Transcript
Page 1: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelenjar Tiroid

2.1.1 Embriologi

Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini

berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak

anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas

tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. Dalam keadaan normal

kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20 gram.

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan

Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,

yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan

akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus

tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. (Syamsuhidayat R,

1998).

Gambar 1. Perkembangan Kelenjar Tiroid

Page 2: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu

masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang

letaknya abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid servikal, tyroid

lingual,sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal.

Branchialpouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel

parafolikular 4 atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid janin

secara fungsionalmulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin

(Syamsuhidayat R, 1998).

2.1.2 Anatomi

Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat

vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang

dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh

linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea kedua dan

ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea

keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari

lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya

membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan (Suen

C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan

fascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,

pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil

melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar

paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid

(Syamsuhidayat R, 1998).

Page 3: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. anatomi kelenjar tiroid

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup

cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia

pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan

terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk

menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid

atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).

Gambar 3. Vaskularisasi kelenjar tiroid

Page 4: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior

(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia).

Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,

sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto,

2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan

ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.

Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini

penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2.1.3 Histologi

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan

bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai

kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh

aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam

keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau

kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel

folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang

mengandung koloid.

Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen

eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan

gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan

dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak

dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada

keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah

menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-

kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)

atau Hürthle cells.

Page 5: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4 Histologi Kelenjar Tiroid Normal

2.1.4 Fisiologi

Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam

jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada

kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang,

dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak

terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan

mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.

Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup,

takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang

kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium

nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.

Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas

yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini

kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4

kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar

yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat

oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau

prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).

Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang

peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan

oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative

feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.

Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap

Page 6: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel

parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur

metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada

banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer

penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4).

Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada

tirotoksikosis.

Gambar 5. Diagram pengaturan sekresi tiroid.

1. Free Thyroxine (fT4) and Free Triiodothyronine (fT3)

Pengukuran fT4 dan fT3 mengganti pengukuran T3 dan T4. hasil

laboratorium yang dilakukan untuk mensubstitusi hormon free ketika T3 dan T4

telah dilakukan. Pengukuran fT3 pada pasien dengan gejala hipotiroid kadang-

kadang dapat diindikasikan. Pemeriksaan ini dilakukan pada keadaan bila secara

klinis diduga hipertiroid dengan kadar TSH rendah, tetapi fT4 tidak termasuk.

Pengukuran fT3 bukan indikasi pada hipotiroid.

Page 7: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Banyak frekuensi pengukuran dari fungsi tiroid yang mungkin digunakan

ketika ada perbedaan antara hasil dari tes fungsi tiroid inisial dan penemuan

klinis. Pada banyak kasus, mengulangi test yang sama kurang berguna

dibandingkan dengan melakukan test yang berbeda. (contoh. jika hasil TSH tidak

menunjukkan hubungan dengan status klinis pasien, maka lebih baik diikuti

dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan ahli laboratorium dapat lebih

dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan tidak menunjukkan

hubungan dengan status klinis yang ditemukan.

2. Gangguan Fungsi Tiroid

Faktor risiko gangguan tiroid adalah:

- Riwayat penyakit tiroid

- Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid

- Diagnosa penyakit autoimmune

- Riwayat radiasi leher

- Terapi obat seperti lithium dan amiodaron

- Perempuan di atas usia 50 tahun

- Pasien lanjut usia

- Perempuan post pasrtum 6 minggu sampai 6 bulan

2.2 Gangguan fungsi tiorid

2.2.1 Hipotiroid

1. Defenisi Hipotiroid

Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon

tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem

metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar

tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada

kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon

tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating

Hormon).

Page 8: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi

hormontiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses

metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat

pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang

menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan

awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme

dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada

otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala

hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi

(Anwar R, 2005).

2. Insiden dan Etiologi Hipotiroid

Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak

dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001).

Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan

insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer

lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan perbandingan

1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).

Pada suatu survei komunitas di Inggris yang dikenal sebagai the

Whickham study, tercatat peningkatan kadar hormon tirotropin (TSH)

pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge e t a l ,1977). Pada survey

NHANES III ( National Health and Nutritional Examination Survey III) di

Amerika Serikat, terdapat peningkatan kadar tirotropin pada 4,6%

responden, 0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka

yang berumur di atas 65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 %

populasi, sedangkan hipotiroid subklinis dijumpai pada 13,7 % populasi

(Hollowell et al , 2002). Pada penelitian terhadap wanita berusia 60tahun

keatas di Birmingham, hipotiroid klinis ditemukan pada 2,0% kasus

sedangkan hipotiroid subklinis ditemukan pada 9,6% kasus. (Parle et al ,

1991).

