i
KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF
MUTADABBIRIN ALQUR’AN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh :
SIGIT KARNIANTO
F 100 040 235
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
ii
KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF
MUTADABBIRIN ALQUR’AN
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat
Sarjana S-1 Psikologi
Disusun oleh :
SIGIT KARNIANTO
F 100 040 235
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUAMMADIYAH SURAKARTA
2013
iii
KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF
MUTADABBIRIN ALQUR’AN
Yang diajukan oleh :
SIGIT KARNIANTO
F 100 040 235
Telah disetujui untuk dipertahankan
di depan Dewan Penguji
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
Eny Purwandari, S.Psi., M.Si. Tanggal 18 Januari 2013
iv
KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF MUTADABBIRIN ALQUR’AN
Yang diajukan oleh
SIGIT KARNIANTO
F 100 040 235
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal
28 Januari 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Telah Disetujui oleh:
Pembimbing
Eny Purwandari S.Psi., M.Si
Penguji Pendamping I
Taufik Kasturi S.Psi., M.Psi., Ph.D Penguji Pendamping II
Dra. Partini S.Psi., M.Si
Surakarta, 12 Februari 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan
Susatyo Yuwono S.Psi., M.Si
1
KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF
MUTADABBIRIN AL QUR’AN
ABSTRAKSI
Sigit Karnianto
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi dinamika kemampuan
berpikir positif orang-orang yang mempelajari sebaik-baik perkataan, yaitu orang-
orang yang mempelajari Al Qur’an.
Informan dalam penelitian ini adalah beberapa santri tingkat teratas, yaitu
tingkat Mustawa’ Robi’ Ma’had Abu Bakar Ash Shiddiq, kompleks Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian
ini adalah wawancara dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tadabbur Al Qur’an/merenungi makna
Al Qur’an dapat menjadikan seseorang berpikir positif dalam menghadapi
kehidupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tadabbur Al Qur’an/merenungi
makna Al Qur’an dapat menjadikan seseorang berpikir positif dalam menghadapi
kehidupan. Manfaat tadabbur Al Qur’an yaitu keyakinan bahwa setiap hamba
memiliki Robb-nya yang tidak pernah meninggalkan hamba-Nya; pelajaran dari
kaum-kaum terdahulu; semakin mengingat Alloh sehingga giat beribadah; semakin
semangat mentadabburinya karena merasa bahwa pengetahuannya saat ini sangatlah
sedikit sehingga semakin banyak mentadabburi Al Qur’an maka semakin banyak
memiliki solusi. Perbedaan yang dirasakan setelah mentadabburi Al Qur’an adalah
kenyamanan dalam berpikir, bertindak, dan berbuat; mendapat wawasan yang baru
dari sebelumnya; ketenangan setelah kegelisahan; merasakan kepuasan tersendiri
karena mengetahui kandungan Al Qur’an
Kata kunci: Kemampuan berpikir positif, mutadabbirin Al Qur’an
1
2
PENGANTAR
Alloh Yang Maha
Memampukan orang-orang yang tidak
berdaya adalah Dzat yang adil
membagi waktu 24 jam sehari
semalam kepada setiap manusia.
Manusia sukses dan gagal diberi jatah
waktu yang sama dalam sehari
semalam untuk mewujudkan
impiannya. K.H Ahmad Dahlan
(dalam Malkhan, 1986) mengatakan
bahwa semua makhluk mempunyai
kehendak dan hajat serta maksud dan
tujuan, dan jalan untuk mencapainya.
Alloh telah menciptakan waktu
sebagai kesempatan dan jalan untuk
mencapai segala maksud dan
tujuannya.
Perjalanan hidup manusia
diwarnai dengan berbagai tantangan
dan solusi. Beragam manusia
menghadapi masalah dengan beragam
cara, diantaranya adalah dengan
menemukan solusi masalah dan
memecahkannya, adapula yang
menghadapi masalah dengan
menambah masalah baru. Perbedaan
dalam menghadapi masalah ini sangat
dimungkinkan dipengaruhi oleh cara
berpikir yang berbeda dalam
menggunakan akal pikiran.
Berpikir positif sebenarnya
bisa dilakukan oleh setiap orang,
karena setiap orang pada dasarnya
menginginkan kondisi yang tentram,
nyaman, senang dalam kehidupan.
