Download - Kebutuhan Air Irigasi.doc
BAB II
PAGE
DEBIT INTAKE
Debit intake (debit pengambilan) adalah jumlah volume air persatuan waktu atau disebut juga dengan debit yang disadap dari sungai dan kemudian dialirkan ke saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi. Debit intake ini mempunyai satuan m3/det dan baru dapat ditentukan setelah terlebih dahulu diketahui:
1. berapa besar kebutuhan air di sawah, baik untuk padi maupun untuk palawija;
2. berapa besar kebutuhan air pengambilan, baik untuk padi maupun untuk palawija; dan
3. berapa luas areal sawah yang ingin diairi.
1. KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PADI
Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini, yaitu:
1. kebutuhan air untuk penyiapan lahan;
2. kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman;
3. kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan;
4. kebutuhan air untuk pergantian lapisan air; dan
5. curah hujan efektif.
Kebutuhan air di sawah dapat dibedakan atas kebutuhan kotor air di sawah ( GFR = Gross Field Water Requirment), dan kebutuhan bersih air di sawah (NFR = Net Field Water Requirment). Pada perhitungan GFR, besaran curah hujan efektif tidak dimasukkan ke dalam perhitungan, yaitu mencakup faktor nomor 1 sampai dengan nomor 4. Sementara pada perhitungan NFR besaran curah hujan efektif turut dimasukkan ke dalam perhitungan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam satuan mm/hari.
Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Dibandingkan dengan kebutuhan air lainnya, kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya mempunyai nilai yang paling besar. Oleh karenanya, kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi umumnya ditentukan berdasarkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Besarnya kebutuhan air utuk penyiapan lahan ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini, yaitu:
1. jangka waktu untuk penyiapan lahan;
2. jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air.
Jangka waktu untuk penyiapan lahan
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dipengaruhi oleh tersedianya tenaga kerja, ternak penghela, traktor, dan kondisi sosial budaya masyarakat penggarap. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penyiapan lahan di seluruh petak tersier bagi lahan yang dikerjakan dengan traktor secara luas. Bagi lahan yang tidak dikerjakan dengan traktor secara luas diambil jangka waktu untuk penyaiapan lahannya selama 1,5 (satu setengah) bulan.
1.1.2 Jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air
Jumlah air untuk penjenuhan tanah dan genangan lapisan air dipengaruhi oleh porositas tanah dan kedalaman genangan. Sebagai pedoman, bila lahan dibiarkan bera atau tidak digarap dalam jangka waktu 2,5 bulan atau lebih, maka jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air adalah sebesar 300 mm, yaitu masing-masing 250 mm untuk penjenuhan tanah dan 50 mm untuk penggenangan lapisan air awal setelah transplantasi atau pemindahan bibit ke petak sawah selesai. Untuk lahan yang tidak dibiarkan bera, maka maka jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air adalah sebesar 250 mm, yaitu masing-masing 200 mm untuk penjenuhan tanah dan 50 mm untuk penggenangan lapisan air awal.
1.1.3 Menghitung kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat dihitung dengan rumus yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra, seperti diperlihatkan pada rumus berkut ini.
)
1
(
-
=
k
k
e
e
M
IR
(1)
P
E
M
+
=
0
(2)
S
T
M
k
=
(3)
dimana:
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm/hari;
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan tanahnya, mm/hari;
E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ET0, mm/hari;
ET0= Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus
Penman Modifikasi), mm/hari;
P = perkolasi, mm/hari;
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari;
S = jumlah air untuk pejenuhan dan lapisan air.
Contoh 1:
Pada sebuah daerah irigasi, evapotranspirasi potensial (ET0) untuk bulan Nopember yang dihitung dengan rumus Penman Modifikasi adalah 2,7 mm/hari. Perkolasi (P) di sawah dianggap sama pada setiap bulannya, yaitu sebesar 2 mm/hari. Jangka waktu penyiapan lahan (T) untuk daerah tersebut diperkirakan 1 bulan atau 30 hari, dan jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air (S) adalah 250 mm. Berdasarkan data tersebut, hitunglah kebutuhan air untuk penyiapan lahan pada bulan Nopember dengan menggunakan rumus van de Goor dan Zijlstra.
Penyelesaian 1:
hari
mm
e
e
e
e
M
IR
S
T
M
k
hari
mm
P
E
M
hari
mm
ET
E
k
k
/
1
,
11
822
,
0
111
,
9
)
1
(
0
,
5
)
1
(
6
,
0
250
150
250
30
0
,
5
/
0
,
5
0
,
2
0
,
3
/
0
,
3
7
,
2
1
,
1
1
,
1
6
,
0
6
,
0
0
0
0
=
=
-
=
-
=
=
=
=
=
=
+
=
+
=
=
=
=
Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR) adalah sebesar 11,1 mm/hari.
Harga IR yang dihitung dengan rumus van de Goor dan Zijlstra untuk harga M, T dan S tertentu dapat juga ditentukan dengan menggunakan Tabel 1. Sebagai contoh apabila data perhitungan seperti pada contoh di atas, yaitu M = 5,0 mm/hari, harga T = 30 hari dan S = 250 mm, maka menurut Tabel 1 harga IR adalah 11,1 mm/hari. Harga ini sesuai dengan hasil perhitungan yang dihasilkan dengan menggunakan rumus seperti pada contoh di atas. Apabila harga M yang diperoleh besarnya berada di antara harga M yang ada pada tabel, maka harga IR dapat diperoleh dengan cara interpolasi linear.
Contoh 2:
Dari hasil perhitungan dengan Rumus 2 di atas, diperoleh nilai M = 5,3 mm/hari. Harga T dan S masing-masing 30 hari dan 250 mm. Tentukan kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan menggunakan angka-angka yang ada padaTabel 1.
Penyelesaian 2:
Harga M = 5,3 mm/hari tidak ada padaTabel 1, angka ini berada di antara harga M = 5,0 mm/hari dan M = 5,5 mm/hari. Maka harga IR untuk M = 5,3 mm/hari, T = 30 hari dan S = 250 mm dicari dengan interpolasi linear. Dari Tabel 1, tetapkan M1 = 5,0 mm/hari, IR1 = 11,1 mm/hari, M2 = 5,5 mm/hari, dan IR2 = 11,4 mm/hari, maka dengan interpolasi linear :
(
)
(
)
hari
mm
IR
IR
IR
IR
IR
M
M
M
M
IR
/
3
,
11
1
,
11
1
,
11
4
,
11
0
,
5
5
,
5
0
,
5
3
,
5
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
Tabel 1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
M = E0 + P
mm/hari
T = 30 hari
T = 45 hari
S = 250 mm S = 300 mm
S = 250 mm S = 300 mm
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
9,5
10,0
10,5
11,0
11,1 12,7
11,4 13,0
11,7 13,3
12,0 13,6
12,3 13,9
12,6 14,2
13,0 14,5
13,3 14,8
13,6 15,2
14,0 15,5
14,3 15,8
14,7 16,2
15,0 16,5
8,4 9,5
8,8 9,8
9,1 10,1
9,4 10,4
9,8 10,8
10,1 11,1
10,5 11,4
10,8 11,8
11,2 12,1
11,6 12,5
12,0 12,9
12,4 13,2
12,8 13,6
1.2 Kebutuhan Air Untuk Penggunaan Konsumtif Tanaman
Kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini.
0
ET
k
ET
c
c
=
(4)
dimana:
ETc = Kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
kc = koefisien tanaman;
ET0 = Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus
Penman Modifikasi), mm/hari
Pada perhitungan kebutuhan bersih air di sawah (NFR), diasumsikan bahwa pemberian air di petak tersier dilakukan secara rotasi alamiah, yaitu ditetapkan pengaturan air dilakukan per setengah bulanan. Oleh karenanya, kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman (ETc) dihitung untuk setiap setengah bulanan berdasarkan koefisien tanaman yang berbeda pada setiap setengah bulanan.
1.2.1 Koefisien Tanaman
Harga koefisien tanaman padi (kc) yang dipakai bersama dengan ET0 hasil perhitungan dengan rumus Penman Modifikasi untuk menghitung ETc diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Apabila ET0 dihitung dengan rumus Penman Modifikasi yang diperkenalkan oleh Nedeco/Prosida, maka harga koefisien tanaman yang digunakan untuk menghitung ETc adalah harga koefisien tanaman padi yang ada pada kolom Nedeco/Prosida di Tabel 2. Demikian juga dengan kasus apabila ET0 dihitung dengan rumus Penman Modifkasi yang diperkenalkan oleh FAO, maka harga koefisien tanaman yang digunakan untuk menghitung ETc adalah harga koefisien tanaman padi yang ada pada kolom FAO di Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa varietas biasa masa tumbuhnya lama dibanding dengan varietas unggul. Selama setengah bulan terakhir pemberian air irigasi ke sawah dihentikan, yaitu ditunjukkan dengan koefisien tanaman adalah nol.
