I
KEABADIAN DI DALAM NERAKA
(Studi Perbedaan Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh:
Faiz Nashrulloh Al Hakim
NIM. 1113034000185
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ĀN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
II
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya rujuk dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia untuk
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
III
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
KEABADIAN DI DALAM NERAKA
(Studi Perbedaan Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag.)
Pembimbing:
Dr. Abdul Hakim Wahid, MA
NIP. 19780424201503 1 001
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ĀN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
IV
HALAMAN PENGESAHAN
V
KATA PENGANTAR
ب سم الله الرحمن الرحي م Alhamdu lillāhi rabbi al-‘ālamīn, rasa syukur penulis sampaikan kehadirat
Allah subhānahu wa ta’ālā, atas segala curahan rahmat, karunia, serta petunjuknya,
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis yakin, bahwa
setiap keberhasilan dalam hidup, termasuk selesainya penulisan skripsi ini tidak
lain dan tidak bukan, merupakan salah satu karunia dan atas pertolongan-Nya,
sehingga menjadi suatu keharusan bagi penulis untuk menyampaikan ribuah
ungkapan syukur atas semua hal ini.
Allāhumma salli ‘alā sayyidinā Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam,
lantunan sholawat semoga senantiasa tetap terlimpahkan kepada baginda junjungan
alam. Kehadirannya ke alam dunia menjadi cahaya yang telah membebaskan
manusia dari belenggu kesesatan dan membawa kepada jalan yang penuh rahmat
dan mendapat ridho Allah subhānahu wa ta’ālā.
Berbagai hambatan dalam penulisan skripsi ini menjadi warna tersendiri bagi
penulis yang memberikan banyak sekali pelajaran. Penulis sendiri menyadari
bahwa semua hambatan tersebut dapat dilewati atas bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala bentuk kerend
ahan hati dan ketulusan, penulis menyampaikan terima kasih tak terhingga
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, serta kepada jajaran rektorat yang lain, khususnya
kepada Prof. Dr. Yusran Razak, MA., serta kepada segenap civitas akade
VI
mika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Prof. Dr. Masri Mansoer, MA.,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. M. Suryadinata, MA., selaku
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, serta jajaran dekanat yang lain.
2. Dr. Lilik Umi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, dan Dra. Banun Binaningrum, MA., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir yang telah melayani mahasiswa termasuk penulis
dalam banyak hal.
3. Dr. Abdul Hakim Wahid, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah bersedia menyisikan waktu sibuknya untuk membimbing penulis
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini, jazākallah ahsan al- jazā’.
4. Eva Nugraha, MA., selaku dosen mata kuliah penulisan karya ilmiah dan
juga ketua pengabdian masyarakat yang telah mengajarkan kepada
penulis cara menulis yang baik dan benar, selalu terbuka untuk menerima
mahasiswa di rumahnya, dan yang telah memberikan arahan kepada
penulis serta menjadi tempat konsultasi pada awal proses penyusunan
proposal skripsi.
5. Seluruh dosen di Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan ilmunya,
khususnya kepada Bapak Maulana, M. Ag., yang menjadi jembatan bagi
penulis untuk berlatih bermasyarakat dengan menjadi Imam Ramadhan di
komplek tempat tinggalnya selama beberapa tahun.
6. Segenap keluarga penulis, khususnya kedua orang tua, Bapak
Ikhsanuddin Assalaby, dan Ibu Siti Johariyah, yang selalu mendorong
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi, dan tidak pernah terputus
rangkaian do-doanya. Adik penulis, Dek Salma, yang juga tidak pernah
VII
berhenti untuk menanyakan status skripsi kakaknya, dan nenek yang
mendorong penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi dalam waktu dekat
karena ingin menghadiri acara wisuda cucunya.
7. Keluarga besar Pondok Pesantren Riyadlotul ‘Uqul, khususnya kepada
Abah Yai Imam Jurjani Hasbullah, dan segenap asatidz di pesantren
tersebut yang telah mengajarkan berbagai macam ilmu, khususnya nahwu
sharaf yang sangat bermanfaat bagi kelacaran akademik selama menjadi
mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakata.
8. Keluarga besar Pondok Pesantren Darus-Sunnah, khususnya kepada Prof.
Dr. KH. ‘Ali Mustafa Yaqub, MA. ghafarallahu lah yang telah
memberikan banyak pengetahuan tentang hadis dan keilmuannya, serta
khususnya kepada Ustadz Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA., yang
bersedia menerima konsultasi penulis mengenai penyusunan dan
pembahasan skripsi saat mengalami kebingungan.
9. Teman-teman satu jurusan, khususnya yang mendahului wisuda sehingga
memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyusul wisuda, juga
kepada Salman, yang telah meniti karir sebagai asisten Pak Kusmana yang
bersedia diajak sekedar berdiskusi membahas skripsi penulis. Terima
kasih juga kepada kawan-kawan kelas TH-E 2-2013, khususnya ketua
kelas, Fauzan al-Maduri yang sudah berkenan membaca dan memberi
masukan pada proposal skripsi penulis, Aini Indah atas contekan proposal
VIII
nya, dan yang lainnya, semoga semuanya diberikan kemudahan dalam
segala urusan.
10. BUPERDA Masjid Fathullah UIN Jakarta, khususnya kepada Pak Drs.
Anas Darwis, M.Si., yang selalu menggoda penulis dengan pertanyaan,
“kapan sidang?” dan sekarang sudah penulis akhiri pertanyaan berulang
itu, juga kepada Bang Mustaqim, selaku kawan muadzin dan imam Masjid
Fathullah yang meskipun baru mengenal sebentar tapi tanpa basa-basi
langsung menjadikan pertanyaan kapan wisuda sebagai wirid harian yang
disampaikan kepada penulis.
11. Teman-teman angkatan IHNA Darus-Sunnah yang telah mendokan untuk
kelancaran skripsi penulis.
12. Teman-teman KKN Genesa 111 yang telah mewarnai kehidupan penulis
selama satu bulan di tanah pengabdian, khususnya kepada Hasin yang
selalu ramah dari awal perkenalan hingga saat ini.
13. Teman-teman LTTQ Masjid Fathullah, khususnya kepada para pendahulu
wisuda: Vanny, Azki, Umi, Fauziah, yang semakin mendorong penulis
untuk segera menyusul meraih singgasana sarjana. Aldi selaku
pendamping selama memimpin LTTQ, maafkan harus sidang lebih
dahulu, Mukhlis sesama mahasiswa satu bimbingan, Vijay dan Latifah
yang menemani langkah perjalanan menyusun skripsi ini. Tidak lupa
kepada Ketum dan Waketum LTTQ sekarang, Amir dan A’yun; Bendum,
Rifda, yang telah mengizinkan penulis menggunakan ruang kantor LTTQ
dan printer, sehigga bisa menghemat biaya, he. Kepada para junior,
Khanifa, Haidar, Miqdad, Adam dan yang lain, yang selalu mempertanya
IX
kan status skripsi, “gimana skripsi?”, akhirnya penulis bisa mengakhiri
pertanyaan kalian ini, he.
Kepada meraka, penulis menyampaikan terima kasih atas do’nya,
dukungannya, bantuannya, serta kebaikan-kebaikan yang telah diberikan, yang
tidak dapat penulis balas satu per satu, jazahumullah ahsan al-jazā’
Semoga apa yang penulis lakukan, dapat memberikan manfaat, aamiin.
Ciputat, 11 Maret 2018 M
Faiz Nashrulloh Al Hakim
NIM. 1113034000185
X
PEDOMAN TRANSLITERASI
Berikut ini merupakan pedoman transliteriasi dalam penyusunan skripsi yang
digunakan oleh penulis. Penulis menggunakan transliterasi arab-latin dengan
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015.
1. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambankan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H H dengan garis di bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Dz De dan Zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
S Es dengan garis di bawah ص
D De dengan garis di bawah ض
T Te dengan garis di bawah ط
Z Zet dengan garis di bawah ظ
XI
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh Ge dan Ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ' ء
Y Ye ي
2. Konsonan Rangkap
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tungggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal
alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـ
I Kasrah ـ
U Dammah ـ
XII
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih akasara sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـــــــي
Au a dan u ـــــــو
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas ـــــــا
Ī i dengan garis di atas ـــــــي
Ū u dengan garis di atas ـــــــو
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun qomariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-
syamsiyyah, dan al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Tasydid
Huruf yang ber-tasydid ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
turut, seperti pada kata السنة, ditulis al-sunnah.
6. Ta’ marbutah di akhir kata
Jika ta marbūtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti pada kata أبو هريرة, ditulis
Abū Hurairah.
XIII
7. Huruf Kapital
Huruf capital sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan yang
Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau
kata sandangan, seperti: البخاري, maka ditulis al-Bukhārī
XIV
ABSTRAK
Surga dan neraka adalah dua tempat yang disediakan untuk proses menjalani
tahap akhir dari rangkaian proses perjalanan manusia, yang merupakan salah satu
bagian dari kehidupan akhirat. Perihal abadi dan tidaknya keberadaan hamba di
dalam neraka diperselisihkan oleh beberapa tokoh. Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah
dengan membaca pesan al-Qur’ān yang menyampaikan ada kebebasan kehendak
Allah, mengatakan mengenai tidak kekalnya siksa di dalam neraka. Sebagian
lainnya, melihat dari sisi bahwa adanya sifat rahmat Allah melahirkan harapan akan
dikeluarkannya penghuni neraka. Beberapa nash juga menyebutkan perihal hal ini.
al-Qur’ān sendiri menyebutkan bahwa penduduk jahannam kekal di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna kata al-jahannamiyyūn
yang terdapat dalam hadis nabi, untuk mendapat kesimpulan tentang keabadian di
dalam neraka. Melalui kajian ini pula, didapatkan pengetahuan tentang alur untuk
memahami hadis yang secara tekstual bertentangan dengan sumber hukum yang
lain.
Penilitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research), dengan pendekatan ilmu fahm al-hadīts untuk mendapatkan pemahaman
mengenai hadis tersebut, dan menyelesaikan perbedaan dalil dengan kaidah al-
Imām al-Syāfi’ī.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kekekalan di dalam neraka tidak bersifat
mutlak, akan tetapi relatif. Kekekalan di dalam neraka diberlakukan untuk orang-
orang kafir, orang yang syirik, dan orang yang meninggal dalam keadaan tidak
membawa keimanan. Berbeda dengan mereka, keberadaan di dalam neraka tidak
bersifat kekal bagi orang-orang yang mendapatkan syafaat, dan orang-orang yang
telah habis masa siksaan dengan catatan orang tersebut masih membawa keimanan.
Keyword: jahannamiyyun, jahannam, siksa, kekal
XV
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... II
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. III
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ IV
KATA PENGANTAR .................................................................................... V
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... X
ABSTRAK ...................................................................................................... XIV
DAFTAR ISI ................................................................................................... XV
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Permasalahan .................................................................................. 11
1) Identifikasi Masalah.................................................................. 11
2) Pembatasan Masalah ................................................................ 12
3) Perumusan Masalah.................................................................. 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 12
D. Kajian Terdahulu yang Relevan .................................................... 13
E. Metode Penelitian ............................................................................ 16
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 18
BAB II NERAKA DAN KARAKTERISTIKNYA...................................... 20
A. Definisi Neraka ................................................................................ 20
B. Neraka dan Sifatnya ....................................................................... 20
1) Pintu Neraka .............................................................................. 21
2) Kedalaman Neraka ................................................................... 21
3) Warna Api Neraka .................................................................... 22
XVI
4) Panas Api Neraka ...................................................................... 22
C. Nama-Nama Neraka dan Penghuninya ........................................ 23
BAB III ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS .................................. 29
A. Keragaman Matan Hadis ............................................................... 29
1) Hadis-Hadis tentang Al-Jahannamiyyūn..................................... 30
2) Hadis-Hadis tentang Sifat Neraka ............................................... 36
3) Hadis-Hadis tentang Syafaat ....................................................... 43
B. Biografi dan Kualitas Periwayat.................................................... 44
1) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis al-Jahannamiyyūn ............ 44
2) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis tentang Sifat Neraka ......... 61
3) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis tentang Syafaat ................. 75
C. Skema Jalur Periwayatan............................................................... 77
BAB IV KONSEP KEABADIAN PENGHUNI NERAKA ........................ 82
A. Syafaat .............................................................................................. 82
B. Amal Baik ........................................................................................ 91
C. Perbedaan Dalil tentang Konsep Kekekalan Penghuni Neraka . 92
D. Metode Penyelesaian Perbedaan Dalil menurut al-Syāfi’ī .......... 101
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 105
A. Kesimpulan ...................................................................................... 105
B. Saran................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neraka adalah tempat yang disediakan oleh Allah subhānahu wa ta’ālā bagi
orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang membangkang terhadap syari’at Allah
subhānahu wa ta’ālā dan mengingkari rasul-Nya. Neraka merupakan wujud siksa
Allah subhānahu wa ta’ālā kepada musuh-musuh-Nya dan penjara bagi mereka
yang berbuat dosa.1
Tempat ini merupakan suatu wujud kehinaan dan kerugian tiada tara yang tiada
lagi kehinaan dan kerugian lain setelah ini. Allah subhānahu wa ta’ālā
menggambarkan dengan jelas dalam Q. S. Ali ‘Imrān ayat 192 sebagai berikut:
﴾٢٩١﴿ وما للظالمين من أنصار أخزيـته ربـنا إنك من تدخل النار فـقد
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam
neraka, maka sesungguhnya Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang
yang zalim seorang penolong pun.”
Ketika ada orang yang masuk ke dalam neraka, maka dia akan kekal di
dalamnya, sebagaimana disebutkan dalam Q. S. al-Nisā’ ayat 168-169, di antaranya
sebagai berikut:
ـلدين إال طريق جهنم خ ﴾٢٦١﴿ ا م وال ليـهديـهم طريق إن الذين كفروا وظلموا لم يكن الله ليـغفر له
﴾٢٦٩﴿ وكان ذلك على الله يسيرا فيهآ أبدا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali
tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan
kepada mereka, kecuali jalan ke neraka Jahannam,
1 Umar Sulaimān al-Asyqar, al-Aqīdah fī Dau al-Kitāb wa al-Sunnah: al-Yaum al-Ākhir al-
Jannah wa al-Nār (Amman: Dār al-Nafāis, 1998), Jilid V h. 11
2
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.”
Mendukung pernyataan dalam ayat di atas, Salmān al-Fārisī2 (wafat 34 H)
menyatakan tentang sebuah riwayat yang berisi firman Allah Q. S. al-Hajj ayat 22,
sebagai berikut:
﴾١١كلمآ أرادوا أن يخرجوا منـها من غم أعيدوا فيـها وذوقوا عذاب الحريق ﴿
“setiap kali penghuni neraka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan
mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan):
‘terimalah adzab yang membakar ini.”3
Berbeda dengan yang disebutkan di atas, al-Imām al-Qurtūbī4 (wafat 671 H),
menyebutkan dalam kitab al-Tadzkirah, sebuah riwayat yang bersumber dari hadis
Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam, pada bab man dakhala al-nār min
al-muwahhidīn matā wa ihtaqara tsumma yakhrujūna bi al-syafā’ah: diriwayatkan
dari al-Imām Muslim5 (wafat 261 H) bahwa pada saatnya nanti, akan ada penghuni
neraka yang dihukum di dalam neraka dikarenakan dosa-dosanya, dan
kesalahannya. Allah subhānahu wa ta’ālā kemudian mematikan mereka. Setelah
2 Salmān al-Fārisī adalah seorang sahabat nabi. Sebelum menjadi seorang muslim, Salmān
adalah seorang majusi yang tinggal di daerah Fāris, dengan nama Mābih bin Būdzakhsyān bin
Muwarsalān bin Bahbūdzān bin Fairuz bin Sahrak. Salmān adalah sahabat nabi yang memberikan
masukan untuk melakukan penggalina parit saat terjadinya perang khandak. 3 Abū Bakr ‘Abdullāh bin Muhammad bin Abī al-Dunya, Sifat Neraka Terjemah Abu Aisyah
Rendusara, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006), h. 33 4 Beliau adalah Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Abī Bakr bin Farh al-Ansārī al-Khazrajī
al-Andalusī al-Qurtūbī. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh orang Nasarni. Masa
pertembuhannya tidak terdeteksi oleh sumber-sumber sejarah karena ketika musuh Islam menguasai
daerah Qurtubi (saat masa pertembuhan al-Imām al-Qurtūbī) memaksa penduduknya untuk hijrah,
termasuk dia dan keluarganya. Para sejarawan tidak sempat menuliskan sejarah kehidupannya.
Beliau pada akhirnya melakukan perjalan hijrah ke negeri Mesir sekitar tahun 633 H (tepat setelah
terjadi pengusiran oleh musuh), hingga meninggal di daerah tersebut pada tahun 671 H). 5 Beliau bernama Abū al-Hasan Muslim bin al-Hajjāj bin Muslim bin Ward bin Karsyān.
Ulama sepakat bahwa beliau lahir pada tahun 200-an, akan tetapi berbeda pendapat mengenai tahun
tepatnya. Beliau adalah ulama yang produktif, dengan karya monumentalnya berupa kitab yang
menghimpun hadis shahih, bernama Sahih Muslim.
3
itu, pendosa tersebut diberikan syafaat dan diguyur di sungai surga, kemudian
dijadikan sebagai penduduk surga.6
Senada dengan apa yang disampaikan dalam riwayat al-Imām al-Qurtūbī (wafat
671 H) di atas, terdapat pula sebuah riwayat dari al-Imām al-Bukhārī7 (w. 256 H)
mengenai adanya sekolompok orang di hari akhir nanti yang oleh Nabi dinamakan
dengan al-jahannamiyyūn, sebagaimana tersebut dalam hadis berikut:
م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ي ب الن ن ع ك ال م ن ب س ن ا أ ن ثـ د ح ة اد ت قـ ن ع ام م ا ه ن ثـ د ح د ال خ ن ب ة ب د ا ه ن ثـ د ح
يهم أ هل الج ي : ال ق فع ف ي دخلون الج نة ف يس م نة الج ه نمي ون خرج ق وم من النار ب عد م ا م سهم س
8ي ار خ ب ال اه و ر
“dari Hudbah bin Khālid, dari Hammām, dari Qatādah, dari Anas bin Mālik, dari
Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “akan ada suatu kaum
yang keluar dari neraka setelah mereka dibakar )di dalamnya(, kemudian mereka
masuk surga dan penduduk surga menyebutnya dengan nama al-jahannamiyyūn”.
Dalam redaksi yang berbeda, al-Imām al-Tirmidzī9 (wafat 279 H)
menyampaikan sebuah riwayat yang memberikan informasi tambahan bahwa
keluarnya kelompok al-jahannamiyyūn dari dalam neraka disebabkan mendapat
pertolongan (syafaat) dari Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
terdapat dalam hadis berikut:
6 Muhammad bin Ahmad al-Qurtūbī, al-Tadzkirah bi Ahwāl al-Mautā wa Umūr al-Ākhirah
(Riyad: Maktabah Dār al-Manhāj, 1425) h. 770 7 al-Imām al-Bukhārī adalah seorang muhaddis yang mendapat gelar Amīr al-Mukminīn fī
al-Hadīs, Beliau lahir di kota bernama Bukhara. Salah satu hasil karyanya yang paling terkenal
adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis sahih, bernama Sahih al-Bukhārī. 8 al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī (Kairo: Dār al-Hadīts, 2008) Jilid IV,
h. 330 9 Beliau adalah Abū ‘Isā Muhammad bin ‘Isā bin Sūrah bin Mūsā bin al-Dahhāk al-Sulamī
al-Darīr al-Būghī al-Tirmidzī al-Hāfiz, seorang muhaddis yang lahir pada tahun 200 H. Al-Tirmīdzī
merupakan murid dari Qutaibah bin Sa’īd dan juga al-Imām Muslim (Pengarang Sahīh Muslim). Ibn
Khalkān mengatakan bahwa al-Imām al-Tirmīdzī meninggal pada tahun 279 H, di salah satu daerah
bernama al-Bughī (Salah satu desa di Tirmidz).
4
ي د ار ط ع ال ء ا ج ر ي ب أ ن ع ان و ك ذ ن ب ن س ح ا ال ن ثـ د ح د ي ع س ن ى ب ي ح ا ي ن ثـ د ح ار ش ب ن ب د م ح ا م ن ثـ د ح
ار الن ن م ي ت م أ ن م م و ق ن ج ر خ ي ل : ال ق م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ي ب الن ن ع ن ي ص ح ن ب ان ر م ع ن ع
10رواه الترمذي ن و ي م ن ه ج ال ن و م س ي ي ت اع ف ش ب
"dari Muhammad bin Basyār, dari Yahya bin Sa’īd, dari al-Hasan bin Dzakwān,
dari Abī Rajā al-‘Atāridī, dari ‘Imrān bin Husain, dari Nabi Muhammad sallallāhu
‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Sungguh, akan keluar suatu kaum dari umatku
dari neraka disebabkan karena syafaatku, mereka dinamakan dengan al-
jahannamiyyūn”.
al-Imām al-Mubārakfūrī11 (wafat 1353 H) menjelaskan bahwa kata al-
jahannamiyyūn merupakan bentuk jamak dari jahannamī, yang artinya secara
tekstual bermakna segolongan orang yang menjadi penghuni neraka jahannam. Dia
juga mengutip pernyataan al-Hāfiz ibn Hajar al-’Asqalānī12 (wafat 852 H) yang
menyampaikan perkataan Anas bin Mālik13 (wafat 90 H) bahwa maksud dari al-
10 Muhammad bin ‘Abd al-Rahmān bin ‘Abd al-Rahīm, Tuhfah al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’
al-Tirmīdzī (Kairo: Syirkah al-Quds, 2009) Jilid V, h. 584 11 Beliau adalah salah satu pensyarah kitab Sunan al-Tirmīdzī, yang bernama lengkap al-
Imām al-Hafīz Abī al-‘Alā Muhammad bin ‘Abd al-Rahmān ibn ‘Abd al-Rahīm al-Mubārakfurī.
Muhaddis ini lahir dan berasal dari tanah Mubarakfur, India. Sejak kecil mendapat bimbingnan dari
ayahnya, dengan diawali belajar al-Qur’an. Beliau adalah salah satu murid dari al-Syaikh Nadzīr
Husain al-Dahlawī, dan juga al-Syaikh Husain bin Muhsin al-Ansārī. 12 Ibn Hajar bernama lengkap Abū al-Fadl Ahmad bin ‘Alī bin Muhammad al-Kinānī al-
‘Asqalānī. Beliau lahir pada 773 H dan meninggal pada 852 H di tanah Mesir. Salah satu karya
monumentalnya adalah kitab Fath al-Bārī, sebuah kitab yang menjelaskan hadis-hadis yang ditulis
oleh al-Imām al-Bukhārī dalam kitab Sahih al-Bukhārī. Ibn Hajar merupakan guru dari Syaikh
Zakariya al-Ansārī, al-Sakhāwī, dan Jalāl al-Dīn al-Suyūtī. Ibn Hajar merupakan ulama yang
produktif mengarang banyak kitab, termasuk dalam hal ini adalah berkaitan dengan ilmu hadis.
Selain karya monumental syarah kitab Sahih al-Bukhārī, beliau menulis juga menulis tentang kitab
yang menjelaskan biografi para perawi hadis: Lisān al-Mizān, al-Isābah, Tahdzīb al-Tahdzīb.
Eksistensi keilmuannya sangat diakui oleh orang-orang yang hidup pada masanya. 13 Anas bin Mālik adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad, yang bernama lengkap
Anas bin Mālik bin al-Nadr bin Damdam bin Zaid bin Harām bin Jundub bin ‘Āmir bin Ghanam bin
‘Adī bin al-Najjār al-Khazrajī. Anas hidup dalam rentang usia 110 tahun, dan menjadi sahabat
terkahir yang tinggal di kota Basrah. Anas bin Mālik mendapat gelar Khādim al-Nabī.
5
jahannamiyyūn adalah orang-orang yang dibebaskan Allah subhānahu wa ta’ālā
dari neraka.14
Beberapa kelompok dalam Islam berbeda pendapat mengenai pembebasan
hamba dari neraka. Sebagai contoh, pandangan kelompok Khawarij dan Mu’tazilah
yang mengatakan bahwa penghuni neraka, pelaku dosa besar akan kekal selamanya
di dalam neraka. Hal ini karena menurut mereka setiap pelaku dosa besar adalah
kafir dan kekal di dalam neraka. Tentu saja pernyataan tersebut menolak konsep
adanya kelompok yang dibebaskan dari neraka, atau yang dalam penelitian ini
dikenal dengan nama al-jahannamiyyūn. Ada sekelompok lain yang beranggapan
bahwa penduduk neraka akan dikeluarkan darinya, keberadaan neraka akan tetap
kekal dan tidak akan pernah berkahir, dan berbagai macam pendapat lainnya.15
Berdasarkan data yang ada, maka kemudian penulis melakukan analisis singkat
berkenaan tentang dikeluarkannya seorang hamba dari neraka.
Dalam Islam dikenal nama-nama neraka, sebagaimana disebutkan di dalam al-
Qur’an. Sementara itu, redaksi al-jahannamiyyūn yang merupakan bentuk jamak
dari kata jahannamī, secara tekstual mengindikasikan bahwa hanya penduduk
neraka jahannam saja yang memiliki kesempatan untuk dibebaskan dari neraka.
Namun, jika diteliti dalam al-Qur’ān, ada beberapa nama neraka yang tidak
diiringi dengan kata kekalnya penghuni neraka tersebut. Hal ini mengindikasikan
bahwa penghuni neraka selain jahannam juga memiliki kesempatan untuk
dikeluarkan dari neraka. Selain itu, dari sejumlah data yang dikumpukan dari al-
Qur’ān, ditemukan bahwa penghuni jahannam termasuk orang dengan dosa yang
14 Muhammad bin ‘Abd al-Rahmān bin ‘Abd al-Rahīm, Tuhfah al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’
al-Tirmīdzī, Jilid V, h. 584 15 ‘Umar Sulaimān al-Asyqar, al-‘Aqīdah fī Dau al-Kitāb wa al-Sunnah: al-Yaum al-Ākhir
al-Jannah wa al-Nār (Amman: Dār al-Nafāis, 1998), Jilid V h. 42
6
berat: kafir, munafik, dan murtad. Keumuman lafal al-jahannamiyyun (dalam
bentuk jamak) memberikan arti memasukkan ketiga kelompok tersebut pada kata
al-jahannamiyyun.
Hal tersebut di atas dapat memberikan implikasi makna bahwa semua penghuni
neraka jahannam akan dibebaskan dari neraka, termasuk tiga golongan di atas.
Selain itu, sebagaimana disebutkan dalam riwayat al-Imām al-Tirmidzī’ (wafat 279
H) yang mengatakan bahwa kelompok al-jahannamiyyūn keluar dari neraka
jahannam dengan syafaat Nabi, maka bisa diasumsikan di awal bahwa orang kafir,
munafik, dan murtad pun termasuk orang-orang yang berhak atas syafaat Nabi
tersebut.
Berikut ini merupakan tabel mengenai sebagian ayat-ayat al-Qur’ān yang
membicarakan tentang neraka, siksa, serta kekekalan di dalamnya:
No Redaksi Lokasi Objek Keterangan
1
خالدين فيها
al-Baqarah:
161-162
Orang yang mati
kafir
1. Mendapat laknat
abadi
2. Ibn Katsīr
menafsirkan
dengan masuk ke
dalam neraka dan
mendapat laknat
2 Ali ‘Imrān:
86-88
Orang yang
murtad (dzalim)
1. Mendapat laknat
abadi
3 al-Nisā: 167-
169
Orang kafir dan
orang yang
menghalangi
orang lain dari
jalan Allah
Kekal di dalam
neraka jahannam
4 al-An’ām:
128
Jin yang
mengajak kepada
kesesatan
1. Kekal di dalam
neraka
2. Neraka tidak
disebutkan secara
khusus
7
3. Ada kemungkinan
dibebaskan jika
Allah
menghendaki
5 al-Taubah:
68
Orang munafik
dan kafir
1. Masuk neraka
jahannam
2. Kekal di dalam
neraka
6 Hūd: 106-
107
Orang yang
sengsara
1. Masuk neraka
selamanya
2. Tidak
menyebutkan
nama neraka
secara khusus
7 al-Nahl: 28-
29
Orang yang
berbuat dzalim
kepada diri
sendiri
Kekal di dalam
neraka jahannam
8
خالدون
al-Baqarah:
39
Orang kafir dan
orang yang
mendustakan ayat
Allah
1. Masuk neraka
dengan kekal
2. Tidak disebutkan
spesifik nama
neraka
9 al-Baqarah:
81
Orang yang
berbuat
keburukan dan
tenggelam di
dalamnya
1. Kekal di dalam
neraka
2. Tidak disebutkan
secara spesifik
nama neraka
10 al-Baqarah:
217
Orang murtad dan
meninggal dalam
keadaan kafir
11 al-Baqarah:
257 Orang kafir
12 al-Baqarah:
275
Orang yang terus-
menerus
memakan riba
13 Ali ‘Imrān:
116 Orang kafir
8
Tabel di atas merupakan sebagian dari hasil temuan penulis mengenai ayat-ayat
yang membicarakan tentang penghuni neraka serta kekekalan penghuni di
dalamnya, yang nanti akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan skripsi ini.
