KENAIKAN ANGKA INFEKSI SALURAN KEMIH COMMUNITY-ONSET YANG DISEBABKAN OLEH
ESCHERICHIA COLI PENGHASIL EXTENDED-SPECTRUM B-LAKTAMASE PADA ANAK-ANAK
Latar Belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) yang disebabkan oleh bakteri yang resisten menjadi studi
yang sering dilakukan. Namun, studi yang meneliti tentang community-onset ISK yang disebabkan oleh
bakteri penghasil extended spectrum b-laktamase (ESBL) pada anak-anak masih sedikit ditemukan.
Bahan dan metode: Subjek terdiri atas anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan community-onset
ISK yang disebabkan oleh Escherichia coli penghasil ESBLdan pasien dengan E. coli yang bukan penghasil
ESBL (sebagai kontrol), diidentifikasi selama periode 5 tahun. Kriteria eksklusi merupakan pasien dengan
fasilitas perawatan jangka panjang, yang sudah dirawat sebelum periode penelitian dan mereka dengan
kultur urinnya diperoleh > 72 jam setelah masuk. Gambaran klinis dan faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya ISK karena E. coli penghasil ESBL, kemudian diidentifikasi pada penelitian ini.
Hasil: Prevalensi ISK karena E. coli penghasil ESBL sedikit meningkat dari 0,59% pada tahun 2002 menjadi
0, 96% pada tahun 2006. Terdapat total 104 kasus dan 208 kontrol yang dibandingkan pada penelitian
ini. Resistensi terhadap ciprofloxacin pada E. coli penghasil ESBL meningkat secara signifikan selama
periode tersebut (p = 0,006). Penyakit neurologis sebelumnya (p <0,001), penggunaan antibiotik dalam 3
bulan terakhir (p <0,001), dan rawat inap dalam waktu 1 bulan kebelakang (p <0,001) merupakan faktor
risiko potensial. Selain itu, paparan terhadap sefalosporin generasi ketiga (p <0,001) dan aminoglikosida
(p <0,001) sebelumnya juga berhubungan dengan pemilihan E. coli penghasil ESBL. Anak-anak penderita
ISK karena E. coli penghasil ESBL ini lebih lama di rawat di rumah sakit (p Z 0,031) dibandingkan mereka
yang tidak.
Kesimpulan: E. coli penghasil ESBL secara bertahap menjadi coresistant terhadap antibiotik spektrum
luas lainnya, terutama ciprofloxacin. UTI yang disebabkan oleh organisme yang resisten tersebut
menyebabkan lebih lama tinggal di rumah sakit dan lebih banyak menggunakan antibiotik. Penguatan
langkah pengendalian infeksi, terutama cuci tangan dalam pengaturan anak dan pelayanan antibiotik,
sangat penting untuk mengurangi penyebaran E. coli penghasil ESBL.
KEYWORDS
Anak-anak; E. coli; Extended-spectrum b-laktamase; Infeksi saluran kemih
Pendahuluan
Extended-spectrum b-laktamase (ESBLs) adalah enzim-enzim yang memediasi adanya resistensi
terhadap antibiotik b-laktam yang lebih baru, termasuk sefalosporin extended-spektrum dan
monobactams. Organisme penghasil ESBL sekarang telah menyebar luas di seluruh dunia , yang dimana
pertama kali dilaporkan pada awal tahun 1980, tak lama setelah adanya agen b-laktam oxyimino. Enzim
ini diproduksi oleh anggota keluarga Enterobacteriaceae, terutama Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, dan Klebsiella oxytoca, yang merupakan agen infeksi primer yang menyebabkan infeksi
saluran kemih (ISK) pada anak-anak.
Isolasi organisme penghasil ESBL biasanya dilakukan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya;
Namun, organisme tersebut sudah mulai menyebar di masyarakat, dan kejadian community-onset ISK
karena strain penghasil ESBL telah meningkat di seluruh dunia. Selain itu, strain penghasil ESBL menjadi
semakin resisten terhadap antimikroba non-b-laktam lainnya, yang menimbulkan tantangan untuk
pengobatan pada infeksi ini.
