berkaitan dengan suasana emosi penutur, nada resmi, nada bercanda atau

    bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata dan faktor struktur

    kalimat.

    Aspek intonasi dalam bahasa lisan sangat menentukan santun tidaknya

    pemakaian bahasa. Ketika penutur menyampaikan maksud kepada mitra tutur

    dengan menggunakan intonasi keras, padahal mitra tutur berada pada jarak yang

    sangat dekat dengan penutur, sementara mitra tutur tidak tuli, penutur akan dinilai

    tidak santun. Sebaliknya, jika penutur menyampaikan maksud dengan intonasi

    lembut, penutur akan dinilai sebagai orang yang santun. Namun, intonasi kadang-

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    kadang dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat. Lembutnya intonasi

    orang Jawa berbeda dengan orang Batak.

    Aspek nada dalam bertutur lisan mempengaruhi kesantunan berbahasa

    seseorang. Nada adalah naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana hati

    penutur ketika sedang bertutur. Jika suasana hati sedang senang, nada bicara

    penutur menaik dengan ceria sehingga terasa menyenangkan. Jika suasana hati

    sedang sedih, nada bicara penutur menurun dengan datar sehingga terasa

    menyedihkan. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik

    dengan keras, kasar sehingga terasa menakutkan.

    Nada bicara tidak dapat disembunyikan dari tuturan. Dengan kata lain, nada

    bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Namun, bagi

    penutur yang ingin bertutur secara santun, hendaknya dapat mengendalikan diri

    agar suasana hati yang negatif tidak terbawa dalam bertutur kepada mitra tutur.

    Pilihan kata merupkan salah satu penetu kesantunan dalam bahasa lisan

    maupun bahasa tulis. Ketika seseorang sedang bertutur, kata-kata yang digunakan

    dipilih sesuai topik yang dibicarakan, konteks pembicaraan, suasana mitra tutur,

    pesan yang disampaikan, dan sebagainya. Dalam bahasa lisan, kesantunan juga

    dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh,

    kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan

    berkacak pinggang, dan sebagainya.

    2.7 Indikator Kesantunan Pranowo

    Selain menggunakan kaidah dan skala kesantunan untuk mengukur suatu

    tuturan, pemilihan kata (diksi) juga memengaruhi kesantunan dalam proses

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    komunikasi. Pranowo (2009:103) memberikan saran agar komunikasi dapat terasa

    santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut.

    1) Perhatikan suasana perasaan mitra tutur sehinga ketika bertutur dapat

    membuat hati mitra tutur berkenan (angon rasa).

    2) Pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur sehingga isi

    komunikasi sama-sama dikehendaki karena sama-sama diinginkan (adu

    rasa).

    3) Jagalah agar tuturan dapat di terima oleh mitra tutur karena mitra tutur

    sedang berkenan di hati (empan papan).

    4) Jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di

    hadapan mitra tutur (sifat rendah hati).

    5) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa mitra tutur diposisikan

    pada tempat yang lebih tinggi (sikap hormat).

    6) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan

    kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira).

    Selain itu, indikator di atas juga dapat dilihat melalui pemakaian kata-kata

    tertentu sebagai pilihan kata (diksi) yang dapat mencerminkan rasa santun,

    misalnya:

    1) Gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan orang lain.

    2) Gunakan frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan

    orang lain.

    3) Gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung

    perasaan orang lain.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    4) Gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain melakukan

    sesuatu.

    5) Gunakan kata “beliau” untuk menyambut orang ketiga yang dinilai lebih

    dihormati.

    6) Gunakan kata “Bapak/Ibu” untuk menyebut orang kedua dewasa.

    Penelitian lanjutan milik Pranowo menemukan indikator kesantunan dapat

    mendukung kesantunan, yaitu sikap rendah hati. Sikap rendah hati seseorang

    dapat tumbuh dan berkembang jika seseorang mampu memanifestasikan nilai-

    nilai lain, seperti tenggang rasa (angon rasa, adu rasa), angon wayah, mau

    berkorban, mawas diri, empan papan, dan sebagainya.