Sebagian ayat menyebutkan bahwa orang kafir kekal di dalam neraka jahannam dan
pada ayat yang lain tidak disebutkan nama neraka yang dihuni oleh orang kafir.
Sementara itu, ada juga ayat yang menyebutkan bahwa penghuni neraka adalah
orang yang memakan riba, dan orang yang berbuat keburukan.16
Berkenaan dengan ini, Ibn al-Qayyim17 (wafat 751 H) memaparkan
penjelasannya tentang perbedaan kekekalan surga dan neraka18. Menurutnya, Allah
subhanahu wa ta’ālā menyebutkan perihal keabadian nikmat surga, tapi tidak
dengan neraka. Allah subhanahu wa ta’ālā tidak memberikan berita tentang
kekekalan penduduk neraka. Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa Allah subhanahu
wa ta’ālā memberikan indikasi adanya ketidakkekalan neraka dalam beberapa
ayatnya. Dalam ayat tersebut, mengindikasikan bahwa Allah subhanahu wa ta’ālā
bisa saja berbuat hal-hal apa saja yang tidak diketahui oleh makhluk. Dia
16 Hasil yang tedapat di dalam tabel merupakan temuan penulis atas beberapa ayat berkenaan
dengan ketidak kekekalan penghuni neraka, menggunakan kitab Fath al-Rahmān. 17 Ibn al-Qayyaim merupakan murid dari Ibn Taimiyyah, yang bernama lengkap Abū
‘Abdillāh Syams al-Dīn Muhammad bin Abī Bakr bin Ayyūb bin Sa’d bin Harīz al-Zar’ī. Beliau
lebih dikenal dengan nama Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, atau Ibn al-Qayyim. Beliau lahir pada 691
H dan tumbuh sebagai seorang muslim dan penuntut ilmu di usia mudanya di kota Damaskus. Ibn
al-Qayyim pernah dipenjara bersama gurunya, Ibn Taimiyyah pada tahun 726 H. Perjalanan ilmiah
Ibn al-Qayyim dimulai sejak usia mudanya, yaitu dengan berguru ‘Ilm al-Farāid kepada ayahnya,
Abū Bakr bin Ayyūb, kemudian melanjutkan belajarnya kepada Ibn Taimiyyah dengan belajar
beberapa ilmu: tafsir, hadis, fikih dan usul fikih, faraid. Ibn al-Qayyim mendapat gelar Syaikh al-
Islām sebagaimana gurunya, Ibn Taimiyyah. 18 Pembahasan Ibn al-Qayyim dalam hal ini memang menekankan pada kekal dan tidaknya
surga dan neraka, akan tetapi dalam isi pembahasan juga membiarakan mengenai keberadaan
penghuni neraka. Ibn al-Qayim mengatakan tentang adanya kemungkinan bahwa siapa saja atau
bahkan semua penduduk neraka akan dikeluarkan dengan merujuk kepada ayat yang menyatakan
adanya kemungkinan Allah melakukan perbuatan yang Dia kehendaki, berupa mengeluarkan hamba
dari neraka.
9
menyimpulkan bahwa adanya hal ini memberikan pemahaman bahwa nikmat surga
tidak ada batasnya sementara siksa neraka ada batas akhirnya.19
Terdapat 3 tokoh filsuf, menyatakan mengenai ketidakkekalan siksa neraka.
William James20 (meninggal 1910 M), seorang filsuf berkebangsaan Amerika, ia
mengatakan bahwa neraka tidak akan kekal.21 Hal tersebut didasarkan atas
argumennya bahwa Tuhan memiliki rahmat yang luas, sehingga hal ini
menimbulkan harapan agar kiranya siksa tidak diberikan dengan kekal. Demikian
juga dengan Ibn Sina22 (wafat 427 H), seorang filsuf muslim kenamaan,
menganggap bahwa siksa neraka bersifat sementara, sampai bersihnya jiwa
manusia dari kekotoran dosa. Senada dengan hal tersebut, seorang filsuf muslim
berkebangsaan Pakistan, Muhammad Iqbal, juga mengamini argumen ini, dengan
berpendapat bahwa Islam tidak mengenal adanya kutukan abadi.23
Salāh al-Dīn bin Ahmad al-Idlibī24 mengatakan bahwa setiap riwayat dari Nabi
Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan al-Qur’ān harus
19 Muhammad bin Abī Bakr bin Ayyūb bin al-Qayyim al-Jauziyyah, Hādī al-Arwāh ilā Bilād
al-Afrāh (T.Tp.: Dār ‘Ilm al-Fawāid, t.t.) , h. 752 - 753 20 William James adalah seorang filsuf berkebangsaan Amerika yang lahir di New York pada
11 Januari 1842 M, dan meninggal di Tamworth, New Hampshire, Amerika, pada 26 Agustus 1910
M. Selain dikenal sebagai seorang tokoh filsuf, William James juga merupakan seorang psikolog.
Setelah mempelajari ilmu kedokteran di Unveristas Harvard, dia melanjutkan belajar psikologi di
Jerman dan Perancis. Setelah semua masa pendidikan ditempuh, dia mengajar di Harvard pada
bidang anatomi, fisiologi, dan psikologi, dan filsafat, hingga tahun 1907. 21 Pernyataan William James mengenai ketidakkekalan neraka, memiliki implikasi makna
bahwa penduduknya akan dibebaskan dari siksa neraka, atau dengan kata lain penduduk neraka tidak
kekal. 22 Beliau bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husain bin ‘Abdullāḥ bin al-usain bin ‘Abdullāḥ bin
al-Hasan bin ‘Ali bin Sīnā. Beliau terkenal sebagai tokoh kedokteran dan filsafat. Lahir di daerah
Afsyanah, dekat Bukhara (sekarang Uzbekistan) pada tahun 370 H, dan meninggal di daerah
Hamdān (sekarang masuk wilayah Iran) pada tahun 427 H. Orang barat menyebutnya sebagai Bapak
Kedokteran, dan dinilai sebagai orang yang pertama kali menyusun buku kedokteran di dunia. Hasil
karyanya mencapai 200 kitab dalam berbagai macam bidang keilmuan. 23 M. Quraisy Shihab, Kematian Adalah Nikmat (Ciputat: Lentera Hati, 2014) , h. 233 24 Beliau adalah seorang dosen di Fakultas Dirasah Islamiyyah wa al-‘Arabiyyah, Dubai dan
Universitas Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah, Riyadh. al-Adlibī lahir di Madinah pada
1367 H/ 1948 M. Beliau mendapatkan gelar doktor dalam bidang Ulūm al-Islāmiyyah wa al-Hadīts
di Dār al-Hadīts dengan predikat Hasan Jiddan pada 1980 M. Pemikirannya banyak membicarakan
tentang permasalahan agama yang ditinjau dari perspektif hadis.
10
ditolak, karena pertentangan itu sendiri sudah mengindikasikan ketidaksahihan
hadisnya berdasarkan pada kesepakatan ulama. Berbeda jika suatu riwayat ditolak
oleh sebagian ulama karena bertentangan dengan nash al-Qur’ān, sementara
sebagian ulama yang lain menerimanya, maka, dikatakan bahwa hal tersebut terjadi
bukan karena bertentangan dengan nash al-Qur’ān, akan tetapi adanya perbedaan
cara pandang.25
Perbedaan pendapat juga terjadi seputar eksistensi syafaat, yang menjadi sebab
dikeluarkannya seorang hamba dari dalam neraka yang kemudian akan mendapat
sebutan al-jahannamiyyūn. ‘Abd al-‘Azīm al-Mut’inī26 (wafat 2008 M), seorang
doktor dari al-Azhar mengatakan bahwa al-Qur’an menyebutkan tentang eksistensi
syafaat pada hari kiamat27, sementara pada bagian yang lain menyebutkan tidak
adanya syafaat pada hari tersebut.28 Berbeda dengan hadis yang menyebutkan
tentang adanya syafaat sebagaimana pada hadis di atas. Perbedaan dalil ini bahkan
menyebabkan lahirnya pendapat di kalangan mufasir kontemporer yang
meniadakan syafaat di akhirat secara mutlak.29
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan di atas, maka untuk
memahami lebih lanjut mengenai makna al-jahannamiyyūn, dan mendapatkan
25 Salāh al-Dīn al-Adlībī, Metodologi Kritik Matan Hadis, terj. M. Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004) h. 234 26 Beliau adalah seorang doktor yang berasal dari Mesir, dengan nama lengkap al-Syaikh al-
Duktūr ‘Abd al-‘Azīm Ibrāhīm Muhammad al-Mutinī. 27 Contohnya terdapat dalam Q. S. al-Baqarah ayat 255 sebagai berikut:
ذا الذي يشفع عنده إال بإذنه ... من ...“... tidak ada yang dapat memberi syafaat disisiNya, selain bagi orang yang mendapat izinNya (untuk
memberikan syafaat). 28 Contohnya terdapat dalam Q. S. al-Baqarah ayat 254 sebagai berikut:
زقناكم من قبل أن يأتي يوم ال بيع فيه و ال خلة و ال شفاعة والكافرون هم الظالمونياأيها الذين آمنوا أنفقوا مما ر “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rizki yang telah Kami berikan
kepadamu, sebelum datang hari yang pada saat itu tidak ada lagi jual beli, dan tidak ada syafaat”. 29 Mustafa Mahmūd, al-Syafa’ah Muhāwalah li Fahm al-Khallāf al-Qadīm baina al-
Muayyidīn wa al-Mu’āridīn (Mesir: 1999) h. 47
11
informasi tentang keabadian di dalam neraka, maka perlu dilakukan penelitian
skripsi dengan judul “KEABADIAN DI DALAM NERAKA.”
B. Permasalahan
1) Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
mengidentifikasi ada beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Keumuman redaksi kata al-jahannamiyyūn mengindikasikan akan
dikeluarkannya semua penduduk neraka jahannam, dan menandakan
bahwa tidak ada yang abadi di dalam neraka.
b. Sebagaimana diketahui, bahwa neraka bermacam-macam, sementara
sebutan orang yang dikeluarkan dari neraka adalah al-jahannamiyyūn.
Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah redaksi al-jahannamiyyūn
juga merupakan sebutan bagi hamba yang dikeluarkan dari neraka selain
jahannam, mengingat memang neraka selain jahannam justru yang tidak
menyebutkan tentang kekalnya siksa penghuni di dalamya, sementara
yang kekal adalah penghuni jahannam.
c. Apabila semua penduduk neraka jahannam dikeluarkan, maka akan
terjadi kekosongan penghuni neraka.
d. Terjadi perbedaan dalil yang terdapat dalam al-Qur’ān dan hadis Nabi
Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana Nabi menyebutkan
penduduk neraka jahannam akan dibebaskan dari neraka, sementara al-
Qur’ān menyebutkan penduduk neraka jahannam akan kekal di
dalamnya.
12
e. Terdapat hadis yang bersifat umum, yaitu hanya menyebutkan tentang
dikeluarkannya semua penduduk neraka jahannam, terdapat hadis yang
bersifat khusus, yaitu membatasi hamba yang dikeluarkan dari neraka
hanya untuk yang mendapatkan syafaat.
f. Pandangan beberapa orang yang mengatakan bahwa neraka tidak akan
kekal, termasuk siksa dan keberadaan seseorang di dalam neraka.
2) Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar pembahasan tidak melebar
dari yang telah direncakan, maka penulis membatasi penelitian ini untuk
mengkaji mengenai perbedaan dalil yang terdapat dalam al-Qur’ān dan Hadis
Nabi Muhammad sallallhu ‘alaihi wa sallam mengenai kekekalan penghuni
neraka, sehingga pada akhir pembahasan akan didapatkan sebuah kesimpulan
tentang golongan yang dikehendaki dari kata al-jahannamiyyūn dan konsep
keabadiaan di dalam neraka.
3) Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada bagian identifikasi dan batasan masalah, maka
skripsi ini dirumuskan untuk menjawab permasalahan bagaimana konsep
keabadian di dalam neraka berdasarkan hadis al-Jahannamiyyūn?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan Penelitian
Secara praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap makna
dari kata al-jahannamiyyūn yang terdapat dalam hadis Rasulullāh sallallhu
‘alaihi wa sallam, dan memperoleh pemahaman tentang konsep keabadian di
dalam neraka.
13
Adapun tujuan penelitian ini secara teoritis adalah untuk memberikan
gambaran bagaimana cara memahami hadis yang secara tesktual bertentangan
dengan sumber hukum yang lain.
2) Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk melatih berpikir kritis dan
sistematis, serta agar mampu memahami hadis dengan baik dan benar.
Bagi masyarakat secara umum, adalah agar tidak keliru dalam memahami
hadis yang disampaikan oleh Rasulullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam mengenai
pembebasan seorang hamba dari neraka. Selain itu, juga agar bisa
mengingatkan akan negeri akhirat sehingga akan senantiasa mawas diri dalam
kehidupan.
D. Kajian Terdahulu yang Relevan
Berdasarkan penelusuran literatur yang telah penulis lakukan, belum ditemukan
kajian mendalam yang secara khusus membahas mengenai makna al-
jahannamiyyūn. Namun demikian, meskipun tidak secara mendetail, pembahasan
mengenai kekal dan tidaknya penghuni neraka dapat penulis temukan dalam
beberapa karya ilmiah, di antaranya sebagai berikut:
1) Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Kahfi Banna, Mahasiswa Jurusan Ilmu
al-Qur’an dan Tafsir, UIN Sunan Kalijaga tahun 2016 dengan judul
Kehidupan Penduduk Neraka di Dalam al-Qur’an. Skripsi yang secara
khusus membahas topik neraka ini menerangkan banyak hal dari seluk
beluk neraka menurut al-Qur’an, berbagai macam siksaan yang terdapat di
dalam neraka, para penghuni neraka di dalamnya. Penulis hanya
menyinggung secara singkat bahwa ada tiga pendapat mengenai keabadian
14
neraka: surga dan neraka kekal selamanya, surga dan neraka akan hancur,
neraka hancur dan tersisa surga dan penghuni neraka semuanya masuk
surga. Penulis skripsi tersebut tidak membahas perihal al-jahannamiyyūn.30
2) Jurnal yang ditulis oleh Iskandar Arnel, Dosen UIN Sultan Syarif Kasim
Riau tahun 2014 dengan judul Azab dalam Eskatologi Ibn ‘Arabi. Iskandar
menjelaskan tentang perspektif Ibn ‘Arabi yang berbeda dengan mayoritas
perihal azab. Dijelaskan bahwa azab ada masa berakhirnya dan akan
berganti dengan rasa nikmat. Beliau menjelaskan bahwa pembebasan dari
siksa tidak hanya berupa dikeluarkannya seorang hamba dari neraka dan
dipindahkan ke surga, akan tetapi hilangnya rasa sakit penduduk neraka
setelah sekian lama disiksa. Akan tetapi dalam jurnal tersebut tidak
dijelaskan mengenai al-jahannamiyyūn melainkan hanya akan ada yang
dikeluarkan karena syafaat Nabi.31
3) Jurnal yang ditulis oleh Deddy Ilyas, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN
Raden Fatah Palembang dengan judul Antara Surga dan Neraka: Menanti
Kehidupan dan Kekal Bermula. Pada jurnal ini, penulis menjelaskan tiga
hal: Kematian, Surga, dan Neraka. Dalam pembahasan mengenai kekekalan
neraka baik siksaannya maupun neraka itu sendiri penulis berkesimpulan
pada ketidak kekalannya semua hal termasuk neraka. Artinya neraka akan
hancur dan penghuninya akan pindah semua ke surga.32
30 Muhammad Kahfi al-Banna, “Kehidupan Penduduk Neraka di Dalam Neraka,” (Skripsi
S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Univeristas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta,
2016) 31 Iskandar Arnel, “Azab dalam Eskatologi Ibn ‘Arabi,” An-Nida, Jurnal Pemikiran Islam,
Vol. 39, No. 1 (Januari-Juni 2014) 32 Deddy Ilyas, “Antara Surga dan Neraka: Menanti Kehidupan nan Kekal Bermula,” JIA,
No. 2 (Desember 2013)
15
Berdasarkan hasil kajian terdahulu yang telah penulis lakukan, maka dapat
diketahui persamaan dan perbedaannya. Adapun persamaan yang terdapat pada
kajian terdahulu dengan kajian yang dilakukan oleh penulis adalah terletak pada
objek kajian, yakni membahas tentang neraka.
Adapun perbedaan yang terdapat di dalam penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah:
1) Kajian pertama, meneliti tentang neraka dari berbagai macam sisi, termasuk
dalam hal ini berkenaan dengan siksa neraka. Akan tetapi, peneliti hanya
memaparkan mengenai berbagai pendapat tentang keabadian alam akhirat.
Sementara skripsi ini memfokuskan pada kajian al-jahannamiyyūn, yaitu
orang-orang yang dibebaskan dari neraka, sehingga dapat diperoleh tentang
konsep keabadian di dalam neraka.
2) Kajian kedua, peneliti memaparkan konsep pemikiran Ibn ‘Arabi tentang
adzab di neraka. Peneliti hanya melakukan kajian tentang cara pandang
pemaknaan Ibn ‘Arabi terhadap kata adzab. Berbeda dengan penulis yang
melakukan kajian untuk memahami golongan yang akan dibebaskan dari
neraka sesuai hadis Nabi tentang al-jahannamiyyūn, dan mencari
kesimpulan tentang keabadian di dalam neraka.
3) Kajian ketiga, sebuah jurnal memaparkan tentang kehidupan akhirat.
Adapun berkenaan dengan konsep kekekalan neraka, penulis memaparkan
argumen yang menyatakan mengenai ketidakkekalan siksa neraka. Akan
tetapi, yang berbeda dengan penelitian penulis dalam skripsi ini adalah
terdapat fokus kajian mengenai kelompok yang akan dibebaskan dari siksa
neraka, sementara dalam kajian terdahulu ketiga tidak dibahas.
16
E. Metode Penelitian
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah
penelitian kepustakaan (library research). Peneliti akan banyak berbicara dan
berdialog dengan buku-buku, arsip-arsip, dokumen-dokumen tua, jurnal,
catatan-catatan, dokumentasi-dokumentasi film fotografi, monografi,
dokumentasi-dokumentasi statistik, diaries, surat-surat, dan lain-lain.33 Hal ini
karena penulis akan melakukan serangkaian usaha penelitian yang berhubungan
dengan data dalam berbagai literatur.
2) Sumber Data
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data kepustakaan,
baik primer maupun sekunder. Data primer yang peneliti gunakan dalam kajian
ilmiah ini adalah kitab hadis induk yang di dalamnya terdapat hadis tentang al-
jahannamiyyūn, beserta kitab syarah-nya untuk dapat memahami hadis tersebut
dari perspektif hadis.
Sementara itu, untuk sumber data sekunder berupa berbagai hal yang bisa
mendukung tema kajian, baik berupa buku, kitab-kitab baik mengenai tafsir ayat
al- Qur’an yang terkait maupun kitab para ulama yang menjelaskan tentang
eskatologi neraka, artikel, maupun sumber yang lainnya.
3) Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwasannya penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti merupakan jenis library research, maka sebagai langkah
awal dalam melakukan penelitian, penulis akan melakukan takhrij hadis
33 Bungaran Antonius Simanjuntak, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2014), h. 8
17
menggunakan metode pencarian kata dan metode awal matan, untuk
menemukan berbagai macam redaksi hadis tentang al-jahannamiyyun.
Setelah itu, penulis akan menghimpun berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh ulama mengenai tema bahasan neraka, dan kekekalan
penghuninya. Pendapat dan keterangan tersebut penulis dapatkan dari berbagai
macam kitab syarah hadis, didukung dengan keterangan mengenai neraka
dalam berbagai buku literatur terkait.
4) Analisa Data
Data yang telah terkumpul kemudian akan dibahas dan dianalisis sehingga
akan memberikan kesimpulan di akhir penelitian yang penulis lakukan. Analisis
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis.
Analisis yang penulis lakukan diawali dengan analisis sanad hadis
menggunakan ‘ilm dirasah al-asānīd, yaitu takhrij hadis.
Penulis akan meneliti pemahaman hadis melalui pendekatan ‘ilm fahm al-
hadīts, untuk memperoleh pemahaman mengenai makna hadis tersebut. Dalam
melakukan proses pemahaman hadis, penulis menggunakan kitab syarah serta
penjelasan para ulama. Penulis akan menghimpun berbagai riwayat dari hadis
Nabi yang menjelaskan orang-orang yang akan menjadi penghuni neraka.
Selain itu, penulis juga akan mengelompokkan ayat-ayat al-Qur’ān yang
menerangkan tentang penghuni neraka, sebagai pembanding riwayat tersebut.
Kemudian sebagai langkah akhir, penulis akan melakukan analisis mendalam
atas setiap hasil temuan dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadis perihal penghuni
neraka tersebut.
18
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan dibagi ke dalam lima bab pembahasan. Adapun lima
bab yang akan menjadi pembagian dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab pertama, menjelaskan secara urut mengenai latar belakang, identifikasi
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, penulis akan menjelaskan definisi neraka secara etimologi dan
terminologi. Selain itu, untuk memperoleh pemahaman dasar mengenai neraka,
penulis juga akan memaparkan mengenai sifat-sifat neraka. Pembahasan pada bab
ini bertujuan untuk menyampaikan informasi-informasi dasar mengenai neraka.
Bab ketiga, penulis akan melakukan kajian takhrij hadis untuk menemukan
berbagai ragam bentuk redaksi hadis yang berhubungan dengan neraka, terutama
berkenaan dengan konsep pembebasan hamba dari dalam neraka. Hal ini akan
diselesaikan dengan melakukan kajian sanad dan penelusuran riwayat para rawi.
Bab keempat, penulis akan memaparkan pandangan para ulama tentang
perbincangan mereka dalam diskusi seputar neraka, penghuni, dan kekalannya.
Akan tetapi, agar pembahasan tetap fokus pada kajian hadis, maka pemaparan pada
bab keempat ini akan dikaitkan dengan pembahasan pada bab sebelumnya, atau
dengan kata lain poin pembahasan pada bab keempat ini akan dikorelasikan dengan
bab sebelumnya. Selanjutnya, penulis akan memaparkan pemahaman hadis para
ulama mengenai makna al-jahannamiyyūn, dengan pendekatan ilmu fahm al-
hadits. Pada bagian ini penulis juga akan menyelesaikan perbedaan nash antara al-
Qur’ān yang pada ayatnya menyebut kekekalan neraka dan penghuninya dengan
hadis yang menyebutkan ada penghuni yang tidak kekal di dalamnya. Sebagai
19
lagkah menyelesaikan pertentangan dalil tersebut, penulis akan menggunakan cara
penyelesaian perbedaan hadis menurut al-Imām al-Syāfi’ī.
Bab kelima, merupakan bab penutup. Pada bab ini penulis akan menyampaikan
kesimpulan atas semua pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan. Bab ini
akan menyimpulkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang telah dirumuskan
dalam perumusan masalah. Selain itu, penulis juga akan menyampaikan saran-saran
terkait hasil penelitian.
20
BAB II
NERAKA DAN KARAKTERISTIKNYA
A. Definisi Neraka
Secara etimologi kata neraka berasal dari kata dalam bahasa arab, al- nār yang
memiliki beberapa makna, di antaranya panas, cahaya (al-nūr), api.1 Sedangkan
secara istilah, al-nār yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tempat yang
digambarkan sangat mengerikan yang disediakan untuk orang-orang yang banyak
berbuat dosa dan kejahatan.2
Muhammad Ali mengatakan bahwa neraka bukanlah semata-mata tempat
penyiksan oleh Allah subhānahu wa ta’ālā, namun sebagai tempat penyembuhan.
Siksaan yang diterima oleh makhluk Allah subhānahu wa ta’ālā adalah dalam
rangka untuk mensucikan diri atas segala kotoran dari hasil perbuatan buruk selama
di dunia. Pada dasarnya kehidupan akhirat adalah kehidupan dengan peningkatan
ruhani bagi manusia. Pada kehidupan ini, manusia mencapai kehidupan ruhani
puncak, sehingga untuk memasuki surga, perlun dilakukan pensucian ruhani.3
B. Neraka dan Sifatnya
Neraka termasuk bagian dari hal ghaib bagi manusia pada umumnya, kecuali
bagi orang-orang yang oleh Allah subhānahu wa ta’alā diberi kemuliaan dengan
kemampuan melihat hal-hal yang bersifat ghaib. Gambaran mengenai neraka dapat
dikenali melalui penjelasan nash yang menerangkan tentang hal tersebut. Dalam hal
1 Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasīt (Mesir: Maktabah al-Syurūq al –
Dauliyyah, 2004) h. 961 2 Agus Mustofa, Ternyata Akhirat Tidak Kekal (Surabaya: Padma Press, 2005) h. 258 3 Febri Prasetya Adi, Menyibak Misteri Kekal Akhirat Tinjauan Ilmu Fisika (Jogjakarta: Total
Media, 2007) h. 114
21
ini, Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan gambaran neraka
serta keadaannya kepada umatnya, melalui beberapa redaksi hadis.
1) Pintu Neraka
Neraka merupakan tempat yang sangat luas dan memiliki beberapa pintu.
Perihal hal ini, Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
penjelasannya dalam hadis berikut:
بة بن عبد الس لمي رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يـقول: عن عتـ
ع ة أ ب و اب ب ا لج نة ل ه ا ث م اني ة أ ب و اب و النار ل ه ا س
Dari ‘Utbah bin ‘Abd al-Sullamī r.a., mendengar Rasūlullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam, bersabda: “Surga memiliki delapan pintu dan neraka memiliki tujuh
pintu”.4
Hadis di atas memberikan pengertian bahwa neraka tidak hanya satu jenis
saja, akan tetapi terdiri atas beberapa macam yang masing-masing memiliki
pintu.
2) Kedalaman Neraka
Neraka, selain merupakan tempat yang sangat luas juga merupakan tempat
yang sangat dalam, sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut:
ي ب الن وسلم فسمعنا وجبة فـقال بي صلى الله عليه عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كنا عند الن
: ه أ ت درون م ا ه : م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ا؟ ق لن ا: الله و ر سوله أ عل م ق ال ذ ا ح ج ر من ج ه نم ذ
بعين خ ري فا ف ال ت ه ى إلى ق عره ان حين ان منذ س
“Dari Abū Hurairah r.a. berkata: Suatu hari kami sedang bersama dengan
Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba kami mendengar bunyi benda
yang jatuh. Kemudian Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
“Apakah kalian tahu suara apakah ini?” Para sahabat menjawab: “Allah
4 Wahīd ‘Abd al-Salām Bālī, Wasf al-Jannah wa al-Nār min Sahīh al-Akhbār (Beirut: Dār
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987) h. 37
22
subhānahu wa ta’ālā dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Nabi sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Ini (suara) adalah batu yang dilemparkan ke dalam
neraka jahannam sejak 70 tahun yang lalu, dan sekarang sampai di dasar neraka
jahannam”.5
Riwayat hadis di atas menjelaskan kepada kita bahwa neraka merupakan
tempat yang sangat dalam, khususnya mengenai neraka jahannam yang terletak
di dasar neraka.
3) Warna Api Neraka
Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gambaran warna api
neraka dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan dari Abū Hurairah r.a. sebagai
berikut:
م أوقد ع ل ى أ لف س ن ة أوقد النار أ لف س ن ة ح تى احم رت ث :ال ق ه ن ع الله ي ض ر ة ر يـ ر ه ي ب أ ن ع
الليل ال مظلم ح ت ى اب ي ضت ثم أوقد ع ل ى أ لف س ن ة ح تى اسو دت ف هي ك
Dari Abū Hurairah r.a. berkata: “Api neraka dinayalakan selama seribu tahun,
sehingga warnanya menjadi merah, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
sehingga warnanya menjadi putih, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
hingga warnanya menjadi hitam seperti hitamnya malam yang gelap”.6
Berdasarkan riwayat di atas, kita dapat mengetahui warna api neraka telah
mengalami perubahan-perubahan selama ribuan tahun, dari berwarna merah
hingga akhirnya menjadi hitam.
