Download - Keracunan CO

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus keracunan gas banyak terjadi pada masyarakat salah satunya yaitu keracunan gas karbon monoksida (CO). CO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna dari material berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Gas ini berasal dari kendaraan bermotor, alat pemanas, nyala api (seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, dan asap tembakau, namun sumber yang paling sering berasal dari residu pembakaran mesin dan banyak ditemui di dunia industri.1,2 Karbon monoksida dijuluki juga sebagai silent killer (pembunuh diam-diam). Banyak kasus kematian akibat keracunan CO terjadi setiap tahunnya baik keracunan karena kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan, di dalam rumah atau garasi mobil maupun pencemaran udara oleh gas buangan industri. Jumlah rata-rata kematian per tahun akibat keracunan gas CO di Amerika dari tahun 1999-2004 adalah 439 jiwa. Tahun 2007 dilaporkan kasus keracunan gas CO sebanyak 21,304 kasus.3 Sementara itu, tahun 2014 Central for Disease Control (CDC)4 melaporkan di Amerika sebanyak 3289 kematian akibat keracunan CO, dan tercatat 50.000 kasus keracunan CO setiap tahun.4Di Indonesia, belum didapatkan data prevalensi keracunan gas CO per tahun.5 Beberapa kasus keracunan karbon monoksida yang berakibat kematian pernah terjadi di beberapa daerah. Pada bulan april 2015 dilaporkan kasus kematian satu keluarga akibat keracunan CO di desa Candijati, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember Jawa Timur. Sumber gas CO diduga berasal dari kebocoran yang terjadi pada genset yang ada di kediaman korban, namun kasus ini masih dalam penyelidikan polisi.6 Masih di tahun yang sama, di Surabaya, sebuah taksi terjebak macet dan berhenti di pemberhentian lampu merah, tiba-tiba mobil mogok kemudian semua penumpang serta sopir tidak sadarkan diri. Hal ini diduga terjadi akibat kebocoran gas CO yang berasal dari knalpot taksi dan terhirup oleh korban.7 Tahun 2014 kasus keracunan CO menimpa seorang dokter praktek di Bekasi, Jawa Barat kronologi kejadian berawal dari sering padamnya listrik dan penggunaan genset. Hasil pembuangan genset mengandung CO dengan kadar yang tinggi sehingga menyebabkan keracunan bahkan kematian.8 Dengan demikian, untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan dengan baik hal-hal terkait keracunan karbon monoksida, maka referat ini akan memaparkan karbon monoksida mulai dari sifat-sifat molekul hingga terapi akibat keracunan gas tersebut dan juga pemeriksaan jenazah yang meninggal akibat keracunan CO mulai dari pemeriksaan TKP hingga pemeriksaan toksikologi yang terkait erat dengan bidang Ilmu Kedokteran Forensik, maka judul referat ini yaitu Keracunan Karbon Monoksida (CO).1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini antara lain:

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan keracunan karbon monoksida dari aspek kedokteran forensik dan pemeriksaan korban akibat keracunan karbon monoksida tersebut.

1.2.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus referat ini antara lain:

1. Menjelaskan sifat fisik dan kimia karbon monoksida2. Menjelaskan sumber-sumber karbon monoksida

3. Menjelaskan patofisiologi keracunan karbon monoksida4. Menjelaskan toksikodinamik dan toksikodinamik karbon monoksida5. Menjelaskan cara kejadian keracunan karbon monoksida6. Menjelaskan manifestasi klinis keracunan karbon monoksida7. Menjelaskan terapi keracunan karbon monoksida8. Menjelaskan pemeriksaan korban akibat keracunan karbon monoksida di TKP 9. Menjelaskan pemeriksaan dalam dan luar korban mati akibat keracunan karbon monoksida10. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan toksikologi korban keracunan karbon monoksida1.3. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini antara lain:1. Bagi para dokter dan tenaga medis agar mampu mengenali tanda-tanda pada korban akibat keracunan karbon monoksida, menangani pasien keracunan karbon monoksida, serta mampu mengkomunikasikan bahaya keracunan karbon monoksida pada masyarakat.2. Bagi polisi dan masyarakat agar mampu mengenali tanda-tanda pada korban akibat keracunan karbon monoksida sehingga menjadi informasi tambahan mengenai bahaya karbon monoksida dan bisa ikut serta dalam mengurangi hasil pembakaran karbon monoksida di masyarakat.BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Karbon Monoksida (CO)2.1.1. Sifat Fisik dan Kimia Karbon Monoksida (CO)Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa organik dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang berikatan secara kovalen dengan satu atom oksigen.9Data kimiawi dan fisik dari karbon monoksida adalah sebagai berikut:10,111. Nama International Union of Pure and apllied Chemistry (IUPAC) : Carbon monoksida

