Download - Kelompok 6 pengpros
TUGAS PENGENDALIAN PROSES
“Pengendalian Akhir”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Proses
Disusun Oleh :
1. Sofiyani Br ginting (21030112060008) Angkatan 2013
2. Octavia Indah L (21030113060024) Angkatan 2013
3. Ifa Virdiyas Muna C (21030113060053) Angkatan 2013
4. Risky Ariqoh (21030114060 014) Angkatan 2014
5. Finandhita Hayu P (21030114060015) Angkatan 2014
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA
PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “PENGEDALIAN
PROSES(Pengendalian akhir)” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Tugas
Pengendalian Proses.
Dalam menyusun makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu, kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak sekali kekurangan baik dari segi isi
maupun penulisan. Jadi, besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk
kesempurnaan makalah-makalah berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
para pembaca.
Semarang, 11 April 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………………………………………… ii
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …..…………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Makalah ………………………………………………………… 2
BAB II Tinjauan Pustaka ………………………………………………………….. 3
2.1 Butterfly Valve …………………………………………………………. 3
2.2 Ball Valve ……………………………………………………………… 5
2.3 Karakteristik dan Gain Cotrol Valve ………………………………….. 6
2.4 Karakteristik Control Valve pada Sistem Pipa ………………………… 8
2.5 Valve Positioner ………………………………………………………... 9
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….. 15
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………….. 15
3.2 Saran …………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam dunia industri, dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi
tinggi untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan
waktu yang telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran
operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk,
dll.
Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk sesuai
standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di kendalikan antara lain
tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature), ketinggian (level), kerapatan
(intensity), dll. Gabungan kerja dari berbagai alat-alat kontrol dalam proses produksi
dinamakan sistem pengontrolan proses (process control system). Sedangkan semua
peralatan yang membentuk sistem pengontrolan disebut pengontrolan instrumentasi
proses (process control instrumentation). Dalam istilah ilmu kendali, kedua hal tersebut
berhubungan erat, namun keduanya sangat berbeda hakikatnya.
Alat pengendalian yang umum digunakan adalah Programmable Logic
Controller (PLC). Alat ini digunakan untuk membaca input analog maupun digital,
melakukan serangkaian program logika, dan menghasilkan serangkaian output analog
maupun digital. Pada kasus sistem pengaturan temperatur, temperatur ruangan menjadi
input bagi PLC. Pernyataan-pernyataan logis akan membandingkan setpoint dengan
masukan nilai temperatur dan menentukan apakah perlu dilakukan penambahan atau
pengurangan pendinginan untuk menjaga temperatur agar tetap konstan. Output dari PLC
akan memperbesar atau memperkecil aliran keluaran udara pendingin bergantung pada
kebutuhan. Untuk suatu sistem pengendalian yang kompleks, perlu digunakan sistem
pengendalian yang lebih kompleks daripada PLC. Contoh dari sistem ini
adalah Distributed Control System (DCS) atau sistem SCADA.
1
1.2Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu ;
1. Memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan pada mata kuliah Pengendalian
Proses
2. Menambah wawasan khususnya bagi mahasiswa akan sistem pengendali akhir
3. Mengetahui manfaat dari pengendali akhir
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu pengendali akhir ?
2. Bagaimana prinsip kerja pengendali akhir ?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari penggunaan pengendali akhir ?
2
BAB II
ISI
2.1 Butterfly Valve
Karena cara kerjanya yang menyerupai sayap kupu-kupu, ada control valve yang
dinamai butterfly valve, kata katup sebagai terjemahan dari kata valve boleh jadi bermula
dari bentuk butterfly valve ini .
Butterfly valve banyak dipakai di dalam proses-proses yang membutuhkan flow
yang besar serta fluida-fluida yang banyak mengandung partikel. Sebuah katup kupu-
kupu ini biasa digunakan untuk mengisolasi atau mengatur aliran . katup ini mirip
dengan ball valve karena yang memungkinkan cepat dimatikan . fungsinya adalah untuk
mengatur kedudukan piringan (keping) yang dapat berputar pada porosnya.
butterfly valve merupakan jenis perangkat control aliran, digunakan untuk
membuat awal cairan atau berhenti mengalir melalui bagian pipa. Bentuk penyekatnya
adalah piringan yang mempunyai sumbu putar di tengahnya . Dulu, butterfly valve
kurang dipercaya untuk pemakaian yang membutuhkan kerapatan penuh,karena bidang
kontak yang kecil kurang menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. Namun, kini
masalah ini sudah dapat di atasi oleh banyak pabrik pembuat dengan menciptakan
konstruksi-konstruksi khusus. Katup butterfly umumnya disukai karena biayanya murah
dan juga ringan karena bentuknya yang sederhana.
