KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI CCTV DALAM TINDAK
PIDANA KEKERASAN YANG MENYEBABKAN LUKA
(Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Nomor :
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST)
SKRIPSI
Oleh :
SISWANTI DETA P
E1A010167
KEMENTERIANPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
ABSTRAK
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI CCTV DALAM TINDAK
PIDANA KEKERASAN YANG MENYEBABKAN LUKA
(Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.
JKT.PST.)
Oleh :
SISWANTI DETA. P.
E1A010167
Pembuktian merupakan proses untuk menentukan hakikat adanya fakta-fakta
masa lalu yang tidak terang menjadi terang yang berhubungan dengan adanya tindak
pidana. Tata cara pembuktian berpedoman pada Pasal 183 KUHAP dan Pasal 184
KUHAP. Yang mana sistem pembuktian menganut sistem teori negatif, sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim akan menghasilkan putusan.
Alat bukti tidak hanya diatur didalam KUHAP tetapi diatur pula diluar KUHAP.
Seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. terdapat suatu rekaman CCTV dijadikan sebagai alat
bukti sah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, CCTV tidak dapat begitu saja diterapkan
sebagai alat bukti yang sah dimata hukum. Dalam proses yang terdapat dalam putusan
tersebut memuat kejadian yang terjadi. Menunjuk pada putusan terdapat rekaman
video CCTV yang menjadi alat bukti sah sesuai dengan pertimbangan hakim dan alat
bukti yang sah lainnya, yaitu keterangan saksi.
Kata kunci: pembuktian, video CCTV, Tindak Pidana Kekerasan Yang Menyebabkan
Luka
iv
ABSTRACT
THE STRENGHT OF THE AUTHENTICATION OF CCTV ON VIOLENCE
CAUSED INJURY CRIMINAL CASE
(The Juridical Consideration of The Final Finding of The State Court Number:
2040/Pid.B/2012/PN. JKT.PST )
By
SISWANTI DETA. P.
E1A010167
The authention is a process to determine the nature of offense. Authention
procedures based on “pasal” (regulation) 183 KUHAP and regulation Pasal 184
KUHAP. Proof system which adopts a negative theory, at least teo valid evidence and
conviction judge’s decision will result. Evidence not only regulated inside the
KUHAP but also regulates the outside of the KUHAP, such as stated on Indonesion
Constitution (UU) No. 11 Year of 2008 about Information and Electronic Transaction.
Related to the State Court Number 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. there isi a
CCTV recording be used as valid evidence in accordance with the provinsions of law
No. 11 Years of 2008 about Information and Electronic Transaction. However, CCTV
can’t simply be applied as valid evidence in the eyes of the law. In the process
contained in the decision, includes events that occurred. Considering to the final
finding statement that there is a recorded CCTV as a legal eveidance considering to
the Jugde, the other legal evidence and the witnesses.
Key word: Authentication, CCTV Recording, Violence Caused Injury Criminal Case.
v
PERSEMBAHAN
1. Terkhusus untuk Alm. Ayah saya, Siswandi yang sudah berada di surga. Yang
selalu memberikan saya inspirasi dan “Ayah, ini cita-cita ayah sudah saya
kabulkan dengan memiliki gelar seorang Sarjana Hukum, semoga Ayah melihat
kerja keras saya selama ini di Surga ya.” Terima Kasih pula untuk Alm. Gerry
adik saya yang sudah mengisi hari-hari saya walau hanya 5 bulan.
2. Seluruh keluarga, kakak saya Ery Supriono, Dwi Siswanti, Ary Tri Wibowo, dan
Siswanti Catur Rini yang selalu mendoakan saya;
3. Untuk kakak ipar saya, Nitasari S.E., Aris Sukirno, dan Fitroh Ayu Ciptaning
Gusti, Am.d yang telah memberikan semangat kepada saya;
4. Untuk keponakan saya yang selalu membuat saya tersenyum setiap harinya,
Agustian Wanda Rahmadhani dan keponakan-keponakan saya yang akan hadir ke
dunia;
5. Untuk Kekasih (Tunangan) saya, Dhian Laksana Putra Pamungkas, S. H yang
senantiasa memberikan doa, dan dukungan bagi saya serta selalu mendampingi
saya di saat saya susah maupun senang;
6. Teman-teman penulis, Pidar Khaulan Kharima, S.H., Awengi Retno Dumila,
Aktia Deni Lestari, Dien Kalpika Kasih, Purwika Meyta A, Dyah Tantri Tillotami
dan Sosialita Group Adventine Puput Putu Aryani, S.H., Dea Nidya Ganatika,
S.H., Sandy Ginatik dan Ulfi Lutfiana yang telah memberikan doa dan semangat
kepada penulis. Teman-teman PBMH, Kelas C dan teman-teman yang lainnya
yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis;
7. Teman-teman KKN POSDAYA Kec. TAMBAK Desa Prembun;
8. Semua teman-teman angkatan 2010 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI CCTV DALAM TINDAK
PIDANA KEKERASAN YANG MENYEBABKAN LUKA (Tinjauan Yuridis
Putusan Pengadilan Negeri Nomo r: 2040/Pid.B/2012/PN. JKT.PST.) Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Angkasa, S. H., M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman;
2. Sanyoto, S.H., M. Hum, selaku Kepala Bagian Hukum Acara;
3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M. H., selaku Pembimbing Skripsi I yang
memberikan saya motivasi, arahan, dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini;
4. Pranoto, S. H., M. H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
vii
5. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M. H., selaku Dosen Penguji Skripsi saya yang
memberi masukan dan bimbingan bagi kesempurnaan skripsi penulis dan
kuliahannya yang membuat saya termotivasi untuk menjadi lebih
mengerti perkembangan hukum;
6. Kedua Orang Tua saya tercinta, Alm. Siswandi dan Sukowati yang tidak
pernah habis memberikan doa, kasih sayang, pengorbanan, dorongan dan
semangat dari saya kecil hingga dewasa dan sepanjang penulisan skripsi
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur.
Namun, dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus sumbang saran
maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun, sangat penulis
harapkan.Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi kita
semua.
Purwokerto, 15 Agustus 2014
Penulis
viii
HALAMAN MOTTO
“An action is the foundation of a success.”
Sebuahtindakanadalahdasardarisebuahkesuksesan
“One word in my life is BELIEVE”
Believe for Alloh, Believe for Parents, and Believe for my
life”
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN …………………………………………… iii
ABSTRAK …………………………………………………………… iv
ABSTRACT …………………………………………………………… v
PERSEMBAHAN ………………………………………………….... vi
PRAKATA …………………………………………………………… vii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………… ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah …………………………………… 9
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 10
D. Kegunaan Penelitian …………………………………… 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti CCTV
1. Pengertian Pembuktian …………………………… 12
2. Macam-macam AlatBukti KUHAP …………………… 14
3. Macam-macam Sistem Pembuktian …………………… 20
B. Rekaman Video CCTV
1. Pengertian Closed Cirsuit Television (CCTV) …… 23
2. Kedudukan CCTV …………………………………… 25
3. CCTV sebagai Alat Bukti Sah …………………… 31
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Pendekatan …………………………………………... 38
2. Spesifikasi Penelitian …………………………………………... 38
3. Lokasi Penelitian …………………………………………... 39
4. Jenis Data …………………………………………………... 39
5. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 40
6. Metode Penyajian Data …………………………………… 40
7. Metode Analisa Data …………………………………………… 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………… 42
B. Pembahasan …………………………………………………… 63
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan …………………………………………………… 75
B. Saran …………………………………………………………… 77
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum materiil seperti yang terjelma dalam Undang-Undang atau
yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang
bagaimana selayaknya berbuat dalam masyarakat. Dengan telah disahkannya
Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjadi Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
yang sering disebut dengan sebutan KUHAP, membawa perubahan yang
mendasar bagi hukum acara pidana Indonesia.
Dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
mengungkapkan suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan
seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara
tersebut. Tujuan hukum acara pidana dapat dibaca pada Pedoman
Pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana yang diterbitkan oleh Menteri Kehakiman adalah sebagai berikut:
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan hukum pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan selanjutnya meminta dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
2
orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan pada tahap persidangan perkara tersebut1.” Berdasarkan kalimat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum
acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur, dan tepat dengan tujuan siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan
dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Menurut Mr. J. M. Van Bemmelen2 dalam bukunya leerboek van her
Nederlandse Straf Frocesrecht, menyimpulkan bahwa tiga fungsi pokok acara
pidana adalah:
a. Mencari dan menemukan kebenaran; b. Pengambilan putusan oleh hakim; c. Pelaksanaan daripada putusan.
Ketiga fungsi tersebut yang paling penting adalah mencari kebenaran
karena merupakan tumpuan dari kedua fungsi berikutnya, setelah menemukan
kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan barang bukti maka, hakim
akan sampai kepada putusan yang seharusnya adil dan tepat yang kemudian
dilaksanakan oleh jaksa. Dimana tujuan hukum acara pidana adalah mencapai
suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam
masyarakat.
1 Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 7-8 2 Ibid. Hlm. 8-9
3
Usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari
kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari
adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang. Hal ini
sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No.
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan bahwa:
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan karena alat bukti yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut diatas, maka dalam proses
penyelesaian perkara pidana penegakan hukum wajib mengusahakan
pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani
dengan selengkap mungkin.
Proses pemeriksaan di sidang pengadilan terdapat proses pembuktian.
Pembuktian yang dilakukan berdasarkan argumentasi atau dalil yang
didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaaan perkara.
Didalamnya terkait erat dengan persoalan hak-hak hukum dan bahkan hak
asasi setiap orang atau pihak-pihak yang dipersangkakan telah melakukan
pelanggaran hukum.
Terlebih dalam hukum pidana dimana seorang dapat didakwa telah
melakukan perbuatan pidana tertentu, yang apabila berdasarkan alat bukti
yang diajukan disertai dengan keyakinan hakim menyatakan bersalah,
padahal sebenarnya ia tidak bersalah, sehingga putusan hakim berdasarkan
pembuktian yang dilakukan itu dapat menyebabkan orang yang bersalah
4
bebas tanpa ganjaran, sedangkan orang yang sama sekali tidak bersalah
menjadi terpidana dengan cara yang tidak adil. Oleh sebab itu, metode
pembuktian yang dikembangkan oleh hakim haruslah benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga dapat sungguh-sungguh menghasilkan
keadilan.
Pembuktian merupakan proses untuk menentukan hakikat adanya
fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang
logis terhadap fakta-fakta masa lalu yang tidak terang menjadi terang yang
berhubungan dengan adanya tindak pidana. Tata cara pembuktian
berpedoman pada Pasal 183 KUHAP, dan dalam tahap pembuktian tersebut
akan ditentukan terbukti atau tidaknya seorang terdakwa melakukan
perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum.
Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP, dapat dipahami bahwa
pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh Hakim apabila terdapat sedikitnya
dua alat bukti yang sah dan menimbulkan keyakinan hakim, bahwa perbuatan
pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa. Adapun alat bukti yang sah
sebagaimana dimaksud diatas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan
perundang-undangan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP.
Alat bukti yang sah dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merumuskan:
a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan Terdakwa.
5
Usaha dalam memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana seringkali para penegak
hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat
diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan
atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat
penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-
lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.
Sistem pembuktian yang dianut oleh Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana ialah teori sistem pembuktian menurut
Undang-Undang secara negative (negatief wettelijke bewijs theorie), yang
dalam hal ini keyakinan hakim tetap ada, tetapi bukan atas keyakinan itu saja
yang menjadi pembuktian final melainkan menjadi dasar pertimbangan untuk
menilai apakah alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang (limitatif)
sudah terpenuhi dan pembuktian merupakan proses untuk menentukan
hakikat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan
pikiran yang logis terhadap fakta-fakta yang lalu yang tidak terang menjadi
terang yang berhubungan dengan tidak pidana, pembuktian dalam acara
pidana sangat penting karena nantinya akan terungkap kejadian yang
sebenarnya berdasarkan berbagai macam alat bukti yang ada dalam
persidangan.