Page 9: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

3. Klasifikasi Hipotiroid

Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasar waktu kejadian

(kongenital atau akuisital), disfungsi organ yang terjadi (primer atau

sekunder/ sentral), jangka waktu (transien atau permanen) atau gejala yang

terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa gejala/ subklinis). Hipotiroid

kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium

endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid

kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan lebih banyak

dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).

Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis

atau disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid.

Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan

thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).

Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab

yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut

tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun pada penyakit ini didukung adanya

gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid

dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal pada

penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada

tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi

besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa bahan kimia

maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat

menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon

tiroid atau mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts &

Ladenson, 2004).

Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua

yaitu hipotiroid primer dan hipotiroid sentral.. Hipotiroid primer

berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat

penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkanhipotiroid sentral

berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi

hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau

produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004)

Page 10: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Hipotiroid berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:

1. TSH < 5,5 µIU/L normal

2. 5,5 µIU/L ≤ TSH < 7 µIU/L Hipotiroid ringan

3. 7 µIU/L ≤ TSH < 15 µIU/L Hipotiroid sedang Hipotiroid

4. TSH ≥ 15 µIU/L Hipotiroid berat biokimia

Selain itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai

peninggian kadar TSH (TS≥H 5,5 µIU/L) disertai adanya simptom

seperti fatique,peningkatan BB, ggn.siklus haid,konstipasi,intoleransi

dingin,rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).

4. Manifestasi Klinis Hipotiroid

Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering

mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut

dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan

berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan,

menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita

yang hamil (Wiseman, 2011).

5. Penegakan Diagnosis Hipotiroid

Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat

diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui

dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil

pemeriksaan laboratorium. Peningkatan antibodi antitiroid merupakan

bukti laboratorik paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak

semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya

diperiksa kadar TSH. Dikatakan hipotiroid apabila terjadi peningkatan

kadar TSH.

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis

melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam

yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan

fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada penderita

tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk diagnosis pada

Page 11: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

6 minggu post operasi Cek TSH

TSH < 5,5 TSH 5,6 – 14,9Tanpa gejala

TSH > 15TSH > 5,5

Dengan Gejala

6 bulan post operasiCek TSH

TSH < 5,5 TSH 5,6 – 14,9Tanpa gejala

TSH > 7TSH > 5,5

Dengan Gejala

Cek TSH 12 bulan post operasi dan setiap tahun kemudian atau sesuai kebutuhan berdasarkan gejalaCek TSH setiap 6 bulan. Jika TSH normal tetap kontrol sesuai kebutuhanMulai Treatment/ Pengobatan

Gambar 6 .Algoritma untuk mendeteksi dan terapi hormon pada hipotiroid post operasi

Universitas Sumatera Utara

kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang dibutuhkan jika nodul

tiroid terbentuk .

Fungsi tiroid dinilai secara prospektif dengan mengukur kadar TSH

sesuai algoritme yang telah ditetapkan. Waktu pengukuran kadar TSH

untuk mendeteksi dan memberikan terapi hipotiroid post operasi adalah 1.

preoperasi 2. fase awal post operasi ( 6 minggu) 3. fase lanjut post operasi

(12 bln) (Wiseman, 2011).

Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi

yang sangat mempengaruhi hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien.

Hampir 100% mengalami peningkatan kadar TSH. Tetapi peningkatan

kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk memulai terapi hormon.

Semakin awal dideteksi dapat mencegah terjadinya keluhan dan

komplikasinya (Wiseman, 2011).

Page 12: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

6. Patofisiologi Hipotiroid

Pada Penyakit Tiroiditis Auto Imun

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum

diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik

sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada

Penyakit Tiroiditis Auto Imun terjadi kerusakan seluler dan perubahan

fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja

secara bersamaan (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel MF et al,

2004).

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized

T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel

tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan

fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat

stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang

bertindak sebagai autoantigen (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel

MF et al, 2004).

Page 13: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

HIPOTIROID

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Skema Respon autoimmum Antigen Dengan Infiltrasi sel limfosit

Mekanisme patogen yang mungkin dari Tiroiditis Hashimoto. Faktor

genetik predisposed individu dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (contoh:

diet iodine, infeksi, kehamilan, terapi sitokin) yang termasuk respon autoimun

melawan antigen spesifik tiroid dengan infiltrasi sel imun. Proses autoimun

menghasilkan T helper tipe 1 (Th1) respon imun mediate dan induksi apoptosis

dari sel tiroid yang mengakibatkan hipotiroid

2.2.2 Hipertiroid

1. Definisi Hipertiroid

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah

produksi jumlah hormon tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid

bekerja lebih aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis,dimana berarti terjadi

peningkatan level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah.

