KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS
SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
IRPAN FAHRUROZI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS
SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
Oleh :
IRPAN FAHRUROZI
109095000029
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Bidang Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Mei 2014
Irpan Fahrurozi109095000029
v
ABSTRAK
IRPAN FAHRUROZI, Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas serta Pemanfaatannya oleh Masyarakat Lokal. Dibawah bimbingan Priyanti, M.Si dan Sri Astutik, M.Si.
Informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di kawasan tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 yang dilakukan di TNGGP dan di 3 lokasi hutan terfragmentasi KRC (Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar). Wawancara dilakukan untuk mengetahui penggunaan berbagai jenis tumbuhan obat oleh masyarakat lokal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 45 jenis tumbuhan obat di TNGGP dan 59 jenis di hutan terfragmentasi KRC. Indeks Keanekaragaman Jenis (Indeks Shannon) menunjukkan tingkat keanekaragaman di TNGGP lebih tinggi dibandingkan di hutan terfragmentasiKRC. Masyarakat lokal menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Informasi potensi tumbuhan obat yang ada di kawasan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan dapat mendukung upaya konservasi untuk tetap menjaga kelestariannya.
Kata kunci : keanekaragaman tumbuhan obat, hutan terfragmentasi, pemanfaatan,Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas
vi
ABSTRACT
IRPAN FAHRUROZI, Medicinal Plants Diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and Fragmented Forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) and Its Utilization by Local People. Under the supervision of Priyanti, M.Si and Sri Astutik, M.Si.
Nowadays, information about medicinal plants diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and fragmented forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) has not been widely reported. The purpose of this research is to obtain information about its diversity on those areas. The method of measurement used vegetation analysis by applying quadratic sample plots as follows: 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, and 20 x 20 m2 on TNGGP and on three locations of fragmented forests of KRC (Wornojiwo, Kompos, and Jalan Akar). Meanwhile,utilization data were collected by interview technique. This research showed that approximately 45 species of TNGGP and 59 species of fragmented forest of KRC. On the Shannon Index, higher plant diversity was found on TNGGP. In addition, local people utilize around 162 species which are found in the neighbourhood. This finding is supposed to be useful for local people in supporting conservation sustainably.
Keywords : medicinal plants diversity, fragmented forest, utilization, Mount Gede Pangrango National Park, Cibodas Botanical Garden
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji beserta syukur selalu terpanjat kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya yang dianugerahkan kepada
penulis maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam penulis
sampaikan pada sebaik-baiknya suri tauladan, yakni junjungan kita semua
Habibana wa Nabiyana Muhammad SAW. Rasa syukur dan terima kasih yang
tiada henti pun ingin penulis sampaikan pada keluarga tercinta, terutama ayahanda
H.Asep Jumri S.Ag, dan ibunda Hj.Yoyoh Yohanah, yang senantiasa memberikan
motivasi, semangat, dan doa’nya.
Selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari halangan dan
rintangan, akan tetapi dengan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak,
Alhamdulillahirabbil ‘alamin akhirnya skripsi ini dapat dituntaskan. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Priyanti, M.Si, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan motivasinya kepada penulis.
4. Sri Astutik, M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan
pengarahan, pengetahuan, serta motivasinya kepada penulis.
viii
5. Dosen-dosen jurusan Biologi yang selalu memberikan ilmu dan pelajaran-
pelajaran berharganya.
6. Ir. Heri Subagiadi, M.Sc, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan.
7. Agus Suhatman, M.P, selaku Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Cibodas-LIPI atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan.
8. Hayati Nufus, Amd.Keb yang selalu memberi dukungan, motivasi,
semangat, dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman Mahasiswa Biologi 2009 yang telah memberikan semangat
dan dukungannya.
10. Pihak-pihak lain yang turut serta membantu penulis dalam penyususnan
skripsi ini, Bapak Sofyan, Bapak Rustandi, Bapak Mahmudin dan
keluarga, Ibu Heryati, Asep, Tedi, Anto, dan berbagai pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Harapan terbesar penulis adalah semoga amal kebaikan semua yang turut
serta dalam penyusunan, hingga terselesaikannya skripsi ini dibalas oleh Allah
SWT dengan balasan pahala yang tidak terputus sepanjang masa. Semoga dengan
penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan baru dan memberikan
manfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................. iLembar Persetujuan Pembimbing ................................................................. iiLembar Pengesahan Ujian ............................................................................ iiiLembar Pernyataan ...................................................................................... ivAbstrak ........................................................................................................ vAbstract ........................................................................................................ viKata Pengantar ............................................................................................. viiDaftar Isi ...................................................................................................... ixDaftar Gambar ............................................................................................. xiDaftar Tabel.................................................................................................. xiiDaftar Lampiran ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................. 11.2 Rumusan Masalah ............................................................. 61.3 Hipotesis ............................................................................ 61.4 Tujuan ................................................................................ 61.3 Manfaat .............................................................................. 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tumbuhan Obat ................................................................. 82.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat ..................................... 9
2.2.1 Berdasarkan familinya ............................................. 92.2.2 Berdasarkan formasi hutannya ................................. 102.2.3 Berdasarkan habitusnya ........................................... 11
2.3 Etnobotani ......................................................................... 122.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango .......... 14
2.4.1 Sejarah ..................................................................... 142.4.2 Tinjauan umum TNGGP .......................................... 15
2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas .......................................... 162.5.1 Sejarah ..................................................................... 162.5.2 Tinjauan umum KRC ............................................... 172.5.2 Hutan terfragmentasi KRC ....................................... 18
x
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 213.2 Alat dan Bahan ................................................................ 223.3 Metode Pengambilan Data ............................................... 22
3.3.1 Analisis vegetasi .................................................... 233.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan ........................ 24
3.3.2.1 Intensitas cahaya......................................... 253.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif ............. 253.3.2.3 Kelembaban tanah ...................................... 25
3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat ............................ 253.3.4 Wawancara............................................................. 26
3.4. Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 263.4.1 Indeks nilai penting ............................................... 273.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat ........ 283.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat ................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango ................................. 304.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis
tumbuhan obat ....................................................... 314.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP ..... 33
4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di HutanTerfragmentasi Kebun Raya Cibodas .............................. 394.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis
tumbuhan obat....................................................... 404.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC................. 42
4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC ............ 504.4 Pemanfaatan Tumbuhan oleh Masyarakat Lokal .............. 53
4.4.1. Bagian yang dimanfaatkan .................................... 564.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya .......... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan ..................................................................... 615.2 Saran................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 62LAMPIRAN ............................................................................................... 66
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian …. ........................................................... 21
Gambar 3.2 Plot pengamatan analisis vegetasi …........................................ 23
Gambar 4.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
pada pada plot sampling di TNGGP ….................................... 32
Gambar 4.2 Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan
terfragmentasi KRC ................................................................. 41
Gambar 4.3 Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi
KRC......................................................................................... 42
Gambar 4.4 Jenis kelamin dan usia responden............................................... 54
Gambar 4.5 Persentase penggunaan bagian tumbuhan obat yang
dimanfaatkan............................................................................ 56
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia …............................... 10
Tabel 2.2 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan
formasi hutannya di Indonesia…................................................ 11
Tabel 2.3 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan
habitusnya di Indonesia............................................................... 11
Tabel 4.1 Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP 30
Tabel 4.2 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP ......................... 34
Tabel 4.3 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP.................... 36
Tabel 4.4 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP.......................... 37
Tabel 4.5 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP ........................ 38
Tabel 4.6 Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC........... 39
Tabel 4.7 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................ 44
Tabel 4.8 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................ 46
Tabel 4.9 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos
Dan Jalan Akar ........................................................................... 48
Tabel 4.10 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................ 49
Tabel 4.11 Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat.................... 50
Tabel 4.12 Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat ...... 55
Tabel 4.13 Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP
dan hutan terfragmentasi KRC.................................................... 59
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian ........................................................ 66
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan .................................................. 67
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan .............. 68
Lampiran 4. Data tumbuhan obat hutan TNGGP …. ..................................... 69
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC ….................... 71
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal
(Desa Cimacan) …. .................................................................. 74
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian …. ......................................... 91
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat …. ............................................... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat sehingga
dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dalam pemerataan kesehatan seperti pelayanan jaminan kesehatan
telah semakin optimal. Akan tetapi masih saja ada kalangan yang belum terjangkau
terutama masyarakat di pelosok daerah dan masyarakat yang tingkat ekonominya
masih rendah. Keterisoliran dan pendapatan yang masih rendah merupakan penyebab
dari tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, peranan
pengetahuan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan obat sangat penting untuk
diketahui.
Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis tumbuhan yaitu terdapat kurang
lebih 30 ribu jenis dari 40 ribu jenis tumbuhan yang ada di dunia. Sekitar 26% telah
dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Lebih dari
8000 jenis merupakan tumbuhan yang berkhasiat obat dan baru 800-1200 jenis saja
yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu (Hidayat,
2006). Hal ini mendorong berkembangnya upaya penelitian dan eksplorasi jenis-jenis
tumbuhan obat potensial untuk kepentingan saat ini maupun masa mendatang.
Tumbuhan obat yang beragam jenis dapat terancam keberadaannya akibat
adanya beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang mengancam
2
kelestarian tumbuhan obat Indonesia diantaranya adalah : (1) sebagian besar bahan
baku obat berasal dari tumbuhan yang diambil secara langsung dari hutan alam, (2)
adanya kerusakan habitat akibat aktivitas manusia atau alami, (3) konversi hutan
(ekploitasi kayu/pohon yang sekaligus merupakan jenis tumbuhan obat),
(4) kurangnya perhatian terhadap pengelolaan dan budidayanya, dan (5) hilangnya
budidaya dan pengetahuan tradisional dari penduduk lokal/adat (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Dokumentasi konservasi dan budidaya tumbuhan obat menjadi hal yang mendesak
yang diperlukan untuk menjamin kelestarian dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan.
Permintaan terhadap simplisia (bahan baku tumbuhan obat) untuk obat-obatan
tradisional yang sangat tinggi juga dapat mengancam kelestarian tumbuhan obat. Data
tahun 1999 menunjukkan bahwa produksi tumbuhan obat tradisional Indonesia telah
mencapai 8.288 ton (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati
BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Hal ini diperburuk dengan adanya
fragmentasi hutan dan perusakan habitat alami sebagai desakan kebutuhan lahan
untuk berbagai peruntukan, seperti pertanian, industri, dan perumahan, serta akibat
dari berbagai bencana alam yang melanda Indonesia.
Daerah tepian hutan yang terfragmentasi dapat mempengaruhi organisme
yang ada didalamnya. Adanya aliran energi, nutrisi, dan jenis serta perubahan-
perubahan pada lingkungan biotik dan abiotiknya menyebabkan komposisi jenis,
struktur dan proses-proses ekologi dalam suatu ekosistem yang dekat daerah tepian
3
tersebut selalu berubah. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh
pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem
secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009).
Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan
tumbuhan obat sejak dahulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Interaksi
masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuh-
tumbuhan dikenal dengan istilah Etnobotani. Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun
2001 menjelaskan bahwa 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri
tanpa bantuan medis, dan 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional
(Santhyami dan Sulistyawati, 2007). Terdapat sekitar 400 etnis di Indonesia yang
memiliki hubungan erat dengan hutan dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki
pengetahuan tradisional yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat (Pusat
Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB, 2001).
Kecenderungan masyarakat dunia untuk back to nature menyebabkan
kebutuhan akan obat bahan alam dirasa akan terus meningkat. WHO menjelaskan
bahwa hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa
negara secara luas telah memasukkannya ke dalam sistem kesehatan masyarakat
(WHO, 2014). Oleh karena itu, pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku
obat tradisional dari alam merupakan tantangan di masa depan. Untuk mengantisipasi
hal ini dan mencegah kelangkaan bahan baku, maka harus dikembangkan dan
4
dikelola potensi tumbuhan obat masing-masing wilayah dengan azas kelestarian jenis
tumbuhan obat tersebut.
Usaha penyebarluasan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat
merupakan hal yang perlu dilakukan. Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan
sebelum penyebarluasan pemanfaatan tumbuhan obat adalah dengan cara pengenalan
kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan guna mendekatkan masyarakat kepada
pemanfaatan tumbuhan obat, sekaligus berfungsi sebagai sarana untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya alam dan
keanekaragaman hayati.
Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan
hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kawasan
yang terbasah di pulau Jawa. Diasumsikan bahwa kawasan ini sangat kaya dengan
beranekaragam jenis tumbuhan karena kelembaban lingkungan mikro hutan tropis
dan tanah yang subur mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh
(Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Tumbuhan di kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan
perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m
dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl).
Zona Sub Montana merupakan ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi
(Van Stennis, 1972). Oleh karena itu, beberapa titik sampling dari zona Sub Montana
dan Montana dapat dipergunakan untuk melihat keragaman tumbuhan obat dalam
penelitian ini.
5
Tumbuhan obat yang beragam jenisnya kurang memiliki arti signifikan untuk
mendukung pemanfaatan yang lestari, jika data potensi dan penyebaran setiap jenis
masih sangat terbatas. Oleh karenanya, upaya konservasi tumbuhan obat secara
efektif perlu dilakukan untuk tetap menjaga keanekaragaman dan kelestariannya.
Informasi mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan
hutan terfragmentasi KRC belum banyak tersedia termasuk tentang data tumbuhan
obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kawasan tersebut. Penelitian
sebelumnya terhadap masyarakat di sekitar kawasan TNGGP menemukan sebanyak
23 jenis penyakit dengan 72 resep yang menggunakan 80 jenis tumbuhan obat
(Rosita, dkk., 2007), sementara itu dari penelitian tentang tumbuhan bernilai ekonomi
diketahui bahwa kulit kayu Cinnamomum sp. dipergunakan untuk ramuan perawatan
paska persalinan dan kulit kayu Beilschmiedia gemmiflora untuk obat gatal-gatal
(Rahayu, 2010).
Pada gilirannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah demi terwujudnya pengetahuan tentang tumbuhan obat yang sudah terintegrasi
serta dapat menjadi tambahan data ilmiah untuk mendukung kelestarian kawasan
konservasi global mengingat TNGGP dan KRC menjadi bagian penting dari Cagar
Biosfer Cibodas yang telah ditetapkan UNESCO sejak tahun 1977.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di
hutan terfragmentasi KRC ?
2) Tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sekitar
hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC ?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1) Terdapat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di hutan TNGGP
dan hutan terfragmentasi KRC.
2) Masyarakat lokal banyak memanfaatkan berbagai jenis dari tumbuhan obat
yang ada di sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP
dan di hutan terfragmentasi KRC.
2) Mengetahui berbagai jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
7
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
baru mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan
di hutan terfragmentasi KRC, serta pemanfaatannya oleh masyarakat lokal. Informasi
penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola kawasan konservasi dan
masyarakat sebagai acuan dalam menyusun kebijakan terkait upaya perlindungan
dan pelestarian potensi tumbuhan obat dan pemanfaatannya sebagai bentuk
pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang perlu dijaga.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat merupakan obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Jurusan Konservasi Sumber Daya Kehutanan
Fakultas Kehutanan IPB (1994) mendefinisikan tumbuhan obat atau fitofarmaka yaitu
sebagai obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami
standarisasi dan telah dilakukan penelitian mengenai sediaan galeniknya (Adi, 2003).
Bagian-bagian dari tumbuhan obat memiliki khasiat sebagai obat dan
digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional.
Tumbuhan obat dapat diartikan sebagai jenis tumbuhan yang sebagian, seluruh bagian
dan atau eksudat tumbuhan digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan.
Tumbuhan berkhasiat obat digolongkan menjadi tiga kelompok (Putri, 2008),
yaitu :
1) Tumbuhan obat tradisional, merupakan jenis tumbuhan yang diketahui atau
dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional.
9
2) Tumbuhan obat modern, merupakan jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat
dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
3) Tumbuhan obat potensial, merupakan jenis tumbuhan yang diduga
mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum
dibuktikan penggunaannya secara farmakologis sebagai bahan obat.
2.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Luas hutan tropika Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 143 juta ha.
Kawasan yang sangat luas ini merupakan tempat tumbuh hampir 80% dari
tumbuhan obat yang ada di dunia, dimana terdapat sekitar 28.000 jenis tumbuhan
dan kurang lebih 1.000 jenis di antaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat
(Rini, 2009).
2.2.1 Berdasarkan familinya
Berdasarkan kelompok familinya jenis-jenis tumbuhan obat yang ada di
Indonesia dikelompokkan kedalam 203 famili. Jumlah jenis tumbuhan obat yang
paling banyak termasuk dalam famili Fabaceae, yakni sebanyak 110 jenis. Secara
umum terdapat 22 famili yang memiliki jumlah jenis tumbuhan obat lebih dari 20,
sedangkan 181 famili lainnya memiliki jumlah jenis tumbuhan obat yang kurang dari
20 (Tabel 2.1).
