Kebijakan Debirokrasi dan Deregulasi Dalam Mewujudkan Good Governance
Grahat Nagara (Absen 6 Reguler/ NPM 1106030965)
14 Maret 2012
Mata Kuliah Birokrasi & Good Governance. Dosen Tri Hayati SH., MH.
Program Pascasarjana Magister Ilmu HukumFakultas Hukum Universitas Indonesia
2
• Debirokratisasi ?? Semakin banyaknya tugas atau kebutuhan yang dijabarkan pada semakin banyaknya orang maka akan dijawab dengan semakin besar spesialisasi. Dengan adanya spesialisasi tersebut diharapkan adanya profesionalisme. Kecenderungannya memang pemborosan, tapi ini mendorong pada spesialisasi. Melihat dari kedua masalah tersebut, permasalahannya bukan soal pada menggelembungnya tenaga. Tetapi bagaimana tenaga tersebut maksimal.
• Ketika bicara masalah deregulasi maka larinya masalah legislatif. Tadi dipaparkan di latar belakang perlunya debirokratisasi dan deregulasi. Terkait permasalahan disini sebenarnya simpel saja, kriterianya apa yang perlu di deregulasi dan apa yang tidak?
3
• Tapi mungkin penekanan kepada debirokratisasi dan deregulasi tersebut kurang. Adanya korelasi debirokratisasi dan deregulasi dengan kinerja?
4
Latar belakang: Pernyataan tentang birokrasi
• Jumlah PNS terlalu banyak sehingga tidak hanya menimbulkan sistem birokrasi yan terlalu panjang tetapi juga menyebabkan biaya ekonomi tinggi. Komisi XI DPR RI, 28 Juni 2011.
• Perlu ada moratorium dalam penerimaan pegawai negeri sipil hingga proses penataan ulang terhadap nomenklatur yang ada selesai. Marzuki Alie, 28 Juni 2011.
• Hanya 5% pegawai negeri sipil yang memiliki kapasitas. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, 29 Februari 2012.
• Penelitian World Bank pada tahun 1983 menjelaskan bahwa negara-negara yang memiliki tingkat regulasi tinggi termasuk Indonesia, terjadi indeks distorsi harga yang tinggi dan kinerja produk domestik bruto yang rendah.
• Berbagai penelitian juga menyebutkan bahwa birokrasi di Asia Tenggara terlalu rumit dan sangat menghambat pembangunan ekonomi dan penciptaan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat.
Birokrasi digambarkan begitu gemuk sehingga justru menyebabkan berbagai masalah.
5
Latar belakang: Pernyataan tentang birokrasi
Inefisiensi dan beban ekonomi tinggi
Regulasi terlalu menghambat (bottlenecking)
Birokrasi yang koruptif
Debirokratisasi
Deregulasi
Pelaksanaan yang otoriter non partisipatif
Pfeffer dan Salancik (1978) berkomentar bahwa: “in climate of social values that stress participation and democracy, bureaucracy with their centralized structure of authority and control are anachronistic”
Permasalahan dalam birokrasi mengerucut pada berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui diantaranya deregulasi dan debirokratisasi.
Depolitisasi
Privatisasi
6
?
Perumusan permasalahan
Apakah debirokratisasi dan deregulasi menyelesaikan masalah-masalah dalam birokratisasi dan mencapai good governance (??)?
Kerangka
7
•Birokrasi Dalam Teori dan Praktik
•Deregulasi dan Debirokratisasi dan Tantangannya
8
Pengantar
Kutipan dari Dennis Prager (Kolumnis) menggambarkan bagaimana birokrat yang seharusnya menjadi abdi masyarakat dalam pelayanan publik justru merugikan masyarakat.
More harm was done in the 20th century by faceless bureaucrats than tyrant dictators.