    2.8 Tuturan Sapaan

    Tutur atau tuturan yaitu sesuatu yang dituturkan (Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, 2008:1511). Tuturan tersebut dapat berupa kata, frasa, atau kalimat

    yang diucapkan ketika sedang berkomunikasi. Sedangkan sapaan berarti ajakan

    untuk bercakap, teguran, ucapan, yang dalam konteks linguistik berarti kata atau

    frasa untuk saling merujuk dalam pembicaraan dan yang berbeda-beda menurut

    sifat hubungan di antara pembicara itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    2008:1225).

    Menurut Kristal (dalam Aslinda, dkk,2000:3) mendefinisikan sapaan sebagai

    cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara

    langsung. Pendapat ini sejalan dengan Nababan (1993:40), yang mengatakan

    bahwa sistem tutur sapa (sapaan) adalah alat seseorang pembicara untuk

    menyatakan sesuatu kepada orang lain. Sapaan ini akan merujuk kepada orang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    yang diajak bicara agar perhatiannya tertuju kepada pembicaraan. Berdasarkan

    teori dari Kristal dan Nababan dapat disimpulkan bahwa tuturan sapaan adalah

    hubungan komunikasi secara langsung antara pembicara dengan mitra wicaranya.

    Tuturan sapaan ini akan merujuk kepada mitra wicara agar perhatiannya tertuju

    kepada pembicaraan dan digunakan oleh pembicara untuk saling menyapa atau

    menegur salam suatu peristiwa komunikasi.

    Menurut Brown dan Gilman, penggunaan sapaan di pengaruhi oleh dua

    faktor, yakni faktor kuasa (power) dan solidaritas (solidarity). Kedua faktor ini

    mempengaruhi pola sapaan yang digunakan antara penutur dengan mitra bicara.

    Di dalam sapaan, terdapat dua pola, yaitu resiprokal dan nonresiprokal. Pola

    resiprokal digunakan apabila penutur menyapa mitra bicara dengan bentuk sapaan

    yang sama. Pola resiprokal ini menunjukkan hubungan yang simetris. Sebaliknya

    ,jika nonresiprokal digunakan apabila penutur menyapa mitra bicara dengan

    bentuk sapaan yang berbeda dan hubungan yang ditunjukkan adalah hubungan

    yang asimetris.

    Dalam hubungan kuasa (power), sapaan digunakan secara nonresiprokal .

    Hal ini terjadi karena penutur dan mitra bicara memiliki perbedaan kuasa.

    Penutur yang memiliki kuasa lebih tinggi (superior) menyapa orang lain dengan

    sapaan T dan ia menerima sapaan bentuk V. Sementara itu, orang memiliki kuasa

    lebih rendah (inferior) menyapa dengan sapaan V dan di sapa dengan sapaan T.

    apabila hubungan kuasa antara penutur dan mitra bicara sama (equal), sapaan

    yang digunakan secara respirokal, yaitu saling menyapa dengan sapaan V atau T.

    Brown dan Gilman menjelaskan lebih jauh bahwa kekuasaan didasarkan pada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    kekuatan fisik, kesejahteraan, usia, jenis kelamin, peran di masyarakat, Negara,

    ketentaraan, dan di dalam keluarga.

    Dalam hubungan solidaritas (solidarity), sapaan digunakan secara resiprokal.

    Solidaritas ini muncul pada hubungan kuasa yang sama (power equal). Solidaritas

    menunjukkan kedekatan (closeness) dan keintiman (intimacy) antara penutur dan

    mitra bicara. Apabila penutur dan mitra bicara memiliki kekuasaan yang (power

    equal) dan memiliki solidaritas, mereka akan saling menyapa dengan sapaan T.