10
2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya
Berdasarkan formasi hutannya, penyebaran jenis tumbuhan obat tertinggi
berada di hutan hujan tropika dataran rendah sebanyak sekitar 772 jenis (45,82%) dari
jumlah total jenis tumbuhan obat. Penyebaran terendah jenis-jenis tumbuhan obat
terdapat di hutan rawa sebanyak sekitar 8 jenis (0,47%) (Tabel 2.2).
Tabel 2.1. Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia
No Nama famili Jumlah jenis
1 Fabaceae 110
2 Euphorbiaceae 94
3 Lauraceae 77
4 Rubiacea 72
5 Poaceae 55
6 Zingiberacea 49
7 Moraceae 46
8 Myrtaceae 45
9 Annonaceae 43
10 Asteraceae 40
11 Apocynaceae 39
12 Cucurbitaceae 34
13 Piperaceae 30
14 Menispermaceae 30
15 Melastomataceae 26
16 Arecaceae 25
17 Verbenaceae 23
18 Rutaceae 23
19 Acanthaceae 22
20 Sterculiaceae 21
21 Myristicaceae 21
22 Rhizophoraceae 20
23 Famili lainnya (181 famili) < 20
24 Tidak ada data 66
Sumber: P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
11
2.2.3 Berdasarkan habitusnya
Jenis-jenis tumbuhan obat jika dilihat dari segi habitusnya dapat
dikelompokan kedalam 7 macam, yaitu habitus bambu, herba, liana, pemanjat, perdu,
pohon, dan semak. Dari semua habitus tersebut, habitus pohon memiliki jumlah jenis
dan persentase yang tertinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 717 jenis
(40,58%) (Tabel 2.3).
Tabel 2.2. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di
Indonesia
No Formasi hutan
Tumbuhan obat
Jumlah
jenis
Persentase
(%)
1 Hutan hujan tropika dataran rendah (< 1000 m dpl) 772 45,82
2 Hutan hujan tropika pegunungan 356 21,13
3 Hutan musim 291 17,27
4 Hutan savanna 146 8,66
5 Hutan pantai 65 3,86
6 Hutan mangrove 47 2,79
7 Hutan rawa 8 0,47
8 Tidak ada data 511 -
Jumlah 1845 100.00
Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Tabel 2.3. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di
Indonesia
No Habitus Tumbuhan obat
Jumlah jenis Persentase (%)
1 Pohon 717 40,58
2 Herba 486 27,50
3 Semak 173 9,79
4 Pemanjat 138 7,81
5 Liana 126 7,13
6 Perdu 120 6,79
7 Bambu 7 0,40
8 Tidak ada data 78 -
Jumlah 1845 100.00
Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Terdapat 55 jenis tumbuhan obat yang mulai langka di Indonesia dengan
status kelangkaan yang bervariasi (Rini, 2009), yaitu :
12
1. Terkikis (indeterminate), seperti Jinten (Cuminum cyminum), Temu
Giring (Curcuma heyneana), Jati Belanda (Guazuma ulmifolia), Bidara
Laut (Strychnos ligustriana), Jaha (Terminalia bellirica), dan Bangle
(Zingiber cassumunar).
2. Jarang (rare), seperti Pulai (Alstonia scholaris), Pulasari (Alyxia
reindwardtii), Kayu Rapat (Parameria laevigata), dan Kedawung (Parkia
rogburhii).
3. Rawan (vulnerable) dan Genting (endangered), seperti Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia).
2.3 Etnobotani
Etnobotani merupakan kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan
(Purnawan, 2006). Studi etnobotani dapat memberi kontribusi yang besar dalam
proses pengenalan tumbuhan yang ada di suatu wilayah melalui kegiatan
pengumpulan kearifan lokal dari dan bersama masyarakat setempat. Istilah etnobotani
digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat setempat (etno atau etnis) dengan
lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuh-tumbuhan. Studi etnobotani ini
dapat membantu masyarakat dalam mencatat atau merekam kearifan lokal yang
dimiliki selama ini, untuk masa mendatang (Purnawan, 2006).
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tumbuhan obat yang
sangat beragam, sehingga tradisi pengenalan, penggunaan, dan pemanfaatan
tumbuhan obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan
13
berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Umumnya
masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat masih dalam keadaan
segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama yang disebut
dengan simplisia. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari
pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern.
Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara
tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, ramuan tumbuh-
tumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan mudah proses
pembuatannya. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana,
diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam
air, ada pula yang diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan per
oral (diminum).
Tumbuhan obat di Indonesia terdiri dari beragam jenis yang kadang kala sulit
untuk dibedakan satu dengan yang lain. Komponen aktif yang terdapat pada
tumbuhan obat yang menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan.
Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan bagian-bagiannya. Bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
dan berupa bahan yang telah dikeringkan disebut simplisia (bagian tumbuhan yang
dipergunakan). Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat
penting, sebab dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia diharapkan tidak
14
terjadi tumpang tindih pemanfaatan tumbuhan obat serta dapat mencarikan alternatif
pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat
diperoleh.
2.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
2.4.1 Sejarah
Kawasan TNGGP diumumkan pada tahun 1980, ketika pemerintah
mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan
empat taman nasional yang lain. TNGGP merupakan taman nasional kedua terkecil di
Indonesia yang mempunyai potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga
menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna didunia. Pada
tahun 1977 UNESCO menetapkan TNGGP sebagai daerah inti dari salah satu Cagar
Biosfer Dunia dengan nama Cagar Biosfer Cibodas.
Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya
sebuah kebun kecil dekat istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas pada tahun
1830. Perkebunan ini kemudian diperluas dan dikenal sebagai salah satu tempat
kunjungan utama para ahli botani dunia yaitu Kebun Raya Cibodas saat ini. Wilayah
Gunung Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad
dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan
wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811.
15
2.4.2 Tinjauan umum TNGGP
Secara geografis, kawasan TNGGP terletak antara 106050’- 106
0‘56’ BT dan
6032’-6
034’LS. Secara administrasi taman nasional ini terletak pada tiga wilayah
Kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. TNGGP memiliki potensi
keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk
konservasi tumbuhan dan hewan, kegiatan penelitian, pendidikan, dan rekreasi
(Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014).
Jenis ekosistem di kawasan hutan TNGGP adalah ekosistem hutan hujan
tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem, yaitu hutan Montana, Sub Montana
dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput
pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman
(damar) dan hutan sekunder. Kekayaan tumbuhan di kawasan hutan TNGGP
dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya,
yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan
zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl) (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
2014).
Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang
tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon
Rasamala dan Buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya
variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub
Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya
pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi
16
lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi
rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica) (Van
Stennis, 1972).
Kawasan hutan TNGGP yang memiliki luas area sekitar 21.975 ha merupakan
lahan terbasah di pulau jawa. Kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah
yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh berbagai jenis flora, karena keadaan
lingkungan seperti itu dapat menjaga vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Keragaman
hayati yang tinggi di kawasan ini menjadikannya sebagai salah satu kawasan
konservasi di Indonesia.
Dalam rangka untuk menjamin pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman
tumbuh-tumbuhannya, di kaki Gunung Gede Pangrango dibuatlah sebuah kawasan
konservasi ex-situ. Kawasan ini memiliki peran sebagai penyangga kawasan taman
nasional dan dalam pengelolaan tumbuhan asli dari kawasan hutan TNGGP maupun
jenis-jenis tumbuhan introduksi dari luar yang dikelola dengan baik didalam suatu
Kebun Raya. Kebun Raya merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan dan
memelihara tumbuh-tumbuhan, yang memiliki fungsi penting sebagai tempat
pendidikan, estetika, ilmu pengetahuan dan rekreasi (Adi, 2003).
2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas (KRC)
2.5.1 Sejarah
Kawasan KRC didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni
zaman pemerintahan Raja Willem III. Pada tanggal 11 April 1852, Johannes Ellias
17
Taijasmann yang merupakan seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu
mendirikan Kebun Raya Cibodas dengan nama Bertguin te Tjibodas (Kebun
Pegunungan Cibodas). Pendirian Kebun Raya Cibodas dimaksudkan sebagai tempat
aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang memiliki nilai penting dan
ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Chinchona calisaya).
Kebun Raya Cibodas awalnya merupakan pengembangan dari Kebun Raya
Bogor, dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 nama
Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan
Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kebun Raya Cibodas, 2014).
2.5.2 Tinjauan umum KRC
Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan secara ex-situ yang
memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi
taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan
kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (Perpres RI
Nomor 93 Tahun 2011).
Secara geografis KRC berada pada lereng Gunung Gede Pangrango dengan
ketinggian 1300-1425 mdpl. Luas areal efektifnya sekitar 80 ha dan sisanya sekitar 6
ha masih areal hutan. Keadaan topografinya bervariasi landai, berbukit-bukit,
bergelombang, dan bagian yang curam. Kawasannya memiliki hawa sejuk dengan
panorama yang indah dengan persentase kawasan yang miring sekitar 60%.
18
KRC memiliki curah hujan sebesar 3.300 mm/tahun. Suhu udara berkisar
antara 180 hingga 24
0 C dengan curah hujan per tahun 3380 mm. Curah hujan
tertinggi dicapai pada bulan Januari (2288,5 mm) dan terendah pada bulan Agustus
yaitu 744 mm. Kelembaban rata-rata di KRC berkisar antara 80-90%.
2.5.2 Hutan terfragmentasi KRC
Kurang lebih 10% luasan KRC atau sekitar 8.43 hektar merupakan kawasan
berhutan, termasuk didalamnya hutan yang terfragmentasi dan hutan yang terhubung
dengan kawasan hutan TNGGP yang mengelilingi kawasan kebun raya. Sisa hutan
tersebut terbagi menjadi empat blok hutan, yaitu hutan Wornojiwo (3,934 ha), hutan
Kompos (2,555 ha), hutan Jalan Akar (1,086 ha) dan hutan Lumut (0,855 ha).
Petak-petak hutan di KRC berpotensi untuk dikembangkan sebagai
laboratorium lapangan dan keperluan pendidikan lingkungan. Akan tetapi, ukurannya
yang kecil dan tingginya derajat fragmentasi, hutan sisa KRC sangat rentan terhadap
gangguan secara biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). Konsekuensi dari
fragmentasi dan efek tepi termasuk meningkatnya kerentanan terhadap invasi oleh
tumbuh-tumbuhan dan hewan asing (Ecroyd dan Brockerhoff, 2005).
Hutan alam di Pulau Jawa pada umumnya merupakan kantong-kantong
habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati. Akan tetapi, Seiring
meningkatnya angka pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan untuk
menyediakan pemukiman, pertanian, pembangunan sarana jalan dan infrastruktur
lainnya menyebabkan pengikisan kantong-kantong habitat tidak dapat dihindari.
Hingga pada akhirnya fungsi utama hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati
19
akan berkurang karena habitatnya terpecah atau mengalami fragmentasi (Gunawan,
2009).
Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi
fragment-fragment (petak) habitat lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian,
urbanisasi atau pembangunan lain. Kerusakan habitat alami diberbagai belahan dunia
saat sekarang ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hutan hujan tropika
basah yang merupakan habitat dari setengah jenis tumbuhan dunia , berada dalam
kondisi yang sangat berbahaya, pengurangannya diperkirakan 16,8 juta ha/tahun.
Salah satu penyebabnya adalah exploitasi hutan yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan tumbuhan obat yang berada pada habitat alaminya dalam keadaan
berbahaya pada erosi genetik dan terancam kepunahan (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat, sebaliknya hilangnya
habitat juga dapat dipandang sebagai akibat adanya fragmentasi. Fragmentasi bekerja
dalam empat cara, yaitu: (1) habitat hilang tanpa fragmentasi, (2) pengaruh kombinasi
hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil, (3) pemecahan
habitat menjadi petak lebih kecil tanpa kehilangan habitat, dan (4) hilangnya habitat
dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil serta penurunan kualitas habitat.
Mekanisme dan proses fragmentasi menghasilkan tiga tipe pengaruh, yaitu pengaruh
terhadap ukuran petak (patch), pengaruh tepi (edge effect), dan pengaruh isolasi
(Fahrig, 2003).
20
Dampak adanya fragmentasi yang paling utama adalah dapat menyebabkan
berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar.
Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis,
dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan
(Gunawan, dkk., 2007). Oleh karena itu, penelitian tumbuhan obat di hutan
terfragmentasi KRC diharapkan dapat menambah kajian ilmiah di kawasan ini.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi
Kebun Raya Cibodas (KRC) selama 2 (dua) bulan, yakni Oktober hingga
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian
(Sumber : USGS, 2014)
22
November 2013. Penentuan lokasi penelitian di hutan TNGGP dilakukan di 3
(tiga) titik sampling yang berbeda yaitu pada ketinggian 1400, 1500, dan 1600 m
dpl. Sedangkan di hutan terfragmentasi KRC dilakukan di hutan Wornojiwo,
Kompos, dan Jalan Akar (Gambar 3.1).
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa GPS (Global Positioning
System), lux meter, temperature & humidity meter , soil tester, kompas, tali rafia,
golok, peta kerja, meteran besar, patok kayu, alkohol, alat tulis menulis dan
kamera digital.
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah jenis tumbuhan
obat yang ada di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
3.3 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung
di lapangan. Data tersebut meliputi jenis-jenis tumbuhan obat beserta hasil analisis
vegetasinya, faktor fisik lingkungan, dan data tumbuhan obat yang dimanfaatkan
oleh masyarakat lokal dengan cara wawancara. Data sekunder merupakan data
yang dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan penelitian. Data tersebut
didapatkan dengan cara studi pustaka atau pencarian literatur melalului buku,
jurnal, artikel ilmiah maupun internet.
23
3.3.1 Analisis vegetasi
Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kuadrat.
Penentuan lokasi sampling dilakukan secara acak di setiap titik lokasi penelitian
baik di hutan TNGGP maupun hutan terfragmentasi KRC dengan jumlah masing-
masing 2 (dua) plot. Pada setiap lokasi sampling dibuat petak-petak dengan
ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m
2, 10 x 10 m
2, dan 20 x 20 m
2 (Purba, 2009).
Gambar 3.2. Plot pengamatan analisis vegetasi
Keterangan : A : 2 x 2 m2; B : 5 x 5 m
2; C : 10 x 10 m
2; D : 20 x 20 m
2
Setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat
tumbuhan, yaitu :
24
1) Petak 2 x 2 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat herba.
Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis dan jumlah
setiap jenis, dengan batasan anakan pohon mulai dari tingkat kecambah
sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m.
2) Petak 5 x 5 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
pancang. Parameter yang diamati atau diukur meliputi nama jenis dan
jumlah setiap jenisnya, dengan batasan pohon muda yang berdiameter <
10 cm. Atau anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m.
3) Petak 10 x 10 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
tiang. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis,
jumlah dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang, dengan batasan
diameter yang diambil adalah antara 10 ≤ dbh < 20 cm (dbh: diameter
breast height: diameter setinggi dada).
4) Petak 20 x 20 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan terhadap tingkat
pohon. Parameter yang diamati dan yang diukur meliputi nama jenis,
jumlah dan diameter pohon. Diameter yang diambil adalah diameter
setinggi dada (dbh) serta ukuran diameternya ≥ 20 cm.
3.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan
Pengukuran faktor fisik lingkungan dilakukan di setiap titik lokasi
penelitian baik di hutan TNGGP maupun di hutan terfragmentasi KRC pada pukul
10.30 WIB. Pengukurannya meliputi intensitas cahaya, suhu udara, kelembababan
udara relatif, dan kelembaban tanah. Data fisik lokasi penelitian terdapat dalam
Lampiran 1.
25
3.3.2.1 Intensitas cahaya
Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter. Sensor pada lux
meter diarahkan pada sumber cahaya selama tiga menit atau sampai angka yang
ditunjukkan monitor konstan. Hasil pengukuran intensitas cahaya yang terbaca di
layar monitor kemudian dicatat.
3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif
Suhu dan kelembaban udara relatif diukur dengan menggunakan alat
temperature & humidity meter. Data yang diperoleh kemudian di catat.
3.3.2.3 Kelembaban tanah
Kelembaban tanah diukur dengan menggunakan soil tester. Alat ini
ditancapkan ketanah, kemudian besarnya nilai kelembaban yang diperoleh dicatat.
3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat
Identifikasi jenis tumbuhan obat dilapangan dilakukan dengan cara
pengamatan langsung dan tidak langsung (wawancara non formal dengan
bertanya langsung pada para taksonom). Identifikasi jenis-jenis tumbuhan obat
merujuk pada Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (1995) dan dengan
melakukan pemeriksaan silang melalui berbagai buku/literatur tentang tumbuhan
obat, yang meliputi nama lokal, nama jenis, famili, habitus, dan manfaatnya.
Nama jenis mengacu pada The Plant List (http://www.theplantlist.org) dan IPNI
(The International Plant Names Index) (http://www.ipni.org). Status konservasi
dari jenis yang ditemukan dalam penelitian merujuk pada kriteria IUCN
(http://www.iucnredlist.org).