4) Panas Api Neraka
Panas api neraka besarnya berkali-kali lipat panas api yang ada di dunia.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut:
5 Wahīd ‘Abd al-Salām Bālī, Wasf al-Jannah wa al-Nār min Sahīh al-Akhbār, h. 39 6 Wahīd ‘Abd al-Salām Bālī, Wasf al-Jannah wa al-Nār min Sahīh al-Akhbār, h. 38
23
د م ذه م ا ي وقد ب ن و أ : "ن اركم ه ال ق م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ي ب الن ن ع ه ن ع الله ي ض ر ة ر يـ ر ه ي ب أ ن ع
بعين جزءا من ن ار ج ه نم ا فض ل ت : "إ ال ق ة ي اف ك ل ت ان ك ن إ الله ا: و و ال " ق جزء و احد من س ن ه
ا بتسع ة و ست ين جزءا كل هن مثل ح ر ه ا ه ع ل ي
Dari Abū Hurairah r.a. dari Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Api yang biasa kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh
bagian panasnya neraka jahannam” Ya Rasūlullah: “Demi Allah, jika memang
demikian, sunggah api dunia sudah cukup panas” Berkata Rasūlullah: “Tetapi
sungguh api neraka jahannam enam puluh sembilan kali lebih panas
dibandingkan api dunia, yang masing-masing bagian sama panasnya dengan
api dunia.7
Berdasarkan riwayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa panas api yang
terdapar di alam dunia hanya titik kecil dari panas api yang terdapat di dalam
neraka.
C. Nama-Nama Neraka dan Penghuninya
al-Qur’ān menyebutkan nama-nama neraka yang telah Allah subhānahu wa
ta’ālā siapkan untuk kehidupan di alam akhirat. Berikut ini adalah nama-nama
neraka sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Qur’ān:
1) Neraka Jahannam
Neraka jahannam merupakan tempat yang disedikan untuk orang-orang
kafir dan musyrik.8
Perihal hal ini telah Allah subhānahu wa ta’ālā sebutkan di dalam Q. S. al-
Bayyinah ayat 6, sebagai berikut:
الدين فيه ا ر الب رية أ إن الذين ك ف روا من أ هل الكت اب و المشركين في ن ار ج ه نم خ هم ﴿ ول
٦﴾
7 Wahīd ‘Abd al-Salām Bālī, Wasf al-Jannah wa al-Nār min Sahīh al-Akhbār, h. 37 8 Hadiyah Salim, Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat
(Bandung: Angkasa, 1995) h. 74-75
24
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka
itu adalah seburuk-buruk makhluk.”
Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang kafir dan musyrik
akan menjadi penduduk yang kekal di dalam neraka.
2) Neraka Hutamah
Allah subhānahu wa ta’ālā telah menyediakan sebuah tempat di alam
akhirat bagi orang-orang yang suka mengumpat, mencela, dan suka menimbun
harta kekayaan disertai menghitung - hitungnya.9 Perihal hal ini telah Allah
subhānahu wa ta’ālā sebutkan di dalam Q. S. al-Humazah ayat 1-9, sebagai
berikut:
ه ﴾١﴿ الذي ج م ع م ال و ع دد ه ﴾٢﴿ و يل لكل هم ز ة لم ز ة ك ل ﴾٣﴿ ي حس ب أ ن م ال ه أ خل د
ب ذ ن في الح ة ل ي ن ة ﴾٤﴿ ط م التي ت طلع ع ل ى ﴾٦﴿ ن ار الله الموق د ة ﴾٥﴿ و م ا أ در اك م ا الحط م
ة ﴾٩﴿ في ع م د مم دد ة ﴾١﴿ إن ه ا ع ل يهم مؤص د ة ﴾٧﴿ال فد
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan
dilemparkan ke dalam Hutamah. Dan tahukah kamu apa Hutamah itu? (yaitu)
api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat
pada tiang-tiang yang panjang.”
Ayat al-Qur’ān di atas menyampaikan salah satu neraka dan penghuninya,
yaitu neraka Hutamah yang akan dihuni oleh orang-orang yang yang memiliki
kesenangan mengumpulkan harta serta menganggap harta tersembut akan
membuatnya kekal.
9 Hadiyah Salim, Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat, h. 76
25
al-Tabarī menjelaskan bahwa orang tersebut selain mengumpulkan harta
juga enggan mengeluarkan sedekah atau infaq dari harta yang
dikumpulkannya.10
3) Neraka Hāwiyah
Orang-orang yang timbangan amalnya kejahatannya lebih berat dari amal
baiknya, maka dia akan menjadi penghuni neraka sebagaimana disebutkan di
dalam Q. S. al-Qāri’ah ayat 8-11 sebagai berikut:
ن ار ح امي ة ﴾٢١﴿ و م ا أ در اك م ا هي ه ﴾٩﴿ ف أم ه ه اوي ة ﴾١﴿ و أ ما م ن خ فت م و ازينه
﴿٢٢﴾
“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat
kembalinya adalah neraka Hāwiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hāwiyah
itu? (Yaitu) api yang sangat panas.”
Ayat di atas mengindikasikan bahwa salah satu penyebab seseorang masuk
ke dalam neraka adalah kurangnya amal baik. Amal keburukan yang
mengungguli amal kebaikan menyebabkan seseorang dimasukkan ke dalam
neraka hawiyah.11
4) Neraka Laza
Neraka ini akan membakar dan mengelupaskan kulit kepala manusia. Para
pembangkang dan orang yang berpaling dari kebenaran akan menjadi penghuni
di dalamnya. Selain itu juga orang pelit yang suka mengumpulkan harta tanpa
pernah merasa puas juga termasuk golongan yang akan menjadi penghuni
10 Ibn Jarīr al-Tabarī, Tafsīr al-Tabarī (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1994) h. 564 11 Isma’īl bin ‘Umar bin Katsīr, Tafsīr all-Qur’ān al-‘Azīm (Riyād: Dār Tayyibah li al-Nasyr
wa al-Tauzī’, 1999) Jilid VIII, h. 468
26
neraka ini.12 Allah subhanahu wa ta’ālā menyebutkan di dalam Q. S. al-Ma’ārij
ayat 15-18, sebagai berikut:
و ت و لى و ج م ع ﴾٢٧﴿ت دعو م ن أ دب ر ﴾٢٦﴿ن زاع ة للشو ى ﴾٢٥﴿ ك ل إن ه ا ل ظ ى
﴾٢١﴿ف أ وع ى
“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,
yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan
yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu
menyimpannya.”
Berdasarkan ayat al-Qur’ān di atas, dapat dipahami bahwa salah satu hal
yang dapat menyebabkan seseorang masuk neraka adalah orang yang keluar
dari agama Islam, yang disebut murtad.
5) Neraka Saqar
Allah subhānahu wa ta’ālā berfirman di dalam Q. S. al-Muddatstsir ayat
27-29, menjelaskan tentang neraka saqar sebagai berikut:
ر ﴾١٧﴿اك م ا س ق ر و م ا أ در ة للب ش ر ﴾١١﴿ل ت بقي و ل ت ذ ﴾١٩﴿ل واح
“Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan
tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.”
Berdasarkan firman Allah subhānahu wa ta’ālā pada ayat di atas, kita dapat
mengetahui dahsyatnya siksaan yang akan diterima oleh penghuni neraka
tersebut, hingga kulit manusia yang ada di dalamnya akan terbakar oleh api
neraka yang menyala.
12 Hadiyah Salim, Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat, h. 77 -
78
27
6) Neraka Sa’īr
Salah satu dosa yang mendapat ancama Allah subhānahu wa ta’ālā adalah
orang-orang yang memakan harta anak yatim.13 Mereka akan menjadi penghuni
neraka sa’īr sebagaimana disebutkan di dalam Q. S. al-Nisā’ ayat 10 sebagai
berikut:
ا ي عيراأكلون في بطونهم ن اإن الذين ي أكلون أ مو ال الي ت ام ى ظلما إنم را و س ي صل ون س
﴿٢١﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
Memakan harta anak yatim merupakan salah satu perbuatan yang tercela.
Hal tersebut dijelaskan dalam ayat di atas yang menegaskan bahwa pelakunya
kelak akan mendapatkan ancaman dimasukkan ke dalam neraka.
7) Neraka Jahīm
Sebagian ulama menyamakan antara neraka jahīm dengan neraka jahannam.
Namun demikian, tetap ada yang membedakan di antara keduanya.14 Perihal
keberadaan neraka jahīm sebagai salah satu tempat pembalasan amal di akhirat
nanti disebutkan di dalam Q. S. al-Nāzi’āt ayat 37-39 sebagai berikut:
أو ى ﴾٣١﴿و آث ر الح ي اة الد ن ي ا ﴾٣٧﴿ن ط غ ى ف أ ما م ﴾٣٩﴿ ف إن الج حيم هي الم
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan
dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya).”
al-Tabarī mengatakan bahwa kelompok orang ini memiliki karakter lebih
mengutamakan kehidupan dunia. Mereka mengabaikan kemuliaan kehidupan
13 Hadiyah Salim, Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat, h. 79 14 Hadiyah Salim, Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat, h. 81
28
akhirat yang telah dijanjikan oleh Allah subhānahu wa ta’ālā. Lebih lanjut
beliau menjelaskan bahwa golongan ini melalukan suatu perbuatan hanya untuk
dunia.15
15 Isma’īl bin ‘Umar bin Katsīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm, Jilid VII, h. 457
29
BAB III
ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS
A. Keragaman Matan Hadis
Takhrij merupakan ilmu penting yang berkenaan dengan kajian sunnah Nabi
(hadis).1 Takhrij secara tinjauan asal kata berarti mengumpulkan dua hal yang
bertolak belakang dalam satu wadah.2 Para ahli hadis menjelaskan bahwa takhrij
memiliki beberapa makna secara istilah. Sebagian mengartikan takhrij dengan
menyebutkan perawi yang mengeluarkan suatu hadis dengan jalur periwayatannya
sendiri. Takhrij juga dikatakan sebagai proses identifikasi periwayatan dan kitab
yang menghimpunnya. Adapun definisi yang lebih masyhur di kalangan para ahli
hadis mengenai takhrij adalah proses menunjukkan keberadaan sumber asli atau
asal hadis yang dikeluarkan dengan jalur sanadnya, disertai dengan penjelasan
tentang derajat hadis tersebut.3 Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis akan
melakukan takhrij hadis sesuai definisi yang masyhur sebagaimana tersebut di atas.
Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam melakukan takhrij hadis,
yaitu:
1. Takhrij berdasarkan nama rawi pada tingkatan sahabat
2. Takhrij hadis dengan melihat kondisi matan dan sanad
3. Takhrij hadis dengan awal kata dalam matan hadis
4. Takhrij hadis berdasarkan tema hadis, dan
1 Hātim bin ‘Ārif al-Syarīf, al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd (Multaqa Ahl al-Hadīts, t.t.), h.
4 2 Mahmūd al-Tahhān, Usūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd (Beirut: Dār al-Qur’ān al-
Karīm, 1979), h. 9 3 Mahmūd al-Tahhān, Usūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd, h. 10 - 12
30
5. Takhrij hadis menggunakan kata yang terdapat dalam matan hadis serta
turunan kata tersebut.4
1) Hadis-Hadis tentang Al-Jahannamiyyūn
Penulis memilih untuk menggunakan metode pencairan hadis dengan awal
matan dan penelusuran kata dalam hadis, agar hasil yang didapatkan juga lebih
menyeluruh, sehingga hal yang ingin dicapai dalam takhrij ini, yaitu menemukan
keragaman redaksi hadis berkenaan dengan al-jahannamiyyūn dapat tercapai.
Kitab yang penulis gunakan untuk melakukan takhrij hadis metode awal matan
adalah Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf5 karangan Abū Hājir
Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Za’lūl.6 Setelah dilakukan penelusuran oleh
penulis mengenai hadis al-jahannamiyyūn pada kitab tersebut, ditemukan ada
beberapa hasil yang penulis temukan dalam takhrij hadis ini, sebagai berikut:
1) Kitab Misykāh al-Masābīh dengan Nomor Hadis 5585:
بش ف اع ة مح مد من النار أ ق و ام ج ي خر
“Kelak akan ada sekolompok manusia yang keluar dari neraka sebab syafaat
Nabi Muhammad ”
2) Kitab Sahīh Muslim, dalam Kitab al-Imān: 325:
ه إل الله إل من النار م ن ق ال ل ي خرج
“Orang-orang yang pernah mengucapkan kalimat Lā Ilāha Illa Allāh, kelak
akan keluar dari neraka. ”
Setelah melakukan penelusuran ke kitab asli berdasarkan data yang didapatkan
dalam kitab mausū’ah di atas, penulis memperoleh data teks hadis lengkap
4 Mahmūd al-Tahhān, Usūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd, h. 35 5 Penulis memilih kitab ini karena lebih memudahkan dalam melakukan proses takhrij hadis. 6 Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Zaghlūl, Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.) Jilid XI, h. 297
31
sebagaimana informasi yang terdapat pada kitab tersebut. Berikut ini adalah redaksi
lengkap dari setiap hadis yang penulis dapatkan dari hasil penelusuran
menggunakan metode awal matan pada sumber aslinya.
a. Bunyi Hadis dalam Kitab Misykāh al-Masābīh
Hadis yang terdapat di dalam kitab Misykāh al-Masābīh, berbunyi sebagai
berikut:
من النار ام و ق ي خرج أ : م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ل و س ر ال : ق ال , ق ن ي ص ح ن ب ان ر م ع ن ع و
ن م ي ت م أ ن م م و ق ج ر خ ي : ة اي و ر ي ف . و ن و ي م ن ه ج ال ن و م س ي و ة ن ج ال ن و ل خ د ي ف د م ح م ة اع ف ش ب
7ن و ي م ن ه ج ال ن و م س ي ،ي ت اع ف ش ب ار الن
“dari ‘Imrān bin Husain, berkata: Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘akan keluar suatu kaum dari neraka berkat syafaat Muhammad,
kemudian mereka akan masuk ke dalam surga, dan dinamakan al-
jahannamiyyūn. Pada riawayat yang lain, dikatakan ‘akan keluar suatu kaum
dari golongan umatku dari nerak, sebab syafaatku, mereka dinamakan al-
jahannamiyyūn”.
al-Tabrizī menyebutkan di akhir hadis di atas yang ditulis dalam Misykāh
al-Masābīh, bahwa dia menukil hadis tersebut dari Sahīh al-Bukhārī. Setelah
penulis melakukan penelusuran pada Sahīh al-Bukhārī ditemukan rangkaian
jalur sanad lengkap hadis di atas sebagai berikut:
7 Walī Al-Dīn Abū ‘Abdillāh Muhammad bin ‘Abdillāh al-Khatīb al-Tabrizī, Misykāh al-
Masābīh (Libanon: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2010) Jilid II, h. 324
32
ثـن ثـنا يحيى ،مسدد ا حد ،ن ي ص ح ن ب ان ر م ع ان ث د ح ، جاء أبـو ر ان ثـ د ح ،ان و ك ذ ن ب ن س ح ال ن ، ع حد
ن و ل خ د ي ف د م ح م ة اع ف ش من النار ب 8ام و ق ي خرج أ : م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ل و س ر ال : ق ال ق
9ن و ي م ن ه ج ال ن و م س ي و ة ن ج ال
“Musaddad telah menceritakan kepada kami, Yahyā telah menceritakan kepada
kami, dari al-Hasan bin Dzakwān, Abū Rajā’ telah menceritakan kepada kami,
‘Imrān bin Husain berkata: Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘akan keluar suatu kaum dari neraka berkat syafaat Muhammad, kemudian
mereka akan masuk ke dalam surga, dan dinamakan al-jahannamiyyūn.”
b. Bunyi Hadis dalam Kitab Sahīh Muslim10
Hadis yang terdapat di dalam kitab Sahīh Muslim dalam Kitāb al-Imān,
berbunyi sebagai berikut:
ام ش ه و ة ب و ر ع ي ب أ ن ب ن د ي ع نا س ث د ح ع ي ر ز ن ب د ي ز ا ي ن ثـ د ح ر ي ر الض ن ال ه نـ م ن ب ن د م ح ا م ن ثـ د ح و
ن ثني أبـو غسان المسمعي و محمد وحد ح ك ال م ن اب ن س ن أ ن ع ة اد ت قـ ن ع ي ائ و تـ س الد ب اح ص
ثني أبي عن قـت ام ش ه ن اب و ه و اذ ع ا م ن ثـ د : ح اال ، ق بن المثـنى ثـنا أنس ، قال: حد بن ن ادة حد
إل :ال ق مالك أن النبي صلى الله عليه وسلم ير م ا ي زين ه إل الله و ك ان في ل ق لبه من الخ
ر ة عي إل ٬ : ل ير م ا ي زين ب رة ه إل الله ثم ي خرج من النار م ن ق ال لبه من الخ ثم ٬و ك ان في ق
إل : ل ير م ا ي زين ذ رة الله ه إل ي خرج من النار م ن ق ال لبه من الخ 11و ك ان في ق
8 Penulis mendapatkan, di dalam kitab Sahīh al-Bukhārī hanya ditulis menggunakan redaksi
kata قوم dan tidak ditemukan kata أقوام (al-Imām al-Bukhārī tidak mengguanak kata tersebut).
9 al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī, Jilid IV, h. 332 10 Lafal hadis yang terdapat dalam kitab Sahīh Muslim, tidak ada yang secara tekstual
menyebut al-Jahannamiyyūn, akan tetapi karena penulis memandang bahwa sebutan al-
Jahannamiyyūn berlaku bagi semua orang yang keluar dari neraka, sehingga penulis mengumpulkan
semua data hadis yang menjelaskan tentang sebab dikeluarkannya hamba dari neraka, sebagaimana
yang terdapat di dalam hadis ini. 11 Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim (Kairo: Dār al-Hadīts, 2010 ) Jilid I, h.
192
33
“dari Muhammad bin Minhāl al-Darīr, dari Yazīd bin Zurai’, dari Sa’īd bin Abī
‘Arūbah dan Hisyām al-Dastuwā’ī, dari Qatādah dari Anas bin Malik tahwil
dari Abū Ghassān al-Musma’ī dan Muhammad bin al-Mutsannā: mereka berdua
berkata: dari Mu’ādz (putra Hisyām), dari ayahnya, dari Qatādah, dari Anas bin
Mālik berkata: Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘nanti orang
yang pernah mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah dan di hatinya ada sebutir
kebaikan akan keluar dari neraka, kemudian keluar dari neraka orang yang
memiliki kebaikan sebutir gandum, kemudian kemudian keluar dari neraka
orang yang memiliki kebaikan sekecil atom”.
Adapun untuk metode pencarian kata, penulis menggunakan kitab Mu’jam
al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī karangan A. J. Wensink12. Redaksi
hadis yang akan penulis takhrij adalah sebagai berikut:
يهم أ هل ال فع ف ي دخلون الج نة ف يس م نة الج ه نمي ون ج ي خرج ق وم من النار ب عد م ا م سهم س
“nanti akan ada segolongan orang yang keluar dari neraka setelah mereka
dibakar kemudian masuk surga dan para penduduk surga menyebutnya dengan
al-Jahannamiyyūn”.
Kata yang penulis gunakan sebagai bahan penelusuran hadis adalah sebagai
berikut:
ى(م )س ن ي م س ي -(ل خ )د ل خ د ي -)س ف ع (ع ف س -س م - (ج ر )خ ج ر خ ي
Berikut ini adalah hasil takhrij yang dilakukan oleh penulis menggunakan
metode pencarian kata:
Kata Hasil Temuan
ار الن ن م م و ق ج ر خ ي 15اب الرقاق كت البخاري 51, 9جهنم الترمذي
12 Wensinck adalah seorang orientalis berkebangsaan Belanda, yang melakukan kajian
mendalam atas agama Islam, salah satunya dalam bidang hadis.
34
Penulis hanya menemukan hasil takhrij hadis dengan menggunakan metode
pencarian kata, dengan kata kunci kharaja, adapun selain kata tersebut tidak
dapat penulis temukan dalam kitab Mu’jam Al-Mufahras.13
a. Bunyi Hadis dalam Kitab Sahīh al-Bukhārī
Hadis mengenai al-jahannamiyyūn yang terdapat dalam Sahīh al-Bukhārī
terdapat dalam Kitāb al-Raqāq dengan nomor hadis 6559, sebagai berikut:
ى الله ل ص ي ب الن ن ، ع ك ال م ن ب ن س ن ا أ ن ثـ د ، ح ة اد ت قـ ن ، ع ام م ا ه ن ثـ د ، ح د ال خ ن ب ن ة ب د ا ه ن ثـ د ح
فع ف ي دخلون الج ن : " ال ق م ل س و ه ي ل ع يهم أ هل ي خرج ق وم من النار ب عد م ا م سهم س ة ف يس م
" الج ه نمي ون :الج نة
“diriwayatkan Hudbah bin Khālid, dari Hamām, dari Qatādah, dari Anas bin
Mālik, dari Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam, berkata: “nanti aka ada orang
yang keluar dari neraka, setelah mereka dibakar di dalamnya, kemudiam
mereka masuk ke dalam surga, lalu para penduduk surga menyebutnya dengan
al-jahannamiyyūn.”14
b. Bunyi Hadis dalam Kitab Sunan Al-Tirmīdzī
Hadis tentang al-jahannamiyyūn yang terdapat dalam Sunan al-Tirmīdzī
ditemukan dalam dua bab15, yaitu pertama dalam Kitāb Sifah Jahannam bab ke-
9 tentang akan dikeluarkannya ahli tauhid dari dalam neraka, dengan nomor
hadis 2593, sebagai berikut:
13 A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī (Leiden: Maktab Barbil,
1946), Jilid II, h. 19 14 al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī Kitāb al-Raqāq Bāb Sifah al-Jannah
wa al-Nār, Jilid IV, h. 330 15 Hadis tentang al-Jahannamiyyūn pada dalam kitab Sunan al-Tirmidzī di sini adalah hadis
yang berkenaan dengan orang-orang yang dikeluarkan dari neraka, meskipun tidak secara langsung
menyebutkan dengan redaksi al-Jahannamiyyūn. Letak persinggungannya terdapat pada persamaan
kabar tentang sebab dikeluarkannya penghuni neraka.
35
ثـنا محمود ثـنا شعبة وهشام عن قـتادة عن أ ن حد ثـنا أبـو داود حد بن مالك ن نس بن غيلن حد
أ خرجوا من النار م ن ق ال بة: وقال شع ي خرج من النار :أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
إل ر ة ل عي ير م ا ي زين لبه من الخ إل أ خرجوا ˛ه إل الله و ك ان في ق : ل إل ه من النار م ن ق ال
لبه من ال ير م ا ي زين ب رة الله و ك ان في ق إل من النار م ن ق أ خرجوا ˛خ : ل ه إل الله و ك ان في ال
ير م ا ي زين ذ رة لبه من الخ 16 ق
“diriwayatkan dari Mahmūd bin Ghailān, dari Abū Dāwud, dari Syu’bah dan
Hisyām, dari Qatādah, dari Anas bin Mālik: sesungguhnya Rasulullāh sallallhu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘nanti orang yang pernah mengucapkan kalimat lā
ilāha illa Allah dan di hatinya ada sebutir kebaikan17 akan keluar dari neraka
(atau keluarkanlah berdasarkan riwayat dari Syu’bah), kemudian (ada perintah)
keluarkan orang yang memiliki kebaikan sebutir gandum, kemudian (ada
perintah) keluarkan oleh orang yang memiliki kebaikan sekecil atom18’”.
Kedua terdapat Sunan al-Tirmīdzī ditemukan dalam dalam Kitāb Sifah
Jahannam bab ke-10 dengan nomor hadis 2598 dan 2600, dengan redaksi
lengkap sebagai berikut:
ثـنا سلمة ٨٩٥٢ ثـنا عبد الرزاق ،بن شبيب ن حد عن ،بن أسلم ن عن زيد ،أخبـرنا معمر ،حد
يخر ج من وسلم قال: ه ي ل ع أن رسول الله صلى الله ،الخدري ن عن أبي سعيد ،ء بن يسار عطا
ان يم إن الله ل ي ظلم ك فـليـقرأ قال أبـو سعيد فمن ش النار م ن ك ان في ق لبه مث ق ال ذ رة من ال
ديث مث ق ال ذ رة ق ال ه ا ح 19ح س ن ص حيح ذ
“diriwayatkan dari Salamah bin Syubaib, dari ‘Abd al-Razzāq, dari Ma’mar,
dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atā’ bin Yasār, dari Abī Sa’īd al-Khudrī:
16 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī Kitāb Sifah Jahannam Bāb Mā
Jā’a Anna li al-Nār Nafsain wa Mā Dzukira Man Yakhruju min al-Nār min Ahl al-Tauhīd (Kairo:
Dār al-Hadīts, 2010) Jilid IV, h. 422 17 Makna al-Khair dalam Tuhfah al-Ahwadzī dijelaskan oleh pengarangnya dengan al-Īmān. 18 al-Imām al-Mubārakfūrī mengartikan dzurrah dengan al-Habā’, yaitu debu. Kata debu
menunjukkan kepada hal sangat kecil dan ringan. Salah satu cara untuk menggambarkan bagaimana
ukuran dzurrah adalah dengan meletakkan debu di tangan, kemudian meniupnya. Debu yang
beterbangan saat ditiup merupakan wujud atau gambaran ukuran dzurrah. 19 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī, Jilid IV, h. 424
36
sesungguhnya Rasulullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘kelak orang
yang di dalam hatinya memiliki sebutir keimanan akan dikeluarkan dari
dalam neraka. Abu Sa’īd berkata: maka ketika seseorang memiliki keraguan,
maka bacalah (ayat yang artinya): sesungguhnya Allah tidak akan melakukan
sebuah kezaliman sekecil apapun20”
ثـنا مح ح ٨٠٢٢ ، عن أبي ان و ك ذ ن ب ن س ح ل ا ان ثـ د ، ح بن بشار ، حدثـنا يحيى بن سعيد ن مد د
ل يخرج ن ق وم لم قال: ، عن النبي صلى الله عليه وس ن ي ص ح ن ب ان ر م ع ن ، ع العطاردي ن ء رجا
21ن النار بش ف اع تي يس م ون الج ه نمي ون من أمتي م
“diriwayatkan dari Muhammad bin Basyār, dari Yahyā bin Sa’īd, dari al-Hasan
bin Dzakwān, dari Abī Rajā’ al-‘Attāridī, dari ‘Imrān bin Husain, dari Nabi
Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh nanti akan keluar
sekelompok umatku dari neraka sebab syafaatku, kemudian mereka dinamakan
dengan al-jahannamiyyūn”.
2) Hadis-Hadis tentang Sifat Neraka
a. Takhrij Hadis tentang Pintu Neraka
Hadis tentang pintu neraka berbunyi:
بة بن ع ليه وسلم يـقول:بد الس لمي رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله ع عن عتـ
ع ة أ ب و اب ب ا لج نة ل ه ا ث م اني ة أ ب و اب و النار ل ه ا س
Dari ‘Utbah bin ‘Abd al-Sullamī r.a., mendengar Rasūlullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam, bersabda: “Surga memiliki delapan pintu dan neraka memiliki tujuh
pintu”.