    Sebaliknya, apabila mereka tidak memiliki solidaritas, akan saling menyapa

    dengan sapaan V. Apabila penutur memiliki kekuasaan yang lebih tinggi

    (superior) dan memiliki solidaritas, ia kan menyapa dengan sapaan T dan disapa

    dengan sapaan T dan V. Sebaliknya, penutur memiliki kuasa lebih rendah

    (inferior) dan memiliki solidaritas, ia akan menyapa dengan sapaan V dan T dan

    disapa dengan sapaan T. Apabila penutur memiliki kekuasaan yang lebih tinggi

    (superior) tetapi tidak memiliki solidaritas, ia akan menyapa mitra bicara dengan

    sapaan V dan T, serta disapa dengan sapaan V. Sebaliknya, penutur memiliki

    kuasa lebih rendah (inferior) tetapi tidak memiliki solidaritas, ia akan menyapa

    dengan sapaan V dan disapa dengan sapaan V dan T.

    2.8.2 Fungsi Sapaan

    Bieber (dalam Fitri, 2012:20) membagi fungsi sapaan berdasarkan letak

    kemunculannya dalam ujaran. Berdasarkan letaknya tersebut, Bieber et

    al.membagi sapaan ke dalam fungsi berikut.

    1. Menarik perhatian seseorang,

    2. Manandai mitra bicara,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    3. Mempertahankan dan memperkuat hubungan sosial.

    Sapaan yang berada di awal ujaran biasanya berfungsi untuk menarik

    perhatian seseorang (1) dan memperkenalkan lawan bicara (2). Sementara itu,

    sapaan yang terletak di akhir ujaran mempunyai fungsi kombinasi nomor 2 dan 3,

    yaitu mengatur dan mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan mitra

    bicara. Fungsi sapaan untuk menjaga hubungan sosial terlihat dari penggunaan

    sapaan berupa panggilan akrab (familiarizers).

    2.9 Konteks

    Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas

    seperti latar fisik tempat, dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor

    linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam makna bahasa

    telah lama diketahui walau hanya akhir-akhir ini saja diuraikan secara jelas dalam

    disiplin ilmu pragmatik yang usianya masih relatif muda baru sekaranglah

    kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi di selidiki secara

    serius oleh para ahli pragmatik (Cummings, 2007:5).

    Konteks telah diberi berbagai arti antara lain diartikan sebagai aspek-aspek

    yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Dalam hal itu dapat

    dikatakan bahwa konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-

    sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur untuk

    menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993:20).

    Pranowo (2014: 65) mendefinikan bahwa konteks adalah teks lain, atau situasi

    yang berada di luar teks yang sedang dibicarakan. Mulyana (2005: 21)

    menyebutkan bahwa konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan

    atau dialog. Segala sesuatu yang behubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan

    dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang

    melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.

    Menurut Moeliono dan Samsuri (dalam Mulyana, 2005:23) konteks terdiri

    atas beberapa hal, yakni situasi, partisipan, waktu, tempat, adegan, topik,

    peristiwa, bentuk, amanat, kode dan saluran. Sedangkan, Syafi’ie (dalam

    Mulyana, 2005:24) menambahkan bahwa, apabila dicermati dengan benar,

    konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yakni

    sebagai berikut.

    1) Konteks linguistik (linguistic context), yaitu kalimat-kalimat dalam

    percakapan.

    2) Konteks epistemis (epistemis context), adalah latar belakang

    pengetahuanyang sama-sama diketahui oleh partisipan.

    3) Konteks fisik (physical context), meliputi tempat terjadinya percakapan,

    objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan para partisipan.

    4) Konteks sosial (social context), yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi

    hubungan antar pelaku atau partisipan dalam percakapan.