26
3.3.4 Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung dengan masyarakat lokal TNGGP
dan berbatasan langsung dengan KRC, yakni di Desa Cimacan. Metode yang
digunakan dalam menentukan sasaran wawancara (key person) yaitu dengan cara
Snow ball dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden
sebelumnya (Ernawati, 2009). Wawancara dilakukan terhadap 25 0rang warga
Desa Cimacan yang merupakan rekomendasi dari responden kunci. Pemilihan
responden kunci dilakukan dengan memilih responden yang memiliki
pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat secara turun-temurun dalam
keluarganya (Sofyan). Adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 2.
Data diambil dengan menggunakan tabel isian kuisioner yang meliputi
jenis tumbuhan yang digunakan, macam penggunaan, bagian yang digunakan,
proses pembuatan, dan cara penggunaannya (Lampiran 3).
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan cara
deskriptif dengan menggunakan Program Microsoft Office excel 2007.
Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk memperoleh nama lokal,
nama jenis, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaat/kegunaannya.
Hasil identifikasi jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
dikelompokkan berdasarkan bagian yang digunakan. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan dipersentasekan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang, akar,
ataupun campuran dari semua bagiannya (Ernawati, 2009).
27
3.4.1 Indeks nilai penting
Indeks nilai penting merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan
pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Pada lokasi
penelitian dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi masing-masing
jenis tumbuhan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasinya.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut
(Purba, 2009) :
1) Kerapatan suatu jenis (K)
K = umlah indi idu uatu eni
ua t tal l t engamatan
2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR (%) = era atan uatu eni
era atan eluruh eni x 100 %
3) Frekuensi suatu jenis (F)
F = umlah l t ditem ati uatu eni
umlah t tal l t
4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
FR (%) = rekuen i uatu eni
rekuen i eluruh eni x 100%
Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan =
∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan
= x 100%
∑ eluruh bagian yang dimanfaatkan
28
5) Dominansi suatu jenis (D)
D (m2/ha) =
ua bidang da ar uatu eni
ua t tal l t
6) Dominansi relatif suatu jenis (DR)
DR (%) = mina i uatu eni
mina i eluruh eni x 100%
Indeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah Kerapatan
Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif, sedangkan untuk tingkat pancang
dan herba adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif.
3.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks
keanekaragaman Shannon (H’) (Odum, 1998).
Indeks eanekaragaman Shann n (H’)
H’ = - Σ [Pi ln Pi]
dimana Pi =
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
Pi = Proporsi dari tiap jenis i
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
29
Semakin be ar nilai H’ menun ukkan semakin tinggi tingkat
keanekaragaman jenis. Besarnya nilai keanekaragaman jenis Shannon
didefinisikan sebagai berikut :
1) H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi.
2) 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang.
3) H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah.
3.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat
Kekayaan jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks kekayaan
jenis Margalef (R’) (Odum, 1998).
=S 1
ln
Keterangan:
R = Indeks kekayaan jenis Margalef.
S = Jumlah jenis.
N = Jumlah seluruh individu.
Indeks kekayaan jenis Margalef ( ’) merupakan indeks yang
menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini
dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut.
Semakin besar nilai R’, menunjukan semakin tingginya kekayaan jenisnya.
Besarnya nilai kekayaan jenis Margalef didefinisikan sebagai berikut :
1) R’ > 5 = Kekayaan jenis tinggi.
2) 3,5 ≤ ’ ≤ 5 R’ = ekayaan jenis sedang.
3) R’ < ,5 = Kekayaan jenis rendah.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Tumbuhan obat yang ditemukan pada plot sampling di hutan TNGGP
terdapat sebanyak 45 jenis yang berasal dari 29 famili. Jenis yang paling banyak
dijumpai adalah dari famili Urticaceae sebanyak 4 jenis, Rubiaceae dan
Arecaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan famili lainnya memiliki anggota kurang
dari 3 jenis (Tabel 4.1). Data jenis tumbuhan obat hutan TNGGP terdapat dalam
Lampiran 4.
Tabel 4.1. Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling
di hutan TNGGP
Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan TNGGP pada
penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan penelitian Purnawan, 2006.
Purnawan (2006) menemukan sebanyak 210 jenis tumbuhan obat dan merupakan
No Famili Jumlah jenis
1 Urticaceae 4
2 Rubiaceae 3
3 Arecaceae 3
4 Zingiberaceae 2
5 Euphorbiaceae 2
6 Fabaceae 2
7 Moraceae 2
8 Myrsinaceae 2
9 Piperaceae 2
10 Rosaceae 2
11 Sauraceae 2
12 Theaceae 2
13 Famili Lainnya (18 Famili)
(Lihat Lampiran 4)
1
31
hampir sepertiga dari total jenis tumbuhan yang teridentifikasi di hutan TNGGP.
Perbedaan jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan dikarenakan berbedanya
sampling yang dilakukan. Sampling yang dilakukan pada penelitian ini terbatas
pada titik tertentu yang mewakili seluruh area sedangkan penelitian sebelumnya
merupakan upaya inventarisasi tumbuhan obat yang ada di seluruh kawasan hutan
TNGGP.
Data jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP kurang
memiliki arti yang signifikan untuk mendukung upaya pelestarian yang efektif
jika data mengenai potensi dan penyebaran setiap jenisnya masih terbatas. Oleh
karena itu, informasi mengenai identifikasi jenis yang akurat, kondisi stok atau
populasi, gambaran penyebaran tempat tumbuh, dan taksiran kelangkaan atau
kelimpahan tumbuhan obat sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan
keberadaanya.
4.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk mengetahui variasi jenis
pada suatu tempat dan indeks kekayaan jenis digunakan untuk menentukan
tingkat kekayaan jenis yang dipengaruhi oleh keragaman dalam pembagian jenis
yang merata dalam suatu kawasan (Hidayat dan Hardiasyah, 2012). Tingkat
keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP
yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) untuk semua tingkat vegetasi
memiliki keragaman yang terg l ng edang (H’ 1 ≤ H’ ≤ 3). Tingkat kekayaan
jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) menun ukkan hanya ada
32
vegetasi herba yang memiliki kekayaan jenis tergolong tinggi ( ’ > 5) sedangkan
habitus lainnya tergolong rendah ( ’ < 5) (Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada plot sampling di
hutan TNGGP
Habitus herba memiliki nilai kekayaan jenis yang tinggi karena banyaknya
jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada habitusnya tersebut. Tinggi rendahnya
nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis ditentukan oleh banyaknya jenis yang
menyusun suatu komunitas tumbuhan. Begitupun sebaliknya, sedikitnya
perjumpaan tumbuhan obat menyebabkan rendahnya nilai keanekaragaman dan
kekayaan jenisnya (Asrianny, dkk., 2008). Dominansi jenis herba disebabkan
jarangnya perjumpaan tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon, serta
kecilnya nilai kerapatannya. Jarangnya jenis habitus tiang dan pohon
menyebabkan berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk, sehingga
menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung
masuk ke lapisan tumbuhan bawah.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Herba Pancang Tiang Pohon
Ind
eks
Indeks Shannon (H')
Indeks Margalef (R')
33
Topografi juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan individu dalam
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Daerah dengan bentuk lapang yang sedikit dan
lereng-lereng, hanya jenis tertentu saja yang dapat beradaptasi dalam kondisi
seperti ini (Handayani, 2008). Keadaan topografi lokasi penelitian di hutan
TNGGP berbentuk sedikit lapang dan sisanya merupakan lereng-lereng. Hal ini
diduga yang menyebabkan sedikitnya jenis yang dijumpai tumbuhan obat pada
tingkat tiang dan pohon di lokasi tersebut.
Keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat dalam suatu
komunitas hutan perlu dijaga keberadaanya. Tumbuhan obat yang beragam jenis,
habitus, dan khasiatnya memiliki peluang yang besar serta memiliki kontribusi
dalam pembangunan dan pengembangan hutan (Hamzari, 2007).
4.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP
Struktur hutan merupakan hasil penataan oleh komponen penyusun
tegakan dan bentuk pertumbuhan. Struktur ini memiliki unsur penyusun yang
berupa bentuk hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan
melalui keadaan diameter, tinggi, dan penyebaran dalam ruang. Komposisi hutan
dapat diartikan sebagai variasi jenis yang menyusun suatu komunitas. Struktur
hutan dengan komposisinya yang tertentu akan berbeda-beda sesuai dengan
kondisi lingkungan atau habitatnya (Purba, 2009). Berdasarkan hasil analisis
vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan TNGGP sebagai berikut:
a) Analisis vegetasi tingkat herba
Vegetasi herba memiliki 42 jenis dengan 28 famili. Jenis Cyrtandra picta
merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu sebesar 17,79%,
34
dan INP terendah adalah Altingia excelsa serta 17 jenis lainnya sebesar 2,27%
(Tabel 4.2). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 31 jenis tumbuhan obat dengan 22
famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan
merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi
yang tinggi di kawasan Gunung Gede Pangrango, terlihat dari dominansinya pada
vegetasi herba di hutan TNGGP. Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan
pada tingkat herba menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat beradaptasi dan
berkembang biak dengan baik dan memiliki peranan dan kontribusi yang besar
dalam penyusunan komunitas tumbuhan didalamnya.
Tabel 4.2. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP
No Nama jenis Famili K KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%)
1 Cyrtandra picta* Gesneriaceae 1,04 12,52 0,50 5,27 17,79
2 Isachne pangerangensis Poaceae 1,25 15,04 0,17 1,79 16,84
3 Strobilanthus fifilfor* Acanthaceae 0,63 7,58 0,50 5,27 12,86
4 Nephrolepis biserrata Polypodiaceae 0,42 5,05 0,67 7,07 12,12
5 Plectocomia elongata* Arecaceae 0,50 6,02 0,50 5,27 11,29
6 Athyrium puncticaule* Athyriaceae 0,58 6,98 0,33 3,48 10,46
7 Rubus sunndaicus* Rosaceae 0,46 5,54 0,33 3,48 9,02
8 Amomum coccineum* Zingiberaceae 0,29 3,49 0,33 3,48 6,97
9 Elatostema negrescens* Urticaceae 0,42 5,05 0,17 1,79 6,85
10 Aeschynanthus horsfieldii Gesneriaceae 0,33 3,97 0,17 1,79 5,76
11 Hedychium coronarium* Zingiberaceae 0,33 3,97 0,17 1,79 5,76
12 Pinanga coronata* Arecaceae 0,17 2,05 0,33 3,48 5,53
13 Symplocos odoratissima* Symplocaceae 0,13 1,56 0,33 3,48 5,05
14 Hyphobathrum frutescens* Rubiaceae 0,08 0,96 0,33 3,48 4,44
15 Euchresta horsfieldii* Fabaceae 0,17 2,05 0,17 1,79 3,84
16 Curculigo capitulata* Hypoxidaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36
17 Schismatoglottis calyptrata* Arecaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36
18 Tetrastigma dichotomum* Vitaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36
19 Ardisia fuliginosa* Myrsinaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76
20 Lithocarpus pseudomoluccus Fagaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76
21 Litsea resinosa Lauraceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76
22 Rubus moluccanus* Rosaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76
23 Altingia excelsa* Hammamelidaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
35
Tabel 4.2 (Lanjutan…)
No Nama jenis Famili K KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%)
24 Asplenium caudatum Aspleniaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
25 Castanopsis argentea Fagaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
26 Castanopsis javanica Fagaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
27 Commelina obligua* Commelinaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
28 Cyatea latebrosa Cyatheaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
29 Diplasium palidum Woodsiaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
30 Ficus ribes* Moraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
31 Laportea stimulans* Urticaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
32 Litsea cassiaefolia* Lauraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
33 Mussaenda frondosa* Rubiaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
34 Pandanus furcatus* Pandanaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
35 Passiflora suberosa* Passifloraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
37 Pilea melastomoides* Urticaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
38 Piper aduncum* Piperaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
39 Piper sarmentosum* Piperaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
40 Pithecellobium clypearia* Fabaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
41 Travesia sundaica* Araliaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
42 Turpinia sphaerocarpa Staphyleacea 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
b) Analisis vegetasi tingkat pancang
Vegetasi pancang memiliki 16 jenis dengan 13 famili. Jenis Eugenia
lineata, Castanopsis javanica, dan Litsea resinosa merupakan jenis yang
mendominasi dengan INP tertinggi yaitu 16,69%, jenis lainnya memiliki INP
yang sama yaitu sebesar 11,36% (Tabel 4.3).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 8 famili.
Jenis E. lineata merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mendominasi.
Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa jenis E. lineata merupakan jenis
tumbuhan obat memiliki peranan penting dalam penyusunan komunitasnya
didalamnya.
36
Tabel 4.3. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP
No Nama jenis Famili K KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%)
1 Castanopsis javanica Fagaceae 0,01 6,25 0,33 10,44 16,69
2 Eugenia lineata* Myrtaceae 0,01 6,25 0,33 10,44 16,69
3 Litsea resinosa Lauraceae 0,01 6,25 0,33 10,44 16,69
4 Casearia tuberculata Flacourtiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
5 Cryptocarya ferrea Lauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
6 Engelhardia spicata Juglandaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
7 Ficus toxicaria* Moraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
8 Flacaurtia rukam* Flacourtiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
9 Mycetia cauliflora* Rubiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
10 Ostodes paniculata* Euphorbiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
11 Saurauia blumiana* Sauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
12 Saurauia pendula* Sauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
13 Sloanea sigun Elaeocarpaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
14 Travesia sundaica* Araliaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
15 Turpinia sphaerocarpa Staphyleacea 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
16 Villebrunea rubescens* Urticaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
c) Analisis vegetasi tingkat tiang
Vegetasi tiang memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 10 famili. Jenis
Turpinia sphaerocarva merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu
sebesar 59,99%, dan jenis Ostodes paniculata, Ardisia villosa, dan Neonacluea
lanceolata merupakan jenis tumbuhan dengan INP terendah yaitu sebesar 17,19%
(Tabel 4.4).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 5 jenis tumbuhan obat dengan 5 famili
yang berbeda. F. ribes memiliki INP tertinggi kedua dalam vegetasinya. Jenis
tersebut memiliki daerah tutupan yang cukup luas yang terlihat dari nilai
dominansinya. Besarnya nilai dominansi menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut
merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang memiliki pengaruh dalam
komunitasnya.
37
Tabel 4.4. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP
No Nama jenis Famili K KR
(%) F
FR
(%)
D
(m2/ha) DR
INP
(%)
1 Turpinia
sphaerocarpa
Staphyleacea 116,66 28,00 0,67 25,19 0,17 6,80 59,99
2 Ficus ribes* Moraceae 50,00 12,00 0,33 12,41 0,33 13,20 37,61
3 Polyosma
ilicifolia
Escalloniaceae 50,00 12,00 0,33 12,41 0,33 13,20 37,61
4 Litsea
cassiaefolia*
Lauraceae 66,66 16,00 0,33 12,41 0,17 6,80 35,21
5 Symplocos
odoratissima*
Symplocaceae 50,00 12,00 0,17 6,39 0,17 6,80 25,19
6 Castanopsis
javanica
Fagaceae 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59
7 Prunus
arborea
Rosaceae 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59
8 Ostodes
paniculata*
Euphorbiaceae 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59
9 Ardisia
villosa*
Myrsinaceae 16,67 4,00 0,17 6,39 0,17 6,80 17,19
10 Neonacluea
lanceolata
Rubiaceae 16,67 4,00 0,17 6,39 0,17 6,80 17,19
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
d) Analisis vegetasi tingkat pohon
Vegetasi pohon memiliki 19 jenis dengan 15 famili. Schima walichii
merupakan jenis yang mendominasi baik dari segi penguasaan daerah yang
ditutupi/kerimbunannya, maupaun frekuensi banyaknya plot ditemukan jenis
tersebut. Jenis tersebut memiliki nilai INP tertinggi, yakni 44,52%. INP terendah
dimiliki oleh jenis Toona sureni yaitu sebesar 5,77% (Tabel 4.5).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 7 famili.
Jenis S. walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang paling mendominasi dalam
vegetasinya. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki pola
penyesuaian yang besar, dan berperan penting dalam penyusunan komunitas
tumbuhan obat yang ada didalamnya. Jenis S. walichii memiliki potensi untuk
dikembangkan dan dibudidayakan, selain karena potensinya sebagai tumbuhan
obat, jenis tersebut juga merupakan tumbuhan yang banyak dimanfaatkan
kayunya oleh masyarakat.
