Download - KAWIH DALAM SENI SAMRAH DI DESA JELEGONG
1
KAWIH DALAM SENI SAMRAH DI DESA JELEGONG
KECAMATAN SOREANG, KABUPATEN BANDUNG
Oleh : Ruswendi Permana
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Kawih Dalam Seni Samrah Di Desa Jelegong
Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kawih yang terdapat dalam seni samrah di Desa Jelegong, Kecamatan Soreang,
Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan adalah Metode Deskriptif.
Sebagai salah satu bentuk seni tradisi yang ada di Jawa Barat, Seni Samrah
di Kabupaten Bandung dalam penampilan karyanya banyak mengalami
perkembangan dan perubahan dari bentuk aslinya, pengembangan dan perubahan
tersebut tampak pada isi, bentuk, waditra yang digunakan dan tata penyajian.
Pengembangan dan perubahan bentuk-bentuk seni tradisi daerah ini dipengaruhi
oleh masuknya budaya asing, kususnya barat yang menyebabkan perubahan struktur
sosial ( konteks ) masyarakat yang berada di lingkungan sekitar tempat seni tradisi
berkembang. Contoh perkembangan seni tradisi perkembangan seni Samrah tersebut
dapat dilihat di Desa Jelegong, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.
PENDAHULUAN
Daerah Jawa Barat banyak memiliki kesenian tradisional yang secara turun
temurun mewarisi satu generasi ke generasi berikutnya. Banyak kesenian di Jawa
Barat khususnya kesenian Sunda yang bernafaskan keIslaman. Hal ini dipengaruhi
oleh masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia khususnya Jawa Barat.
Penyebaran agama Islam di Jawa Barat dilakukan oleh para leluhur pensyiar agama
Islam. Dalam prosesnya, para pensyiar agama Islam itu menggunakan seni tradisional
sebagai media untuk menyebarkan agama itu.
Masuknya agama Islam ke daerah Jawa Barat membawa perubahan besar
terhadap perkembangan seni tradisi Sunda, baik dalam jenis maupun isi. Pembauran
dan perubahan fungsi seni tradisi daerah, menyebabkan timbulnya karya-karya seni
Sunda yang baru.
Diantara kesenian tradisi yang berkembang di daerah Jawa Barat yang
bernafaskan Islam adalah Seni Samrah. Seni Samrah ini tumbuh dan berkembang
2
hampir di setiap daerah di Jawa Barat, seperti keberadaan seni Samrah di Kabupaten
Bandung dan beberapa daerah lainnya.
Secara historis, Seni Samrah ini berasal dari budaya Arab yang dibawa dan
dikembangkan di daerah Jawa Barat oleh para leluhur pensyiar agama Islam, salah
satu contoh dari tokoh tersebut adalah Kangjeung Syeh Syarif Hidayatulloh atau yang
dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Bentuk seni ini digunakan sebagai alat untuk
menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat.
Sesuai dengan namanya Seni Samrah ini menggunakan alat ( waditra )
berkulit berbentuk silinder sejenis rebana. Atik Sopandi dalam buku “ Kamus Istilah
karawitan Sunda “ mengatakan bahwa : “ waditra berkulit berbentuk silinder,
berdiameter antara 40 cm sampai dengan 60 cm, dengan tinggi badan antara 10 cm
sampai dengan 15 cm, sejenis rebana “ ( 1988 : 199 ).
Waditra Samrah ini dimainkan dengan cara dipukul oleh telapak tangan kanan,
dan tangan kiri digunakan untuk memegang waditra yang akan dimainkan.
Di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung terdapat beberapa grup Seni
Samrah diantaranya Seni Samrah El-Fath yang terdapat di Kampung Ciharuman, Desa
Jelegong. Sebagaimana dikemukakan oleh bapak H. Ule ( selaku pengasuh ) dari grup
Seni Samrah El-Fath Kampung Ciharuman Desa Jelegong, bahwa Seni Samrah yang
berkembanmg di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung terdiri dari tiga jenis yaitu
Samrah Sholawat, dan Samrah Bangreng.
1. Samrah Sholawat
Samrah sholawat biasanya digunakan dalam acara-acara keagamaan ( bersipat
religius ), seperti selamatan, ngaruat ( mengadakan sholawatan untuk menolak bala ),
peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, pernikahan, khitanan, kelahiran dan
mitembeyan ( memulai sesuatu ). Syair lagu biasanya berisikan ajaran-ajaran Islam
3
serta bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad Saw yang diambil dari kitab Berzanji
( satu kitab dibacakan secara keseluruhan ).