Page 14: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

2. Patofisiologi Hipertiroid

Hormon tiroid mempunyai banyak peran yang sigmifikan di dalam proses

di dalam tubuh, proses-proses ini yang kita sebut metabolisme. Jika terdapat

banyak hormon tiroid, setiap fungsi dari tubuh akan diatur untuk bekerja lebih

cepat. Karena selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme, maka setiap

pasien akan mengalami kehilangan banyak energi.

3. Gejala Hipertiroid

Gejala yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan

respirasi, bedebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat

banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot lengan

dan kaki, frekwesi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan yang cepat,

pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih kencang.

Hiperthiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda

perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang diartikan

salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena stres.

4. Penyebab Hipertiroid

a. Penyakit Grave’s

Hiperthiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang

ditandai biasanya mata akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata

ataas akan membesar,kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak

melotot.Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar thiroid

(goiter) pada leher.

Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi

berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.kondisi ini juga disebut

penyakit Grave’s. Grave’s disebabkan oleh antibodi dalam darah yang ada

pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh

riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita.

Page 15: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

b. Tiroiditis

Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu

atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar

yang menggangu pasien.sehngga total output hormon tiroid dalam darah

meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular

atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini

disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang

menyababkan kelelnjar menghasilkan hormon tiroid.

Tabel1 penemuan klinis dan laboratorium berhubungan dengan penyebab yang umum dari hipertiroid.

5. Klasifikasi Hipertiroid Hipertiroid : <0.3 mU/L

Page 16: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2 Pengobatan Hipertiroid

2.2.3 Eutiroid

1. DefenisiKeadaan normal dari kadar TSH Eutiroid: 0.3-5.5 mU/L

Page 17: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 8 Algoritma untuk tests fungsi tiroid untuk mendiagnosa dan monitoringsimtomatik pasien

2.2.4 Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid

Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia,

ekspos dengan radiasi dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid

lebih sering terdapat pada wanita dibanding pria. Studi Framingham pada

kelompok usia 30-59 tahun, mendapatkan angka prevalensi nodul tiroid sebesar

6,4% pada wanita dan 1,5% pada pria. Pada studi rumah sakit, penelitian

Page 18: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

menunjukan bahwa nodul tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus

tiroid (Anwar R, 2005)

Maka saat ini American Thyroid Association Guidelines

merekomendasikan tindakan total/near total tiroid lobektomi yaitu merupakan

teknik operasi sederahana untuk penanganan pasien dengan nodul tiroid. Secara

umum penanganan nodul tiroid meliputi: observasi, operasi, radiasi eksterna,

radiasi interna dan hormonal (supresi) terapi.(Wiseman 2011)

Sebelumnya pasien-pasien pasca dilakukannya lobektomi mendapat terapi

pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia

dimana terjadi peninggian kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid

merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-

45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi

yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman,

2011).

Pembesaran kelenjar tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang,

hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.

Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma

adalah kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti

tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit

tiroid noduler. Menurut American Society for Study of Goiter membagi struma

menjadi 4 kelas yakni: Struma difusa non toksik, struma nodusa non toksik,

struma difusa toksik, struma nodusa toksik. Istilah toksik dan non toksik dipakai

karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti

hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada

perubahan bentuk anatomi.

Page 19: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

2.3 Klasifikasi Struma

2.3.1 Struma endemik (Simple goiter) – Eutiroid.

Struma hiperplastik difusa (area endemik dan struma pubertas). Stadium

akhir dari:

- Folikel-folikel terisi

- Struma koloid dengan koloid karena fluktuasi persisten kadar TSH nodul

- Struma nodular multiple.

2.3.2 Struma toksika

a. Primer – Struma toksika difusa – (penyakit Grave).

b.Sekunder (nodular)

- Struma nodular toksika

- Struma nodular non toksika.

2.3.3 Struma neoplastik.

a. Jinak.

b. Ganas.

2.3.4 Tiroiditis

a. Tiroiditis suburatif akut.

b. Tiroiditis sub akut.

c. Tiroiditis hasimoto.

d. Tiroiditis Riedel

(Sachdova, 1996).

2.4 Infiltrasi Limfosit

Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun

pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat

limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan

membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid

terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada

reseptor di membran sel ( Mestman JH et.al, 2013 ).

Page 20: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Tiroiditis limpocitik. Dua kelompok dari sel folikuler jinak tampak pada latar belakang limposit ( Mestman JH et.al, 2013 ).

Berdasarkan jurnal Onkologi tahun 2011, Kriteria skor histologi infiltrasi limfosit

tiroid dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:

0 : Tidak ada infiltrasi limfosit

1 : Insidental, efeknya sedikit mempengaruhi nodul .<1 per lapangan

pandang kecil (10-mm field diameter)

2 : Signifikan meluas tetapi pertengahan dalam ukuran [1 per lapangan

pandang besar (10-mm field diameter)

3 : Hashimoto tiroiditis, nodul signifikan meluas dan paling banyak

dihubungkan dengan perubahan sel Hurible dan fibrosis jaringan

(Wiseman, 2011).