Perkembangan era globalisasi sekarang ini, perkembangan
teknologi yang semakin pesat menuntut aturan hukum untuk berperan secara
fleksibel dengan perkembangan teknologi. Teknologi terkadang dapat
6
membantu manusia dalam mempermudah melakukan sesuatu hal. Terkadang
pula teknologi dapat mempersulit manusia dalam mendapatkan sesuatu hal
bahkan menjerumuskan manusia ke perbuatan yang bernilai negatif. Terkait
dengan pembuktian dalam persidangan, salah satunya mengenai perluasan
alat bukti yang sah diatur dalam KUHAP, sehingga membuat pengertian alat
bukti yang limitatif dalam KUHAP menjadi sempit. Maka dari itu penulis
akan membahas mengenai teknologi yang sedang berkembang bagaimana
suatu hasil perkembangan teknologi adalah suatu bukti dalam pembuktian,
dimana dalam Pasal 184 KUHAP tidak diatur mengenai alat bukti CCTV
tersebut, bagaimana kedudukan alat bukti CCTV tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka, Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan beberapa peraturan perundang-undangan yang disesuaikan
dengan perkembangan kejahatan di era teknologi informasi dewasa ini. Salah
satunya dengan pengakuan alat bukti elektronik didalam hukum pidana
Indonesia sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generalis yang
dimungkinkan, walaupun alat bukti elektronik belum terdapat pengaturannya
pada hukum acara pidana Indonesia tetapi terdapat pada Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-
Undang ini akan memberikan perluasan arti alat bukti yang sah menurut
hukum acara yang berlaku di Indonesia, walaupun tidak menerangkan secara
jelas dimana pasal yang mengatur mengenai CCTV.
Agar dapat melakukan investigasi yang benar terhadap alat bukti
informasi dan transaksi elektronik, maka diperlukan adanya sisi positif dalam
7
kemajuan dibidang komputer. Yang berarti bahwa ilmu pengetahuan dalam
teknologi komputer dibutuhkan untuk memeriksa, menganalisis setiap barang
bukti digital yang satu dengan yang lain, sehingga kejahatan tersebut dapat
mudah dilacak dan mendapatkan titik terang, aplikasi tersebut dikenal dengan
istilah digital forensic.3
Menurut Mohammad Nuh Al-Azhar4, adanya klasifikasi digital forensic atau spesialisasi digital forensic yang memiliki cakupan luas, sehingga pengelompokannya berdasarkan pada bentuk fisik maupun bentuk logis dari barang bukti yang diperiksa atau dianalisis, sebagai berikut:
1. Computer Forensic , yaitu berkaitan dengan barang bukti komputer pribadi;
2. Mobile Forensic, berkaitan dengan barang bukti elektronik berupa handphone atau smartphone;
3. Audio Forensic; 4. Video Forensic, berkaitan dengan barang bukti berupa rekaman
video, yang biasanya berasal dari kamera CCTV. Rekaman CCTV ini diperiksa berdasarkan kegiatan pelaku kejahatan yang sempat terekam dalam kamera tersebut. Rekaman ini kemudian dianalisis untuk mengambil screenshot dari wajah pelaku atau plat nomor polisi dari mobil yang dicurigai;
5. Image Forensic; 6. Cyber Forensic.
Terkait dalam proses pembuktian kasus kekerasan yang menyebabkan
luka yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. tercantum adanya suatu alat bukti yang
berupa CCTV, dimana didalam rekaman video tersebut menerangkan atau
menjelaskan kejadian yang terjadi sebenarnya. Analisis terhadap alat bukti
tersebut diperlukan didalam penyidikan terhadap tindak pidana ini, yang
bertujuan untuk mengetahui atau menyelidiki apakah benar terdakwa
melakukan kekerasan yang menyebabkan luka atau tidak. Dalam proses 3 Muhammad Nur Al-Azhar. 2012. Digital Forensic: Panduan Praktis Investigasi Komputer. Jakarta: Salemba Infotek. Hlm. 17. 4 Ibid. Hlm. 25-26.
8
pemeriksaan disidang pengadilan terdapat proses pembuktian yang tercantum
dalam Pasal 183 KUHAP, yang merumuskan:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benra terjadi dan bahwa terdakwala yang bersalah melakukannya.” Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merumuskan:
“Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.”
Artinya, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan harus menemukan
minimal 2 (dua) alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP dan
keyakinan hakim, maka Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-
adilnya, dimana pembuktian yang dilakukan adalah berdasarkan argumentasi
atau dalil yang didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam
pemeriksaan perkara, ini merupakan bagian yang paling penting dalam
hukum acara di pengadilan.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk memuat rekaman setiap
informasi adalah Closed Circuit Televicion atau yang lebih dikenal dengan
nama CCTV, yang mana penggunaannya tidak hanya untuk pemantauan
tetapi juga sebagai alat bukti. Beberapa masalah yang dibahas mengenai
kedudukan CCTV sebagai alat bukti elektronik yang ditinjau dari hukum
pidana Indonesia, standarisasi penggunaan data atau informasi mengenai alat-
9
alat bukti elektronik, dan kendala-kendala dalam penggunaan CCTV sebagai
alat bukti elektronik.
Dikaitkan dengan kasus diatas menyatakan bahwa teknologi
memberikan dampak yang positif bagi setiap pihak sehingga timbulnya
keadilan dalam pengambilan putusan akhir. Sehingga membuat Hakim
memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi para pihak, agar para pihak
sama-sama tidak merasa dirugikan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “KEKUATAN
PEMBUKTIAN ALAT BUKTI CCTV DALAM TINDAK PIDANA
KEKERASAN YANG MENYEBABKAN LUKA (Tinjuan Yuridis
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST).”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas maka yang menjadi permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti CCTV dalam Tindak
Pidana Kekerasan yang menyebabkan luka dalam Putusan Nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST?
2. Bagaimana dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan dalam
Putusan Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST?
10
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti CCTV dalam Tindak
Pidana Kekerasan yang menyebabkan luka dalam Putusan Nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST.
2. Mengetahui dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan dalam
Putusan Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan
pengetahuan hukum dalam bidang acara pidana terutama dalam
penggunaan bukti CCTV untuk mengungkapkan kekerasan yang
menyebabkan luka dan dapat mengetahui dasar pertimbangan hukum
hakim dalam menjatuhkan putusan.
2. Kegunaan Praktis
a. Dapat memberikan data dan informasi mengenai bidang ilmu yang
telah diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam
praktek;
b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta
pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat pada
hal yang sama;
11
c. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan
analisis penulis, khususnya dalam Hukum Acara Pidana;
d. Untuk memperoleh data yang akan dipergunakan oleh penulis
dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapi gelar
sarjana jurusan Ilmu Hukum Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti CCTV
1. Pengertian Pembuktian
Pembuktian merupakan proses penting dalam pemeriksaan sidang
di pengadilan. Melalui pembuktian ini lah ditentukan nasib terdakwa,
apakah ia bersalah atau tidak. Dalam hal pembuktian, hakim perlu
memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa. Kepentingan
masyarakat berarti seseorang telah melanggar ketentuan perundang-
undangan, ia harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan
kesalahannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan terdakwa
adalah terdakwa harus tetap diperlakukan adil sehingga tidak ada
seorang pun yang tidak bersalah akan mendapatkan hukuman atau
sekalipun ia bersalah ia tidak mendapat hukuman yang berat (dalam hal
ini terkandung asas equality before the law).5 Oleh karena itu, para
hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan
mempertimbangkan masalah pembuktian.
Pembuktian dalam acara pidana sangat penting karena nantinya
akan terungkap kejadian yang sebenarnya berdasarkan berbagai macam
alat bukti yang ada dalam persidangan.
5 Luhut MP Pangaribuan. 2005. Hukum Acara Pidana: Surat-surat Resmi di Pengadilan oleh Advocat. Jakarta: Djambatan. Hlm. 3-4.
13
Menurut M. Yahya Harahap6, Pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan.
Penjelasan Pedoman Pelaksanaan KUHAP dikatakan, tujuan
hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Mencari kebenaran
material itu tidaklah mudah, hakim yang memeriksa suatu perkara yang
menuju ke arah ditemukannya kebenaran materiil, akan tetapi usaha
hakim menemukan kebenaran materiil itu dibatasi oleh surat dakwaan
jaksa. Hakim tidak dapat menuntut supaya jaksa mendakwa dengan
dakwaan lain atau menambah perbuatan yang didakwakan. Dalam batas
surat dakwaan itu, hakim harus benar-benar tidak boleh puas dengan
kebenaran formal. Untuk memperkuat keyakinannya, hakim dapat
meminta bukti-bukti dari kedua pihak, yaitu terdakwa dan penuntut
umum, begitu pula saksi-saksi yang diajukan kedua pihak7.
Sebelum masuk dalam persidangan, sebenarnya dalam hal
pembuktian pengumpulan bukti tindak pidana sudah dilakukan dalam
proses penyidikan tersebut dilakukan pengumpulan bukti untuk
meyakinkan bahwa tindakan tersebut tindak pidana atau bukan.
6 M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan Banding . Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 252. 7 Andi Hamzah. Op.Cit. Hlm. 8.
14
2. Macam-Macam Alat Bukti KUHAP
Untuk menentukan suatu kebenaran yang obyektif, harus
menggunakan alat bukti.
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat
digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan
hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan
oleh terdakwa.8
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka dinilai sebagai alat
bukti dan yang dibenarkan mempunyai “kekuatan hukum”, hanya
terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP. Dengan kata lain, sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah
limitatif atau terbatas pada yang ditentukan saja.
Kekuatan pembuktian diatur dalam Pasal 183 KUHAP dengan
asas unus testis nullus testis. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan
hakim. Kekuatan Pasal 183 KUHAP adalah sebagai berikut:
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
8 Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses. Hlm. 23.
15
Proses pemeriksaan pada acara pidana diperlukan ketentuan-
ketentuan dalam hukum acara pidana yang terlihat dalam acara
pemeriksaan biasa yang terkesan sulit pembuktiannya dan
membutuhkan penerapan hukum yang benar dan pembuktian yang
obyektif serta terhindar dari rekayasa para pelaksana persidangan.
Untuk menemukan suatu kebenaran yang obyektif maka diperlukannya
alat bukti.
Alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang diatur dalam
Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 terdiri dari9:
a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan Terdakwa.
Ad. a. Keterangan Saksi
Pada umumnya semua orang bisa menjadi saksi. Pengecualinnya
terdapat dalam Pasal 168 KUHAP yang merumuskan bahwa:
a. Keluarga sedarah atau smenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Pengertian keterangan saksi dapat ditemukan dalam Pasal 1 butir
27 KUHAP merumuskan bahwa:
9 Andi Hamzah. Op.Cit. Hlm. 259-281.
16
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya.”
Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah
dan kuat maka sebelumnya saksi memberikan keterangan terlebih
dahulu wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya
masing-masing, hal ini tercantum dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP.
Pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak, dapat dibaca dalam
Pasal 161 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Pasal 161 ayat (1) KUHAP merumuskan bahwa:
“Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari”
Pasal 161 ayat (2) KUHAP merumuskan bahwa:
“Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah terlampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka ketrangan yang telah diberikan merupakan keterangan telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim”.
Penjelasan Pasal 161 ayat (2) KUHAP tersebut menunjukkan
bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak.
“Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji , tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim”.
17
Ini berarti tidak merupakan kesaksian menurut undang-undang,
bahkan juga tidak merupakan petunjuk, karena hanya dapat memperkuat
keyakinan hakim. Sedangkan kesaksian atau alat bukti yang lain
merupakan dasar atau keyakinan hakim. Pasal 184 ayat (4) KUHAP
mengatakan bahwa keterangan saksi beberapa saksi yang berdiri sendiri-
sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai
suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya
satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan
adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
f. Keterangan Ahli
Terdapat dalam Pasal 1 butir 28 KUHAP merumuskan bahwa:
“Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaaan.” Pasal yang mengatur tentang keterangan ahli terdapat dalam:
a. Pasal 120 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian
khusus;
b. Pasal 132 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian
tentang surat dan tulisan palsu;
c. Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 176 KUHAP, untuk
menentukan korban luka keracunan atau mati adalah ahli
kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya.