Karena cara kerjanya yang menghendaki gerak berputar, actuator untuk butterfly
valve juga harus dari jenis rotary. Gerakanya akan membentuk sudut dari 0oC sampai
90oC. Bilamana hubungan antara sudut putar (rotation) dan persentasi flow yang lewat
valve digambarkan pada sumbu koordinat xy, akan didapat karakteristik butterfly valve
seperti pada gambar di bawah ini .
3
4
2.2 Ball Valve
Bentuk umum dari Ball valve adalah seperti yang ditunjukan pada gambar. Lubang di
bola bisa sebesar diameter pipa (full bore) atau bisa juga lebih kecil dari diameter pipa (reduced
bore). Ball valve mempunyai kerapatan yang prima pada waktu tertutup rapat, karena bidang
kontak antara seal dan ball jauh lebih lebar dibandingkan butterfly valve.Sayangnya ball valve
jenis ini tidak dapat digunakan sebagai control valve, atau untuk throttling (‘mencekik” flow).
Bibir bola jenis ini akan cepat aus bilamana harus memotong aliran fluida.
Untuk mengatasi kelemahan ball valve, bentuk bolanya kemudian dimodifikasi menjadi
seperti tempurung, atau helm. Kata ball,kemudian, sebenarnya menjadi kurang tepat lagi karena
bentuk bolanya kini tidak bulat penuh. Konstruksi semacam ini terbukti sangat tangguh karena
kemampuanya memotong aliran fluida dari aliran yang kecil sampai aliran yang besar .
Pengaturan debit aliran fluida dilakukan dengan mengatur bagian berbentuk bola yang dapat
berputar pada porosnya . pemutaran bola ini mengakibatkan perubahan letak celah sehingga debit
air yang melalui celah tersebut dapat diatur . Oleh karena itu, control valve jenis ini biasanya
mempunyai rangeability yang cukup lebar.Keuntungan lain jenis ini adalah kerapatannya pada
keadaan tertutup penuh. Hal itu disebabkan karena bidang kontak antara seal dan ball masih tetap
cukup lebar.
Control Valve jenis ini kemudian disebut characterized ball valve karena bagian dari
bola yang harus memotong aliran fluida disebuth notch-dibentuk sesuai dengan kebutuhan
karakteristik flow-nya .Notch itu ada yang berbentuk huruf “U” , huruf “V”, atau parabola . Oleh
karena itu, mereka masing-masing disebut U-notch , V-notch , atau parabolic.
5
Kedua jenis katup ini yaitu butterfly dan ball valve merupakan jenis katup aliran fluida bolak-
balik
2.3 Karakteristik dan Gain Cotrol Valve
Dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa ada banyak macam
karakteristik control valve. Mulai dari linear, equal percentage, quick opening, butterfly,
sampai characterized ball valve dengan V-notch, dan U-notch dan parabolic. Seperti yang
sudah diterangkan, semua karakteristik tersebut diciptakan para ahli untuk
mengkopensasi ketidaklinieran yang ada pada elemen proses. Walaupun pada akhirnya
6
yang menjadi kunci sistem pengendalian adalah gain sistem closed loop, namun gain
control valve merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi langsung ada gain
seluruh loop. Untuk itu, sangatlah perlu untuk mempelajari gain control valve dan semua
aspek yang berhubungan dengannya.
Gain sebuah control valve didefinisikan sebagai perbandinga antara besarnya
perubahan flow terhadap besarnya perubahan bukaan control valve (valve stroke). Untuk
karakteristik yang lincar, sudah barang tentu gain juga akan tetap dan tidak tergantung
didaerah kerja mana pun. Tetapi, untuk karakteristik yang tidak linear, besarnya gain
akan tergantung didaerah mana sistem bekerja. Secara umum gain sebuah control valve
Gp = ∆ F
∆ % stroke
Untuk control valve yang linear, gain sama dengan
Gp= Fmax100 %
Kemudian untuk control valve yang tidak linear, gain didefinisikan sebahgai
kemiringan (slope) dari kurva karakteristik dititik dimana sistem bekerja. Misalnya
sebuah control valve dengan karakteristik equal percentage ternyata kemiringan kurva
karakteristik equal percentage akan, tepat sama dengan satu didaerah bukaan (opening)
sekitar 60%; akan sangat kecil didaerah bukaan 25%; dan akan sangat besar didaerah
bukaan diatas 75%.