Hadis di atas penulis takhrij dengan menggunakan metode awal matan22 dan
menggunakan kata yang tedapat dalam hadis23 tersebut, dengan hasil sebagai
berikut:
20 Ayat tersebut merupakan potongan dari Q. S. al-Nisā ayat 4 21 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī, Jilid IV, h. 421 22 Kitab yang digunakan adalah Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf 23 Kitab yang digunakan adalah Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī
37
No Nama Kitab Hasil
1 Mausū’ah al-Aṭraf24 ٥٤٩: ٧سعد
2 Mu’jam al-Mufahras25
بدء ٩ ،٤26صوم ٥٨٥أذان خأبواب الجنة: رقاق ٩فضائل أصحاب النبي ٤٧أنبياء ٥الخلق
٤٥٢ ،٨٥٥ ،٤٠إيمان م ٨٤توحيد ٩٥
Redaksi lengkap hadis tentang pintu neraka berdasarkan data yang penulis
dapatkan adalah sebagai berikut:
بة بن ع قال الوليد بن مسلم عن صفوان بن عمر و السكسكي عن أبي المثـنى الملوكي ن عتـ
ا لج نة ل ه ا ث م اني ة قول:يـ عبد الس لمي رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم
ع ة أ ب و اب ب 27أ ب و اب و النار ل ه ا س
“al-Walīd bin Muslim berkata, dari Safwān bin ‘Amr al-Zaksakiyyī, dari Abī
al-Mutsannā al-Amlūkī, dari ‘Utbah bin ‘Abd al-Sullamī r.a., mendengar
Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Surga memiliki delapan
pintu dan neraka memiliki tujuh pintu”.
b. Takhrij Hadis tentang Kedalaman Neraka
Hadis tentang kedalaman neraka berbunyi:
ي ب الن يه وسلم فسمعنا وجبة فـقال له عل عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كنا عند النبي صلى ال
: ه أ ت درون م ا ه : م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ا؟ ق لن ا: الله و ر سوله أ عل م ق ال ر من ج ه نم منذ ذ ا ح ج ذ
بعين خ ري فا ف ال ره ان حين ان ت ه ى إلى ق ع س
24 Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Zaghlūl, Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.) Jilid IV, h. 514 25 A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī (Leiden: Maktab Barbil,
1946), Jilid I, h. 377 26 Hadis tentang pintu dalam bab Saum hanya menjelaskan tentang pintu yang khusus akan
dilewati oleh orang yang ahli puasa dan tidak membicarakan sama sekali tentang pintu neraka. 27 Muhammad bin Sa’d bin Munī’ al-Zuhrī, Kitāb Tabaqāt al-Kubrā (Kairo: Maktabah al-
Khanjī, 2001), Jilid IX, h. 433
38
“Dari Abū Hurairah r.a. berkata: Suatu hari kami sedang bersama dengan
Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba kami mendengar bunyi benda
yang jatuh. Kemudian Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
“Apakah kalian tahu suara apakah ini?” Para sahabat menjawab: “Allah
subhānahu wa ta’ālā dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Nabi sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Ini (suara) adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka
jahannam sejak 70 tahun yang lalu, dan sekarang sampai di dasar neraka
jahannam”.
Hadis di atas penulis takhrij dengan menggunakan metode awal matan28 dan
menggunakan kata yang tedapat dalam hadis29 tersebut, dengan hasil sebagai
berikut:
No Nama Kitab Hasil
1 Mausū’ah al-Aṭraf30 ١٧٥: ٨حم
2 Mu’jam al-Mufahras31 جنة م ٨جهنم ت جاء في صفة قعر جهنم باب ما
١٧٥ ،٨حم ١٥
Redaksi lengkap hadis tentang kedalaman neraka berdasarkan data yang
penulis dapatkan adalah sebagai berikut:
ثـنا يزيد بن كي فة حد ثـنا خلف بن خليـ ثـنا يحيى بن أيـ وب حد عن أبي زم ا ان عن أبي حس حد
: ا ؟ درون م ا ه ت هريـرة قال: كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ سمع وجبة فـقال النبي ذ
بعين خ ري فا ف هو ي هوي في ي النار منذ س ذ ا ح ج ر رمي به ف ه قال: قـلنا الله ورسوله أعلم قال:
32ن ح تى ان ت ه ى إل ى ق عره االنار ال
“Yahya bin Ayyūb telah menceritakan kepadaku, Khalaf bin Khalīfah telah
menceritakan kepadaku, Yazīd bin Kaisān telah menceritakan kepadaku, dari
Abī Hāzm, dari Abī Hurairah, berkata: saat sedang bersama Rasūlullāh
sallallāhu ‘alaihi wa sallam, kami mendengar suara bunyi benda jatuh yang
28 Kitab yang digunakan adalah Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf 29 Kitab yang digunakan adalah Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī 30 Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Zaghlūl, Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.) Jilid I, h. 27 31 A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī (Leiden: Maktab Barbil,
1946), Jilid V, h. 443 - 444 32 Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim, Jilid IV, h. 440
39
sangat keras, nabi bertanya: Kalian tahu suara apa itu ? Abu Hurairah berkata:
Kami para sahabat berkata: Allah dan Rasulnya lebih mengetahui, Nabi
kemudian menjelaskan: Ini (suara batu) adalah batu yang dilempar di
dalam neraka sejak 70 tahun. Sekarang, batu itu jatuh di dalam neraka
dan belum sampai di dasar neraka.
ثـنا حس ثـنا عبد بن حميد حد يل بن عياض عن هشام عن عن ف ض ن بن علي ى الجعفي ي حد
بـر البصرة عن النبي صلى ا برنا هذا منـ بة بن غزوان : على منـ لله عليه وسلم الحسن قال: قال عتـ
قال: ي ض ف ا ت م ا و ام ع ن ي ع ب ا س ه ي ي ف و ه ت ف م ن ه ج ر ي ف ن ى م ق ل ت ل ة م ي ظ ع ال ة ر خ الص ن إ
عيد و إن قال: وكان عمر يـقول: أكثروا ذكر النار فإن حرها شديد و إن قـعرها ب اه ار ر ى ق ل إ
33مقامعها حديد
“’Abd bin Humaid telah menceritakan kepada kami, Husain bin ‘Alī al-Ja’farī
telah menceritakan kepada kami, dari Fudail bin ‘Iyād, dari Hisyām dari al-
Hasan, berkata: ‘Utbah bin Ghazwān berkata (di atas minbar), dari Nabi
Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam: sesungguhnya batu besar dilempar
dari tepi neraka jahannam, sehingga jatuh selama 70 tahun, dan (hal
tersebut) tidak (membuat batu) sampai ke dasar neraka jahannam. ‘Umar
berkata: perbanyaklah mengingat neraka, sebab apinya sangat panas, dan
jurangnya sangat dalam, dan cambuknya terbuat dari besi.”
c. Takhrij Hadis tentang Warna Api Neraka
Hadis tentang warna apa neraka berbunyi:
تى احم رت ث :ال ق ه ن ع الله ي ض ر ة ر يـ ر ه ي ب أ ن ع م أوقد ع ل ى أ لف س ن ة أوقد النار أ لف س ن ة ح
الليل ال مظلم ح تى اب ي ضت ثم أوقد ع ل ى أ لف س ن ة ح تى اسو دت ف هي ك
"Dari Abū Hurairah r.a. berkata: ‘Api neraka dinayalakan selama seribu tahun,
sehingga warnanya menjadi merah, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
sehingga warnanya menjadi putih, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
hingga warnanya menjadi hitam seperti hitamnya malam yang gelap’.”
33 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī Kitāb Sifah Jahannam Bāb Mā
Jā’a fī Sifah Qa’ri Jahannam (Kairo: Syirkah al-Quds, 2009) Jilid V, h. 561
40
Hadis di atas penulis takhrij dengan menggunakan metode awal matan34 dan
menggunakan kata yang tedapat dalam hadis35 tersebut, dengan hasil sebagai
berikut:
No Nama Kitab Hasil
1 Mausū’ah al-Aṭraf36
٨٩٥٥ت أوقد على النار ألف سنة حتى احمرت: ه قدت على النار ألف سنة حتى احمرت: أو
٤١٨٢ 2 Mu’jam al-Mufahras37 ١٢زهد جه ،٢جهنم ت
Redaksi lengkap hadis tentang warna api neraka berdasarkan data yang
penulis dapatkan adalah sebagai berikut:
ثـنا عباس الد وري البـغدادي حدثـنا ي ثـن حد ا شريك عن عاصم هو ابن حيى بن أبي بكير حد
وقد ع ل ى النار أ لف أ بـهدلة عن أبي صالح عن أبي هريـرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
ه ا أ لف س ن ة ح تى ه ا أ لف س ن ة ح تى اب ي ضت ثم أوقد ع س ن ة ح تى احم رت ثم أوقد ع ل ي ل ي
ود اء مظلم ة 38اسو دت ف هي س
“’Abbās al-Dūrī al-Baghdādī telah menceritakan kepadaku, Yahya bin Abī
Bukair telah menceritakan kepadaku, Syarīk telah menceritakan kepadaku, dari
‘Āsim (ibn Bahdalah), dari Abī Sālih, dari Abū Hurairah, dari Nabi Muhammad
sallallāhu ‘alaihi wa salamm: ‘Api neraka dinayalakan selama seribu tahun
sehingga warnanya menjadi merah, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
sehingga warnanya menjadi putih, kemudian dinyalakan selama seribu tahun
hingga warnanya menjadi hitam seperti hitamnya malam yang gelap’.”
34 Kitab yang digunakan adalah Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf 35 Kitab yang digunakan adalah Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī 36 Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Zaghlūl, Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.) Jilid IV, h. 40 37 A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī (Leiden: Maktab Barbil,
1946), Jilid VII, h. 784 38 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī Kitāb Sifah Jahannam Bāb Mā
Jā’a fī Sifah Qa’ri Jahannam (Kairo: Syirkah al-Quds, 2009) Jilid V, h. 576
41
d. Takhrij Hadis tentang Panas Api Neraka
Hadis tentang warna panas api neraka berbunyi:
د م ذه م ا ي وقد ب ن و أ : "ن اركم ه ال ق م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ي ب الن ن ع ه ن ع الله ي ض ر ة ر يـ ر ه ي ب أ ن ع
بعين جزءا من ن ار ج ه نم ا فض ل ت ال ق ة ي اف ك ل ت ان ك ن إ الله ا: و و ال " ق جزء و احد من س : "إن ه
ا بتسع ة و ست ي ه ن جزءا كل هن مثل ح ر ه اع ل ي
Dari Abū Hurairah r.a. dari Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Api yang biasa kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian
panasnya neraka jahannam” Ya Rasūlullah: “Demi Allah, jika memang
demikian, sunggah api dunia sudah cukup panas” Berkata Rasūlullah: “Tetapi
sungguh api neraka jahannam enam puluh sembilan kali lebih panas
dibandingkan api dunia, yang masing-masing bagian sama panasnya dengan api
dunia.
Hadis di atas penulis takhrij dengan menggunakan metode awal matan39 dan
menggunakan kata yang tedapat dalam hadis40 tersebut, dengan hasil sebagai
berikut:
No Nama Kitab Hasil
1 Mausū’ah al-Aṭraf41 ٨٩٥٢ت ،٨٥٢٤م ،٥٤٧: ٤خ 2 Mu’jam al-Mufahras42 ٤٠٧ ،٨٥١ ،٨ حم ،٥جهنم ط ،٧جهنم ت
Redaksi lengkap hadis tentang panas api neraka berdasarkan data yang
penulis dapatkan adalah sebagai berikut:
39 Kitab yang digunakan adalah Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf 40 Kitab yang digunakan adalah Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī 41 Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī Zaghlūl, Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-Syarīf
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.) Jilid X, h. 5 42 A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī (Leiden: Maktab Barbil,
1946), Jilid VII, h. 784
42
ثـنا المغيـرة )يـعني ابن عبد الرحم بة بن سعيد حد ثـنا قـتـيـ ج الحزامي عن أبي الز ناد عن العر ن حد
ه التي ي وقد ابن آد م جزء من ذ ن اركم ه عن أبي هريـرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
بعين جزءا من ح ر ج ه نم ا فض ل ت ف ال: قالوا: والله ! إن كانت لكافية يا رسول الله ! ق س إن ه
ا مثل ح ر ه ا ا بتسع ة و ست ين جزءا كل ه ه 43ع ل ي
“Qutaibah bin Sa’īd menyampaikan kepada kami, al-Mughīrah (Ibn ‘Abd al-
Raḥmān al-Ḥizāmī) menyampaikan kepada kami, dari Abū al-Zīnād, dari al-
A’raj, dari Abū Hurairah, bahwasannya Nabi berkata: Api yang dinyalakan
oleh anak cucu adam ini adalah satu bagian dari 70 bagian panas api
neraka. Mereka berkata: Demi Allah: kalau memang demikian adanya, sunggh
itu sudah cukup (panas) wahai Rasulallah. Nabi berkata: Sungguh, api neraka
itu 69 kali lebih panas dari api dunia.
ثـنا سويد أخبـرنا عبد الله أخبـرنا معمر عن همام بن منـب ه عن أبي هريـرة عن النبي صلى الله حد
بعين ج ذه التي ت وقدون ن اركم ه : عليه وسلم قال قالوا: زءا من ح ر ج ه نم جزء و احد من س
ا فض ل ت ع ل ي ه ا بتسع ة و ست يا رسول الله ! قال: 44والله ! إن كانت لكافية ين جزءا كل هن ف إن ه
45مثل ح ر ه ا
“Suwaid telah menceritakan kepadaku, “Abdullāh telah mengakabarkan
kepadaku, Ma’mar telah mengabarkan kepadaku, dari Hammām bin Munabbih,
dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
berkata: Api yang dinyalakan oleh anak cucu adam ini adalah satu bagian
dari 70 bagian panas api neraka. Mereka berkata: Demi Allah: kalau memang
demikian adanya, sunggh itu sudah cukup (panas) wahai Rasulallah. Nabi
berkata: Sungguh, api neraka itu 69 kali lebih panas dari api dunia.
43 Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim, Jilid IV, h. 440 44 Maksud perkataan dari para sahabat ini adalah, bahwa satu bagian kadar panas api yang
ada di dunia sudah sangat cukup untuk membakar para pelaku dosa. 45 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī Kitāb Sifah Jahannam Bāb Mā
Jā’a fī Sifah Qa’ri Jahannam (Kairo: Syirkah al-Quds, 2009) Jilid V, h. 575
43
ثـنا العباس الد وري حد بان عن ف حد ثـنا شيـ راس عن عطية عن أبي ثـنا عبـيد الله بن موسى حد
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال بعين جزءا من ن ار ج ه نم لكل ذه جزء من س ن اركم ه : سعيد
ه ا ح ر 46ه اجزء من
“al-‘Abbās al-Dūrī telah menceritakan kepadaku, ‘Ubaidullāh bin Mūsā telah
menceritakan kepadaku, Syaibān telah menceritakan kepadaku, dari Firās, dari
‘Atiyyah, dari Abū Sa’īd, dari Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau berkata: Api yang dinyalakan oleh anak cucu adam ini adalah satu
bagian dari 70 bagian panas api neraka. Mereka berkata: Demi Allah: kalau
memang demikian adanya, sunggh itu sudah cukup (panas) wahai Rasulallah.
Nabi berkata: Sungguh, api neraka itu 69 kali lebih panas dari api dunia.
3) Hadis-Hadis tentang Syafaat
Hadis tentang syafaat yang akan penulis takhrij di sini adalah hadis tentang
syafaat Nabi Muhammad untuk pamannya, Abū Tālib, yang berbunyi:
فإنه قال: يا رسول الله هل نـ عن العباس بن عبد المطل ب رضي الله عنه أنه فعت أبا طالب بشي
أ ن ا ل ك ان في الدرك و ل و ل ˛اح من النار ن ع م هو في ض حض كان يحوطك و يـغضب لك ؟ قال:
ال سف ل من النار
“dari al-‘Abbās bin ‘Abd al-Mutallib, berkata: “Wahai Rasulallāh, apa Abū Tālib
akan memperoleh manfaat dari perbuatannya (di dunia), sebab dia menjagamu dan
marah karenamu ?”, Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya, dia
(Abū Tālib) berada pada suatu air di neraka, jika bukan karena (syafaat)ku, pasti
dia berada pada dasar neraka paling bawah”.
Hasil takhrij atas hadis di atas sebagai terdapat di dalam tabel di bawah ini
Kata Hasil Temuan
٥٥٩أدب خ صحيح البخاري نفع١٩٧إيمان م صحيح مسلم
46 al-Tirmīzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīzī Kitāb Sifah Jahannam Bāb Mā
Jā’a fī Sifah Qa’ri Jahannam (Kairo: Syirkah al-Quds, 2009) Jilid V, h. 576
44
غضب٤٢مناقب النصار خ صحيح البخاري
سفل
Redaksi lengkap hadis tentang panas api neraka berdasarkan data yang penulis
dapatkan adalah sebagai berikut
ا ن ثـ د ح ث ار ح ال ن ب الله د ب ا ع ن ثـ د ح ك ل م ال د ب ا ع ن ثـ د ح ان ي ف س ن ى ع ي ح ا ي ن ثـ د ح د د س ا م ن ثـ د ح
ن ع ت ي نـ غ ا أ م م: ل س و ه ي ل ع له ى الل ص ي ب لن ل ال ق -ه ن ع الله ي ض ر – ب ل ط م ال د ب ع ن ب اس ب ع ال
ان ك ا ل ن أ ل و ل و ،ار ن ن م اح ض ح ض ي ف و ه : ال ؟ ق ك ل ب ض غ يـ و ك ط و ح ي ان ك ه ن إ ف ،ك م ع
47ار الن ن م ل ف س ال ك ر الد في
“Musaddad telah menceritakan kepadaku, Yahya menceritakan padaku, dari
Sufyān, ‘Abd al-Malik telah menceritakan kepadaku, ‘Abdullāh bin al-Hārits
telah menceritakan kepadaku, al-‘Abbās bin ‘Abd al-Muttalib telah
menceritakan kepadaku, berkata Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau berkata: apakah Engkau memberi manfaat kepada pamanmu,
sesungguhnya dia melindungimu, dan marah karenamu. Nabi berkata: Dia ada
di suatu perairan dangkal di neraka, dan andai bukan karena aku, pasti
dia sudah ada di dasar neraka.
B. Biografi dan Kualitas Periwayat
Setelah mengumpulkan berbagai macam riwayat hadis dari berbagai kitab,
penulis akan memaparkan tentang skema jalur periwayatan hadis dan melihat
bagaimana kualitas periwayat yang ada di dalamnya, sebagai berikut
1) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis Al-Jahannamiyyūn
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan perihal masing-masing
periwayat yang meriwayatakan hadis dengan tema al-jahannamiyyūn.
47 al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, Jilid III, h. 91
45
Pembahasan ini penulis kelompokkan berdasarkan mukharrij agar lebih
sistematis.
a. Perawi dalam Sanad Al-Imām al-Tirmīdzī48
1. Mahmud bin Ghailān
Perawi ini memiliki nama lengkap Mahmūd bin Ghailān al-‘Adawī.
Beliau adalah orang yang tsiqah menurut al-Nasā’ī. Demikian pula oleh
Ibn Hibbān dimasukkan ke dalam kitabnya al-Tsiqah. al-Bukhāri dan
al-Nasā’ī menyatakan bahwa Mahmūd bin Ghailān meninggal pada
Ramadan 239 H.
Semua imam enam kutub sitah meriwayatkan hadis darinya, kecuali
Abū Dāwud. Selain mereka yang belajar kepadanya adalah Abū Hātim,
Abū Zur’ah, Ibn Khuzaimah. Adapun di antara gurunya adalah Abū al-
Nadr, Abū Ahmad al-Zubairī, Ya’lā bin ‘Ubaid, Abū Dāwud al-
Tayālisī, Abū Dāwud al-Hafarī, Mu’āwiyah bin Hisyām.49
2. Abū Dāwud
Perawi dengan nama kunyah Abū Dāwud dalam hadis terdapat lebih
dari satu.50 Setelah penulis telusuri lebih lanjut, Abū Dāwud dalam hadis
ini adalah Abū Dāwud yang memiliki nama lengkap Sulaymān bin
Dāwud bin al-Jārūd al-Tayālīsī al-Basrī, yang berdarah persia asli.51
al-Tayālisī meriwayatkan dari banyak guru, di antara mereka adalah
Aimān bin Nābil, Abān bin Yazīd al-‘Attār, Ibrāhīm bin Sa’d, Jarīr bin
48 Penyusunan urutan daftar rawi yang meriwayatkan hadis al-Imām al-Tirmīdzī mengikuti
dengan susunan dan urutan hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmīdzi pada sub bab sebelumnya. 49 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 36 - 37 50 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 519 51 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 90
46
Hazm, Syu’bah, Ibn Abī al-Zinād, Hisyām al-Dastuwā’ī, Hammām bin
Yahya. Demikian pula murid yang belajar kepadanya terbilang cukup
banyak, mereka di antaranya adalah Ahmad bin Hanbal, ‘Alī bin al-
Madīnī, Zaid bin Akhram, Mahmūd bin Ghailān, Abū Mas’ūd al-Rāzī,
Bundār, Mahmūd bin Rāfi’, ‘Abdullāh bin Muhammad al-Musnadī.
Bahkan salah satu yang juga meriwayatkan darinya adalah gurunya
sendiri, yaitu Jarīr bin ‘Abd al-Hamīd al-Rāzī.52
al-Madīnī, seorang kritikus yang ketat dan merupakan salah satu dari
muridnya menyatakan bahwa gurunya adalah orang seorang penghafal
yang tidak ada bandingnya. Demikian pula, salah satu murid yang
meriwayatkan hadis dari al-Tayālisī, Muhammad bin Basyar,
mengungkapkan bentuk kekagumannya dalam tangisan haru atas
gurunya karena kemampuan sang guru dalam menghafal.53
Abū Dāwud al-Tayālisī lahir pada 133 H (780 M) di Kota Basrah
dan wafat pada 204 H (819 M) di kota yang sama.54
3. Syu’bah
Beliau bernama lengkap Syu’bah bin al-Hajjāj bin al-Ward al-Azdī.
Perawi yang agung ini memiliki banyak sekali guru. Ibn Hajar
membutuhkan lebih dari satu halaman sendiri untuk menuliskan daftar
nama guru-gurunya. Sebagian di antara guru-guru al-Imām Syu’bah
adalah Ibrāhīm bin Maimūn, al-Aswad bin Qais, Bukair bin ‘Atā’, al-
Hajjāj bin ‘Āsim, Sa’d bin Ibrāhīm, Sulaimān bin ‘Abd al-Rahmān,
52 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 90 53 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 91 54 Khair al-Dīn al-Ziriklī, al-A’lām Qāmus Tarājim li Asyhur al-Rijāl wa al-Nisā min al-
Maghrib wa al-Musta’ribīn wa al-Mustasyriqīn, Jilid III, h, 125
47
‘Abd al-Rahmān al-Asbahānī, Hisyam al-Dastuwā’ī. Yahya bin Ishāq
al-Hadramī. Periwayatan al-Imām Syu’bah dari Hisyām al-Dastuwā’ī
dikenal dengan riwāyah al-aqrān, karena keduanya sezaman. Demikian
pula dengan muridnya, jumlahnya cukup banyak, di antara mereka
adalah Jarīr bin Hazm, Yahya al-Qattān, Ibn Mahdī, Wakī’, Abū
Dāwud al-Tayālisī, Muslim bin Ibrāhīm, dan ‘Ali bin al-Ja’d.55
al-Imām Syu’bah hidup antara tahun 82 H (701 M) hingga 160 H
(776 M). Beliau tinggal di Basrah hingga ajal menjemputnya. Pujian
banyak tertuju kepadanya dari para ahli ilmu. al-Syāfi’ī memuji dengan
mengatakan tanpa adanya Syu’bah maka tidak ada eksistensi hadis di
tanah Irak. Kapasitasnya sebagai seorang ahli dalam syair juga diakui
oleh al-Asma’ī. Ahmad bin Hanbal juga menyanjung Syu’bah dengan
menyatakan bahwasanya dia adalah seorang imam dalam bidang
hadis.56
4. Hisyam al-Dastuwā’ī
Beliau bernama lengkap Hisyām bin Abī ‘Abdillāh al-Dastuwā’ī al-
Basrī. Penisbatan al-Dastuwā’ī disebabkan karena perawi ini menjual
kain yang diambil dari daerah Dastuwā. Beberapa guru yang dijadikan
sebagai tempatnya mengambil riwayat hadis adalah Qatādah, Yūnus al-
Iskāf, Syu’aib bin al-Haihāb, Matar al-Warrāq, Hammād bin Abī
Sulaimān, Ibn Abī Najīh. Sementara sebagian di antara murid-muridnya
adalah Syu’bah bin al-Hajjāj, Ibn Al-Mubārak, ‘Abd al-Warīts bin
55 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 167 - 168 56 Khair al-Dīn al-Ziriklī, al-A’lām Qāmus Tarājim li Asyhur al-Rijāl wa al-Nisā min al-
Maghrib wa al-Musta’ribīn wa al-Mustasyriqīn, Jilid III, h, 164
48
Sa’īd, Ibn Mahdī, Yahya bin al-Qattan, ‘Abd al-A’lā, Wakī’, Katsīr bin
Hisyām, Yazīd bin Zurai’.
Pengarang Musnad Abū Dāwud mengatakan bahwa Hisyām adalah
seorang penghulu umat dalam bidang keilmuan hadis. Ahmad bin
Hanbal membandingkan bahwa al-Dastuwā’ī lebih kuat hafalannya dari
al-Auzā’ī. Penilaian bahwa al-Dastuwā’ī adalah orang yang kuat
hafalannya juga datang dari banyak orang selain kedua orang tersebut,
di antaranya adalah al-‘Ijlī, Muhammad bin Sa’d, Abū Hātim. Bahkan
Yahya bin Sa’īd ketika mendengar sebuah hadis dari Hisyām akan
menerimanya tanpa memperdulikan apapun ungkapan orang lain.
Seorang putra al-Dastuwā’ī, Mu’ādz bin Hisyām mengatakan bahwa
ayahnya hidup dalam usia 78 tahun. Ibn Hibbān menyatakan bahwa
perawi ini meninggal pada 153 H.57
5. Qatādah
Perawi ini bernama lengkap Qatādah bin Di’āmah bin Qatādah bin
‘Azīz bin ‘Umar bin Rabī’ah bin ‘Umar bin al-Hārits bin Sadūs al-Basrī.
Beliau meriwayatkan hadis dari para sahabat, di antaranya adalah Anas
bin Mālik, ‘Abdullāh bin Sarjis, Abī al-Tafīl, Safiyyah binti Syaibah,
Abū Sa’īd al-Khudrī, ‘Atā’ bin Abī Rabāh. Sementara itu yang
meriwayatkan darinya juga banyak, mereka di antaranya adalah Ayyūb
al-Sikhtiyānī, Jarīr bin Hazm, Sa’īd bin Abī ‘Arūbah, Abū ‘Awānah, al-
Laits bin Sa’d, Hammād bin Salamah, Hisyām al-Dastuwā’ī, Abū Hilāl
al-Rāsibī.
57 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 272 - 273
49
Saat Ma’mar bertanya kepada al-Zuhri mengenai siapa sosok yang
lebih ‘alim darinya, al-Zuhrī menjawab dengan menyebut nama
Qatādah. Yahya bin Ma’īn juga menilai bahwa Qatādah adalah sosok
rawi yang dinilai tsiqah. ‘Amr bin ‘Alī mengatakan bahwa Qatādah lahir
pada 61 H dan meninggal pada 117 H.58
6. Anas bin Mālik
Sahabat ini memiliki gelar Khādim Rasulillāh. Beliau bernama
lengkap Anas bin Mālik bin al-Nadr bin Damdam bin Zaid bin Harām
bin Jundub bin ‘Āmir bin Ghanam bin ‘Adī bin al-Najjār al-Khazrajī.
Beliau adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis nabi.59
Ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafat dan usia Anas bin
Mālik. Perbedaan mereka berkisar antara tahun 90-94 H. Adapun
tentang usia Anas bin Mālik, sebagian berpendapat usianya 103 tahun,
sebagian lagi berpendapat 110 tahun. Anas bin Mālik menjadi sahabat
yang terakhir meninggal di Kota Basrah.60
7. Salamah bin Syabīb
Nama lengkap beliau adalah Abū ‘Abd al-Rahmān Salamah bin
Syabīb al-Naisābūrī. Beliau meninggal di Makkah pada 247 H atau 861
M.61
58 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 428 - 430 59 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, al-Isabah fī Tamyīz al-Sahabah (Beirut: Dār Al-
Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1995), h. 275 - 278 60 ‘Iz al-Dīn Abū al-Hasan ‘Alī bin Muhammad al-Jazarī, Usūd al-Ghābah fī Ma’rifah al-
Sahābah, h. 74 -75 61 Khair al-Dīn al-Ziriklī, al-A’lām Qāmus Tarājim li Asyhur al-Rijāl wa al-Nisā min al-
Maghrib wa al-Musta’ribīn wa al-Mustasyriqīn (Beirut: Dār al-‘Ilm li al-Malāyīn, 2002), Jilid III,
h, 113
50
Ibn Hajar memandangnya sebagai orang yang tsiqah.62 Semua imam
hadis yang enam meriwayatkan darinya kecuali al-Imām al-Bukhārī.
Sementara yang meriwayatkan darinya antara lain ‘Abd al-Razzāq,
Abū Usāmah, Yazīd bin Harūn, Abū Dāwud al-Tayālisī.63
8. ‘Abd al-Razzāq
Nama lengkap beliau adalah ‘Abd al-Razzāq bin Hammām bin Nāfi’
al-Himyarī. Beliau lahir pada 126 H dan meninggal pada 211 H,
sehingga ternasuk dalam jajaran atbā’ al-tābi’īn. Syaikh al-Islām Ibn
Hajar menilainya sebagai orang yang tsiqah. Ahmad bin Hanbal
mengatakan bahwa tidak ditemukan orang yang lebih bagus dari ‘Abd
al-Razzāq. Menguatkan penilaian Ahmad bin Hanbal, Abū Zur’ah
menilai bahwa ‘Abd al-Razzāq termasuk di antara orang yang hadisnya
dinilai kuat. Namun demikian, beberapa kritikus menilai bahwa ‘Abd
al-Razzāq tasyayyu’.
