Transcript
Page 1: Keracunan Karbon Monoksida

1 | F o r e n s i k

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia. Efek

mematikan dari gas CO sudah diketahui sejak dahulu di masa Yunani dan Roma, saat gas

ini digunakan untuk eksekusi. Claude Bernard pada tahun 1857 menemukan efek beracun

karbon monoksida yang disebabkan oleh pelepasan ikatan oksigen dari hemoglobin

menjadi bentuk carboxyhaemoglobin. Warberg pada tahun 1926 memakai kultur jamur

yeast untuk menunjukkan asupan oksigen oleh jaringan dihambat oleh paparan karbon

monoksida dalam jumlah yang besar. Di Amerika Serikat terdapat 50.000 kunjungan ke

instalasi gawat darurat terkait 600 kematian akibat keracunan gas ini. Karbon monoksida

(CO) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses

pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu,

batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Gas ini lebih ringan dari

udara sehingga mudah menyebar. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya

intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma

inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma

inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan

diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.

Setiap tahun di Inggris, terdapat 50 orang korban meninggal dan 200 orang cidera parah

akibat keracunan CO. Misdiagnosis tidak jarang terjadi karena gejala yang tidak khas dan

banyak manifestasi klinis yang timbul, sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam

menangani pasien dengan intoksikasi gas CO.

Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan

menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat

pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida.

Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah yang macet

tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Asap rokok juga mengandung

gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok biasanya terbentuk karboksi

haemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapi pada perokok yang berat biasanya lebih tinggi

Page 2: Keracunan Karbon Monoksida

2 | F o r e n s i k

yaitu 5 – 10 %. Pada wanita hamil yang merokok, kemungkinan dapat membahayakan

janinnya. Asap rokok juga mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok

biasanya terbentuk karboksi haemoglobin tidak lebih dari 1 % tetapi pada perokok yang

berat biasanya lebih tinggi yaitu 5 – 10 %. Pada wanita hamil yang merokok,

kemungkinan dapat membahayakan janinnya.

Karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak merangsang selaput lendir

tetapi sangat berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai “silent killer”

(pembunuh diam-diam). Campuran 1 volume CO dengan 0,5 volume O2 atau campuran

1 volume CO dengan 2,5 volume udara, bila bertemu api akan meledak. CO dapat

bersenyawa dengan logam atau non logam, misalnya dengan klorin akan terbentuk

karbonil klorida (COCl) yaitu fosgen, gas beracun yang pernah dipakai dalam

peperangan.

Page 3: Keracunan Karbon Monoksida

3 | F o r e n s i k

BAB II

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

A. Definisi dan Etiologi

Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sempurna dari karbon

dan bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Sumber terpenting adalah mototr

yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar (Spark Ignition), karena campuran bahan

yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak daripada udara sehingga gas yang

dikelyarkan mengandung 3-7% CO. Sebaliknya motor diesel dengan compression

ignition mengeluarkan sangat sedikit CO, kecuali bila motor berfungsi tidak sempurna

sehingga banyak menggunakan asap hitam yang mengandung CO.

Penyebab Keracunan Gas COApi dan ledakanKerusakan gas pemanas airTungku atau cerobong asap yang tersumbatGas perapianVentilasi yang buruk pada penggunaan parafin dan gas pemanasPembakaran batu bara atau kayu akibat kesalahan penggunaan atau ventilasi yang burukEmisi mobil, mesin yang menyala dalam ruangan yang terkurungPenggunaan mesin pembakaran seperti pemotong rumput, gergaji mesin pada area yangterkurung tanpa ventilasiMemasak atau memanaskan dengan menggunakan arang di dalam rumah tanpa ventilasiPenggunaan Metil Klorida pada area yang terkurung

Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat

pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, dan cerobong asap yang tidak berfungsi

dengan baik. Gas alam jarang sekali mengandung CO , tetapi pembakaran gas alam yang

tidak sempurna tetap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan terbentuk CO.

Asap tembakau dalam orofaring menyebabkan konsentrasi yang diinhalasi menjadi kira-

kira 500 ppm. Pada alat pemanas air berbahan bakar gas , jelaga yang tidak dibersihkan

pada pipa air yang dibakar akan memudahkan terjadinya gas CO yang berlebihan.

Page 4: Keracunan Karbon Monoksida

4 | F o r e n s i k

Inhalasi emisi methylene chloride yang berasal dari cat jarang menyebabkan keracunan.

Pada hati, senyawa ini dikonversi menjadi karbonmonoksida.

Gas karbon monoksida juga diproduksi secara endogen dalam jumlah kecil dari

proses katabolisme heme. Bersama dengan nitrit oksida gas ini mempengaruhi fungsi

seluler dan bertindak seperti neurotransmiter.

Epidemiologi

Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika

Serikat dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia.

Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika

Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka

kematiansekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an. Sekitar 25.000 kasus

keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris. Dengan angka kematian sekitar

50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat berat akibat keracunan gas CO. Di

Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit Tan Tock Seng

Singapura pernah dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di

Indonesia belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun

yang dilaporkan.

Kelompok Resiko Tinggi. (1) Kasus kematian akibat kebakana gedung atau

bangunan disebabkan karena keracunan CO, oleh karena itu petugas pemadam kebakaran

merupakan yang beresiko tinggi mendapat keracunan CO. (2) Pengecat yang

menggunakan cat yang mengandung metilin klorida, asapnya mudah diserap melalui

paru-paru dan mudah masuk ke peredaran darah, metilin klorida ditukar ke karbon

monokisida di hati. (3) Perokok adalah salah satu kelompok yang beresiko keracunan CO

karena asap tembakau merupakan salah satu sumber CO dan mengandung 4% CO. (5)

Bayi, anak-anak dan mereka yang mengalami masalah kardiovaskuler lebih mudah

beresiko keracunan karbon monoksida, walaupun pada kepekatan yang rendah.