38
Tabel 4.5. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP
No Nama jenis Famili K KR
(%) F
FR
(%)
D
(m2/ha) DR
INP
(%)
1 Schima
walichii*
Theaceae 33,33 19,05 0,83 15,57 1,96 9,90 44,52
2 Engelhardia
spicata
Juglandaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 5,29 26,72 32,29
3 Castanopsis
argentea
Fagaceae 25,00 14,29 0,50 9,31 1,33 6,72 30,31
4 Ardisia
villosa*
Myrsinaceae 25,00 14,29 0,67 12,57 0,25 1,26 28,12
5 Castanopsis
javanica
Fagaceae 12,50 7,14 0,50 9,31 2,10 10,61 27,06
6 Prunus
arborea
Rosaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 2,88 14,55 20,12
7 Ostodes
paniculata*
Euphorbiaceae 8,33 4,76 0,17 3,19 1,04 5,25 13,20
8 Magnolia
blumea
Magnoliaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 1,46 7,37 12,94
9 Macaranga
rhizinoides*
Euphorbiaceae 8,33 4,76 0,33 6,19 0,29 1,46 12,42
10 Persea excelsa Lauracae 8,33 4,76 0,33 6,19 0,29 1,46 12,42
11 Sloanea sigun Elaeocarpaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,92 4,65 10,22
12 Pithecellobium
clypearia*
Fabaceae 8,33 4,76 0,17 3,19 0,25 1,26 9,21
13 Gordonia
excelsa*
Theaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,50 2,53 8,10
14 Vernonia
arboria*
Asteraceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,42 2,12 7,69
15 Acer laurinum Sapindaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,38 1,92 7,49
16 Ficus ribes* Moraceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,17 0,86 6,43
17 Castanopsis
tunggurut
Fagaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,13 0,66 6,23
18 Turpinia
sphaerocarpa
Staphyleacea 4,17 2,38 0,17 3,19 0,13 0,66 6,23
19 Toona sureni* Meliaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,04 0,20 5,77
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa masing-masing jenis
tumbuhan diwakili oleh sedikit jenis individu. Hal ini disebabkan oleh keragaman
jenis yang cukup tinggi di hutan alami, sehingga menyebabkan tidak adanya satu
jenis yang sangat dominan. Tingginya keragaman di hutan alami disebabkan
karena terdapatnya heterogenitas habitat di kawasan tersebut.
39
4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi
Kebun Raya Cibodas (KRC)
Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat sebanyak 59 jenis
yang berasal dari 39 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari famili
Rubiaceae dan Arecaceae masing-masing berjumlah 5 jenis, Moraceae dan
Zingiberaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan 35 famili lainnya memiliki anggota
kurang dari 3 jenis (Tabel 4.6). Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
terdapat dalam Lampiran 5.
Tabel 4.6. Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
No Famili Jumlah jenis
1 Rubiaceae 5
2 Arecaceae 5
3 Moraceae 3
4 Zingiberaceae 3
5 Apocynaceae 2
6 Euphorbiaceae 2
7 Hydrangeaceae 2
8 Myrsinaceae 2
9 Piperaceae 2
10 Sauraceae 2
11 Symplocaceae 2
12 Theacea 2
13 Urticaceae 2
14 Famili lainnya (26 Famili).
(Lihat Lampiran 5)
1
Jenis tumbuhan obat yang mendominasi dengan jumlah individu paling
banyak ditemukan di hutan terfragmentasi KRC adalah jenis C. picta. Jenis
tersebut juga memiliki dominansi yang tinggi di hutan TNGGP. C. picta
merupakan anggota dari famili Gesneriaceae yang memiliki khasiat sebagai
pereda demam dan bengkak pada bagian tubuh tertentu. Hampir semua jenis dari
famili Gesneriaceae berkembang biak dengan cara penyerbukan melalui hewan.
40
Burung menjadi pemeran utama dalam proses penyerbukan dan persebaran benih
tumbuhannya. Hal tersebut yang menyebabkan jenis C. picta memiliki jumlah
jenis individu paling banyak pada semua habitus.
Diantara jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan terfragmentasi KRC,
terdapat jenis tumbuhan asing yang merupakan tumbuhan yang diintroduksi dan
dikoleksi oleh KRC yaitu Piper aduncum. Jenis P. aduncum merupakan
tumbuhan yang pada awalnya berasal dari Kebun Raya Bogor kemudian
diintroduksi pada tahun 1860, berasal dari tepi hutan dan daerah terbuka di
Argentina dan Meksiko (Mutaqien, dkk., 2011).
4.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
Berdasarkan habitusnya, keanekaragaman jenis tingkat herba dan pancang
lebih beragam dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Tingkat
keanekaragaman jenis tiang dan pohon yang dihitung menggunakan indeks
Shann n (H’) menunjukkan keanekearagaman yang tergolong rendah (H’ < 1)
dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 0,61, dan 0,78, sedangkan
untuk tingkat herba dan pancang terg l ng edang (1 ≤ H’ ≤ 3) dengan rata-rata
nilai indeks masing-masing yaitu 1,47 dan 1,67.
Abdiyani (2008) menjelaskan bahwa tumbuhan di hutan terbentuk
kedalam lapisan-lapisan yaitu : 1) Pohon-pohon yang sangat menjulang tinggi,
2) lapisan tajuk, yang membentuk permadani hijau berkesinambungan dengan
tinggi 80-100 kaki, dan 3) stratum tumbuhan bawah yang terdiri atas lapisan
semak dan herba, dan dapat menjadi lebat jika terjadi pembukaan tajuk.
Dominansi jenis tumbuhan obat pada tingkat herba dan pancang disebabkan oleh
41
rendahnya jenis pada tingkat tiang dan pohon. Hal tersebut menyebabkan
berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk sehingga menyebabkan ruang
dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan
tumbuhan bawah. Hal ini tentu mengeuntungkan bagi tumbuhan bawah dengan
kecepatan tumbuh yang tinggi dan membutuhkan ruang, nutrisi, dan cahaya
matahari lebih banyak untuk bereproduksi sehingga jenisnya menjadi melimpah.
Gambar 4.2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Hal serupa terlihat pada nilai indeks kekayaan jeni Margalef ( ’) ada
Gambar 4.3, kekayaan jenis tingkat herba dan pancang lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat tiang dan pohon. Kekakayaan jenis tingkat herba yang dihitung
menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng edang ( ’ = 3,5 –5) dengan indeks
rata-ratanya 3,50, sedangkan untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon tergolong
rendah ( ’ < 5) dengan rata-rata indeks masing-masing yaitu 3,24, 0,60, dan 1,06.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Herba Pancang Tiang Pohon
Ind
eks
Shan
no
n (
H')
Hutan Wornojiwo
Hutan Kompos
Hutan Jalan Akar
42
Gambar 4.3. Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Rendahnya keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat untuk
tingkat tiang dan pohon di hutan Wornojiwo dan Kompos disebabkan sedikitnya
dijumpai jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut. Sedikitnya jenis tumbuhan
obat dapat disebabkan oleh gangguan aktivitas manusia karena memang kedua
lokasi tersebut dekat dengan pemukiman warga dan berbatasan langsung dengan
jalan KRC yang merupakan daerah wisata. Selain itu, karena ukurannya yang
kecil dan tingginya derajad fragmentasi menyebabkan sisa hutan KRC tersebut
rentan terhadap gangguan biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011).
4.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC
Vegetasi hutan terfragmentasi KRC yang terbagi kedalam tiga lokasi
penelitian yang berbeda yaitu hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan
terfragmentasi KRC sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
Herba Pancang Tiang Pohon
Ind
eks
Mar
gale
f (R
')
Hutan Wornojiwo
Hutan Kompos
Hutan Jalan Akar
43
a) Analisis vegetasi tingkat herba
Hutan Wornojiwo memiliki 25 jenis tumbuhan dengan 17 famili. Jenis
yang mendominasi dengan INP tertinggi adalah C. picta dengan INP 35,07%
sedangkan P. aduncum dengan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,6%
(Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 18 jenis tumbuhan obat dengan 15
famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan
merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis C. picta mendominasi dari segi kerapatan
maupun banyaknya ditemukan jenis tesebut didalam plot.
Komposisi vegetasi herba di hutan Kompos meliputi 23 jenis tumbuhan
dengan 19 famili. Jenis C. picta memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 29%
sedangkan Sloanea sigun serta 13 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu
5,0%. (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 15 jenis tumbuhan obat
dengan 13 famili. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang memiliki
peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya.
Hutan Jalan Akar memiliki 18 jenis dengan 14 famili. Peristrophe
hyssopifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi, yakni 39,4% dan jenis
Alpinia malaccensis dan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,8% (Tabel
4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11
famili.
Komposisi vegetasi tingkat herba pada ketiga hutan terfrgamentasi KRC
menunjukkan adanya kesamaan jenis tumbuhan obat yang paling berkontribusi
dalam penyusunan komunitasnya. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang
mendominasi pada vegetasi herba di ketiga hutan terfragmentasi KRC. Dominansi
44
jenis-jenis tumbuhan obat pada vegetasi herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan
Jalan Akar menunjukkan bahwa jenis tumbuhan obat memiliki kontribusi dan
peranan yang penting dalam penyusunan komunitasnya. Keberagaman dan
pentingnya tumbuhan obat dalam vegetasinya memiliki peluang yang besar dalam
pembangunan dan pengembangan hutan.
Tabel 4.7. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
No Nama jenis
Wornojiwo Kompos Jalan Akar
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
1 Alpinia malaccensis* 1,8 3,7 5,5 1,4 4,0 5,4 0,6 4,3 4,8
2 Ardisia fuliginosa* 9,2 3,7 13,0 - - - - - -
3 Arenga pinnata* 0,9 3,7 4,6 - - - - - -
4 Arisaema inclusum - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
5 Asplenium nidus* - - - 1,4 4,0 5,4 2,9 4,3 7,2
6 Begonia robusta* - - - - - - 0,6 4,3 4,8
7 Calamus heteroides 0,9 3,7 4,6 - - - 2,3 8,3 10,6
8 Calamus reinwardtii 7,3 3,7 11,0 5,5 4,0 9,5 5,5 4,0 9,5
9 Cestrum purpureum* 3,7 3,7 7,4 4,2 4,0 8,2 2,3 4,3 6,6
10 Commelina nudiflora* 11,1 3,7 15,0 - - - - - -
11 Commelina paludosa - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
12 Cyperus rotundus* - - - - - - 0,6 4,3 6,6
13 Cryptocarya ferrea 0,9 3,7 4,6 - - - - - -
14 Cyrtandra grandis 2,8 3,7 6,5 - - - 0,6 4,3 -
15 Cyrtandra oblonga - - - - - - 23,0 8,3 31,4
16 Cyrtandra picta* 31,4 3,7 35,0 24,6 4,0 29,0 16,7 8,3 25,0
17 Dichroa febrifuga * 1,8 3,7 5,5 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
18 Elaeagnus triflora* 0,9 3,7 4,6 - - - - - -
19 Elaeocarpus stipularis* - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
20 Elatostema srigosum* - - - 5,5 4,0 9,5 4,1 4,3 8,3
21 Euchresta horsfieldii* - - - - - - 0,6 4,3 4,8
22 Ficus hispida* 1,8 3,7 5,5 - - - - - -
23 Ficus obscura* 1,8 3,7 5,5 - - - - - -
24 Helicia serrata* 1,8 7,4 9,2 - - - - - -
25 Homalomena pendula* - - - - - - 0,6 4,3 4,8
26 Leea indica* 0,9 3,7 4,6 - - - - - -
27 Litsea noronhae - - - - - - 1,2 8,3 9,5
28 luvunga sarmentosa* - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
29 Macropanax dispermum 0,9 3,7 4,6 2,7 4,0 6,7 2,7 4,0 6,7
30 Musa acuminate* - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
31 Mycetia cauliflora* 1,8 3,7 5,5 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
32 Nephrolepis biserrata - - - 15,1 4,0 19,0 6,9 8,3 39,4
33 Ophiopogon caulescens - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
34 Ostodes paniculata* 1,8 3,7 5,5 - - - - - -
35 Pavetta Montana 1,8 3,7 5,5 - - - - - -
36 Peristrophe hyssopifolia - - - - - - 31,1 8,3 39,4
37 Piper aduncum* 0,9 3,7 4,6 - - - - - -
45
Tabel 4.7 ( an utan…)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
38 Piper sarmentosum* - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
39 Plectocomia elongata * 2,8 3,7 6,5 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
40 Polygala venenosa* - - - 2,7 4,0 6,7 2,7 4,0 6,7
41 Pteris biaurita - - - 1,4 4,0 5,4 - - -
42 Rubus moluccanus* - - - - - - 2,9 4,3 7,2
43 Sanicula europhea 4,7 3,7 8,4 - - - - - -
44 Saurauia pendula* - - - - - - 0,6 4,3 4,8
45 Schismatoglottis calyptrata* - - - 13,7 8,0 22,0 2,9 4,3 4,8
46 Sloanea sigun - - - 1,4 4,0 5,4 1,4 4,0 5,4
47 Smilax macrocarpa* 3,7 7,4 11,0 - - - - - -
48 Zingiber infleksum* 2,8 3,7 6,5 6,9 8,0 15,0 6,9 8,0 14,9
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
b) Analisis vegetasi tingkat pancang
Hutan Wornojiwo memiliki 28 jenis tumbuhan dengan 21 famili. Jenis
Ostodes paniculata merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 19,2%
dan jenis Alstonia scholaris serta 9 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu
sebesar 3,7% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 20 jenis tumbuhan
obat dengan 16 famili. Jenis O. paniculata merupakan jenis tumbuhan obat
dengan INP tertinggi. Jenis tersebut memiliki peranan dan kontribusi yang besar
dalam penyusunan komunitasnya.
Komposisi vegetasi pancang di hutan Kompos memiliki 24 jenis dengan
14 famili yang didominasi oleh jenis Lasianthus rigidus dengan INP sebesar
17,3%. Sedangkan INP terendah dimiliki oleh Antidesma tetandrum dan 10 jenis
lainnya dengan INP 5,8% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 16 jenis
tumbuhan obat dengan 11 famili. L. rigidus merupakan jenis tumbuhan obat yang
mendominasi dalam komunitas tumbuhan didalamnya.
Hutan Jalan Akar memiliki 19 jenis dengan 17 famili yang didominasi
oleh jenis Calamus heteroides dengan INP tertinggi yaitu 33,2% dan Ardisia
fuliginosa serta 8 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 7,0% (Tabel 4.8).
46
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili.
Polyalthia subcordata merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki kontribusi
dan peranan yang besar dalam penyusunan tumbuhan di komunitasnya.
Tabel 4.8. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
No Nama jenis
Wornojiwo Kompos Jalan Akar
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
INP
(%)
1 Alstonia scholaris* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
2 Altingia excels* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
3 Amomum coccineu* 14,2 2,8 17,0 - - - - - -
4 Antidesma tetandrum* - - - 1,9 3,8 5,8 2,2 4,9 7,0
5 Ardisia fuliginosa* - - - - - - - - -
6 Ardisia villosa* 2,7 5,7 8,3 - - - - - -
7 Arenga pinnata* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
8 Calamus heteroides - - - 5,8 3,8 9,6 28,3 0,2 33,1
9 Castanopsis argentea 2,7 2,8 5,5 1,9 3,8 5,8 2,2 4,9 7,0
10 Celtis cinnamomea* 2,7 2,8 5,5 - - - - - -
11 Cestrum purpureum* 11,5 2,8 14,4 - - - - - -
12 Cestrum purpureum* - - - 9,6 3,8 13,5 2,2 4,9 7,0
13 Cinamomum burmanii* - - - 1,9 3,8 5,8 - - -
14 Clerodendrum inerme* - - - - - - 6,5 4,9 11,4
15 Coffea robusta* - - - 1,9 3,8 5,8 - - -
16 Cyathea spinulosa 0,9 2,8 3,7 - - - 2,2 4,9 7,0
17 Cyathea spinulosa - - - - - - 2,2 4,9 7,0
18 Dendrocnide stimulans* - - - 7,7 3,8 11,5 - - -
19 Dichroa febrifuga* - - - 5,8 3,8 9,6 - - -
20 Elaeocarpus angustifolia - - - - - - 2,2 4,9 7,0
21 Ficus cuspidata 7,1 2,8 9,9 - - - - - -
22 Ficus ribes* - - - 1,9 3,8 5,8 - - -
23 Ficus ribes* - - - - - - 8,7 9,5 18,2
24 Flacaurtia rukam* 2,7 2,8 5,5 - - - 2,2 4,9 7,0
25 Helicia serrata* 3,5 5,7 9,2 - - - - - -
26 Lasianthus capitatus - - - 1,9 3,8 5,8 - - -
27 Lasianthus rigidus* - - - 9,6 7,7 17,3 - - -
28 Lasianthus stercoranius* 3,5 5,7 9,2 7,7 7,7 15,4 2,2 4,9 7,0
29 Leea indica* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
30 Litsea noronhae - - - - - - - - -
31 Lytocarpus indutus - - - 3,9 3,8 7,7 - - -
32 Lytocarpus palidus 2,7 2,8 5,5 - - - - - -
47
Tabel 4.8 ( an utan…)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
33 Macropanax dispermum - - - 7,7 3,8 11,5 - - -
34 Magnolia lilifera 2,7 2,8 5,5 3,9 3,8 7,7 2,2 4,9 7,0
35 Mussaenda frondosa* 2,7 2,8 5,5 - - - - - -
36 Mycetia cauliflora* - - - 3,9 3,8 7,7 - - -
37 Ostodes paniculata* 10,6 8,6 19,2 5,8 3,8 9,6 4,4 4,9 9,2
38 Pavetta montana 0,9 2,8 3,7 1,9 3,8 5,8 - - -
39 Persea excelsa - - - - - - 2,2 4,9 7,0
40 Persea rimosa 3,5 2,8 6,4 3,9 3,8 7,7 - - -
41 Pinanga coronata* 4,4 5,7 10,1 1,9 3,8 5,8 - - -
42 Plectocomia elongata* 8,0 5,7 13,7 1,9 3,8 5,8 - - -
43 Polyalthia subcordata* 2,7 2,8 5,5 1,9 3,8 5,8 19,6 9,5 29,0
44 Rauvolfia javanica* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
45 Schima walichii* 2,7 2,8 5,5 - - - 2,2 4,9 7,0
46 Symplocos fasciculata* - - - 1,9 3,8 5,8 - - -
47 Symplocos spicata* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
48 Syzygium costatum* - - - - - - 2,2 4,9 7,0
49 Thea sinensis* - - - - - - 2,2 4,9 7,0
50 Toona sureni* - - - - - - 4,4 4,9 9,2
51 Travesia sundaica* - - - 3,9 3,8 7,7 - - -
52 Turpinia Montana* 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
53 Turpinia sphaerocarpa 0,9 2,8 3,7 - - - - - -
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
c) Analisis vegetasi tingkat tiang
Komposisi vegetasi tiang di hutan Wornojiwo terdiri dari 3 jenis tumbuhan
beasal dari 3 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP
tertinggi yaitu sebesar 150%. (Tabel 4.9). Hutan Jalan Akar terdiri dari 3 jenis
tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Cestrum purpureum merupakan jenis
tumbuhan obat yang terdapat dalam vegetasinya (Tabel 4.9). Komposisi vegetasi
tiang di hutan Kompos terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis
Saurauia blumiana merupakan jenis tumbuhan obat dengan INP tertinggi yaitu
sebesar 126,66% (Tabel 4.9).