Selain dngn cara grafis seperti yang diterangkan diatas, gain control valve dapat
juga dicari melalui perhitungan. Kurva control valve dengan karakteristik equal
percentage ternyata memenuhi persamaan sebagai berikut :
F = R m-1
Dimana f adalah flow keluar dari control valve, R adalah rangeability dan m
adalah persentasi bukaan control valve. Perhatikan bahwa pada m = 0, maka f = 0,02 dari
Fmax.
7.
Artinya, flw minimum yang dapat dikendalikan oleh control valve tersebut adalah 0,02 x
Fmax.
Secara matematis gain control valve dengam karakteristik equal percentage
besarnya adalah :
dfdm = f ln R
Dengan demikian gain sebuah control valve dengan karakteristik equal
perecentage adalah :
Gr = In Rf Fmax100
Dari kedua pendekatan diatas dapat ditarik kesimpulanbahwa gain control valve
dapat dicara secara grafis maupun perhitungan matematik. Yang jelas, dalam banyak hal,
gain control valve, pada dasarnya perlu dibuat untuk mengkompensasikan ketidaklinieran
yang sempurna tidak akan pernah diperoleh. Oleh karena itu, apabila karena sesuatu
bahwa control valve yang baru mempunyai karakteristik yang sama dengan control valve
yang digantikannya.
Masalah gain dan karakteristik control valve menjadi lebih kompleks karena
ternyata kedua parameter tersebut akan terpengaruh dan berubah dengan adanya drop
presurre disistem pipa. Ikutilah penjelasan yang membahas perihal ini.
2.4 Karakteristik Control Valve pada Sistem Pipa
Semua karakteristik yang ada ternyata akan berubah setelah control valve
dipasang disuatu sistem pipa (piping). Perubahan karakteristik itu disebabkan karana
adanya presurre drop disistem pipa. Ambil sebagai contoh sebuah sistem pipa dan control
valve disebuah sistem pengendalian level.
Andai kata dalam sistem tekanan P1 dan P2 tetap pada keadaan flow berapa saja.
Pada keadaan flow normal, distribusi tekanan 50% ada pada sistem pipa (∆p-pipa) dan
50% lainnya ada pada control valve (∆p-valve) yang mempunyai karakteristik linear.
8
Bagaimana flow harus naik 20% dari keadaan normal, tentu saja drop presurre disistem
pipa (∆p-pipa) akan menjadi lebih besar dari 50%. Katakanlah kenaikan 20% flow akan
membuat (∆p-pipa) menjadi 1,4 kali dari sebelumna 1,4 x 50% = 70%. Karena (∆p-pipa)
sekarang menjadi 70% ∆p. Valve tinggal 30%. Padahal, untuk menaikan flow sebanak
20% selayaknya ∆p valve juga harus naik sebesar 20%.
Kesimpulannya, untuk menaikan flow sebanyak 20%, contro valve harus
menambah bukaan lebih besar dari 20% untuk mengkompensasi (∆p-pipa). Hal inilah
yang menyebabkan pola karakteristik control valve ideal yang dibahas didalam subbab 5.
Menjadi berubah. Pada pembahasan karakteristik ideal , control valve dianggap tidak
terpasang dirangkaian sistem pipa sehingga ∆p-valve dianggap sama pada bukaan berapa
pun. Dengan adanya rangkaian sistem pipa, maka (∆p-valve) menjadi bervariasi akibat
berubahnya bukaan valve. Sebagai akibat dari semua keadaan itu, karakteristik ideal
control valve berubah bilamana control valve terpasang disustu sistem ipa. Sudah barang
tentu, peribahan karakteristik itu akan sangat tergantung pada pangjang pendeknya pipa,
serta konfigurasu pipa. Pada dasarnya perubahan itu tergantung pada besarnya di P.pipa.