Keterangan dari ahli diketahui bahwa yang dimaksud dengan
keahlian ialah ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) oleh
18
seseorang, sedangkan ilmu pengetahuan diperluas pengertiannya yang
meliputi kriminalistik. Oleh karena itu, sebagai ahli seseorang dapat
didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut
pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.
Keterangan Ahli identik dengan visum et repertum10.
Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, tetapi sulit
dibedakan dengan tegas. Kadang-kadang seorang ahli merangkap pula
sebagai saksi. Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan
seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan
keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal
yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal
tersebut.11
g. Surat
Pengertian surat terdapat dalam Pasal 187 KUHAP yang terdiri
dari empat ayat. Yang mana setiap ayat mengandung isi, ayat pertama
berisi surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang,
memuat tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan tersebut. Ayat
kedua berisi surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan
yang tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan pembuktian sesuatu
hal atau sesuatu keadaan. Ayat ketiga berisi mengenai surat keterangan
ahli yang memuat berdasarkan keahliannya dalam hal atau keadaan yang
10 Ibid. Hlm. 272-274. 11 Wirjono Prodjodikoro.1967.Hukum Atjara Pidana di Indonesia.Jakarta:Bulak Sumur.Hlm.87-88
19
diminta secara resmi. Ayat keempat memuat surat lain yang hanya
berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Sesuai dengan jiwa KUHAP, kepada hakimlah diserahkan
pertimbangan tersebut. Dalam hal ini hanya akta autentik yang dapat
dipertimbangkan, sedangkan surat dibawah tangan tidak dipakai lagi
dalam hukum acara pidana. Tetapi selaras dengan Pasal 187 butir d
KUHAP, menurut Andi Hamzah surat dibawah tangan masih memiliki
nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
h. Petunjuk
Pengertian petunjuk terdapat dalam Pasal 188 KUHAP yang
merumuskan bahwa:
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”
Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa. Terlebih jika diperhatikan pada Pasal 188 ayat (1)
KUHAP yang mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
i. Keterangan Terdakwa
Tercantum dalam Pasal 189 KUHAP yang mana keterangan
terdakwa adalah keterangan yang diberikan oleh terdakwa untuk
20
menjelaskan perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau
alami sendiri.
Mengacu pada KUHAP mengenai informasi yang disimpan
secara elektronik, termasuk CCTV, tidak dapat diajukan sebagai alat
bukti berdasarkan KUHAP. KUHAP juga tidak mengatur bagaimana
legalitas prin out (hasil cetak) sebagai alat bukti atau tata cara perolehan
dan pengajuan informasi elektronik sebagai alat bukti.
3. Macam-Macam System Pembuktian
Pembuktian merupakan hal yang terpenting dalam acara pidana.
Pembuktian perlu dilakukan untuk membuktikan bersalah atau tidaknya
seseorang terdakwa melewati pemeriksaan yang dilakukan didepan
sidang pengadilan. Untuk melaksanakan suatu pembuktian, haruslah
terdapat alat-alat bukti yang sah. Alat-alat bukti pada akhirnya akan
meyakinkan hakim dalam menemukan kebenaran materiil.
1. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang
Secara Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie)
Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan
kepada undang-undang melulu . Artinya jika telah terbukti
suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh
undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama
sekali. Sistem ini juga disebut dengan sistem formal. Teori ini
sudah tidak mendapat penganut lagi, dikarenakan terlalu
21
banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut
dengan undang-undang.
2. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim
Melulu
Teori ini juga disebut dengan conviction intime. Teori
tersebut didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri
ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang
didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan
tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang.
Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Prancis. Sistem ini
memberikan kebebasan kepada hakin terlalu besar, sehingga
sulit diawasi. Disamping itu, terdakwa atau penasihat
hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan.
3. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas
Alasan yang Logis (Laconviction Raisonne)
Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seorang
bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan
kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan sautu
kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan
pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan
suatu motivasi. Teori ini juga disebut dengan pembuktian bebas
untuk menyebutkan alsan-alasan keyakinannya. Teori tersebut
terpecah menjadi dua, yaitu pembuktian berdasar keyakinan
22
hakim atas alasan yang logis dan yang kedua adalah teori
pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif.
Persamaan antara keduanya yaitu sama-sama berdasar atas
keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana
tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah.
Perbedaannya yaitu pertama berpangkal tolak pada keyakinan
hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu
kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan pada undang-
undang tetapi berdasarkan pada ilmu pengetahuan hakim
sendiri. Sedangkan yang kedua yaitu berpangkal pada aturan-
aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh
undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan
hakim.
4. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif
(Negatief Wettelijk)
Teori ini dapat disimpulkan dalam Pasal 183 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981, bahwa pembuktian harus
didasarkan kepada undang-undang, yaitu alat bukti yang sah
tersebut dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari
alat-alat bukti tersebut.12
12 Andi Hamzah.Op.Cit.hlm. 247-253.
23
B. Rekaman Video CCTV
1. Pengertian Closed Circuit Television (CCTV)
Salah satu jenis barang bukti yang sering diterima untuk dianalisis
lebih lanjut secara digital forensic adalah barang bukti berupa rekaman
video. Rekaman video tersebut bisa berasal dari kamera Closed Circuit
Television (CCTV), handycam, kamera digital yang memiliki fitur video
dan handphone. Seiring dengan banyaknya peralatan teknologi tinggi
tersebut yang dimiliki oleh masyarakat, maka sangat memungkinkan jenis
barang bukti tersebut akan diterima oleh para analis digita l forensic untuk
diperiksa dan dianalisis lebih lanjut secara digital forensic. Masyarakat
biasanya menggunakan video recorder (misalnya handycam, handphone,
atau kamera digital) untuk mengabadikan momen-momen yang dianggap
berharga bagi mereka atau bisa juga menggunakan kamera CCTV untuk
kepentingan perlindungan keamanan bisnis mereka13.
Closed Circuit Televicion (CCTV) adalah alat perekaman yang
menggunakan satu atau lebih kamera video dan menghasilkan data video
atau audio. Closed Circuit Television (CCTV) memiliki manfaat sebagai alat
untuk dapat merekam segala aktifitas dari jarak jauh tanpa batasan jarak,
serta dapat memantau dan merekam segala bentuk aktifitas yang terjadi
dilokasi pengamatan dengan menggunakan laptop secara real time dari
mana saja, disamping itu juga dapat merekam seluruh kejadian secara 24
13 Muhammad Nuh Al-Azhar. Op.Cit. Hlm. 177.
24
jam, atau dapat merekam ketika terjadi gerakan dari daerah yang
terpantau14.
CCTV dalam kasus tertentu memiliki peranan yang sangat penting
untuk mengungkap kasus atau menunjukan keterlibatan seseorang dengan
kasus yang diinvestigasi. Dari CCTV, perilaku orang dapat terlihat melalui
kamera CCTV selama 24 jam. Dengan prosedur penanganan barang bukti
CCTV yang benar kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan dan analisis
hash , istilah ini digunakan untuk merujuk penggunaan istilah sidik jari
dalam dunia olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang sebenarnya.
Selanjutnya menggunakan analisis metadata, didefinisikan sebagai “data
mengenai data”, artinya data-data kecil yang di-encoded sedemikian rupa
yang berisikan data besar yang lengkap tentang sesuatu.
Dilanjutkan dengan teknik pembesaran, yang diimplementasikan
ketika digital forensic analyst berhubungan dengan rekaman video yang
berasal dari kamera CCTV. Proses pembesaran yang dilakukan terhadap
objek yang ada di dalam rekaman CCTV yang dipengaruhi oleh dimensi
objek, jarak objek dengan kamera CCTV, intensitas cahaya, dan resolusi
kamera, maka pembesaran terhadap objek yang ada didalam rekaman
kamera CCTV tersebut dapat dilakukan secara maksimal. Jika keempat
syarat terpenuhi, maka pembesaran terhadap objek yang ada didalam
rekaman kamera CCTV tersebut dapat dilakukan secara maksimal. Untuk
14http://www.ras-eko.com/2013/04/pengertian-closed-circuit-television.html diakses Selasa, 6 Mei 2014.
25
proses pembesaran objek, rekaman video harus memiliki kualitas yangt
bagus. Jika rekaman tersebut masih kurang cahaya, sedikit jelas (blurred)
dan sedikit tidak stabil, maka rekaman tersebut harus dipertinggi kualitasnya
(enhancement). Ada banyak cara untuk meningkatkan suatu kualitas
rekaman, ada salah satu menggunakan aplikasi vReveal yang dikembangkan
MotionSP, dengan aplikasi ini suatu rekaman video dapat diproses dengan
mudah untuk meningkatkan kualitasnya mulai dari deinterlace (proses
menghilangkan garis-garis gambar yang bersifat tidak linear), sharpen
(memperjela s titik-titik gambar yang blurred, auto white balance
(merapikan warna-warna yang bersifat tidak natural), fill light (menambah
intensitas cahaya lingkungan), stabilize (membuat video yang bergoyang
menjadi stabil), clean (menghilangkan noise artifacts seperti grain/butiran,
p9ellation, jagged edges, dll), atau auto contrast (meningkatkan tingkat
kontras rekaman, vivid colors (meningkatkan tingkat pewarnaan(, dan lain-
lain15.
2. Kedudukan CCTV
Proses persidangan suatu perkara akan melalui tahap pembuktian,
hal ini sebuah bukti akan diajukan, dimana alat bukti tersebut dapat
menentukan bagaimana isi putusan tersebut, kedudukan sebuah bukti yang
diajukan sangat menentukan pertimbangan hakim dalam memberikan
keputusannya.
15 Muhammad Nuh Al-Azhar. Op.Cit. Hlm. 178-192.
26
Menurut Andi Hamzah16 mengatakan: Barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik. Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti, yaitu: a. Merupakan objek materiil; b. Berbicara untuk diri sendiri; c. Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana
pembuktian lainnya; d. Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan
terdakwa.
Kecenderungan terus berkembangnya teknologi membawa berbagai
implikasi yang harus diantisipasi dan diwaspadai, maka terdapat upaya yang
telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-Undang No.
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun dengan
lahirnya Undang-Undang tersebut belum semua permasalahan menyangkut
masalah Informasi dan Transaksi Elektronik dapat ditangani. Persoalan
tersebut antara lain dikarenakan:
a. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata Undang-
Undang-Undang ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna
teknologi informasi dan praktisi hukum;
b. Berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan
penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat diidentifikasi dalam
rangka antisipasi terhadap pemecahan berbagai persoalan teknis
yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk
penyusunan berbagai peraturan pelaksana;
16 Andi Hamzah. Op.Cit. Hlm. 254.
27
c. Pengayaan akan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral
(rezim hukum baru) akan makin menambah semarak dinamika
hukum yang akan menjadi bagian system hukum nasional.17
Perkembangan membuat klasifikasi mengenai barang bukti semakin
kompleks, jika mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, maka terdapat sebuah barang bukti
elektronik dan barang bukti digital sebagai berikut:
Barang bukti Elektronik, jenisnya meliputi: a. Computer PC, laptop/notebook, netbok, tablet; b. Handphone, Smartphone; c. Flashdisk/thumbdrive; d. Floppydisk; e. Harddisk; f. CD/DVD; g. Router,Swich; hub; h. Kamera Video, CCTV; i. Kamera Digital; j. Music/Video Player, dan lain-lain.
Barang Bukti Digital Barang bukti dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dikenal dengan istilah Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik, contohnya: a. Logical File, yaitu file-file yang masih ada dan tercatat di file
system yang sedang berjalan di suatu partisi; b. Deleted file; c. Lost file; d. File slack; e. Log file; f. Encrypted file; g. Steganography file; h. Office file; i. Audio file; j. Video file, yaitu file yang memuat rekaman video baik dari
kamera digital, handphone, handycam, maupun CCTV. File video ini sangat memungkinkan memuat wajah pelaku kejahatan
17 Ahmad M Ramli. 2008. Dinamika Konvergensi Hukum Telematika Dalam System Hukum Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol 5 No. 4.