Beliau mengambil ilmu dari banyak guru termasuk ayahnya sendiri
dan pamannya yang bernama Wahb. Selain keduanya, ditemukan
banyak sekali gurunya yang lain yaitu Ma’mar, ‘Ubaidullāh bin ‘Umar,
Aiman bin Nabīl, Ibn Juraij. Sementara muridnya antara lain Ibrāhīm
bin Mūsa, Abū Khaitsamah, Ahmad bin Sālih, Salamah bin Syabīb,
Muhammad bin Rāfi’.64
62 Tsiqah merupakan penilaian baik yang diberikan oleh kritikus hadis kepada seorang rawi
yang memiliki standar kekuatan hafalan bagus. Hal tersebut akan memberikan pandangan bahwa
hadis yang diriwayatkan oleh rawi tersebut dapat dipercaya. 63 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb Al-Tahdzīb (Libanon: Muassasah al-
Risālah, 1995) Jilid II, h. 72 - 73 64 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb Al-Tahdzīb, Jilid II, h. 572 - 574
51
9. Ma’mar
Perawi dengan nama lengkap Ma’mar bin Rāsyid al-Azdī al-
Haddānī, lahir pada 96 H dan meninggal pada 154 H. Beberapa guru
yang menjadi tempatnya belajar adalah Qatādah, al-Zuhrī, ‘Amr bin
Dīnār, Hammām bin Munabbih, ‘Abdullāh bin Tāwus, Zaid bin Aslam,
Ziyād bin ‘Ilāqah. Sedangkan murid-muridnya antara lain Abū Ayyūb,
Abū Ishāq, Sa’īd bin Abī ‘Arūbah, ‘Abd al-Razzāq bin Hammām,
Marwān bin Mu’āwiyah.65
Perawi yang tinggal di Yaman dan pernah menyaksikan jenazah al-
Hasan al-Basrī ini mendapat banyak penilai dari para kritikus hadis. Ibn
Ma’īn dan Ibn Abī Khaitsamah mengatakan bahwa Ma’mar lebih tsiqah
dari al-Zuhrī. Sementara Abū Hātim menilainya dengan Salih al-Hadīts.
Selain mereka yang memberikan penilaian baik, al-Nasā’ī juga
menyatakan bahwa Ma’mar adalah orang yang tsiqah dan dapat
dipercaya.66
10. Zaid bin Aslam
Perawi yang masyhur dengan nama kunyah Abū Usāmah
meriwayatkan hadis dari beberapa gurunya yaitu ‘Atā’ bin Yasar, Ibn
‘Umar, Abū Hurairah, Salamah bin Al-Akwa’, Anas bin Mālik, ‘Alī bin
al-Husain. Beliau wafat pada 136 H.67 Sementara orang-orang yang
meriwayatkan hadis darinya adalah Ibn ‘Ajlān, Ibn Juraij, Sulaimān bin
65 Abū ‘Abdillah Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām
al-Nubalā’ (Makkah: Bait al-Afkār all-Dauliyyah, 2004), Jilid III, h. 3908 66 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 125 67 Abū ‘Abdillah Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām
al-Nubalā’, Jilid II, h. 1737
52
Bilāl, Hafs bin Maisarah, Ayyūb al-Sikhtiyyānī, Ma’mar, Hisyām bin
Sa’d.
Beliau mendapat penilaian tsiqah dari beberapa tokoh, yaitu Ahmad
bin Hanbal, Abū Zur’ah, Abū Hātīm, Muhammad bin Sa’d, al-Nasā’ī,
dan Ibn Khirāsy. 68
11. ‘Atā’ bin Yasar
Perawi dengan nama lengkap ‘Atā’ bin Yasār al-Hilālī memiliki
nama kunyah Abū Muhammad, Abū ‘Abdullāh, Abū Yasār. Beliau
termasuk generasi tabi’in, dan meninggal pada 511 H, sementara
sebagian lain mengatakan meninggal sebelum tahun 100 H.69
Syaikh al-Islām menilainya sebagai orang yang tsiqah, dan al-
Dzahabī menilai sebagai pembesar sekaligus ulama di kalangan tabi’in.
Sebagai generasi tabi’in, beliau belajar kepada banyak sahabat, di
antara mereka adalah Ubai bin Ka’b, Usāmah bin Zaid, Abū al-Dardā,
Abū Sa’īd al-Khudrī, Ummu Salamah. Sebagaimana banyaknya guru
beliau, banyak pula yang berguru kepadanya, di antara mereka adalah
Safwān bin Salām, Muhammad bin Abī Harmalah, Zaid bin Aslam,
‘Amr bin Dinār.
12. Abū Sa’īd al-Khudrī
Perawi ini memiliki nama asli Sa’d bin Mālik bin Sinān bin ‘Ubaid
bin Tsa’labah bin ‘Ubaid bin al-Abjar. Beliau berada di tabaqah pertama
dan berguru langsung kepada Rasūlullah sallallhu ‘alaihi wa sallam.
68 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 658 69 Abū ‘Abdillah Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām
al-Nubalā’, Jilid II, h. 2692
53
Sebagai sahabat yang agung beliau memiliki banyak murid, di antara
mereka adalah Ibn ‘Abbās, Ibn ‘Umar, Zaid bin Tsābit, Abū Umāmah,
‘Atā bin Yasār, ‘Abdullāh bin Khabāb, ‘Abd al-Rahman bin Abī
Nu’aim, Abū ‘Alqamah al-Hāsyimī. Abū Sufyān menilai Sa’d bin Malik
sebagai orang yang faqih pada masanya. Al-Wāqidī menuturkan bahwa
Abū Sa’īd meninggal pada 64 H dalam usia 74 tahun.70
13. Muhammad bin Basyār
Perawi yang menjadi guru dari al-Imām al-Tirmīdzī ini bernama
lengkap Muhammad bin Basyār bin ‘Utsmān al-‘Ibadī. Beliau terkenal
dengan nama Bundār. Lahir pada 167 H dan meninggal pada 252 H di
Basrah. Ibn Hajar dan al-Dzahabī, keduanya menilai perawi ini dengan
tsiqoh. Ibn Khuzaimah menyatakan bahwa Bundār adalah imam pada
masanya.
Para imam enam berguru kepadanya termasuk al-Imām Abū ‘Isā
al-Tirmīdzī. Beliau berguru kepada banyak orang alim, di antaranya
adalah Rūh bin ‘Ubadah, Hammād bin Mas’adah, ‘Umar bin Yūnus,
Umayyah bin Khālid, Abī ‘Āsim, Yahya bin Sa’īd al-Qattān, Sālim bin
Nūh, Mahmūd bin ‘Ar’arah.71
14. Yahya bin Sa’īd
Beliau bernama lengkap Yahyā bin Sa’īd bin Farūkh al-Qattān al-
Tamīmī. Seorang rawi yang bernama kunyah Abū Sa’īd al-Basrī yang
juga menjadi maula bagi bani tamim ini lahir pada 120 H dan wafat pada
198 H. Beliau terkenal ketat dalam ilmu hadis sehingga Ibn Hajar
70 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 696-697 71 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 519 - 520
54
menggelarinya dengan tsiqah mutqin, dan al-Dzahabī memberikan gelar
dengan imam yang agung. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa dia
tidak pernah melihat orang yang semisal dengan Yahya bin Sa’īd. Ibn
Ma’īn ketika ditanya oleh Abū Zur’ah mengenai kedudukan antara
Yahya al-Qattān dan Ibn Mahdī mengatakan bahwa al-Qattān lebih
unggul dari Ibn Mahdī.
Sebagai orang yang dipandang demikian, Yahya bin Sa’īd terbukti
belajar kepada banyak guru, di antara mereka adalah Sulaimān al-
Tamīmī, Humaid al-Tawīl, Ismā’īl bin Abī Khālid, Ibn ‘Ajlān, al-Hasan
bin Dzakwān, Yazīd bin Kaisān. Adapun murid beliau di antaranya
adalah ‘Ali bin al-Madīnī, Bundār, Abū Mūsa, Sadaqah bin al-Fadl,
Abū Bakr bin Abī Syaibah.72
15. al-Hasan bin Dzakwān
Beliau adalah al-Hasan bin Dzakwān al-‘Auzī al-Basrī, yang wafat
pada 145 H. Meskipun dinilai sebagai rawi yang tsiqah oleh Ibn Hajar,
akan tetapi yang perlu diketahui bahwa rawi ini juga memiliki sifat
wahm. Berbeda dengan pernyataan al-Dzahabī yang hanya
menyebutkan bahwa beliau adalah rawi yang tsiqoh. Berbeda lagi
dengan keduanya, dua orang kritikus yang memang terkenal dengan
kriterianya yang ketat, Ibn Ma’īn dan Abū Hātim, menganggapnya
sebagai seorang perawi yang lemah. Sementara Ibn Hibbān yang
terkenal sedikit mudah dalam menentukan kriteria tsiqoh seorang rawi
memasukkannya dalam daftar rawi yang tsiqoh.
72 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 357 - 358
55
Guru-guru beliau di antaranya adalah ‘Atā’ bin Abī Rabāh, ‘Ubādah
bin Nusā, Tāwūs, Ibn Sīrīn, Abū Rajā al-‘Atāridī. Sementara murid
beliau di antaranya adalah Yahya al-Qattān, Ibn al-Mubārak,
Muhammad bin Rāsyid.73
16. Abū Rajā’ al-‘Atāridī
Perawi ini memiliki nama asli ‘Imrān bin Milhān. Sebagian ada yang
menyebutnya dengan Ibn Tamīm. Nama kunyahnya, Abū Rajā’ al-
‘Atāridī lebih masyhur dari pada nama aslinya. Menurut al-Imām Ibn
Hajar, beliau hidup pada masa Rasulullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam
masih ada, akan tetapi tidak pernah berjumpa dengan Rasulullāh
sallallhu ‘alaihi wa sallam.
Ibn Hajar menyebutkan beberapa di antara tokoh yang berguru
kepadanya, yaitu Sa’īd bin Abī ‘Arūbah, Madhī bin Maimūn, Hammād
bin Najīh, al-Hasan bin Dzakwān, ‘Auf al-A’rābī. Sementara sebagian
di antara gurunya adalah ‘Umar, ‘Alī, ‘Imrān bin Husain, ‘Āisyah,
Samurah bin Jundub.
Ibn Ma’īn dan Abū Zur’ah, dua tokoh kritikus hadis yang terkenal
ketat dalam menilai seorang rawi mengatakan bahwa rawi ini adalah
tsiqah. Ibn ‘Abd al-Bar mengatakan bahwa Abū Rajā’ meninggal pada
105 H, di awal masa kepemimpinan Khalīfah Hisyām.74
17. ‘Imrān bin Husain
Beliau bernama lengkap ‘Imrān bin Husain bin ‘Ubaid bin Khalaf
bin ‘Abd Nuhm bin Hudzaifah bin Jahamah bin Ghāridah bin Hubsyah
73 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 394 74 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 323
56
bin Ka’b bin ‘Amr al-Khazā’ī al-Ka’bī. Muhammad bin Sīrīn
menyatakan bahwa di antara sekian penduduk Basrah tidak ada yang
lebih utama dibandingkan dengan ‘Imrān bin Husain. Beliau meninggal
di Basrah pada 52 H.75
b. Perawi dalam Sanad al-Imām Muslim
1. Muhammad bin Minhāl al-Darīr
Perawi ini bernama lengkap Muhammad bin al-Minhāl al-Tamīmī
al-Darīr al-Hāfiz. Beberapa di antara guru beliau adalah Yazīd bin
Zurai’, Ja’far bin Sulaimān al-Duba’ī, Muhammad bin ‘Abd al-Rahmān
al-Tufāwī, Umayah bin Khālid, Abū Dāwud al-Tayālisī. Semetara orang
yang berguru kepadanya antara lain al-Bukhāri, Muslim, Abū Dāwud,
‘Utsmān bin Sa’īd al-Dārimī, ‘Abdullāh bin ‘Abd al-Rahmān al-Dārimī.
Ibn Ma’īn selaku kritikus yang cukup ketat menilai bahwa al-Darīr
adalah orang yang tsiqah.76
Ibn Hibbān meriwayatkan dari Abī Ya’lā mengatakan bahwa al-
Darīr meninggal di Basrah pada malam Ahad 231 H.77
2. Yazīd bin Zurai’
Beliau bernama lengkap Yazīd bin Zurai’ al-‘Aisyī al-Basrī.
Periwayatannya berasal dari beberapa gurunya, di antaranya adalah
Sulaimān al-Tamīmī, Abū Salamah Sa’īd bin Yazīd, Sa’īd bin Abī
75 ‘Iz al-Dīn Abū al-Hasan ‘Alī bin Muhammad al-Jazarī, Usūd al-Ghābah fī Ma’rifah al-
Sahābah (Beirut: Dār Ibn Hazm, 2012), h. 958 76 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 710 - 711 77 Abū ‘Abdillah Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām
al-Nubalā’, Jilid III, h. 3725 - 3726
57
‘Arūbah, Syu’bah, Ma’mar bin Rasyid, Hisyām al-Dastuwāī’, Ibn
‘Aun. Sementara beberapa rawi yang mengambil sanad darinya antara
lain Ibn al-Mubārak, Ibn Mahdī, Umayyah bin Bistām, Zakariyā bin
‘Adī, Muhammad bin Al-Minhāl, Qutaibah, Bundār.
Sa’īd bin Sāliu bertanya kepada Ibn Ma’īn tentang tokoh yang paling
kuat hafalannya di Basrāh dan dijawab dengan menyebut nama Yazīd
bin Zurai’. Abū Hatīm juga seakan mengafirmasi pendapat dari Ibn
Ma’īn dengan menyatakan bahwa Yazīd bin Zurai’ adalah orang yang
tsiqah dan menjadi seorang imam dalam hadis.
‘Umar bin ‘Alī mengatakan bahwa Ibn Zurai’ lahir pada 101 H dan
menurut Ibn Hibbān mengatakan bahwa Ibn Zurai’ meninggal pada
Syawal 182 / 183 H.78
3. Sa’īd bin Abī ‘Arūbah
Perawi yang berada dalam tabaqah tabi’in ini bernama lengkap Abū
al-Nadr Sa’īd bin Abī ‘Arūbah al-Basrī. Beliau memiliki banyak sekali
guru dan di antara sekian banyak gurunya adalah Qatādah, al-Nadr bin
Anas, al-Hasan al-Basrī, Abū Rajā’ al-‘Atāridī, Ya’la bin Hakīm.
Demikian pula dengan murdinya yang cukup banyak dan sebagaian di
antara mereka adalah al-A’masy, Syu’bah, Yazīd bin Zurai’
Muhammad bin Abī ‘Adī, Abū Bahr al-Bakrāwī, Muhammad bin
Sawā’, Yahya bin al-Qattān, ‘Alī bin Yūnus, Muhammad bin Ja’far
Ghundar, Muhammad bin Bisyr.79
78 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 411 - 412 79 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 33
58
Sa’īd bin Abī ‘Arūbah dinilai sebagai orang yang tsiqah oleh Ibn
Abī Hātim, kecuali setelah Sa’īd mengalami fase ikhtilat. Abū Dāwud
al-Tayālisī menilainya sebagai orang yang paling kuat hafalannya di
antara murid Qatādah. Beliau meninggal pada 156 H.80
4. Abū Ghassān al-Mismā’ī
Nama asli perawi ini adalah Mālik bin ‘Abd al-Wāhid al-Basrī.81
Imam Muslim merupakan salah satu dari sekian banyak muridnya.
Beliau meriwayatkan hadis dari ‘Abd al-A’lā bin ‘Abd al-A’lā, ‘Abd al-
Wahhāb al-Tsaqafī, Ibn ‘Adī, Mu’ādz bin Hisyām, Yazīd bin Hārūn.
Perawi yang mendapat penilaian tsiqah oleh Ibn Hibbān ini meninggal
pada tahun 230 H.82
5. Muhammad bin al-Mutsannā
Beliau memiliki nama lengkap Abū Mūsā Muhammad bin al-
Mutsannā bin ‘Ubaid bin Qais bin Dīnār al-‘Anazī al-Basrī. Beliau
berlajar kepada banyak guru, di antaranya adalah Yazīd bin Zurai’,
‘Abdullāh bin Idrīs, Khālid bin al-Harits, Mu’ādz bin Hisyām,
Muhammad bin Jahdam, Muhammad bin ‘Abdullāh al-Ansārī. Adapun
murid-muridnya, antara lain: al-Jamā’ah, Abū Zur’ah, Abū Hatim, Ibn
Abi al-Dunya, Zakariyā al-Sājī. ‘Abdullāh bin Ahmad dan Ibn Ma’īn
menilai perawi ini tsiqah. Beliau lahir pada 167 H dan meninggal pada
252 H / 251 H.83
80 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 34 81 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 571 82 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 13-14 83 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 687
59
6. Mu’adz bin Hisyām
Perawi ini merupakan putra dari Hisyām al-Dastuwā’ī, yang
bernama lengkap Mu’ādz bin Hisyām bin ‘Abi ‘Abdillāh. Ayahnya
merupakan salah satu guru di antara sekian banyak gurunya. Beberapa
di antara orang yang belajar dan berguru kepadanya adalah Ibn al-
Madīnī, Ibn Ma’īn, Bundār, Abu Musā84, Abū Khaitsamah, Abū
Ghassān al-Mismā’ī, Abū Hisyām al-Rifā’ī.85 Beliau meninggal pada
tahun 200 H.86
c. Perawi dalam Sanad al-Imām al-Bukhāri
1. Musaddad
Beliau adalah guru dari al-Imām al-Bukhāri. Perawi dengan nama
lengkap Abū al-Hasan Musaddad bin Musarhad bin Musarbal al-Basrī
al-Asadī berguru kepada banyak orang ‘alim, di antaranya adalah Yazīd
bin Zurai’, Yahya bin Sa’īd al-Qattān, Mahdī bin Maimūn, Hammād
bin Zaid. Sementara murid-muridnya yang jumlah juga tidak sedikit
antara lain adalah Muhammad bin Ismā’īl, Abū Dāwud, Ya’qūb bin
Sufyān, Yūsuf bin Ya’qūb, Abū Zur’ah, Abū Hātim.
Penilaian baik atas dirinya datang dari banyak ulama, di antaranya
penyematan tsiqah dari al-Nasā’ī, dan sadūq dari Ibn Ma’īn. al-Bukhārī
84 Murid Mu’adz bin Hisyām yang menggunakan laqab Abū Mūsa tidak disebut lengkap
dalam Tahdzīb al-Tahdzīb. Memastikan hal ini, dalam Siyar A’lām al-Nubalā halaman 3876
disebutkan lebih lengkap, yaitu Abū Mūsā al-Zaman. Al-Zaman merupakan julukan terkenal perawi
ini, sehingga ketika disebut Abū Mūsā al-Zaman maka hal tersebut mengarahkan kepada
Muhammad bin al-Mutsannā. 85 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 102 86 Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā, h. 3876
60
dan juga banyak selainnya menyatakan bahwa Musaddad meninggal
pada 228 H.87
2. Hudbah bin Khālid
Beliau bernama lengkap Hudbah bin Khālid bin al-Aswad bin
Hudbah al-Qaisī al-Tsaubānī al-Basrī. Jalur periwayatannya berasal dari
banyak guru di antaranya Umayyah bin Khālid (saudara kandung), Jarīr
bin Hāzim, Hammām bin Yahya. Sementara murdinya adalah al-
Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, Abū Hātim, Zakariyā al-Sājī, ‘Abdān al-
Ahwāzī. Abū Hatim menilainya sebagai orang yang sadūq, namun al--
Nasā’ī menilainya dengan da’īf. Muhammad bin ‘Abd al-Mālik
menyatakan bahwa Hudbah meninggal pada 305 H.88
3. Hammām
Abu ‘Abdullāh Hammām bin Yahya bin Dīnār al-Azdī al-‘Auzī al-
Muhallimī al-Basrī merupakan nama lengkap Hammām. Beliau berguru
kepada ‘Atā’ bin Abī Rabāh, Ishāq bin Abī Talhah, Muhammad bin
Juhadah, Qatādah, Yahya bin Abī Katsīr. Sedangkan murid yang
berguru kepadanya antara lain adalah al-Tsaurī, Ahmad bin Ishāq al-
Hadramī, Hajjāj bin al-Minhāl, Abū Nu’aim, Mu’ādz bin Hānī’, Hudbah
bin Khālid, Syaybān bin Farūkh.
Hammām adalah seorang rawi yang dicintai oleh Ahmad bin
Hanbal, Ibn Ma’īn. Ibn Sa’d menyatakan bahwa Hammām adalah orang
yang tsiqah. Demikian juga pernyataan al-‘Ijlī dan al-Hākim adalah
87 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 57 - 58 88 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 263 - 264
61
orang yang tsiqah. Muhammad bin Mahbūb menyatakan bahwa
Hammām meninggal pada 163 H.89
2) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis tentang Sifat Neraka
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan perihal masing-masing
periwayat yang meriwayatakan hadis tentang sifat neraka yang terdapat pada
bab kedua. Pembahasan ini penulis kelompokkan berdasarkan mukharrij
dengan tujuan agar lebih sistematis.
a. Perawi dalam Sanad Ibn Sa’d
1. al-Walīd bin Muslim
Abu al-‘Abbās al-Walīd bin Muslim al-Dimasyqī al-Hāfiz,
meriwayatkan hadis dari Ibn ‘Ajlān, Tsaur bin Yazīd, Syaibah bin al-
Ahnaf, Safwān bin ‘Amr, Sulaimān bin Mūsa, Harīz bin ‘Utsmān,
Hisyām bin Hassān. Sedangkan murdinya antara lain adalah al-Laits bin
Sa’d, Abū Mushir, Ahmad bin Hanbal, Suwaid bin Sa’īd, Ibrāhīm bin
Mūsa, Nu’aim bin Hammād, dan yang lainnya. Muhammad bin Sa’d
menilai al-Walīd sebagai orang yang tsiqoh, serta dari kritikus hadis lain
tidak ada yang memberikan penilaian tidak baik atasnya. al-Walīd
meninggal pada bulan Muharram tahun 195 H.90
2. Safwān bin ‘Amr al-Saksakī
al-Imām al-Muhaddits Abū Amr Safwān bin ‘Amr bin Harm al-
Saksakī al-Himsā. Beliu adalah seorang muhaddits yang meriwayatkan
dari Jubair bin Nufair, Rāsyid bin Sa’d, Khālid bin Ma’dān, ‘Uqail bin
89 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 284 - 285 90 Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā, h. 4133
62
Mudrik, ‘Ikrimah maula ibn ‘Abbās. Sementara muridnya antara lain
Mu’āwiyah bin Sālih, Ismā’īl bin ‘Ayyāsy, ‘Īsya bin Yūnus, ibn al-
Mubārak, al-Walīd bin Muslim, Muhammad bin Himyar, Abu al-
Yamān. Beliau meninggal pada 155 H.91
3. Abi al-Mustanna al-Amlūkī
Nama asli beliau adalah Abū al-Mutsanna Damdam al-Amlūkī al-
Himsyī. Beliau meriwayatkan hadis dari ‘Utbah bin ‘Ubaid al-Sulamī,
Ka’b al-Ahbār, dan Abī Aubai ibn Ummi Harām. Sedangkan muridnya
antara lain adalah Hilāl bin Yasāf, Safwān bin ‘Amr al-Saksakī.
4. ‘Utbah bin ‘Abd al-Sulamī
‘Utbah diberikan nama kunyah juga dengan Abū al-Walīd,
sebagaimana rawi pertama dalam sanad ini. Beliau bernama lengkap
‘Utbah bin ‘Abd al-Sulamī. Nama ‘Utbah adalah pemberian nabi.92
Beliau meriwayatkan dari Nabi Muhammad, sedangkan murid yang
meriwayatkan hadis adalahnya Hakīm bin ‘Umair, Rāsyid bin Sa’d,
Syurahbīl bin Syu’bah, dan yang lainnya. ‘Utbah meninggal dalam usia
94 tahun, pada tahun 87 H.93
b. Perawi dalam Sanad al-Imām Muslim
1. Yahya bin Ayyūb
Beliau bernama lengkap Abū Zakariyā Yahya bin Ayyūb al-
Maqābirī al-Baghdādī al-‘Abbād. Guru-gurunya antara lain Ismā’īl bin
91 Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā, h. 2030 92 Ibn al-Atsīr, ‘Iz al-Dīn Abī al-Hasan al-Jazarī, Usūd al-Ghabah fī Ma’tifah al-Sahābah
(Beirut: Dār ibn Hazm, 2012), h. 815 93 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 52
63
Ja’far, Ibn al-Mubārak, Husyaim, Marwān bin Mu’āwiyah, Khalaf bin
Khalīfah, Ibn Wahb, Wakī’, ‘Abbād al-Muhallī. Adapun beberapa
ulama yang menjadi muridnya, antara lain, al-Imām Muslim, Abū
Dāwud, al-Bukhārī, ibn Abī al-Dunyā, Muhammad bin Ishāq al-
Saghānī. ‘Alī bin al-Madīnī dan Abū Hātim menilainya sebagai orang
yang jujur, dan Ibn Hibbān juga menyebutnya dalam kitabnya, al-
Tsiqah. Mūsa bin Hārun menuturkan bahwa Yahya bin Ayyūb lahir
pada 157 H.94 al-Husain bin Fahm menyebutkan bahwa Yahya bin
Ayyūb meninggal pada 234 H.95
2. Khalaf bin Khalīfah
Beliau bernama lengkap Khalaf bin Khalīfah bin Sā’id al-Asyja’ī.
Beliau berasal dari Kufah, kemudian melakukan banyak perjalan hingga
bermukim di Baghdad sampai waktu meninggalnya. Beliau disebutkan
pernah berjumpa dengan sahabat yang bernama Huraist96. Khalaf
meriwayatkan dari ayahnya, Yazīd bin Kaisān, Humaid bin ‘Atā’al-
A’raj, Mālik bin Anas. Adapun orang yang meriwayatkan darinya97
antara lain Dāwud bin Rāsyid, Abū Bakr bin Abī Syaibah, Qutaibah,
dan ‘Alī bin Hujr. Beliau meninggal diperkirakan pada tahun 80 H.
Beliau dinilai sebagai orang yang jujur oleh Ibn Ma’īn dan Abū Hātim.
94 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 434-435 95 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid III, h. 4154-4155 96 Namun, hal ini tidak dibenarkan oleh Sufyān bin ‘Uyainah, beliau menganggap bahwa
pernyataan pernah bertemu sahabat ‘Umar bin Huraist adalah tidak benar. Menurut Sufyān
kemungkinan yang dimaksud adalah Ja’far bin ‘Umar bin Huraist. 97 Pada saat menulis biografi Khalaf bin Khalīfah, Ibn Hajar tidak menyebutkan Yahya bin
Ayyūb, namun demikian pada saat menjelaskan biogragi Yahya, Ibn Hajar menyebutkan nama
Khalaf sebagai salah satu gurunya.