Untuk memahami perubahan epidemiologi dan memecahkan permasalahan terapi penyakit ini,
beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor risiko infeksi yang terkait dengan
strain penghasil ESBL pada orang dewasa. Namun, data mengenai infeksi community-onset yang
disebabkan oleh strain penghasil ESBL pada anak-anak masih terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan faktor risiko terjadinya community-onset ISK yang disebabkan oleh E. coli penghasil
ESBL pada anak-anak.
Bahan dan metode
Desain studi dan subjek penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian case-control yang bersifat retrospektif. Penelitian
dilakukan selama 5 tahun dengan menganalisis karakteristik manifestasi klinis, temuan laboratorium,
kerentanan antimikroba, dan faktor-faktor risiko ISK karena E. coli penghasil ESBL pada anak-anak.
Kelompok kasus terdiri dari pasien dengan ISK yang hasil kulturnya menunjukan E. coli penghasil ESBL
sebagai etiologi dan kelompok kontrol terdiri dari pasien dengan ISK dengan etiologi bukan E. coli
penghasil ESBL. Kasus dan kontrol tersebut kemudian dilakukan proses matching pada variabel usia dan
jenis kelamin dalam rasio1: 2.
Rekam medis pasien yang dirawat dengan usia <15 tahun dengan kultur urin positif terhadap E. coli dari
hasil pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Anak Chang Gung selama periode 5
tahun, kemudian dikumpulkan.. Pasien dengan ISK yang disebabkan oleh E. coli dipilih sebagai subjek
pada penelitian ini. Pasien dengan fasilitas rawat inap yang lama pada bulan sebelum penelitian dan
pulih lebih dari 72 jam setelah rawat inap adalah kriteria eksklusi pada penelitian. Definisi dari ISK yang
ditetapkan berbeda-beda, bergantung pada metode pengumpulan urin. Pada metode midstream dan
mereka yang pengoleksian midstream urinnya menggunakan urin bag, maka ISK ditetapkan dengan
adanya kultur urin positif (lebih besar sama dengan 105 cfu / mL) atau kultur urin positif (104-105 cfu /
mL) dengan piuria (lebih besar sama dengan 10 leukosit per high power field). Jika kateterisasi
digunakan untuk pengumpulan urin, maka ISK ditetapkan apabila kultur urin positif (lebih besar sama
dengan 103 cfu / mL).
Semua keputusan dalam hal pemberian terapi antibiotik dibuat oleh dokter yang merawat pasien.
Regimen antibiotik initial diberikan setelah sampel darah dan urin diambil untuk kemudian dilakukan
kultur. Terapi antimikroba definitif kemudian diberikan setelah hasil kultur diperoleh. Regimen antibiotik
dianggap tepat apabila terdiri atas setidaknya satu obat yang bekerja aktif secara in vitro terhadap E. coli
isolat. Terapi antimikroba initial yang dianggap tidak tepat terdiri dari pemberian rejimen obat yang
tidak sensitive terhadap organisme penyebab. Kegagalan dari pemberian pengobatan awal atau
memburuknya kondisi klinis, ditunjukan apabila terjadi demam yang berlangsung selama lebih dari 3
hari, meskipun sudah diobati dengan antibiotik, dan akan diberikan antibiotik lain selama 3-5 hari untuk
memperbaiki kondisi klinis tersebut.
Penentuan ESBL dilakukan secara fenotip dengan menggunakan cakram ceftazidime / ceftazidime
klavulanat dan sefotaksim / sefotaksim klavulanat, seperti yang direkomendasikan oleh Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI). Uji kerentanan (susceptibility) dari antimikrobial dilakukan
dengan menggunakan metode difusi cakram, sesuai dengan standar CLSI.
Analisis statistik
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS, versi 12.0 (SPSS Inc, Chicago, IL, USA). T-test digunakan
untuk menganalisis data numerik. Jika data tidak terdistribusi normal, maka digunakan uji
ManneWhitney U untuk membandingkan data nonparametrik. Uji chi-square atau uji Fisher digunakan
untuk menganalisis data kategori. Nilai p dari <0,05 dianggap memiliki hasil yang signifikan secara
statistik.
Hasil
Kerentanan antimikroba terhadap E. coli penghasil ESBL penyebab ISK
Selama masa penelitian, berdasarkan catatan dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Anak
Chang Gung, sebanyak 6467 sampel kultur menunjukan hasil positif E. coli. Dari keseluruhan sampel
tersebut, 312 pasien dengan ISK karena E. coli dilibatkan dalam penelitian ini.
