Transcript
Page 1: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan

yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan. KDRT merupakan masalah

rumah tangga sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya diketahui oleh

lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang tanggap terhadap kejadian KDRT di

sekitarnya dengan alasan KDRT merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian

KDRT orang lain tidak perlu campur tangan. Padahal dampak KDRT sangat besar baik bagi

si korban maupun keluarganya. KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di

antaranya: Kekerasan fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap aktivitas

seksual yang dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman, kritik dan

menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk memperoleh uang dan

menggunakannya

Berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1

menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman

untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkup rumah tangga. Demikian juga pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa

lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a) Suami, isteri, dan anak

(termasuk anak angkat dan anak tiri); (b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga

dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu,

ipar dan besan); dan/atau (c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap

dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).

Menurut Para Ahli

Menurut Dorothy Nolte, bila seorang anak hidup dengan kritik, Ia belajar untuk

menyalahkan. Bila seorang anak hidup dengan rasa benci, ia belajar bagaimana berkelahi.

Pengalaman trauma seorang suami akan berpotensi terjadinya KDRT. Pengalaman trauma

seorang wanita terhadap kekerasan ayahnya pada ibunya akan berpengaruh terhadap cara

Page 2: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

pandang kepada suaminya.

Menurut Pakar Psikologi, Romi Arif Rianto, kasus KDRT terjadi akibat ekonomi

dan cemburu berkaitan erat dengan tempramen seseorang yang mengekspresikan rasa

jengjkelnya dengan cara kekerasan baik secara verbal maupun fisik. Romi menjelaskan,

untuk mengurangi permasalahan yang timbul akibat kemarahan yang diluapkan kearah

negatif seseorang perlu mengenal tanda-tanda kemarahan. Secara umum kemarahan tersebut

diidentikan dengan otot yang tegang dan siap beraksi mata yang melotot hingga

menggertakan gigi.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum

dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:

a) Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala

bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik

Indonesia tahun 1945.

b) Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan

pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta

bentuk deskriminasi yang harus dihapus.

c) Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan,

hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar

terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau

perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

d) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,

dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam

rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang

berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum

pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau

anak diancam hukuman pidana”

Page 3: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

BENTUK KDRT

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah

tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit

atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di

antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar,

menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini

sungguh membuat korban kdrt menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak

merasa nyaman dan aman.

Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya

rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau

penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat

ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman

kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan

penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.

Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan

seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai,

pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan

tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang

dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan

hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain

untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan

kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang

mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk

bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali

orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan

Page 4: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk

memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial,

penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan

layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya.

FAKTOR PENDORONG TERJADI KDRT

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat

dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital

violence) sebagai berikut:

a) Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga

mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

b) Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkaN wanita

(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri

mengalami tindakan kekerasan.

c) Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika

terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri

sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

d) Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan

laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki

merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan

terhadap anaknya agar menjadi tertib.

e) Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,

diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau

ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi

Page 5: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni

keluarga.

Menurut Pakar Bidang Penelaah Kekerasan

Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu

menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi- agresi, dan teori kontrol.

Pertama, teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga hewan, memiliki suatu

instink agressif yang sudah dibawa sejak lahir.

- Sigmund Freud menteorikan bahwa manusia mempunyai suatu keinginan akan

kematian yang mengarahkan manusia-manusia itu untuk menikmati tindakan

melukai dan membunuh orang lain dan dirinya sendiri.

- Robert Ardery yang menyarankan bahwa manusia memiliki instink untuk

menaklukkan dan mengontrol wilayah, yang sering mengarahkan pada perilaku

konflik antar pribadi yang penuh kekerasan.

- Konrad Lorenz menegaskan bahwa agresi dan kekerasan adalah sangat berguna

untuk survive. Manusia dan hewan yang agresif lebih cocok untuk membuat

keturunan dan survive, sementara itu manusia atau hewan yang kurang sagresif

memungkinkan untuk mati satu demi satu

Kedua, teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk

mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat

yang masuk akal bahwa sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam tindakan agresif.