Tabel 2. Koefisien Tanaman Padi
Bulan
Nedeco/Prosida
FAO
Varietas Varietas
Biasa unggul
Varietas Varietas
Biasa unggul
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
1,20 1,20
1,20 1,27
1,32 1,33
1,40 1,30
1,35 1,30
1,24 0
1,12
0
1,10 1,10
1,10 1,10
1,10 1,05
1,10 1,05
1,10 0,95
1,05 0
0,95
0
1.2.2 Evapotranspirasi Potensial Tanaman Acuan
Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) dihitung dengan menggunakan rumus Penman Modifikasi. Rumus ini menghasilkan ET0 dari tanaman acuan berupa rerumputan pendek dengan albedo 0,25. Ada 2 metoda yang dapat digunakan pada rumus ini, yaitu:
1. Metoda Nedeco/Prosida; dan
2. Metoda FAO.
Dari kedua metoda tersebut, rumus Penman Modifikasi Metoda FAO lebih umum dipakai, yaitu seperti dijelaskan pada rumus di bawah ini.
(
)
(
)
[
]
ed
ea
u
f
W
R
W
c
ET
n
-
-
+
=
)
(
1
0
(5)
dimana:
ET0 = Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari;
c = faktor yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan angin pada
siang dengan malam hari;
W = faktor pembobot;
Rn = energi radiasi bersih yang menghasilkan evaporasi, mm/hari;
f(u) = fungsi kecepatan angin rata-rata yang diukur pada ketinggian 2 m
dengan satuan kecepatan angin dalam km/hari;
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual, mbar.
Contoh 3:
Dari sebuah stasiun meteorologi yang terletak pada posisi 300 LU dan berada pada ketinggian 95 m, diperoleh data meteorologi pada bulan Juli sebagai berikut:
temperature udara rata-rata (Tmean) adalah 28,5 0C;
kelembaban relatif (Rh) adalah 55%;
kecepatan angin (u) diukur pada ketinggian 3 m adalah 250 km/hari;
penyinaran matahari (n/N) adalah 83%.
Hitung Evapotranspirasi potensial tanaman acuan yang terjadi pada bulan Juli dengan menggunakan rumus Penman Modifikasi metoda FAO.
Penyelesaian 3:
Untuk menghitung ET0, maka terlebih dahulu variable-variabel yang ada pada rumus Penman Modifikasi di atas dihitung sebagai berikut:
1). faktor c
Tidak ada data yang membedadan kecapatan angin pada siang hari dan malam hari siang hari, maka nilai c dianggap 1.
2). perbedaan tekanan uap (ea-ed)
Berdasarkan nilai temperatur udara rata-rata (Tmean), dari tabel di bawah ini dapat diperoleh nilai tekanan uap jenuh.
Tabel 3. Tekanan uap jenuh ea menurut temperatur udara rata-rata
Temperatur ( 0C)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ea (mbar)
6,1
6,6
7,1
7,6
8,1
8,7
9,8
10,0
10,7
11,5
12,3
Temperatur ( 0C)
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
ea (mbar)
13,1
14,0
15,0
16,1
17,0
18,2
19,4
20,6
22,0
23,4
24,9
Temperatur ( 0C)
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
ea (mbar)
26,4
28,1
29,8
31,7
33,6
35,7
37,8
40,1
42,4
44,9
47,6
Temperatur ( 0C)
33
34
35
36
37
38
39
ea (mbar)
50,3
53,2
56,2
59,4
62,8
66,3
69,9
Jika Tmean 28,5 0C, maka nilai tersebut berada diantara T1 = 28 0C dengan T2 = 29 0C yang masing-masing ea1 = 37,8 mbar dan ea2 = 40,1 mbar, maka dengan interpolasi linear :
(
)
(
)
mbar
ea
ea
ea
ea
ea
T
T
T
Tmean
ea
39
8
,
37
8
,
37
1
,
40
29
29
28
5
,
28
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
Untuk mencari nilai tekanan uap aktual (ed) digunakan rumus yang menyatakan besar kelembaban relatif (Rh), yaitu:
mbar
ae
Rh
ed
Rh
dengan
ea
ed
Rh
5
,
21
39
55
,
0
%
55
,
%
100
=
=
=
=
=
Dengan diketahui nilai ea dan ea, maka diperoleh:
(
)
mbar
ed
ea
5
,
17
5
,
21
39
=
-
=
-
3). fungsi kecepatan angin f(u):
Pengaruh angin terhadap ET0 yang dihitung dengan rumus Penman Modifikasi ditunjukkan dengan rumus,
+
=
100
1
27
,
0
)
(
u
u
f
(6)
dimana u adalah kecepatan angin harian rata-rata dalam satuan km/hari yang diukur pada ketinggian 2 m. Nilai f(u) tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan Tabel 4. Apabila kecepatan angin diukur tidak pada ketinggian 2 m, maka kecepatan angin tersebut dikoreksi terlebih dahulu dengan faktor yang terdapat pada Tabel 5 dan baru kemudian nilai f(u) dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Fungsi kecepatan angin f(u)
u (km/hari)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0,30
0,32
0,35
0,38
0,41
0,43
0,46
0,49
0,51
100
0,54
0,57
0,59
0,62
0,65
0,67
0,70
0,73
0,76
0,78
200
0,81
0,84
0,86
0,89
0,92
0,94
0,97
1,00
1,03
1,05
300
1,08
1,11
1,13
1,16
1,19
1,21
1,24
1,27
1,30
1,32
400
1,35
1,38
1,40
1,43
1,46
1,49
1,51
1,54
1,57
1,59
500
1,62
1,65
1,67
1,70
1,73
1,76
1,78
1,81
1,84
1,90
600
1,89
1,92
1,94
1,97
2,00
2,02
2,05
2,08
2,11
2,15
700
2,16
2,19
2,21
2,24
2,27
2,29
2,32
2,35
2,38
2,40
800
2,43
2,46
2,48
2,51
2,54
2,56
2,59
2,62
2,64
2,65
900
2,70
Tabel 5. Faktor koreksi untuk u yang diukur pada ketinggian tertentu
Ketinggian tempat
Pengukuran (m)
0,5
1,0
1,5
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Faktor koreksi
1,35
1,15
1,06
1,00
0,93
0,88
0,85
0,80
Dari data pada contoh di atas:
u = 250 km/hari diukur pada ketinggian 3 m, maka harga u perlu dikoreksi dengan angka koreksi pada Tabel 5, yaitu untuk ketinggian 3 m angka koreksinya 0,93 ; maka harga u yang telah dikoreksi menjadi:
hari
km
u
/
233
250
93
,
0
=
=
Kemudian dengan menggunakan Tabel 4 nilai f(u) dicari. Oleh karena nilai u = 233 km/hari berada diantara nilai u1 = 230 km/hari dengan u2 = 240 km/hari yang masing-masing f(u)1 = 0,89 dan f(u)2 = 0,92, maka f(u) dicari dengan cara interpolasi linear:
(
)
(
)
90
,
0
)
(
89
,
0
89
,
0
92
,
0
230
240
230
233
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
u
f
u
f
u
f
u
f
u
f
u
u
u
u
u
f
4). faktor pembobot (W) dan (1-W)
Faktor pembobot W menjelaskan bobot pengaruh perubahan tekanan, dan energi radiasi terhadap ET0, secara matematis dapat dihitung:
g
+
D
D
=
W
(7)
dimana:
( = gradien perubahan tekanan uap terhadap perubahan temperatur;
( = konstanta psychrometric.
Nilai W ini dapat juga diperoleh dari Tabel 6 di bawah ini, yaitu berdasar posisi ketinggian daerah yang diamati dan temperatur udara rata-rata.
Tabel 6. Nilai factor pembobot W
Temperatur (T) 0C
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Ketinggian (z) m
0
500
1000
2000
0,43
0,44
0,46
0,49
0,46
0,48
0,49
0,52
0,49
0,51
0,52
0,55
0,52
0,54
0,55
0,58
0,55
0,57
0,58
0,61
0,58
0,60
0,61
0,64
0,61
0,62
0,64
0,66
0,64
0,65
0,66
0,69
0,66
0,67
0,69
0,71
0,69
0,70
0,71
0,73
Temperatur (T) 0C
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
Ketinggian (z) m
0
500
1000
2000
0,71
0,72
0,73
0,75
0,73
0,74
0,75
0,77
0,75
0,76
0,77
0,79
0,77
0,78
0,79
0,81
0,78
0,79
0,80
0,82
0,80
0,81
0,82
0,84
0,82
0,82
0,83
0,85
0,83
0,84
0,85
0,86
0,84
0,85
0,86
0,87
0,85
0,86
0,87
0,88
Dari contoh di atas, daerah pengamatan berada pada ketinggian z= 95 m, dan temperatur rata-rata T=28,5 0C, dengan menggunakan Tabel 6 di atas nilai W dicari. Oleh kerena ketinggian z=95 m berada diantara nilai z1 = 0 m dengan z2 = 500 m, dan T=28,5 0C berada diantara nilai T1=28 0C dengan T2=30 0C, maka nilai W akan dicari dengan cara interpolasi linear 3 tahap.