Masalahnya adalah tidak setiap orang
berhasil mendapatkan kondisi-kondisi
tersebut karena cara yang berbeda
dalam menghadapi masalah, antara
lain dengan berpikir negatif atau
berpikir positif.
Albrecht (dalam Sufriani,
2009) mengartikan berpikir positif
sebagai perhatian yang tertuju pada
subyek positif dan menggunakan
bahasa positif untuk membentuk dan
menggunakan pikiran. Perhatian
positif berarti pemusatan perhatian
pada hal-hal dan pengalaman-
pengalaman yang positif sedangkan
bahasa positif adalah penggunaan
kata-kata ataupun kalimat yang positif
untuk mengekspresikan isi pikirannya.
Individu yang berpikir positif akan
lebih sering berbicara tentang
kesuksesan daripada kegagalan, cinta
daripada kebencian, kebahagiaan
daripada kepedihan, persahabatan
3
daripada permusuhan, rasa percaya
diri daripada takut, kepuasan daripada
ketidakpuasan, kebaikan daripada
kejahatan, dan berita baik daripada
yang buruk serta bagaimana
memecahkan masalah.
Kemampuan berpikir positif
bisa dilatih dengan mengambil hikmah
dari pengalaman hidup ataupun
nasihat orangtua, guru, ustadz.
Seseorang sepatutnya merenungi
kalimat-kalimat nasihat ataupun
hikmah pengalaman hidup untuk
perbaikan diri, sedangkan sebaik-baik
perkataan/petunjuk adalah firman
Alloh (kalamulloh).
Tadabbur Al Qur’an adalah
perenungan makna ayat-ayat Al
Qur’an (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989). Tadabbur Al
Qur’an adalah salah satu bentuk
ibadah dalam Islam yang memancing
kemampuan berpikir positif seseorang,
karena Al Qur’an berisi petunjuk
kehidupan bahagia di dunia dan di
akhirat. Orang-orang yang
mentadabburi Al Qur’an disebut
Mutadabbirin.
Sebuah penelitian (Sufriani,
2009) menunjukkan bahwa
keteraturan membaca dan
menghayati/merenungi makna ayat
dalam Al Qur’an mempunyai
pengaruh positif yang signifikan
terhadap kemampuan berpikir positif
pada narapidana. Narapidana yang
mengikuti pelatihan keteraturan
membaca dan menghayati/merenungi
makna ayat di dalam Al Qur’an
memiliki kemampuan berpikir positif
yang lebih tinggi daripada narapidana
yang tidak mengikuti pelatihan
keteraturan membaca dan menghayati
makna ayat dalam Al Qur’an.
Peneliti berusaha melakukan
pertanyaan lanjutan tentang
“Bagaimana kalau penelitian tidak
membandingkan antara orang yang
menghayati Al Qur’an dengan orang
yang tidak menghayati Al Qur’an,
tetapi memfokuskan diri pada orang-
orang yang menghayati Al Qur’an
saja?”, “Benarkah orang yang
menghayati Al Qur’an memiliki
kemampuan berpikir positif yang lebih
tinggi?”, “Adakah orang yang
menghayati Al Qur’an tetapi memiliki
kemampuan berpikir positif yang
4
rendah?”, “Apa yang menyebabkan
seseorang yang mentadabburi Al
Qur’an tetapi memiliki kemampuan
berpikir positif yang beragam?”.
Peneliti berusaha
memfokuskan pada orang-orang yang
sengaja mempelajari Al Qur’an di
Lembaga Pendidikan Islam dan
Bahasa Arab tetapi memiliki
kemampuan berpikir positif dengan
tingkat beragam, serta tidak
membandingkan antara narapidana
yang menghayati Al Qur’an dan
narapidana yang tidak menghayati Al
Qur’an seperti penelitian eksperimen
yang dilakukan Sufriani, dimana
Lembaga Pemasyarakatan bukanlah
lembaga yang sengaja didirikan
dengan tujuan untuk memfokuskan
perenungan makna Al Qur’an, tetapi
didirikan untuk bimbingan dan
pembinaan bagi narapidana secara
umum.