2. Samrah Bangreng
Dalam jenis Samrah ini dapat perkembangan dan penambahan alat ( waditra )
yang sudah modern, seperti gitar dan keyboard.
Berdasarkan pada penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa seni Samrah
mengalami perubahan-perubahan tertentu sesuai dengan perkembangan jaman,
lingkungan yang dihadapi dan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat dan pelaku-
pelaku kesenian tersebut.
Akibat dari pengembangan dan perubahan dalam Seni Samrah tersebut maka
pada saat ini, khususnya dalam acara pernikahan dan khitanan, Seni Samrah sangat
jarang dipergunakan ( dipergelarkan ). Hal ini disebabkan oleh masuknya kebudayaan
asing, khususnya budaya barat, melalui media elektronik ( televisi dan radio ) yang
dianggap lebih modern dan berkembang pesat dalam lingkungan masyarakat. sebagai
akibatnya masyarakat banyak yang lebih tertarik dan lebih suka menggunakan
kesenian yang dianggap lebih modern dan lebih populer pada acara-acara tersebut dari
pada menggunakan seni tradisi.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam prosesnya Seni Samrah
mengalami perubahan-perubahan tertentu dalam penyajiannya sehingga masih tetap
dapat bertahan sampai saat ini. Hal ini memperlihatkan bahwa seni Samrah memiliki
fungsi tertentu pada masyarakat pendukungnya.
Seni Samrah sebagai salah satu bentuk kesenian rakyat yang ada di Jawa barat ,
mempunyai berbagai macam fungsi. Sebagai seni yang bernafaskan Islam, seringkali
Seni Samrah digunakan sebagai sarana upacara yang bersipat religius keagamaan.
Seni Samrah sebagai sarana ritual dianggap memiliki kekuatan spiritual dan mistis.
4
Hal tersebut dijelaskan oleh pusat dinamika pembangunan Universitas Padjadjaran
dengan dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi Jawa Barat dalam “ Seni
pertunjukan Jawa Barat “, bahwa Samrah dianggap pula memiliki kekuatan-kekuatan
spiritual dan mistis, karena itu sering dipakai pula di dalam upacara ngaruat, misalnya
ngaruat anak, ngaruat rumah, dan lain-lain”
Sebagai seni pertunjukan rakyat, seni Samrah pada pelaksanaannya ada yang
berfungsi sebagai sarana ritual dan hiburan sekaligus. Selain fungsi primer dalam Seni
Samrah terdapat pula fungsi sekunder yaitu sebagai sarana pendidikan penerangan
dan peringatan.
WADITRA
Dalam karawitan sunda , nama-nama waditra dapat dikelompokkan menjadi
enam. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Dudu dan Heri, bahwa :
Untuk mengenal nama-nama waditra yang terdapat pada karawitan sunda, kita
dapat meninjau dari masing-masing rumpunnya. Yang bisa dikelompokkan menjadi
enam, yaitu waditra berperangkat, waditra tiup, waditra gesek, waditra tepuk, waditra
petik, dan waditra tatabeuhan.
Seni Samrah menggunakan waditra marawis dan tamtam yang termasuk ke
dalam rumpun waditra tepuk. Hal ini diungkapkan oleh Dudu dan Heri, bahwa :
waditra tepuk akan menghasilkan bunyi jika ditepuk ( dengan telapak tangan ). Yang
termasuk waditra tepuk ialah kendang, genjring, marawis dan tamtam .
1. Waditra Marawis
Mengenai waditra Marawis Ubun Kubarsah menjelaskan bahwa :
5
Waditra Marawis, terbuat dari bahan baku kayu, biasa dipergunakan kayu
sawo dan kenanga. Sedang kulit yang digunakan adalah kulit kambing dan kelinci.
Bahan perlengkapan lainnya dipergunakan cat, rotan, paku dan rantai.. ( 1995 : 82 ).
Waditra Marawis dimainkan dengan cara dipukul, hal tersebut dijelaskan oleh
Kubarsah, bahwa :
Waditra Marawis dimainkan dengan cara dipukul oleh telapak tangan sebelah
kanan, sedang sebelah kiri memegang waditra yang akan dimainkan. Bagian waditra
yang dipukul untuk melahirkan bunyi adalah raray, atau bagian muka yang berkulit.