    Uraian tentang konteks terjadinya suatu percakapan (wacana) menunjukkan

    bahwa konteks memegang peranan penting dalam memberi bantuan untuk

    menafsirkan suatu wacana. Kesimpulannya, secara singkat dapat dikatakan in

    language, context is everything. Dalam berbahasa (berkomunikasi), konteks

    adalah segala-galanya (Mulyana, 2005: 24).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    2.10 Maksud

    Berbeda dengan makna dan informasi, makna adalah gejala dalam ujaran dan

    informasi yaitu gejla-luar-ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar

    ujaran ada lagi istilah yang disebut dengan maksud. Informasi dan maksud sama-

    sama sesuatu luar-ujaran. Berbeda dengan informasi yaitu sesuatu luar-ujaran

    dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan. Maksud dapat dilihat dari segi si

    pengujar, orang yan berbicara, atau pihak subjeknya (Chaer, 2009:35). Di sini

    orang yang berbicara itu mengujarkan seuatu ujaran entah berupa kalimat maupun

    frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu

    sendiri. Contohnya ada beberapa mahasiswa sedang mengerjakan tugas bersama

    di dalam rumah saat itu hari mulai petang, kemudian ada seorang mahasiswa yang

    berkata “Wah kita mengerjakan tugas ditemani cahaya rembulan”. Maksud dari

    tuturan mahasiswa tersebut adalah memerintahkan salah satu temannya untuk

    menghidupkan lampu.

    Tuturan di atas menjelaskan bahwa maksud banyak digunakan dalam bentuk-

    bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa

    lain. Selama masih menyangkut isi bahasa maka maksud itu masih dapat disebut

    sebagai persoalan bahasa. Hal tersebut jika dirasa sudah terlalu jauh dan tidak

    berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai

    persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain, entah filsafat,

    antropologi, atau psikologi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    2.11 Kerangka Berpikir

    Kajian pragmatik kita mengenal istilah kesantunan. Kesantunan merupakan

    salah satu fenomena sosial yang sering diabaikan oleh masyarakat. Kesantunan

    dalam berbahasa sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana

    komunikasi dimasyarakat. Praktik berbahasa dimasyarakat sendiri memiliki

    tingkat kesantunan yang berbeda, hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh budaya

    yang berbeda pada setiap daerah. Prakti tersebut sangatlah penting untuk menjaga

    kesantunan dalam bertutur agar tidak menyinggung pihak lain. Salah satunya

    adalah guru sebagai teladan siswa saat di sekolah. Sebagai guru wajib untuk

    bertutur secara santun agar tidak menyakiti hati siswa dan dapat memberi

    pelajaran kepada siswa terkait berbahasa secara santun.

    Penelitian mengenai kesantunan sapaan verbal guru kepada murid si SMP

    Aloysius Turi Yogyakarta, memiliki sebuah kerangka berpikir. Kerangka berpikir

    digunakan sebagai fondasi suatu pemikiran yang akan digunakan selama proses

    penelitian berlangsung. Tujuan dari kerangka berpikir adalah memudahkan

    peneliti dalam menjelaskan alur penelitian kesantunan sapaan verbal guru kepada

    murid di SMP Aloysius Turi Yogyakarta. Dalam kerangka berpikir ini peneliti

    akan membahas permasalahan-permasalahan yang telah diangkat, yakni

    kesantunan sapaan, wujud kesantunan sapaan, ciri penanda kesantunan sapaan,

    dan maksud dari sapaan tersebut. Pembahasan masalah tersebut alam dijelaskan

    dengan konsep, teori, dan metode yang berhubungan dengan masalah penelitian.

    Peneliti menggunakan tori pragmatik sebagai pisau analisis dalam penelitian.

    Permasalahan dalam penelitian ini adalah tingkat kesantunan sapaan verbal guru

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    kepada murid, maka peneliti berpikir bahwa teori pragmatik sangat tepat

    digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Komponen penting dalam

    teori pragmatik yang menjadi fokus peneliti adalah teori tentang kesantunan

    berbahasa secara verbal atau dalam bentuk tuturan. Peneliti menggunakan metode

    penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang menghasilkan

    data deskriptif yamg dipaparkan dalam bentuk lisan maupun tertulis. Peneliti

    memberi gambarang menyeluruh mengenai data penelitian berdasarkan proses

    yang telah dilakukan dalam hal pengumpulan data dan analisis data. Pengumpulan

    data dilakukan untuk memperoleh informasi dan mengumpulkan data-data serta

    menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Data yang telah tekumpul

    dari sumber data akan diproses melalui analisis data. Analisis data merupakan

    penelusuran melalui temuan-temuan yang diperoleh peneliti. Analisis data

    merupakan cara peneliti untuk mengolah data yang telah terkumpul olahan data

    tersebut akan digunakan untuk menjawab permasalah yang diangkat dalam

    penelitian ini.