Berdasarkan uraian tersebut,
penulis ingin mengajukan
permasalahan yaitu bagaimana
kemampuan berpikir positif
Mutadabbirin Al Qur’an khususnya
yang berada di lingkungan Lembaga
Pendidikan Al Qur’an dan Bahasa
Arab? Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
”Kemampuan Berpikir Positif
Mutadabbirin Al Qur’an”.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dinamika berpikir
positif Mutadabbirin Al Qur’an.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak seperti di bawah ini:
1. Subyek penelitian dan individu
lain, dapat memberi masukan
mengenai adanya manfaat dari
perenungan makna ayat-ayat Al
Qur’an terhadap kemampuan
berpikir positif, sehingga individu
mampu menghadapi dinamika
kehidupan dengan berpikir positif.
2. Bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan psikologi umum
pada khususnya, juga sebagai
referensi dalam upaya menambah
wawasan mengenai psikologi
umum terutama berkaitan tentang
kemampuan berpikir positif
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat
digunakan sebagai masukan dan
5
acuan, serta dapat menjadi rujukan
dalam penelitian selanjutnya
LANDASAN TEORI
Kemampuan Berpikir Positif
Albrecht (dalam Sufriani, 2009)
mengartikan berpikir positif sebagai
perhatian yang tertuju pada subyek
positif dan menggunakan bahasa
positif untuk membentuk dan
menggunakan pikiran. Perhatian
positif berarti pemusatan perhatian
pada hal-hal dan pengalaman-
pengalaman yang positif sedangkan
bahasa positif adalah penggunaan
kata-kata ataupun kalimat yang positif
untuk mengekspresikan isi pikirannya.
Individu yang berpikir positif akan
lebih sering berbicara tentang
kesuksesan daripada kegagalan, cinta
daripada kebencian, kebahagiaan
daripada kepedihan, persahabatan
daripada permusuhan, rasa percaya
diri daripada takut, kepuasan daripada
ketidakpuasan, kebaikan daripada
kejahatan, dan berita baik daripada
yang buruk serta bagaimana
memecahkan masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian
di atas, ditarik kesimpulan bahwa
berpikir positif adalah kemampuan
berpikir seseorang yang lebih
memusatkan pada aspek-aspek positif
dari keadaan diri, orang lain, maupun
masalah yang tengah dihadapi
sehingga membantu memikirkan dan
mendapatkan solusi serta
membebaskan dari kungkungan
pikiran negatif.
Mutadabbirin Al Qur’an
Tadabbara-yatadabbaru artinya
merenung, memperhatikan, meneliti,
dan mengambil suatu pelajaran atas
suatu masalah atau peristiwa (Tim
Penulis Studi Islam 3, 2011).
Tadabbur/deliberation artinya
perenungan; tadabbar/he deliberated
artinya dia merenung;
mutadabbir/deliberator artinya orang
yang merenungi. Mutadabbirin adalah
bentuk jamak dari mutadabbir,
sehingga Mutadabbirin Al Qur’an
berarti orang-orang yang merenungi
makna Al Qur’an untuk diambil
hikmahnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian
di atas, ditarik kesimpulan bahwa
Mutadabbirin Al Qur’an adalah orang-
orang yang merenungi ayat-ayat Al
6
Qur’an agar bisa memahaminya dan
mengungkap makna-makna serta
menguak hikmah-hikmah hakiki dan
maksud yang dikehendakinya.
Kemampuan Berpikir Positif
Mutadabbirin Al Qur’an
Setiap individu yang sedang
mengalami permasalahan pada
umumnya mempunyai keinginan
untuk segera menuntaskan
masalahnya. Seseorang akan
melakukan proses berpikir bila
menemui kesulitan dengan harapan
dapat dicari jalan keluar dari masalah
tersebut, mengembangkan proses
berpikirnya mulai dari pikiran positif
hingga pikiran negatif untuk mencari
jalan keluar.
Peale (1992) berpendapat
bahwa cara berpikir positif adalah
memusatkan perhatian pada sisi positif
dari keadaan yang tengah dihadapi,
selanjutnya dijelaskan bahwa berpikir
positif merupakan usaha mencari
aspek-aspek positif dari keadaan yang
dihadapinya, berkonsentrasi pada hal-
hal yang baik, melihat pada situasi
yang menyenangkan, serta bersikap
baik pada orang lain.