2. Waditra Tamtam
Kubarsah menjelaskan bahwa istilah Tamtam merupakan peniruan bunyi yang
berasal dari suara waditranya.
Bahan yang digunakan pada waditra Tamtam adalah :
- kuluwung adalah wadah gema ( resonator ) terbuat dari kayu terutama kayu
nyiur atau kayu kawung enau, bahkan ada yabg terbuat dari kayu pinang
- wangkis sebagai penutup bidang terbesar dari Tamtam terbuat atas kulit
binatang
- wengku adalah sebuah lingkaran terbuat atas rotan yang dikenakan di bagian
atas, sebagai penggulung wangkis.
- Pakon adalah paku-paku untuk memaku wangkis
- Lambe/lalambe adalah bibir Tamtam terdapat dibagian bawah
Ukuran waditra Tamtam ini dijelaskan oleh Soepandi, bahwa “ ukuran waditra
Tamtam antara diameter 20 cm sampai dengan 50 cm, panjang badan antara 15 cm
sampai dengan 20 cm .
Adapun cara memainkan waditra Tamtam diungkapkan oleh Dudu, bahwa :
6
Setiap Tamtam dihimpit dengan kedua belah paha oleh pemain, letaknya.
Tangan kanan memegang alat pemukul dan tangan kiri menekan permukaan kulit
(mengolah suara Tamtam).
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa waditra Samrah termasuk rumpun
waditra tepuk. Waditra ini terbuat dari bahan kayu dan kulit yang dibunyikan dengan
cara ditepuk (dipukul). Pernyataan tersebut diungkapkan pula oleh Dudu “ waditra
Samrah terbuat dari bahan baku kayu dan kulit yang dimainkan dengan cara dipukul
dengan telapak tangan kanan sedangkan tangan kiri memegang waditra yang akan
dimainkan “.
BENTUK PENYAJIAN
Menurut Iik Setiawan dan Ismet Ruchimat dalam buku “ seni Karawitan “
menyebutkan bahwa : “ dilihat dari cara penyajiannya karawitan sunda dapat
dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu sekar, karawitan gending, dan karawitan
campuran “ ( 1996 : 29 ).
1. Karawitan Sekar
Yang dimaksud karawitan sekar adalah karawitan yang didominasi oleh unsur
suara manusia atau disebut pula sekar dalam istilah musik disebut vokal.
2. Karawitan Gending
Karawitan gending adalah karawitan yang pada penyajiaanya dititik beratkan
pada penonjolan serta penggolongan unsur-unsur gending. Lagu-lagu yang dimainkan
pada karawitan gending dibentuk dari gabungan beberapa waditra dan bentuknya
biasa kita sebut instrumentalia.
7
3. Karawitan Sekar Gending
Karawitan sekar gending adalah bentuk karawitan yang dihasilkan dari
pengolahan gabungan antara sekar dan gending.
Karawitan ini disebut pula dengan istilah karawitan campuran. Pada
penyajiannya, kedudukan gending berfungsi sebagai pengiring sekar (nyanyian) (1996
: 33).
Dari uaraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa setiap jenis kesenian baik itu
tradisional maupun modern mempunyai bentuk penyajian yang berbeda disesuaikan
dengan jenis keseniannya.
Adapun bentuk penyajian dari Seni Samrah adalah termasuk pada bentuk
penyajian karawitan sekar gending atau karawitan campuran. Dalam penyajiannya
seni Samrah ini terdiri dari sekaran atau nyanyian (vokal) dan gending (instrumen)
sebagai pengiring.
A. Iringan dalam Seni Samrah
1. Waditra
Dilihat dari pengelompokan nama-nama waditra dalam karawitan sunda, waditra
Marawis dan Tamtam termasuk kelompok waditra tepuk. Waditra ini akan
menghasilkan bunyi jika ditepuk (dipukul dengan tangan).