    Berdasarkan kegiatan pengumpulan data dan analisis data, peneliti berupaya

    untuk menuliskan hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian merupakan sasaran

    yang ingin dicapai oleh peneliti. Dalam hasil penelitian, peneliti akan

    menguraikan secara runtut proses penelitiannya yang kemudia dideskripsikan

    secara singkat dalam butir-butir yang spesifik. Alur penelitian tingkat kesantunan

    sapaan verbal guru kepada siswa SMP Aloysius Turi Yogyakarta memiliki bagan

    kerangka berpikir.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    Kerangka Berpikir

    HASIL PENELITIAN

    KESANTUNAN SAPAAN VERBAL GURU KEPADA

    SISWA DI SMP ALOYSIUS YOGYAKARTA

    TAHUN AJARAN 2017/2018

    PENDEKATAN PRAGMATIK

    KESANTUNAN BERBAHASA

    WUJUD DAN CIRI

    KESANTUNAN

    VERBAL

    INDIKATOR

    KESANTUNAN

    BERBAHASA

    INDONESIA

    PRINSIP

    KESANTUNAN

    LEECH

    KAIDAH

    KESANTUNAN

    BERBAHASA

    PENGUMPULAN DATA DAN

    ANALISIS DATA

    MAKSUD

    KESANTUNAN

    VERBAL

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Dalam bab ini dipaparkan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang

    berkaitan dengan metode penelitian meliputi: (1) jenis penelitian, (2) subjek

    penelitian (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian,

    (5) teknik analisis data, serta (6) sajian analisis data.

    3.1 Jenis Penelitian

    Penelitian ini mengkaji tentang kesantunan sapaan guru kepada murid di SMP

    Aloysius Turi Yogyakarta, bukan mengkaji tentang kegunaan bahasa. Jenis

    penelitian yang dilakukan adalah kebahasaan secara khusus pada bidang

    pragmatik.

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif

    yang dimaksud karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah atau

    natural setting (Sugiyono,2012:8). Deskriptif yang dimaksud karena lebih

    menandai akan hasil penelitian sesuai dengan sikap serta pandangan peneliti

    terhadap adanya (tidak adanya) penggunaan bahasa daripada menandai cara

    penanganan bahasa tahap demi tahap, langkah demi langkah (Sudaryanto,

    1993:60). Selanjutnya, Moleong (2014:6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif

    adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

    dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-

    lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

    bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

    metode ilmiah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    Penelitian kesantunan berbahasa verbal guru kepada siswa di SMP Aloysius

    Turi Yogyakarta yang termasuk dalam penelitian jenis deskriptif kualitatif ini

    hendak menggambarkan secara apa adanya bentuk-bentuk penggunaan

    kesantunan berbahasa secara verbal. Penggunaan kesantunan verbal di lingkup

    sekolah ini dirinci dengan menggambarkan wujud dan penanda, maksud, serta

    kaidah kesantunan verbal. Oleh karena itu, penggunaan kesantunan berbahasa

    verbal dianggap sebagai fenomena yang dapat dipahami dan dideskripsikan secara

    alamiah.

    3.2 Sumber Data dan Data

    Sumber data utama dalam penelitian kualitaif ini adalah bahasa verbal, maka

    dalam penelitian ini sumber data yang akan digunakan adalah tuturan guru kepada

    siswa yang dicurigai mengandung wujud dan maksud tuturan. Data penelitian ini

    berupa tuturan verbal yang mengandung unsur kesantunan berbahasa dalam

    komunikasi para guru kepada siswa di sekolah.