Produksi ESBLditemukan pada 104 dari 312 (33,3%) E. coli yang diisolasi, yang diperoleh dari kultur urin.
Masing-masing dari 312 E. coli strain kemudian diisolasi dari pasien. Proporsi E. coli penghasil ESBL yang
menyebabkan ISK adalah 0,59% pada tahun 2002, 0,81% pada tahun 2003, 0,85% pada tahun 2004,
0,90% pada tahun 2005, dan 0,96% pada tahun 2006. Gambar. 1 menunjukkan tren longitudinal dari
resistensi E. coli Penghasil ESBL terhadap berbagai jenis agen antimikroba yang diperoleh dari kultur
urin. Dari isolat tersebut, tingkat resistensi antimikroba pada aminoglikosida seperti gentamisin atau
amikasin (p <0,001) menunjukkan penurunan selama masa studi; Namun, tingkat resistensi terhadap
ciprofloxacin (p Z 0,006) dan flomoxef telah meningkat selama bertahun-tahun.
Faktor risiko untuk terjadinya ISK yang disebabkan oleh E. coli penghasil ESBL
Seratus empat anak dengan ISK karena E. coli penghasil ESBLdan 208 kontrol dengan ISK bukan karena E-
coli penghasil ESBL, yang matched dengan subjek kasus, dilibatkan dalam penelitian ini. Kemudian,
ditemukan tiga faktor risiko utama, yang diantaranya termasuk penyakit yang mendasari (underlying
disease), kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, dan penggunaan antibiotik selama 3 bulan terakhir.
Penyakit yang mendasari pada pasien kasus dan control pada umumnya sama, kecuali penyakit yang
berhubungan dengan neurologis (21,2% vs 5,3%, p <0,001),gagal tumbuh (failure to thrive) (11,5% vs
4,8%, p Z 0,032) , keterlambatan perkembangan (13,5% vs 3,8%, p Z 0,032), dan implanted device (18,3%
vs 14,9%, p <0,001) lebih banyak ditemukan pada kasus dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1).
Selanjutnya, ISK yang berulang (27,9% vs 20,2%, p Z 0,018), penggunaan antibiotik dalam 3 bulan
terakhir (47,1% vs 17,8%, p <0,001), rawat inap dalam waktu 1 bulan terakhir (50% vs 18,8% , p <0,001),
dan perawatan di unit perawatan intensif selama 1 bulan terakhir (13,5% vs 1,9%, p <0,001) lebih sering
ditemukan pada pasien kasus dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan
perbandingan dari berbagai agen antimikroba yang digunakan dalam 3 bulan terakhir. Penggunaan
generasi pertama (16,3% vs 7,7%, p Z 0,032) atau generasi ketiga (9,6% vs 1,0%, p <0,001) dari
sefalosporin, aminoglikosida (28,8% vs 6,7%, p <0,001), dan vankomisin (8,7% vs 1,0%, p <0,002)
ditemukan secara signifikan lebih sering ditemukan pada pasien dengan ISK yang menyebabkan E. coli
penghasil ESBL.
Manifestasi klinis dan Outcome
Analisis gambaran klinis pada ISK karena E. coli penghasil ESBL digambarkan pada Tabel 3. durasi demam
yang lebih lama sebelum masuk (5,16 vs 2,76 hari, p <0,001) dan nyeri perut (6,7% vs 4,3%, p Z 0,032)
yang lebih sering ditemukan pada kelompok kasus. Tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan pada
hasil laboratorium antara pasien kasus dan kontrol.
Tabel 4 menunjukkan analisis regresi logistik univariat dari riwayat rawat inap terkait dengan ISK yang
disebabkan E. coli penghasil ESBL. Kami menemukan bahwa anak-anak pada kelompok kasus memiliki
waktu rawat yang lebih lama di rumah sakit (12,08 vs 6,88 hari, p Z 0,031). Selanjutnya, kegagalan
pengobatan dini, yang didefinisikan sebagai demam yang bertahan selama lebih dari 3 hari meskipun
sudah diberikan terapi antibiotik, lebih umum terjadi pada pasien kasus dibandingkan dengan kontrol
(18,3% vs 6,7%, p Z 0,003). Pada kondisi klinis yang memburuk, pasien kasus memerlukan penyesuaian
antibiotik yang lebih dibandingkan kontrol, berdasarkan hasil yang diperoleh dari kultur urin (40,7% vs
10,6%, p Z 0,004); Namun, control biasanya overtreated dengan antibiotik inisial dan memerlukan de-
eskalasi setelah hasil kultur tersedia (27,1% vs 38,5%, p <0,001).
PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyoroti hadirnya community-aquired E. coli penghasil ESBL
pada anak-anak, dan kehadiran ini akan membatasi pilihan terapi dan meningkatkan morbiditas anak
dengan ISK. Yang lebih penting lagi, kami melaporkan faktor risiko klinis dan karakteristik pasien anak
yang merupakan penderita ISK yang disebabkan E. coli penghasil ESBL.
Perhatian utama mengenai E. coli penghasil ESBL adalah tingginya tingkat coresistance terhadap
antibiotik non-b-laktam, terutama kuinolon, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan aminoglikosida. Dalam
penelitian ini, resistensi antimikroba untuk aminoglikosida ditemukan menurun; Namun, tingkat
resistensi terhadap ciprofloxacin dan flomoxef telah meningkat. Temuan ini menunjukkan bahwa
perubahan mungkin terjadi pada komposisi klonal atau struktur plasmid dari strain, selama studi.
Resistensi siprofloksasin tinggi pada E. coli penghasil ESBL juga ditemukan di negara lain. Studi dari Israel
pada tahun 2004 dan Spanyol pada tahun 2006 melaporkan bahwa resistensi siprofloksasin adalah 39%
dan 31,5% pada E. coli penghasil ESBL isolat,. Di Turki, tingkat resistensi siprofloksasin yang sangat tinggi
(84%) pada E. coli penghasil ESBL juga dilaporkan. Flomoxef, sebuah sefamisin yang memiliki struktur
unik karena mengandung gugus difluoromethylthioacetamido pada posisi 7, memiliki aktivitas in vitro
yang lebih baik melawan Enterobacteriaceae Penghasil ESBL. Penemuan konsisten dengan
meningkatnya resistensi Penghasil ESBL Enterobacteriaceae pada flomoxef diamati juga dalam
penelitian kami, peningkatan infeksi aliran darah yang disebabkan oleh K. pneumoniae Penghasil ESBL
yang resisten terhadap flomoxef juga dilaporkan dari Taiwan pada tahun 2004. Penelitian selanjutnya
menemukan bahwa akuisisi in vivo dari AmpC gen b-laktamase (blaDHA-1) plasmid-mediated, yang
mengarah pada nonsusceptibility dari flomoxef, terjadi pada Enterobacteriaceae penghasil ESBL, setelah
pemberian flomoxef yang terlalu lama. Sifat resistensi multidrug dari bakteri penghasil ESBL akan
menyebabkan masalah dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh organisme tersebut.
Underlying disease seperti penyakit saraf, gagal tumbuh, dan keterlambatan perkembangan dilaporkan
sebagai faktor risiko yang terkait dengan terjadinya ISK karena penyakit E. coli penghasil ESBL pada anak-
anak. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kelainan saluran
kemih atau operasi urologi sebelumnya, yang dimana hal ini jarang ditemukan pada penelitian kami,
dilaporkan menjadi faktor risiko potensial yang terkait dengan ISK yang disebabkan oleh E. coli penghasil
ESBL. Perbedaan ini mungkin dikarenakan studi sebelumnya melibatkan populasi yang berbeda (dewasa)
dan, secara umum, operasi urologi kurang umum dilakukan pada anak-anak dibandingkan pada orang
dewasa. Namun, ISK yang berulang dan riwayat rawat inap, merupakan dua faktor risiko yang
diidentifikasi dalam penelitian kami yang juga ditemukan berkaitan dengan infeksi E. coli penghasil ESBL
dalam penelitian-penelitian yang lain. Hasil ini menunjukkan bahwa anak-anak dapat terkena E. coli
penghasil ESBL selama proses perawatan kesehatan dan menjadi reservoir bagi produsen ESBL, yang
kemudian dapat mengakibatkan terjadinya ISK ketika mereka kembali ke masyarakat.