Kemampuan berpikir positif
bisa dilatih dengan mengambil hikmah
dari nasihat orangtua, guru, ustadz.
Seseorang merenungi kalimat-kalimat
nasihat ataupun hikmah pengalaman
hidup untuk perbaikan diri, sedangkan
sebaik-baik perkataan adalah
perkataan Alloh (kalamulloh) maka
mempelajari Al Qur’an dan
mentadabburi (merenungi) maknanya
diharapkan memberikan hasil yang
maksimal dalam kemampuan berpikir
positif.
Keyakinan seseorang terhadap
“Sang Penguasa Jagad Raya” bisa
menjadi awal yang bagus untuk
menyelesaikan masalah dengan
pikiran yang positif. Seseorang dengan
keyakinan religius yang bagus akan
selalu meminta pertolongan kepada
Tuhan-nya, apalagi terhadap
permasalahan yang seakan-akan telah
tertutup semua pintu jalan keluar
permasalahan, kecuali pintu
pertolongan Allohur Rohman.
Banyak orang melibatkan
teman, orangtua, motivator, dan
psikolog untuk menyelesaikan
masalahnya. Masalah yang dihadapi
pun dapat dipecahkan, apalagi jika
7
orang-orang tersebut melibatkan Alloh
dalam menyelesaikan masalahnya,
maka Alloh adalah sebaik-baik
penolong urusan manusia. Seseorang
bisa melibatkan bantuan Alloh dengan
doa di dalam sholat.
Proses perenungan makna doa
tersebut dinamakan tadabbur menurut
istilah literatur Islam, sedangkan ayat
doa yang selalu dibaca orang Islam
dalam sholatnya mempunyai
terjemahan sebagai berikut: ”Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan
hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan” (Al Fatihah : 5),
sebagian ulama salafush sholih
mengatakan bahwa Surat Al Fatihah
adalah rahasia Al Qur’an, dan rahasia
Al Fatihah terletak pada ayat: (yang
terjemahannya adalah ) “Hanya
kepada-Mu kami beribadah dan hanya
kepada-Mu pula kami memohon
pertolongan”. (Ibnu Katsir, 2001)
Ayat Al Qur’an yang berbunyi
“Hanya kepada-Mu kami beribadah
dan hanya kepada-Mu pula kami
memohon pertolongan”, bermakna
bahwa kita berjanji kepada Robb kita
bahwa kita tidak menyekutukan-Nya
dalam ibadah dengan suatu apapun;
serta pengingkaran terhadap adanya
daya upaya serta kekuatan lain (selain
kekuatan Alloh) (Basyier, 2011)
Manusia zaman sekarang
sangat membutuhkan kebutuhan
rokhani. Percakapan peneliti dengan
seorang berkebangsaan Swiss
menghasilkan sebuah kesimpulan
bahwa manusia moderen di Eropa,
United States, dan Jepang bisa
memiliki semua material kenikmatan
dunia dengan mudah. Mereka
tercukupi semuanya kecuali kebutuhan
rohani, mereka membutuhkan
kekuatan di luar dirinya untuk
menghadapi tekanan kehidupan.
Islam selalu mengajarkan
manusia untuk selalu melibatkan
Alloh dalam urusan dunia dan
agamanya. Manusia membutuhkan
“Sebaik-baik penolong”, Al Qur’an
merupakan perkataan Alloh sebagai
petunjuk kehidupan bahagia dunia dan
akhirat, maka merenungi maknanya
atau mentadabburinya adalah salah
satu solusi untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup.
Sebuah penelitian (Sufriani,
2009) menunjukkan bahwa
8
keteraturan membaca dan menghayati
makna ayat dalam Al Qur’an
mempunyai pengaruh positif yang
signifikan terhadap kemampuan
berpikir positif pada narapidana.
Narapidana yang mengikuti pelatihan
keteraturan membaca dan menghayati
makna ayat di dalam Al Qur’an
memiliki kemampuan berpikir positif
yang lebih tinggi daripada narapidana
yang tidak mengikuti pelatihan
keteraturan membaca dan menghayati
makna ayat dalam Al Qur’an.