    Pemilihan guru didasari alasan bahwa masih banyak para guru yang kurang

    menyadari betapa pentingnya berbahasa secara santun kepada siswa. Guru dapat

    memberikan contoh dan pengaruh kepada siswa guna memperkenalkan

    pentingnya berbahasa santun kepada siapapun. Para siswa akan lebih mudah

    menyerap sesuatu melalui apa yang mereka lihat atau tindakan nyata daripada

    teori atau ucapan yang keluar dari mulut semata. Secara tidak sadar mereka akan

    melakukan atau meniru sesuatu yang sering mereka lihat, maka dari itu sangat

    penting guru berbahasa santun kepada siswa selain untuk menjaga perasaan dan

    menghargai siswa juga membantu menciptakan generasi muda berakhlak santun.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    3.3 Teknik Pengumpulan Data

    Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data simak. Peneliti

    mengumpulkan tuturan dari hasil percakapan yang dilakukan oleh guru kepada

    murid di sekolah. Tuturan ini diperoleh dengan memperhatikan metode simak,

    yaitu menyimak tuturan langsung yang dituturkan oleh guru kepada murid di

    sekolah. Teknik yang digunakan terhadap metode tersebut adalah dengan

    mencatat dan merekam setiap tuturan yang terjadi, seperti wawancara dan

    observasi. Dalam wawancara narasumber yang akan di wawancarai adalah guru

    dan murid yang ada di SMP Aloysius Yogyakarta. Peneliti juga menggunakan

    teknik observasi dimana adanya proses pengamatan selama penelitian ini

    berlangsung. Berfungsi sebagai data penguat agar lebih akurat.

    3.4 Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian kesantunan berbahasa

    verbal adalah dengan berbekal pengetahuan pragmatik yang meliputi kesantunan

    berbahasa, prinsip, dan indikator kesantunan berbahasa. Bekal pengetahuan dalam

    bentuk teori tersebut akan digunakan untuk menganalisis penggunaan bahasa

    dalam hal wujud dan penanda kesantunan. Selain itu, peneliti juga akan

    melengkapi instrumen penelitian dengan cara melakukan wawancara kepada

    informan sebagai bentuk konfirmasi atas data yang didapatkan.

    3.5 Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada kajian

    analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang dimaksudkan adalah analisis dengan

    merinci dan menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    bentuk kalimat (Nurastuti, 2007:103). Tujuan dari penelitian deskriptif adalah

    untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat

    mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

    Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

    fenomena-fenomena yang ada.

    Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini

    sebagai berikut.

    1) Peneliti mengidentifikasi data berdasarakan ciri-ciri penanda yang

    ditemukan.

    2) Peneliti mengklasifikasikan data bahasa verbal yang mengandung

    kesantunan berbahasa.

    3) Peneliti menginterpretasi data berdasarkan prinsip dan indikator kesantunan

    berbahasa yang menjadi acuan.

    4) Peneliti mendeskripsikan data dan melakukan pembahasan berdasarkan

    kajian pragmatik.

    3.6 Triangulasi Data

    Data yang sudah terkumpul merupakan modal awal yang sangat berharga

    dalam penelitian, dari data terkumpul akan dilakukan analisis yang digunakan

    sebagai bahan masukan untuk penarikan kesimpulan, melihat begitu besarnya

    posisi data maka keabsahan data yang terkumpul menjadi sangat vital. Data yang

    salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah pula, demikian sebaliknya, data

    yang sah (valid atau kredibel) akan menghasilkan kesimpulan hasil penelitian

    yang benar.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    Penelitian kualitatif sangat sulit mencari kondisi yang benar-benar sama.