Tahap 1:
Pada ketinggian z = 0 m, dicari nilai W untuk T=28,5 0C. Dari Tabel 6, T1 = 28 0C dan T2 = 30 0C, masing-masing W1 = 0,77 dan W2 = 0,78:
(
)
(
)
7725
,
0
77
,
0
77
,
0
78
,
0
28
30
28
5
,
28
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
W
W
W
W
W
T
T
T
T
W
Tahap 2:
Pada Ketinggian z = 500 m, dicari nilai W untuk T=28,5 0C. Dari Tabel 6, T1 = 28 0C dan T2 = 30 0C, masing-masing W1 = 0,78 dan W2 = 0,79:
(
)
(
)
7825
,
0
78
,
0
78
,
0
79
,
0
28
30
28
5
,
28
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
W
W
W
W
W
T
T
T
T
W
Tahap 3:
Pada Ketinggian z = 95 dicari nilai W untuk T = 28,5 0C. Dari perhitungan di atas pada T=28,5 0C dan z1 = 0 m memberikan W1 = 0,7725, sedangkan pada T=28,5 0C dan z2 = 500 m memberikan W2 = 0,7825, maka:
(
)
(
)
77
,
0
7744
,
0
7725
,
0
7725
,
0
7825
,
0
0
500
0
95
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
W
W
W
W
W
W
z
z
z
z
W
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai W = 0,77, maka nilai (1-W) = 0,23
5). Radiasi bersih (Rn)
Radiasi bersih (Rn) adalah selisih antara semua radiasi yang datang dengan semua radiasi yang pergi meninggalkan permukaan bumi. Radiasi bersih dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus di bawah ini.
(
)
Ra
N
n
Rs
+
=
/
50
,
0
25
,
0
(8)
Rs
Rns
-
=
)
1
(
a
(9)
)
/
(
)
(
)
(
1
N
n
f
ed
f
t
f
Rn
=
(10)
1
Rn
Rns
Rn
-
=
(11)
dimana:
Ra = radiasi yang sampai pada lapisan atas atmosfir, mm/hari;
Rs = radiasi matahari yang sampai ke bumi, mm/hari;
Rns = radiasi bersih matahari gelombang pendek, mm/hari;
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang, mm/hari;
Rn = radiasi bersih, mm/hari;
n/N= perbandingan jam cerah aktual dengan jam cerah teoritis, yang
besarnya sama dengan persentase penyinaran matahari;
( = albedo atau persentase radiasi yang dipantulkan, untuk tanaman
acuan pada rumus Penman Miodifikasi diambil ( = 0,25;
Nilai Ra yang dalam satuan ekivalen evaporasi mm/hari dapat diperoleh dari Tabel 7, yang menjelaskan nilai Ra tiap bulan untuk suatu posisi lintang (latitude) dearah pengamatan. Nilai f(T), f(ed), dan f (n/N) masing-masing dapat diperoleh dari Tabel 8, 9, dan 10.
Tabel 7. Nilai Ra ekivalen dengan evaporasi dalam mm/hari
Lintang Utara 0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
0
15,0
15,5
15,7
15,3
14,4
13,9
14,1
14,8
15,3
15,4
15,1
14,8
2
14,7
15,3
15,6
15,3
14,6
14,2
14,3
14,9
15,3
15,3
14,8
14,4
4
14,3
15,0
15,5
15,5
14,9
14,4
14,6
15,1
15,3
15,1
14,5
14,1
6
13,9
14,8
15,4
15,4
15,1
14,7
14,9
15,2
15,3
15,0
14,2
13,7
8
13,6
14,5
15,3
15,6
15,3
15,0
15,1
15,4
15,3
14,8
13,9
13,3
10
13,2
14,2
15,3
15,7
15,5
15,3
15,3
15,5
15,3
14,7
13,6
12,9
12
12,8
13,9
15,1
15,7
15,7
15,5
15,5
15,6
15,2
14,4
13,3
12,5
14
12,4
13,6
14,9
15,7
15,8
15,7
15,7
15,7
15,1
14,1
12,8
12,0
16
12,0
13,3
14,7
15,6
16,0
15,9
15,9
15,7
15,0
13,9
12,4
11,6
18
11,6
13,0
14,6
15,6
16,1
16,1
16,1
15,8
14,9
13,6
12,0
11,1
20
11,2
12,7
14,4
15,6
16,3
16,4
16,3
15,9
14,8
13,3
11,6
10,7
22
10,7
12,3
14,2
15,5
16,3
16,4
16,4
15,8
14,6
13,0
11,1
10,2
24
10,2
11,9
13,9
15,4
16,4
16,6
16,5
15,8
14,5
12,6
10,7
9,7
26
9,8
11,5
13,7
15,3
16,4
16,7
16,6
15,7
14,3
12,3
10,3
9,3
28
9,3
11,1
13,4
15,3
16,5
16,8
16,7
15,7
14,1
12,0
9,9
8,8
30
8,8
10,7
13,1
15,2
16,5
17,0
16,8
15,7
13,9
11,6
9,5
8,3
Lintang Selatan 0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
0
15,0
15,5
15,7
15,3
14,4
13,9
14,1
14,8
15,3
15,4
15,1
14,8
2
15,3
15,7
15,7
15,1
14,1
13,5
13,7
14,5
15,2
15,5
15,3
15,1
4
15,5
15,8
15,6
14,9
13,8
13,2
13,4
14,3
15,1
15,6
15,5
15,4
6
15,8
16,0
15,6
14,7
13,4
12,8
13,1
14,0
15,0
15,7
15,8
15,7
8
16,1
16,1
15,5
14,4
13,1
12,4
12,7
13,7
14,9
15,8
16,0
16,0
10
16,4
16,3
15,5
14,2
12,8
12,0
12,4
13,5
14,8
15,9
16,2
16,2
12
16,6
16,3
15,4
14,0
12,5
11,6
12,0
13,2
14,7
15,8
16,4
16,5
14
16,7
16,4
15,3
13,7
12,1
11,2
11,6
12,9
14,5
15,8
16,5
16,6
16
16,9
16,4
15,2
13,5
11,7
10,8
11,2
12,6
14,3
15,8
16,7
16,8
18
17,1
16,5
15,1
13,2
11,4
10,4
10,8
12,3
14,1
15,8
16,8
17,1
20
17,3
16,5
15,0
13,0
11,0
10,0
10,4
12,0
13,9
15,8
17,0
17,4
22
17,4
16,5
14,8
12,6
10,6
9,6
10,0
11,6
13,7
15,7
17,0
17,5
24
17,5
16,5
14,6
12,3
10,2
9,1
9,5
11,2
13,4
15,6
17,1
17,7
26
17,6
16,4
14,4
12,0
9,7
8,7
9,1
10,9
13,2
15,5
17,2
17,8
28
17,7
16,4
14,3
11,6
9,3
8,2
8,6
10,4
13,0
15,4
17,2
17,9
30
17,8
16,4
14,0
11,3
8,9
7,8
8,1
10,1
12,7
15,3
17,3
18,1
Tabel 8. Pengaruh temperatur f(T) terhadap Rn1
T 0C
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
F(T)
11,0
11,4
11,7
12,0
12,4
12,7
13,1
13,5
13,8
14,2
T 0C
20
22
24
26
28
30
32
34
36
F(T)
14,6
15,0
15,4
15,9
16,3
16,7
17,2
17,7
18,1
Tabel 9. Pengaruh tekanan uap f(ed) terhadap Rn1
ed mbar
6
8
10
12
14
16
18
20
22
f(ed)
0,23
0,22
0,20
0,19
0,18
0,16
0,15
0,14
0,13
ed mbar
24
26
28
30
32
34
36
38
40
f(ed)
0,12
0,12
0,11
0,10
0,09
0,08
0,08
0,07
0,06
Tabel 10. Pengaruh Persentase penyinaran matahari f(n/N) terhadap Rn1
n/N
0
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
f(n/N)
0,10
0,15
0,19
0,24
0,28
0,33
0,37
0,42
0,46
0,51
0,55
n/N
0,55
0,60
0,65
0,70
0,75
0,80
0,85
0,90
0,95
1,00
f(n/N)
0,60
0,64
0,69
0,73
0,78
0,82
0,87
0,91
0,96
1,00
Dari contoh di atas, daerah pengamatan terletak pada posisi 300LU, memiliki persentase penyinaran matahari (n/N) = 83%, temperatur udara rata-rata (T) = 28,5 0C dan tekanan uap aktual ed = 21,5 mbar, maka:
a). berdasarkan Tabel 7, untuk daerah dengan posisi 300LU diperoleh:
Ra = 16,8 mm/hari;
b) dengan menggunakan Rumus 8 dan nilai n/N = 83% diperoleh:
(
)
hari
mm
Rs
Rs
Ra
N
n
Rs
/
2
,
11
8
,
16
)
83
,
0
50
,
0
25
,
0
(
/
50
,
0
25
,
0
=
+
=
+
=
c) dengan menggunakan Rumus 9 dan ( = 0,25 diperoleh:
hari
mm
Rns
Rns
Rs
Rns
/
4
,
8
2
,
11
)
25
,
0
1
(
)
1
(
=
-
=
-
=
a
d) untuk T = 28,5 0C dari Tabel 8 dengan interpolasi linear diperoleh:
(
)
(
)
4
,
16
)
(
3
,
16
3
,
16
7
,
16
28
30
28
5
,
28