48
Tabel 4.9. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
No Nama jenis Wornojiwo Kompos Jalan Akar
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
1 Cestrum
purpureum*
25,0 24,8 24,8 74,6 33,3 33,3 33,3 100,0 - - - -
2 Dendrocnide
stimulans*
- - - - - - - - - - - -
3 Macropanax
dispermum
50,0 49,6 50,4 150,0 33,3 33,3 33,3 100,0 33,3 33,3 20,0 86,7
4 Ostodes
paniculata*
- - - - 33,3 33,3 33,3 100,0 - - - -
5 Saurauia
blumiana*
- - - - - - - - 33,3 33,3 60,0 126,7
6 Turpinia
sphaerocarpa
25,0 24,8 24,8 74,6 - - - - 33,3 33,3 20,0 86,7
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
d) Analisis vegetasi tingkat pohon
Hutan Wornojiwo memiliki 9 jenis tumbuhan dengan 7 famili. Jenis
Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar
64,8% dan jenis O. paniculata memiliki INP terendah yaitu sebesar 15,2% (Tabel
4.10). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili.
Hutan Kompos memiliki 6 jenis tumbuhan dengan 5 famili. Jenis Elaeocarpus
angustifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 81,1% dan jenis
S. blumiana memiliki INP terendah yaitu sebesar 38,9% (Tabel 4.10). Hutan Jalan
Akar memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 8 famili. Jenis S. walichii merupakan
jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 73,0% dan jenis Elaeocarpus stipularis
memiliki INP terendah yaitu sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3
jenis tumbuhan obat dengan 3 famili dan S.walichii merupakan jenis tumbuhan
obat yang memegang peranan penting dalam penyusunantumbuhan komunitasnya
(Tabel 4.10).
49
Tabel 4.10. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
No
Nama jenis
Wornojiwo
Kompos
Jalan Akar
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
1 Castanopsis
argentea 6,3 7,6 36,8 50,7 - - - - 25,0 18,6 8,4 52,0
2 Castanopsis
javanica 6,3 7,6 17,9 31,8 - - - - - - - -
3 Castanopsis
tunggurut - - - - - - - - 8,3 9,0 4,5 21,8
4 Elaeocarpus
angustifolia - - - - 16,7 16,7 23,4 56,7 8,3 9,0 3,5 20,8
5 Elaeocarpus
stipularis* - - - - - - - - 8,3 9,0 0,5 17,9
6 Ficus
heteropilus - - - - - - - - 8,3 9,0 5,9 23,3
7 Helicia
serrata* 6,3 7,6 9,1 23,0 - - - - - - - -
8 Macropanax
dispermum 37,5 23,1 4,2 64,8 - - - - 8,3 9,0 3,5 20,8
9 Magnolia
montana 6,3 7,6 2,0 15,8 - - - - - - - -
10 Ostodes
paniculata* 6,3 7,6 1,3 15,2 16,7 16,7 7,8 41,1 - - - -
11 Persea
excelsa - - - - - - - - 8,3 9,0 12,8 30,2
12 Persea
rimosa 6,3 7,6 13,0 26,9 - - - - - - - -
13 Saurauia
blumiana* - - - - 16,7 16,7 5,6 38,9 - - - -
14 Saurauia
pendula* - - - - 16,7 16,7 8,9 42,2 - - - -
15 Schima
walichii* - - - - - - - - 8,3 9,0 55,7 73,0
16 Sloanea
sigun - - - - - - - - 8,3 9,0 3,5 20,8
17 Symplocos
fasciculata* - - - - - - - - 8,3 9,0 2,0 19,3
18 Toona
sureni* - - - - 16,7 16,7 6,7 40,0 - - - -
19 Turpinia
Montana* 6,3 7,6 15,6 29,5 - - - - - - - -
20 Turpinia
sphaerocarpa 18,8 23,1 0,1 42,0 - - - - - - - -
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
50
4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan
TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC
Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa jenis
tumbuhan obat yang terdapat di hutan terfragmentasi KRC lebih beragam
dibanding pada lokasi sampling di hutan TNGGP. Namun jika dilihat berdasarkan
indek Shann n (H’) dan Margalef ( ’), nilai keragaman dan kekayaan eni di
hutan TNGGP lebih tinggi dibanding hutan terfragmentasi KRC (Tabel 4.19).
Tabel 4.11. Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat
Parameter Hutan TNGGP Hutan terfragmentasi
KRC
Jumlah jenis tumbuhan
obat 45 jenis 59 jenis
Indek Shann n (H’)
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
2,17
1,58
1,06
1,38
1,47
1,63
0,61
0,78
Indek Margalef ( ’)
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
5,66
2,52
1,24
2,32
3,80
3,24
0,60
1,06
Jumlah jenis berdasarkan
habitus
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
31 jenis
9 jenis
5 jenis
9 jenis
32
34
4
9
Ketinggian 1418-1623 mdpl 1374-1419 mdpl
Tingginya nilai keragaman dan kekayaan jenis di hutan TNGGP
disebabkan banyaknya jumlah individu dari setiap jenisnya. Banyaknya jumlah
jenis akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya.
Kawasan hutan TNGGP merupakan hutan alami yang heterogen dengan struktur
yang kokoh, sehingga komunitas di dalamnya lebih stabil dan tidak mudah
terganggu dari lingkungan luar. Hal tersebut diduga yang menyebabkan
51
banyaknya individu dari setiap jenis karena habitatnya yang minim gangguan
sehingga masyarakat tumbuhan dapat tumbuh dengan baik.
Jenis tumbuhan obat yang ada di hutan terfragmentasi KRC pada dasarnya
merupakan tumbuhan anggota komunitas tumbuhan hutan TNGGP. Fragmentasi
menyebabkan hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar terpisah dari kawasan
taman nasional. Hutan terfragmentasi KRC merupakan petak sisa hutan Gunung
Gede Pangrango yang terpisah karena adanya aktivitas manusia untuk berbagai
peruntukkan. Kawasan daerah hutannya rentan sekali mendapat gangguan dari
luar dan menyebabkan komunitas didalamnya tidak pernah betul-betul stabil.
Selalu terjadi siklus alamiah yang setiap kali berulang dalam suatu rentang waktu
tertentu. Demikian seterusnya proses pergantian ekologi ini berlangsung setiap
saat secara berkesinambungan. Selama proses perubahan ini berlangsung secara
alamiah tanpa intervensi manusia maka pergantian ekologi akan tetap terjadi
berulang-ulang sehingga pertumbuhan klimaks dapat tercapai. Hal tersebut diduga
yang menyebabkan besarnya keragaman jenis dan munculnya jenis-jenis
tumbuhan yang dominan. Serangkaian proses perubahan-perubahan yang terjadi
pada masyarakat tumbuh-tumbuhan sesuai dengan habitatnya dikenal dengan
suksesi (Pribadi, 2006).
Fragmentasi dapat berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi,
dan keanekaragaman hayati ekosistem keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009).
Tingginya keanekaragaman genetik pada hutan yang terfragmentasi di KRC
disebabkan karena adanya daerah tepian hutan yang terfragmentasi. Hal ini
dikarenakan daerah tepian hutan terfragmentasi merupakan titik pertemuan
52
keadaan ekologi yang berbeda, dan biasanya faktor biotik dan abiotiknya akan
sangat mendukung untuk daya regenerasinya sehingga menyebabkan keragaman
jenis tumbuhan, khususnya tumbuhan obat.
Tumbuhan obat di alam sangat rentan terkikis keberadaanya. Lambannya
pengembangan budidaya tumbuhan obat menjadi salah satu penyebab terkikisnya
jenis tumbuhan obat. Belum disorotinya secara sungguh-sungguh nilai ekonomi
total dari hutan tropika Indonesia merupakan salah satu alasan upaya budidaya
tumbuhan obat hutan tropika belum banyak dilakukan. Permasalahan lain yang
masih dihadapi berkaitan dengan belum dikembangkannya tumbuhan obat antara
lain: (1) belum tersedianya sifat-sifat bioekologi jenis tumbuhan obat yang
merupakan dasar dari teknologi budidaya, (2) masih banyaknya jenis tumbuhan
obat yang belum diketahui cara pembudidayaannya, (3) belum terampilnya
sumberdaya manusia yang akan melakukan budidaya, dan (4) kurangnya dana
untuk pengembangan tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan
Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Berdasarkan data tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP dan di
hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan obat yang tergolong langka.
Kriteria kelangkaan menurut IUCN (1978) dengan tingkat terkikis
(indeterminate). Jenis tersebut adalah Pule (Alstonia scholaris) (Pusat
Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB, 2001).
Pada saat ini, upaya konservasi tumbuhan obat dirasa masih dipandang
sebagai tanggung jawab sektor-sektor tertentu saja, belum berkembang sebagai
53
bagian dari rasa tanggung jawab seluruh sektor yang terkait dengan sumberdaya
tumbuhan obat. Diharapkan terdapat kelembagaan yang secara khusus menangani
masalah pelestarian dan upaya konservasi tumbuhan obat untuk menjamin
kelestariannya.
Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat mulai meningkat namun
masih cukup banyak pula yang belum terjangkau atau belum tuntas
penanganannya. Hal tersebut diduga karena masih lemahnya sistem pengelolaan
informasi ilmiah tumbuhan obat dan kurangnya koordinasi antara peneliti atau
instansi tertentu yang mengakibatkan hasil-hasil penelitian tentang tumbuhan obat
belum dapat dimanfaatkan secara efisien/berdayaguna terutama untuk upaya
konservasinya.
4.4 Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Lokal
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Cimacan, sebagian
besar masyarakat yang masih memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan
obat adalah laki-laki, karena keseharian aktifitasnya yang masih sering
berinteraksi dengan tumbuhan, baik itu diladang maupun di hutan. Selain itu,
faktor usia juga memegang peranan penting dalam hal kekayaan intelektual
tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Responden dengan usia diatas 60 tahun,
memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang penggunaan tumbuhan obat.
Masyarakat Desa Cimacan menggunakan tumbuhan obat sebanyak 162
jenis dari 68 famili yang berasal dari kebun, pekarangan rumah dan dari lahan-
lahan terbuka yang ditempati oleh tumbuhan liar. Berdasarkan familinya, jenis
54
tumbuhan obat yang paling banyak digunakan masyarakat adalah dari famili
Asteraceae sebanyak 12 jenis, Solanaceae 10 jenis, Zingiberaceae 9 jenis,
Rubiaceae 8 jenis, Moraceae 6 jenis, Acanthaceae dan Lamiaceae berjumlah 5
Jenis, sedangkan famili lainya berjumlah kurang dari 5 jenis. Data jenis tumbuhan
obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cimacan terdapat dalam Lampiran 6.
Tumbuhan obat dari famili Asteraceae merupakan tumbuhan yang banyak
digunakan digunakan oleh masyarakat. Famili Asteraceae merupakan takson
tumbuhan dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Kelompok
tumbuhannya terdiri dari 1.100 genus dari 20.000 spesies. Famili Asteraceae
memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom plantae (Fahmi, dkk., 2012).
Jenis tumbuhan dari famili Asteraceae memiliki khasiat penyembuh luka, panas
dalam, serta hipertensi seperti Agerotum conizoides dan juga memiliki khasiat
sebagai aprodisiak, anti diuretik, dan penambah stamina seperti jenis Artemisia
vulgaris.
80%
20%
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
28%
24% 24%
8%
16% 0%
Usia
> 60 th
50 - 59 th
40 - 49 th
30 - 39 th
20 - 29 th
< 20 th
Gambar 4.4. Persentase jenis kelamin dan usia responden
55
Tabel 4.12. Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat lokal
No Nama lokal Nama jenis Famili Habitus Khasiat
1 Antanan Centella asiatica Apiaceae Herba Penguat daya ingat, hipertensi,
wasir, rematik, dan magh
2 Babadotan Ageratum
conyzoides
Asteraceae Herba Menghentikan pendarahan luka,
magh, panas dalam, sakit
tenggorokan
3 Cecenetan Physalis minima Solanaceae Pancang Obat sakit pinggang, diabetes,
ginjal,
4 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Herba Penghangat badan, penurun
demam, batuk, rematik, dan
keseleo
5 Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Herba Obat kanker, luka dalam,
peluruh batu ginjal, magh,
hipertensi, sariawan
6 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Herba Obat diabetes, sakit pinggang,
batuk, dan memperlancar
peredaran darah
7 Kumis
kucing
Orthosiphon
aristatus
Lamiaceae Obat hipertensi, diabetes, magh
8 Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Herba Obat sakit kepala, demam,
masuk angin.
9 Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Herba Aprodisiak, stamina, pelancar
air seni, dan rematik
10 Seureuh Piper betle Piperaceae Herba Obat batuk, bau mulut, magh,
pengering luka dan obat mata
Anggota famili Asteraceae dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis
yang memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi, karena matahari
merupakan sumber energi utama dalam membantu proses fotosintesis. Jenis-jenis
dari famili Asteraceae kebanyakan merupakan gulma, oleh karenanya banyak
ditemukan di lingkungan. Gulma dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat
baik sebagai tumbuhan obat, tanaman hias bagi pertamanan, dan sebagai sayuran
(Fahmi, dkk., 2012).
Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai penyakit seperti batuk, demam, hipertensi, batu ginjal, obat cacingan,
56
hingga penyakit kejiwaan. Contohnya seperti Babadotan (Ageratum conizoides)
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menghentikan pendarahan luka,
dan Lokatmala (Artemisia vulgaris) yang digunakan untuk stamina dan pelancar
air seni. Jenis-jenis lain yang banyak digunakan adalah Antanan (Centella
asiatica) yang digunakan untuk hipertensi, rematik dan penguat daya ingat,
Seureuh (Piper betle) digunakan untuk obat batuk, bau badan, bau mulut, dan dari
famili Zingiberaceae seperti Jahe (Zingiber officinale) yang biasa digunakan untuk
menghangatkan badan, penurun demam, dan obat batuk.
4.4.1 Bagian yang dimanfaatkan
Masyarakat sekitar kawasan TNGGP memanfaatkan bahan obat yang
berasal dari dari biji, akar, batang, daun, pucuk daun, maupun seluruh bagian dari
tumbuhannya (Gambar 4.5). Bagian yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat sekitar adalah daun, yakni sebesar 42% dari total jenis yang
dimanfaaatkan.
1,04% 3,14% 4,19%
5,23%
9,94%
41,88%
10,99%
1,04%
22,51% Biji
Akar
Umbi
Rimpang
Batang
Daun
Buah
Bunga
Campuran
Gambar 4.5. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan
masyarakat Desa Cimacan
57
Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai
obat, yaitu sebanyak 749 jenis. Hal ini dikarenakan daun merupakan bagian yang
mudah diperoleh, dan mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibanding bagian,
kulit, batang, ataupun akar (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman
Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat biasanya diambil
langsung dari alam seperti hutan, ladang, pinggir-pinggir jalan maupun dari
pekarangan rumah. Pengambilan ini biasanya hanya ketika ada anggota keluarga
yang menderita sakit. Menurut Roemantyo dan Ali (1994) dalam Yusro dkk.,
(2012), ada tiga kelompok masyarakat yang dibedakan berdasarkan intensitas
pemanfaatan tumbuhan obat yaitu pertama kelompok masyarakat asli yang hanya
menggunakan pengobatan tradisional. Kelompok kedua adalah kelompok
masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, dan yang
ketiga kelompok industriawan obat tradisional. Masyarakat Desa Cimacan
termasuk kedalam kelompok masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan obat
dalam skala keluarga.