Adapun waditra-waditra yang digunakan dalam pertunjukan Seni Samrah terdiri
dari 4 buah Marawis dan satu buah Tamtam yang meliputi :
- Marawis kempring berfungsi untuk memberikan irama sesuai dengan tuntunan
lagu;
- Marawis tempas berfungsi memberikan variasi irama dari Marawis kempring;
- Marawis tojo berfungsi untuk mengisi bunyi antara Marawis kempring dan
Marawis tempas;
8
- Marawis galimer berfungsi sebagai goong; dan
- Tamtam yang berfungsi sebagai ritme
Bapak Aep mengatakan yen waditra nu digunakeun aya lima sabab urang nempuh
lima hal anu utama. Di tamabah ku dalang saurang nunjukeun yen jumlah rukun
iman aya genep (waditra yang digunakan ada lima sebab kita menempuh lima hal
yang utama dan ditambah dalang menunjukan bahwa rukun iman ada enam).
Dari keterangan tersebut dapat kita lihat bahwa alasan menggunakan lima
waditra merupakan simbol bahwa kita menempuh lima hal yang utama yaitu rukun
Islam, solat lima waktu, dan dasar Negara pancasila. Ditambah dengan seorang dalang
sehingga jumlah pemainnya menjadi enam hal ini menunjukan bahwa jumlah rukun
iman ada enam.
B. Kawih dan laras yang disajikan dalam Seni Samrah
Lagu-lagu yang disajikan dalam Seni Samrah antara lain :
Alloh Ya Rabbi
Alloh Ya Robbi Soli ala Muhammad
Alloh Ya Robbi Soli alaihi wasalim
Alloh Ya Robbi balighu wasilah
Alloh Ya Robbi husenbil fadilah
Alloh Ya Robbi Soli ala Muhammad
Alloh Ya Robbi Soli alaihi wasalim
Alloh Ya Robbi Soli nah timbil mussafah
Alloh Ya Robbi Soli alaihi wasalim
Alloh Ya Robbi Soli ala Muhammad
Alloh Ya Robbi Soli ala Muhammad
9
Assalamualaikum
Assalamualaikum salam sejahtera
kepada anda semua semoga bahagia
di hari yang indah ;agi mulia
dipertemuan ini jadilah kasih mesra
Sholawat 2x dan salam 2x untuk rosul junjunan tercinta
semoga 2x bersama 2x mendapat rahmat ilahi
solallohurabbuna alanuril mubin
ahmadal mustofa saidil mursalin
waala alihi wasohbihi ajmain
Da’uni
Da’uni 2x unajil habibi
Walata’buduni faad lilharam 2x
taalam bukaya wanuh yahamam 2x
Wahud an sujuni durusal groom 2x
Da’uni 2x unajil habibi
Walata’buduni faad lilharam 2x
taalam bukaya wanuh yahamam 2x
Wahud an sujuni durusal groom 2x
Da’uni 2x unajil habibi
Walata’buduni faad lilharam 2x
taalam bukaya wanuh yahamam 2x
Wahud an sujuni durusal groom 2x
Tola’al
Tolaal badru alaina min tsani yatil wada
wajaba sukru alaina madaalillahida
Ayyuhal mabussufina ji’tabil amril mutho
Angtugou suna jamian yamujamarattiba
Tolaal badru alaina min tsani yatil wada
wajaba sukru alaina madaalillahida
10
Kunsafii ya habibi yauma hasrin wajtima
robbana soli alama halafi khoirul bika
Tolaal badru alaina min tsani yatil wada
wajaba sukru alaina madaalillahida
Ya Ahlabaitinnabi
Ya ahla baitinnabi asayidil arobi
Lakum madadtu Yadi fafarijuku robbi 2x
ah ihasan sumal husai linabi kurotulain
Nuruhum kalkau kabain jadu’hum salu alah 2x
Ya ahla baitinnabi asayidil arobi
Lakum madadtu Yadi fafarijuku robbi 2x
a nabi solu alah solawatulloh aleh
wayana lulbarokah kuluman sholu aleh
Ya ahla baitinnabi asayidil arobi
Lakum madadtu Yadi fafarijuku robbi 2x
Assalamualaik
Assalamualaik jainal anbiya
Assalamualaik atkol atkiya
Assalamualaik aspal aspiya 2x
Assalamualaik ajkol ajkiya 2x
Assalamualaik jainal anbiya
Assalamualaik atkol atkiya
Assalamualaik ahmadu ya habibi 2x
Assalamualaik toha yatobibi 2x
Assalamualaik jainal anbiya
Assalamualaik atkol atkiya
11
Toha