9
Weber dan birokrasi mekanistik
"From a purely technical point of view, a bureaucracy is capable of attaining the highest degree of efficiency, and is in this sense formally the most rational known means of exercising authority over human beings. It is superior to any other form in precision, in stability, in the stringency of its discipline, and in its reliability. It thus makes possible a particularly high degree of calculability of results for the heads of the organization and for those acting in relation to it. It is finally superior both in intensive efficiency and in the scope of its operations and is formally capable of application to all kinds of administrative tasks”
Pembagian kerja yang jelas, khususnya regulator (thinking) dan operator (doing)
Impersonalitas
Terkendali dan dapat dipastikan
Teori Birokrasi Rasional-Legal, Weber
10
Ada hirarki kewenangan dan jalur karir yang jelas
Ada aturan yang jelas tentang perilaku, otoritas dan tanggung-jawab pegawai
Manajemen birokrasi dikelola melalui prinsip umum yang lebih stabil dan mudah untuk dipelajari
dan didasarkan fungsi dan spesialisasi
Pegawai diterima atas dasar merit bukan ikatan kekrabatan (patrimonial)
Birokrat bersifat impersonal
Kegiatan birokrasi dilaksanakan secara teratur dan terus menerus dengan efisien
Tipe Birokrasi Ideal, Max Weber
Layanan publik yang rumit dan begitu banyak
Birokratisasi ideal
Pelayanan publik yang menjamin kepastian hukum dan efisien
Max Weber. Bureaucracy, dalam Richard J. Stillman II, 2000. Public Administration, Concepts and Cases. Houghton Mifflin Company
Birokrasi dan penguasaan oleh Negara
11
Tujuan konstitusional
Sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; Menjamin keadilan sosial; Melindungi segenap tumpah darah bangsa; Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penguasaan Negara
Pengurusan
Pengelolaan
PengaturanPengawasan
Penentuan Kebijakan
Negara
Terlihat bahwa di Indonesia dimensi keterlibatan administrasi publik begitu luas
Teori hukum birokratisasi (Parkinson)
12
Birokrat akan menambah subordinat
Birokrat akan saling memberikan tugas
• Birokrat akan terus menambah subordinat, sehingga jumlah birokrat akan terus bertambah.
• Ketika birokrat bertambah terlalu banyak sehingga “inflasi” menyebabkan pengeluaran yang lebih banyak ketimbang penerimaan yang didapat dari adanya penambahan birokrasi, maka nilai dari birokrat tersebut akan semakin rendah dan terjadi inefisiensi dalam birokrasi.
• Birokrat akan terus saling memberikan tugas dan fungsi.
• Artinya secara alamiah pertumbuhan birokrat berarti akan terjadi pertambahan birokrasi dan panjangnya rentang administrasi.
• Penambahan rentang administrasi berarti penambahan rentang kendali. Kelemahan dalam rentang kendali ini akan menyebabkan terjadinya asymmetric information yang dapat mendorong perilaku koruptif diantara para birokrat. Sehingga menyebabkan biaya ekonomi dari jalannya pemerintahan dan pelayanan publik semakin mahal dan rumit.
Apa yang akan terjadi….
13
Rasio birokrat per 1000 penduduk
Indonesia
Thailand
Malaysia
10
19
40
Runaway bureaucratization (Evers, 1987)
Menurut Evers terjadi lonjakan birokrasi di beberapa negara di Asia Tenggara
1950 1988 2012
4,7 juta
3,4 juta
303 ribu
Meskipun Indonesia memiliki rasio yang rendah dibandingkan penduduknya namun pertumbuhan birokrat melonjak paling tinggi.
Jumlah PNS dari tahun ke tahun
Antara tahun 69-85 jumlah birokrat meningkat, 80 kali lipat, sementara penerimaan negara juga meningkat 90 kali lipat.
Sebesar 411 trilyun yaitu 37% dari total APBN tahun 2011 dihabiskan untuk membiayai biroraksi (belanja pegawai)
37%
Belanja biaya birokrat
1970
515 ribu
Evers, Hans-Dieter. 1987. "The Bureaucratization of Southeast Asia." Comparative Studies in Society and History
14
Teori principal-agent-client (Lambsdorff, 2001)
Asymmetry information akan memberikan peluang bagi terjadinya rent seeking behaviour diantara para birokrat.