B. Struktur Kimia, Farmakokinetik, Farmakodinamik dan Patofisiologi

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara

reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan

Page 5: Keracunan Karbon Monoksida

5 | F o r e n s i k

mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun

yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversibel) dan setelah CO dilepaskan

oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Bahaya utama terhadap kesehatan

adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan karbon monoksida yang

diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35

ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-

TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya

terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm

(0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi

hemoglobin dan dapat berakibat fatal.

Karbon monoksida

Nama IUPACKarbon monoksida

Nama lainKarbonat Oksida

SifatRumus Molekul COMassa Molar 28,0101 g/molPenampilan Tak berwarna, gas tak berbau

Densitas

0,789 g/cm3

1,250 g/L pada 00C, 1 atm1,145 g/L pada 250C, 1 atm(lebih ringan dari udara)

Titik lebur -205 0C (68 K)Titik didih -1920C (81 K)Kelarutan dalam air 0,0026 g/100 ml (200C)Momen Dipol 0,112 D (3,74 x 10-31 C-m)

BahayaKlasifikasi EU Sangat mudah terbakarTitik nyala Gas mudah terbakar

5 | F o r e n s i k

mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun

yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversibel) dan setelah CO dilepaskan

oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Bahaya utama terhadap kesehatan

adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan karbon monoksida yang

diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35

ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-

TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya

terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm

(0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi

hemoglobin dan dapat berakibat fatal.

Karbon monoksida

Nama IUPACKarbon monoksida

Nama lainKarbonat Oksida

SifatRumus Molekul COMassa Molar 28,0101 g/molPenampilan Tak berwarna, gas tak berbau

Densitas

0,789 g/cm3

1,250 g/L pada 00C, 1 atm1,145 g/L pada 250C, 1 atm(lebih ringan dari udara)

Titik lebur -205 0C (68 K)Titik didih -1920C (81 K)Kelarutan dalam air 0,0026 g/100 ml (200C)Momen Dipol 0,112 D (3,74 x 10-31 C-m)

BahayaKlasifikasi EU Sangat mudah terbakarTitik nyala Gas mudah terbakar

5 | F o r e n s i k

mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun

yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversibel) dan setelah CO dilepaskan

oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Bahaya utama terhadap kesehatan

adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas pemaparan karbon monoksida yang

diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35

ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-

TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya

terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm

(0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi

hemoglobin dan dapat berakibat fatal.

Karbon monoksida

Nama IUPACKarbon monoksida

Nama lainKarbonat Oksida

SifatRumus Molekul COMassa Molar 28,0101 g/molPenampilan Tak berwarna, gas tak berbau

Densitas

0,789 g/cm3

1,250 g/L pada 00C, 1 atm1,145 g/L pada 250C, 1 atm(lebih ringan dari udara)

Titik lebur -205 0C (68 K)Titik didih -1920C (81 K)Kelarutan dalam air 0,0026 g/100 ml (200C)Momen Dipol 0,112 D (3,74 x 10-31 C-m)

BahayaKlasifikasi EU Sangat mudah terbakarTitik nyala Gas mudah terbakar

Page 6: Keracunan Karbon Monoksida

6 | F o r e n s i k

Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh akdar CO dalam udara lingkungan

(ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (Kadar COHb inisial), lamanya

pemaparan dan ventilasi paru.

Gambar. Skema penyimpanan dan Transpor CO

Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada

dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4-

5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi O2

mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah berkurang

setengahnya dari kadar semula. Umumnya kadar COHb akan berkurang 50% bila

penderita CO akut dipindahkan ke udara bersih dan selanjutnya sisa COHb akan

berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar

COHb dalam darah korban rendah atau negatif pada saat diperiksa, sedangkan korban

Page 7: Keracunan Karbon Monoksida

7 | F o r e n s i k

menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada

keracunan CO akut.

CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam

mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a, a3)

dan sitokrom p-450, peroksidase dan katalase.

Gambar. Skema umum rangkaian monooksigenasi sitokrom p450

Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya

Hb menjadi COHb, mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang

kemampuannya untuk menganggkut O2. Selain itu, adanya COHb dalam darah akan

menghambat disosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia.

Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem enzim

pernapasan sel yang terdapat dalam mitikondria akan menghambat pernapasan sel dan

mengakibatkan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan ini mempresipitasi sel endothelial

Page 8: Keracunan Karbon Monoksida

8 | F o r e n s i k

dan platelet untuk melepaskan nitrit oxide yang kemudian membentuk radikal bebas

peroxynitrate. Lebih jauh pada otak kejadian ini menyebabkan gangguan mitokondia,

kebocoraan kapiler, sekuestrasi leukosit dan apoptosis. Perubahan patologis lebih sering

pada fase pemulihan (reperfusi) saat peroksidasi lipid (degradasi unsaturated fatty acids)

terjadi. Kejadian ini kemudian menyebabkan dimielinisasi reversibel pada otak.

Perubahan ini dapat dilihat dengan jelas dengan menggunakan MRI (Magnetic

Resonance Imaging). Karbon monoksida memiliki predileksi untuk membentuk daerah

“batas pemisah” pada otak saat disana terjadi kekurangan suplai darah. Ganglia basalis,

dengan konsumsi oksigen yang tinggi adalah bagian yang paling sering terkena. Daerah

lain yang biasa terkena efek gas CO adalah bagian putih dari otak, hipokampus dan

serebelum.

Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan

kecepatan timbulnya gejala-gejala atau bahkan kematian.

50 ppm (0,005%) adalah TLV (Threshold Limit Value, nilai ambang batas) gas

CO yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi

selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas.

Pada 200 ppm (0,02%), inhalasi 1-3 jam akan mengakibatkan kadar COHb

mencapai 15-20% saturasi dan gejala keracunan CO mulai timbul.

Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3 jam dapat menyebabkan kematian, sedangkan

pada 3000 ppm (0,3%), inhalasi 2 jam sudah dapat menyebabkan kematian.

Pada 10.000 ppm (1%) inhalasi 15 menit dapat menyebabkan kehilangan

kesadaran dengan COHb 50% saturasi, sedangkan inhalasi 20 menit menyebabkan

kematian dengan COHb 80% saturasi.

Rumus Handerson dan Haggard berlaku bagi orang dalam keadaan istirahat.

Konsentrasi CO dalam udara dinyatakan dalam ppm dan lamanya inhalasi dalam jam.

Bila hasil perkalian (Waktu) dan (Konsentrasi) = 300, tidak ada gejala yang muncul. Bila

hasil perkalian adalah 900, telah timbul gejala sakit kepala rasa lelah dan mual,

sedangkan hasil 1500 menandakan bahaya dan dapat berakibat fatal.

Selain konsentrasi CO dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi paru dan kadar

COHb sebelum terkena CO, terdapat faktor faktor lainyang turut mempengaruhi

toksisitas CO yakni aktivitas fisik, penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi

Page 9: Keracunan Karbon Monoksida

9 | F o r e n s i k

jarungan seperti arteriosklerosis pembuluh darah otak dan jantung, emfisema paru, asma

bronchial, TB paru, dan penyakit hipermetabolik. Juga adanya alkohol, barbiturate,

morfin dan obat-obatan lain yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat.

Saat konsentrasi CO meningkat dengan signifikan, akan terjadi peningkatan

ventilasi juga akan menyebabkan peningkatan ambilan CO. Pada kasus ini, mekanisme

kontrol pusat pernapasan berusaha untuk meningkatkan PaO2 sebagai respon untuk

menurunnya pengantaran oksigen ke jaringan. Namun mekanisme ini justru

menyebabkan lingkaran setan yang meningkatkan respirasi yang mengakibatkan ambilan

CO menjadi lebih besar. Kondisi ini kemudian menyebabkan hipoksia yang lebih parah.

Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu

kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.

Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses

pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan

menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan

fraksi oksigen yang diinspirasi (FiO2) akan menyebabkan hipoksia. Keracunan karbon

monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh

hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbon monoksida

mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang

mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung. Hipoksia yang

memanjang akibat peningkatan kadar CO dapat menyebabkan aritmia atau gagal jantung

dan berbagai macam sekuel neurologis. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia

ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana

peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan

morbiditas.

Page 10: Keracunan Karbon Monoksida

10 | F o r e n s i k

Gambar. Dehalogenisasi reduksi karbon tetraklorida menjadi radikal bebas

triklorometil yang menginisiasi peroksidasi lipid

Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh

gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversibel, yang

menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat

daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang

terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun.

Peningkatan konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki tempat di

hemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemoglobin bergeser ke kiri

menghasilkan penurunan PaO2 di setiap level kadar saturasi hemoglobin dan ini

kemudian menyebabkan penurunan oksigen yang diantarkan ke jaringan.

Page 11: Keracunan Karbon Monoksida

11 | F o r e n s i k

Gambar. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri yang berarti oksigen

terikat lebih kuat pada konsentrasi yang lebih rendah.

11 | F o r e n s i k

Gambar. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri yang berarti oksigen

terikat lebih kuat pada konsentrasi yang lebih rendah.

11 | F o r e n s i k

Gambar. Efek dari CO pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva bergeser ke kiri yang berarti oksigen

terikat lebih kuat pada konsentrasi yang lebih rendah.

Page 12: Keracunan Karbon Monoksida

12 | F o r e n s i k

Gambar. Patofisiologi Keracunan CO

Page 13: Keracunan Karbon Monoksida

13 | F o r e n s i k

Ikatan antara CO dengan hemoglobin membuat perubahan alosterik pada

kompleks oksihemoglobin dan menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini

menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap setiap oksigen yang terikat yang

kemudian menyebabkan penurunan desaturasi hemoglobin dan pelepasan oksigen di

perifer. Karena itu, hipoksia jaringan akibat keracunan CO lebih besar daripada yang

diharapkan pada penurunan PaO2 sederhana.

Gambar. Skema Patofisiologi Keracunan CO

Selain hemoglobin, protein yang mengandung heme lainnya juga terpengaruh

oleh CO. Terletak pada jaringan ekstravaskular, protein ini mengandung sekita 10%-15%

dari total CO yang terdapat di dalam tubuh. Di dalamnya termasuk adalah sitokrom

oksidase dan mioglobin. Penghambatan respirasi selular akibat pengikatan CO dengan

Page 14: Keracunan Karbon Monoksida

14 | F o r e n s i k

sitokrom oksidase dianggap memainkan peran penting terhadap kerusakan jaringan.

Bagaimanapun, faktanya protein heme memiliki afinitas delapan kali lebih tinggi

terhadap oksigen daripada CO menimbulkan keraguan terhadap hipotesis di atas. Ikatan

CO pada myoglobin tidak diragukan lagi menyebabkan penurunan persediaan oksigen di

otot. Pada miokardium, ini dapat menjadi bencana besar yang kemudian dapat berubah

menjadi aritmia dan gagal jantung. Lebih jauh lagi, iskemik cerebral yang diakibatkan

oleh penurunan fungsi jantung mungkin menjadi penyebab beberapa sekuel neurologic

dari intoksikasi CO.

CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang

menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan.

Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan

kegagalanrespirasi di tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang

mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit

neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan

peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit.

Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat,

pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba.

Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal. Penelitian terakhir menunjukkan

adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet dan lapisan endothelium

vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm yang dapat

menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh

dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat

menurunkan waktu paruh menjadi 30-90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen

pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-

23 menit.

C. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Presentasi klinis dari keracunan CO akut sangat bervariasi dapat ringan, sedang

dan berat, tetapi secara umum, keparahan dari gejala yang muncul berkorelasi dengan

level COHb seperti pada tabel di bawah. Walaupun begitu, dalam mendiagnosis, tidak

adanya gejala yang sepsifik membuat diagnosis menjadi sulit. Pada kasus keracunan

Page 15: Keracunan Karbon Monoksida

15 | F o r e n s i k

kronik biasanya berbahaya dan seringkali salah didiagnosis dengan flu, depresi,

keracunan makanan, atau gastroenteritis pada anak. Oleh sebab itu, perhatian khusus

terhadap riwayat pasien menjadi sangat penting. Jika tidak diketahui riwayat paparan,

maka perlu mengenali gejala keracunan pada seluruh sistem tubuh.

Gambar. Spektrum dari tanda dan gejala yang muncul akibat paaparan CO

berdasarkan level dan durasi paparan.

Tabel. Presentase Gejala Akut Setelah Paparan CO

15 | F o r e n s i k

kronik biasanya berbahaya dan seringkali salah didiagnosis dengan flu, depresi,

keracunan makanan, atau gastroenteritis pada anak. Oleh sebab itu, perhatian khusus

terhadap riwayat pasien menjadi sangat penting. Jika tidak diketahui riwayat paparan,

maka perlu mengenali gejala keracunan pada seluruh sistem tubuh.

Gambar. Spektrum dari tanda dan gejala yang muncul akibat paaparan CO

berdasarkan level dan durasi paparan.

Tabel. Presentase Gejala Akut Setelah Paparan CO

15 | F o r e n s i k

kronik biasanya berbahaya dan seringkali salah didiagnosis dengan flu, depresi,

keracunan makanan, atau gastroenteritis pada anak. Oleh sebab itu, perhatian khusus

terhadap riwayat pasien menjadi sangat penting. Jika tidak diketahui riwayat paparan,

maka perlu mengenali gejala keracunan pada seluruh sistem tubuh.

Gambar. Spektrum dari tanda dan gejala yang muncul akibat paaparan CO

berdasarkan level dan durasi paparan.

Tabel. Presentase Gejala Akut Setelah Paparan CO

Page 16: Keracunan Karbon Monoksida

16 | F o r e n s i k

Fakta yang paling sering terekspos dimana terdapa kasus banyak orang yang

memiliki gejala dan paparan lingkungan yang sama. Yang lainnya mengatakan fakta

bahwa kejadian sakitnya hewan peliharaan terjadi bersamaan atau mendahului kejadian

sakit pemiliknya. Akibat dari ukurannyaa yang kecil dan metabolisme yang tinggi, hewan

peliharaan akan lebih menampakkan gejala dan gejala yang muncul juga lebih parah

daripada pemiliknya. Pada kasus pajanan seorang diri, riwayat pajanan untuk mengetahui

sumber dari CO dapat menunjukkan ke arah kemungkinan intoksikasi CO. Banyak kasus

ini yang terkait dengan pekerjaan.

Efek yang paling sering muncu dari keracunan CO adalah hipoksia jaringan. Efek

ini akan lebih signifikan pada daerah dengan aliran darah dan penggunaan oksigen yang

banyak. Atas alasan ini, tidak terlalu mengejutkan jika manifestasi pada sistem saraf dan

kardivaskular menjadi gejala yang biasa muncul karena saraf, jantung dan pembuluh

darah adalah jaringan yang memiliki resiko terbesar pada kasus intoksikasi CO.

Page 17: Keracunan Karbon Monoksida

17 | F o r e n s i k

Gejala yang biasa muncul adalah kelelahan, sakit kepala, pusing, kesulitan

berpikir, mual, dipsneu, kelemahan dan konfusi. Diare, nyeri perut, gangguan

penglihatan, dan nyeri dada lebih jarang ditemukan. Dari gejala-gejala ini, kita dapat

melihat kenapa diagnosis influenza karena virus sering dibuat khususnya pada saat ada

riwayat angggota keluarga yang lain yang memiliki keluhan yang sama. Perlu diketahui

kejadian keracuanan CO cenderung meningkat saat bulan-bulan musim dingin akibat

peningkatan penggunaan pemanas ruangan.

Kesalahan diagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada

pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada

anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang

muncul sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi

atau penderita luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia,

Page 18: Keracunan Karbon Monoksida

18 | F o r e n s i k

takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa

juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula.

Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb di dalam darah.

% Saturasi COHb Gejala-gejala10 Tidak ada

10-20 Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaranpembuluh darah subkutan, dipsneu, gangguan koordinasi,

20-30 Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional30-40 Sakit kepala keras, lemah, pusing, penglihatan buram, mual,

muntah, kolaps.40-50 Sama dengan yang tersebut di atas tetapi dengan kemungkinan

besar untuk kolaps atau sinkop. Pernapasan dan nadi bertambahcepat, ataksia

50-60 Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengankejang intermittent, pernapasan cheyne stokes.