64
Adapun al-Imām al-Nasā’ī menganggap sebagai orang yang tidak perlu
dipermasalahkan.98
3. Yazīd bin Kaisān
Perawi ini bernama lengkap Abū Ismā’īl Yazīd bin Kaisān al-
Yasykurī al-Kūfī. Gurunya antara lain Abū Hazim Salmān al-Asyjā’ī,
dan Ma’bad Abī al-Azhar. Adapun muridnya antara lain Ibn ‘Uyainah,
Khalaf bin Khalifah, al-Qattān, dan ‘Abd al-Wāhid bin Ziyād. Ibn
Ma’īn menyebutnya sebagai orang yang tsiqah (dipercaya). Penilaian
serupa juga disampaikan oleh al-Darūqutnī dan al-Nasā’ī. Ibn Hajar
dalam Tahdzīb al-Tahdzīb tidak menyebutkan tahun wafatnya.99
4. Abī Hāzim
Perawi yang menjadi sahabat Abū Bakr ini bernama lengkap Abu
Hāzim Salmān al-Kūfī. Beliau adalah seorang ahli hadis yang terpercaya
yang meriwayatkan hadis dari Abū Hurairah, Ibn ‘Umar, al-Hasan bin
‘Alī. Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah
Mansūr, al-A’māsy, Muhammad bin Juhādah, Muhammad bin
Kaisān. Ahmad bin Hanbal dan Ibn Ma’īn, keduanya menilai Abī
Hāzim sebagai orang yang tsiqah. Abū Hāzim meninggal pada masa
pemerintahan Khalīfah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz, sekitar tahun 100 H.100
5. Abu Hurairah
‘Ulama berbeda pendapat mengenai nama asli Abū Hurairah, akan
tetapi yang paling masyhur adalah Muhammad bin Sakhr. Beliau adalah
98 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 547 99 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 426-427 100 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid I, h. 1357
65
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi. Adapun
murid-muridnya, yang meriwayatkan hadis darinya di antaranya adalah
Marwān bin Hakam, Sulaiman bin Yasar, Sa’īd bin Sam’ān, Sa’īd bin
al-Musayyib, Salmān al-Aghrar, Abī Hāzim al-Asyja’ī. Abū Hirairah
meninggal pada tahun 57 H.101
6. Qutaibah bin Sa’īd
Nama lengkapnya adalah Abū Rajā’ Qutaibah bin Sa’īd bin Jamīl
bin Tarīf bin ‘Abdillāh al-Tsaqafī al-Baghlānī. Ibn Mandah mengatakan
bahwa nama aslinya adalah ‘Alī. Beliau meriwayatkan hadis dari
banyak guru, di antaranya adalah al-Laits, Ibn Lahī’ah, Khalaf bin
Khalīfah, Hammād bin Zaid, Ibn ‘Uyainah, Muhammad bin Fudail bin
Ghazwān.102 Adapun keterangan tentang salah satu gurunya adalah al-
Mughīrah bin ‘Abd al-Rahmān al-Hizamī terdapat di dalam kitab
Siyar A’lām al-Nubalā.103
Murid yang meriwayatkan hadis darinya berjumlah banyak, di
antara mereka adalah semua penulis kutub al-Sittah, kecuali Ibn Mājah.
Ibn Ma’īn, Abū Hatim, dan al-Nasā’ī menilainya sebagai orang yang
tsiqah. Qutaibah meninggal pada tahun 204 H.104
7. al-Mughīrah bin ‘Abd al-Rahmān al-Hizamī
Beliau adalah putra dari Hakīm bin Hizām yang bernama lengkap
al-Mughīrah bin ‘Abd al-Rahmān bin ‘Abdillāh bin Khālid bin Hizām
bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uzzā bin Qusyai al-Qurasyī al-
101 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 601-602 102 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 431 103 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid II, h. 3087 104 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 432
66
Asdī al-Hizamī al-Madanī. Beliau meriwayatkan hadis dari Abī al-
Zinād105, Mūsa bin ‘Uqbah, Sālim Abi al-Nadr. Adapun murid yang
meriwayatkan hadis darinya antara lain adalah putranya: ‘Abd al-
Rahmān, Ibn Wahb, Sa’īd bin Mansūr, Qutaibah bin Sa’īd. Stausnya
sebagai perawi tidak terlalu dipermasalahkan, sehingga al-Nasā’ī
menilainya dengan laisa bi al-Qawī, dan Ibn Ma’īn menghukuminya
dengan laisa bi syai’. Ibn Hibbān juga menyebutnya di dalam kitabnbya,
al-Tsiqah.106 Al-Mughīrah meninggal pada 180 H di Madinah.107
8. Abi al-Zinād
Beliau bernama lengkap Abū ‘Abd al-Rahmān ‘Abdullāh bin
Dzakwān al-Qurasyī. Akan tetapi, beliau lebih terkenal dengan sebutan
Abī al-Zinād. Beberapa di antara gurunya adalah Sa’īd bin al-Musayyib,
Abū Salamah bin ‘Abd al-Rahmān, Abān bin ‘Utsmān bin ‘Affān, al-
A’raj, ‘Amr bin ‘Utsmān.108 Adapun murid-muridnya antara lain adalah
Hisyām bin ‘Urwah, al-Mughīrah bin ‘Abd al-Rahmān al-Hizāmī, Sa’īd
bin Abī Hilāl, Sufyān bin ‘Uyainah.109 Ahmad bin Hanbal menilainuya
sebagai orang yang tsiqah, dan Ibn Ma’īn menambahkan dengan
mengatakan bahwa Abū al-Zinād adalahh orang yan terpercaya serta
dapat hadis yang diriwayatkannya dapat digunakan sebagai hujjah.
Beliau meninggal pada bulan Ramadhan, 130 H dalam usia 66 tahun.110
105 Adz-Dzahabī menyebutnya hubungan murid dan guru antara keduanya hingga sampai
bermulazamah 106 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 136 107 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid III, h. 3920 108 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 329 109 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid II, h. 2375 110 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 329
67
9. al-A’raj
Perawi ini bernama lengkap Abū Dāwud ‘Abd al-Rahmān bin
Hurmuz al-A’raj al-Madanī. Beliau tabi’in yang meriwayatkan banyak
hadis dari sahabat, di antaranya adalah Abū Hurairah. Adapun murid-
murdinya anatara lain adalah Zaid bin Aslam, Salih bin Kaisān, al-
Zuhrī, Yahya bin Sa’īd, Mūsa bin ‘Uqbah, ‘Abdullāh bin Dzakwān,
dan Muhammad bin ‘Ajlān. Al-‘Ijlī, al-Madanī menilainya sebagai
seorang tab’in yang tsiqah. Selain keduanya, Abū Zur’ah juga menilai
demikian. Ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafatnya, ada yang
mengatakan 110 H, ada yang mengatakan 117 H.111
c. Perawi dalam Sanad al-Imām al-Tirmīdzī
1. ‘Abd bin Humaid
Abū Muhammad ‘Abd bin Humaid bin Nasr al-Kissī. Ada yang
berpendapat bahwa namanya juga ‘Abd al-Humaid. Beliau
meriwayatkan hadis dari banyak guru dan murid. Beberapa murid yang
meriwayatkan darinya adalah al-Tirmīdzī. Beliau meninggal pada
tahun 249 H.112
2. Husain bin ‘Alī al-Ju’fī
Beliau adalah Abū ‘Abdullāh al-Husain bin ‘Alī bin al-Walīd al-
Ju’fī al-Kūfī al-Muqrī. Al-Ju’fī meriwayatkan hadis dari ibn Abī
Rawwād, Fudail bin ‘Iyād, Ja’far bin Burqān, Isrā’īl bin Mūsā.
Sedangkan murid yang meriwayatkan hadis darinya adalah Ibn Ma’īn,
111 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 562 112 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid II, h. 2153
68
Abī Bakar bin Abī Syaibah, Abū Kuraib, Muhammad bin Rāfi’, ‘Abd
bin Humaid, Abū Mas’ūd al-Rāzī. Sufyān bin ‘Uyainah. al-Ju’fī adalah
orang tsiqoh yang meninggal pada tahun 204 H.113
3. Fudail bin ‘Iyād
Abū ‘Alī Fudail bin ‘Iyād114 bin Mas’ūd bin Bisyr al-Tamīmī al-
Yarbū’ī al-Khurāsānī meriwayatkan hadis dari beberapa guru, di
antaranya al-A’masy, Hisyām bin Hassān, Muhammad bin Ishāq,
Ziyād bin Abī Ziyād. Sedangkan para murid yang meriwayatkan hadis
darinya di antaranya adalah Ibn ‘Uyainah, Ibn al-Mubārak, Ibn Mahdī,
Husain bin ‘Alī al-Ju’fī, Yūsuf bin Marwān, Qutaibah bin Sa’īd. Ibn
‘Uyainah, al-Nasā’ī, al-Dāruqutnī menilai Fudail sebagai orang yang
tsiqah.115 al-Imām Fudail meninggal beberapa tahun sebelum
meninggalnya Sufyān bin ‘Uyainah.116
4. Hisyām
Abū ‘Abdillāh Hisyām bin Hassān al-Azdī al-Qurdūsī al-Basrī,
seorang rawi yang meriwayatkan hadis dari banyak guru di antaranya
al-Hasan al-Basrī, ‘Ikrimah, Hisyām bin ‘Urwah, Muhammad bin
Wāsi’, Suhail bin Abī Sālih. Sementara di antara murid-muridnya
adalah Syu’bah, Yazīd bin Zurai’, Husyaim, ibn Abī ‘Adī, ‘Abdullāḥ
bin Numair, Fudail bin ‘Iyād, Wahb bin Jarīr, Yazīd bin Hārūn, Abū
‘Āsim. Ibn ‘Uyainah mengatakan bahwa Hisyām adalah orang yang
113 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 431 114 Perawi yang dimaksud di sini bukan Fudail bin ‘Iyād al-Khaulānī 115 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 399-400 116 al-Dzahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid II, h.3048
69
paling paham tentang hadis hasan. Ibn al-Madini dan banyak sahabat
besar menghukumi Hisyām sebagai orang yang tsiqoh. Abū Bakr bin
Abī Syaibah mengatakan bahwa Hisyām meninggal pada tahun 60 H.117
5. Al-Hasan
al-Hasan adalah seorang yang agung, bernama lengkap Abū Sa’īd
al-Hasan bin Abī al-Hasan al-Basrī. Ibn Sa’id mengatakan, al-Hasan
lahir pada masa-masa akhir kepemimpinan ‘Umar. Beliau termasuk
golongan sahabat, sebab pernah bertemu dengan ‘Alī, Talhah, ‘Āisyah.
Beberapa di antara gurunya118 adalah Ubay bin Ka’b, Ma’qil bin Sinān,
Ibn ‘Umar, ‘Umar bin al-Khattāb. Sementara murid-muridnya adalah
Buraid bin Abī Maryam, Qatādah, Jarīr bin Hāzim, Ibn ‘Aun, Hisyām
bin Hassān, Ma’bad bin Hilāl. Abū Zur’ah mengatakan bahwa semua
yang diriwayatkan oleh al-Hasan memiliki legitimasi sanad yang kokoh.
Beberapa tokoh, di anataranya Ibn ‘Ulayyah meriwayatkan bahwa al-
Hasan meninggal pada 110 H.119
6. ‘Utbah bin Ghazwān,
‘Utbah adalah salah seorang sahabat Rasulullah, yang bernama
lengkap ‘Utbah bin Ghazwān bin Jābir bin Wuhaib bin Nusaib bin Zaid
bin Mālik bin al-Hārits bin ‘Auf bin Māzin bin Mansūr al-Māzinī.
Meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad, yang diteruskan kepada
117 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 269 118 Ibn Hajar tidak menyebutkan ‘Utbah bin Ghazwān dalam daftar guru al-Hasan al-Basrī,
akan tetapi menyebutkan al-Hasan al-Basrī sebagai salah satu murid dari ‘Utbah bin Ghazwān. 119 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 388-389
70
para muridnya, di antaranya adalah al-Hasan al-Basrī. ‘Utbah bin
Ghazwān yang dimaksud ini bukan ‘Utbah bin Ghazwān al-Raqāsyī.120
7. Suwaid
Perawi yang dimaksud di sini adalah Abū al-Fadl Suwaid bin Nasr
bin Suwaid al-Marwazī al-Tūsānī. Beliau meriwayatkan hadis dari Ibn
al-Mubārak, Ibn ‘Uyainah, ‘Abd al-Kabīr bin Dīnār. Sedangkan yang
meriwayatkan darinya adalah al-Tirmīdzī, al-Nasā’ī, dan yang lainnya.
Beliau meninggal pada 240 H, menurut penuturan al-Imām al-
Bukhārī.121
8. ‘Abdullāh
‘Abdullāh bin Mu’ādz bin Nasyīt al-San’ānī. Salah seorang murid
dari Ma’mar bin Rasyīd al-Azdī. Yahya bin Ma’īn menilainya sebagai
orang yang tsiqoh, al-Imām Muslim menilainya sebagai orang tsiqoh
yang jujur. ‘Abdullāh bin Mu’adz meninggal pada tahun 181 H.122
9. Hammām bin Munabbih
Abū ‘Uqbah Hammām bin Munabbih bin Kāmil bin Siyaj al-
Yamānī al-San’ānī al-Abnāwī, meriwayatkan hadis dari sahabat-sahabat
besar, Abū Hurairah, Mu’āwiyah, Ibn ‘Abbās, Ibn ‘Umar, dan Ibn
Zubair. Sementara murid-muridnya antara lain Ma’mar bin Rasyīd,
Wahb bin Munabbih, ‘Alī bin al-Hasan bin Atsy. Ibn Ma’īn menilainya
120 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 53 121 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. `36-`37 122 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 436
71
sebagai orang yang tsiqoh dan terpercaya. Hammām meninggal pada
tahun 31 H.123
10. al-‘Abbās al-Dūrī
Perawi dengan nama ‘Abbās berjumlah sangat banyak, adapun yang
dimaksud di sini adalah Abū al-Fadl ‘Abbās bin Muhammad bin Hātim
bin Wāqid al-Dūrī al-Baghdādī. Beliau adalah pembesar bani Hāsyim
yang berasal dari daerah Khawārizmi. Beliau meriwayatkan dari banyak
guru, di antaranya adalah Aswād bin ‘Āmir, Yūsuf bin Manāzil, Khālid
bin Makhlad, Abū Dāwud al-Tayālisī, ‘Ubaidullāh bin Mūsa, Abū
Nu’aim al-Fadl bin Dukain, Yahya bin Abū Bukair al-Kirmānī.
Sementara di antara murid yang meriwayatkan darinya adalah Ya’qūb
bin Sufyān, imam yang empat, Abū al-‘Abbās al-Asam, Ismā’īl al-
Saffār. Beliau adalah seorang rawi yang jujur menurut Abū Hātim, dan
seorang yang tsiqoh menurut al-Nasā’ī. al-Dūrī meninggal pada 271
H.124
11. ‘Ubaidullah bin Musa
Abū Muhammad ‘Ubaidullah bin Mūsa bin Abī al-Mukhtār, adalah
nama lengkapnya. Beliau seorang rawi yang meriwayatkan hadis dari
Ismā’īl bin Abī Khālid, Hisyām bin ‘Urwah, Hārūn bin Salmān al-
Farrā’, al-Tsaurī, Ibn Juraij, Syaibān, al-A’masy. Sedangkan murid-
muridnya antara lain adalah al-Bukhārī, Mahmūd bin Ghailān, Yūsuf
bin Mūsa, Ibrāhīm bin Dīnār al-Baghdādī, Wakī’ bin al-Jarrāh, ‘Abbās
123 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 283-284 124 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 294
72
al-Dūrī, Abī Mūsa. Beliau adalah orang tsiqoh menurut Ibn Ma’īn, dan
berdasarkan pendapat Ibn Sa’d beliau meninggal pada 213 H.125
12. Syaiban
Abu Mu’āwiyah Syaibān bin ‘Abd al-Rahmān al-Tamīmī al-Nahwī.
Beliau pada awalnya tinggal di Kufah, kemudian pindah ke daerah
Baghdad. Beberapa guru yang dijadikan sandaran periwayatan hadisnya
adalah Qatādah, Firās bin Yahyā, Yahyā bin Abī Bukair, Simāk bin
Harb, Ziyād bin ‘Ilāqah, Mansūr bin al-Mu’tamir. Sedangkan murid
yang mentransmisikan hadis darinya adalah Zāidah bin Qudāmah, Abū
Hanīfah, Abū Dāwud al-Tayālisī, Abū Nu’aim, ‘Ubaidullāh bin Mūsa,
‘Ali bin al-Ja’d. Ibn Ma’in mengunggulkan derajat Syaibān di atas
Ma’mar dan Qatādah. Penilaian keunggulan sebagai seorang rawi yang
tsiqoh diberikan oleh al-Nasā’ī dan al-‘Ijlī. Syaibān meninggal pada
masa khilafah al-Mahdī, tahun 164 H.126
13. Firas bin Yahya
Seorang rawi yang berasal dari wilayah Kufah ini bernama lengkap
Abū Yahyā Firās bin Yahyā al-Hamdānī al-Khāriqī. Beliau
meriwayatkan hadis dari al-Sya’bī, ‘Atiyyah al-‘Aufī, Abī Sālih al-
Sammān. Sementara muridnya antara lain adalah Syu’bah, Syaibān.
Sufyān al-Tsaurī, al-Hasan bin ‘Umārah. Ibn Ma’īn dan al-Nasā’ī
sepakata menilai keduanya dengan orang yang tsiqoh. Ibn Sa’īd,
125 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 28-29 126 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 184
73
menurut penuturan Ibn al-Madīnī hanya menolak satu hadis yaitu
tentang al-Istibrā’. Firās meninggal pada tahun 129 H.127
14. ‘Atiyyah
Beliau adalah seorang tabi’īn yang meriwayatkan hadis dari para
sahabat, di antaranya adalah Abū Sa’īd al-Khudrī, Abū Hurairah, Ibn
‘Abbās, Ibn ‘Umar, Zaid bin Arqam, ‘Ikrimah. Sedangkan beberapa
muridnya adalah Muhammad bin Juhādah, Sālim bin Abī Hanīfah,
Firās bin Yahyā, Zakariyā’ bin Abi Zāidah. Penilaian dari para kritikus
tidak ada yang mengatakan bahwasannya beliau adalah orang yang
tsiqoh, hanya terdapat pendapat Ibn Ma’īn yang mengatakan sebagai
Sālih, Abū Zur’ah mengatakan Layyin, al-Nasā’ī mengatakan da’īf.
‘Atiyyah meninggal pada tahun 111 H.
15. Yahya bin Abī Bukair
Abū Zakariyā Yahya bin Abī Bukair al-Asdī al-Qaisī al-Kirmānī.
Beliau berasalah dari Kufah akan tetapi tinggal di Baghdad. Beliau
meriwayatkan hadis dari Ibrāhīm bin Tahmān, Ibrāhīm bin Nāfi’ al-
Makkī, Zāidah, Zuhair bin Muhammad, Syu’bah, Sufyān. Sedangkan
muridnya adalah Muhammad bin Yahya, ‘Abdullāh bin al-Hārits al-
Baghdādī, Abū Bakr bin Abī Syaibah, Abū Khaitsmah, Abū Mūsa,
Ahmad bin Sa’īd, ‘Abbās al-Dūrī. Yahya adalah seorang yang tsqioah
menurut penilaian al-Madīnī, Ibn Hibbān dan al-‘Ijlī. Beliau meninggal
pada 209 H.128
127 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 382 128 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid IV, h. 344
74
16. Syarīk
Beliau adalah Abū ‘Abdillāh Syarīk bin ‘Abdillāh bin Abī Syarīk al-
Nakha’ī al-Kūfī al-Qādī. Syarīk meriwayatkan dari Ziyād bin ‘Ilāqah,
al-‘Abbās bin Dzarī’, Ibrahīm bin Jarīr, al-Bajalī, ‘Āsim bin Bahdalah,
Simāk bin Harb, al-A’masy. Sedangkan muridnya antara lain Ibn
Mahdī, Wakī’, Husyaim, Salamah bin Tamām al-Syafrī. Beliau adalah
seorang tsiqoh yang meninggal pada tahun 177 H.129
17. ‘Āsim bin Bahdalah
Abū al-Najd ‘Āsim bin Bahdalah al-Asdī al-Kūfī, meriwayatkan
dari Zur bin Hubaisy, Abū ‘Abd al-Rahmān al-Sullamī, Abī Sālih,
Ma’bad bin Khālid. Sedangkan muridnya antara lain al-A’masy, ‘Atā’
bin Abī Rabbāh, Syarīk, Abū ‘Awānah, Abū Bakr bin ‘Ayyāsy. Beberpa
ulama memberikan koreksi bahwa hafalan kurang baik, tapi sebagian
lain ada yang mentsiqohkannya juga. Beliau meninggal pada 128 H.130
18. Abī Salih
Nama asli perawi ini adalah Dzakwān al-Madanī al-Ghatafānī.
Beliau merupakan generasi tabi’īn, yang meriwayatkan dari Abū
Hurairah, Abī al-Dardā’, Abī Sa’īd al-Khudrī, Ibn ‘Abbās, dan yang
lainnya. Beberapa murid yang meriwayatkan hadis darinya antara lain
adalah ‘Atā’ bin Abī Rabbāh, ‘Abdullāh bin Dīnār, Zaid bin Aslam, al-
129 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 165 130 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 250-251
75
A’masy, Abū Hāzim Salamah bin Dīnār, ‘Āsim bin Bahdalah, ‘Amr
bin Dīnār. Beliau adalah orang tsiqoh yang meninggal pada 101 H.131
3) Menelisik Riwayat Para Rawi Hadis tentang Syafaat
Perawi dalam Sanad al-Imām al-Bukhārī
1. Sufyān al-Tsaurī
Beliau adalah seorang imam yang besar pada zamannya, bahkan
mencapai derajat mujtahdi mutlak. Imam Sufyan bernama lengkap Abū
‘Abdillāh Sufyān bin Sa’īd bin Masrūq al-Tsaurī al-Kūfī. Beliau
meriwayatkan hadis dari ‘Abd al-Malik bin ‘Umair, Salamah bin
Kuhail, al-Awad bin Qais, Bayān bin Bisyr, Jāmi’ bin Abī Rāsyid, Firās
bin Yahya, Yūnus bin ‘Ubaid, Ibn ‘Ujlan, Ibn al-Munkadir, Hisyām bin
‘Urwah. Sedangkan para murdinya antara lain Yahya bin Sa’īd al-
Qattān, Ibn Mahdī, ibn al-Mubārak, Jarīr. Mengnenai derajat dan
kedudukannya sidah tidak perlu diragukam lagi.132
2. ‘Abd al-Malik bin ‘Umair
Abu ‘Amr ‘Abd al-Malik bin ‘Umair bin Suwaid bin Jāriyah al-
Qursyī, meriwayatkan hadis dari ‘Abdullāh bin al-Hārits bin Naufal,
al-Nu’mān bin Basyīr, Jābir bin Samurah, al-Mughīrah bin Syu’bah,
Qaza’ah bin Yahyā. Sedangkap para muridnya adalah Zāidah, Mis’ar,
al-Tsarī, Syarīk, al-Nakha’ī, Syaibān. Ibn Ma’īn menilainya sebagai
ornag yang ikhtilat, dan Abū Hātim juga hanya menilai dengan sālih al-
131 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid I, h. 580-581 132 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid III, h. 58
76
Hadīts, dan al-Nasā’i mengatakan laisa bihi ba’s. Beliau meninggal pada
136 H.133
3. ‘Abdullāh bin al-Hārits
Abū Muhammad ‘Abdullāh bin al-Hārits bin Naufal bin al-Hārits
bin ‘Abd al-Muttalib bin Hāsyim al-Hāsyimi. Beliau meskipun dalam
tabaqah kedua dalam periwayatan hadis ini, akan tetapi termasuk
sahabat karena meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Selain
meriwayatkan dari nabi, al-Hārits juga meriwayatkan dari pamannya,
al-‘Abbās bin ‘Abd al-Muttalib, juga dari Ibn Mas’ūd ‘Alī,
‘Umar,’Utsmān dan yang lainnya. Sementara para murdinya antara lain
adalahh ‘Ubaidullāh (putranya), Ishāq, ‘Abdullāh, ‘Abd al-Malik bin
‘Umair, Sulaimān bin Yasār, dan yang lainnya. Beliau dikukuhkan
sebagai rawi yang tsiqoh oleh ibn Ma’īn, Abū Zur’ah, dan al-Nasā’ī.
Beliau meninggal karena diracun pada tahun 79 Hsedangkan menurut
ibn Sa’d meninggal pada 84 H pada selesainya masa fitnah kepada al-
Asy’ats.134
4. al-‘Abbās bin ‘Abd al-Muttalib
Abū al-Fadl ‘Abbās bin ‘Abdillāh bin Hāsyim bin ‘Abd Manaf al-
Qurasyī al-Makkī, meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad.
Sedangkan para murdinya adalah Umm Kultsūm, Nāfi’ bin Jubair,
133 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 620 134 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 318
77
‘Abdullāh bin al-Hārits bin Naufal, Muhammad bin Ka’b al-Qurazī,
dan yang lainnya.135
C. Skema Jalur Periwayatan
Skema ini akan memberikan gambaran jalur periwayatan semua hadis yang
terdapat di dalam skripsi ini, sehingga akan diketahui rangkai proses transmisi
hadis dari murid dan guru. Skema jalur didasarkan atas dasar hasil penelusuran
data yang berkaitan dengan perawi hadis tersebut, sehingga diketahaui
ketersambungan sanad antar rawi.
Skema hadis yang terdapat di dalam dalam bab ini mencakup semua hadis
dengan pengelompokkan berdasarkan kesamaan pembahasan. Adapun skema
jalur periwayatan mencakup tentang hadis-hadis pengeluaran hamba dari dalam
neraka, hadis yang menjelaskan tentang karakteristik neraka, dan hadis tentang
syafaat.
Adapun skema hadis tersebut adalah sebagai berikut:
135 Ahmad bin ‘Alī bin Hajar al-‘Asqalānī, Tahdzīb al-Tahdzīb, Jilid II, h. 291
78
Nabi Muhammad (11 H)
Hammām (163 H)
Hudbah bin Khālīd (305)
Anas bin Mālik (94 H)
Qatādah (117 H)
Ibn Abī ‘Arūbah (156 H) Ibn Dzakwān (145 H)
Yahya bin Sa’īd (198 H)
Abū Sa’īd al-Khudrī (64 H)
‘Atā’ bin Yasar (103 H)
Zaid bin Aslam (136 H)
Ma’mar (154 H)
‘Abd al-Razzāq (211 H)
Ibn Syabīb (247 H)
‘Imrān bin Husain (52 H)
Abū Rajā’ (105 H)
Ibn Basyār (252 H)
Abū ‘Īsā al-Tirmīdzī
al-Dastuwā’ī (153 H) Syu’bah (160 H)
Abū Dāwud (204 H)
Ibn Ghailān (239 H)
Yazīd bin Zurai’ (183 H)
Ibn Minhāl (231 H)
Muslim bin al-Hajjāj
Musaddad (228 H)
Muhammad bin Ismā’īll al-Bukhārī
Abū Ghassān (230 H) Ibn al-Mutsanna (250 H)
Ibn Hisyām (200 H)
Bukhori: عن, Muslim dan al-Tirmīdzī : أن
عن
عن
حدثنا
حدثنا
حدثنا
حدثنا حدثني
حدثنا حدثنا حدثنا
حدثني
حدثنا حدثنا
al-Tirmīdzī: عن, Bukhari : قال
al-Tirmīdzī: عن, Bukhari : حجثنا
al-Tirmīdzī: عن, Bukhari : حجثنا
al-Tirmīdzī: حدثنا, Bukhari : عن
حدثني حدثنا
أن
عن
عن
عن
أخيرنا
حدثنا
a. Skema Sanad Hadis tentang al-Jahannamiyyūn
79
al-‘Abbās bin ‘Abd al-Muttalib
‘Abdullāh bin al-Hārits (w. 101 H)
‘Abd al-Malik bin ‘Umair (w. 128 H)
عن
Sufyān al-Tsaurī (w. 177 H)
Muhammad SAW
عن
سمعت
عن
عن
Yahya bin Sa’īd (w. 209 H)
عن
Musaddad (w. 228 H)
‘Utbah bin ‘Abd al-Sulamī (w. 87 H)
Abi al-Mustanna al-Amlūkī
Safwān bin ‘Amr al-Saksakī (w. 155 H)
عن
al-Walīd bin Muslim (w. 195 H)
Muhammad SAW
عن
سمعت
عن
Abū Hurairah (w. 57 H)
Abī Salih (w. 101 H)
‘Āsim bin Bahdalah (w. 128 H)
عن
Syarīk )w. 522 H(
Muhammad SAW
عن
سمعت
عن
عن
Yahya bin Abī Bukair )w. 209 H)
عن
al-‘Abbās al-Dūrī (w. 271 H)
b. Skema Sanad Hadis tentang Syafaat c. Skema Sanad Hadis Pintu Neraka d. Skema Sanad Hadis Warna Api Neraka
80
Abu Hurairah (w. 57 H)
Abī Hāzim (w. 100 H)
Yazīd bin Kaisan
حدثنا
Khalaf bin Khalīfah (w. 80 H)
عن
قال
عن
حدثنا
Yahya bin Ayyūb (w. 234 H)
‘Utbah bin Ghazwān
al-Hasan (w. 110 H)
Hisyām (w. 60 H)
عن
Fudail bin ‘Iyād
Muhammad SAW
عن
سمعت
عن
عن
Husain bin ‘Alī al-Ju’fī (w. 204 H)
حدثنا
‘Abd bin Humaid (w. 249 H)
e. Skema Sanad Hadis Kedalaman Neraka
81
Hammām bin Munabbih )w. 15 H(
Ma’mar )w. 514 H(
أخبرنا
‘Abdullāh )w. 585 H(
عن
عن
أخبرنا
Suwaid (w. 240 H)
al-A’raj (w. 117 H)
Abi al-Zinād (w. 130 H)
عن
al-Mughīrah )w. 581 H(
عن
عن
حدثنا
Qutaibah bin Sa’īd )w. 714 H(
Abu Hurairah (w. 57 H)
عن
Abī Sa’īd al-Khudrī
‘Atiyyah (w. 110 H)
Firās bin Yahyā )w. 61 H(
عن
Syaibān
Muhammad SAW
عن
عن
عن
حدثنا
‘Ubaidullāh bin Mūsa (w. 204 H)
حدثنا
al-‘Abbās al-Dūrī )w. 749 H(
f. Skema Sanad Hadis Panas Api Neraka
82
BAB IV
KONSEP KEABADIAN PENGHUNI NERAKA
Berdasarkan pada pemaparan sebelumnya serta hasil penelitian ayat-ayat al-
Qur’ān tentang kebadian penghuni neraka, penulis menarik sebuah pemahaman
bahwa terdapat beberapa golongan yang akan menjadi penghuni abadi neraka dan
kelompok yang akan menghuni neraka secara sementara. Apabila membaca pada
hasil temuan hadis oleh penulis, maka terdapat beberapa hal yang dapat
menentukan konsep kebadian penghuni neraka, yaitu syafaat dan amal baik
seseorang.