Orang yang melakukan
tadabbur Al Qur’an lazimnya memiliki
kemampuan berpikir positif yang baik,
apabila orang yang melakukan
tadabbur Al Qur’an memiliki
kemampuan berpikir positif yang
buruk maka dimungkinkan karena
terjadinya distorsi kognitif.
Berdasarkan pendapat Burns (dalam
Susetyo, 2005) bahwa kemampuan
berpikir positif tidak berkembang
karena seringkali manusia mengalami
distorsi kognitif ketika berhubungan
dengan diri sendiri, orang atau situasi,
lebih lanjut dijelaskan bahwa distorsi
kognitif yang seringkali terjadi adalah
sebagai berikut :
1. Pembesaran : membesar-besarkan
pentingnya peristiwa negatif,
sehingga intensitasi reaksi
emosional dapat meledak.
2. Memberi cap : melukiskan
sasaran sebagai orang yang jahat
atau dungu, kemudian mendaftar
di dalam pikiran semua hal yang
tidak disukai tentang orang lain
(filter pikiran) dan mengabaikan
semua kelebihan atau sisi positif
atau sifat-sifat yang baik
(mendiskualifikasikan yang
positif)
3. Membaca pikiran : mereka-reka
motif yang melatarbelakangi
perilaku, yang demi kepuasan
sendiri menjelaskan mengapa
orang lain bertindak demikian.
Justru yang terjadi adalah
menyalahkannya saja.
4. Pernyataan “harus” dan “tidak
seharusnya” : berpikir bahwa
seharusnya orang lain tidak seperti
itu. Menuntut orang lain atau
situasi berjalan seperti keinginan
sendiri dan ketika tidak terjadi
maka sebenarnya individu telah
menciptakan frustrasi bagi diri
9
sendiri.
Berdasarkan pendapat tersebut
maka seseorang harus mampu
mengenali dan merubah distorsi
kognitif yang dialami untuk
meningkatkan kemampuan berpikir
positif. Seseorang harus mengenali
jenis kesalahan dalam berpikir antara
lain distorsi kognitif yang dialami,
dengan cara mengembangkan berbagai
wawasan tentang jenis distorsi kognitif
yang sering dialami, mengembangkan
informasi tentang sisi positif manusia,
dan mengembangkan penilaian positif
terhadap seseorang atau sesuatu
Pertanyaan Penelitian.
Berdasarkan uraian-uraian di
atas mendorong penulis untuk
mengungkapkan pertanyaan
penelitian: “Bagaimana kemampuan
berpikir positif Mutadabbirin Al
Qur’an?”
METODE PENELITIAN
Identifikasi Gejala Penelitian
Gejala penelitian dalam
penelitian ini adalah kemampuan
berpikir positif Mutadabbirin Al
Qur’an
Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif,
sampel sumber data dipilih secara
purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang
apa yang kita harapkan, atau mungkin
sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi
objek/situasi sosial yang diteliti
(Sugiyono, 2008).
Penentuan subyek pada
penelitian kualitatif memiliki beberapa
karakteristik, seperti yang
dikemukakan oleh Sarantakos (dalam
Poerwandari, 1998), yaitu:
1. Jumlah sampel cenderung tidak
dalam jumlah yang banyak,
melainkan pada kasus-kasus
tipikal sesuai kekhususan masalah
penelitian.
2. Tidak ditentukan secara kaku sejak
awal, tetapi dapat berubah baik
dalam hal jumlah maupun
karakteristik sampelnya, sesuai
dengan pemahaman konseptual
yang berkembang dalam penelitian
10
3. Tidak diarahkan pada keterwakilan
melainkan pada kecocokan
konteks
Informan dalam penelitian ini
adalah beberapa santri yang
mempelajari Al Qur’an, kemudian
peneliti akan melakukan pengumpulan
data dan disempurnakan dengan
pengumpulan data lainnya untuk
menjawab permasalahan penelitian.
Karakteristik informan peneliti adalah:
1. Santri putra di Ma’had Abu Bakar
Ash Shidiq tingkat akhir/Mustawa
Robi’.
2. Mampu membaca Al Qur’an dan
membaca terjemahannya.