2. Nama lain

: Carbonous Oksida, Carbonil

3. Rumus empiris

: CO

4. Berat Molekul Relatif

: 28,01 g

5. Densitas

: 1,25 g/l pada 0oC

6. Densitas gas relatif

: 0,97

7. Titik didih

: -191,5oC

8. Titik leleh

: -199oC

9. Temperatur nyala

: 605oC

10. Batas meledak

: 12,5 74 vol.%

11. Tekanan meledak maksimum : 7,3 x 105 Pa

12. Faktor konversi

: 1 ppm = 1.145 mg/m3, 1 mg/m3 = 0.873 ppmStruktur molekul CO memiliki panjangikat0,1128nm. Panjang ikatan molekul karbon monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga parsialnya. Molekul ini memilikimomen dipol ikatan yang kecil dan dapat diwakili dengan tiga struktur resonansi:

Gambar 1. Struktur molekul karbon monoksida (CO)11Resonans paling kiri adalah bentuk yang paling penting. HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_monoksida" \l "cite_note-gilliam-2" Hal ini diilustrasikan dengan reaktivitas karbon monoksida yang bereaksi dengankarbokation.11

Standar batas paparan karbon monoksida,berdasarkan Occupational Safety and Health Administration(OSHA), The American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH), National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) antara lain :12,13

50 ppm (55 mg/m3) OSHA

35 ppm (40 mg/m3) OSHA

200 ppm (229 mg/m3) OSHA

25 ppm (29 mg/m3) ACGIH

35 ppm (40 mg/m3) NIOSH2.1.2 Sumber-Sumber Karbon Monoksida (CO)Secara alami, gas CO terbentuk dari proses meletusnya gunung berapi, proses biologi, dan oksidasi metal di atmosfir dan badai listrik alam. Selain itu, secara alami CO juga diemisikan dari laut, vegetasi, dan tanah. Sumber CO buatan yaitu kendaraan bermotor terutama yang menggunakan bahan bakar bensin, pembakaran batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya dengan CO. Daerah dengan tingkat populasi yang tinggi dengan jalur lalu lintas yang padat akan memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.14,15 Dibawah ini menunjukkan beberapa sumber karbon monoksida :a. Hasil pembakaran mesin

: 3 7%

b. Gas penerangan dari pabrik : 20 30%

c. Polusi udara bisa mencapai : 52%

d. Asap rokok

: 5 10%

e. Pada kebakaran mobil

: 8 40%

Gambar 2. Sumber CO di Rumah Tangga14 1. Garasi, 2. Mesin cuci, 3. Pipa air, 4. Kulkas, 5. Pemanas makanan

Adapun konsentrasi sumber CO disajikan dalam tabel di bawah ini:14

KonsentrasiSumber

0.1 ppmKadar latar alami atmosfer

0.5 5 ppmRata-rata kadar latar di rumah

5 15 ppmKadar dekat kompor gas rumah

100 200 ppmDaerah pusat kota Meksiko

5000 ppmCerobong asap rumah dari pembakaran kayu

7000 ppmGas knalpot mobil yang tidak diencerkan (tanpa pengubah katalitik)