28
sehingga file ini perlu dianalisis secara detail untuk memastikan bahwa yang ada file tersebut adalah pelaku kejahatan;
k. Image file; l. Email; m. User ID dan Password; n. Short Message Service (SMS); o. Multimedia Message Service (MMS); p. Call logs18.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara barang bukti elektronik dengan barang bukti digital.
Barang bukti elektronik berbentuk fisik, sementara barang bukti digital
memiliki isi yang bersifat digital.19
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik terdapat perluassan dari pengertian alat bukti yang
terdapat dalam KUHAP. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik berada
diwilayah hukum Indonesia maupun luar wilayah hukum Indonesia yang
memiliki akibat hukum diwilayah hukum Indonesia atau diluar wilayah
hukum Indonesia.
Rekaman Video CCTV dapat digolongkan sebagai informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik berdasarkan Undang-Undang No.
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang
tercantum pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4), yang merumuskan bahwa:
“Informasi Elektronik adalah suatu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
18 Mohammad Nuh Al-Azhar. Op.Cit. Hlm. 27-29. 19 Ibid. Hlm. 29.
29
rancangan, foto, Electronic Data Interchange (IDE), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kodem akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Pasal 1 ayat (4), yang merumuskan: “Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh barang yang mampu memahaminya.”
Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menegaskan bahwa :
“Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya, merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.” Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, merumuskan bahwa: (1)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (2)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4)Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis;dan b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undnag
harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
30
Pasal 44 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik merumuskan:
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Perundang-Undangan; dan b. Alat bukti lain berupa Informasi dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pemahaman “perluasan” tersebut dihubungkan dengan Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Perluasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Memperluas jumlah alat bukti yang diatur dalam KUHAP,
berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, maka alat bukti ini ditambah
satu alat bukti yaitu alat bukti Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Memperluas cakupan alat bukti yang diatur dalam KUHAP, hasil
cetakan Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik secara
hakiki ialah surat.
c. Perluasan juga dimaksudkan bahwa Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik sebagai sumber alat bukti petunjuk
sebagaimana dimungkinkan dalam beberapa Undang-Undang. 20
Ketentuan ini telah menegaskan bahwa alat bukti elektronik
merupakan alat bukti yang berdiri sendiri atau lebih tepatnya lex specialis
20http://warungcyber.web.id/?p-84diakses Kamis, 19 Juni 2014
31
derogate legi generalie dari Pasal 184 KUHAP, hal ini juga diperkuat
dengan Pasal 44 huruf (b) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa Informasi Elektronik dan
Dokumen Elektronik merupakan bukti lain, selain alat bukti yang tercantum
dalam ketentuan perundang-undangan yang sudah ada.
3. CCTV sebagai Alat Bukti yang sah
Informasi atau dokumen elektronik baru diakui sebagai alat bukti
setelah diundangkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 26 (A) Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 merumuskan bahwa:
“Alat bukti yang disimpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi.” Tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, informasi
elektronik sebagai alat bukti juga disebutkan didalam Pasal 38 huruf (b)
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, yang merumuskan:
“ Alat bukti pemeriksaan Tindak Pidana Pencucian Uang berupa: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; b. Alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima/disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7.”
Serta pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merumuskan:
32
“Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. Tulisan, suara, atau gambar; b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. Huruf, tanda, amgka, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.”
Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang merumuskan:
“alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) Tulisan, suara, atau gambar; 2) Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; 3) Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.”
Ketiga dari Undang-Undang yakni Undang-Undang No. 20 Tahun
2001, Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2003 telah mengakui legalitas informasi elektronik sebagai alat bukti,
akan tetapi keberlakuannya masih terbatas pada tindak pidana dalam
lingkup korupsi, pencucian uang dan terorisme saja.
Ketiga Undang-Undang tersebut juga belum ada kejelasan
mengenai legalitas prin out sebagai alat bukti. Belum diatur pula tata cara
33
yang dapat menjadi acuan dalam hal perolehan dan pengajuan
informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti ke pengadilan.
“Menurut Brian A. Prasetyo21, sebagai Direktur Lembaga Kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, bahwa Dasar Hukum penggunaan informasi/dokumen elektronik sebgai alat bukti di Pengadilan menjadi semakin jelas setelah diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 44 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 dinilai lebih memberikan kepastian hukum dan lingkup keberlakuannya lebih luas, tidak terbatas pada tindak pidana korupsi, pencucian uang dan terorisme saja.”
Selain mengakui informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti,
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 juga mengakui prin out (hasil cetak)
sebagai alat bukti hukum yang sah. demikian diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 yang menyebutkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti yang sah.
Berdasarkan penyebutan mengenai barang bukti elektronik dan
barang bukti digital, terlihat secara jelas bahwa Closed Circuit Television
(CCTV) dapat digolongkan sebagai alat bukti elektronik dapat berperan
sebagai informasi elektronik atau dokumen elektronik berdasarkan Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Adapun kegunaan CCTV adalah untuk memantau keadaan dalam suatu
tempat yang biasanya berkaitan dengan keamanan atau tindak kejahatan,
jadi apabila terjadi hal-hal kriminal akan dapat terekam kamera yang
21http://staff.blog.ui.ac.id/brian.amy/2009/03/30/alat -bukti-dan-barang-bukti-segi-pidana/ diakses 26 Mei 2014.
34
nantinya dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk, dimana hal tersebut
dapat meyakinkan hakim dalam mempertimbangkan dan memberikan
putusan yang adil kepada para pihak.
“Menurut Josua Sitompul22, Ketua Divisi Hukum ILC mengatakan, bahwa dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan penegasan bahwa informasi elektronik dan dokumen elektronik serta hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, maka nilai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik maupun hasil cetakannya bersifat bebas. Dalam sebuah kasus atau kejadian yang terekam dalam kamera CCTV, bisa dijadikan alat bukti karena digunakan sebagai alat bukti elektronik dalam bentuk original, dibandingkan jika video tersebut dicetak (paperbase) dalam bentuk scene-per-scene.”
Konteks teori pembuktian, petunjuk adalah circumstantial evidence
atau bukti tidak langsung yang bersifat sebagai pelengkap atau accecories
evidence. Artinya petunjuk bukanlah alat bukti mandiri, namun merupakan
alat bukti sekunder yang diperoleh dari alat bukti primer, dalam hal ini
adalah keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum semua
terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh
undang-undang. Hakim harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan
mempertimbangkan alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan di
persidangan pengadilan. Apabila majelis hakim dalam mencari dan
meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, maka harus
berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara
limitatif, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
22http://warungcyber.web.id/?p=223 diakses Jumat, 13 Juni 2014
35
“M. Yahya Harahap23 memberikan pengertian petunjuk dengan menambah beberapa kata, petunjuk ialah suatu “isyarat” yang dapat “ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan” dimana isyarat tadi mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan”atau “mewujudkan” suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadi suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.”
Ketentuan Pasal 188 ayat (2) KUHAP, terlihat bahwa alat bukti
petunjuk, bentuknya sebagai alat bukti yang asesor (tergantung) pada alat
bukti lain. Alat bukti petunjuk selamanya tergantung dari alat bukti yang
lain. Alat bukti petunjuk baru diperlukan dalam pembuktian apabila alat
bukti lain belum dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Nilai
kekuatan pembuktian petunjuk sama dengan alat bukti yang lain, dimana
dalam KUHAP tidak diatur tentang kekuatan pembuktiannya.
Ketentuan Pasal 188 ayat (3), penilaian atas kekuatan pembuktian
dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim
dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.24
Terdapat didalam Putusan Nomor 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST.
CCTV diletakkan sebagai Informasi Elektronik dan atau Dokumen
Elektronik, dimana CCTV secara umum diatur dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang merumuskan:
23http://hukumindonesia.blog.com/2011/04/16/alat-buki-petunjuk-dalam-sidang-pengadilan/ diakses Kamis, 19 Juni 2014 24 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm. 129-130
36
“Informasi Elektronik adalah suatu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (IDE), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kodem akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” Pasal 1 ayat (4), yang merumuskan: “Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh barang yang mampu memahaminya.”
Pengertian dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 Tentang Informsi dan Transaksi Elektronik diatas, rekaman video
yang terdapat dalam CCTV digolongkan menjadi dokumen elektronik,
karena:
1. Rekaman Video CCTV merupakan Informasi Elektronik;
2. Rekaman Video CCTV yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog digital,
elektromagnetik di sebuah kamera CCTV;
3. Rekaman Video CCTV dapat dilihat, ditampilkan dan
didengar melalui komputer atau sistem elektronik yang lain;
4. Rekaman Video CCTV memiliki makna atau arti
Berdasarkan penjelasan diatas, rekaman video CCTV dapat
digolongkan menjadi informasi elektronik dan dokumen elektronik, maka
37
rekaman video dalam CCTV dapat menjadi alat bukti yang sah di depan
hukum/pengadilan25.
“Menurut Josua Sitompul26, sebagai Ketua Divisi Hukum ICLC, mengatakan bahwa syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu bahwa informasi atau dokumen elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis sedangkan syarat materiil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang ITE, yang pada intinya informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materiil yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan digital forensik.”
Putusan No. 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST yang mana telah
diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menempatkan
keberadaan CCTV dalam persidangan perkara kekerasan yang
menyebabkan luka merupakan bagian dari alat bukti yang tertera dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Peran CCTV dalam perkara ini merupakan suatu alat bukti lain
diluar KUHAP yang akan menunjukkan kebenaran yang terjadi, dimana alat
bukti lain diluar KUHAP berupa CCTV masuk dalam Pasal 5 dan Pasal 44
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Namun, alat bukti CCTV ini bergantung terhadap keterangan
saksi yang tertuju pada pembuktian yang terdapat dalam rekaman video
CCTV tersebut.
25 Muhammad Nuh Al-Azhar. Op.Cit. Hlm. 46 26http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fa7984db0725/video-sebagai-bukti-permulaan -untuk-menetapkan-tersangka diakses Jumat, 13 Juni 2014
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan
(Statute Approach) dan pendekatan analitis (Analitical Approach).
Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani, sedangkan pendekatan analitis maksud utama ini adalah
mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan
secara konseptional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.27
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum,
sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya,
agar dapat memberikan rumusan-rumusan tertentu. 28
27 Johny Ibrahim. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi). Malang: Bayu Media Publishing. Hlm. 303 dan 310. 28 Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada media Group. Hlm. 22.
39
3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pengadilan Jakarta Pusat, Pusat Informasi
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, Perpustakaan
Universitas Jendral Soedirman, Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Perpustakaan Universitas Jendral Soedirman, dan Media Internet.
4. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni
data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh
pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yang meliputi:
a. Bahan Hukum Primer, ialah semua aturan hukum yang dibentuk
dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau
badan-badan pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan
berdasarkna daya paksa yang dilakukan secara resmi pula oleh
aparat negara. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Penulis
menggunakan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST.
40
b. Bahan Hukum Sekunder, ialah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.
c. Bahan Hukum Tersier, ialah bahan yang memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu
kamus hukum.29
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dan
metode dokumenter. Metode kepustakaan, yakni suatu cara pengumpulan
data dengan melakukan penelusuran terhadap bahan pustaka, seperti
literatur dan hasil penelitian, sedangkan metode dokumenter, yaitu suatu
cara pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen
pemerintah maupun non-pemerintah seperti putusan pengadilan dan
internet.30
6. Metode Penyajian Data
Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh kemudian
disajikan dalam bentuk teks naratif, uraian-uraian yang disusun secara
sistematis, logis, dan rasional, dalam arti keseluruhan data yang diperoleh
akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok
permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. 29 Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 32. 30 Tedi Sudrajat. 2008. “MPPH”, Materi Kuliah. FH Unsoed. Hlm. 31.