Pada saat control valve tertutup rapat, (∆p-valve akan menjadi maksmal;
selanjutnya drop presure disaat itu disebut ∆p max. Kemudian pada saat control valve
terbuka penuh, sebagian besar drop presure akan ada disistem pipa, sehingga (∆p-valve)
memnjadi minimal; selanjutnya drop presurre itu disebut (∆p-min)s
2.5 Valve Positioner
Terdapat beberapa kelemahan pada control valve pneumatic, misalnya
keterlambatan system transmisi, kelemahan actuator, dan hysterisi. Keterlambatan system
transmisi dapat diabaikan bilamana digunakan instrumentasi elektronik. Dalam banyak
hal, keterlambatan transmisi pneumatic bisa diabaikan (menjadi tidak dominan) terhadap
keterlambatan elemen proses lain. Namun, hysteresis yang merupakan kelemahan
mekanisme bawaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Akibat hysteresis semakin menjadi
menonjol dengan semakin besarnya ukuran control valve.
9
Timbulnya gejala hysteresis pada control valve ditandai dengan bukaan control
valve yang tergantung pada arah naik atau turunnya sinyal. Pada waktu sinyal naik dari
25% menuju 50%, control valve tidak akan berhenti tepat di posisi 50%, tetapi kurang dar
50%, misalnya 48%. Hal itu disebabkan oleh kelemahan mekanisme yang ada pada
gabungan diaphragm, pegas, dan gesekan stem terhadap packing. Sebaliknya, pada waktu
sinyal turun dari 75% menjadi 50%, control valve juga tidak akan berhenti tepat di posisi
50%, tetapi lebih dari 50%, misalnya 52%.
Selain hysteris, control valve juga mempunyai kelemahan repeatability. Hal ini
juga disebabkan karena kelemahan mekanis gabungan ketiga komponen tersebut.
Akibatnya, hysteresis pada control valve seperti gambar dibawah, karena mengandung
unsure repeatability.
Hysterisis akan selalu ada karena sifat mekanisme actuator dan mekanisme valve.
Itulah sebabnya, kerja control valve tidak dapat diharapkan sangat teliti. Hysterisis akan
menjadi lebih parah bilamana ada kerusakan di salah satu komponen mekanisme actuator
atau valve, misalnya adanya kebocoran di bagian diaphragm atau adanya erosi di bagian
stem. Kalau hysteresis sudah terlalu besar, bukannya mustahil response seluruh loop
menjadi terpengaruh. Hal itu disebabkan karena gain control valve yang menjadi sangat
berbeda untuk sinyal turun dan sinyal naik.
10
Akibatnya, response yang overdamped pada waktu load bertambahbisa menjadi
underdamped pada waktu load berkurang. Ekstrimnya, loop akan tetap stabil pada waktu
ada pertambahan load, dan menjadi tidak stabil pada waktu ada pengurangan load.
Bilamana keadaan ekstrim itu benar-benar terjadi, hampir pasti hysteris dating
bukan dari hakikat kelemahan mekanisme control valve, melainkan karena adanya
kerusakan yang cukup parah di salah satu komponen mekanik. Pada control valve tipe
rotary misalnya, kelonggaran atau kerusakan bagian engsel (turn buckle) seringkali
mengakibatkan hysteresis berlebihan seperti diatas. Salah satu cara untuk menanggulangi
hysteresis adalah dengan memakai valve positioned. Prinsip kerja valve positioner sama
dengan kerja sebuah controller, dimana set point adalah sinyal manipulated variable dari
controller dan process variable-nya adalah posisi bukaan control valve.
Ada lima komponen dasar pada valve positioned, yaitu fixed orifice, nozzle dan
baffle, slotted pivot (elongated slot), bellows, dan pegas (spring). Fixed orifice
(restriction) yang berfungsi menghambat tekanan sumber (air supply), sehingga tekanan
yang bekerja pada diaphragm adalah tekanan sumber dikurangi kebocoran di nozzle.
Bellows berfungsi sebagai penerjemah tekanan pneumatic ke besaran gerak, komponen
ini mirip dengan bagian tengah sebuah arkodion. Nozzle dan baffle berfungsi untuk
membocorkan sebagian tekanan pneumatic yang bekerja pada diaphragm. Elongated slot
berfungsi sebagai engsel untuk menjaga agar baffle bebas naik turun seirama dengan
gerak stem tetapi tidak sampai menarik bellows keluar dari tempat kedudukannya.
Kerja valve positioned pada dasarnya adalah menjaga agar baffle selalu tegak
lurus terhadap nozzle. Andaikan valve positioner dipasang di sebuah control valve FC.