2.1.3. Patofisiologi CO Dalam Tubuh

Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbon monoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh. Organ yang paling terganggu adalah organ banyak menggunakan oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.5 Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan hemoglobin darah.16 Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversibel, yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobin 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar COHb 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun.CO mengikat mioglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar COHb yang menyebabkan kegagalan respirasi di tingkat seluler.16CO mengikat sitokrom c dan P450 mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasi bila CO dapat menyebabkan reaksi peroksidasi di otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh leukosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada keracunan berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelinisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema dan nekrosis fokal.162.1.4. Toksikokinetik dan Toksikodinamik

Absorbsi CO terjadi di paru-paru. CO dengan cepat berdifusi melintasi membran alveolus dan kapiler paru. CO kemudian mengikat protein heme, kurang lebih 80-90% CO terikat dengan hemoglobin, dan menyebabkan penurunan kapasitas oksigen dalam darah. CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversibel dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Rata-rata waktu paruh dari ikatan karboksihemoglobin (CO-Hb) adalah sekitar 320 menit pada dewasa muda. Pemberian oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh menjadi berada dalam keadaan istirahat, maka kadar HbCO semula akan berkurang dalam waktu 4,5 jam dan dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung CO lagi. Ekskresi gas CO terutama melalui respirasi. Pemberian oksigen mempercepat mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar HbCO akan berkurang setengah dari jumlah semula. Gas CO yang dimetabolisme menjadi karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 1%.16 Mekanisme kerja gas CO di dalam darah yaitu, CO bereaksi dengan Fe dari porfirin sehingga bersaing dengan oksigen dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokroma, a3), sitokrom P-450, peroksidase, dan katalase. Reaksi CO dan hemoglobin akan menghambat Oksi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Sementara itu, reaksi CO dengan sitokrom a3 merupakan bagian penting dalam sistem enzim pernapasan sel di mitokondria sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.

Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi/paparan menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala kematian. 50 ppm (0,005%) adalah TVL (Threshold Limit Value) gas CO, yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas. Pada 200 ppm (0,02%) inhalasi 1-3 jam akan mengakibatkan kadar COHb mencapai 15-20 % saturasi dan gejala keracunan CO mulai timbul. Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3 jam dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada 3000 ppm (0,3%), inhalasi 2 jam sudah dapat menyebabkan kematian. Pada 10000 ppm (1%), inhalasi 15 menit dapat menyebabkan kehilangan kesadaran COHb 50% saturasi, sedangkan inhalasi 20 menit menyebabkan kematian dengan 80% saturasi.172.1.5. Cara Kejadian Keracunan CO

Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya keracunan gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia. Ini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Keracunan gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.5 Selain itu, sering kita mendengar terjadinya kematian di dalam mobil hal ini disebabkan mobil tertutup rapat, sistem pergantian udara tidak lancar, mesin mobil dalam keadaan hidup atau jalan sehingga pembuangan asap yang bocor masuk ke dalam mobil dan perlahan-lahan terhirup oleh orang yang ada di dalam mobil. Salah satu senyawa kimia yang ada dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna adalah gas CO.18 Jumlah rata-rata kematian per tahun akibat keracunan gas CO di Amerika dari tahun 1999-2004 adalah 439 jiwa. Tahun 2007 dilaporkan kasus keracunan gas CO sebanyak 21,304 kasus.3 Sementara itu, tahun 2014 Central for Disease Control (CDC)4 melaporkan di Amerika sebanyak 3289 kematian akibat keracunan CO, dan tercatat 50.000 kasus keracunan CO setiap tahun.4 Kasus keracunan CO dapat terjadi pada kasus-kasus berikut : 191. Kasus kematian akibat kebakaran gedung atau bangunan disebabkan karena keracunan CO, oleh karena itu petugas pemadam kebakaran merupakan yang berisiko tinggi mendapat keracunan CO.2. Tukang cat yang menggunakan cat dengan kandungan metilin klorida, baunya yang terhirup kemudian mudah diserap melalui paru-paru dan masuk ke peredaran darah.