60-70 Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkitmati

70-80 Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal pernapasan dan mati

Pada pemeriksaan fisik, seperti gejala dapat membantu untuk menegakkaan

diagnosis. Takikardia dan takipneu biasa muncul sebagai cara sistem respirasi dan

kardiovaskuler untuk mengkompensasi penurunan pengangkutan oksigen ke perifer.

Hipertensi ringan dapat muncul pada beberapa pasien, sedangkan pada pasien yang lain

dapat muncul hipotensi akibat hipoksia miokardium. Pada manusia yang sehat,

peningkatan aliran darah akibat kompensasi dilatasi arteri koroner cukup untuk

memenuhi kebutuhan jantung. Pada pasien dengan riwayat aterosklerosis mungkin tidak

bisa memenuhi kebutuhan jantung, dan pada pasien seperti ini aritmia dapat menjadi

catatan. Edema pulmoner juga dapat muncul pada pasien dengan keracunan CO. kelainan

kardiovaskuler ini bisa mulai muncul pada kadar CO 5% atau 45 ppm.

Penemuan neurologis yang biasa ditemukan adalah sakit kepala, mual, muntah,

pusing, letargi dan kelemahan. Pada bayi, mungkin muncul iritabilitas dan tidak mau

makan, pingsan, dan kejang. Pada kasus yang akut, abnormalitas yang biasa muncul

adalah cogwheel rigidity, opistotonus, dan flasiditas atau spastisitas.

Selain itu juga bisa didapatkan abnormalitas audiovestibular. Tinnitus dan tuli

sensorineural dapat ditemukan. Nistagmus dan ataaksia juga dapat muncul. Pada kasus

keracunan yang ekstrim dapat menyebabkan edema serebri. CT Scan dan MRI

Page 19: Keracunan Karbon Monoksida

19 | F o r e n s i k

menunjukkaan bagian putih lebih sensitif terhadap hipoksia serebral pada keracunan CO.

meskipun bagian abu-abu memiliki metabolisme oksigen yang lebih besar, bagian putih

memiliki limit toleransi suplai vaskuler yang terbatas akibat penurunan tekanan oksigen

dan ini meningkatkan kerantanan akan kerusakan selama terjadi hipoksia jaringan. Sekuel

yang terlambal, muncul pada lebih dari 45% pasien yang muncul secara perlahan dari tiga

hari sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi pada keracunan akut.

Pembentukan dari sekuel yang terlambat dapat diprediksikan dengan munculnya

perubahan neurologis yang dilihat dengan CT Scan dalam waktu 24 jam setelah paparan.

hasilnya berupa gangguan neurologis berupa deteriorasi intelektual, gangguan memori,

dan perubahan kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan iritabilitas, agresivitas

dan kekerasan. Kejadian sekuel yang terlambat ini, biasa terjadi pada pasien dengan

penurunan level kesadaran saat terjadi paparan. Jika diberikan terapi yang tepat, saat

terapi awal, banyak dari sekuel ini dapat di cegah.

Warna merah (Cherry-red) pada kulit menjadi tanda sepesifik pada keracunan

CO, tetapi ini jarang ditemukan. Perdarahan retina, jarang ditemui, namun jika ada dapat

menguatkan diagnosis. Penemuan tanda inhalasi asap seperti rambut hidung yang

terbakar, mucus yang hangus, atau trauma pada mukosa hidung dapat menjadi perhatian.

Jika tanda ini ditemukan, kemungkinan pasien menderita keracunan CO yang berat.

Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucat, pernapasan cepat,

mungkin pernapasan cheyne-stokes menjelang kematian pernapasan menjadi lambat.

Nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar, dan reaksi cahaya

menghilang, suhu badan di bawah normal, tetapi pada keadaan terminal mungkin malah

terjadi hipertermia.

Pada elektrokardiogram mungkin ditemukan gelombang T mendatar atau negatif,

tanda insufisiensi koroner, ekstrasistole, dan fibrilasi atrium. Pada pemeriksaan

laboratorium mungkin dijumpai leukositosis, hiperglikemia dengan glukosuria,

albuminuria dan peninggian SGOT, MDH dan SDH serum. Perubahan kadar

gammaglobulin juga pernah dilaporkan. Peningkatan kreatin fosfokinase mengikuti

nekrosis otot. Hipoksemia jaringan menyebabkan asidemia laktat. Keracunan kronik pada

ibu hamil dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, fetal distress, dan kematian. Bila

bisa bertahan, mungkin dapat terjadi gangguan perkembangan dan kerusakan otak.

Page 20: Keracunan Karbon Monoksida

20 | F o r e n s i k

Keracunan kronik dalam arti penimbunan CO di dalam tubuh tidak terjadi. Akan

tetapi pemaparan CO berulang-ulang yang menyebabkan hipoksia berulang-ulang pada

susunan saraf pusat akan menyebabkan kerusakan yang berangsur-angsur bertambah

berat. Gejala yang mungkin ditemukan adalah anastesia pada jari-jari tangan, daya ingat

berkurang, Romberg dan gangguan mental.

Diagnosis kematian akibat keracunan gas CO ditegakkan dengan bantuan hasil

pemeriksaan di TKP (tempat kejadian perkara) atau gambaran klinik saat korban baru

dirawat.

D. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang

khusus. Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas

tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan

terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya

atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok,

terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri

juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal.

Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambarkan derajat keracunan CO atau

terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung,

tidak melaui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2

menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh

hemoglobin yang mengikat CO.

Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi

alkali. Caranya adalah sebagai berikut :

Ambil 2 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah

korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.