4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya
Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dirasa akan terus meningkat
mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan
menggunakan obat tradisional seperti jamu. WHO menjelaskan, hampir 60%
populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas
telah memasukkannya kedalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014).
58
Kecenderungan masyarakat dunia akan kebutuhan pengobatan tradisional
dengan tumbuhan obat dirasa akan terus meningkat. Oleh karena itu pengadaan
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan tantangan dimasa depan. Untuk
mengantisipasinya, perlu dikembangkan sentral sentral produksi tumbuhan obat
yang berdasarkan potensi masing-masing wilayah hutan alam dengan asas
pelestarian.
Hasil analisis terhadap data jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat,
terdapat 27 jenis tumbuhan (16,6%) yang terdapat di TNGGP dan hutan
tefragmentasi KRC. Jenis-jenis tumbuhan obat yang memiliki beberapa khasiat
dari pengolahan bagian tumbuhannya perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal
tersebut dapat dijadikan dasar untuk pemilihan tumbuhan potensial sebagai obat,
juga sebagai salah satu upaya pengembangan dimasyarakat agar keragamannya
tetap terjaga dan lestari.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam memilih jenis-jenis
tumbuhan obat unggulan menjadi pioritas pengembangan. Kebutuhan yang tinggi
karena memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya, jenis
yang tergolong langka, sifatnya yang dapat menyembuhkan penyakit yang sulit
diobati seperti kangker, dan banyaknya jenis yang dijumpai di alam liar dijadikan
pertimbangan dalam upaya pembudidayaannya. Hal ini tentu perlu diimbangi
dengan adanya upaya pendampingan dan pembinaan terhadap masyarakat sekitar
tentang cara pengembangan tumbuhan obat.
59
Tabel. 4.13. Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan
terfragmentasi KRC
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Manfaat
Bagian
yang
digunakan
Cara pengolahan
1 Lame Alstonia
scholaris Apocynaceae
Obat liver,
diabetes
Kulit
batang
Digodog, lalu
diminum airnya
2 Rendeu
badak
Cyrtandra
picta Gesneriaceae
Obat penurun
panas, step Daun
Daun ditumbuk, lalu
di balurkan ke kulit
3 Kijiwo
Euchresta
horsfieldii
Fabaceae
Obat penawar
bisa Akar
Dikunyah, airnya
ditelan dan
ampasnya di
balurkan ke luka
bekas gigitan
Aprodisiak Akar dan
daun
Direbus, air
rebusannya di
minum
Obat TBC Biji
Ditumbuk, lalu
diseduh dengan air
hangat
4 Gandasoli Hedychium
coronarium Zingiberaceae
Obat sesak
nafas Rimpang
Direbus, air
rebusannya di
minum
5 Poh'pohan Pilea
melastomoides Urticaceae
Obat kanker,
mual Daun Dilalap
6 Katutungkul Polygala
venenosa Polygalaceae
Obat sakit
pinggang,
memperlancar
peredaran
darah
Akar,
buah dan
daun
Digodog airnya
diminum
7 Hareeus Rubus
sundaicus Rosaceae
Obat
keputihan Daun
Direbus, airnya
digunakan untuk
membersihkan
daerah kewanitaan
8 Kileho
canting
Saurauia
pendula Sauraceae Obat tipus
Semua
bagian
Digodog, lalu
diminum airnya
9 Bubukuan
leutik
Strobilanthus
fifilfor Acanthaceae Obat ginjal Daun
Direbus, air
rebusannya di
minum
10 Tongtak
leutik
Zingiber
inflexum Zingiberaceae
Obat sesak
nafas Rimpang
Direbus, air
rebusannya di
minum
Pengembangan dapat dilakukan di dalam maupun luar habitat alaminya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pengembangan tumbuhan obat
diantaranya : (a) pembinaan dan pemitraan kepada masyarakat, (b) pengembangan
60
kemitraan, (c) pengembangan kelembagaan dengan melibatkan semua stake
holder, dan (d) pelaksanaan budidaya tumbuhan obat (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB,
2001).
Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan
obat yang berasal dari nenek moyang harus terus dilestarikan. Pengaruh
modernisasi dan budaya luar banyak mengakibatkan pengetahuan tentang
pemanfaatan obat tradisional menjadi semakin tergerus, karena para orang tua
yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan obat hanya
menyimpannya tanpa mewariskannya kepada generasi yang lebih muda. Oleh
karena itu, hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat tradisional
atau masyarakat lokal harus dilindungi, dikonservasi, dan didata dengan baik.
Masalah tersebut merupakan tantangan besar bagi kita untuk
mengembalikan pola fikir masyarakat untuk kembali bergantung kepada alam
(back to nature) dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya
pelestariannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari
penggunaan obat-obatan modern yang memiliki bahaya dari bahan kimia, juga
untuk tetap menjaga pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan
pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga dan
dilestarikan.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 45 jenis
tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP, dan 59 jenis di hutan
terfragmentasi KRC. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang dihitung
menggunakan indeks Shannon (H’) menunjukkan bahwa di hutan TNGGP dan
hutan terfragmentasi KRC tergolong sedang (1 ≤ H’ ≤ 3), karena rata-rata nilai
indeks masing-masing sebesar 1,54 dan 1,13. Tingkat kekayaan jenis yang
dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng rendah ( ’ < ,5) dengan
rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 2,93 dan 2,1. Masyarakat sekitar
TNGGP menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang berasal dari
lingkungan sekitar tempat tingganyal. Daun merupakan bagian tumbuhan yang
paling banyak digunakan dengan persentase sebesar 42%.
5.2 Saran
Upaya konservasi dan pelestarian tumbuhan obat perlu terus ditingkatkan
dengan cara penciptaan hubungan kerjasama yang sinergis antara lembaga-
lembaga konservasi dengan masyarakat. Perlu ada upaya pendampingan dari
lembaga-lembaga konservasi seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan obat dan
sosialisasi untuk kegiatan budidayanya kepada masyarakat lokal agar lebih peduli
terhadap potensi serta kelestarian tumbuhan obat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di
Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. (1):79-84.
Adi, SN. 2003. Teknik Pendugaan Potensi Tumbuhan Obat di Kebun Raya
Cibodas berdasarkan Pengetahuan Masyarakat Sekitar di Desa Cimacan
dan Sindanglaya. Fakultas Kehutanan, Program Studi Konservasi
Sumberdaya Hutan IPB, Bogor.
Agung, S, dkk., 2009. Tanaman Obat Taman Usada Kebun Raya Bali. LIPI Press,
Bali.
Anggana, AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional
Gunung Merapi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Asrianny, Marian, dan Oka. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana
(Tumbuhan memanjat) pada Alam di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Definisi Tanaman Obat.
http://www.Depkes.go.id. Diakses 2 September 2013, pukul 19.00 WIB.
Ecroyd, C.E., and Brockerhoff, E.G. 2005. Floristic Changes over 30 Years in
a Carterbury Plains Kanuka Forest Remnant and Comparison with
Adjacent Vegetation Types. New Zealand Journal of Ecology. 2005.
29(2):279-280.
Ernawati. 2009. Etnonotani Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur
Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi
Riau). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan IPB, Bogor.
Fahrig, L. and A.A. Grez. 1996. effects of Habitat Fragmentation on Biodiversity.
Annual Reviews of Ecology and Systematic. 34: 487-490.
Gunawan, dkk., 2009. Fragmentasi Hutan Alam Lahan kering di Provinsi Jawa
Tengah. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 1: 3.
Harada, dkk., 2002. Medicinal Plants of Mount Halimun National Park West Java
Indonesia. Biodiversity Conservation Project. Japan International
Coorporation agency (BCP-JICA).
63
Hasanah, M dan Devi. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih beberapa Tanaman
Obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25 (2):69.
Hidayat, S dan Wahyuni. 2009. Seri Tumbuhan Obat berpotensi Hias. PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Hidayat, S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi & Sebaran.
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI, Bogor.
Hidayat, S. 2011. Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hembing. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia.
Prestasi Insan Indonesia, Jakarta.
Hendrian dan Julisasi. 1999. Koleksi Tumbuhan Obat Kebun Raya Bogor. UPT
Balai Pengembangan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan, Bogor.
IPNI (The International Plant Names Index). 2014. http://www.ipni.org. Diakses
pada 1 Januari 2014, pukul 20.00 WIB.
IUCN. 2014. http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 5 Januari 2014, pukul
13.30 WIB.
Kebun Raya Cibodas-LIPI. http://www.krcibodas.lipi.go.id. Diakses 15 Maret
2014, pukul 14.00 WIB.
Kulkarni D.K, dkk., 2011. Phytochemical Studies of The Genus Zingiberaceae
from Family Zingiberaceae. Department of Botany, Vivekanand College,
Kolhapur, India. 2 (2):648-649.
Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae dalam
Perdagangan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 17(2):91-98.
Mutaqien, dkk., 2010. Penyebaran Tumbuhan Asing di Hutan Wornojiwo Kebun
Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. UPT Balai Konservasi Kebun Raya
Cibodas-LIPI. (1):550-553.
Noerdjito dan Maryanto. 2007. Jenis-jenis Hayati Dilindungi Perundang-
undangan Indonesia. LIPI Press, Bogor.
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
64
Pribadi, ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah
dan Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Bogor. 8 (1):52-64.
Pribadi, T. 2006. Keanekaragaman Vegetasi pada Areal Hutan Sekunder Bukit
Mandi Angin, Banjar, Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian Universitas
PGRI Palang Karaya, Palang Karaya.
PT. Eisai Indonesia. 1995. Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (edisi kedua).
PT.Eisai Indonesia, Jakarta
Purba, EFB. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan
(Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan
Tengah. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Purnawan, BI. 2006. Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Taman
Nasional Gunung Gede pangrango. Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat
Indonesia. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati
BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Putri, FSA. 2008. Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota
Bogor Jawa Barat. Fakutas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rosita, S.M.D., dkk., 2007. Penggalian IPTEK Etnomedisin di Gunung Gede
Pangrango. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. XVIII
(1):13-14.
Santhyami dan Sulistyawati, 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat
Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat. School of Life Science &
Technology, Bandung Institute of Technology. 1: 2.
Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Balai
Pustaka, Jakarta.
Sutarno, H & Atmowidjojo. S. 2000. Potensi dan Cara Pemanfaatan Bahan
Tanaman Obat. Yayasan Prosea Indonesia, Bogor.
65
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (National Park), 2014. Tentang
TNGGP. www.gedepangrango.org/tentang -tnggp. Diakses 15 Maret
2014, pukul 14.00 WIB.
The Plant List. 2014. http://www.theplantlist.org. Diakses pada 2 Januari 2014,
pukul 21.00 WIB.
USGS, 2014. Earth Explorer. http.//earthexplorer.usgs.gov/. Diakses 1 Mei 2014,
pukul 13.30 WIB.
Van Steeenis, C.G.G.J. 1972. Mountain Flora of Java. Leiden: Brill.
WHO, 2014. Biodiversity and Health. http.//www.who.int/en/. Diakses 01 Apil
2014, Pukul 20.00 WIB.
Wihermanto. 2002. Inventarisasi Tumbuhan Terancam Kepunahan di Zona Sub
Montana dan Montana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa
Barat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi
Universitas Pakuan, Bogor.
Wijayanti, P. 2010. Budidaya Tanaman Obat Rosella Merah (Hibiscus
sabdariffal.) dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis Sekundernya di PT.
Temu Kencono, Semarang. Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis
Agrofarmaka Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Yuzammi. Dkk., 2009. Ensiklopedia Flora. PT. Kharisma Ilmu, Bogor.
66
LAMPIRAN
No Lokasi Intensitas
cahaya Suhu Kelembaban
pH
&
kelembaban
tanah
Ketinggian
(m dpl) Koordinat
1
Wornojiwo
7 22,6° C 41% 6,8% & 60% 1374 S 06°44'29.8"
E 107°00'37.8" Plot 2
(10.30)
2
Kompos
75 23,7° C 36% 6,2% & 80% 1344 S 06°44'22.2"
E 107°00'28.5" Plot 2
(10.30)
3
Jalan Akar
73 24,9° C 27% 6,2% & 70% 1419 S 06°44'32.4"
E 107°00'20.1" Plot 2
(10.30)
4
TNGGP
139 21,4° C 40% 6,2% & 72% 1451 S 06°44'28.8"
E 107°00'06.2"
Plot 2
1400
(10.30)
5
TNGGP
7 23,8° C 34% 6,0% & 70% 1529 S 06°44'44.6"
E 106°59'51.9"
Plot 2
1500
(12.30)
6
TNGGP
1 21,8° C 30% 6,0% & 70% 1623 S 06°44'59.8"
E 106°59'21.3"
Plot 2
1600
(14.30)
Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian
67
No Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Status Pekerjaan
1 Abu Iti Perempuan 78 SD Menikah Paraji
2 Bah Otong laki-laki 75 SD Menikah Tani
3 Beben laki-laki 27 SMA Belum Menikah Wiraswasta
4 Dedi laki-laki 29 SMA Menikah Wiraswasta
5 Ibu Cucu Perempuan 41 SMP Menikah IRT
6 Ibu Elih Perempuan 35 SD Menikah Wiraswasta
7 Ibu Heryati Perempuan 45 S2 Menikah PNS
8 M. Abdurahman laki-laki 20 SD Belum Menikah Pegawai Swasta
9 Ma Aan Perempuan 48 SD Menikah Wiraswasta
10 Pak Ajun laki-laki 55 SD Menikah Pensiunan KRC
11 Pak Asik laki-laki 84 SD Menikah Tani
12 Pak Aziz laki-laki 33 SMP Menikah Pegawai Swasta
13 Pak Edi laki-laki 43 STM Menikah Pengamat lingkungan
14 Pak Jaelani laki-laki 46 SMA Menikah Wiraswasta
15 Pak Jaya laki-laki 65 SD Menikah Tani
16 Pak Kosim laki-laki 60 SD Menikah Pensiunan KRC
17 Pak Mahmudin laki-laki 42 S1 Menikah PNS KRC
18 Pak Maman laki-laki 50 SD Menikah Tani
19 Pak Rustandi laki-laki 50 SMA Menikah PNS
20 Pak Sirodjudin laki-laki 57 SD Menikah Tani
21 Pak Slamet laki-laki 67 SD Menikah Pensiunan KRC
22 Pak Sofyan laki-laki 57 SD Menikah Pensiunan TNGGP
23 Pak Sutiana laki-laki 54 SMA Menikah PNS KRC
24 Pak Ujar laki-laki 64 SMP Menikah Pensiunan TNGGP
25 Ulih laki-laki 25 SMA Belum Menikah Wiraswasta
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan
68
Nama : Jenis Kelamin : Usia:
Pendidikan : Pekerjaan : Status:
Pertanyaan :
1. Dalam satu minggu berapa kali masuk ke hutan ?
a. satu kali b. dua kali c. tiga kali d. setiap hari e. lainnya…..
2. Apa yang saudara lakukan ?
a. bertani b. berburu c. mengambil kayu bakar
d. mengambil tumbuhan e. lainnya…
3. Jenis tumbuhan apa saja yang diambil dari hutan ?
a.
b.
c.