Gambar 10. Skor histologi infiltrasi limfosit tiroid

Page 21: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Indeks Patologi Tiroid AITD (Karras et al, 2005)

Indeks Patologi

Perubahan Histopatologi

0 Tidak ada infiltrasi, kelenjar yang normal menunjukkan folikel utuh dengan lapisan sel epitel

1 Terjadi infiltrasi sel mononuklear dengan tingkat rendah, tidak jelas, sel mononuklear didistribusikan perivaskular

2 Infiltrasi sel mononuklear terlihat dengan jelas, mempengaruhi 10 sampai 40% kerusakan pada jaringan

3 Infiltrasi melibatkan 40 sampai 80% jaringan

4 Infiltrasi melibatkan lebih dari 80% jaringan

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui,

berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan

dalam patogenesis Penyakit Tiroiditis AutoImun yang biasa disebut Hashimoto

tiroiditis. Selanjutnya diketahui pula pada Hashimoto tiroiditis terjadi kerusakan

seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler

yang bekerja secara bersamaan.

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-

lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid,

mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi

karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking

dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.

Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi limfosit dan autoreaktif terhadap tiroid

sebagai mekanisme respon imun (Quaratino, 2004).

Infiltrasi sel limfosit pada penyakit ini memediasi kerusakan sel-sel pada

tiroid sehingga pada gambaran histopatologi tiroid yang mengalami AITD

menunjukkan adanya infiltrasi sel mononuklear, perubahan struktur dan bentuk

jaringan tiroid (Chistiakov dan Turakulov, 2003; Quarantino, 2004).

Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan

fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler

terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi

berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi.

Page 22: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat

stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen

spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin,

dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai ”thyroid

microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam

hormogenesis tiroid (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells

merupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak

menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut

berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit

dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa

studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid;

antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai

hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik (Rapoport B, McLachlan

SM, 2001).

Peranan antibodi anti-Tg dalam PTAI belum jelas; di daerah cukup

iodium, penentuan antibodi anti-Tg dilakukan sebagai pelengkap penentuan kadar

Tg, karena bila ada antibodi anti-Tg akan menganggu metode penentuan kadar Tg.

Sedangkan di daerah kurang iodium, penentuan kadar antibodi anti-Tg berguna

untuk mendeteksi PTAI pada penderita struma nodusa dan pemantauan hasil

terapi iodida pada struma endemik (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Page 23: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

Gambar 11. Patofisiologi Infiltrasi Limfosit Pada Kelenjar Tiroid

Skema kejadian autoimun pada tiroiditis Hashimoto. Pada tahap awal

inisiasi, Sel yang menghasilkan antigen (APC), yang ada sel dendrit dan

makrofag, menginfiltrasi kelenjar tiroid. Infiltrasi dapat terjadi karena ada faktor-

faktor lingkungan yang mempengaruhi (diet iodine, toksin atau infeksi virus, dan

lai-lain) yang menyebabkan pengeluaran tirosit dan melepaskan protein spesifik

dari tiroid. Protein ini berguna sebagai sumber dari peptida antigen diri yang

berada pada permukaan sel dari APC setelah proses. Meningkatnya sehubungan

dengan autoantigen, APC akan masuk ke kelenjar limfa kering. Fase central

dimulai dalam kelenjar limfa kering dimana terjadi interaksi anatar APC,

Page 24: Kelenjar Tiroid Anatomi, Fisiologi

Universitas Sumatera Utara

autoreaktif(AR), dan sel T (yang menjadi daya tahan dari hasil disregulasi atau

breakage dari toleransi imun dan sel B yang merupakan hasil dari produksi

autoantibodi tiroid. Pada tahap selanjutnya, antigen memproduksi limfosit B, sel T

sitotoksik, dan makrofag menginfiltrasi dan berkumpul di dalam tiroid melalui

ekspansi klon limfosit dan propagasi dari jaringan limfa yang berada pada

kelenjar tiroid. Proses ini biasanya disebut dengan mediasi dari T helper tipe 1

(TH1) sel yang mengatur sekresi sitokin (interleukin-12, interferon dan daktor

nekrotik tumor). Pada tahap akhir, generasi autoreaktif dari sel T, sel B dan

antibodi menyebabkan deplesi massive dari tirosit melalui antibodi dependent,

sitokin mediate dan mekanisme apoptosis yang menjadi hipotiroid dan penyakit

hashimoto tiroiditis (Chistiakov, 2005).


Top Related