Encerkan masing-masing darah dengaan menambahkan 10 ml air

sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.

Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%

lalu dikocok.

Page 21: Keracunan Karbon Monoksida

21 | F o r e n s i k

Darah normal segera berubah warna menjadi merah-hijau kecoklatan

karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang

mnegandung COHb tidak berubah warnanya selama beberapa waktu ,

tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb bersifat lebih resisten

terhadap pengaruh alkali.

COHb dengan kadar saturasi 20% member warna merah muda yang

bertahan selama beberapa detik dan setelah 1 menit baru berubah warna

menjadi coklat kehijauan.

Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol

dalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan

darah fetus karena juga resisten terhadap alkali.

Selain dengan uji dilusi alkali seperti di atas, dapat juga dengan

menggunakan uji formalin (Eachlolz-Liebman) yakni dengan cara darah yang

akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila darah

mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna merah

yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin

merah warna koagulatnya, sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat

yang berwarna cokelat.

Pemeriksaan adanya COHb dalam darah juga dapat melalui penentuan

secara spektroskopis. Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan dengan cara

Getler-Freimuth, spektrofotometrik maupun kromatografi gas.

Cara Getler-Freimuth (Semi-kuantitatif) menggunakan prinsip sebagai

berikut :

Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb

Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan

berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan

warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhdap darah dengan kadar COHb

CO + PdCl2 +H2O Pd + CO2 + HCl

Page 22: Keracunan Karbon Monoksida

22 | F o r e n s i k

yang telah diketahui., maka dapat ditentukan konsentrasi COHb secara semi-

kuantitatif.

Cara spektrofotometrik adalah cara terbaik untuk melakukan analisis CO

atas darah segar korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya dengan

cara ini dapat ditentukan rasio COHb : OxiHb. Darah mayat adalah darah yang

tidak segar, sehingga memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya.

Cara kromatografi gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari

sampel darah mayat (darah tidak segar) dan cukup dapat dipercaya.

Gambar. Instrumen Kromatografi Gas

2) Pemeriksaan Pencitraan

X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-

kasus keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil

pemeriksaan xfoto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran

ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema

menunjukkan prognosis yang lebih jelek.

CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus

keracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak

pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada

basal ganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya

komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT

Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering

digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika

Page 23: Keracunan Karbon Monoksida

23 | F o r e n s i k

terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan

adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita keracunan gas CO.

3) Pemeriksaan Lain-lain

Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering

didapatkan. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atau

infark. Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat menyebabkan

kerusakkan yang serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler.

Pulse oximetry. Cutaneus pulse tidak akurat untuk mengukur saturasi

hemoglobin yang dapat naik secara semu karena CO yang mengikat hemoglobin.

Cooximetry (darah arteri) menggunakan tehnik refraksi 4 panjang gelombang

dapat secara akurat mengukur kadar HbCO.

E. Komplikasi

Keracunan ringan karbon monoksida dapat meninggalkan sisa nyeri kepala pada

korban yang telah disembuhkan. Ini tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena

akan hilang dengan sendirinya.

Penderita keracunan karbon monoksida yang sempat mengalami koma, bila

kemudian sembuh, mungkin akan menderita gejala sisa akibat kerusakan yang terjadi

pada sel-sel susunan saraf pusat, yang dapat berupa gejala disorientasi, amnesia

retrograde, parkinsonisme atau sindroma post-ensefalitis.

F. Penanganan dan Terapi

Penanganan pada kasus keracunan karbon monoksida diarahkan pada perbaikan

hipoksia jaringan dan menghilangkan karbon monoksida dari dalam tubuh. Pemberian

100% oksigen normobarik direkomendasikan pada banyak kasus, sedangkan terapi

oksigen hiperbarik digunakan untuk keracunan yang parah.

1) Perawatan Sebelum Tiba di Rumah Sakit

Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen

dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada

pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan

Page 24: Keracunan Karbon Monoksida

24 | F o r e n s i k

terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban

kebakaran dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi

yang lebih akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu

jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Jika

mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan

CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di

rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.

2) Perawatan Saat di Unit Gawat Darurat

Target terapi pada keracunan CO akut adalah mereduksi kadar COHb di

dalam darah ke level dasar dengan pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi

membantu setiap sistem yang terpengaruh akibat hipoksia.

Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan

gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien

yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%.

Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan

pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera

merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 %

atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak

membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan

normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan

monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala,

pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai

28-30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor

TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.

3) Terapi Oksigen Hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalam

penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi HbCO jelas terjadi,

pada beberapa penelitian terbukti dapat mengurangi dan menunda defek

neurologis, edema serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat. Secara teori

Page 25: Keracunan Karbon Monoksida

25 | F o r e n s i k

HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi

dapat mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah, meningkatkan

transportasi oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi neutrofil dan

dapat mengurangi peroksidase lipid.

Gambar. Terapi Oksigen Hiperbarik

Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan

gas CO masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai terapi HBO adalah

untuk mencegah defisit neurologis yang tertunda. Suatu penelitian yang dilakukan

perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien

koma, riwayat kehilangan kesadaran , gambaran iskemia pada EKG, defisit

neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO diatas 40%,

kehamilan dengan kadar HbCO >25%, dan gejala yang menetap setelah

pemberian oksigen normobarik.

Page 26: Keracunan Karbon Monoksida

26 | F o r e n s i k

Tabel. Indikasi Penggunaan Terapi Oksigen Hiperbarik

G. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis

adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. Pada korban yang mati tidak

lama setelah keracunan CO ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang

(Cherry Pink Colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih.

Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada

korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang

mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi-hemoglobin

(nitric-oxide Hb). Meskipun demikian, masih dapat dibedakan dengan pemeriksaan

sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya

berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah

26 | F o r e n s i k

Tabel. Indikasi Penggunaan Terapi Oksigen Hiperbarik

G. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis

adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. Pada korban yang mati tidak

lama setelah keracunan CO ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang

(Cherry Pink Colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih.

Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada

korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang

mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi-hemoglobin

(nitric-oxide Hb). Meskipun demikian, masih dapat dibedakan dengan pemeriksaan

sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya

berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah

26 | F o r e n s i k

Tabel. Indikasi Penggunaan Terapi Oksigen Hiperbarik

G. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis

adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO. Pada korban yang mati tidak

lama setelah keracunan CO ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang

(Cherry Pink Colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih.

Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada

korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang

mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi-hemoglobin

(nitric-oxide Hb). Meskipun demikian, masih dapat dibedakan dengan pemeriksaan

sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya

berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah

Page 27: Keracunan Karbon Monoksida

27 | F o r e n s i k

terang lebam mayatnya tidak merata, selalu masih ditemukan daerah yang keunguan

(livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, viscera, dan darah juga berwarna

merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat

ditemukan tanda asfiksia dan hyperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae

di substasia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam.

Sumber Therapeutic/Tidak Toksik Toksik Letal

Darah 0%-3% tidak merokok

3%-8% merokok

0,5%-4,7% bayi

3,5%-10% anemia hemolitik

15%-30% 33%-72%

Limpa < 10% 30-50% 29-72%

Tabel. Kadar Terapeutik, Toksik, Dan Letal Gas Co Di Dalam Tubuh Manusia

Pada analisa toksikologi darah akan ditemukan adanya COHb. Pada korban

keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam, maka seluruh CO telah

diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat

seperti livid biasa, demikian juga jaringan otot, viscera dan darah. Untuk keracunan CO,

jika dilakukan pemeriksaan dalam maka organ limpa dapat diperiksa untuk memastika

diagnosis.

Kelainan yang dapat ditemukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan

komplikasi yang timbul selam penderita dirawat.

Otak. Pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat ditemukan

ptekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan

hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan ptekiae. Ensefalomalasia simetris

dapat ditemukan pada globus palidus yang juga tidak patognomonik, karena dapat juga

ditemukan pada keracunan barbiturate akut dan arteriosklerotik pembuluh darah korpus

striatum.

Page 28: Keracunan Karbon Monoksida

28 | F o r e n s i k

Pemeriksaan mikroskopik pada otak member gambaran :

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin

Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang

mengandung trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnya

disebut dengan ring hemorrhage.

Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang

mengandung trombi.

Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik

akibat hipoksia dan memecah.

Gambar. Ensefalomalasia Simetris Globus Palidus

Miokardium. Dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus

papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjangnya tampak bagian ujung muskulus

papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari

tempat insersio tendinosa ke dalam otot. Kadang-kadang ditemukan peradarahan pada

otot ventrikel terutama di subperikardial dan di subendokardial. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan perangai sesuai dengan infark miokardium akut.

Ginjal. Terjadi nekrosis tubulus ginjal yang secara mikroskopis seperti payah ginjal.

28 | F o r e n s i k

Pemeriksaan mikroskopik pada otak member gambaran :

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin

Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang

mengandung trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnya

disebut dengan ring hemorrhage.

Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang

mengandung trombi.

Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik

akibat hipoksia dan memecah.

Gambar. Ensefalomalasia Simetris Globus Palidus

Miokardium. Dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus

papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjangnya tampak bagian ujung muskulus

papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari

tempat insersio tendinosa ke dalam otot. Kadang-kadang ditemukan peradarahan pada

otot ventrikel terutama di subperikardial dan di subendokardial. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan perangai sesuai dengan infark miokardium akut.

Ginjal. Terjadi nekrosis tubulus ginjal yang secara mikroskopis seperti payah ginjal.

28 | F o r e n s i k

Pemeriksaan mikroskopik pada otak member gambaran :

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin

Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang

mengandung trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnya

disebut dengan ring hemorrhage.

Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang

mengandung trombi.

Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik

akibat hipoksia dan memecah.

Gambar. Ensefalomalasia Simetris Globus Palidus

Miokardium. Dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus

papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjangnya tampak bagian ujung muskulus

papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari

tempat insersio tendinosa ke dalam otot. Kadang-kadang ditemukan peradarahan pada

otot ventrikel terutama di subperikardial dan di subendokardial. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan perangai sesuai dengan infark miokardium akut.

Ginjal. Terjadi nekrosis tubulus ginjal yang secara mikroskopis seperti payah ginjal.

Page 29: Keracunan Karbon Monoksida

29 | F o r e n s i k

Kulit. Ditemukan eritema dan vesikel /bula pada kulit dada, perut, muka, atau anggota

gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut

disebabkan oleh hipoksia pada pembuluh kapiler di bawah kulit. Selain itu juga bisa

didapatkan lebam mayat berwarna merah bata.

Paru. Pneumonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan peredaran darah. Dapat

terjadi thrombosis arteri pulmonalis.

Peredaran Darah. Terdapat gangguan peredaran darah akibat perubahan degeneratif

miokardium yang memudahkan terbentuknya trombus. Trombus dalam ventrikel kiri

(mural trombus) mungkin mengakibatkan infark otak sedangkan trombus dalam a.

femoralis mungkin menyebabkan timbulnya ganggren.