3. Berusia 17 tahun ke atas..
4. Memiliki ustadz (pembimbing)
yang lebih berpengalaman dan ahli
dalam Al Qur’an.
Metode Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara
wawancara dan observasi.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang
digunakan adalah kategorisasi. Peneliti
membubuhkan kategori-kategori
sehingga akan terlihat pola hubungan
antar kategori.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan Secara Umum
Dinamika subyek 1 dan subyek
2 yang memiliki kemampuan
berpikir positif tertinggi yaitu;
subyek 1 mengatasi masalah hidup
dengan mempelajari kandungan Al
Qur’an dan Sunnah lalu
menerapkannya, serta meneladani
Salaful Ummah. Subyek 1 juga
meyakini bahwa setiap hamba
memiliki Robb-nya yang tidak
pernah meninggalkan hamba-Nya.
Subyek 1 merasakan perbedaan
setelah mentadabburi Al Qur’an
yaitu kenyamanan dalam berpikir,
bertindak, dan berbuat; sedangkan
subyek 2 merasakan manfaat
tadabbur Al Qur’an yaitu pelajaran
dari kaum-kaum terdahulu. Subyek
2 juga merasakan perbedaan yang
11
dirasakan setelah tadabbur Al
Qur’an yaitu mendapat wawasan
yang baru dari sebelumnya.
Dinamika subyek 3 dan subyek
4 yang memiliki kemampuan
berpikir positif menengah yaitu;
subyek 3 mengatasi masalah hidup
dengan petunjuk Al Qur’an melalui
cara memahami arti dan tafsirnya,
belajar bahasa Arab, dengan kajian
keislaman sehingga mendapatkan
yang diharapkan yaitu kandungan
Al Qur’an. subyek 3 merasakan
perbedaan yang dirasakan setelah
tadabbur Al Qur’an yaitu
ketenangan setelah kegelisahan;
sedangkan subyek 4 berusaha
bersabar menghadapi hidup dengan
meyakini bahwa semakin tinggi
iman seseorang maka semakin
besar pula ujiannya. Subyek 4
mengatakan bahwa semakin banyak
mentadabburi Al Qur’an maka
semakin banyak memiliki solusi.
Dinamika subyek 5 yang
memiliki kemampuan berpikir
positif terendah yaitu; Subyek 5
merasa belum pernah mengamalkan
Al Qur’an dalam menyelesaikan
masalah, akan tetapi subyek 5
berusaha mensyukuri nikmat
kehidupan dengan melakukan
kebaikan, serta subyek 5 berusaha
bersabar menghadapi kehidupan
dengan mengingat kenikmatan
yang diperoleh. Subyek 5 tidak
merasakan manfaat tadabbur Al
Qur’an karena tidak sering
mentadabburi Al Qur’an pada
mulanya, akan tetapi subyek 5
termotivasi menjadi hamba yang
baik setelah mentadabburi Al
Qur’an.
Dalam ilmu jiwa (psikologi)
modern dinyatakan bahwa
12
berkomunikasi dengan orang lain
sangat efektif untuk mengurangi
beban berat yang ditanggung jiwa.
Para psikolog menyarankan orang-
orang yang jiwanya tengah
menanggung beban berat untuk
berkomunikasi dengan orang lain,
bicara dari hati ke hati, agar
terkurangi bebannya. Sementara
membaca Al Qur’an ibaratnya
adalah komunikasi dengan Alloh.
Otomatis, dengan komunikasi itu,
orang yang membaca Al Qur’an
maka jiwanya akan menjadi tenang
dan tentram, lebih-lebih bila
dihubungkan bahwa malaikat akan
turun memberikan ketenangan
kepada orang yang tengah
membaca Al Qur’an. (Syarifuddin,
2004)
Jika membaca Al Qur’an efektif
mengobati penyakit hati atau
mental (psikoterapi), tidak menutup
kemungkinan, membaca Kitab Suci
ini juga efektif untuk mengobati
berbagai penyakit fisik, karena
sekian penyakit fisik awalnya
banyak dipicu oleh gangguan
kejiwaan (psikosomatik) seperti
pikiran kacau, panik, cemas,
gelisah, emosi tak terkendali, dsb
Orang yang melakukan tadabbur
Al Qur’an lazimnya memiliki
kemampuan berpikir positif yang
baik, apabila orang yang
melakukan tadabbur Al Qur’an
memiliki kemampuan berpikir
positif yang buruk maka
dimungkinkan karena terjadinya
distorsi kognitif. Berdasarkan
pendapat Burns (dalam Susetyo,
2005) bahwa kemampuan berpikir
positif tidak berkembang karena
seringkali manusia mengalami
distorsi kognitif ketika
berhubungan dengan diri sendiri,
13
orang atau situasi. Semua subyek
tidak mengalami distorsi kognitif
kecuali subyek 4.