    Selain itu, manusia sebagai instrumen, faktor kelelahan dan kejenuhan akan

    berpengaruh. Kriteria kepastian (confirmability) berasal dari konsep objektivitas

    pada kuantitatif. Kenyataannya sesuatu objektif atau tidak bergantung pada

    persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, atau penemuan

    seseorang. Padahal pengalaman seseorang itu sangat subjektif dan dapat dikatakan

    subjektif bila disepakati oleh beberapa orang atau banyak orang. Untuk itu kriteria

    kepastian atau objektivitas ini supaya menekankan pada orangnya, melainkan

    harus menekankan pada datanya. Sebagai alat analisis data perlu menggunakan

    trianggulasi data.

    Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan

    (kredibilitas atau validitas) dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat

    juga sebagai alat bantu analisis data di lapangan. Kegiatan triangulasi dengan

    sendirinya mencakup proses pengujian hipotesis yang dibangun selama

    pengumpulan data. Triangulasi mencari dengan cepat pengujian data yang sudah

    ada dalam memperkuat tafsir dan meningkatkan kebijakan, serta program yang

    akan berbasis pada bukti yang telah tersedia. Triangulasi adalah suatu pendekatan

    analisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber.

    Triangulasi menyatukan informasi dari penelitian kuantitatif dan kualitatif,

    menyertakan pencegahan dan kepedulian memprogram data, dan membuat

    penggunaan pertimbangan pakar. Triangulasi bisa menjawab pertanyaan terhadap

    kelompok risiko, keefektifan, kebijakan dan perencanaan anggaran dan status

    epidemik dalam suatu lingkungan berubah. Triangulasi menyediakan satu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    peranghkat kuat ketika satu respon cepat diperlukan atau ketika data ada untuk

    menjawab satu pertanyaan sulit. Triangulasi bukan bertujuan mencari kebenaran,

    tetapi meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang dimiliknya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Deskripsi Data

    Data penelitian yang dimaksud peneliti berupa tuturan yang mengandung

    kesantunan verbal yang dilakukan oleh guru kepada siswa diperoleh dalam

    rentang waktu dua bulan yaitu bulan Juli – Agustus 2017. Jumlah data yang

    dianalisis sebanyak enam puluh dua (62) tuturan yang mengandung kesantunan

    secara verbal. Data tersebut dianalisis menggunakan teori menggunakan prinsip

    kesantunan menurut Leech (dalam Rahardi, 2006), faktor penentu kesantunan

    serta indikator kesantunan menurut Pranowo (2009). Kemudian, data tersebut

    akan dianalisis dari sudut kesantunan berbahasa secara verbal berdasarkan teori

    yang telah dipaparkan diatas.

    Para guru di SMP Aloysius Turi Yogyakarta dalam berkomunikasi sehari-

    hari dengan para siswa menggunakan bahasa Jawa ngoko bercampur dengan

    bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena lingkungan terjadinya komunikasi

    berada di Jawa khususnya Yogyakarta, dengan begitu bahasa ibu atau bahasa

    pertama mereka adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa akan dituturkan oleh para

    guru kepada mitra tutur yang memiliki kesamaan budaya dengan si penutur.

    Sedangkan bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan mitra tutur

    yaitu siswa-siswi yang berasal dari luar Yogyakarta atau pulau Jawa. Bahasa

    Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang dapat digunakan untuk

    berkomunikasi terlepas dari banyaknya budaya di Indonesia.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    Maka dari itu, peneliti menggunakan prinsip kesantunan dari Leech karena

    peneliti menemukan kecocokan teori yang dapat digunakan sebagai pedoman

    kesantunan ketika bertutur. Kemudian, peneliti juga melengkapi dengan teori

    dari Pranowo terkait yaitu faktor penentu kesantunan serta indikator kesantunan

    untuk melihat kesantunan dari si penutur. Pada setiap analisis data yang akan

    dilakukan, peneliti menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli tersebut.

    Menurut peneliti teori-teori tersebut telah sesuai dengan data yang diperoleh.

    Tabel di bawah ini menjelaskan terkait penggolongan data dalam penelitian.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    Tabel 4.1 : Jumlah Kesantunan Bahasa Verbal

    Peneliti mengan


Top Related