Pada kasus yang kematiannya tidak segera terjadi (delayed death) diagnosis

kematian harus didasarkan atas bukti-bukti di sekitar kejadian (Circumstansial

evidences), ditemukannya perubahan akibat hipoksia dan disingkirkannya kemungkinan

lain yang dapat menyebabkan perubahan hipoksik tersebut.

Pemeriksaan histologik perlu dilakukan pada substansia alba, korteks serebri,

serebelum, ammon`s horn dan globus palidus.

Page 30: Keracunan Karbon Monoksida

30 | F o r e n s i k

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keracunan karbon monoksida (CO) beberapa tahun ini menjadi penyebab

kematian terbanyak untuk keracunan di Amerika Serikat. Paparan sublethal sangat sulit

untuk dibedakan sehingga sering menyebabkan kesalahan dalam diagnosis pada kasus

keracunan CO akut. Sumber dasar dari gas ini berasal dari pembakaran internal dengan

bahan bakar fosil. Gas CO meracuni manusia dengan berikatan dengan hemoglobin yang

kemudian menyebabkan hipoksia jaringan. Diagnosis keracunan CO sangat sulit

ditegakkan akibat tanda dan gejala yang tidak spesifik. Keparahan dari paparan gas CO

dapat dinilai dengan kadar CO yang ditemukan di darah.

B. Saran

Edukasi masyarakat tentang bahaya dari karbon monoksida dengan penekanan

pada keamanan di rumah dan tempat kerja merupakan kunci untuk edukasi yang efektif.

Edukasi professional yang ditargetkan pada komunitas kerja juga diperlukan. Pemikiran

ini dapat direalisasikan dengan optimalisasi media saat resiko terjadinya keracunan gas

CO meningkat seperti saat terjadi kebakaran hutan ataupun musibah lain yang bisa

menyebabkan keracunan gas CO. Karena insiden yang tinggi dari keracunan yang

diakibatkan oleh gas, harus ada peraturan yang ketat untuk gas industry di lingkungan

masyarakat. Kerjasama antara dokter kesehatan masyarakat dan pemilik dari gedung, gas

dan industri pemanas ruangan merupakan prasyarat untuk strategi pencegahan yang

efektif. Kolaborasi ini memastikan keamanan yang merata di semua lini.

Page 31: Keracunan Karbon Monoksida

31 | F o r e n s i k

DAFTAR PUSTAKA

Benneto, L., Powter, L., & Neil, S. J. (2008). Accidental Carbon Monoxide Poisoning Presenting

Without a History of Exposure : A Case Report. Journal of Medical Case Report, UK , 1-4.

Blumenthal, I. (2001). Carbon Monoxide Poisoning. Journal of The Royal Society of Medicine,

UK , 270-272.

Brenner, J. C. (2004). Forensic Science. Florida, USA: CRC Press.

Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Mun`im, W. A., Sidhi, Hertian, S., et al. (1997).

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Ernst, A., & Zibrak, J. D. (1998). Carbon Monoxide Poisoning. The New England Journal of

Medicine , 1603-1608.

Eugene, N. B., & Margaret, C. (2003). A Multicomponent model of cartoxyhemoglobin and

carboxyhemoglobin responses to inhalation of carbon monoxide. J Appl Physiol95 , 1235-

1247.

Grant, M. J., & Clay, B. (2002). Accidental Carbon Monoxide Poisoning With Severe

Cardiorespiratory Compromise in 2 Children. American Journal of Critical Care , 128-131.

Handa, P., & Tai, D. (2005). Carbon Monoxide Poisoning: A Five-year Review at Tan Tock

Seng Hospital, Singapore. Ann Acad Med Singapore , 611-614.

Hodgson, E. (2004). A Textbook of Modern Toxicology, Third Edition. New Jersey, USA: John

Wiley & Sons, Inc Publication.

Ilano, A. L., & Raffin, A. T. (1990). Management Of Carbon Monoxide Poisoning. Chest,

California, USA , 165-169.

Kao, L. W., & Nanagas, K. A. (2004). Carbon Monoxide Poisoning. Emerg MedClin N Arn22 ,

985-1018.

Klaassen, C. D. (2008). Toxicology, The Basic Science of Poisons Seventh Edition. Kansas City,

USA: McGraw-Hill.

Lane, T. R., Williamson, W. J., & Brostoff, J. M. (2008). Carbon Monoxide Poisoning in a

Patient with Carbon Dioxide Retention: a Therapeutic Challenge. Cases Journal, UK , 1-4.

Molina, D. (2010). Handbook of Forensic Toxicology for Medical Examiners. Florida, USA:

CRC Press.

Page 32: Keracunan Karbon Monoksida

32 | F o r e n s i k

Sampurna, B., Samsu, Z., & Siswaja, T. D. (2008). Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan

Hukum; Sebuah Pengantar. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Soekamto, T. H., & Perdanakusuma, D. (n.d.). Intoksikasi Karbon Monoksida. Departemen/SMF

Ilmu Bedah Plastik FK UNAIR .

Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2000).

Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Thom, R. S., Fisher, D., Xu, Y. A., Garner, S., & Ischiropoulos, H. (1999). Role of Nitric Oxide-

Derived Oxidants in Vascular Injury from Carbon Monoxide in The Rat. Am J of Physiol ,

984-990.

Weaver, L. K. (2009). Carbon Monoxide Poisoning. The New England Journal of Medicine, UK

, 1217-1225.

Wu, C. T., Huang, J. L., & Hsia, S. H. (2009). Acute Carbon Monoxide Poisoning with Severe

Cardiopulmonary Compromise : a Case Report. Case Jurnal, Taiwan , 1-4.


Top Related