Subyek-subyek yang melakukan
tadabbur Al Qur’an dalam
penelitian ini adalah subyek yang
memiliki kemampuan berpikir
positif tertinggi yaitu subyek 1 dan
subyek 2, serta subyek yang
memiliki kemampuan berpikir
positif menengah yaitu subyek 3
dan subyek 4, sedangkan subyek
yang (pada mulanya) tidak
melakukan tadabbur Al Qur’an
adalah subyek yang memiliki
kemampuan berpikir positif
terendah yaitu subyek 5. Hal ini
membuktikan bahwa merenungi
/menghayati makna Al Qur’an
memiliki pengaruh positif terhadap
kemampuan berpikir positif
seseorang dalam menghadapi
tantangan kehidupan.
Peneliti menemukan hal lain
yaitu semua subyek yang memiliki
kemampuan berpikir positif
tertinggi, kemampuan berpikir
positif menengah, dan kemampuan
berpikir positif terendah mengenal
konsep sabar dan syukur dalam
menghadapi “dilema” kehidupan
yang hanya terdiri dari nikmat
hidup dan cobaan hidup, disebut
dengan “dilema” karena kehidupan
ini adalah “Sawang Sinawang”
(“Sawang Sinawang” berasal dari
bahasa jawa yang berarti “Rumput
tetangga tampak lebih hijau”)
padahal penampilan yang
ditampilkan terkadang menipu
banyak orang.
Temuan ini berarti orang yang
belum/tidak mentadabburi Al
Qur’an karena masih awam dalam
kemampuan menguasai bahasa
Arab sebagai bahasa Al Qur’an
14
memiliki peluang untuk berpikir
positif menghadapi ujian kehidupan
dengan konsep sabar dan syukur.
Konsep sabar dan syukur ini adalah
konsep sederhana yang bisa
ditanyakan dengan bahasa ibu
(bukan bahasa Arab/bahasa yang
dipahami) kepada orang-orang
yang lebih berilmu dan telah
mengamalkannya.
Pelajaran yang bisa diambil
adalah tadabbur Al Qur’an yang
baik dan benar akan dapat
memperbaiki kemampuan berpikir
positif seseorang, masyarakat,
bahkan negara. Para motivator dan
psikolog dapat mengambil peran
memperbaiki masyarakat dengan
motivasi yang bersumber dari
tadabbur Al Qur’an karena Al
Qur’an adalah sebagai sebaik-baik
perkataan (khoirul kalam)
diwahyukan kepada sebaik-baik
Nabi (khoirul anbiya’) agar umat
Islam menjadi Best of The Best
(khoiru ummah).
Manusia zaman sekarang
membayar banyak finansial untuk
“Training” peningkatan kualitas
diri, sementara orang yang selalu
mempelajari Al Qur’an dan
mengamalkannya ibaratkan
“Training” seumur hidup dengan
biaya murah meriah dan sanggup
dilakukan setiap orang dengan
kemampuan finansial yang
beragam.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Dinamika subyek 1 dan subyek 2
yang memiliki kemampuan
berpikir positif tertinggi yaitu;
subyek 1 mengatasi masalah hidup
dengan mempelajari kandungan Al
Qur’an dan Sunnah lalu
15
menerapkannya, serta meneladani
Salaful Ummah. Subyek 1 juga
meyakini bahwa setiap hamba
memiliki Robb-nya yang tidak
pernah meninggalkan hamba-Nya.