Asymmetric Information
Delegasi
Lisensi
Pajak&Iuran
Self Interest
Kinerja
Principal
Agent
Client
Sebagaimana teori parkinson tersebut, bisa jadi penambahan jumlah birokrat tadi justru menambah struktur.
Johann Graf Lambsdorf, 2001. How Corruption in Government Affect Public Welfare. Center For Globalization and Europeanization of the Economy.
15
Birokrasi dalam tata niaga kayu
• Sebagai ilustrasi dalam sektor kehutanan. Ketika sebuah badan hukum melakukan proses produksi untuk mengusahakan kayu, maka ia harus melewati proses birokrasi yang luar biasa rumit, dan bahkan cenderung tidak berjalan secara maksimal.
• Tidak hanya terlalu birokratis tetapi tata usaha kayu ini justru mengakibatkan proses produksi jauh lebih tidak efisien dengan hasil pengawasan yang tetap tidak maksimal.
Pendirian Perusahaan
Pengurusan Izin Usaha
Perencanaan
Pengelolaan
Produksi Kayu
Tata Usaha Kayu
LHP
IUPHHK-HA/HT/RE
SKSKB
AKTA PENDIRIAN
RKU
RKTTDP
FAKB
B. SETOR PSDH/DR
SIUP
B. SETOR IIUPHHK
BAGAN KERJA
AMDAL
Industri Pengolahan
16
Kritik Herbert Simmons
• Tidak mungkin tercapai tipe ideal birokrasi yang didefinisikan oleh Weber. Hal ini dikarenakan manusia pada dasarnya tidak mungkin mencapai rasionalitas yang sempurna biner seperti mesin.
• Dengan rasionalitas terbatas (bounded rationality) tidak mungkin dihasilkan tipe birokrasi yang ideal yang formalistik dan mekanistis.
Agus Dwiyanto (2011) bahwa konsep Weber yang formalistik dan mekanistik ini tidak tepat diterapkan dalam pada negara transitif, yang memerlukan tipe pemerintahan yang dinamis dan dalam lingkungan yang penuh turbulensi dan membutuhkan respons yang cepat.
Outline
17
Birokrasi Dalam Teori dan Praktik
Deregulasi dan Debirokratisasi dan Tantangannya
18
Pengantar
Menurut Tacitus (AD 56 – AD 117), semakin korup sebuah negara maka akan semakin banyak peraturan perundang-undangan yang diterbitkan (Annals III: 27). Tacitus sendiri merupakan seorang sejarawan dan senator Romawi Kuno. Pada saat itu Tacitus mengkritik kewenangan Kaisar untuk menerbitkan banyak aturan yang menurutnya tidak memberikan manfaat bagi masyarakat .
corruptisima republica plurimae leges
19
Dosis birokrasi Weber dan dampaknya (Widyanto, 2011)
Prinsip Birokrasi Weberian
Manfaat Penerapannya Sebelum Melampaui Titik Optimalitas
Manfaat Penerapannya Setelah Melampaui Titik Optimalitas
Hierarki Memberikan batasan kewenangan
Mempermudah koordinasi dan pengawasan
Melembagakan budaya paternalistik
Menimbulkan distorsi dan asimetri informasi
Formalisasi Memandu penyelenggara pelayanan publik
Meningkatkan kepastian pelayanan
Mekanisme birokrasi terlalu kaku
Menghambat terjadinya perubahan dan proses kreatif
Spesialisasi Menyederhanakan proses kerja
Pengembangan profesionalisme
Pelayanan publik menjadi berbelit-belit dan tidak efisien
Membentuk ego sektoral dan individu
Impersonalitas Mendorong birokrat bertindak obyektif dan adil
Mematikan humanisme dalam pelayanan publik
Agus Dwiyanto, 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
20
Birokratisasi dan kinerja: relasi parabolik (Caiden, 1994)
Overbureaucratization
Ideal bureacratization
21
Overbirokrasi dan opsi penyelesaian
• Permasalahan tersebut diatas kemudian mengarahkan pada perlunya ada debirokratisasi dan deregulasi.