41
7. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan logika deduktif melalui metode
analisi normatif kualitatif. Metode analisis normatif merupakan cara
menginterpretasikan dan mendiskusikan bahan hasil penelitian
berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum
serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan.31
31 Ibid. Hlm. 34.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari Hasil Penelitian Diperoleh Data Sebagai Berikut :
A. Hasil Penelitian
1. Duduk Perkara
Pada hari Kamis dini hari tanggal 8 November 2012 Pukul 01.00-03.00
WIB di Parkiran Domain Club Jl. Asia Afrika Kel. Gelora Kec. Tanah Abang
Jakarta Pusat terjadi pertikaian antara Terdakwa I yaitu Diego Robbie Michiels,
umur 22 Tahun, jenis kelamin Laki-laki, bertempat tinggal di Toronto YB 7/40
Kota Wisata Rt. 004/016 Kel. Linus Nusatunggal Kec. Cileungsi, Kab. Bogor,
Jawa Barat atau Perumahan Bangka 7 The Residence No. 17 Kec. Mampang
Jakarta Selatan, bekerja sebagai Pemain Sepak Bola, beragama Kristen dan
Terdakwa II yaitu Satria Tuhu Lele Als. Trikun yang berumur 24 Tahun, jenis
kelamin Laki-Laki, bertempat tinggal di Kel. Ubo-Ubo Rt. 12/04 Kec. Ternate
Selatan, Ternate, Maluku Utara atau Jl. Bangka VII The Residence No. 17 Kec.
Mampang Jakarta Selatan, bekerja sebagai wiraswasta, beragama Islam dengan
Saksi Korban yaitu Mef Paripurna. Kejadian bermula pada saat didalam Club
tersebut terlihat Terdakwa I dan Terdakwa II sedang menikmati hiburan malam,
diduga Terdakwa I dan Terdakwa II dengan seseorang yang dianggap telah
mendorong Terdakwa I sehingga menimbulkan kegaduhan dan dikarenakan sebab
itu Terdakwa I, Terdakwa II beserta rekan-rekannya dikeluarkan oleh Security
Domain Club.
43
Saat security akan mengeluarkan rekan Terdakwa yang bernama Martinus
Lambert Waas, muncul Saksi Korban yang bermaksud keluar ruangan Domain
Club dikarenakan merasa khawatir dengan kegaduhan yang ada dan saat itu
Terdakwa II melihat Saksi Korban berujar “sudah lu jangan ikut campur” yang
disertai dengan dorongan Saksi Korban, yang membuat Saksi Korban keluar pintu
sampai area parkir B2. Pada saat itu pula Martinus Lambert Waas menendang
Saksi Korban hingga terjatuh dilanjutkan dengan memukul dan menendang Saksi
Korban.
Terlihat dalam CCTV pada saat Martinus Lambert Waas sedang memukul
Saksi Korban yang berusaha dihalangi oleh para saksi Bayu Samiyaji, Imam
Syafei, Rembun Waluyo, yang seluruhnya adalah Security Domain Club,
datanglah Terdakwa I yang berusaha ikut memukul Saksi Korban. Pada akhirnya
dapat dilerai oleh para Security Domain Club dan selanjutnya Saksi Korban
dibawa ke Rumah Sakit Permata Hijau oleh teman-temannya yakni Bella Cintya
Prisca dan Gamma Indra Hutama namun di Rumah Sakit Permata Hijau luka-luka
Saksi Korban hanya dibersihkan dan karena teman-teman Saksi Korban tidak
memiliki uang untuk dijadikan Deposit maka Saksi Korban dibawa ke Kost Saksi
Gamma Indra Hutama.
Akibat dari perbuatan para Terdakwa ditemukan adanya patahnya tulang-
tulang pembentuk rongga bola mata kiri, luka terbuka pada kelopak mata atas
kanan dan luka-luka lecet serta memar-memar pada kepala, wajah, leher,
punggung dan keempat anggota gerak, akibat kekerasan tumpul yang
menimbulkan penyakit halangan dalam menjalankan aktifitas untuk sementara
44
waktu dan luka-luka tersebut berkausalitas langsung dengan peristiwa yang
dilakukan oleh para Terdakwa. Hal ini sesuai dengan Visum et Repertum No.
1203/TU.FK/XI/2012 tertanggal 16 November 2012 yang ditandatangani oleh
Djaja Surya Atmaja, SPF, Ph.D., S. H. selaku Direktur Forensic di Rumah Sakit
Cipto Mangun Kusumo.
2. Dakwaan
Para Terdakwa didawa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang
disusun dalam bentuk alternative subsideritas, yaitu:
Pertama :
Primair : Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP
Subsidair : Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP, atau
Kedua :
Primair : Pasal 351 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair : Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
3. Pembuktian
a. Keterangan Saksi
Saksi Korban Mef Paripurna
Saksi melapor ke Kepolisian pada bulan November 2012 di Polres
Jakarta Pusat terkait dengan kasus kekerasan yang menimbulkan luka dan
kekerasan dengan tenaga bersama yang dilakukan oleh Diego Robbie
Michiels dan Satria Tuhu Lele Als. Trikun terhadap dirinya. Kejadian terjadi
45
pada Kamis, 8 November 2012 sekitar jam 02.30 WIB di Senayan City
Basement B-2 Domain Club dirinya menjadi korban pengeroyokan yang
dilakukan oleh Terdakwa dan teman-temannya. Saksi bersama teman-
temannya menghadiri ulang tahun temannya Bella Cintya Prisca melihat
suasana kurang kondusif, karena takut saksi keluar menuju area parkir.
Pada saat saksi sedang duduk didekat pintu masuk, saksi melihat
Terdakwa cs keluar dari Domain Club. Saat saksi sedang berjalan ke pintu B-
2 ada yang memanggil saksi dengan panggilan “oy” dan diarea parkir, saksi
bertemu dengan Terdakwa cs. Saksi langsung didorong, dipukuli dan
ditendang. Kemudian Terdakwa I menginjak kepala korban, saksi juga
melihat Tergugat II dan teman-temannya ikut menendang beberapa kali.
Hingga datanglah security Domain Club untuk melerai dan menolong saksi.
Lalu saksi dibawa keruangan security dalam keadaan kurang sadar, security
menelpon teman-teman saksi untuk dibawa ke Rumah sakit Permata Hijau
dan setelah itu saksi pulang.
Akibat dari pengeroyokan tersebut saksi mengalami luka memar di
tangan kiri, tangan kanan, kepala bagian belakang, luka-luka memar dibagian
muka kening, mata kiri, mata kanan, hidung, dagu dan rusuk sebelah kiri.
Saksi juga sempat menjalani operasi mata, sebelum saksi dioperasi ada
gangguan untuk membaca dan setelah dioperasi saksi sering merasakan
pusing. Hingga sekarang saksi juga belum mengerti mengapa dirinya menjadi
korban pengeroyokan yang dilakukan oleh para terdakwa.
46
Saksi membenarkan bahwa pernah divisum ke RSCM pada tanggal 8
November 2012 atas permintaan Polsek Tanah Abang, Saksi juga pernah
didatangi orang PSSI dirumahnya untuk mengupayakan perdamaian. Saksi
juga membenarkan kejadian yang terekam dalam CCTV yang diajukan
kedalam persidangan. Saksi juga telah memaafkan para Terdakwa berserta
teman-temannya, dan pada proses persidangan saksi juga membenarkan
bahwa keluarga Terdakwa I (Yora Febrina) telah memberikan biaya
pengobatan kepada saksi sebesar Rp 50.000.000,- sesuai bukti kuitansi
tertanggal 15 Februari 2013.
Saksi Bayu Samiaji
Saksi bekerja sebagai security di Domain Club, saat bertugas saksi
mendengar dan melihat ada keributan didalam diskotik. Kemudian saksi
masuk kedalam dan mencoba melerai kemudian saksi membawa Terdakwa cs
keluar diskotik dan menutup pintu agar tidak ada pengunjung yang keluar
masuk. Saksi melihat bahwa saat didalam club Terdakwa tidak berkelahi
dengan Saksi Mef tetapi dengan pengunjung lain.
Setelah Terdakwa cs dikeluarkan dari Club terlihat dari arah parkiran B-
2 Saksi Mef bertemu dengan para Terdakwa dan teman-temannya sedang
berbicara sesuatu. Tak berselang lama terlihat Saksi Mef dipukul dan
ditendang oleh para Terdakwa dan teman-temannya. Bahwa dalam
pengeroyokan tersebut ada sekitar 5 orang yang wajah-wajahnya orang dari
Indonesia Timur.
47
Pada saat melerai saksi memegang Terdakwa I agar tidak ikut
memukuli Saksi Mef namun Terdakwa I berontak dan menghampiri Saksi
Mef dan langsung memukul dibagian tubuh saksi Mef yang sudah terjatuh.
Saat pengeroyokan tersebut saksi juga melihat Terdakwa II ikut menendang
Saksi Mef karena cirinya saksi ingat betul karena tubuhnya gempal. Kejadian
baru berhenti setelah saksi dan security lainnya melerai dan kemudian
membawa saksi Mef ke ruangan loading lock dan menaikan ke kursi roda,
kemudian Saksi Mef dibawa ke Rumah Sakit Permata Hijau oleh teman-
temannya, saksi juga membenarkan bahwa kejadian tersebut terekam dalam
CCTV.
Saksi Imam Syafei
Saksi bekerja sebagai Security Domain Club, saat bertugas saksi
melihat Terdakwa mencekik pengunjung lain dan menendang picher
minuman pengunjung lain, lalu saksi mengamankan Terdakwa cs dan
membawanya keluar dari diskotik. Melihat teman Terdakwa yang berambut
gimbal menunjuk ke arah Saksi Mef kemudian mengejar dan langsung
menginjak saksi Mef dan menendang hingga terjatuh. Kemudian Terdakwa cs
melakukan pengeroyokan dengan cara memukul dan menendang. Kejadian
tersebut terlihat secara jelas karena jaraknya hanya 1 (satu) meter dan
keadaan lampu terang. Kemudian saksi melerai dan membawa saksi Mef
keruangan loading lock . Kemudian saksi Mef dibawa ke Rumah Sakit
Permata Hijau oleh teman-temannya. Saksi juga membenarkan kejadian
tersebut terekam dalam CCTV.
48
Saksi Rembun Waluyo
Bekerja sebagai security Domain Club, sakis mendengar dan melihat
ada keributan didalam diskotik Domain. Lalu membawa Terdakwa cs keluar
dari diskotik. Lalu terlihat teman Terdakwa yang berambut gimbal menunjuk
ke arah Saksi Mef kemudian mengejar dan memukul Saksi Mef hingga
terjatuh, serta Terdakwa cs yang lainnya ikut melakukan pengeroyokan
dengan cara memukul dan menendang. Saksi melihat secara jelas karena
hanya berjarak 3 (tiga) meter dengan saksi dan dengan keadaaan penerangan
lampu yang terang. Saksi melihat saksi Mef diinjak-injak tubuhya oleh
Terdakwa, pengeroyokan selesai setelah dilerai dan membawa Saksi Mef
keruangan Loading lock dan Saksi membenarkan kejadian tersebut terekam
dalam CCTV.
Saksi Slamet Suwanto
Pada saat kejadian pengeroyokan tersebut saksi sedang bertugas sebagai
Security diluar Domain Club. Pada kejadian tersebut, saksi melihat Terdakwa
mengenakan baju warna putih dan celana warna merah. Saksi melihat bahwa
teman Terdakwa yang bermbut gimbal tibal-tiba memukul dan menendang
Saksi Mef hingga terjatuh. Saksi juga melihat peran Terdakwa I adalah
menendang kaki kanannya ke arah tubuh Saksi Mef, Terdakwa II juga ikut
menendang dan memukul pada bagian tubuh saksi Mef. Pengeroyokan usai
setelah dilerai oleh security, kemudian Saksi Mef dibawa ke Loading lock dan
langsung dibawa ke Rumah Sakit Permata Hijau oleh teman-temannya. Saksi
juga membenarkan kejadian tersebut terekam dalam CCTV.
49
Saksi Tajuddin
Pada saat kejadian, saksi sedang bertugas sebagai security, saksi juga
melihat bahwa Saksi Mef dipukul dan ditendang oleh Terdakwa cs. Jarak
saksi pada saat kejadian hanya berjarak sekitar 3 (tiga) meter dan lampu
penerangan terang. Saksi kemudian ikut melerai pengeroyokan dengan cara
memegang teman Terdakwa yang berambut gimbal dan dikucir yang
sebelumnya saksi melihat menendang Saksi Mef. Pengeroyokan berhenti
setelah dilerai oleh para security, dan membawa Saksi Mef ke loading lock
dan menaikkan ke kursi roda. Saksi juga melihat Saksi Mef yang mengalami
luka dan mengeluarkan darah dari wajahnya tetapi masih bisa berjalan walau
dengan dipapah. Saksi juga membenarkan kejadian tersebut terekam dalam
CCTV.