Subyek 1 merasakan perbedaan
setelah mentadabburi Al Qur’an
yaitu kenyamanan dalam berpikir,
bertindak, dan berbuat; sedangkan
subyek 2 merasakan manfaat
tadabbur Al Qur’an yaitu pelajaran
dari kaum-kaum terdahulu. Subyek
2 juga merasakan perbedaan yang
dirasakan setelah tadabbur Al
Qur’an yaitu mendapat wawasan
yang baru dari sebelumnya.
2. Dinamika subyek 3 dan subyek 4
yang memiliki kemampuan
berpikir positif menengah yaitu;
subyek 3 mengatasi masalah hidup
dengan petunjuk Al Qur’an
melalui cara memahami arti dan
tafsirnya, belajar bahasa Arab,
dengan kajian keislaman sehingga
mendapatkan yang diharapkan
yaitu kandungan Al Qur’an.
subyek 3 merasakan perbedaan
yang dirasakan setelah tadabbur Al
Qur’an yaitu ketenangan setelah
kegelisahan; sedangkan subyek 4
berusaha bersabar menghadapi
hidup dengan meyakini bahwa
semakin tinggi iman seseorang
maka semakin besar pula ujiannya.
Subyek 4 mengatakan bahwa
semakin banyak mentadabburi Al
Qur’an maka semakin banyak
memiliki solusi
3. Dinamika subyek 5 yang memiliki
kemampuan berpikir positif
terendah yaitu; Subyek 5 merasa
belum pernah mengamalkan Al
Qur’an dalam menyelesaikan
masalah, akan tetapi subyek 5
berusaha mensyukuri nikmat
kehidupan dengan melakukan
kebaikan, serta subyek 5 berusaha
bersabar menghadapi kehidupan
dengan mengingat kenikmatan
yang diperoleh. Subyek 5 tidak
merasakan manfaat tadabbur Al
Qur’an karena tidak sering
mentadabburi Al Qur’an pada
mulanya, akan tetapi subyek 5
termotivasi menjadi hamba yang
baik setelah mentadabburi Al
Qur’an
Saran
Berdasarkan data-data yang
diperoleh di lapangan. Terdapat
16
banyak temuan dan kekurangan, maka
dari itu peneliti mengajukan saran-
saran sebagai berikut:
1. Bagi informan penelitian
Diharapkan selalu menjaga
kuantitas dan kualitas tadabbur Al
Qur’an, agar dapat dijadikan
sebagai cara berpikir positif dalam
memaknai kehidupan yang penuh
tantangan.
2. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat terutama
kaum muslim yang mempunyai
gangguan Negative Thinking,
alangkah baiknya menggunakan
tadabbur Al Qur’an sebagai solusi
menghadapi masalah kehidupan
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik dapat melakukan
penelitian lanjutan tentang
kemampuan berpikir positif
Mutadabbirin Sunnah, dimana
sunnah atau Al Hadits merupakan
sumber kedua petunjuk
kebahagiaan kaum Muslimin
setelah Al Qur’an
17
DAFTAR PUSTAKA
Basyir, A.U. (2011). Samudera Al Fatihah. Surabaya: Shafa Publika
Katsir, Ibnu. (2001). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (terjemahan: Abdul Ghafar). Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i
Malkhan, A.M. (1986). Pesan-Pesan Dua Pemimpin Besar Islam Indonesia (Kyai
Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari). Yogyakarta: Medio
Peale, N.V. (1992). Berpikir Positif (terjemahan: Budiyanto). Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Poerwandari. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi
Universitas Indonesia
Sufriani, A.D. (2009). Pengaruh Keteraturan Membaca dan Penghayatan Makna
Ayat Al Qur’an pada Kemampuan Berpikir Positif Narapidana. Jurnal Intervensi
Psikologi, Vol 1 No 1, Juni 2009
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
ALFABETA
Susetyo, Y.F. (2005). Perubahan Perilaku Mengajar yang Humanis Guru SD
setelah Menjalani Pelatihan Berpikir Positif. http://psikologi.ugm.ac.id/uploads/
resources/File/Psikologi%20Pendidikan/Susetyo%20-%20Perilaku% 20mengajar
%20Humanis.pdf
Syarifuddin, Ahmad. (2004). Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.
Tim Penulis Studi Islam 3. (2011). Studi Islam 3. Surakarta: Lembaga
Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.