Overbirokrasi
Mekanisme layanan publik berbelit-beli
Peluang terjadi korupsi
Rendahnya pelayananan publik
Debirokratisasi
Deregulasi
22
Reinventing bureaucracy (Osborne dan Plastrik)
• Dalam Banishing Bureaucracy, Osborne dan Plastrik memperkenalkan apa yang dinamakan sebagai reinventing government (penciptaan ulang pemerintahan), yaitu:
“The fundamental transformation of public systems and organizations to create dramatic increases in their effectiveness, efficiency, adaptability, and capacity to innovate. This transformation is accomplished by changing their purpose, incentives, accountability, power structure, and culture.”
Mencapai harapan masyarakat
Bentuk organisasi yang sesuai dengan tujuan
Pengelolaan birokrasi berbasis kualitas
Kewiraswastaan dalam tata kelola pemerintah
• Prijono Tjiptoherijanto, menyatakan reinventing government tersebut diarahkan pada perubahan birokrasi:
Debirokratisasi dan deregulasi
23
Debirokratisasi Deregulasi
Bagaimana memperpendek jalur birokrasi dan mengembangkan partisipasi publik dalam birokrasi.
a.Prosedur yang berliku-liku dibuat menjadi tidak berliku-liku; b.Prosedur yang memerlukan biaya tinggi, menjadi prosedur yang mantap, singkat sehingga biaya ringan; c. Prosedur yang sering menimbulkan kemacetan, diubah menjadi prosedur yang melancarkan; d. Prosedur yang komunikasinya sempit, diubah menjadi komunikasi sampai ke bawah (luas)
Deregulasi diarahkan bagaimana mengurangi peraturan yang bersifat menghambat atau bottlenecking.
Sehingga deregulasi dipahami sebagai pengaturan kembali, penataan kembali peraturan perundang-undangan yang diakibatkan oleh berbagai sebab atau alasan. Namun, seringkali dipahami bahwa deregulasi merupakan usaha untuk mengurangi atau menghapuskan berbagai ketentuan dan intervensi yang berlebihan dalam kegiatan atau aktivitas Pemerintahan
24
Good governance versi (UNDP dan KNKG)
Good Governance Principle oleh UNDP
Legitimasi dan partisipasiVisi strategisKinerjaAkuntabilitasKeadilan
Good Public Governance oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
DemokrasiTransparansiAkuntabilitasBudaya HukumKewajaran dan Kesetaraan
Pemerintah
Masyarakat madani
Dunia usaha
Soffian Effendi menyatakan tiga pilar dalam good governance:
25
Contoh kasus deregulasi percapatan pembangunan hutan tanaman industri
• Berkaitan dengan peluang divestasi, merger, akuisisi dan rescheduling pinjaman DR 0% untuk memberikan kepastian usaha bagi HPHTI Patungan maupun HPHTI Murni sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.46/Menhut-II/2004 tanggal 23 Januari 2004 yang pada intinya menjamin kelangsungan dana talangan perusahaan induk terhadap perusahaan HPHTI Patungan. Perusahaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman/HPHTI Patungan dapat melakukan restrukturisasi saham atau rekomposisi saham atas pinjaman yang berupa dana talangan.
Restrukturisasi
• Keputusan Menhut No. SK.45/Menhut-II/2004 tanggal 23 Januari 2004 berhubungan dengan penyederhanakan penyusunan penilaian dan pengesahan RKT UPHHKT-HT. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.44/Menhut-II/2004 tanggal 23 Januari 2004 menyederhanakan penyelesaian IUPHHK-HT yang telah mendapat persetujuan prinsip permohonan tanpa pengesahan feasibility study (FS) oleh Departemen Kehutanan
Akselerasi
26
Contoh kasus deregulasi percapatan pembangunan hutan tanaman industri
• Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 47/Menhut-II/2004 tanggal 23 Januari 2004, yang pada intinya menjelaskan bahwa perusahaan IUPHHK pada hutan alam dan atau hutan tanaman yang berbentuk perseroan terbatas dapat melakukan pengambilalihan atau akuisisi saham setelah mendapat persetujuan Menteri Kehutanan.