3. Perokok adalah salah satu kelompok yang berisiko keracunan CO karena asap tembakau merupakan salah satu sumber CO.2.1.6. Manifestasi Klinis Keracunan COGejala keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pernafasan meningkat, kebingungan, gangguan penglihatan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang yang menderita nyeri dada. Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar bernafas dan edema paru. Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat seluler (celuler hypoxia). Sel darah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap CO dari pada O2. Sehingga kalau terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO.18Tabel 2.2. Gejala klinis dari Saturasi Darah Oleh Karbon Monoksida18Konsentrasi CO dalam DarahGejala

< 20 %Tidak ada gejala

20 %Napas menjadi sesak

30 %Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernapasan sedikit meningkat

30 40 %Sakit kepala bersat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah,, hilang daya koordinasi gerakan

40 50 %Kebingungan semakin meningkat, setengah sadar

60 70 %Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol feses dan urin

70 89 %Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan

2.1.7. Terapi

Terapi yang dilakukan untuk korban keracunan CO diantaranya:

1. Perawatan Sebelum Tiba di Rumah SakitMemindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan masker non-rebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap peningkatan kadar COHb diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih akurat antara kadar COHb dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.52. Perawatan di Unit Gawat DaruratPemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar COHb turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar COHb dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh COHb dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar COHb diatas 40 % atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.53. Terapi Oksigen HiperbarikTerapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalam penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi COHb jelas terjadi, pada beberapa penelitian terbukti dapat mengurangi dan menunda defek neurologis, edema serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat. Secara teori HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat mengurangi dengan cepat kadar COHb dalam darah, meningkatkan transportasi oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas daya adhesi neutrofil dan dapat mengurangi peroksidase lipid.5Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan gas CO masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai terapi HBO adalah untuk mencegah defisit neurologis yang tertunda. Suatu penelitian yang dilakukan perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien koma, riwayat kehilangan kesadaran, gambaran iskemia pada EKG, defisit neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar COHb diatas 40%, kehamilan dengan kadar COHb > 25%, dan gejala yang menetap setelah pemberian oksigen normobarik.52.2. Pemeriksaan Korban Akibat Keracunan CO

2.2.1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Setelah sampai di TKP maka yang harus dikerjakan adalah : 19,201. Pertama-tama menentukan apakah korban masih hidup atau sudah mati. Kalau masih hidup, nyawa korban harus ditolong terlebih dahulu dan jika perlu dikirim ke RS. Jika sudah jelas meninggal dan letaknya tidak mengganggu kelancaran lalu lintas maka jangan memindahkan jenazah sebelum seluruh pemeriksaan TKP selesai.2. Penyidik wajib menutup sekitar TKP dan hanya orang-orang yang berkepentingan dengan pemeriksaan sajalah yang boleh berada di tempat tersebut.3. Orang yang sebelumnya sudah berada di situ sebelum dikeluarkan sebaiknya identitasnya dicatat sebab ada kemungkinan berguna di kemudian hari.4. Pemeriksaan TKP penting dan harus dikerjakan dengan cermat, sebab pemeriksaan TKP ini yang menentukan cara kematian.5. Pada Pemeriksaan TKP penting juga untuk mencari dan menemukan barang bukti yang berguna untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi. 2.2.2 Pemeriksaan Luar dan Pemeriksaan Dalam Korban Mati Keracunan COUntuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah meninggal, perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan bahwa racun yang telah masuk ke dalam tubuh korban tidak ada meninggalkan bukti yang konkrit di sekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, pemeriksaan penunjang lain dan pemeriksaan toksikologi.1) Pemeriksaan Luar

Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang (cherry pink color) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Khas lebam mayat Cherry red, baik permukaan tubuh, mukosa membran, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang dibandingkan dengan yang lain. Warna lebam mayat Cherry red juga dapat ditemukan pada mayat yang di dinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi hemoglobin. Meskipun demikian masih dapat di bedakan dengan pemeriksaan sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan sianida, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain.20,212) Pemeriksaan DalamPada pemeriksaan dalam atau otopsi, dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia visera dengan warna cherry-red, warna viscera tersebut akan menetap bahkan setelah jaringan dipindahkan kedalam formaldehid, darah dalam pembuluhnya juga berwarna cherry-red. Otak adalah bagian yang juga sensitif terhadap keracunan CO, pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba. Berikut ini adalah tanda yang ditemukan pada otopsi:20,211. Sering kulit tampak pucat karena warna ini tergantung pada konsentrasi CO di udara, waktu pajanan, pigmentasi kulit dan mukosa membran.