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
T
f
T
f
T
f
T
f
T
f
T
T
T
T
T
f
untuk ed = 21,5 mbar dari Tabel 9 dengan interpolasi linear
diperoleh:
(
)
(
)
13
,
0
)
(
14
,
0
14
,
0
13
,
0
20
22
20
5
,
21
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
ed
f
ed
f
ed
f
ed
f
ed
f
ed
ed
ed
ed
ed
f
untuk n/N = 83% dari Tabel 10 dengan interpolasi linear diperoleh:
(
)
(
)
85
,
0
)
/
(
82
,
0
82
,
0
87
,
0
80
,
0
85
,
0
80
,
0
83
,
0
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
)
/
(
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
N
n
f
N
n
f
N
n
f
N
n
f
N
n
f
N
n
N
n
N
n
N
n
N
n
f
setelah diperoleh nilai f(T) = 16,4 ; f(ed) = 0,13 ; dan f(n/N) = 0,85 ;
maka dengan menggunakan Rumus 10 diperoleh:
hari
mm
Rn
Rn
N
n
f
ed
f
t
f
Rn
/
8
,
1
1
85
,
0
13
,
0
4
,
16
1
)
/
(
)
(
)
(
1
=
=
=
e) dengan menggunakan Rumus 11 dan nilai Rns = 8,4 mm/hari dan
Rn1 = 1,8 mm/hari, diperoleh:
hari
mm
Rn
Rn
Rn
Rns
Rn
/
6
,
6
8
,
1
4
,
8
1
=
-
=
-
=
6). evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0)
Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) dihitung setelah variabel-varibel yang ada pada rumus Penman Modifikasi diperoleh,
c = 1; (ea-ed) = 17,5 mbar; f(u) = 0,90; W = 0,77; (1-W) = 0,23; dan
Rn = 6,6 mm/hari; kemudian varibel-variabel tersebut dimasukkan ke Rumus 5, yaitu:
(
)
(
)
[
]
[
]
[
]
hari
mm
ET
ET
ET
ed
ea
u
f
W
R
W
c
ET
n
/
7
,
8
6
,
3
1
,
5
1
5
,
17
90
,
0
23
,
0
6
,
6
77
,
0
1
)
(
1
0
0
0
0
=
+
=
+
=
-
-
+
=
Dari hasil perhitungan berarti evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) untuk daerah pada contoh di atas yang terjadi pada bulan Juli adalah 8,7 mm/hari.
1.2.3 Menghitung kebutuhan air penggunaan konsumtif tanaman (ETc)
Setelah mengetahui evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) yang dihitung dengan rumus Penman Modifikasi menurut metoda FAO, maka dengan menggunakan Rumus 4 dan koefisien tanaman (kc) yang terdapat pada Tabel 2 di kolom FAO, harga ETc dapat dihitung.
Contoh 4:
Pada suatu daerah irigasi, setelah dihitung dengan rumus Penman Modifikasi metoda FAO diperoleh besar evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) untuk bulan Januari sampai dengan Maret adalah:
Januari: ETo = 4,4 mm/hari;
Februari: ETo = 4,5 mm/hari; dan
dan Maret: ETo = 4,4 mm/hari.
Apabila ingin ditanam padi varietas unggul dan ditanam mulai bulan Januari, hitung kebutuhan penggunaan konsumtif tanamannya (ETc).
Penyelesaian 4:
Dengan menggunakan Rumus 4 dihitung kebutuhan penggunaan konsumtif tanaman untuk tiap setengah bulanan, dengan koefisien tanaman (kc) dari Tabel 3 dibedakan tiap setengah bulanan, sebagai berikut:
a) Januari setengah bulan pertama (Januari-1): kc = 1,1 dan ET0 = 4,4 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
8
,
4
4
,
4
1
,
1
0
=
=
=
b) Januari setengah bulan kedua (Januari-2): kc = 1,1 dan ET0 = 4,4 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
8
,
4
4
,
4
1
,
1
0
=
=
=
c) Februari setengah bulan pertama (Februari-1): kc = 1,05 dan ET0 = 4,5 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
7
,
4
5
,
4
05
,
1
0
=
=
=
d) Februari setengah bulan kedua (Februari-2): kc = 1,05 dan ET0 = 4,5 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
7
,
4
5
,
4
05
,
1
0
=
=
=
e) Maret setengah bulan pertama (Maret-1): kc = 0,95 dan ET0 = 4,4 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
2
,
4
4
,
4
95
,
0
0
=
=
=
f) Maret setengah bulan kedua (Maret-2): kc = 0,0 dan ET0 = 4,4 mm/hari, maka:
hari
mm
ET
kc
ET
c
/
0
,
0
4
,
4
0
,
0
0
=
=
=
1.3 Kebutuhan Air Untuk Perkolasi dan Rembesan
Perkolasi adalah gerakan air mengalir di dalam tanah yang lajunya bergantung dengan sifat dan jenis tanah. Pada tanah lempung, laju perkolasi dan rembesan pada tanggul sawah disimbulkan dengan P, diperkirakan berkisar 1-3 mm/hari. Pada tanah yang banyak mengandung pasir, laju perkolasi dan rembesan ini bisa mecapai angka lebih tinggi.
1.4 Kebutuhan Air Untuk Pergantian Lapisan Air
Pergantian lapisan air setinggi 50 mm dilakukan dua kali, yaitu satu bulan setelah pemindahan bibit ke petak sawah (transplantasi) dan dua bulan setelah transplantasi. Pergantian lapisan air setinggi 50 mm ini disimbulkan dengan WLR dan dapat diberikan:
1) selama setengah bulan, berarti diberikan
hari
mm
hari
mm
WLR
/
3
,
3
15
50
=
=
; atau
2) selama satu bulan, berarti diberikan
hari
mm
hari
mm
WLR
/
7
,
1
30
50
=
=
1.5 Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif ditentukan untuk setiap setengah bulanan, yaitu merupakan hujan 70% dari hujan berpeluang terpenuhi 80 %. Dengan kata lain hujan ini berpeluang gagal 20 %, yang berarti memiliki priode ulang kegagalan rata-rata 5 tahun sekali. Rumus yang digunakan untuk menentukan hujan efektif ini adalah
15
)
(
70
,
0
Re
%
80
bulanan
setengah
R
=
(12)
dimana:
Re = hujan efektif, mm/hari;
R80%(setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi
80%, dalam satuan mm.
contoh 5:
Data hujan setengah bulanan dari bulan Juni Agustus pada sebuah stasiun pengukur hujan untuk sepuluh tahun diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Dari data tersebut ingin ditentukan hujan berpeluang 80% terpenuhi dan hujan efektifnya.
Tabel 11. Curah hujan setengah bulanan
Tahun
Juni
Juli
Agustus
1
2
1
2
1
2
1984
54
26
35
11
72
11
1985
27
42
28
26
25
67
1986
49
16
51
34
38
53
1987
76
39
20
27
12
80
1988
18
23
14
53
27
68
1989
21
20
67
22
10
76
1990
80
14
81
10
32
55
1991
95
10
12
59
41
34
1992
70
29
10
63
72
13
1993
65
33
23
48
13
91
Penyelesaian 5:
Langkah penyelesaian untuk menentukan curah hujan efektif dapat dilakukan sebagai berikut:
1) urutkan data dari nilai terbesar ke nilai terkecil;
2) hitung probabilitas (peluang) terpenuhi dengan rumus:
%
100
1
+
=
n
m
p
(13)
dimana:
p = probabilitas, %;
m = nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil;
n = jumlah tahun data.