4. Apa nama tumbuhan yang sering dimanfaatkan ?
No Nama lokal Kegunaan
1
2
3
5. Dari mana tumbuhan tersebut diambil ?
a. hutan b. ladang c.pekarangan rumah d. lainnya
6. Bagian apa yang sering digunakan dan bagaimana pengolahannya ?
No Nama tumbuhan Bagian yang
digunakan Cara pengolahannya
1
2
3
7. Apakah saudara menanam tumbuhan tersebut dirumah
a. ya b. tidak
8. Bagaimana sumber pengetahuan tersebut didapat ?
a. sendiri b. sekolah c. orang tua d. lainnya…
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan
69
No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat
1 Rasamala Altingia excelsa Hammamelidaceae Tonikum
2 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae Obat sesak nafas, batuk,
pereda demam
3 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat panu, koreng
4 Kiracun Ardisia villosa Myrsinaceae Meracuni anjing
5 Paku batu Athryium puncticaule Woodsiaceae Obat disentri
6 Tali said
leutik Commelina obligua Commelinaceae
Obat bengkak, bisul, dan
gigitan serangga
7 Congkok Curculigo capitulata Hypoxidaceae Membersihkan tubuh yang
kotor dan berdaki
8 Rendeu
badag Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat pereda demam, bengkak
9 Ramoklia Elatostema negrescens Urticaceae Obat peredam panas
10 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Gigitan ular, penawar ular,
TBC, aprodisiak
11 Kisireum Eugenia lineata Myrtaceae Demam
12 Walen Ficus ribes Moraceae Obat diare, malaria, pelancar
ASI
13 Hamerang Ficus toxicaria Moraceae Kencing nanah
14 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiaceae Obat luka, sakit telinga
15 Kienteh Gordonia excelsa Theaceae Astringen
16 Gandasoli Hedychium coronarium Zingiberaceae Obat cacing, biduran, demam,
panas dalam, masuk angin
17 Kikopi leutik Hyphobathrum frutescens Rubiaceae Obat rematik, cacar, sakit
perut
18 Pulus Laportea stimulans Urticaceae Obat batuk
19 Huru batu Litsea cassiaefolia Lauraceae Obat kudis, bisul
20 Manggong Macaranga rhizinoides Euphorbiaceae Obat batuk, disentri, dan
demam
21 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat cuci mata
22 Kokopian Mycetia cauliflora Rubiaceae Obat gatal
Lampiran 4. Data Tumbuhan Obat hutan TNGGP
70
1 2 3 4 5
23 Muncang
cina Ostodes paniculata Euphorbiaceae Obat pencahar
24 Cangkuang Pandanus furcatus Pandanaceae Obat batuk, tonik stelah
melahirkan
25 Konyal Passiflora suberosa Passifloraceae Obat penambah stamina
26 Anggrek
tanah Phaeus flavus Orchidaceae penyakit kelamin
27 Pohpohan Pilea melastomoides Urticaceae Obat sari rapet, keputihan, anti
kangker
28 Bingbin Pinanga coronata Arecaceae Disentri, stamina
29 Seureuh Piper aduncum Piperacea Obat batuk, penyakit gigi
30 Sirih Piper sarmentosum Piperaceae Obat batuk, asma, penyakit gigi
31 Haruman Pithecellobium clypearia Fabaceae Obat kudis
32 Rotan Badak Plectocomia elongata Arecaceae Obat batuk
33 Hareeus Rubus moluccanus Rosaceae Obat sariawan
34 Hareeus Rubus sunndaicus Rosaceae Obat keputihan, sariawan
35 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus
36 Kileho
canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus
37 Puspa Schima walichii Theaceae Obat otitis, Sengatan ikan
38 Taleus
leuweung
Schismatoglottis
calyptrata Arecaae Obat memar
39 Bubukuan
leutik Strobilanthus fifilfor Acanthaceae Obat ginjal
40 Jirak leutik Symplocos odoratissima Symplocaceae Obat sariawan
41 Areuy
kibarera Tetrastigma dichotomum Vitacae Obat mata, obat batuk
42 Suren Toona sureni Meliaceae Obat diare, disentri, demam,
radang ginjal, lambung, usus
43 Panggang
cucuk Travesia sundaica Araliaceae Obat mual
44 Hamirung Vernonia arboria Asteraceae Obat sariawan
45 Nangsi Villebrunea rubescens Urticaceae Obat cuci mata
Lampiran 4 (Lanjutan…)
71
No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat
1 Laza goah Alpinia malaccensis Zingiberaceae Obat kuat, sakit tenggorokkan,
bisul, luka
2 Lame Alstonia scholaris Apocinaceae Obat Kuat
3 Rasamala Altingia excelsa Hammamelidaceae Tonikum
4 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae Obat sesak nafas, Batuk, Pereda
demam
5 Huni peucang Antidesma tetandrum Euphorbiaceae Gatal
6 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat panu, koreng
7 Kiracun Ardisia villosa Myrsinaceae Meracuni anjing
8 Aren Arenga pinnata Arecaceae Batu ginjal, cacar air, haid tdk
teratur, sembelit, sariawan
9 Paku sarang
burung Asplenium nidus Apleniaceae Obat demam
10 Hariang
bereum Begonia robusta Begoniaceae
Penurun demam, panas dalam,
penghilang haus
11 Kitamiang Celtis cinnamomea Ulmaceae Peluruh kentut
12 Kembang
dayang Cestrum purpureum Solanaceae Obat gatal
13 Kayu manis Cinamomum
burmanii Lauraceae
Obat perut kembung, rematik,
batuk, sakit kepala dan radang
lambung
14 Pagoda Clerodendrum
inerme Verbenaceae
Obat kejang perut, penawar
racun
15 Kopi Coffea robusta Rubiaceae
Obat kejang perut, hipotensi,
radang ginjal, kolera, diare,
disentri
16 Tali Said Commelina nudiflora Commelinaceae Obat patah tulang, demam, luka
17 Teki Cyperus rotundus Cyperaceae Obat keputihan dan diuretik
18 Rendeu badag Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat pereda demam, bengkak
19 Pulus
jalatrong
Dendrocnide
stimulans Urticaceae Obat bisul
20 Gigil Dichroa febrifuga Hydrangeaceae Obat panas
21 kakaduan Elaeagnus triflora Elaegnaceae Obat sarirapet
22 Medang/janitri Elaeocarpus
stipularis Elaeocarpaceae Obat luka
23
Elatostema srigosum Urticaceae Obat batuk, bisul, dan patah
tulang
24 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Obat gigitan ular, penawar ular,
TBC, aprodisiak
25 Benying Ficus hispida Moraceae Obat luka bakar
26 Ara
saberenteh Ficus obscura Moraceae Obat pegalinu
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC
72
1 2 3 4 5
27 Walen Ficus ribes Moraceae Obat diare, malaria,
pelancar ASI
28 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiaceae Obat luka, sakit telinga
29 Sipur bareubeuy Helicia serrata Proteaceae Obat sakit gigi, bibir
bengkak
30 Hariang Homalomena pendula Arecaceae Tonik, obat demam
31 Kahitutan Lasianthus rigidus Rubiaceae Obat kembung
32 Kahitutan Lasianthus stercoranius Rubiaceae Obat kembung
33 Sulangkar Leea indica Leeaceae Luka bakar
34 Kijeruk areuy luvunga sarmentosa Rutacae Obat rematik, sakit gigi
35 Cau pele Musa acuminata Musaceae Menghentiksn
pendarahan
36 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat cuci mata
37 Kokopian Mycetia cauliflora Rubiaceae Obat gatal
38 Muncang cina Ostodes paniculata Euphorbiaceae Obat pencahar
39 Bingbin Pinanga coronata Arecaceae Disentri, stamina
40 Seureuh Piper aduncum Piperacea Obat batuk, penyakit gigi
41 Sirih Piper sarmentosum Piperacea Obat batuk, asma,
penyakit gigi
42 Rotan Badak Plectocomia elongata Arecaceae Obat batuk
43 Kicantung Polyalthia subcordata Annonaceae Obat diabetes
44 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Penangkal racun
45 Lame Rauvolfia javanica Apocynaceae Obat kuat
46 Hareeus Rubus moluccanus Rosaceae Obat sariawan
47 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus
48 Kileho canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus
49 Puspa Schima walichii Theaceae Obat otitis, sengatan ikan
50 Taleus leuweung Schismatoglottis
calyptrata Araceae Obat memar
51 Canar Smilax macrocarpa Smilaceae Obat sifilis, luka bakar
52 Jirak sasak Symplocos fasciculata Symplocaceae Disentri
Lampiran 4 (Lanjutan…)
Lampiran 4 (Lanjutan…)
Lampiran 5 (Lanjutan…)
73
1 2 3 4 5
53 Jirak Symplocos spicata Symplocaceae Obat penyakit empedu,
obat gila (sumatra)
54 Jambuan Syzygium costatum Myrtaceae Obat diare
55 Tea Thea sinensis Theacea Obat sakit kepala
56 Suren Toona sureni Meliaceae
Obat diare, disentri,
demam, radang ginjal, r.
lambung, dan r. usus
57 Panggang cucuk Travesia sundaica Araliaceae Obat mual
58 Kibancet/karas
tulang Turpinia montana Staphyleaceae Tonik
59 Tongtak leutik Zingiber infleksum Zingiberaceae Obat sesak nafas
Lampiran 5 (Lanjutan…)
74
No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat Bagian yang
digunakan Cara pengolahan
1 Akar wangi Polygala paniculata Polygalaceae Obat eksim, kudis, obat luka Daun, akar Ditumbuk, dibalurkan ke luka atau
bagian yang sakit
2 Alpukat Persea Americana Lauraceae Obat ginjal Daun muda/pucuk Pucuk muda direbus, airnya
diminum
3 Amperu lemah Scutellaria javanica Lamiaceae Obat sakit pinggang,
diabetes Daun Dikeringan dan digodog
4 Antanan/pegagan Centella asiatica Apiaceae
Obat darah tinggi, wasir,
rematik, penguat daya ingat,
cacingan
Semua bagian Dijadikan lalapan
Antanan/pegagan Centella asiatica Apiaceae Obat hipertensi, magh Daun
Dikeringkan, dihaluskan, diseduh
dan disaring (semakin pahit
semakin bagus)
5 Apel hijau Malus domestica Rosaceae Obat hipertensi Buah Direbus, lalu dimakan buahnya
6 Asem Tamarindus indica Caesalpiniaceae Obat panas dalam Buah Dibuat rjak, dan dimakan setiap
pagi
7 Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Menghentikan pendarahan
(luka) Semua bagian Ditumbuk untuk luka luar
Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Obat magh Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae
Obat panas dalam, sakit
tenggorokan Buah Langsung dimakan
8 Babakoan Eupatorium sordidum Asteraceae Obat luka berdarah Daun Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke
luka
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan)
75
1 2 3 4 5 6 7
9 Baluntas Pluchea indica Asteraceae Obat bau badan Semua bagian Dilalap
10 Bambu kuning
tebal Bambusa vulgaris Cyperaceae Obat batuk batang Batang di belah, airnya diminum
11 Bawang beureum Allium ascalonicum Amaryllidaceae Obat panas Umbi Langsung dimakan/dibalurkan ke
badan
12 Belimbing Averhoa bilimbi Oxalidaceae Obat hipertensi Buah langsung dimakan
13 Bijangut Mentha arvensis Lamiaceae Obat batuk, sesak
nafas,diare Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum
14 Bisoro Ficus hispida Moraceae Obat mencret Batang Getah yang keluar dari batang
diminum
15 Bit Beta vulgaris Chenopodiaceae Melancarkan aliran darah Umbi Di rebus, lalu dimakan
16 Bobontengan Melothria leucocarpa Cucurbitaceae Obat hipertensi Buah Dimakan langsung
17 Bubukuan gede Strobilanthus blumai Acanthaceae Obat sakit pinggang Daun Direbus, air rebusannya di minum
18 Bubukuan
kembang bodas Strobilanthus infoluceratus Acanthaceae Obat ginjal Daun Direbus, air rebusannya di minum
19 Bubukuan leutik Strobilanthus fifilfor Acanthaceae Obat ginjal Daun Direbus, air rebusannya di minum
20 Bunga bangkai Amorphopalus
campamulatus Araceae Obat sakit encok Daun Daun digodog, lalu diminum airnya
Lampiran 6 (Lanjutan…)
Lampiran 6 (Lanjutan…)
76
1 2 3 4 5 6 7
21 Bunga knop Gomphrena globosa Amaranthaceae Obat penambah nafsu
makan Daun Digodog, lalu diminum airnya
22 Bungbrun Polygonum chinense Poligonaceae Obat anti ketombe Daun Daun ditumbuk lalu dibuat shampo
23 Buntiris/cocor
bebek Kalanchoe pinnata Crasulaceae
Obat demam, bisul, dan
memar Daun
Dihaluskan, lalu dibalurkan ke
dahi/bagian yang sakit
24 Cabe hijau Capsicum frutescens Solanaceae Obat panas Daun Ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan
anak-anak
25 Calincing gede Oxalis tetraphylla Oxalidaceae Obat hipertensi Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum
26 Canar Smilax macrocarpa Smilacaceae Obat sifilis Akar dan daun Digodog, lalu airnya diminum
27 Cariang Schismatoglottis calyptrata Araceae Obat memar Akar dan daun Ditumbuk lalu dibalurkan ke luka
28 Cecenetan Physalis minima Solanaceae Obat rematik Daun dan
batang Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan Physalis minima Solanaceae
Obat sakit pinggang,
diabetes Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan Physalis minima Solanaceae Obat ginjal Daun Digodog, lalu diminum airnya
29 Cidagori Sida acuta Malvaceae Obat asam urat Akar, kulit
batang
Dikeringkan lalu direbus, dan
diminum airnya
Lampiran 6 (Lanjutan…)
77
1 2 3 4 5 6 7
30 Congkok Curculigo capitulata Hypoxidaceae Obat pembersih tubuh Daun Daun di tumbuk, lalu digosokkan ke
badan
31 Dadap Erythrina subumrans Fabaceae Obat mata Daun Di tumbuk, airnya diteteskan ke mata
32 Daun burung Rhinacanthus nasutus Acanthaceae Obat kurap Akar, daun Digosokkan pada kulit yang terinfeksi
33 Dukuh Lansium domesticum Meliaceae Obat disentri batang, buah,
dan biji
Kulit batang buah dan biji di rebus,
airnya diminum
Dukuh Lansium domesticum Meliaceae Obat anti nyamuk Kulit batang Kulit batang dibakar
34 Enyoh kalo Strobilanthes crispus Acanthaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lau diminm airnya
35 Eurih/alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Obat sakit pinggang,
Panas dalam, Stamina Akar Digodog, lalu diminum airnya
Eurih/alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Obat kuat, aprodisiak Akar Digodog, lalu diminum airnya
36 Gambas Sechium edule Cucurbitaceae Obat panas Buah
Buah diparut dan dicampur parutan
bawang merah, dikasih minyak kletik
lalu dibalurkan
Gambas Sechium edule Cucurbitaceae Obat panas Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
badan anak-anak
Lampiran 6 (Lanjutan…)
78
1 2 3 4 5 6 7
37 Gambir Uncaria gambir Asclepiadaceae Obat penguat gigi,
sariawan, obat mulut Buah, biji Dikunyah langsung
38 Gandapura Gaultheria fragrantisima Ericaceae Obat Pegelinu Daun Daun di gerus, lalu dibalurkan
39 Gandapura bodas Gaultheria leucocarpa Ericaceae Obat flu Daun Daun direbus, air rebusannya diminum
40 Gandasoli Hedychium coronarium Zingiberaceae Obat sesak nafas Rimpang Direbus, air rebusannya di minum
41 Gelang Portulaca oleracea Portulacaceae Obat tambah darah Semua bagian Digodog dengan bayam kecil ( harus
dicuci bersih terlebih dahulu)
42 Geureung bodas Stephania venosa Menispermaceae Obat anti kangker Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum
43 Hamperu lemah Scutellaria discolor Lamiaceae Obat diabetes, Reumatik,
sakit pinggang Daun
Dikeringkan, lalu digodog dan
diminum airnya
44 Hanjuang Cordyline fructicosa Agavaceae Obat batuk Daun Pucuk daun direbus
45 Hareeus Rubus sundaicus Rosaceae Obat keputihan Daun Direbus, airnya digunakan untuk
membersihkan daerah kewanitaan
46 Harendong bokor Medinilla speciosa Melastomataceae Obat batuk Buah Daun direbus, air rebusannya diminum
47 Harendong bulu Melastoma malabathricum Melastomataceae Obat borok, stamina Buah Buah ditumbuk, lalu di poko kan ke
luka. Langsung dimakan
Lampiran 6 (Lanjutan…)
79
1 2 3 4 5 6 7
48 Harendong koneng Medinilla verrucosa Melastomataceae Obat batuk kuning Daun Daun direbus, air rebusannya diminum
49 Harendong lalaki Melastoma stigerum Melastomataceae Obat koreng dan luka
bakar Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
luka
50 Hareuga Bidens pilosa Asteraceae Influenza, sakit
tenggorokan, setelah nifas
Batang muda,
dan pucuk Dikukus, dan di lalap
51 Hariang Homalomena pendula Aracaceae Obat demam Batang Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke
dahi/langsung dimakan
52 Hariang beureum Begonia robusta Begoniaceae Obat panas dalam,
penghilang haus Batang Langsung dimakan
53 Hariang bodas Begonia isoptera Begoniaceae Obat panas
dalam,hipertensi Batang
Batang dirumbuk, dibalurkan ke dahu,
Batang ditumbuk, airnya disaring
diminum campur madu
54 Hariang tangkal Begonia bracteata Begoniaceae Obat demam/panas dingin Batang Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke
dahi/langsung dimakan
55 Haruman Pithecellobium clypearia Mimosaceae Obat kulit untuk binatang Daun Daun ditumbuk lalu digosokkan