Orang frustasi sering menyerang sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang

lain. Diakui bahwa sebagian besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidka berkaitan

dengan frustasi. Misalnya, seorang pembunuh yang pofesional tidak harus menjadi frustasi

untuk melakukan penyerangan. Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang hubungannya

dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat adalah mudah untuk terpaksa berbuat

kekerasan ketika usaha-usahnya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi

frusstasi. Teori ini berpegang bahwa orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang

lain yang sangat berarti cenderung lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan

perilakunya yang impulsif. Travis Hirschi memberikan dukungan kepada teori ini melalu

temuannya bahwa remaja putera yang memiliki sejarah prilaku agresif secara fisik cenderung

tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orang lain.

Page 6: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

DAMPAK KDRT

Dampak KDRT Terhadap Perempuan Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, trauma

berkepanjangan.

Dampak KDRT terhadap Anak Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas

berdasarkan tahapan perkembangannya sebagai berikut:

1. Dampak terhadap Anak berusia bayi

Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan

perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem emosinya, bahkan sangat

terkait dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.

2. Dampak terhadap anak kecil

Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering digambarkan dengan problem

perilaku, seperti seringnya sakit, memiliki rasa malu yang serius, memiliki self-esteem yang

rendah, dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya :

memukul, menggigit, dan suka mendebat.

3. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah

KDRT berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak usia prasekolah.

4.Dampak terhadap Anak usia SD

kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam rumah tangganya

cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi batas ambang sampai tingkat berat,

memiliki kecakapan adaptif di bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di bawah

usia kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat menengah sampai dengan

tingkattinggi.

5.DampakTerhadapRemaja

kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan itu berdampak kepada

Page 7: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

semua anak remaja, tergantung ketahanan mental dan kekuatan pribadi anak remaja tersebut.

Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa konflik antar kedua orangtua yang disaksikan

oleh anak-anaknya yang sudah remaja cenderung berdampak yang sangat berarti, terutama

anak remaja pria cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung lebih

dipresif.

DASAR HUKUM DAN SANKSI KDRT

Berikut ini adalah “Dasar Hukum” untuk KDRT :

1. Nasional

- Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 27

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.b c. Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun

1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk

Deskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran Negara Th. 1984 No. 29, Tambahan

Lembaran Negara 3277)

- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Lembaran Negara Th 1999 No 165,

Tambahan Lembaran Negara No. 3886)

- UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak f. UU Nomor 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga g. UU Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah h. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi

dan Korban i. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan j. Peraturan Pemerintah N

o . 4 tahun 2 0 0 6 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban

Kekerasan dalam Rumah Tangga

- Peraturan Pemerintah No . 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten

Kota

- Keputusan Presiden RI No. 65 tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

terhadap Perempuan

Page 8: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

- Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

- Instruksi Pres iden R I N o . 9 tahun 2000 tentang Pengarus utama Gender dalam

Pembangunan Nasional

- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan N o . 1 tahun 2007 tentang

Forum Koordinasi Penyel enggaraan Kerjasama Pencegahan dan Penanganan

KDRT

- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1

tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

- Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak N o . 6

Tahun 2011 tentang Pencegahan dan pencegahan kekerasan terhadap anak di

lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

2. Internasional

a. Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women

(CEDAW) yang diratifikasi dengan Undang Undang No. 7 tahun 1984

b. Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1989

(Rekomendasi Umum 12 Bidang ke-8)

c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang II tahun 1992 tentang Penghapusan Segala Bentuk

Diskrimina i terhadap Perempuan

d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1993, yang dirapatkan oleh Sidang

Umum PBB dengan Resolusi No. 45/155, Desember 1990

e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP 48/104 Th. 1993 yang mengutuk setiap bentuk kekerasan

terhadap perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat atau oleh Negara.

Page 9: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

Sanksi Pidana Bagi Pelaku KDRT

Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam

Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual,

berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara

atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta sampai dengan 500 juta

rupiah. (vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam Pasal 50 juga

mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk

menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak

tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan

lembaga tertentu.

Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga–“UU KDRT”).

UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan

kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran

rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya (lihat Pasal 5 UU KDRT).

Kekerasan fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa

sakit, jatuh sakit, atau luka berat (lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasukpula perbuatan

menampar, menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.

Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara

langsung adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain

tidak dapat melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah mendapat kuasa

dari korban (lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).

Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan tindakan lain untuk

mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta

dalam pencegahan KDRT ini diatur dalamPasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai

berikut:

Page 10: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah

tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b. memberikan perlindungan kepada korban;

c. memberikan pertolongan darurat; dan

d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat Anda lakukan sebagai

kakak adalah sebagaimana disebutkan dalam poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT

menyebutkan bahwa permohonan (poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.