Tabel 12. Data hujan diurut dari besar ke kecil serta
probabilitas terpenuhi (p)
Nomor Urut
(m)
Juni
Juli
Agustus
p=m/n+1
(%)
1
2
1
2
1
2
1
95
42
81
63
72
91
9,1
2
80
39
67
59
70
80
18,2
3
76
33
51
53
41
76
27,3
4
70
29
35
48
38
68
36,4
5
65
26
28
34
32
67
45,5
6
54
23
23
27
27
55
54,6
7
49
20
20
26
25
53
63,6
8
27
16
14
22
13
34
72,7
9
21
14
12
11
12
13
81,8
10
18
10
10
10
10
11
90,9
Pada Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa semua data yang berada pada nomor urut, misalnya m = 3 memiliki probabilitas:
%
3
,
27
%
100
1
10
3
%
100
1
=
+
=
+
=
n
m
p
Dengan cara yang sama semua data yang berada pada nomor urut m = 8 dan m = 9, masing-masing memilki probabilitas 72,7% dan 81,8%. Berarti probabilitas 80% berada diantara probabilitas 72,7% dan 81,8%. Untuk mencari curah hujan untuk probabilitas 80% harus dilakukan dengan interpolasi linear, yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Curah Hujan R80 dan Re
Bulan
R80 (mm)
Re (mm/hari)
Juni
1
22
1,0
2
14
0,7
Juli
1
12
0,6
2
13
0,6
Agustus
1
12
0,6
2
17
0,8
R80 untuk bulan Juni setengah bulan pertama (Juni 1) pada Tabel 13 diperoleh dengan interpolasi linear, yaitu dari Tabel 12, p1 = 72,7% ; p2 = 81,8% dan masing-masing R72,7 = 27 mm dan R81,8 = 21 mm
(
)
(
)
mm
R
R
R
R
R
p
p
p
p
R
22
27
27
21
%
7
,
72
%
8
,
81
%
7
,
72
%
80
80
80
71
,
72
7
,
72
8
,
81
1
2
1
80
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
Dengan Rumus 12, hujan efektif (Re) untuk bulan Juni 1 diperoleh:
hari
mm
bulanan
setengah
R
/
0
,
1
Re
15
22
70
,
0
Re
15
)
(
70
,
0
Re
%
80
=
=
=
1.6 Perhitungan Kebutuhan Air di Sawah untuk Padi
Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) untuk padi dihitung dengan rumus
e
R
IR
NFR
-
=
(14)
atau
e
R
P
WLR
ET
NFR
c
-
+
+
=
(15)
dimana:
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm/hari;
Re = hujan efektif, mm/hari;
ETc = kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
WLR = kebutuhan air untuk pergantian lapisan air, mm/hari;
P = kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan, mm/hari.
Tabel 14. Perhitungan Kebutuhan Bersih (NFR) dan Kebutuhan Pengambilan (DR)
Priode
ETo
mm/hari
P
mm/hari
Re
Mm/hari
WLR1
Mm/hari
WLR2
mm/hari
WLR3
mm/hari
WLR
mm/hari
C1
C2
C3
C
ETc
mm/hari
NFR
mm/hari
DR
l/det/ha
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
Nop 1
5,2
2
2,0
LP
LP
LP
LP
11,2
9,2
1,64
2
2,0
1,1
LP
LP
LP
11,2
9,2
1,64
Des 1
4,2
2
2,1
1,1
1,1
LP
LP
10,5
8,4
1,50
2
2,5
3,3
1,1
1,05
1,1
1,1
1,08
4,5
5,1
0,91
Jan 1
4,4
2
2,3
3,3
1,1
1,05
1,05
1,1
1,07
4,7
5,5
0,98
2
2,2
3,3
3,3
2,2
0,95
1,05
1,05
1,02
4,5
6,5
1,15
Feb 1
4,5
2
1,7
3,3
1,1
0
0,95
1,05
0,67
3,0
4,4
0,78
2
2,2
3,3
1,1
0
0,95
0,32
1,4
2,3
0,41
Mar 1
4,4
2
1,9
0
0
0
0
0
2
2,1
LP
LP
LP
LP
9,4
7,3
1,30
Apr 1
4,3
2
2,1
1,1
LP
LP
LP
9,4
7,3
1,30
2
2,5
1,1
1,1
LP
LP
9,4
6,9
1,23
Mei 1
4,0
2
3,2
1,05
1,1
1,1
1,08
4,3
4,2
0,75
2
3,3
1,05
1,05
1,1
1,07
4,3
4,1
0,73
Jun 1
3,6
2
3,9
0,95
1,05
1,05
1,02
3,7
4,0
0,71
2
2,7
0
0,95
1,05
0,67
2,4
2,9
0,52
Jul 1
4,1
2
2,1
0
0,95
0,32
1,3
2,3
0,41
2
1,4
0
0
0
0
0
Agt 1
4,9
2
0,5
2
0,2
Sep 1
5,1
2
0
2
0,2
Okt 1
5,9
2
0,3
2
0,5
Rumus 14 digunakan untuk menghitung kebutuhan bersih air ketika peyiapan lahan dilakukan. Pada Rumus 14 ini, nilai evaporasi, perkolasi dan genangan lapisan air telah dimasukkan ke dalam perhitungan IR, seperti telah dijelaskan di depan. Rumus 15 digunakan untuk menghitung kebutuhan bersih air di sawah ketika padi sudah ditanam.
Contoh 6:
Berikut ini diberikan contoh perhitungan kebutuhan bersih air (NFR) di sawah untuk padi dalam bentuk tabel, diperlihatkan pada Tabel 14. Untuk contoh perhitungan ini, diberikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
1. Kebutuhan bersih air dihitung pada petak tersier, yang pemberian airnya dilakukan secara rotasi ilmiah dengan masa tanam tidak serentak perperiode setengah bulanan. Masa persiapan lahan direncanakan selama 45 hari.
2. Musim tanam padi rendeng dimulai pada bulan Nopember pertama (Nopember 1) dan padi gadu ada bulan Mei kedua (Mei 2);
3. Besar evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ETo) yang dihitung dengan rumus Penman Modifikasi menurut metoda FAO diperlihatkan pada kolom 2;
4. Perkolasi (P) ditetapkan 2 mm/hari untuk setiap bulan, diperlihatkan pada kolom 3;
5. Besar hujan efektif (Re) dihitung untuk setiap setengah bulanan diperlihatkan pada kolom 4;
6. Pergantian lapisan air (WLR) setinggi 50 mm dilakukan pada 1 bulan dan 2 bulan setelah transplantasi, masing-masing diberikan selama setengah bulanan (15 hari), sehingga diperlukan air 3,3 mm/hari. Pemberian air ini dilakukan secara rotasi alamiah persetengah bulanan (15 hari). Oleh karena penyiapan lahan untuk seluruh petak tersier adalah 45 hari, maka secara alamiah pula petak tersier dibagi dalam 3 golongan. Golongan ini diperlihatkan dengan adanya WLR1, WLR2, dan WLR3 untuk masing-masing golongan yang tercantum pada kolom 5, 6, dan 7. Nilai rata-rata dari WLR diperlihatkan pada kolom 8.
7. Padi yang ditanam adalah varietas unggul menurut FAO. Pemberian air yang dilakukan secara rotasi alamiah diperlihatkan dengan adanya koefisien tanaman C1, C2, dan C3 untuk masing-masing golongan yang tercantum pada kolom 9, 10, dan 11. Nilai rata-rata C diperlihatkan pada kolom 12.
8. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45 hari), air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata ke seluruh areal. Tidak dibedakan antara areal yang sudah ditanami dengan daerah yang masih dalam tahap penyiapan. Hal ini diperlihatkan dengan nilai C rata-rata pada bulan Nopember 1, Nopember 2, dan Desember 1 adalah sama, yaitu sebesar LP (Land Preparation). Pada kondisi ini, nilai ETc yang dipakai adalah nilai kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR).
9. Beberapa perhitungan NFR pada Tabel 14 diuraikan berikut ini.
a). Nopember 1:
Pada Nopember 1, kegiatan masih berupa penyiapan lahan, sehingga untuk menghitung NFR digunakan Rumus 14. Menurut Tabel 14, ETo = 5,2 mm/hari ; P = 2 mm/hari ; dan Re = 2,0 mm/hari, maka nilai IR dapat dihitung sebagai berikut:
hari
mm
P
E
M
hari
mm
ET
E
o
o
o
/
7
,
7
2
7
,
5
/
7
,
5
2
,
5
1
,
1
1
,
1
=
+
=
+
=
=
=
=
Padi adalah varietas unggul menurut FAO, T = 45 hari dan S = 300 mm, maka dari Tabel 1, secara interpolasi linear diperoleh IR:
(
)
(
)
hari
mm
IR
IR
IR
IR
IR
M
M
M
M
IR
/
2
,
11
1
,
11
1
,
11
4
,
11
5
,
7
0
,
8
5
,
7
7
,
7
1
1
2
1
2
1
=
+
-
-
-
=
+
-
-
-
=
Setelah IR diperoleh maka NFR bulan Nopember 1 dihitung:
hari
mm
NFR
e
R
IR
NFR
/
2
,
9
2
2
,
11
=
-
=
-
=
Nilai NFR ini dapat dilihat pada kolom 14 pada baris Nop.1.
b). Desember 2:
- Penyiapan lahan di seluruh petak tersier sudah selesai, sehingga untuk menghitung NFR digunakan Rumus 15.