Bila sinyal ke bellows bertambah, bellows akan mekar tetapi ia harus terlebih dahulu
melawan tegangan pegas untuk mencapai kedudukan yang baru. Gerak ini diikuti baffle
dengan lebih menutup nozzle sehingga tekanan ke diaphragm naik. Tetapi, di lain pihak
stem harus melawan tekanan pegas, tekanan fluida di dalam valve, dan gesekan stem
terhadap packing. Namun, dengan adanya valve positioner tekanan ke diaphragm akan
terus ditambah sampai baffle kembali tegak lurus terhadap nozzle.
11
Bilamana nozzle tegak lurus terhadap baffle, berarti posisi stem tepat sama
dengan posisi bellows yang dalam hal ini berarti tepat sama dengan persentasi sinyal.
Kunci sukses kerja valve positioner ada di bagian elongated slot dan nozzle-baffle.
Mekanisme ini berfungsi untuk menjaga agar sebelum nozzle tegak lurus terhadap baffle,
selama itu pula tekanan ke diaphragm ditambah. Hasil akhir kerja mekanisme ini adalah
terjaminnya posisi control valve yang selalu sesuai dengan yang diperintahkan controller.
Tidak peduli pada tinggi rendahnya tekanan fluida proses, sehingga hysteresis dapat
ditekan seminimal mungkin.
Salah satu manfaat valve positioner yang belum diterangkan adalah mempercepat
reaksi control valve, sehingga lag time dapat diperkecil. Valve positioner hampir selalu
dipasang di control valve ukuran besar atau bilamana tekanan fluida proses cukup tinggi.
Dari cara kerjanya, dapat diketahui bahwa tekanan pneumatic yang dating dari valve
positioner bisa saja lebih tinggi dari 3-15 psi. Oleh karena itu, bila control valve
dilengkapi dengan valve positioner, bench set-nya kemungkinan besar tidak 3-15 psi lagi.
Sesungguhnya, mekanisme karja valve positioner jauh lebih rumit dari yang
sudah dijelaskan di atas. Setiap pabrik mempunyai rancangan tersendiri sehingga mereka
mempunyai cara kerja yang juga bermacam-macam.
12
Karena valve positioner itu sebenarnya adalah sebuah controller, kalau digambar
dalam diagram kotak, selayaknya control valve dengan positioner diwakili oleh sebuah
elemen closed loop.
Itulah sebabnya, hampir semua elemen yang ada di suatu system pengendalian
mempunyai phase shift. Pada keadaan-keadaan (frekuensi) tertentu, phase shift semua
elemen itu bisa saja menjadi 360o yang akhirnya membawa system pada keadaan tidak
stabil.
Pada aplikasi selanjutnya, valve positioner tidak saja dipakai sebagai penambah
daya ke actuator atau sebagai sarana untuk mengurangi hysteresis, ia juga sering dipakai
sebagai signal charaterizer. Control valve yang linear dapat dibuat menjadi tidak linear,
yang tidak linear menjadi linear dan yang direct acting menjadi reverse acting atau
sebaliknya.
13
Hal itu dicapai hanya dengan menambahkan sebuah valve positioner. Beberapa
valve positioner bahkan dilengkapi dengan beberapa cam yang dapat dipilih untuk
membentuk karakteristeik valve manapun.
Cam biasanya dibuat dari pelat besi dengan ketebalan sekitar 1-2 mm, dipotong
secara khusus agar bagian luarnya membentuk kurva dengan lengkungan tertentu. Cam
dipasang di valve positioner sebagai pengganti mekanisme elongated slot. Karena cam
ini, hubungan antara sinyal input (yang masuk ke bellows) dengan gerak valve stem
menjadi tidak linear lagi. Hal ini sengaja dibuat agar karakteristik valve secara
keseluruhan menjadi linear.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk sesuai
standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di kendalikan antara
lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature), ketinggian (level),
kerapatan (intensity), dll. Alat pengendalian yang umum digunakan
adalah Programmable Logic Controller (PLC). Alat ini digunakan untuk membaca
input analog maupun digital, melakukan serangkaian program logika, dan
menghasilkan serangkaian output analog maupun digital. Untuk suatu sistem
pengendalian yang kompleks, perlu digunakan sistem pengendalian yang lebih
kompleks daripada PLC.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paaparkan mengenai materi Pengendalian Akhir.
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembacanya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Gunterus, Frans. 1977. Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses. Salatiga
16