Peningkatan Daya Tarik Investasi
27
Debirokrasi dan pembagian kewenangan terkait sektor kehutanan
Pengendalian Perizinan
Penentuan Norma Standar dan Kriteria
Pengendalian Perencanaan Usaha
Pengawasan Tata Usaha Kayu
Pengelolaan Penerimaan Negara
PemerintahPusat
PemerintahDaerah
Privatisasi dan
Representasi
• Terjadi desentralisasi korupsi dan pengawasan hutan yang tidak maksimal.
• Fungsi pelayanan publik oleh pemerintahan sebagai prasyarat pengelolaan yang baik justru melemah.
Debirokratisasi dan deregulasi
28
Debirokratisasi
DeregulasiOtonomi daerah, dekonsentrasi, dan desentralisasi tata usaha dan pengawasan kayu kehutanan
Menghasilkan desentralisasi korupsi
Pungutan liar dan ketidak pastian hubungan pusat
daerah
Mengembangkan ekonomi informal (underground
economy)
Fungsi perlindungan hak
publik dan pengawasan oleh
pemerintah melemah
Tumpang tindih regulasi
Mendorong berkembangnya usaha tanpa mengorbankan
pengawasan dan pengendalian
Menyederhanakan birokrasi tanpa
menghilangkan perlunya pelayanan publik
Menguatkan peran masyarakat dan swasta
dalam tata kelola
29
Simpulan
Memang birokrasi yang diharapkan oleh Weber, dengan 6 prinsip birokrasi tersebut tidak mudah diwujudkan. Disamping karena pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan di satu sisi secara teoritik juga ada kelemahan dalam birokrasi sebagaimana teori yang diungkapkan oleh Parkinson maupun Herbert Simon. Untuk menyelesaikan hal tersebut, debirokrasi dan deregulasi sebagai opsi tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memperhatikan dampak maupun tujuan dari kebijakan tersebut.
Pelaksanaan deregulasi dan debirokratisasi sekalipun memerlukan pencermatan yang mendalam terutama memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat luas. Deregulasi dan debirokratisasi jangan sampai justru menjadi bumerang yang merugikan. Penting oleh karena itu menentukan ukuran batasan-batasan kebijakan debirokratisasi dan deregulasi yang akan dikeluarkan. Secara a contrario tesis oleh Caiden sebenarnya sudah menjelaskan bahwa optimalisasi birokrasi merupakan persoalan menentukan dosis yang tepat dari birokrasi tersebut.
30
Simpulan
• Dalam konteks deregulasi secara khusus harus dipastikan bahwa deregulasi tersebut: Mengedepankan kepentingan jangka panjang dan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks ini kebijakan deregulasi tersebut justru hanya untuk tujuan menguntungkan kepentingan pihak tertentu dan tidak memperhatikan dampaknya terhadap kerangka waktu jangka panjang. Kedua harus dipastikan bahwa deregulasi dan debirokrasi yang dilakukan kemudian tidak mengorbankan keadilan dan kepastian hukum. Seperti halnya karakteristik yang impersonal, debirokrasi dan deregulasi tersebut juga harus menghasilkan birokrasi yang tetap berpegangan pada peraturan perundang-undangan secara ketat namun secara seimbang juga dapat berubah sesuai dengan tujuan dari birokrasi itu sendiri. Namun demikian pembatasan ruang diskresi tersebut tetap juga memasukan elemen partisipasi publik ke dalamnya untuk memberikan safeguard berikutnya yaitu tranparansi.
Terima kasih dan hatur nuhun