- Pada bagian petak tersier golongan 1 telah mulai dilakukan pergantian lapisan air karena padi yang ditanam sudah berumur 1 bulan setelah transplantasi. Pergantian air diberikan sebesar WLR1 = 3,3 mm/hari selama setengah bulan (15 hari), sehingga secara proporsional terhadap seluruh petak tersier menghasilkan WLR rata-ratanya = 3,3/3 = 1,1 mm/hari;
- Umur tanaman pada masing-masing golongan di petak tersier tidak sama. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien tanaman pada masing-masing golongan, yaitu C1=1,05, C2=1,1 dan C3=1,1. Secara proporsional terhadap keseluruhan petak tersier menghasilkan C rata-ratanya = (1,05 + 1,1 + 1,1)/3 = 1,08.
Dengan memasukkan nilai ETo = 4,2 mm/hari, kc atau C = 1,08 kedalam Rumus 4, maka ETc dapat diperoleh:
day
mm
ET
k
ET
c
c
/
5
,
4
2
,
4
08
,
1
0
=
=
=
Nilai ETc ini dapat dilihat pada kolom 14 baris Des. 2
2. KEBUTUHAN PENGAMBILAN UNTUK PADI
Kebutuhan pengambilan (DR) untuk padi adalah jumlah debit air yang dibutuhkan oleh 1 (satu) hektar sawah untuk menanam padi. Kebutuhan pengambilan ini mempunyai satuan l/det/ha dan dihitung dengan rumus di bawah ini.
64
,
8
=
ef
NFR
DR
(16)
dimana:
DR = kebutuhan pengambilan, l/det/ha;
NFR = kebutuhan bersi air di sawah, mm/hari;
ef = efisiensi irigasi, biasanya diambil sebesar 65%;
1/8,64 = angka konversi satuan mm/hari menjadi l/det/ha.
Efisiensi Irigasi
Selama perjalanannya, air yang dialirkan melalui saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier hingga akhirnya sampai ke sawah di petak tersier, air tersebut mengalami kehilangan yang disebabkan oleh antara lain: evaporasi, merembes ke dalam tanah, dan diambil penduduk untuk keperluan rumah tangga dan ternak. Oleh karenanya, jumlah air yang sampai ke petak tersier mejadi lebih kecil dari pada jumlah air yang disadap di sungai. Perbandingan jumlah air yang benar-benar sampai ke petak tersier dengan jumlah air yang disadap disebut dengan efisiensi irigasi.
Umumnya efisiensi irigasi dihitung dengan anggapapan sebagai berikut:
1). efisiensi pada saluran primer adalah 90%;
2). efisiensi pada saluran sekunder adalah 90%; dan
3). efisiensi saluran tersier adalah 80%.
Angka di atas mengandung arti bahwa setelah mengalir melewati saluran primer, air tersisa 90% dari air yang disadap, yang kemudian air ini mengalir ke saluran sekunder. Setelah melewati saluran sekunder, air tersisa 90% dari air yang berasal dari saluran perimer atau tinggal 90% dari 90% air yang disadap, yaitu 81% dari air yang disadap. Kemudian setelah melewati saluran tersier, air tersisa 80 % dari air yang berasal dari saluran sekunder atau 80% dari 90% dari 90% air yang disadap, yaitu 65% dari air yang disadap. Hal ini menunjukkan bahwa air yang sampai ke petak tersier hanya 65% dari air yang disadap dan angka ini umumnya dipakai sebagai nilai efisiensi irigisi.
Berdasarkan pemahaman di atas, efisiensi irigasi di petak tersier dapat dihitung dengan rumus seperti di bawah ini.
3
2
1
ef
ef
ef
ef
=
(17)
dimana:
ef = efisiensi irigasi di petak tersier, %;
ef1 = efisiensi pada saluran primer, %;
ef2 = efisiensi pada saluran sekunder, %; dan
ef3 = efisiensi pada saluran tersier, %.
Contoh 7:
Pada sebuah daerah irigasi, apabila diketahui efisiensi masing-masing pada saluran primer adalah 90%, saluran sekunder 90% dan saluran tersier 80%, maka hitunglah efisiensi irigasi.
Penyelesaian 7:
Efisiensi irigasi dihitung dengan Rumus 17, dari data ef1 = 90%, ef2 = 90%, dan ef3 = 80%.
%
65
:
645
,
0
80
,
0
90
,
0
90
,
0
3
2
1
=
=
=
=
ef
atau
ef
ef
ef
ef
2.2 Menghitung Kebutuhan Pengambilan
Seperti diuraikan di atas, untuk menghitung kebutuhan pengambilan (DR) digunakan Rumus 16. Pada rumus ini NFR mempunyai satuan mm/hari dan DR mempunyai satuan l/det/ha. Oleh karenanya perlu dilakukan konversi satuan dari mm/hari ke satuan l/det/ha. Konversi tersebut dapat dilakukan sebagai berikut.
Diketahui bahwa 1 mm = 0,001 m = 10-3 m ; 1 ha = 10.000 m2 = 104 m2 ;
1 m3 = 1000 liter = 103 liter; dan 1 hari = 24 x 60 x 60 detik = 86400 detik.
Maka konversi dari 1 mm/hari untuk 1 (satu) hektar sawah dalam satuan l/det
det
/
64
,
8
1
det
86400
000
.
10
det
86400
1000
10
det
86400
10
det
86400
10
10
1
3
2
4
3
l
liter
liter
m
m
m
hari
mm
=
=
=
=
=
-
Berarti 1 mm/hari sama dengan
64
,
8
1
l/det/ha.
Contoh 8:
Akan dihitung kebutuhan pengambilan (DR) pada Contoh 6 di atas yang hasil perhitungan DR dapat dilihat pada Tabel 14, kolom 15. Apabila diketahui efisiensi irigasi ef = 65%, maka dengan menggunakan Rumus 16, perhitungan beberapa harga beberapa DR pada Tabel 14, kolom 15 diperlihatkan di bawah ini.
a). Nop 1:
NFR = 9,2 mm/hari
ha
l
ef
NFR
DR
det/
/
64
,
1
64
,
8
65
,
0
2
,
9
64
,
8
=
=
=
b) Des 2:
NFR = 5,1 mm/hari
ha
l
ef
NFR
DR
det/
/
91
,
0
64
,
8
65
,
0
1
,
5
64
,
8
=
=
=
c) Feb 2:
NFR = 2,3 mm/hari
ha
l
ef
NFR
DR
det/
/
41
,
0
64
,
8
65
,
0
3
,
2
64
,
8
=
=
=
3. DEBIT INTAKE UNTUK PADI
Debit intake untuk padi adalah debit yang disadap dan kemudian dialirkan ke dalam saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi saat menanam padi. Satuan debit intake ini adalah m3/det dan dapat dihitung dengan rumus di bawah ini.
1000
A
DR
Q
=
(18)
dimana:
Q = debit intake, m3/det;
DR = kebutuhan pengambilan, l/det/ha
A = luas areal irigasi, ha;
1/1000 = angka konversi satuan liter ke m3.
Rumus di atas menjelaskan bahwa apabila luas areal irigasi yang ingin diairi telah ditetapkan dan kemudian besar DR telah diketahui, maka debit intake yang dibutuhkan dapat ditetapkan. Debit intake ini bervariasi pada setiap periode, yaitu sesuai dengan besar DR yang bervariasi pada setiap periode, seperti diperlihatkan pada Tabel 14. Dari uraian di atas dapat dipahami juga bahwa variasi nilai DR disebabkan karena nilai NFR bervariasi.
Contoh 9:
Sebagai contoh perhitungan debit intake akan digunakan hasil perhitungan kebutuhan pengambilan (DR) yang ada pada Tabel 14, dengan luas areal yang diairi adalah 6000 ha. Hasil perhitungan debit intake tersebut yag diperoleh dengan menggunakan Rumus 18 diperlihatkan pada Tabel 15, kolom 5.