Dalam hal penggunaan antibiotik, penelitian kami menunjukkan bahwa penggunaan aminoglikosida,
sefalosporin generasi ketiga dan pertama, dan vankomisin sebelumnya berhubungan dengan ISK
disebabkan oleh E. coli penghasil ESBL. Temuan serupa telah dilaporkan oleh Topaloglu et al, yang
menemukan bahwa paparan sefalosporin generasi kedua dan ketiga dan antibiotik lainnya
(aminoglikosida, kuinolon, dan carbapenems) merupakan faktor risiko potensial untuk terjadinya infeksi
saluran kemih akibat E. coli penghasil ESBL pada anak-anak. Sebaliknya, hasil penelitian lain yang
dilakukan pada orang dewasa dengan infeksi bakteri Penghasil ESBL menunjukan hasil yang beragam.
Penggunaan cefuroxime, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, atau kuinolon sebelumnya, berkaitan
dengan infeksi bakteri Penghasil ESBL. Hasil ini menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga atau
kuinolon dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien dengan infeksi E. coli penghasil ESBL dari
flora gastrointestinal. Satu studi dari Spanyol menunjukkan bahwa prevalensi tinja dengan E. coli
penghasil ESBL telah meningkat dalam dekade terakhir, dan pada kenyataannya, sebanyak 5,5% dari
tinja dengan E. coli pada relawan sehat, ditemukan memiliki produksi ESBLs
Ketika membandingkan manifestasi klinis diantara subjek, durasi demam yang lebih lama sebelum
masuk, lama tinggal di rumah sakit, dan kegagalan pengobatan dini, sering ditemukan pada anak-anak
dengan ISK karena E. coli penghasil ESBL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi yang kurang baik
kedepannya dapat terjadi ketika E. coli penghasil ESBL menginfeksi seseroang; Namun, pada penelitian
kami kami, tidak ditemukan adanya kematian.
Data kami menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat untuk terjadinya community-onset ISK
yang disebabkan oleh E. coli penghasil ESBL. Meskipun saat ini infeksi tersebut kurang umum pada anak-
anak, namun memungkinkan dalam waktu dekat seorang dokter akan lebih sering dihadapkan dengan
infeksi yang terjadi di masyarakat, skenario yang sama dengan Staphylococcus aureus methicillin-
resistant vomunity associated pada pasien pediatrik . Dengan demikian, untuk meminimalisir
penyebaran E. coli penghasil ESBL, langkah-langkah pengendalian infeksi yang agresif harus ditekankan
baik di rumah sakit dan masyarakat. Kebanyakan pada pasien dengan infeksi E. coli penghasil ESBL, ,
organisme tersebut sudah berkolonisasi pada saluran pencernaan pasien sebelumnya. Oleh karena itu
mencuci tangan sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri dan terjadinya infeksi. Selain itu,
kebijaksanaan dalam penggunaan antibiotik juga penting. Kim et al. melaporkan bahwa pembatasan
penggunaan sefalosporin generasi ketiga melalui sistem computer-assisted dapat mengontrol
penyebaran bakteri penghasil ESBL di rumah sakit.
Kesimpulannya, kejadian community-onset ISK disebabkan oleh E. coli penghasil ESBL pada anak-anak
tampaknya akan semakin meningkat, dan masalah yang muncul ini akan mempersulit penggunaan
antibiotik pada pengobatan ISK pada anak-anak. Kontrol infeksi yang memadai, deteksi cepat dari
bakteri resisten, dan pengelolaan antibiotik penting dalam hal menghentikan penyebaran bakteri
penghasil ESBL. Penyelidikan klinis lebih lanjut diperlukan untuk memandu dokter dalam pengobatan ISK
community-onset yang disebabkan oleh produsen ESBL pada anak-anak.
Konflik kepentingan
Semua penulis yang berkontribusi menyatakan tidak ada konflik kepentingan.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didukung oleh hibah CMRPG490052 dan CMRPG3B0851 dari Rumah Sakit Chang Gung
Memorial, Taoyuan, Taiwan.
Gambar 1. tren Longitudinal resistensi antimikroba antara isolate ESBL Escherichia coli Penghasil yang
dikumpulkan dari kultur urin, 2002e2006. ESBL = extended-spectrum b-laktamasediperpanjang-
spektrum b-laktamase; NS = tidak signifikan; TMP-SMX = trimethoprim-sulfametoksazol.