Saksi Devi Kaluhu
Sekitar jam 01.00 WIB bsaat saksi sedang tidur diajak Terdakwa cs ke
Domain Club untuk merayakan ulang tahun Terdakwa II, pada saat itu saksi
dijemput oleh Terdakwa I. sesampai di domain club Terdakwa cs duduk
dalam 1 meja dan minum Black Label sebanyak 4 botol hingga mabuk dan
berjoget-joget. Sekitar pukul 03.00 WIB saksi keluar dari toilet dan kembali
ke meja sudah tidak melihat Terdakwa cs didalam diskotik. Saksi mendengar
dari seorang pengunjung perempuan kalau Terdakwa I dipukul orang,
kemudian saksi keluar untuk mencari Terdakwa cs. Pada saat keluar saksi
sudah melihat security melerai dan melihat seseorang tergeletak dilantai.
Saksi membenarkan bahwa saksi berusaha untuk memukul namun karena
50
melihat orang tersebut sudah tergeletak tidak berdaya dan mukanya berdarah-
darah saksi tidak jadi ikut memukul. Pada saat saksi akan mengambil topi
tiba-tiba ada yang memukul kepala saksi. Saksi juga sempat mencari siapa
yang memukul kepada saksi setelah ketemu saksi balas memukul dan
kemudian pergi bersama Terdakwa cs meninggalkan Domain Club. Saksi
tidak mengetahui kejadian pengeroyokan terhadap Saksi Mef.
Saksi Badrus Soleh
Saat kejadian saksi sedang bertugas sebagai security di depan pintu
Diskotik Domain Club. Saksi mengetahui saat Terdakwa I dan teman-
temannya dikeluarkan oleh Imam Syafei dari dalam diskotik. Saksi juga
melihat bahwa Saksi Mef berada didepan pintu Domain Club. Saksi melihat
teman Terdakwa yang gimbal dan dikucir menginjak-injak dan menendang
Saksi Mef. Kejadian usai setelah dilerai oleh security , dan teman-teman Saksi
Mef membawa ke rumah sakit. Saksi juga membenarkan bahwa kejadian
tersebut terekam dalam CCTV.
Saksi Bella Cintya Prisca
Saksi mengenal Saksi Mef sebagai teman. Awalnya Saksi Mef bersama
dirinya dan Gamma menghadiri ulang tahun teman saksi. Berangkat dari
Bogor sekitra 24.30 WIB. Sesampainya di Domain Club terlihat sangat ramai
dan penuh sehingga saksi berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk.
Kemudian saksi, Saksi Mef dan Gamma berpisah dan mencari tempat
masing-masing. Saksi menanyakan keberadaan Saksi Mef ke Gamma namun
Gamma tidak mengetahui dan mengira bahwa Saksi Mef bersama dengan
51
Saksi. Saksi dan Gamma berusaha untuk mengirim bbm dan menelpon Saksi
Mef tetapi yang mengangkat adalah Security Domain Club dan memberitahu
bahwa Saksi Mef dikeroyok dan mengalami luka-luka dan berada di parkiran
Domain Club. Saksi dan gamma keruangan security dan mendapati saksi Mef
berada di kursi roda dengan luka-luka diwajah, mata bengkak dan berdarah.
Saksi Mef mengatakan bahwa dirinya dikeroyok oleh Terdakwa I. lalu saksi
dan Gamma membawa saksi mef ke Rumah Sakit Permata Hijau.
Saksi Gamma Indra Chutama
Awalnya saksi diajak oleh Bella Cintya Prisca dan Saksi Mef ke
Domain Club untuk menghadiri ulang tahun temannya Bella. Bahwa benar
saksi berangkat bersama dari Bogor dengan Bella dan Saksi Mef, di domain
saksi bertemu dengan teman-temannya yaitu Reza dan Enggah. Saksi
mendengar dari Enggah kalau keributan tersebut terjadi karena Enggah baru
saja memisahkan Terdakwa I dengan pihak lain tapi malah ditendang. Saksi
didalam diskotek hanya sekitar 45 menit dan ke toilet sekitar 5 menit. Setelah
keluar dari toilet, saksi tidak melihat Saksi Mef. Lalu saksi menanyakan
kepada Bella namun tidak mengetahuinya. Kemudian saksi mengirim BBM
dan menelpon Saksi Mef tetapi yang mengangkat security Domain Club serta
memberitahu bahwa Saksi Mef dikeroyok dan mengalami luka-luka. Saksi
dan Bella menuju keruang security dan melihat Saksi Mef berada di kursi
roda dengan keadaaan luka-luka diwajah, mata bengkak, dan berdarah. Saksi
diberitahu security bahwa saksi Mef dikeroyok oleh 5 orang. Saksi juga tidak
mengetahui kejadian pengeroyokan tersebut dan tidak menemukan siapa
52
pelakunya. Saksi Mef mengatakan bahwa yang mengeroyok adalah Terdakwa
I dan teman-temannya. Lalu saksi Mef dibawa ke Rumah Sakit Permata Hijau
oleh saksi, Enggah dan Bella untuk diobati dan kemudian dibawa pulang
ketempat kost saksi. Saksi membenarkan setelah kejadian saksi bertemu
dengan saksi Mef dan mengetahui kalau saksi Mef setelah pengeroyokan
mengirim twitter ke Terdakwa I karena kesal.
b. Surat
Bukti surat berupa Visum et Repertum dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo No. 1203/ TU. FK/ XI/ 2012 tertanggal 16 November 2012
yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Djaja Surya Atmaja, SPF. Ph. D., S.
H. selaku Dokter Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil
pemeriksaan terhadap Mef Paripurna ditemukan patahnya tulang-tulang
pembentuk rongga bola mata kiri, luka terbuka pada kelopak mata atas kanan
dan luka-luka lecet dan memar-memar pada kepala, wajah, leher, punggung
dan keempat anggota gerak, akibat kekerasan tumpul yang menimbulkan
penyakit/halangan daam menjalankan aktifitas untuk sementara waktu dan
luka-luka tersebut berkausalitas langsung dengan peristiwa yang dilakukan
oleh para Terdakwa.
c. Keterangan Terdakwa
Terdakwa I (Diego Robbie Michiels)
Kejadian terjadi pada saat Terdakwa I sedang berjoget tanpa disengaja
menyenggol orang yang berada di belakang Terdakwa I dan orang yang
tersenggol tersebut langsung mendorong dada Terdakwa I hingga Terdakwa I
53
terdorong kebelakang. Kemudian orang yang mendorong Terdakwa I
didorong oleh Terdakwa II hingga jatuh ke sofa kemudian terjadi keributan
selanjutnya Terdakwa I, Terdakwa II dan teman-temannya dikeluarkan dari
Diskotik Domain Club. Didekat parkiran mobil didekat pintu masuk Domain
Club, Terdakwa I melihat Terdakwa II sedang berkelahi dengan 2 orang yang
tidak dikenal dan Terdakwa I mencoba untuk melerai namun 1 orang dari
lawan Terdakwa II memukul Terdakwa I dan berhasil ditangkisnya dan
kemudian Terdakwa I lari meninggalkan Terdakwa II.
Terdakw a I melihat seorang dengan wajah berdarah-darah sedang
berbicara dengan teman Terdakwa I, Terdakwa I tidak ikut pengeroyokan
terhadap Saksi Mef. Bahwa Terdakwa I menyesali kejadian tersebut, dan
bersedia berdamai serta mengganti biaya pengobatan Saksi Mef karena
empati terhadap korban. Serta dala m proses persidangan telah ada
perdamaian dengan Saksi Mef dan Terdakwa I melalui keluarganya dan telah
mengganti semua semua biaya pengobatan yang dikeluarkan Saksi Mef
Terdakwa II (Satria Tuhu Lele Als. Trikun)
Kejadian terjadi bermula pada saat Terdakwa I sedang berjoget tanpa
disengaja menyenggol orang yang berada di belakang Terdakwa I dan orang
yang tersenggol tersebut langsung mendorong dada Terdakwa I hingga
Terdakwa I terdorong kebelakang. Kemudian orang yang mendorong
Terdakwa I didorong oleh Terdakwa II hingga jatuh ke sofa kemudian terjadi
keributan selanjutnya Terdakwa I, Terdakwa II dan teman-temannya
dikeluarkan dari Diskotik Domain Club.
54
Didekat parkiran mobil didekat pintu masuk Domain Club, Terdakwa II
sedang berkelahi dengan 2 orang yang tidak dikenal dimana Terdakwa
dipukul lebih dahulu dan kemudian terjadi perkelahian dan kemudian 2 orang
tersebut lari. Terdakwa II juga menyatakan bahwa tidak pernah ikut dalam
pengeroyokan tersebut terhadap Saksi Mef. Terdakwa menyatakan bahwa
Terdakwa II lah yang dikeroyok oleh teman-teman Saksi Mef. Terdakwa II
menyesali kejadian tersebut. Serta diantara Saksi Mef dan Terdakwa II telah
terjadi perdamaian.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Dalam perkara ini, adapun Tuntutan Penuntut Umum, yaitu:
1) Menyatakan Terdakwa I Diego Robbie Michiels dan Terdakwa II
Satria Tuhu Lele (Trikun) tidak terbukti bersalah melakukan
dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang jika kekerasan
mengakibatkan luka berat, melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-2
KUHP, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama
primair dan oleh karenanya membebaskan Terdakwa dari dakwaan
pertama tersebut;
2) Menyatakan Terdakwa I Diego Robbie Michiels dan Terdakwa II
Satria Tuhu Lele (Trikun) terbukti bersalah melakukan tindak
pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang jika kekerasan
55
mengakibatkan luka melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP
sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama subsidair;
3) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II dengan
pidana penjara selama 6 bulan dikurangi selama Terdakwa berada
dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan
4) Menyatakan barang bukti yang diajukan ke Pengadilan berupa:
- 1 (satu) buah flashdisk berisi rekaman CCTV kejadian
pengeroyokan yang dilakukan oleh Diego Robbie Michiels Cs
terlampir dalam berkas perkara;
5) Menetapkan supaya Terdakwa I dan Terdakwa II supaya dibebani
membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah)
5. Putusan Pengadilan Negeri
5.1. Pertimbangan Hukum Hakim
Menimbang bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 5
dan Pasal 44 Undang-Undang tersebut, maka alat bukti yang sah telah
bertambah dengan alat bukti lainnya yakni Informasi Elektronik dan atau
Dokumen Elektronik. Menempatkan keberadaan CCTV yang ditampilkan
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan perkara ini sebagai bagian dari alat
bukti dalam kasus tersebut.
Menimbang bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa,
rekaman CCTV, dihubungkan dengan Visum Et Repertum No.
56
1203/TU.FK/X/2012 tanggal 16 November 2012 bahwa didalam persidangan
masih nampak beberapa guratan bekas luka-luka lecet disekitar mata saksi
Mef Paripurna dan yang bersangkutan masih menjalani perawatan jalan
Menimbang bahwa dari tampilan gambar pada CCTV yang diputarkan
Jaksa Penuntut Umum dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi Bayu
Samiaji, Imam Syafei, Rembun Waluyo majelis hakim tiba pada keyakinan
bahwa Terdakwa I Diego Robbie Michiels telah ikut menendang dan atau
menginjak Saksi Mef Paripurna meskipun tidak dapat dipastikan berapa kali
injakan atau tendangan tersebut dilakukan dan telah mengena pada bagian
tubuh atas dari Saksi Mef Paripurna.
Menimbang bahwa kedua Terdakwa dan kerabatnya telah menunjukkan
keseriusan sikap memohon maaf pada saksi Mef Paripurna dan telah direspon
oleh saksi Mef Paripurna yang dipersidangan menyatakan telah memaafkan
para Terdakwa.