Ditegaskan pula dalam hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman

korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus

memberikan persetujuannya. Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan

tanpa persetujuan korban (lihat Pasal 30 ayat [1], ayat [3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang

dimaksud dengan ”keadaan tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan

sangat terancam jiwanya.

Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu untuk mendapatkan

(Pasal 10 UU KDRT):

a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga

sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan;

b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses

pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. pelayanan bimbingan rohani.

Page 11: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana

penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta . Dan

khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau

kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 (empat)

bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta .

HAK KORBAN KDRT SERTA PERAN BERBAGAI PIHAK

Hak-Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,

lembaga sosial , atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan

perintah perlindungan dari pengadilan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses

pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

pelayanan bimbingan rohani.

Untuk menjaga hak-hak korban KDRT dan untuk segala bentuk pencegahan serta

penanggulangan KDRT, maka di perlukan campur tangan dari berbagai pihak

Kewajiban Pemerintah

Pemerintah (cq. Menteri Pemberdayaan Perempuan) bertanggung jawab dalam upaya

pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (Ps 11). Oleh karenanya, sebagai pelaksanaan

tanggung jawab tersebut, pemerintah (Ps 12):

merumuskan KEBIJAKAN PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA;

Page 12: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

menyelenggarakan KOMUNIKASI, INFORMASI dan EDUKASI tentang kekerasan

dalam rumah tangga;

menyelenggarakan ADVOKASI dan SOSIALISASI tentang kekerasan dalam rumah

tangga;

menyelenggarakan PENDIDIKAN dan PELATIHAN SENSITIF JENDER dan ISU

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA serta menetapkan STANDAR dan

AKREDITASI pelayanan yang sensitif gender. Selanjutnya menurut Pasal 13, untuk

penyelenggaraan pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga,

pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing

dapat melakukan upaya.

Kewajiban Masyarakat

Sesuai batas kemampuannya, setiap orang yang MENDENGAR, MELIHAT, atau

MENGETAHUI terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya- upaya

untuk:

mencegah berlangsungnya tindak pidana

memberikan perlindungan kepada korban

memberikan pertolongan darurat; dan

membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan

G. PENANGANAN DAN PEMULIHAN KORBAN KDRT

Penanganan Korban KDRT

Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua pendekatan yang dapat

dilakukan untuk menangani KDRT, yaitu pendekatan kuratif dan preventif.

1. Pendekatan kuratif

a. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik

dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.

b. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya

melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan pertolongan, jika

sewaktu-waktu terjadi KDRT.

Page 13: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

c. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang mengundang

terjadinya KDRT.

d. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada akibat

yang ditimbulkan dari KDRT.

e. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan yang

harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT.

f. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik, yang

menampilkan informasi kekerasan.

g. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelamin,

kondisi, dan potensinya.

h. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena KDRT,

tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap korban KDRT.

i. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan

responsif terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di lingkungannya.

2. Pendekatan Preventif

a. Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan jenis dan

tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti

bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota masyarakat lainnya.

b. Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam mengurangi,

mengeliminir, dan menghilangkan salah satu bentuk KDRT secara berarti, sehingga

terjadi proses kehidupan yang tenang dan membahagiakan.

c. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi korban KDRT

dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki

efektivitas yang tinggi.

d. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera mendapatkan

penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan trauma psikis sampai serius.

e. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih sayang dan

keselamatan korban untuk masa depannya, sehingga tidak menimbulkan rasa dendam

bagi pelakunya.

Page 14: Kekerasaan dalam Rumah Tangga

f. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan pertaubatan diri

kepada Allah swt, akan kekeliruan dan kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam

rumah tangga, sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota keluarga.

g. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap setiap praktek KDRT

dengan mengacu pada UU tentang PKDRT, sehingga tidak berdampak jelek bagi

kehidupan masyarakat. Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat

tergantung pada kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga

untuk keluar dari praketk KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan

pemerintah menindak praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Pemulihan Korban

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:

Tenaga Kesehatan; Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar

profesi, dan dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib

memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Pekerja Sosial;

Relawan Pendamping; dan/atau

Pembimbing Rohani. Pekerja Sosial, Relawan Pendamping, dan/ atau Pembimbing Rohani

wajib memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk

menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.


Top Related