Para ulama telah memberikan penjelasan mengenai kriteria penerima syafaat
dan tentang amal yang akan menjadi penyelamat seseorang dari menghuni neraka
secara abadi. Pemahaman mengenai kedua hal tersebut akan dapat membantu
menentukan penghuni neraka yang abadi dan tidak abadi. Oleh karena itu, penulis
memberikan pemaparan lebih rinci tentang keduanya sebagai berikut:
A. Syafaat
Keniscayaan syafaat dijelaskan oleh para ulama, sebagaimana mayoritas ulama
tafsir seperti al-Tabarī1 (wafat 310 H), al-Zamakhsyarī2 (wafat 538 H), al-Rāzī3
(wafat 604 H), al-Suyūtī4 (wafat 911 H), dan yang lainnya menafsirkan al-maqam
1 Beliau adalah al-Syaikh Abū Ja’far Muhammad bin Jarīr bin Yazīd bin Katsīr al-Tabarī.
Seorang mufassir yang lahir pada akhir tahun 224 H di daerah Amol, Tahabaristan. Karya tafsirnya
bernama Tafsīr al-Tabarī min Kitābihi Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āy al-Qur’an. 2 Beliau adalah al-Syaikh Abū al-Qāsim Mahmūd bin ‘Umar al-Zamakhsyarī al-Khawārizmī,
seorang mufassir dengan karya monumentalnya dalam bidang tafsir berupa kitab tafsir, Tafsīr al-
Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūd al-Ta’wīl. Beliau lahir pada hari Rabu
27 Rajab 467 H. Pada zamannya, beliau adalah satu-satu orang ‘ajam (non arab) yang paling
memahami akan bahasa arab. 3 Beliau adalah pengarang kitab tafsir Mafātih al-Ghaib. al-Rāzī bernama lengkap Abū
‘Abdullāh Muhammad bin ‘Umar bin al-Hasan bin al-Husain bin ‘Alī al-Rāzī al-Tabrastānī.
Mufassir ini lahir pada 544 H di daerah Ray. 4 Beliau adalah ulama besar serba bisa yang karyanya mencakup semua hal dalam berbagai
bidang keilmuan agama Islam. Beliau seorang mufassir yang bernama lengkap ‘Abd al-Rahman bin
83
al-mahmūd dalam Q. S. al-Isrā ayat 79, yang artinya “… semoga Tuhanmu akan
membankitkanmu pada maqam yang meulia”, dengan makna syafaat.5 Meskipun
demikian, sebab adanya perbedaan dalil dalam al-Qur’ān dengan hadis mengenai
eksistensi syaf’at membuat beberapa golongan tidak mempercayai adanya syafaat
secara mutlak.
1) Definisi Syafaat
Secara etimologi syafaat berasal dari bahasa arab yang berarti pasaangan.
Kata tersebut merupakan bentuk perlawan kata dari al-witr, sebagaimana
dicontohkan dalam kalimat berikut 6.ك ان و تـ ر ا ف ش ف ع ت ه ش ف ع ا Kata al-syaf’u adalah
bentuk masdar dari syafa’a-yasyfa’u-syafā’atan.7
Pengertian syafaat dalam KBBI adalah perantaraan untuk menyampaikan
permohonan kepada Allah subhanallah wa ta’ala.8 Dilihat dari sisi terminologi,
Ibn al-Atsīr9 (wafat 630 H) menjelaskan bahwa syafaat adalah permohonan
pengampunan atas dosa dan kesalahan.10 Secara lebih lengkap, al-Qādī ‘Abd al-
Jabbār11 (wafat 1024 H) memaparkan bahwa syafaat adalah permohonan
Kamāl al-Dīn Abī Bakr bin Muhammad Sābiq al-Dīn al-Asyūtī, yang lahir pada tahun 849 H. Beliau
menulis tafsir, Tafsīr al-Jalālain¸ bersama temannya, Jalāl al-Dīn al-Mahallī. 5 ‘Abd al-Qādir Mustafa‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005) h. 29 6 Ibn Manzūr, Jamāl al-Dīn Muhammad bin Mukram, Lisān al-‘Arabī (Beirut: Dār Sādir, t.t.)
Jilid VIII, h. 183 7 ‘Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 23 8 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008) h. 1576 9 Ibn al-Atsīr memiliki nama lengkap ‘Iz al-Dīn Abī al-Hasan al-Jazarī al-Mūsilī. Namun
beliau lebih masyhur dengan nama Ibn al-Atsīr al-Jazarī. Beliau hidup dalam rentang waktu 555 H
– 630 H. Beliau masyhur sebagai seorang ahli sejarah, dengan karyanya antara lain al-Kāmil fī al-
Tārīkh, al-Tārīkh al-Bāhīr fī al-Daulah al-Atābakiyah, Usūd al-Ghabah fī Ma’rifah al-Sahābah. 10 Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Itsbāt al-Syafa’ah (Riyād:
Adwā’ al-Salaf, 2000) h. 8 11 Beliau adalah al-Qādī Abū al-Hasan ‘Abd al-Jabbār bin Ahmad bin ‘Abd al-Jabbār bin
Ahmad bin al-Khalīl bin ‘Abdan al-Rāzī, yang lahir pada 359 H dan meninggal pada 415 H. Beliau
84
seseorang kepada orang lain agar memberikan kepadanya suatu manfaat, atau
menolak suatu kesengsaraan (bahaya) dari orang tersebut.12 Ibn Taimiyyah13
(wafat 728 H) menambahkan keterangan bahwa syafa’ah hanya dapat diberikan
oleh orang yang berhak memberikan manfaat maupun menolak suatu bahaya
(madarat). Dengan demikian, maka syafaat atau pertolongan hanya bisa
diberikan oleh orang yang berhak memberikannya.
2) Pembagian Syafaat14
Berdasarkan waktu pemberian, syafaat dibagi menjadi dua, yaitu syafaat di
dunia dan syafaat di akhirat. Beberapa riwayat memberikan contoh mengenai
syafaat yang ada di dunia seperti: dikabulkannya doa umat yang meminta Nabi
untuk memohon diturunkan hujan, dan dikembalikannya penglihatan orang
yang buta.
Syafaat yang akan ada pada hari kiamat nanti dibagi menjadi dua, yaitu
syafa’ah al-manfiyyah, syafa’ah al-mutsbatah. Syafaat pertama merupakan
syafaat yang tidak diberlakukan untuk suatu golongan tertentu, sedangkan
syafaat yang kedua adalah syafaat yang diterima dan akan diberikan pada suatu
golongan tertentu juga.
lebih banyak berkarya dalam bidang ilmu kalam, hingga banyak melahirkan karya dalam bidang
tersebut, di antaranya: al-Khilāf wa al-Wafāq, al-Khātir, al-I’timād. 12 ‘Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-
Nabawī, h. 23 13 Ibn Taimiyyah adalah seorang ulama besar yang lahir di daerah Hirān pada tahun 661 H.
Namun kemudian beliau dan keluarganya melakukan perjalanan hijrah dengan meninggal tempat
tinggalnya menuju daerah Damaskus setelah adanya penguasaan wilayah oleh Bangnsa Tartar.
Beliau bernama lengkap Taqy al-Dīn Abū al-‘Abbās Ahmad bin ‘Abd al-Halīm bin ‘Abd al-Salām
al-Numairī al-Hīrānī. Ibn Taimiyyah merupakan ulama kenamaan yang hidup pada akhir abad ke-7
sebagai seorang ahli fikih, ahli hadis, dan ahli tafsir yang bermadzhab hanbali. Perjalanan ilmiahny
dimulai sejak kecil dengan menghafal al-Quran kemudian berguru dalam banyak keilmuan kepada
lebih dari 200 guru. Pada usia 17 tahun, beliau sudah mulai berfatwa dengan izin dari gurunya,
Kamāl al-Dīn Ahmad bin Ni’mah al-Maqdisī, dan pada usia tersebut juga mulai mengarang kitab. 14 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 39 - 40
85
Dengan demikian, berdasarkan adanya pembagian syafaat tersebut, maka
yang dikehendaki dalam hadis Nabi Muhammad sallallāhu ‘alayhi wa salamm
adalah syafaat di akhirat yang bersifat mutsbatah (diterima) oleh Allah
subhānahu wa ta’āla.
3) Syarat Syafaat
Syafaat seseorang akan dapat diterima dengan beberapa syarat yang harus
terpenuhi. Nāsir al-Dīn ‘Abd al-Rahmān al-Jadī’ menuliskan ada tiga syarat
yang harus ada agar syafaat dapat diterima oleh Allah subhānahu wa ta’ālā,
yaitu15:
a. Izin yang diberikan oleh Allah kepada pemberi syafaat agar untuk
memberikan syafaat
b. Ridho Allah kepada orang yang akan menerima syafaat.
c. Ahli Tauhid16
Berdasarkan hal tersebut, maka syafaat tidak serta merta dapat diberikan
seseorang kepada seseorang yang lain. Hanya orang yang mendapatkan izin
khusus dari Allah yang dapat memberikan syafaat. Demikian pula, sebagaimana
syarat pertama, penerima syafaat harus merupakan orang yang mendapat ridho
Allah subhānahu wa ta’āla, sehingga orang-orang yang telah disebutkan Allah
sebagai golongan yang tidak diampuni dosanya, maka tidak dapat menerima
15 Nāsir al-Dīn ‘Abd al-Rahmān al-Jadī’, al-Syafā’ah ‘Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah
wa al-Rad ‘Alā al-Mukhālifīn Fīhā (Saudi Arabia: Dār Atlas al-Khadrā’, 2009) h. 71 - 77 16 Syafaat pada hari kiamat tidak diberikan secara mutlak, bahkan ketentuan ini berlaku untuk
orang mu’min dan orang kafir. Syarat bahwa penerima syafaat adalah ahli tahuid menjelaskan
bahwa syarat dari diterima syafaat harus kepada orang mumin yang meninggal dalam keadaan masih
memegang kuat tahuid (tidak syirik). Sehingga keridhaan Allah secara jelas tidak berlaku untuk
hamba-hambanya yang kafir, bahkan Allah sendiri telah menjajikan kepada orang yang kafir dengan
kekekalan dalam neraka. Ulama lain menyebutkan syarat ketiga ini dengan istilah ahl ‘ahdi, dengan
makna yang sama. Bahkan mengenai hal ini, ada yang mengatakan seseorang ahli tauhid akan
menerima syafaat meskipun dia tidak melakukan amal kebaikan apapun pada masa hidupnya di
dunia.
86
syafaat meskipun orang yang akan memberi syafaat telah mendapat izin untuk
memberikan suatu syafaat.
4) Pemberi Syafaat
Hadis tentang akan dikeluarkannya penghuni neraka dari dalam neraka dan
mendapat gelar al-jahannamiyyūn, baik yang menyebutkan tanpa syafaat
maupun dengan syafaat, tidak secara spesifik menjelaskan penghuni neraka
yang dikehendaki akan dikeluarkan dalam hadis tersebut.
Nabi adalah orang yang pertama kali berhak memberikan syafaat. Namun
demikian, syafaat tidak hanya dapat diberikan oleh Nabi Muhammad sallallahu
‘alaihi wa sallam saja, melainkan ada yang dapat memberikan selain beliau.
Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah syafaat yang akan pada hari kiamat
kelak. Mustafa bin ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, menyebutkan ada beberapa
yang dapat memberikan syafaat selain Rasūlullāh sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mustafa membagi menjadi dua bagian, yaitu syafaat yang berasal dari
seseorang tertentu dan syafaat yang berasal dari amaliyah seseorang.17
Pemberi syafaat dari kelompok pertama adalah para nabi, para malaikat,
para syuhada, dan orang-orang mu’min. Syafaat yang berasal dari amaliyah
seseorang bersumber dari kalimat tauhid, syafaat membaca al-Qur’ān, syafaat
puasa, syafaat atas kesabaran pada suatu kondisi yang memberatkan.18
Redaksi hadis, ي ت اع ف ش ب menunjukkan bahwa yang berhak memberikan
syafaat untuk mengeluarkan penghuni neraka dan memasukkannya ke dalam
17 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 59 18 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 60
87
surga dikhususkan kepada Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam
Syafaat yang dimiliki oleh Nabi Muhamammad sallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri terdiri atas beberapa macam, yaitu: syafa’ah al-kubrā, syafaat untuk
memasukkan umatnya ke surga tanpa hisab saat beliau sujud kepada Allah,
syafaat untuk memasukkan pelaku dosa besar di neraka ke surga, syafaat yang
diberikan kepada penghuni neraka untuk meringankan siksaan mereka.19
5) Penerima Syafaat dan Jenis Syafaat yang Diterima
Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumber syafaat (baca:
pemberi syafaat) ada beberapa macam, namun pada bagian ini hanya akan
dijelaskan penerima syafaat Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam dan
jenis atau bentuk syafaat yang akan diterima.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa setiap nabi mempunyai do’a yang
mustajab20. Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam menyimpan do’a
mustajabnya tersebut dan akan digunakannya sebagai syafaat yang nanti akan
diberikan kepada umatnya.21 Terdapat beberapa jenis atau bentuk syafaat yang
19 Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān al-Dzahabī, Itsbāt al-Syafa’ah, h. 21 20 Redaksi hadis yang secara tekstual seakan memberikan pemahaman bahwa nabi hanya
memiliki satu do’a yang mustajab ini dipertanyakan oleh para ulama. Mereka mempermasalahkan
apakan nabi sebagai hamba yang dekat dengan Allah subhānahu wa ta’ālā hanya memiliki satu
kesempatan do’a yang dianggap mustajab. Perbedaan pendapat mengenai makna du’ā mustajabun
pada hadis tersebut diuraikan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalānī dengan mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan du’ā mustajabun adalah do’a yang paling utama dan para nabi tetap memiliki do’a-do’a yang
lain. Dzahir hadis juga memberikan pemahaman bahwa terdapat do’a-do’a para nabi yan tidak
dikabulkan oleh Allah subhānahu wa ta’ālā. Sebagaimana disebutkan, Nabi menyebutkan bahwa
diantara tiga do’a hanya dua yang dikabulkan sementara yang satu ditolak. Melengkapi penjelasan
mengenai hal ini, ada pendapat yang mengatakan bahwa du’ā mustajabun diartikan sebagai satu
permohonan yang pasti akan dikabulkan, berbeda dengan do’a yang lain dimana terkabul atau
tidaknya bergantung pada kehendak Allah untuk menerima atau tidak. Al-Imām Al-Nabawī juga
mengafirmasi, dengan mengatakan bahwa du’ā mustajabun adalah mutayaqqinah al-ijābah, yaitu
do’a yang pasti akan dikabulkan. 21 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 61
88
akan diberikan oleh Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada
umatnya nanti¸yaitu sebagai berikut:
1. Syafaat untuk Memasukkan Seseorang Tanpa Hisab
Kelompok orang yang akan menerima syafaat ini berjumlah 70 ribu22
orang. Terdapat syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi bagian golongan
ini, yaitu: tidak suka memuji diri sendiri, tidak memakai jimat, tidak
melakukan ramalan-ramalan, dan mereka adalah orang yang bertawakkal
kepada Allah.23
2. Syafaat untuk Orang yang Amal Baik dan Amal Buruk Seimbang
Para ulama menyepakati bahwa yang dimaksud dengan ahl al-a’rāf
adalah sebutan bagi kelompok ini. Mereka tidak memiliki hak masuk neraka
mapun masuk surga meskipun hati mereka akan condong memilih masuk
surga.24
3. Syafaat untuk Orang Tua Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam
Landasan tentang status keimanan orang tua nabi berpijak pada hadis
mengenai dihidupkannya kembali ibunda nabi kemudian beriman kepada
kenabian putranya. Beberapa orang menilai hadis terssebut maudhu’, akan
tetapi al-Imām al-Suyūtī menjelaskan bahwa hadis tersebut berstatus hukum
dha’īf, bukan maudhū’. Alasan penganggapan maudhu’ oleh orang yang
mengatakannya adalah adanya jahalah25 rawi dan bertentangan dengan
22 Sebagian ulama mengatakan bahwa angka 70 ribu yang terdapat pada hadis ini untuk
menunjukkan makna banyak, bukan diartikan sebagai jumlah tertentu, yaitu tujuh puluh ribu. 23 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 83 - 85 24 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 88 - 89 25 Seorang rawi tidak dikenal identitasnya
89
hadis lain tentang larangan ziarah kubur. Namun menurut al-Suyūtī rawi
yang dianggap sebagai majhul telah disebutkan oleh al-Dzahabī sehingga
kemajhulan sudah tidak berlaku. Sementara berkaitan dengan hadis ziarah
kubur, maka digunakan ilmu nasikh mansukh, sehingga diketahui bahwa
hadis tentang larangan ziarah kubur ke makam ibunda nabi untuk meminta
ampunan atasnya dinaskh oleh hadis tentang dibangkitkannya ibunda
nabi.26
4. Syafaat untuk Paman Nabi, Abū Tālib
Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam kelak akan memberikan
syafaat untuk pamannya berupa meringankan siksa yang diterimanya.27
لله هل نـفعت أبا طالب قال: يا رسول ا عن العباس بن عبد المطل ب رضي الله عنه أنه
فإنه ولو ال أنا ˛ن النار لك ؟ قال: نـعم هو في ضحضاح م كان يحوطك و يـغضب بشي
رك السفل من النار لكان في الد
“dari al-‘Abbās bin ‘Abd al-Mutallib, berkata: “Wahai Rasulallāh, apa Abū
Tālib akan memperoleh manfaat dari perbuatannya (di dunia), sebab dia
menjagamu dan marah karenamu ?”, Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Ya, dia (Abū Tālib) berada pada suatu air di neraka, jika bukan karena (syafaat)ku, pasti dia berada pada dasar neraka paling bawah”.
26 Al-Suyūtī, Jalāl al-Dīn, al-Ta’zīm wa al-Minnah fī Annā Abawai al-Nabī fī al-Jannah
(T.Tp.: Dār Jawāmi’ al-Kalim, t.t.) h. 1-20 27 Muhammad ibn Abī al-‘Iz al-Hanafī¸ Syarh al-Tahāwiyyah fī al-‘Aqīdah al-Salafiyyah
(Kairo: Dār al-Hadīts, 2005) h. 166
90
5. Syafaat untuk Mengeluarkan Penghuni Neraka
Pada suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi bersabda عتي لهل الكبائر اف ش
Riwayat ini menjelaskan bahwa para pelaku dosa kelak akan .من أمتي
mendapatkan syafaat dari baginda Rasūlullah sallallhu ‘alaihi wa sallam.
Syafaat ini hanya akan diberikan kepada pelaku dosa28 yang masuk ke
dalam neraka dengan catatan bahwa dia adalah ahl al-tauhīd.29 Hal ini juga
dijelaskan oleh Nāsir al-Dīn ‘Abd al-Rahmān al-Jadī’ bahwa al-kabāir
dimaknai secara khusus sebagai orang yang berlaku maksiat dari kalangan
ahli tauhid, yang masuk ke dalam neraka disebabkan oleh dosa-dosa yang
mereka perbuat.30
Allah subhānahu wa ta’ālā berfirman dalam Q. S. al-Nisa ayat 48
sebagai berikut:
ل من يشرك بالله فـقد افـتـر ك لمن يشاء و إن الله ال يـغفر أن يشرك به ويـغفر ما دون ذ
ا إثم ا عظيم
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.
28 Diantara kelompok yang menolak adanya pembebasan hamba dari neraka bagi pelaku dosa
adalah Khawarij dan Mu’tazilah. 29 Abd al-Qādir Mustafa ‘Abd al-Razzāq al-Muhammadī, al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-Nabawī,
h. 91 30 Nāsir Al-Dīn ‘Abd Al-Rahmān Al-Jadī’, al-Syafā’ah ‘Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah
wa al-Rad ‘Alā al-Mukhālifīn Fīhā, h. 51
91
Sebagian kelompok ada yang bependapat bahwa bentuk syafaat yang
akan diterima seseorang berdasarkan hadis di atas adalah pembatalan
seorang hamba yang akan dimasukkan ke dalam neraka, sehingga dia batal
menjadi penghuni neraka. Pendapat tersebut muncul dengan melihat
keumuman hadis di atas.31
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai syafaat, maka dapat dipahami bahwa
para penghuni neraka yang akan dikeluarkan dari dalam neraka harus merupakan
seorang yang ahli tauhid.
B. Amal Baik
Setiap orang tentu pernah melakukan amal perbuatan, baik maupun buruk,
termasuk orang kafir sekalipun. Setiap amal perbuatan akan diberikan balasan
meskipun itu hanya amalan yang kecil. Allah subhānahu wa ta’ālā menyebutkan
dalam Q. S. al-Zalzalah ayat 8-9:
﴾٥﴿ومن يـعمل مثـقال ذرة شرا يـره ﴾٢﴿يـره من يـعمل مثـقال ذرة خيـر اف
“Barang siapa melakukan amal kebaikan sekecil apapun, maka dia akan melihat
(mendapatkan) balasannya, dan barang siapa melakukan perbuatan buruk sekecil
apapun, maka dia akan melihat (mendapatkan) balasannya.”
Pada bab sebelumnya telah disebutkan salah satu hadis tentang salah satu sebab
dikeluarkannya seorang hamba dari dalam neraka, yaitu karena kebaikan yang
dimiliki oleh orang tersebut. Jika diamati matan hadis tersebut, maka dapat
ditemukan bahwa terdapat satu syarat yang harus selalu ada, yaitu orang tesebut
adalah ahli tauhid. Hal ini didasarkan pada kalimat الله ل إ ه ل إ ل ال ق ن م
31 Nāsir al-Dīn ‘Abd al-Rahmān al-Jadī’, al-Syafā’ah ‘inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah wa
al-Rad ‘alā al-Mukhālifīn Fīhā, h. 56
92
Berdasarkan hal tersebut, maka akan dipahami bahwa tidak semua penghuni
neraka yang memiliki kebaikan akan dikeluarkan dari dalam neraka, akan tetapi
dibatasi pada orang yang memiliki amal perbuatan baik dan termasuk ahli tauhid.
C. Perbedaan Dalil tentang Konsep Kekekalan Penghuni Neraka
Perbedaan yang terjadi antara dua dalil atau lebih secara tekstual adalah hal
yang sering ditemui dalam dalil nas. Berdasarkan pada pemaparan sebelumnya,
dapat ditemukan perbedaan yang terjadi antara beberapa dalil berkaitan dengan
konsep para penghuni neraka, baik antar hadis maupun hadis dengan al-Qur’ān.
Sebagian di antara hadis yang bertentangan, ada yang memungkinkan untuk
diamalkan keduanya, maka keduanya wajib di amalkan. Akan tetapi apabila
diketahui salah satu dari dua atau lebih hadis merupakan hadis yang sudah dinaskh
(dihapus), maka yang diamalkan adalah hadis yang belum dihapus hukumnya.
Kemudian jika diketahui bahwa di antara hadis yang bertentangan ada hal yang bisa
diunggulkan, seperti melihat keunggulan antara perawi, maka hadis yang
diamalkan adalah yang lebih unggul dari sisi tersebut.32
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada pembahasannya sebelumnya,
dapat ditemukan bahwa terdapat beberapa redaksi dalil yang berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya. Masing-masing dalil tersebut mengandung informasi
mengenai golongan-golongan yang akan dikeluarkan dari dalam neraka dan yang
kekal di dalamnya.
Golongan pertama terdapat dalam riwayat al-Bukhārī, yang menginfomasikan
bahwa Nabi Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan terdapat
golongan yang akan dikeluarkan dari dalam neraka dan disebut dengan al-
32 ‘Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016) h.
192
93
Jahannamiyyūn. Mereka dikeluarkan dari dalam neraka hanya dengan syarat telah
melewati masa penyiksaan. Hal ini disebutkan dalam riwayat berikut:
ن ي ي م ن ه ج : ال ة ن ج ال ل ه أ م ه ي م س ي ، فـ ة ن ج ال ن و ل خ د ي ، فـ ع ف ا س ه نـ م م ه س ا م م د ع بـ ار الن ن م م و قـ ج ر خ ي
“nanti aka ada orang yang keluar dari neraka, setelah mereka dibakar di dalamnya,
kemudiam mereka masuk ke dalam surga, lalu para penduduk surga menyebutnya
dengan al-jahannamiyyūn.”33
Beradasarkan hadis di atas, maka akan dipahami bahwa setiap pelaku dosa yang
telah mengalami masa dibakar di dalam neraka, akan keluar dari neraka. Hadis di
atas tidak membatasi pada siapapun, sehingga jika hanya berhenti pada hadis di
atas, akan muncul kesimpulan bahwa semua orang akan dikeluarkan dari neraka
bersamaan dengan telah selesainya masa pembakaran pelaku dosa di dalam neraka.
Golongan kedua terdapat pada Abū ‘Īsā dalam Sunan al-Tirmīdzi, al-Imām
Muslim dalam Sahīh Muslim, dan al-Imām al-Bukhārī dalam Sahīh Al-Bukhārī,
yaitu orang-orang yang mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad sallallāhu
‘alaihi wa sallam. Secara lengkap redaksi hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
ثـنا ثـنا يحيى ،د مسد حد ،ن ي ص ح ن ب ان ر م ع ان ث د ح ،أبـو رجاء ان ثـ د ح ،ان و ك ذ ن ب ن س ح ال ن ، ع حد
ة ن ج ال ن و ل خ د ي ف د م ح م ة اع ف ش من النار ب 34ام و ق ي خرج أ : م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ل و س ر ال : ق ال ق
ن و ي م ن ه ج ال ن و م س ي و
“Musaddad telah menceritakan kepada kami, Yahyā telah menceritakan kepada
kami, dari al-Hasan bin Dzakwān, Abū Rajā’ telah menceritakan kepada kami,
‘Imrān bin Husain berkata: Rasūlullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘akan
33 Al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī, Jilid IV, h. 330 34 Penulis mendapatkan, di dalam kitab Sahīh al-Bukhārī hanya ditulis menggunakan redaksi
kata قوم dan tidak ditemukan kata أقوام (al-Imām al-Bukhārī tidak mengguanak kata tersebut).
94
keluar suatu kaum dari neraka berkat syafaat Muhammad, kemudian mereka akan
masuk ke dalam surga, dan dinamakan al-jahannamiyyūn.”35
atau dalam redaksi lain yang masih memiliki kesamaan makna disebutkan sebagai
berikut:
ن و يـ م ن ه ج ال ن و م س , ي ي ت اع ف ش ب ار الن ن م ي ت م أ ن م م و قـ ج ر خ ي
“akan keluar suatu kaum dari golongan umatku dari nerak, sebab syafaatku, mereka
dinamakan al-jahannamiyyūn”36
atau dalam redaksi lain yang masih memiliki kesamaan makna disebutkan sebagai
berikut:
ن و يـ م ن ه ج ال ن و م س ي ي ت اع ف ش ب ار الن ن م ي ت م أ ن م م و قـ ن ج ر خ ي ل
“sungguh nanti akan keluar suatu kaum dari neraka oleh sebab syafaatku, mereka
disebut dengan Al-Jahannamiyyūn”.37
Berdasarkan sabda Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam di atas, maka dapat
diketahui bahwa orang yang akan dikeluarkan dari dalam neraka dan disebut
dengan al-Jahannamiyyūn adalah orang yang mendapat syafaat dari Rasūlullāh
sallallhu ‘alaihi wa sallam.