kekulit binatang
56 Honje Nicolaia solaris Zingiberaceae Obat hipertensi, batuk Rimpang Digodog, lalu diminum airnya
Honje Nicolaia solaris Zingiberaceae Obat rematik, keseleo Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan ke bagian
yang sakit
Lampiran 6 (Lanjutan…)
80
1 2 3 4 5 6 7
57 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Obat panas, penghangat
badan Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan k badan, di
seduh rimpangnya untuk penghangat
58 Jambu batu Psidium guajava Myrtaceae Obat disentri Daun Pucuk daun muda langsung dimakan
59 Jambu mete Anacardium occidentale Anacardiaceae Obat sakit kulit Daun Daun muda ditambah kapur dan jambu
air, lalu direbus
60 Jati Guazuma ulmifolia Sterculiaceae Obat hipertensi Daun Digodog, lalu diminum airnya
61 Jebug Sterculia urceolata Sterculiaceae Obat panas Umbi Dipotong lalu ditempel di kepala
62 Jewer kotok Coleus atropurpureus Lamiaceae Obat setelah nifas Daun
Daun di gerus, lalu tempelkan ke
bagian vagina wanita supaya cepat
normal
63 Jirak leutik Symplocos fasciculata Symplocaceae Obat keputihan Daun Daun ditumuk, di tempelkan ke bagian
kewanitaannya
64 Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Obat kangker Umbi Dikeringkan, direbus dan dibuat
serbuk
Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Obat luka dalam Daun Digodog, lalu diminum airnya
Jombang Sonchus arvensis Asteraceae
Obat magh, hipetensi, dan
peluruh batu ginjal, sakit
pinggang
Akar,daun Digodog, lalu diminum
Lampiran 6 (Lanjutan…)
81
1 2 3 4 5 6 7
65 Jonghe Emilia sonchifolia Asteraceae Obat sariawan Buah, daun Dijadikan lalapan
66 Kacang uci Phaseolus pubescens Papilionaceae Obat nyeri lambung Daun Daun direbus, air rebusannya diminum
67 Kadaka Asplenium nidus Polypodiaceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
Kadaka Asplenium nidus Polypodiaceae Obat sakit kepala Daun
Daun dicampur bawang putih
ditumbuk, lalu dibalurkan ke kepala
68 Kahitutan Lasianthus rigidus Rubiaceae Obat mules Daun Di tumbuk, airnya diminum
69 Kahitutan tangkal Lasianthus purpureus Rubiaceae Obat kembung masuk
angin Daun Digodog, airnya diminum
70 Kakaduan Payena sericea Sapotaceae Obat kencing manis,
darah tinggi kulit buah Digodog, lalu diminum airnya
71 Kareumbi Omalanthus populneus Euphorbiaceae Obat eksim basah Daun Daun di tumbuk, lalu dibalurkan ke
bagian yang sakit
72 Kasimukan Anotis hirsuta Rubiaceae Obat masuk angin, mules Daun Digodog, airnya diminum
Kasimukan Anotis hirsuta Rubiaceae Obat luka luar Daun Dilulurkan bagian luar
73 Katuk Sauropus androgynus Euphorbiaceae Obat sariawan, penambah
ASI Daun Digodog airnya diminum
74 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae
Obat sakit pinggang,
memperlancar peredaran
darah
Akar, buah dan
daun Digodog airnya diminum
Lampiran 6 (Lanjutan…)
82
1 2 3 4 5 6 7
Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Obat batuk Daun, Buah Direbus, air rebusan diminum
Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Kencing manis Semua bagian Direbus, air rebusannya di minum
75 Keci beling Strobilanthes spec Pedaliaceae Obat batu ginjal Daun Direbus, lalu diminum airnya
76 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Obat hipertensi Buah Airnya langsung diminum
77 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat koreng/kurap Daun Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke
kulit
78 Kicemang beurit Embelia ribes Myrsinaceae Obat sariawan Batang Getah yang keluar dari batang
diteteskan ke bagian yang sakit
79 Kicemang gede Embelia virgata Myrsinaceae Obat Hipertensi Daun Daun ditumbuk, disaring airnya lalu
diminum
80 Kihamplas Ficus obscura Moraceae Obat pegal linu Akar dan daun Direbus, lalu diminum airnya
81 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Obat penawar bisa Akar
Dikunyah, airnya ditelan dan
ampasnya di balurkan ke luka bekas
gigitan
Lampiran 6 (Lanjutan…)
83
1 2 3 4 5 6 7
Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Aprodisiak Akar dan daun Direbus, air rebusannya di minum
Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Obat TBC Biji
Ditumbuk, lalu diseduh dengan air
hangat
82 Kijogo Cestrum aurantiacum Solanaceae Obat gatal Daun Daun dipetik langsung digosokkan
83 Kijogo beureum Cestrum elegans Solanaceae Obat gatal Daun Daun dipetik langsung digosokkan
84 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
84 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
85 Kileho canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
86 Kilemo Litsea cubeba Lauraceae Obat bau badan, Masuk
angin Daun Direbus, lalu diminum airnya
87 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat bisul Buah Dikeringkan lalu ditumbuk, dicampur
minyak kelapa asli terus dibalurkan
88 Kirinjuh Eupatorium inulifolium Asteraceae Obat luka, batuk Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
luka, direbus dan diminum airnya
untuk batuk
89 Kisambang Aerva sanguinolenta Amaranthaceae Obat pencahar kencing Daun Direbus, lau diminm airnya
90 Kitambaga Syzygium antisepticum Myrtaceae Obat antiseptik Daun Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke
luka
91 Kiurat Plantago major Plantaginaceae Obat asam urat, bisul Semua bagian Direbus, dan dilalap
Kiurat Plantago major Plantaginaceae Rematik Daun Digodog, lalu diminum airnya
Lampiran 6 (Lanjutan…)
84
1 2 3 4 5 6 7
92 Kondang Ficus variegata Moraceae Obat sakit perut Buah, daun muda langsung dimakan
93 Kondang benying Ficus fistulosa Moraceae Obat diare Daun Daun muda dimakan langsung
94 Koneng temen Curcuma xanthoriza Zingiberaceae Obat mual Rimpang Diparut, digodog lalu dikasih gula
merah sedikit
95 Konyal Passiflora suberosa Passifloraceae Obat melancarkan
kencing, stamina Batang Dipotong , lalu airnya diminum
96 Kopi Coffea sp. Rubiaceae Obat diabetes Daun Digodog, airnya diminum
Kopi Coffea sp. Rubiaceae Obat luka luar Daun
Pucuk daun ditumbuk, lalu
ditempelkan ke luka, atau dikeringkan
lalu dibuat serbuk
97 Koreh kotok Bryonopsis laciniosa Cucurbitaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lalu diminum airnya
98 Kremek/tolod Alternanthera sessilis Amaranthaceae Obat mencret Daun Direbus, lalu diminum airnya
99 Kucai Allium odorum Amaryllidaceae Obat pegal linu Rimpang Di buat sayur, atau direbus
100 Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lalu diminum airnya
Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat sakit mata Bunga Embun dipagi hari diteteskan ke mata
nya
Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat mata Bunga Air dalam bunga dibilaskan ke mata
Lampiran 6 (Lanjutan…)
85
1 2 3 4 5 6 7
101 Kumis kucing Orthosiphon aristatus Lamiaceae Obat hipertensi, diabetes,
dan magh Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
102 Lame Alstonia scholaris Apocynaceae Obat liver, diabetes Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya
103 laza goah Alpinia malaccensis Zingiberaceae Obat sakit pinggang Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
104 Lidah buaya Aloe vera Asphodelaceae Obat penyubur rambut Batang lendirnya digosokkan ke kepala
105 Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat Sakit Kepala Umbi Lobak disisik, di balurkan
Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat panas Buah Dipotong lalu ditempel di kepala
Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat demam, masuk angin Buah Buah dipotong, ditadah airnya lalu
diminum
106 Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Aprodisiak, stamina Batang
Direbus, airnya diminum sebelum
makan/ dihaluskan lalu diseduh
dengan air panas
Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Melancarkan air seni Daun daun dicuci bersih, direbus, lalu
airnya diminum
Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Obat rematik Semua bagian Digodog, lalu diminum
Lampiran 6 (Lanjutan…)
86
1 2 3 4 5 6 7
107 Mamangkokan Nothopanax scutellarius Araliaceae Obat diuretik akar Direbus, lalu diminum airnya
108 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae Obat hipertensi Buah Direbus, atau diblender
109 Meniran Phyllanthus niruri Euphobiaceae Obat sakit badan Semua bagian Direbus dengan akar alang-alang,
lalu diminum airnya
110 Nangka waluh Annona muricata Annonaceae Obat penguat jantung Buah Buah dicampur gula dan air,
disaring lalu diminum airnya
111 Nangsi Villebrunea rubescens Urticaceae Obat batuk berdahak Daun Daun direbus, air rebusannya
diminum
112 Orang-aring Eclipta prostrata Asteraceae Obat penyubur rambut Semua bagian Direbus,, air rebusannya
dioleskan ke kepala
113 Pacar tere Impatiens platypetala Balsamiferaceae Obat kutu air, penghilang
lelah Semua bagian
Dimasukan kedalam bak air
panas, digunakan untuk mandi
114 Padi Oryza sativa Cyperaceae Obat anti ketombe Malai
Malai dibakar, dikasih
air,disaring, lalu airnya
digunakan shampo
115 Paku kebo Angiopteris avecta Angiopteridaceae Obat penyubur rambut Daun Ditumbuk, lalu digosokkan ke
kepala
116 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae Obat rematik, neuropati Daun Direbus, lalu airnya di minum
117 Panggang
cucuk Travesia sundaica Araliaceae
Obat sakit pinggang, badan
letih Akar dan daun Digodog, lalu diminum airnya
Lampiran 6 (Lanjutan…)
87
1 2 3 4 5 6 7
118 Panglai Zingiber purpureum Zingiberaceae Obat mules, stimulan Rimpang Dijadikan ramuan jamu dengan
tumbuhan rhizom lainnya
119 Pare Momordica charantaia Cucurbitaceae Obat liver, empedu, dan
penambah nafsu makan Daun Direbus, lalu diminum airnya
120 Pasi Passiflora edulis Passifloraceae Obat panas dalam Daun Direbus, lalu diminum airnya
121 Pecah beling Gardenia longifolia Rubiaceae Obat sakit pinggang Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya
122 Pisang kole Musa acuminata Musaceae Obat cepat kering luka Batang Batang ditebas, diambil getahnya
lalu dioleskan ke luka
123 Poh'pohan Pilea melastomoides Urticaceae Obat kangker, mual Daun Dilalap
124 Pongporang Oroxylum indicum Bignoniaceae Obat liver Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya
125 Pule Alyxia Reinwardtii Apocynaceae Obat liver, diabetes Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya
126 Pungpurutan Ureana lobata Malvaceae Obat rematik, Persendian Akar Akar direbus, lalu diminum airnya
127 Rendeu badak Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat penurun panas, step Daun Daun ditumbuk, lalu di balurkan
ke kulit
128 Rendeu beureum Cyrtandra populifolia gesneriaceae Obat penurun panas Daun Daun ditumbuk, lalu di balurkan
ke kulit
129 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiacea Obat diare Buah Langsung dimakan
Lampiran 6 (Lanjutan…)
88
1 2 3 4 5 6 7
130 Rumput teki Cyperus rotundus Cyperaceae Obat flu, keputihan, diuretik Umbi
Direbus dengan akar pegagan
dan alang-alang, diminum
airnya
131 Salada Nasturtium backeri Brasicaceae Obat anti kanker Daun Di buat lalapan
132 Salak Salacca edulis Arecaceae Obat wasir Biji Dibuat kopi
133 Saliara/stekan Lantana camara Verbenaceae Obat sakit kulit, Rematik Daun Direbus, lalu airnya di minum
134 Sanagori Sida rhombifolia Malvaceae Obat sakit gigi Akar Akar air ditumbuk, diberi air
dan dijadikan obat kumur
135 Santoloyo/sintrong Gynura aromatica Asteraceae Obat magh, gemuk badan Semua
bagian Dilalap, ditumis
136 Sarikaya Annona squamosa Annonaceae Obat pencahar kencing daun, biji,
akar Digodog, lalu airnya diminum
137 Seladri gunung Sanicula elata Umelliferaceae Obat sakit pinggang, darah
tingggi, penyubur rambut Daun
Di kukus, atau dilalap, di
gosokkan ke kepala untuk
penyubur rambut
138 Sembung gunung Blumea balsamifera Asteraceae Obat pasca nifas, cacingan Daun
Direbus dengan air dan daun
artemisia, air rebusannya
diminum
139 Sente Alocasia macrorrhiza Araceae Obat batuk Batang Getah yang keluar dari batang
diminum
140
Sereh
leuweung/rindu
leutik
Piper arcuatum Piperaceae Obat batuk Daun Daun direbus, air rebusannya
diminum
Lampiran 6 (Lanjutan…)
89
1 2 3 4 5 6 7
141 Sereuh kandel Piper baccatum Piperaceae Obat bau mulut Daun Daun dikunyah
142 Seureuh Piper betle Piperaceae Obat magh, batuk, bau
badan Daun Digodog, lalu diminum airnya
Seureuh Piper betle Piperaceae Obat pengering luka Daun Ditumbuk, lalu ditempelkan
ke luka
Seureuh Piper betle Piperaceae Obat batuk Semua bagian Diredam didalam botol berisi
air, lalu diminum
Seureuh Piper betle Piperaceae Mata kelilipan Daun
Sereh di rendam didalam
segelas air, kemudian
dibilaskan ke mata
143 Seureuh tangkal Piper miniatum Piperaceae Obat tetes mata untuk
bayi Daun
Daun ditumbuk, airnya
diteteskan ke mata
144 Singgugu Clerodendrum
serratum Verbenaceae Obat sariawan, panas Daun Digodog, dan dibuat tehh
145 Singkong Manihot utilisima Euphobiaceae Obat magh/asam lambung Umbi
Diparut, lalu diperas,
dicampur gula merah dan
diminum
146 Suji Pleomele angustifolia Liliaceae Obat disentri, keputihan Daun Direbus, air rebusannya di
minum
147 Takokak Solanum torvum Solanaceae Obat magh Buah Dibuat lalapan
148 Tataropongan/Paku
ekor kuda Equisetum debile Equisetaceae
Obat luar bagian kulit
yang sakit Daun
Daun ditumbuk lalu di poko
kan ke bagian yang sakit
149 Teeh Thea sinensis Theaceae Obat sakit kepala Daun
Teeh diseduh, ditambah
sedikit gula lalu tiduran
dengan leher diganjal bantal
tuk meregangkan otot
Lampiran 6 (Lanjutan…)
90
1 2 3 4 5 6 7
150 Teklan Eupatorium riparium Asteraceae Obat luka Daun Daun ditumbuk lalu
ditempelkan ke luka
151 Tepus sigung Amomum pseudofoetens Zingiberaceae Obat memar Rimpang Diparut, lalu dibubuhkan ke
luka
152 Terong belanda Solanum
aculeatissimum Solanaceae Obat hipertensi
Buah, daun
muda Langsung dimakan
153 Terong belang Solanum melongena Solanaceae Menurunkan kolesterol Buah Dilalap
154 Teter Solanum verbascifolium Solanaceae Obat patah tulang Batang dan
kulit batang
Getah batang dioleskan pada
bagian patah tulang
155 Tobat barito Ficus deltoidea Moraceae Obat penambah stamina,
Sari rapet
Semua
bagian Digodog, lalu airnya diminum
156 Tomat Solanum lycopersicum Solanaceae Obat Pusing Pucuk daun Dimakan langsung
Tomat Solanum lycopersicum Solanaceae Obat hipertensi Buah Direbus, atau diblender
157 Tongtak Zingiber odoriperum Zingiberaceae Obat mengeluarkan bisa Rimpang
Akar rimpang ditumbuk, lalu
di bubuhkan ke bagian terkena
bisa tanpa menutupi lubang
bisa masuk
158 Tongtak leutik Zingiber inflexum Zingiberaceae Obat sesak nafas Rimpang Direbus, air rebusannya di
minum
159 Totongoan Debregeasia longifolia Urticaceae Panas dalam, sakit
pinggang Buah Dimakan langsung
160 Ubi jalar Dioscorea pentaphylla Dioscoreaceae Obat maag Umbi Direbus, lalu dimakan
161 Walen Ficus ribes Moraceae Obat sakit gigi bolong Batang Getah dari batang dioleskan ke
gigi yang sakit
162 Waluh Cucurbita moschata Cucurbitaceae Obat sakit maag Buah Di rebus, lalu dimakan
Lampiran 6 (Lanjutan…)
91
Keterangan :
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian
b c a
d e f
a. Pembuatan plot penelitian
b. Pendataan jenis tumbuhan obat
c. Pengukuran diameter pohon
d, Wawancara dengan tabib Desa Cimacan
e. Wawancara dengan paraji Desa Cimacan
f. Wawancara dengan masyarakat Desa Cimacan
92
Keterangan :
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat
a b c
e d f
g h i
a. Budidaya tumbuhan obat di pekarangan warga
b. Jenis Orthosiphon aristatus
c. Jenis Agerotum conyzoides
d. Jenis Artemisia vulgaris
e. Jenis Physalis minima
f. Jenis Polygala venenosa
g. Jenis Piper beatle
h. Jenis Zingiber officinale
i. Jenis Pilea Melastomoides