Tabel 15. Perhitungan Debit Intake (Q) untuk Luas Areal Sawah (A) 6000 ha
Priode
ETc
mm/hari
NFR
mm/hari
DR
l/det/ha
Q
m3/det
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Nop 1
11,2
9,2
1,64
9,84
2
11,2
9,2
1,64
9,84
Des 1
10,5
8,4
1,50
9,00
2
4,5
5,1
0,91
5,46
Jan 1
4,7
5,5
0,98
5,88
2
4,5
6,5
1,15
6,90
Feb 1
3,0
4,4
0,78
4,68
2
1,4
2,3
0,41
2,46
Mar 1
0
0
0
0
2
9,4
7,3
1,30
7,80
Apr 1
9,4
7,3
1,30
7,80
2
9,4
6,9
1,23
7,38
Mei 1
4,3
4,2
0,75
4,50
2
4,3
4,1
0,73
4,38
Jun 1
3,7
4,0
0,71
4,26
2
2,4
2,9
0,52
3,12
Jul 1
1,3
2,3
0,41
2,46
2
0
0
0
0
Agt 1
2
Sep 1
2
Okt 1
2
Penyelesaian 9:
Beberapa hasil perhitungan Q pada Tabel 15, kolom 5 diuraikan di bawah ini.
a). Nop 1:
DR = 1,64 l/det/ha
det
/
84
,
9
1000
6000
64
,
1
1000
3
m
A
DR
Q
=
=
=
b) Des 2:
DR = 0,91 l/det/ha
det
/
46
,
5
1000
6000
91
,
0
1000
3
m
A
DR
Q
=
=
=
c) Feb 2:
DR = 0,41 l/det/ha
det
/
46
,
2
1000
6000
41
,
0
1000
3
m
A
DR
Q
=
=
=
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa besar debit pengambilan bervariasi antara satu periode dengan periode yang lain. Variasi ini akibat dari bervariasinya nilai variabel yang diperlukan dalam menghitung nilai NFR, misalnya seperti nilai ETo dan Re. Oleh karenanya ketika melakukan pemberian air irigasi, maka pemberian antara satu periode dengan periode yang lain tidak sama, namun sesuai dengan debit pengambilan yang dibutuhkannya.
Dari Tabel 15 ini juga dapat dilihat bahwa kebutuhan pengambilan (DR) dan debit intake (Q) mempunyai nilai maksimum pada periode penyiapan lahan (LP). Misal, pada periode padi rendeng yang penyiapan lahannya berlangsung dari Nop 1 Des 1 memiliki debit pengambilan maksimum sebesar Q = 9,84 m3/det yang terjadi pada Nop1 dan Nop 2 sebesar Q = 9,84. Pada periode padi gadu yang penyiapan lahan berlangsung dari Mar 2 Apr 2 memiliki debit pengambilan maksimum sebesar Q = 7,80 m3/det yang terjadi pada Mar 2 dan Apr 1.
4. KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PALAWIJA
Selain kebutuhan untuk pergantian lapisan air, kebutuhan air di sawah untuk palawija ditentukan oleh faktor-faktor yang sama seperti padi, yaitu sebagi berikut:
1. kebutuhan air untuk penyiapan lahan;
2. kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman;
3. kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan; dan
4. curah hujan efektif.
Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah lembab yang memadai untuk persemaian baru tumbuh. Bannyaknya air bergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Jumlah air 50 mm sampai 100 mm dianjurkan untuk tanaman ladang atau palawija, dan 100 m sampai 120 mm untuk tanaman tebu.
4.2Kebutuhan Air Untuk Penggunaan Konsumtif Tanaman
Seperti halnya untuk padi, kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman palawija digunakan rumus:
0
ET
k
ET
c
c
=
(19)
dimana:
ETc = Kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
kc = koefisien tanaman;
ET0 = Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus
Penman Modifikasi), mm/hari
Harga koefisien tanaman diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 16. Keofisien Tanaman Palawija
Tanaman
Jangka Tumbuh
(hari)
Periode Setengah Bulanan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kedelai
85
0,50
0,75
1,00
1,00
0,82
0,45
Jagung
80
0,50
0,59
0,96
1,05
1,02
0,95
Kacang Tanah
130
0,50
0,51
0,66
0,85
0,95
0,95
0,95
0,55
0,55
Bawang
70
0,50
0,51
0,69
0,90
0,95
Buncis
75
0,5
0,64
0,89
0,95
0,88
4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkolasi
Sama seperti padi, laju perkolasi untuk tanah lempung diperkirakan berkisar 1-3 mm/hari. Pada tanah yang banyak mengandung pasir, laju perkolasi dan rembesan ini bisa mecapai angka lebih tinggi.
4.4Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif untuk palawija dihitung dengan menggunakan cara USDA Soil Conservation Service, seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 17. Curah hujan efektif bulanan
ETc rerata
(mm/bulan)
Curah hujan bulanan probabilitas terpenuhi 50% (mm)
12,5
25,0
37,5
50,0
62,5
75,0
87,5
100,0
112,5
125,0
137,5
150,0
162,5
175,0
187,5
200,0
25
8
16
24
32
39
46
56
62
69
80
87
94
100
116
120
133
50
8
17
25
32
39
46
56
62
69
80
87
94
100
116
120
133
75
9
18
27
34
41
48
56
62
69
80
97
94
100
116
120
133
100
9
19
28
35
43
52
59
66
73
80
87
94
100
116
120
133
125
10
20
30
37
46
54
62
70
76
85
92
98
107
116
120
133
150
10
21
31
39
49
57
66
74
81
89
97
104
112
119
127
133
175
11
23
32
42
52
61
69
78
86
95
103
111
118
126
134
141
200
11
24
33
44
54
64
73
82
91
100
109
117
125
134
142
150
225
12
25
35
47
57
68
78
87
96
106
115
124
132
141
150
159
250
13
25
38
50
61
72
84
92
102
112
121
132
140
150
158
167
Apabila kedalaman bersih air yang dapat ditampung dalam tanah pada waktu irigasi lebih besar atau lebih kecil dari 75 mm, maka akan dipakai faktor tampungan untuk mengkoreksi hujan efektif, seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 18. Faktor tampungan sebagai koreksi hujan efektif bulanan
Tampungan Efektif
20,0
25,0
37,5
50,0
62,5
75,0
100,0
125,0
150,0
175,0
200,0
Faktor Tampungan
0,73
0,77
0,86
0,93
0,97
1,00
1,02
1,04
1,06
1,07
1,08
Contoh 10:
Apabila diketahui hujan bulanan probabilitas 50% adalah 100 mm, ETc rata-rata bulanan 150 mm, dan tampungan efektif 175 mm, maka tentukan besar hujan efektif bulanan dan hujan efektif harian.
Penyelesaian 10:
Dari Tabel 17, apabila hujan efektif bulanan 100 mm dan ETc bulanan 150 mm, maka diperoleh besar hujan efektif bulanan 74 mm. Namun karena tampungan efektif 175 mm, maka ada faktor koreksi, yaitu sebesar faktor tampungan 1,07. Oleh karenanya curah hujan efektif bulanan dikoreksi menjadi:
hari
mm
hari
mm
e
R
harian
efektif
hujan
Curah
mm
bulanan
efektif
hujan
Curah
/
6
,
2
30
79
)
(
79
74
07
,
1
=
=
=
=
4.5 Perhitungan Kebutuhan Bersih Air di Sawah Untuk Palawija
Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) untuk palawija dihitung dengan rumus:
e
R
P
ET
NFR
c
-
+
=
(20)
dimana:
ETc = kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
P = kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan, mm/hari;
Re = hujan efektif, mm/hari.