Golongan ketiga terdapat dalam dua hadis riwayat al-Tirmīdzī (wafat 279 H)
dan satu hadis dalam riwayat Muslim. Mereka yang dikeluarkan dari neraka dalam
hadis ini adalah orang-orang yang mengucapkan kalimat tauhid: lā ilāha illa Allah
dan di dalam hatinya masih terdapat amal kebaikan meskipun sekecil atom. Redaksi
lengkap riwayat ini sebagai berikut:
35 Walī Al-Dīn Abū ‘Abdillāh Muhammad bin ‘Abdillāh al-Khatīb al-Tabrizī, Misykāh al-
Masābīh, Jilid II, h. 324 36 Walī al-Dīn Abū ‘Abdillāh Muhammad bin ‘Abdillāh al-Khatīb al-Tabrizī, Misykāh al-
Masābīh, Jilid II, h. 324 37 al-Tirmīdzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīdzī, Jilid IV, h. 421
95
م ث ˛ير ما يزين شعيـرة ه إال الله وكان في قـلبه من الخ الإل : ال ق ن م ار الن ن م ج ر خ : ي الله ل و س ر ال ق
ن م ار الن ن م ج ر خ ي م ث ˛ة ر بـ ه إال الله وكان في قـلبه من الخير ما يزين الإل : ال ق ن م ار الن ن م ج ر خ ي
38ة ر ذ ه إال الله وكان في قـلبه من الخير ما يزين الإل : ال ق
“Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘nanti orang yang pernah
mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah dan di hatinya ada sebutir kebaikan akan
keluar dari neraka, kemudian keluar dari neraka orang yang memiliki kebaikan
sebutir gandum dan mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah, kemudian kemudian
keluar dari neraka orang yang memiliki kebaikan sekecil atom dan mengucapkan
kalimat lā ilāha illa Allah”.
كان في قـلبه من الخير ما ه إال الله و الإل ال ق ن م ار الن ن ا م و ج ر خ : أ ة ب ع ش ال ق و ار الن ن م ج ر خ :ي ال ق
ا و ج ر خ أ ˛ة ر بـ ين ه إال الله وكان في قـلبه من الخير ما يز الإل : ال ق ن م ار الن ن ا م و ج ر خ أ ˛زين شعيـرة ي
39 ة ر ذ ه إال الله وكان في قـلبه من الخير ما يزين الإل : ال ق ن م ار الن ن م
“Rasūlullāh sallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘keluarkan orang yang pernah
mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah dan di hatinya ada sebutir kebaikan akan
keluar dari neraka, kemudian dikatakan: keluarkan orang yang pernah
mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah dan memiliki kebaikan sebutir, kemudian
dikatakan: keluarkan orang yang pernah mengucapkan kalimat lā ilāha illa Allah
dan keluar dari neraka orang yang memiliki kebaikan sekecil atom”.
يمان قال يخرج من النار من كان في قلب قال: وسلم عليه أن رسول الله صلى الله ه مثـقال ذرة من ا
40أبـو سعيد فمن شك فـليـقرأ إن الله ال يظلم مثـقال ذرة
“Sesungguhnya Rasūlullāh berkata: kelak orang yang di dalam hatinya memiliki
sebutir keimanan akan dikeluarkan dari dalam neraka. Abu Sa’īd berkata: maka
38 Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim, Jilid I, h. 192 39 al-Tirmīdzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīdzī, Jilid IV, h. 422 40 al-Tirmīdzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīdzī, Jilid IV, h. 424
96
ketika seseorang memiliki keraguan, maka bacalah (ayat yang artinya):
sesungguhnya Allah tidak akan melakukan sebuah kezaliman sekecil apapun”
Berdasarkan pengelompokkan di atas, maka dapat diklasifikasikan golongan
penghuni neraka yang nanti akan dikeluarkan dari dalam neraka, sebagai berikut:
No Nama Golongan Sebab Dikeluarkan Landasan Dalil
1 al-Jahannamiyyun
Telah selesai masa
penyiksaan (pembakaran di
neraka)
H.R. al-Bukhārī
2 al-Jahannamiyyun
Mendapat syafaat dari
Rasūlullah sallallhu ‘alaihi
wa sallam.
H.R. al-Bukhārī,
H.R. al-Tirmīdzī
3 Tidak Disebutkan
Memiliki amal baik dan
Ahli Tauhid (mengucapa lā
ilāha illā Allāh)
H.R. Muslim
H.R. al-Tirmīdzī
Apabila merujuk pada tabel di atas, maka akan dipahami bahwa semua
penduduk neraka jahannam akan dikeluarkan dari dalam neraka pada masa tertentu
dengan sebab masing-masing, sementara terdapat ayat al-Qur’ān yang menyebut
tentang kekekalan penghuni neraka. Selain itu, sebagaimana diketahui dan
diterangkan di awal, bahwa neraka tidak hanya jahannam, bahkan penghuni neraka
yang dalam al-Qur’ān tidak dikatakan kekal, terdapat pada neraka selain jahannam.
Oleh karerna itu, penulis, menghimpun ayat-ayat yang membicarakan tentang
kekekalan penghuni neraka dengan kata kunci kekal (dalam bahasa Arab: خالد) dan
nama-nama neraka. Berikut ini adalah tabel hasil penghimpunan data yang
dilakukan oleh penulis.
97
1) Ayat al-Qur’ān yang Menggunakan Redaksi Khālidūn (خالدون)
al-Qur’ān menggunakan menggunakan kata khālidūn untuk menjelaskan
tentang keabadian berkaitan dengan surga, neraka, adzab, dan rahmat. Kata
khālidūn digunakan untuk membicarakan tentang keabadian penghuni surga
sebanyak tujuh kali. Adapaun kata khālidūn digunakan untuk membicarakan
ayat tetang keabadian penghuni neraka sebanyak empat belas kali, sebagaimana
terdapat di dalam tabel berikut:
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Baqarah: 39 Orang kafir dan pendusta ayat
Allah
Masuk neraka
dan kekal di
dalamnnya
2 al-Baqarah: 81 Orang yang berdosa41
3 al-Baqarah: 217
Orang yang murtad dan
meninggal dalam keadaan
kafir
4 al-Baqarah: 257 Orang kafir (138)
5 al-Baqarah: 275 Pemakan harta riba
6 Ali ‘Imrān: 116 Orang kafir
7 al-A’rāf: 36 Pendusta ayat Allah serta
sombong terhadapnya
8 al-Taubah: 17 Orang kafir
9 Yūnus: 27 Orang yang berbuat jahat42
10 al-Ra’d: 5 Orang kafir
11 al-Anbiyā’: 99 Penyembah berhala Masuk neraka
jahannam dan
kekal di
dalamnya
12 al-Mu’minūn: 103 Orang yang ringan timbangan
amal baiknya
13 al-Zukhrūf: 74 Orang yang berbuat dosa43
41 Kalimat orang yang berbuat dosa pada ayat ini, tidak diartikan secara umum. Ibn Jarīr
mengambil dilalah dengan adanya hukuman kekal di dalam neraka yang terdapat pada akhir ayat ini
sebagai hujjah bahwa yang dimaksud dengan keburukan pada ayat ini adalah syirik. Adapaun
kekekalan orang yang berbuat syirik di dalam neraka disebabkan karena dosa syirik tersebut telah
menyelimuti dirinya, sehingga belum sempat bertaubat, akan tetapi sudah meninggal terlebih
dahulu. Ibn Katsīr menjelaskan bahwa orang yang dimaksud pada ayat di atas adalah orang yang
pada saat teradi hari kiamat tidak membawa sedikit pun amal kebaikan. 42 Ibn Katsīr menjelaskan bahwa perbuatan jahat pada ayat ini dilakukan oleh orang yang
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. 43 Ibn Jarīr al-Tabarī menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mujrim pada ayat ini adalah
perbuatan kufur kepada Allah yang pelakunya disebut dengan kafir.
98
14 al-Mujādalah: 17 Orang munafik
Masuk neraka
dan kekal di
dalamnya
al-Imām Ibn Jarīr al-Tabarī menjelaskan perihal al-Baqarah ayat 39, bahwa
penghuni neraka akan tinggal selama tanpa ada batas masa untuk keluar
darinya.44 Akan tetapi, ada tambahan dari al-Imām Ibn Katsīr dalam kitab
tafsirnya, bahwa berbeda dengan orang yang masuk neraka sebab kesalahannya,
maka golongan ini akan bisa keluar dari dalam neraka dengan adanya syafaat.45
2) Ayat al-Qur’ān yang Menggunakan Redaksi Khālidīn (خالدين)
Penggunaan kata yang menjelaskan tentang keabadian penghuni neraka
dalam al-Qur’ān, selain dengan kata khālidūn, juga terdapat penggunaan kata
khālidīn. Kata khālidīn digunakan untuk membicarakan tentang keabadian
penghuni surga sebanyak 27 kali. Adapaun kata khālidīn digunakan untuk
membicarakan ayat tetang keabadian penghuni neraka sebanyak sebelas kali,
sebagaimana terdapat di dalam tabel berikut:
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Nisā’: 168-
169 Orang kafir dan dzalim46
Masuk neraka
jahannam dan kekal
di dalamnya
2 al-An’ām: 128 Orang yang mengikuti
godaan syaitan
Masuk neraka dan
kekal, kecuali Allah
menghendaki (yang
lain)
3 al-Tawbah: 68 Orang kafir dan munafiq Masuk neraka
jahannam dan kekal
44 Ibn Jarīr al-Tabarī, Tafsīr al-Tabarī (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1994) Jilid I, h. 183 45 Ismā’īl bin ‘Umar bin Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm (Saudi Arabia: Dār
Tayyibah, 1999) Jilid I, h. 241 46 Kafir dan dzalim di sini bercampur menjadi satu pada diri seseorang.
99
4 Hud: 107 Orang yang celaka
Masuk neraka dan
kekal, kecuali Allah
menghendaki (yang
lain)
5 al-Nahl: 29 Orang takabbur47 Masuk neraka
jahannam dan kekal
6 al-Ahzāb: 65 Orang kafir Masuk neraka sa’ir
dan kekal
7 al-Zumar: 72 Orang kafir Masuk neraka
jahannam dan kekal 8 Ghāfir: 76 Orang takabbur terhadap
ayat-ayat Allah
9 al-Taghābūn: 10 Orang kafir dan pendusta
ayat Allah
Masuk neraka dan
kekal di dalamnnya
10 al-Jīn: 23 Orang yang durhaka48
kepada Allah dan Rasul
Masuk neraka
jahannam dan kekal
di dalamnya
11 al-Bayyinah: 6 Orang kafir dan musyrik Masuk neraka dan
kekal di dalamnya
3) Ayat al-Qur’ān yang Menggunakan Redaksi Khālidan (خالدا)
Penggunaan kata khālidan di dalam al-Qur’ān hanya untuk pembahasan
neraka, dengan penejalasan sebagaimana di dalam tabel di bawah ini:
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Nisā’: 14
Orang yang bermaksiat
dan melewati batas
aturan49 kepada Allah dan
Rasul
Masuk neraka dan
kekal di dalamnya
2 al-Nisā’: 93 Pembunuh orang beriman
dengan sengaja
47 Ibn Jarīr menjelaskan bahwa takabbur yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang
bersikap sombong kepada Allah dengan cara tidak mengkaui keTuhanan Allah 48 Durhaka pada ayat ini diartikan sebagai tindakan seseorang yang menyelisihi perintah dan
larangan Allah. Orang-orang yang durhaka tersebut juga belaku kafir dan memerangi risalah Allah. 49 Ibn Jarīr menyebutkan bahwa keingkaran mereka yang menyebabkan keluar dari agama
Islam dan menjadikannya kafir kepada Allah
100
3 al-Taubah: 63
Orang munafik yang
menentang Allah dan
Rasul
Masuk neraka
jahannam dan kekal
di dalamnya
4) Ayat al-Qur’ān yang Menggunakan Nama-Nama Neraka
al-Qur’ān sendiri menyebutkan nama-nama neraka dalam ayat-ayatnya
untuk menjelaskan tempat kembali seseorang. Ada beberapa nama neraka yang
disebutkan dalam al-Qur’ān, sebagaimana terdapat di dalam tabel di bawah ini:
a. Penggunaan Kata Sa’īr
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Nisā’: 10 Pemakan harta anak
yatim
Masuk neraka
sa’ir
2 al-Nisā’: 55 Menghalangi orang
beriman
Masuk neraka
jahannam yang
apinya menyala-
nyala (sa’ir)
3 al-Isrā’: 97
4 al-Furqān: 11 Orang yang mendustakan
hari akhir
Masuk neraka
sa’ir
5 al-Ahzāb: 64 Orang kafir
6 al-Fath: `13
Orang kafir yang tidak
beriman kepada Allah
dan Rasul
7 al-Insyiqāq: 12
Orang yang mendapat
buku catatan amal dari
belakang
b. Penggunaan Kata Jahīm
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Wāqi’ah: 94 Orang sesat yang
berdusta
Dibakar di neraka
Jahim
2 al-Infitār: 14 Orang yang duhaka
kepada Allah
Masuk neraka
jahim
c. Penggunaan Kata Lazā
101
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-Ma’ārij: 15 Orang kafir Masuk neraka
lazā
d. Penggunaan Kata Hutamah
No Lokasi Ayat Objek Keterangan
1 al-lHumazah: 1-
9
Orang yang suka
mengumpulkan harta dan
menghitung - hitungnya
Masuk neraka
hutamah
Berdasarkan pada data di atas, maka dapat dipahami bahwa kekekalan
konsep seseorang sebagai penghuni abadi neraka tetap berlaku. Hal tersebut
diberlakukan kepada orang-orang yang kafir, syirik, murtad, dan atau yang
meninggal dalam keadaan tidak beriman.
Nabi tidak memberikan penjelasan mengenai nama khusus bagi orang yang
keluar dari neraka selain jahannam, sebagaimana al-jahannamiyyūn. Demikian
pula pada hadis yang menerangkan tentang al-jahannamiyyūn, Nabi tidak
menyebut neraka jahannam secara khusus, akan tetapi menggunakan kata al-
nār. Sehingga disimpulkan bahwa nama al-jahannamiyyūn diberikan kepada
semua orang yang keluar dari neraka. Dengan demikian, maka orang yang
keluar dari neraka dan mendapat sebutan al-jahannamiyyūn, mencakup sebab
habisnya masa siksaan, mendapat syafaat, dan atau memiliki amal kebaikan.
D. Metode Penyelesaian Perbedaan Dalil menurut al-Syāfi’ī
al- Syāfi’ī memberikan penjelasan bahwa terdapat beberapa ilmu yang dapat
digunakan oleh seseorang untuk dapat memahami sebuah hadis. Ilmu tersebut
adalah mengetahui nāsikh dan mansūkh, mengetahui al-‘ām dan al-khās, memiliki
102
pengetahuan tentang mafhūm al-mukhālafah, mengetahui asbāb wurūd al-hadīts,
memilliki pengetahuan ikhtilāf al-hadīts.50
Pada penelitian ini, ilmu mukhtalaf al-hadīts yang digunakan menerapkan
metode al-Jam’u51. Dua hal yang berbeda, dalam hal ini adalah hadis dan al-Qur’ān
yang bertentangan mengenai kekekalan penghuni neraka, harus dipilih salah satu
sebagai hal yang dinilai dapat mengakomodir maksud yang sebenarnya berdasarkan
dalil yang menunjukkan lebih kuatnya hal yang dipilih tersebut.52 Peneliti dalam
hal ini menyelesaikan perbedaan anatara dua nash di atas dengan hadis mutlak dan
hadis yang muqayyad.
Tiga hadis yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnnya terbagi menjadi tiga
macam:
1) Hadis Mutlak
يهم أهل الجنة ،فـيدخلون الجنة ،سفع منـها يخرج قـوم من النار بـعد ما مسهم فـيسم
53الجهنميـ ون.
“nanti aka ada sekolompok orang yang keluar dari neraka, setelah mereka
dibakar di dalamnya, kemudiam mereka masuk ke dalam surga, lalu para
penduduk surga menyebutnya dengan al-jahannamiyyūn”
Hadis ini bersifat mutlak, yang berarti memasukkan semua orang yang
berada dalam neraka sebagai golongan yang akan dikeluarkan dari dalam
50 ‘Abd al-Hakim al-Wahīd, Manhaj Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah ‘inda al-Imām al-Syāi’ī
fī Kitābihi Al-Risalah, h. 4-8 51 Menggunakan atau mengamalkan kedua hadis yang secara lahiriyah bertentangan dengan
cara tertentu. 52 ‘Abd al-Hakim al-Wahīd, Manhaj Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah ‘inda al-Imām al-Syāi’ī
fī Kitābihi al-Risalah, h. 4 53 al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī Kitāb al-Raqāq Bāb Sifah al-
Jannah wa al-Nār, Jilid IV, h. 330
103
neraka. Hal ini dapat diketahui dengan kalimat ع ف ا س ه نـ م م ه س ا م م د ع بـ . Hal
tersebut mengindikasikan bahwa setelah seseorang selesai dari masa
penyiksaan, maka dia akan mendapatkan kebebasan dari siksa neraka, lalu akan
dimasukkan ke dalam golongan penghuni surga.
2) Hadis Muqayyid
Terdapat dua hadis yang dalam pandangan penulis menjadi qayyid bagi
hadis di atas, sehingga dapat memberikan pemahaman bahwa tidak semua
penduduk neraka akan dikeluarkan dari dalam neraka. Rasūlullah sallallāhu
‘alaihi wa salam bersabda:
54ن و يـ م ن ه ج ال ن و م س ي و ة ن ج ال ن و ل خ د ي فـ د م ح م ة اع ف ش من النار ب ام و قـ يخرج أ
“nanti aka ada sekolompok orang yang keluar dari neraka, sebab
(mendapatkan) syafaat Nabi Muhammad, kemudiam mereka masuk ke dalam
surga, lalu para penduduk surga menyebutnya dengan al-jahannamiyyūn”
Pada hadis di atas, terdapat sedikit perbedaan dengan hadis sebelumnya,
yaitu adanya kata syafā’ah. Pada hadis yang lain, Rasulullāh sallallhu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda:
ثم ٬ه من الخير ما يزين شعيـرة ه إال الله وكان في قـلب صلى الله عليه وسلم قال: الإل أن النبي
خرج من النار ثم ي ٬وكان في قـلبه من الخير ما يزين بـرة ه إال الله يخرج من النار من قال: الإل
55وكان في قـلبه من الخير ما يزين ذرة ه إال الله من قال: الإل
54 al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl, Sahīh al-Bukhārī, Jilid IV, h. 332 55 Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Sahīh Muslim (Kairo: Dār al-Hadīts, 2010 ) Jilid I, h.
192
104
Hadis di atas menunjukkan bahwa satu golongan yang dapat keluar dari
neraka adalah orang yang beriman dan masih memiliki amal baik dalam dirinya,
meskipun berupa amal baik yang kecil atau sepele.
Berdasarkan pada dua hadis terakhir yang dibandingkan dengan hadis
pertama di atas, maka dapat diambil suautu pengertian bahwa tidak semua
penduduk neraka akan dibebaskan dari dalamnya. Pembebasan tersebut hanya
akan diberlakukan bagi orang yang berhak mendapatkan syafaat Nabi
Muhammad sallallāhu ‘alaihi wa sallam serta orang yang memiliki amal baik
dan masih dalam keadaan beriman saatnya meninggalnya. Dengan demikian,
artinya tidak semua penduduk neraka akan diberikan kebebasan meskipun
sudah dibakar di dalamnya. Hal ini semakin dikuatkan oleh ayat-ayat yang
mengatakan bahwa beberapa penduduk neraka akan menjadi penghuni abadi
neraka, yaitu orang kafir, syirik, murtad, dan orang yang meninggal dalam
keadaan tidak beriman.
Adapun cara menjamak hadis-hadis di atas adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan hadis dikeluarkannya hamba setelah habisnya masa penyiksaan
berlaku untuk orang-orang yang tidak mendapatkan syafaat akan tetapi
meninggal dalam keadaan beriman dan membawa dosa
2. Penggunaan hadis dikeluarkannya hamba dengan diberikan syafaat berlaku
untuk orang-orang yang memenuhi kriteria memperoleh syafaat, meskipun
berdosa.
105
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat disimpulkan bahwa konsep
kekekalan neraka adalah neraka kekal bagi orang kafir, munafiq, dan murtad, serta
tidak berlaku kekekalan neraka bagi orang yang memiliki amal kebaikan disertai
iman dan bagi orang yang berhak mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad
sallallāhu ‘alaihi wa sallam.
B. Saran
Penelitian yang dilakukan oleh penulis tentunya belum sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi sumber penelitian (referensi) maupun
proses penelitian. Penulis menemukan masih banyak terdapat hal-hal yang perlu
disempurnakan sehingga hasil dari penelitian ini dapat lebih baik. Oleh karena itu,
ada beberapa saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca yang memiliki
keinginan untuk melanjutkan penelitian dengan pembahasan ini, sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang syafaat Rasulullāh sallallāhu
‘alayhi wa salamm.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang makna ahl al-kabāir
3. Konsep keadilan Allah subhānahu wa ta’āla tentang pembalasan amal di
akhirat.
106
DAFTAR PUSTAKA
al-‘Asqalānī, Ahmad bin ‘Alī bin Hajar. al-Isabah fī Tamyīz al-Sahabah. Beirut.
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1995.
____. Fath al-Bārī bi Syarh Sahīh al-Bukhārī. Saudi Arabia. Maktabah Faid al-
‘Ilm. 2013.
____. Tahdzīb Al-Tahdzīb. Libanon. Muassasah al-Risālah. 1995.
al-Adlābī, Salāh al-Dīn. Metodologi Kritik Matan Hadis. terj. M. Qodirun Nur dan
Ahmad Musyafiq. Jakarta. Gaya Media Pratama. 2004.
al-Dimasyqī, Ismā’īl bin ‘Umar bin Katsīr. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm. Saudi
Arabia. Dār Tayyibah. 1999.
al-Dzahabī, Abū ‘Abdillah Syams al-Dīn Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsmān.
Siyar A’lam Al-Nubalā’. Makkah. Bait al-Afkār al-Dauliyyah. 2004.
____. Itsbāt al-Syafa’ah. Riyād. Adwā’ al-Salaf. 2000.
al-Jadī’, Nāsir Al-Dīn ‘Abd Al-Rahmān. al-Syafā’ah ‘inda Ahl al-Sunnah wa al-
Jamā’ah wa al-Rad ‘alā al-Mukhālifīn Fīhā. Saudi Arabia. Dār Atlas al-
Khadrā’. 2009.
al-Jazarī, ‘Iz al-Dīn Abū al-Hasan ‘Alī bin Muhammad. Usūd al-Ghabah fī a’rifah
al-Sahābah. Beirut. Dār Ibn Hazm. 2012.
al-Mubārakfūrī, Muhammad bin ‘Abd al-Rahmān bin ‘Abd al-Rahīm. Tuhfah al-
Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmīdzī. Kairo. Syirkah al-Quds. 2009.
al-Muhammadī, ‘Abd al-Qādir Mustafa‘Abd al-Razzāq. al-Syafā’ah fī al-Hadīts al-
Nabawī. Beirut. Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 2005.
al-Naisābūrī, Muslim bin al-Hajjāj. Sahīh Muslim. Kairo. Dār al-Hadīts. 2010.
al-Qurtūbī, Muhammad bin Ahmad. al-Tadzkirah bi Ahwāl al-Mautā wa Umūr al-
Ākhirah. Riyad. Maktabah Dār al-Manhāj. 1425.
al-Suyūtī, Jalāl al-Dīn. al-Ta’zīm wa al-Minnah fī Annā Abawai al-Nabī fī al-
Jannah. T.Tp. Dār Jawāmi’ al-Kalim, t.t.
al-Syarīf, Hātim bin ‘Ārif. al-Takrīj wa Dirāsah al-Asānīd. Multaqa Ahl al-Hadīts.
t.t.
al-Tabrizī, Walī al-Dīn Abū ‘Abdillāh Muhammad bin ‘Abdillāh al-Khatīb.
Misykāh al-Masābīh. Libanon. Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 2010.
al-Tahhān, Mahmūd. Usūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd. Beirut. Dār al-Qur’ān
al-Karīm. 1979.
107
al-Tirmīdzī, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan al-Tirmīdzī. Kairo. Dār al-
Hadīts. 2010.
al-Wādi’ī, ‘Abd al-Rahmān Muqbil bin bin Hādī. al-Syafā’ah. Beirut. Muassasah
al-Rayyān. 1999.
Wahīd, ‘Abd Hakim. Manhaj Fahm Al-Sunnah al-Nabawiyah ‘inda Al-Imām Al-
Syāi’ī fī Kitābihi Al-Risalah. Az Zahra Jurnal. Vol. 13 No. 1 2016
al-Ziriklī, Khair al-Dīn. al-A’lām Qāmus Tarājim li Asyhur al-Rijāl wa al-Nisā min
al-Maghrib wa al-Musta’ribīn wa al-Mustasyriqīn. Beirut. Dār al-‘Ilm li al-
Malāyīn. 2002.
al-Banna, Muhammad Kahfi. “Kehidupan Penduduk Neraka Di Dalam Neraka.”
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Univeristas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, 2016.
al-Tabarī, Ibn Jarīr. Tafsīr al-Tabarī. Beirut. Muassasah al-Risālah. 1994.
al-Asyqar, ‘Umar Sulaimān. al-‘Aqīdah fī Dau al-Kitāb wa al-Sunnah: al-Yaum al-
Ākhir al-Jannah wa al-Nār. Amman: Dār al-Nafāis. 1998.
al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā’īl. Sahīh al-Bukhārī. Kairo. Dār al-Hadīts, 2008.
al-Jauziyyah, Muhammad bin Abī Bakr bin Ayyūb bin al-Qayyim. Hādī al-Arwāh
ilā Bilād al-Afrāh. T.Tp. Dār ‘Ilm al-Fawāid. t.t.
Arnel, Iskandar. “Azab dalam Eskatologi Ibn ‘Arabi,” An-Nida, Jurnal Pemikiran
Islam, Vol. 39, No. 1 (Januari-Juni 2014)
Bālī, Wahīd ‘Abd Al-Salām. Wasf al-Jannah wa al-Nār min Sahīh al-Akhbār.
Beirut. Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1987.
Adi, Febri Prasetya. Menyibak Misteri Kekal Akhirat Tinjauan Ilmu Fisika.
Jogjakarta. Total Media. 2007.
ibn Abī al-‘Iz, Muhammad al-Hanafī. Syarh al-Tahāwiyyah fī al-‘Aqīdah al-
Salafiyyah. Kairo. Dār al-Hadīts. 2005.
Ibn Abī al-Dunya, Abū Bakr ‘Abdullāh bin Muhammad. Terjemah Abu Aisyah
Rendusara. Sifat Neraka. Jakarta. Pustaka as-Sunnah. 2006.
Ibn Katsīr, Isma’īl bin ‘Umar. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīm. Riyād. Dār Tayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzī’. 1999.
Ibn Manzūr, Jamāl al-Dīn Muhammad bin Mukram. Lisān al-‘Arabī. Beirut. Dār
Sādir. t.t.
108
Ilyas, Deddy. “Antara Surga dan Neraka: Menanti Kehidupan nan Kekal Bermula,”
JIA, No. 2 (Desember 2013)
Mahmūd, Mustafa. al-Syafa’ah Muhāwalah li Fahm al-Khallāf al-Qadīm baina al-
Muayyidīn wa al-Mu’āridīn. Mesir. 1999.
Mujamma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah. al-Mu’jam al-Wasīt. Mesir. Maktabah al-
Syurūq al-Dauliyyah. 2004).
Mustofa, Agus. Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Surabaya. Padma Press. 2005.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta.
Pusat Bahasa. 2008.
Salim, Hadiyah. Dua Macam Kehidupan yang Berbeda Antara Dunia dan Akhirat.
Bandung. Angkasa. 1995.
Shihab, M. Quraisy. Kematian Adalah Nikmat. Ciputat. Lentera Hati. 2014.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. Metode Penelitian Sosial. Jakarta. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 2014.
Wensinck, A. J. Mu’jam Al-Mufahras li Alfāz al-Hadīts al-Nabawī. Leiden. Maktab
Barbil. 1946.
Yaqub, ‘Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta. Pustaka Firdaus.
2016.
Zaghlūl, Muhammad al-Sa’īd bin Bayūnī. Mausū’ah Atrāf al-Hadīts al-Nabawī al-
Syarīf. Beirut. Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. t.t.