2. Organ-organ mengalami kongesti dan terdapat bintik-bintik perdarahan (tanda asfiksia) pada: otot jantung, jaringan otak, konjungtiva, endokardium, paru-paru3. Warna cherry red (Co-Hb) ini cukup khas walaupun tidak pasti sebagai indikator diagnosa, warna tidak akan ditemukan pada jenazah yang diawetkan.4. Tidak ditemukan adanya pleura haemorragic pada keracunan CO, walaupun hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah yang membedakan keracunan CO dan kehilangan oksigen (simple oxygen deprivation).

5. Di otak terdapat bagian yang sensitif terhadap CO terutama globus pallidus dan subthalamicus serta terjadi oedema otak.

6. Pada keracunan kronis CO terjadi perubahan yang khas di otak yaitu perlunakan cortex dan nucleus sentralis.

7. Fatty degeneration dan nekrosis pada ginjal.

Gambar 3. Gambaran bintik perdarahan (petekiae) pada otak hasil otopsi22

Gambar 4. Gambaran cherry-red pada tangan jenazah hasil pemeriksaan luar23

Gambar 5. Spesimen kolektomi: Pelebaran diameter kolon disertai penebalan dinding (menyerupai tumor) pada otopsi jenazah keracunan CO (Kiri); Kolitis iskemik akut pada otopsi jenazah keracunan CO (Kanan).242.2.3. Pemeriksaan Penunjang bagi Korban Keracunan CO1) Pemeriksaan Laboratorium

Analisa kadar COHb membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus. Kadar COHb yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%.5 Pada analisa toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam, maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat ditemukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat.19Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen arteri atau (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melalui PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.5 2) Pemeriksaan Imaging

a. X-foto thorax. Pemeriksaan X-foto thorax perlu dilakukan pada kasus keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan X-foto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground glass appearance, perkabutan parahiler, dan intraalveoler edema menunjukan prognosis yang lebih jelek.5

b. CT-Scan. Pemeriksaan CT-Scan kepala harus dilakukan pada kasus keracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema cerebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bila didapatkan dan hal tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT-Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita keracunan gas CO.5 MRI dapat digunakan untuk melihat kelainan internal tanpa melakukan diseksi pada tubuh korban. Akan tetapi, diseksi tetap menjadi pilihan utama dalam tindakan autopsi.26Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat ditemukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran :191. Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin.192. Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombihialin dengan perdarahan disekitarnya, lazimnya disebut ring hemorrhage.193. Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung thrombus.194. Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding anterior menjadi nekrotik akibat hipoksia.193) Pemeriksaan lainnya

Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering didapatkan pada pemeriksaan EKG. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemik atau infark. Bahkan pada pasien dengan kadar COHb yang rendah dapat menyebabkan kerusakkan yang serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler.5 Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di musculus papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjangnya, bagian ujung musculus papilaris tampak bercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insertion tendinosa ke dalam otak.19Pulse Oximetry. Cutaneus pulse tidak akurat untuk mengukur saturasi hemoglobin yang dapat naik secara semu karena CO yang mengikat hemoglobin. Cooximetry (darah arteri) menggunakan teknik refraksi 4 panjang gelombang yang secara akurat dapat mengukur kadar COHb.5,19 2.2.4. Pemeriksaan Toksikologi bagi Korban Hidup dan Korban Mati Keracunan COAnalisa darah korban keracunan CO1. Analisa kualitatif

a. Alkali Dilution Test

Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb dengan kadar > 10% dalam darah.

Cara kerja:

2-3 tetes darah korban dimasukkan ke dalam tabung reaksi I kemudian encerkan dengan aquades sampai volume 15 mL;

Tabung reaksi II sebagai kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang sehat dewasa, kemudian encerkan seperti pada tabung reaksi I.

Setelah homogen pada masing-masing tabung reaksi tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida 10 % dan amati perubahan yang terjadi.