Tabel 19. Perhitungan Kebutuhan Bersih (NFR) dan Kebutuhan Pengambilan (DR)
Priode
ETo
Mm/hari
P
mm/hari
Re
Mm/hari
WLR1
Mm/hari
WLR2
mm/hari
WLR3
mm/hari
WLR
mm/hari
C1
C2
C3
C
ETc
mm/hari
NFR
mm/hari
DR
l/det/ha
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
Nop 1
5,2
2
2,0
LP
LP
LP
LP
11,2
9,2
1,64
2
2,0
1,1
LP
LP
LP
11,2
9,2
1,64
Des 1
4,2
2
2,1
1,1
1,1
LP
LP
10,5
8,4
1,50
2
2,5
3,3
1,1
1,05
1,1
1,1
1,08
4,5
5,1
0,91
Jan 1
4,4
2
2,3
3,3
1,1
1,05
1,05
1,1
1,07
4,7
5,5
0,98
2
2,2
3,3
3,3
2,2
0,95
1,05
1,05
1,02
4,5
6,5
1,15
Feb 1
4,5
2
1,7
3,3
1,1
0
0,95
1,05
0,67
3,0
4,4
0,78
2
2,2
3,3
1,1
0
0,95
0,32
1,4
2,3
0,41
Mar 1
4,4
2
1,9
0
0
0
0
0
2
2,1
LP
LP
LP
LP
9,4
7,3
1,30
Apr 1
4,3
2
2,1
1,1
LP
LP
LP
9,4
7,3
1,30
2
2,5
1,1
1,1
LP
LP
9,4
6,9
1,23
Mei 1
4,0
2
3,2
1,05
1,1
1,1
1,08
4,3
4,2
0,75
2
3,3
1,05
1,05
1,1
1,07
4,3
4,1
0,73
Jun 1
3,6
2
3,9
0,95
1,05
1,05
1,02
3,7
4,0
0,71
2
2,7
0
0,95
1,05
0,67
2,4
2,9
0,52
Jul 1
4,1
2
2,1/2,9*)
0,5
0
0,95
0,48
1,3/0,7*0
2,5/0*)
0,45/0*)
2
1,4/2,9*)
0,75
0,5
0
0,41
1,7*)
0*)
0*)
Agt 1
4,9
2
0,5/1,2*)
1,0
0,75
0,5
0,75
3,7*)
2,5*)
0,44*)
2
0,2/1,2*)
1,0
1,0
0,75
0,91
4,5*)
3,3*)
0,58*)
Sep 1
5,1
2
0/0,7*)
0,82
1,0
1,0
0,94
4,8*)
4,1*)
0,73*)
2
0,2/0,7*)
0,45
0,82
1,0
0,75
3,8*)
3,1*)
0,55*)
Okt 1
5,9
2
0,3/1,2*)
0,45
0,82
0,42
2,5*)
1,3*)
0,23*)
2
0,5/1,2*)
0,45
0,15
0,9*)
0*)
0*)
*) untuk palawija
Contoh 11:
Sebagai contoh perhitungan kebutuhan bersih air (NFR) di sawah untuk palawija digunakan data yang ada pada kasus Contoh 6, seperti Tabel 19 di atas. Palawija yang ditanam adalah kedelai pada periode Jul 1 Okt 2. Diketahui hujan bulanan probabilitas 50% untuk Juli adalah 140 mm, untuk Agustus adalah 45 mm, untuk September adalah 23 mm, dan untuk Oktober adalah 50 mm.
Penyelesaian 11:
1) Asumsi rotasi alamiah pada petak tersier tetap berlaku pada palawija, yaitu secara alamiah petak tersier dibagi dalam 3 golongan. Penanam palawija pada setiap golongan tidak serentak, yaitu dilaksanakan setelah padi selesai dipanen di setiap golongan. Hal ini diperlihatkan oleh koefisien tanaman palawija pada Tabel 19. Untuk golongan 1, palawija mulai ditanam pada periode Jul 1 ; untuk golongan 2, palawija mulai ditanam pada periode Jul 2 ; untuk golongan 3, palawija mulai ditanam pada periode Agt 1.
2) Sebagai contoh akan dihitung NFR untuk periode Jul 1:
a) Pertama dicari Hujan efektif bulanan (Re bulanan) dan hujan efektif harian (Re)
mm
ET
bulanan
C
bulanan
ET
bulanan
C
rata
rata
c
rata
rata
55
30
1
,
4
455
,
0
30
445
,
0
2
41
,
0
48
,
0
0
=
=
=
=
+
=
-
-
Dengan nilai ETc bulanan 55 mm dan hujan bulanan probabilitas 50% pada bulan Juli adalah 140 mm, maka dari Tabel 17 secara interpolasi linear diperoleh hujan efektif bulanan:
(Re bulanan) = 88,4 mm.
hari
mm
hari
bulanan
e
R
e
R
/
9
,
2
30
4
,
88
30
=
=
=
b) Hitung ETc harian
Pada periode Jul 1, koefisien tanaman adalah C1 = 0,5. Secara proporsi harga rata-rata C atau kc untuk seluruh petak tersier:
hari
mm
ET
kc
ET
maka
C
c
/
7
,
0
1
,
4
17
,
0
:
17
,
0
3
5
,
0
0
=
=
=
=
=
c) Hitung NFR dengan Rumus 20:
hari
mm
NFR
hari
mm
e
R
P
ET
NFR
c
/
0
/
2
,
0
9
,
2
2
7
,
0
=
-
=
-
+
=
-
+
=
Nilai NFR pada periode Jul 1 adalah -0,2 mm/hari. Tanda minus mempunyai arti bahwa kebutuhan air dapat dicukupi oleh hujan efektif, tidak memerlukan air dari irigasi sehingga NFR adalah bernilai nol.
5. KEBUTUHAN PENGAMBILAN UNTUK PALAWIJA
Sama seperti padi, kebutuhan pengambilan untuk palawija dihitung dengan rumus:
64
,
8
=
ef
NFR
DR
(21)
dimana:
DR = kebutuhan pengambilan, l/det/ha;
NFR = kebutuhan bersi air di sawah, mm/hari;
ef = efisiensi irigasi, biasanya diambil sebesar 65%;
1/8,64 = angka konversi satuan mm/hari menjadi l/det/ha.
Contoh 12:
Sebagai contoh dihitung kebutuhan pengambilan untuk palawija pada Tabel 19 di atas untuk periode Agt 1 yang nilai NFR = 2,5 mm/hari.
Penyelesaian 12:
Dengan menggunakan Rumus 21, maka kebutuhan pengambilan untuk palawija DR periode Agt 1 adalah:
ha
l
ef
NFR
DR
det/
/
44
,
0
64
,
8
65
,
0
5
,
2
64
,
8
=
=
=
6. DEBIT INTAKE UNTUK PALAWIJA
Debit intake untuk palawija juga dihitung dengan rumus yang sama dengan debit intake untuk, yaitu rumus berikut ini.
1000
A
DR
Q
=
(22)
dimana:
Q = debit intake, m3/det;
DR = kebutuhan pengambilan, l/det/ha
A = luas areal irigasi, ha;
1/1000 = angka konversi satuan liter ke m3.
Contoh 13:
Sebagai contoh perhitungan debit intake untuk palawija akan digunakan hasil perhitungan kebutuhan pengambilan (DR) untuk palawija yang ada pada Tabel 19 untuk periode Jul 1 Okt 2., dengan luas areal yang diairi adalah 6000 ha. Hasil perhitungan debit intake tersebut yang diperoleh dengan menggunakan Rumus 22 diperlihatkan pada Tabel 20, kolom 5 periode Jul 1- Agt 2.
Penyelesaian 13:
Beberapa hasil perhitungan Q pada Tabel 20, kolom 5 diuraikan di bawah ini.
a). Agt 1:
DR = 0,44 l/det/ha
det
/
64
,
2
1000
6000
44
,
0
1000
3
m
A
DR
Q
=
=
=
b) Sep 1:
DR = 0,73 l/det/ha
det
/
38
,
4
1000
6000
73
,
0
1000
3
m
A
DR
Q
=
=
=
Tabel 20. Perhitungan Debit Intake (Q) untuk Luas Areal Sawah (A) 6000 ha
Priode
ETc
mm/hari
NFR
mm/hari
DR
l/det/ha
Q
m3/det
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Nop 1
11,2
9,2
1,64
9,84
2
11,2
9,2
1,64
9,84
Des 1
10,5
8,4
1,50
9,00
2
4,5
5,1
0,91
5,46
Jan 1
4,7
5,5
0,98
5,88
2
4,5
6,5
1,15
6,90
Feb 1
3,0
4,4
0,78
4,68
2
1,4
2,3
0,41
2,46
Mar 1
0
0
0
0
2
9,4
7,3
1,30
7,80
Apr 1
9,4
7,3
1,30
7,80
2
9,4
6,9
1,23
7,38
Mei 1
4,3
4,2
0,75
4,50
2
4,3
4,1
0,73
4,38
Jun 1
3,7
4,0
0,71
4,26
2
2,4
2,9
0,52
3,12
Jul 1
1,3/0,7*)
2,3/0*)
0,41/0*)
2,46/0*)
2
1,7*)
0*)
0*)
0*)
Agt 1
3,7*)
2,5*)
0,44*)
2,64*)
2
4,5*)
3,3*)
0,58*)
3,48*)
Sep 1
4,8*)
4,1*)
0,73*)
4,38*)
2
3,8*)
3,1*)
0,55*)
3,30*)
Okt 1
2,5*)
1,3*)
0,23*)
1,38*)
2
0,9*)
0*)
0*)
0*)
*) Palawija
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi KP-01, 1986.
2. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan, Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, Bagian Penunjang Untuk Standar Perencanaan Irigasi, 1986.
3. Hansen, V.E., et al., Dasar-Dasar Dan Praktek Irigasi Terjemahan Endang Pipin Tachyan, M.Eng dan Ir. Soetjipto, Dipl.HE, 1986, Penerbit Erlangga.
4. Sudjarwadi, Dasar-Dasar Teknik Irigasi, 1987, Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
DEBIT INTAKE IRIGASI
DR. IR. ALFIANSYAH YULIANUR BC
Dosen Matakuliah:
Irigasi, Hidrologi, Bangunan Air,
Drainase Perkotaan, Pengembangan Sumberdaya Air, pada
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, dan
Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana
Universitas Syiah Kuala
PAGE
7