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan apakah fakta-fakta hukum diatas memenuhi unsur-unsur
delik dari pasal-pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Menimbang bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah disusun
dalam bentuk alternative subsideritas sebagai berikut:
PERTAMA
Primair : Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP
Subsidair : Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP
Atau,
57
KEDUA
Primair : Pasal 351 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair : Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP
Menimbang bahwa surat tuntutannya tertanggal 28 Februari 2013 Jaksa
Penuntut Umum telah berkesimpulan bahwa dakwaan alternative pertama
subsidair yakni Pasal 170 ayat (2) ke-1 sebagai dakwaan yang terbukti pada
perbuatan pada terdakwa.
Menimbang bahwa Majelis Hakim dengan mencermati fakta-fakta
yuridis yeng telah terungkap diatas dihubungkan dengan kesimpulan Jaksa
Penuntut Umum tersebut, cukup alasan hukum untuk memilih
mempertimbangkan dakwaan alternative pertama.
Menimbang bahwa dakwaan pertama primair yakni Pasal 170 ayat (2)
ke 2 KUHP memiliki unsur-unsur:
1. Barang siapa;
2. Dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang;
3. Mengakibatkan luka berat.
Ad. 1 : Barang siapa
Menimbang bahwa unsur barang siapa dimaksudkan sebagai setiap
orang atau subyek hukum pelaku dari suatu tindak pidana dan subyek tersebut
haruslah cakap dan mampu dipertanggungjawabkan secara hukum.
Menimbang bahwa pemahaman sebagaimana diuraikan dalam nota
pembelaan penasehat hukum para terdakwa bahwa untuk dapat dipandang telah
58
terbukti unsur barang siapa disini, akan bergantung pada terpenuhi tidaknya
keseluruhan unsur-unsur yang ada dalam pasal tindak pidana a quo.
Ad. 2 : dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang
Menimbang bahwa secara terang-terangan diterjemahkan dari kata
“openlijk” yang dalam yurisprudensi praktek pradilan pidana Indonesia
diartikan sebagai “tidak secara tersembunyi”, incasu tidak perlu dimuka umum.
Menimbang bahwa dari pertimbangan diatas majelis Hakim tiba pada
pendapat, bahwa pertimbangan-pertimbangan para terdakwa yang dimulai dari
Terdakwa II Satria Tuhulele Als. Trikun mendorong dengan keras saksi Mef
Paripurna hingga keluar dari pintu Domain Club diikuti oleh tindakan teman
Terdakwa I dan II yakni Martinus Lambert Waas yang menendang dan
memukul serta Terdakwa I yang menginjak dan atau menendang adalah
merupakan satu perbuatan dengan tenaga bersama dan karenanya unsur ini
harus dipandang telah terpenuhi.
Ad. 3 : Mengakibatkan luka berat
Praktek Peradilan Pidana Indonesia telah menerima pengertian luka
berat sebagai kondisi-kondisi yang meliputi:
Jatuh sakit atau mendapat luka tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus menerus
untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian, kehilangan salah
satu panca indra, mendapat cacat berat, menderita lumpuh, terganggunya daya
59
pikir selama 4 minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seseorang
perempuan.
Menimbang bahwa dari visum et repertum No. 1203/TU.FK/XI/2012
tertanggal 16 November 2012 yang ditanda tangani oleh dr. Djaja Surya
Atmaja, Spf. Phd, SH dokter forensic pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dengan kesimpulan:
- Pada pemeriksaan korban Mef Paripurna ditemukan patahnya
tulang-tulang pembentuk rongga bola mata kiri, luka terbuka pada kelopak
mata atas kanan dan luka-luka lecet dan memar-memar pada kepala, wajah,
leher, punggung dan keempat anggota gerak akibat kekerasan tumpul yang
menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan/jabatan untuk
sementara waktu.
Menimbang bahwa fakta dipersidangan, saksi Mef Paripurna meskipun
masih menjalani rawat jalan namun telah beraktifitas kuliah sebagaimana
biasanya.
Menimbang bahwa dengan fakta-fakta dan pertimbangan diatas maka
unsur mengakibatkan luka berat, harus dipandang tidak terpenuhi.
Menimbang bahwa tidak terpenuhinya salah satu unsur maka para
Terdakwa I dan II harus dibebaskan dari dakwaan atas pasal tersebut.
Menimbang bahwa sepanjang terhadap unsur barang siapa dan unsur
dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, karena identik dengan pengertian unsur pada
dakwaan pertama primair maka cukup alasan bagi Majelis Hakim mengambil
60
alih dan menjadikannya sebagai pertimbangan pada dakwaan pertama subsidair
ini.
Ad. 3 : Mengakibatkan Luka
Menimbang bahwa visum et repertum No. 1203/TU.FK/XI/2012
tertanggal 16 November 2012 yang ditandatangani oleh dr. Djaja Surya
Atmaja, Spf., Phd., SH, dokter forensic pada Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dengan kesimpulan:
- Pada pemeriksaan korban Mef Paripurna ditemukan patah tulang-
tulang pembentuk rongga bola mata kiri, luka terbuka pada kelopak mata atas
kanan dan luka-luka lecet dan memar-memar pada kepala, wajah, leher,
punggung dan keempat anggota gerak akibat kekerasan tumpul yang
menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan/jabatan
sementara waktu.
Menimbang bahwa dari fakta diatas dan pertimbangan diatas maka
unsur mengakibatkan luka dipandang telah terpenuhi.
Menimbang bahwa dengan terpenuhinya keseluruhan unsur-unsur dari
Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP yang menjadi dakwaan pertama subsidair dan
pertimbangan didasarkan pada alat-alat bukti yang sah maka para Terdakwa I
dan II harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas
tindak pidana tersebut.
Menimbang bahwa karena terbukti bersalah maka para Terdakwa harus
dijatuhi pidana yang dipandang setimpal dengan perbuatannya.
61
Menimbang bahwa dalam memeprtimbangkan hukuman yang akan
dijatuhkan kepada para Terdakwa, Majelis Hakim akan mendasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan antara lain, bahwa salah satu dari tujuan “hukum”
adalah terciptanya perdamaian (vide: Prof. Bagir Manan SH, Mcl: Restorative
Justice, suatu perkenalan-Varia Peradilan).
Menimbang bahwa fakta dipersidangan Terdakwa I dan II telah
menunjukkan keseriusan sikap penyesalan dan terus berupaya memohon maaf
kepada saksi Mef Paripurna, dan pada akhirnya saksi Mef Paripurna telah
memaafkan para Terdakwa.
Disamping itu Majelis Hakim mencatat hal-hal lain yang meringkankan
bagi para Terdakwa:
- Para Terdakwa sopan selama persidangan
- Para Terdakwa belum pernah dihukum
- Khusus Terdakwa I Diego Robby Michiels adalah WNI
Naturalisasi karena kecintaannya terhadap TIMNAS Indonesia
Menimbang bahwa lamanya masa tahanan yang telah dijalani oleh para
Terdakwa berdasarkan Pasal 22 ayat (4) KUHAP akan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan terhadapnya.
5.2. Amar Putusan
Menyatakan Terdakwa I Diego Robbie Michiels dan Terdakwa II Satria
Tuhu Lele Als. Trikun tidak terbukti bersalah “dengan terang-terangan dan
tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang mengakibatkan luka
berat.”
62
Membebaskan para Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan pertama primair
tersebut;
Menyatakan Terdakwa I Diego Robbie Michiels dan Terdakwa II Satria
Tuhu Lele Als. Trikun terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap yang mengakibatkan luka;
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Diego Robbie Michiels
dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 20 (dua puluh) hari dan
Terdakwa II Satria Tuhu Lele Als. Trikun dengan pidana penjara selama 4
(empat) bulan;
Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani masing-masing Terdakwa
dikurangi dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan Terdakwa II tetap ditahan;
Menyatakan barang bukti berupa:
- 1 (satu) buah flash disk berisi CCTV kejadian pengeroyokan yang
dilakukan oleh Diego Robbie Michiels, Cs terlampir dalam berkas perkara
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 20.000,-
(dua puluh ribu rupiah).
63
B. Pembahasan
1. Kekuatan pembuktian CCTV dalam Tindak Pidana Kekerasan
Yang Menyebabkan Luka Putusan Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.
JKT.PST.
Pembuktian didasarkan pada KUHAP yang diatur dalam Pasal 184
KUHAP, dimana terdapat 5 (lima) macam alat bukti yang sah. Fungsi dari
alat bukti itu sendiri adala h untuk membuktikan adalah benar bahwa terdakwa
yang telah melakukan tindak pidana dan untuk itu terdakwa harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila berdasarkan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana, maka yang
dinilai sebagai alat bukti dan yang dibenarkan mempunyai “kekuatan
pembuktian” hanya terbatas kepada alat bukti yang tercantum dalam Pasal
184 ayat (1) KUHAP. Dengan kata lain, sifat dari alat bukti menurut KUHAP
adalah limitatif atau terbatas pada yang ditentukan saja , sehingga apabila ada
barang bukti yang tidak termasuk dalam klasifikasi alat bukti menurut Pasal
184 ayat (1) KUHAP maka alat bukti tersebut tidak sah menurut Undang-
Undang tersebut.
Hal tersebut menjelaskan bahwa apabila hanya mengacu kepada
pembuktian yang berdasarkan kepada Pasal 184 KUHAP maka bukti CCTV
dalam perkara kekerasan yang menyebabkan luka dengan Nomor
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat dan tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah dan hal ini menjadi
64
ketentuan yang tidak sesuai dengan undang-undang apabila dikaitkan dengan
seiring berkembangnya teknologi.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana mengenai alat bukti sudah tidak dapat lagi mengikuti
pesatnya perkembangan zaman. Oleh karena itu, diundangkannya Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Didalam Undang-Undang tersebut terdapat perluasan dari pengertian alat
bukti limitatif atau terbatas yang terdapat dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana. Mengacu dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
maka alat bukti CCTV dalam perkara kekerasan yang menyebabkan luka
nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. dapat dija dikan alat bukti yang sah
dan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan berdiri sendiri yang
mana kedudukannya adalah sebagai alat bukti sah lain selain dalam Pasal 184
KUHAP.
Ketentuan ini menegaskan bahwa alat bukti CCTV telah diterima dalam
sistem hukum pembuktian di Indonesia diberbagai peradilan, seperti peradilan
agama, perdata, militer, tata usaha negara, mahkamah konstitusi, termasuk
arbitrase.32 Walaupun didalam perkara kekerasan yang menyebabkan luka
dengan nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST. bukti CCTV sebagai alat
bukti yang sah dimana memiliki kekuatan pembuktian bebas dan berdiri
sendiri yang berkedudukan sebagai alat bukti yang sah diluar Pasal 184
32http://www.hukumonline.com/klinik/detail/it502a53fad18dd/legalitas -hasil-cetak -tweet-sebagai-alat-bukti-penghinaan. diakses Senin, 2 Juni 2014.
65
KUHAP, dan oleh majelis hakim alat bukti tersebut berkedudukan sebagai
alat bukti yang membuktikan bagaimana tindak pidana kekerasan yang
menyebabkan luka terjadi.
Mengacu pada KUHAP mengenai informasi yang disimpan secara
elektronik termasuk rekaman CCTV tidak dapat diajukan sebagai alat bukti
berdasarkan KUHAP, juga mengatur bagaimana legalitas print out (hasil
cetak) sebagai alat bukti atau tata cara perolehan dan pengajuan informasi
elektronik sebagai alat bukti. Fakta perkara kekerasan yang menyebabkan
luka nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST., CCTV juga tidak bisa begitu
saja ditentukan oleh aturan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tetapi ada beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukkan kekuatan pembuktian
CCTV tersebut.
Pertama, kekuatan pembuktian CCTV ditentukan sejak
diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, yanga mana terdapat dalam pengertian Pasal 1 ayat (1)
yang memuat mengenai pengertian Informasi Elektronik, yang merumuskan:
“Informasi Elektronik adalah suatu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (IDE), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kodem akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” Pasal 1 ayat (4) yang memuat mengenai pengertian Dokumen
Elektronik, yang merumuskan:
66
“Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh barang yang mampu memahaminya.”
Lebih khususnya diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 44, maka alat bukti
yang sah telah bertambah dengan alat bukti lainnya, yakni Informasi
Elektronik dan atau Dokumen Elektronik.
Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik merumuskan:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis;dan b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undnag
harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 44 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik merumuskan:
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
67
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-Undangan; dan
b. Alat bukti lain berupa Informasi dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Kedua, pemahaman mengenai alat bukti CCTV majelis hakim
menempatkan keberadaan CCTV yang ditampilkan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam perkara kekerasan yang menyebabkan luka nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST., dalam persidangan perkara ini sebagian
adalah bagian dari alat bukti yang bebas dan berdiri sendiri diluar Pasal 184
KUHAP. Sehingga bukti digital ini dapat digolongkan sebagai informasi
dan/atau dokumen elektronik berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan bukti digital ini dapat
diterima sebagai alat bukti hukum yang sah oleh pengadilan.
Ketiga, penggunaan CCTV dalam suatu pembuktian sebagai alat bukti
tidak terlepas dari pertimbangan sejarah informasi atau dokumen elektronik
baru yang mana diakui sebagai alat bukti setelah diundangkannya Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Disebutkan dalam Pasal 26 A yang merumuskan:
“alat bukti yang disimpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi”
Selain itu, disebutkan pula dalam Pasal 38 huruf b Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang merumuskan:
“ Alat bukti pemeriksaan Tindak Pidana Pencucian Uang berupa: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana;
68
b. Alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima/disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7.”
Serta pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merumuskan:
“Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. Tulisan, suara, atau gambar; b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. Huruf, tanda, amgka, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.”
Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang merumuskan:
“alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi: a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara
Pidana; b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) Tulisan, suara, atau gambar; 2) Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; 3) Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.”
. Ketiga Undang-Undang yang telah disebutkan diatas telah mengakui
legalitas informasi elektronik sebagai alat bukti, akan tetapi keberlakuannya
69
masih terbatas pada tindak pidana dalam lingkup korupsi, pencucian uang dan
terorisme. Serta belum ada kejelasan mengenai legalitas prin out sebagai alat
bukti dan belum diatur pula mengenai tata cara yang dapat menjadi acuan
dalam hal perolehan dan pengajuan informasi dan dokumen elektronik
sebagai alat bukti yang sah dimata hukum.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 menyebutkan
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti
hukum yang sah. Sejarah menjelaskan bahwa penggunaan CCTV sebagai
informasi dan dokumen elektronik tidak begitu saja dapat diterapkan dalam
dunia hukum tetapi harus memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang
dapat memberikan pembuktian yang sah dan senyatanya.
CCTV menjadi informasi elektronik dan dokumen elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum yang tertera dalam Pasal 5 ayat (3) jo Pasal 6 Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Elektronik dan Dokumen
Elektronik:
a. Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan;
b. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Terhadap tindak pidana kekerasan luka yang menimbulkan luka yang
diadili dan diputus oleh Pengadilan Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara:
70
2040/Pid.B/2012/PN. JKT.PST. didalam pembuktiannya dari pihak korban
mengajukan alat bukti CCTV yang merupakan Informasi Elektronik dan
Dokumen Elektronik adalah sah dan memiliki kekuatan hukum yang tetap
sesuai dengan syarat dan prosedur yang telah ditetapkan.
Jadi, dalam hal pembuktian, terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan telah melakukan kekerasan yang menyebabkan luka terhadap
korban. Hal ini diyakinkan dengan adanya alat bukti CCTV dan keterangan-
keterangan saksi yang tertuju pada rekaman CCTV yang berada di Tempat
Kejadian Perkara (TKP). Sehingga, terdakwa diputus pidana penjara selama 3
(tiga) bulan 20 (dua puluh) hari dan Terdakwa II bernama Satria Tuhu Lele
Als. Trikun dipidana penjara selama 4 (empat) bulan.
71
2. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor:
2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST.
Konteks teori pembuktian yang dilakukan oleh hakim, penuntut umum,
terdakwa atau penasihat hukum semua terikat pada ketentuan tata cara dan
penilaian alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang. Peran hakim
dalam hal menjatuhkan putusan dalam tindak pidana kekerasan yang
menyebabkan luka dengan nomor perkara: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST
harus benar-benar sadar dan cermat dalam menilai dan mempertimbangkan
alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan didalam persidangan. Apabila
dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam
putusan, maka harus didasarkan terhadap alat-alat bukti yang telah ditentukan
oleh Undang-Undang secara limitatif, sebagaimana yang telah disebutkan
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Ketentuan mengenai prinsip minimum pembuktian diatur dalam
Ketentuan Pasal 183 KUHAP, yang merumuskan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Artinya, bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan putusan apabila tidak
memenuhi asas minimum pembuktian yaitu sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah dan satu keyakinan hakim. Alat bukti tersebut dapat dilihat
kembali dalam Pasal 184 KUHAP. Apabila asas minimum pembuktian tidak
terpenuhi maka hakim tidak boleh menjatuhkan putusan.
72
Penyebutan “sekurang-kurangnya dua alat bukti”, maka hakim pidana
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang hanya didasarkan atas satu
alat bukti saja. Makna dari keyakinan hakim bukan diartikan perasaan hakim
pribadi sebagai manusia, bukan lagi conviction intime ataupun conviction-
raisonee, akan tetapi keyakinan hakim adalah keyakinan yang didasarkan atas
bukti-bukti yang sah menurut undang-undang.
Pasal 183 KUHAP jelas sekali terlihat bahwa hukum acara pidana
Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negative atau negatief wettelijk bewijsleer. Artinya seseorang baru boleh
dipidana apabila hakim yakin akan kesalahan terdakwa yang dibuktikan
dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang33.
Dalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk
membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapat Alfitra34, yakni:
a. Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh
undang-undang;
b. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-
bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Pertimbangan yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan
tidak hanya memenuhi minimal dua alat bukti yang sah tetapi juga keyakinan
hakim yang dapat memperkuat keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan.
Keyakinan hakim dapat ditemukan dalam fakta-fakta hukum yang terjadi
33 Hibnu Nugroho. 2002. Buku Ajar Pengantar Hukum Acara Pidana. Purwokerto. Fakultas Hukum. Hlm. 44. 34 Alfitra. 2011. Op.Cit. Hlm. 29.
73
dalam setiap persidangan, keterangan dari para saksi, dan alat bukti sah yang
lainnya demi terciptanya perdamaian dan kebenaraan materiil.
Berdasarkan uraian penjelasan diatas dan dihubungkan dengan Pasal 5
dan Pasal 44 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik beserta dengan teori-teori yang diatas, maka dalam
Putusan No. 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST telah memenuhi unsur-unsur
yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP, dimana syarat pertama yakni
Wettelijk nya adalah yang pertama, alat bukti keterangan saksi yang
merupakan alat bukti yang sah dimata hukum atau pengadilan, dimana ada
sekitar 10 (sepuluh) saksi yang memberikan keterangan didalam persidangan,
yang mana dalam keterangan saksi tersebut menyebutkan bahwa adanya alat
bukti yang lain diluar KUHAP, dimana menyebutkan CCTV adalah petunjuk
untuk menjelaskan bagaimana kejadian itu terjadi. Kedua, terdapat alat bukti
yang surat yang mana berbentuk Visum et Repertum No.
1203/TU.FK/XI/2012 yang ditandatangani oleh dr. Djaja Surya Atmaja, Spf.,
Phd., SH, Dokter Forensic pada Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo,
disimpulkan bahwa: pemeriksaan terhadap saksi Mef Paripurna ditemukan
adanya patah tulang-tulang pembentuk rongga bola mata kiri, luka terbuka
pada kelopak mata atas kanan dan luka-luka lecet dan memar-memar pada
kepala, wajah, leher, punggung dan keempat anggota gerak akibat kekerasan
tumpul yang menimbulkan penyakit/halangan dalam menjalankan
pekerjaan/jabatan untuk sementara waktu dan luka-luka tersebut berkausalitas
langsung dengan peristiwa yang dilakukan oleh para Terdakwa. Ketiga, alat
74
bukti CCTV yang menjadi alat bukti lain diluar KUHAP dalam Tindak
Pidana Kekerasan yang menyebabkan luka.
Syarat kedua yakni Negatief nya adalah keyakinan hakim yang tertera
dalam pertimbangannya, berkeyakinan bahwa bukti-bukti yang diajukan dan
yang ditampilkan menjelaskan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi dan
merupakan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa. Hal ini dinilai sudah
cukup untuk menilai kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa.
Hal ini diperjelas dalam pertimbangan hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST yang menyatakan
bahwa Majelis Hakim tiba pada keyakinan bahwa Terdakwa I Diego Robby
Michiels telah ikut menendang dan atau menginjak Mef Paripurna meskipun
tidak dapat dipastikan berapa kali injakan atau tendangan tersebut dilakukan
dan telah mengena pada bagian tubuh atas dari saksi Mef Paripurna.
Hal ini dinilai sudah cukup untuk menilai kesalahan yang dilakukan
oleh Terdakwa, sehingga Terdakwa I terbukti bersalah melakukan Tindak
Pidana Kekerasan yang menyebabkan luka dengan dijatuhi pidana penjara
selama 3 (tiga) bulan 20 (dua puluh) hari dan Terdakwa II dijatuhi pidana
penjara selama 4 (empat) bulan.
75
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST., maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rekaman Video CCTV dalam Putusan Pengadilan Negeri
Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN. JKT.PST dapat dijadikan alat
bukti yang sah diluar Pasal 184 KUHAP, karena:
a. Rekaman Video CCTV digolongkan menjadi Informasi
Elektronik dan Dokumen Elektronik berdasarkan Pasal 1
ayat (1) dan ayat (4). Lebih khususnya diatur dalam Pasal 5
dan Pasal 44 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
b. Rekaman Video CCTV merupakan perluasan alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku
di Indonesia, serta dinyatakan sah apabila sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini;
c. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik menjelaskan bahwa Rekaman Video
CCTV merupakan alat bukti yang lain yang sah dan berdiri
sendiri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini.
76
2. Ketentuan mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan terdapat dalam prinsip minimum pembuktian diatur
dalam Pasal 183 KUHAP, dimana terdapat sekurang-kurangnya
2 alat bukti yang sah dan adanya keyakinan hakim. Disini
terlihat jelas bahwa Hukum Acara Pidana Indonesia menganut
sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negative
atau negatief wettelijk bewijsleer. Dalam sistem negatif ada 2
hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan
terdakwa, yakni:
a. Wettelijk: adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang, dikaitkan dengan Tindak Kekerasan
yang menyebabkan luka dalam Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor: 2040/Pid.B/2012/PN.JKT.PST
terdapat, alat bukti yang sah pertama ialah keterangan dari
para saksi yang diajukan oleh pihak korban yang
mengajukan sekitar 10 orang. Kedua, alat bukti surat yang
tedapat dalam Visum et Repertum yang tertanggal 16
November 2012 yang ditandatangani oleh dr. Djaja Surya
Atmaja, Spf., Phd., SH selaku Direktur Forensic Rumah
Sakit Cipto Mangun Kusumo, yang ketiga ialah alat bukti
Rekaman Video CCTV yang menjadi alat bukti lain diluar
KUHAP;
77
b. Negatief : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan
bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya keyakinan hakim yang
tertera dalam pertimbangannya, berkeyakinan bahwa bukti-
bukti yang diajukan dan yang ditampilkan menjelaskan
bahwa kejadian tersebut benar terjadi dan merupakan
kesalahan dari pihak Terdakwa.
B. Saran
Mengenai alat bukti sah diluar KUHAP sudah seharusnya diatur
atau disusun secara lebih jelas dan tegas guna membantu mengungkapkan
suatu kebenaran materiil. Tidak hanya rekaman video CCTV saja tetapi juga
mengatur adanya alat bukti digital lainnya, dimana alat bukti digital tersebut
memiliki peranan yang penting dalam suatu pencarian kebenaran materiil dan
memberikan keyakinan hakim dalam memutus perkara secara adil. Sehingga
referensi hakim dalam memberikan atau menjatuhkan putusan tidak hanya
terpaku dalam Pasal 184 KUHAP tetapi juga melihat dari pasal-pasal yang
terdapat dalam Undang-Undnag lainnya, seperti Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.