Penilaian:

Darah normal/ kontrol pada tabung reaksi II segera berubah warna dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu < 30 detik, karena terbentuknya alkali hematin.

Darah korban pada tabung reaksi I terjadi perubahan warna seperti diatas membutuhkan waktu > 30 detik, karena sudah terjadi ikatan CO-Hb. Test dikatakan positif apabila terjadi perubahan warna > 30 detik.

Syarat darah kontrol antara lain bukan darah foetus dan bukan darah perokok (mempunyai tendensi kadar CO yang cukup tinggi).b. Katayama Test

Dalam 2 mL darah yang telah diencerkan tambahkan 2 mL Amonium sulfida kuning dan 2 mL asam asetat 30%. Pada darah normal terjadi perubahan warna menjadi hijau, sedang darah korban keracunan CO tetap berwarna merah muda seperti semula.c. Pemeriksaan Spectroscopy

Penentuan dengan melihat spectrum dari CO-Hb.

2. Analisa kuantitatif

a. Van Slyke Manometric Method

b. Reduksi Palladium Chloride

c. Cara instrumental lainnya.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan referat ini antara lain:1. Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, tidak mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracun yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar atau fosil. Sumber berasal dari pembakaran bahan bakar, industri, kendaraan bermotor, asap rokok.2. Sumber alami gas CO terbentuk dari proses meletusnya gunung berapi, proses biologi, dan oksidasi metal di atmosfir dan badai listrik alam, sumber CO buatan yaitu kendaraan bermotor terutama yang menggunakan bahan bakar bensin, pembakaran batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik.3. Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.4. Setelah terhirup dan masuk ke paru-paru, CO dengan cepat berdifusi melintasi membran alveolus dan kapiler paru. CO kemudian mengikat protein heme, kurang lebih 80-90% CO terikat dengan hemoglobin, dan menyebabkan penurunan kapasitas oksigen dalam darah dimana CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan arena itu CO bersaing dengan oksigen dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom, a3) dan sitokrom P-450, peroksidase, dan katalase. Yang terpenting CO dengan Hb dan sitokrom a3, dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan H menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuan untuk mengangkut oksigen. Selain itu, adanya COHb akan menghambat Oksi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi Co dengan sitokrom a3 merupakan bagian penting dalam sistem enzim pernapasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

5. Sebagian besar kasus keracunan CO terjadi akibat kecelakaan dan bunuh diri.

6. Gejala keracunan gas karbon monoksida didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pernafasan meningkat, kebingungan, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak.7. Terapi yang diberikan kepada pasien keracunan karbon monoksida (CO) adalah pemberian oksigen karena oksigen bertekanan tinggi dapat mengurangi dengan cepat kadar COHb dalam darah dan meningkatkan transportasi oksigen intraseluler.8. Pemeriksaan TKP dilakukan untuk membantu menentukan cara kematian dan sebab kematian. Pengumpulan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian dan pengumpulan barang bukti juga merupakan hal yang sangat penting untuk proses lebih lanjut. Pada kasus kematian akibat keracunan CO pada pemeriksaan ditemukan lebam mayat merah terang (cherry red). 9. Pemeriksaan korban keracunan karbon monoksida antara lain pemeriksaan TKP, pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam atau otopsi, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan toksikologi. Tanda khas pada pemeriksaan luar yaitu warna cherry-red pada lebam mayat. Pada pemeriksaan dalam terdapat tanda hipoksia dan warna cherry-red pada organ dalam seperti jantung, paru-paru dan terdapat bintik perdarahan atau petekiae pada otak.

10. Pada analisa toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam, maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah.11. Alkali Dilution Test yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb dengan kadar lebih dari 10% dalam darah.3.2 SaranBerdasarkan referat ini, maka saran yang penyusun berikan diantaranya:1. Sebaiknya para dokter dan tenaga medis memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya karbon monoksida.2. Bagi kepolisian dan masyarakat agar dapat lebih tanggap dalam menangani kasus keracunan karbon monoksida serta menghindari polutan karbon monoksida karena sangat berbahaya bagi kesehatan.Tabel 2.1. Konsentrasi Sumber Karbon Monoksida

26


Top Related