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Ahmaduhu fisirriwal ihlani 2x
Hakon alai ismaiai imani 2x
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Sola alaikalloh ya adnanai 2x
Ya mustofa ya yusuf watarrohmani 2x
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Toha solatulloh bini bisarmada 2x
Magadir
magadir ya kalbil ala magadir wisambil alam 2x
magadir wisambil hayati lalalala
wasawir taikmanal hanan magadir magadir
lalalalalalalalalalalalala 2x
alaia lil hawa kaifal muhabatil uyun
Kaifanawa diglan nafsiiyil uyun
lalalalalalalalalalalalala 2x
Nadro hamin warasimin 2x
Alaiia alai ya aa ya kalbil adminb magadir magadir
lalalalalalalalalalalalala 2x
Magdar
Magadar warobi wada’k
Hudni ya habibi hiaat 2x
misslifil ala mat ba’at 2x hara lautol atil gamar
Yaruhi bala tissyafar 2x
Ufubila winta muna
wakana winta wura 2x
wahana wa naurana
hata lautol atil gamar yaruhi baatissyafar 2x
Magadar warobi wada’k
Hudni ya habibi hiaat 2x
misslifil ala mat ba’at 2x hara lautol atil gamar
Yaruhi bala tissyafar 2x
12
Ya Badrohin
Yabad rohin 2x minhajakul lakamaali
Mada yuabir 2x ruanula kama koli
Antalacdi asrot tafii upukil ula 2x
Famahau tabi anuari kaladolali
Yabad rohin 2x minhajakul lakamaali
Mada yuabir 2x ruanula kama koli
Wabikas tana rol kau nunu ya alama huda
Binuri walin ami wa ifdoli
Yabad rohin 2x minhajakul lakamaali
Mada yuabir 2x ruanula kama koli
soraabi kalahurobi robi daiiman 2x
pamahau tabil anuari kul ladolali
Yabad rohin 2x minhajakul lakamaali
Mada yuabir 2x ruanula kama koli
Lagu-lagu tersebut disajikan pada saat solawatan, adapun jumlahnya dua belas. Hal
ini mengandung arti lagu tersebut mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir
pada tanggal 12 Rabiul Awal. Ini diungkapkan oleh bapak H. Ule : “Yen dua belas
lagu teh, mangrupa tanggal dibabarkeunana Kangjeung Nabi Muhammad SAW,
tanggal 12. (dua belas lagu merupakan tanggal lahirnya Nabi Muhammad SAW).
Pada jami-jami, lagu-lagu yang dilantunkannya itu antara lain adalah :
- dengdeng
- raja sira
- sifat nabi
- sulton
- runcik manik
- ayun ambing
- toto maning
- widadari
13
- jelema leuwih dan ditutup dengan lagu kidung
Lagu-lagu pada jami-jami berjumlah sembilan karena dibuat oleh sembilan para
wali yang menyebarkan agama Islam. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak H. Ule :
“ Yen lagu nu disajikeun dina jami-jami aya salapan, sabab didamel ku salapan wali.
(lagu yang disajikan dalam jami-jami berjumlah sembilan karena dibuat oleh sembilan
wali).
Adapun laras yang digunakan pada penyajian lagu-lagu dalam Seni Samrah pada
umumnya menggunakan laras salendro dengan surupan ( nada dasar ) da = tugu
dengan susunan nada sebagai berikut :
S . . G . . P . . L . . T . . S . .
5 . . 4 . . 3 . . 2 . . 1 . . 5
Keterangan :
S = Singgul
G = Galimer
P = Panelu
L = loloran
T = Tugu
C. Pola Tepakan
Bapak H. Ule nyebatkeun yen umumna tepakan dina Samrah aya dua nyaeta
tepakan sisi jeung tepakan gebrug. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa
secara umum ada dua macam pola tepakan yang digunakan pada waditra Marawis
yaitu :
- pola tepakan sisi (ti sisi ka tengah) tina pring kana brung. Pola tepakan yang
dilakukan dengan terlebih dahulu membunyikan pring pada bagian muka
14
pinggir waditra Marawis kemudian menuju ke bagian tengah dengan
membunyikan brung.
- Pola tepakannya adalah sebagai berikut :
// a . a . a . a . / a . a . a . a . //
// a+ a+ a+ a+ / a+ a+ a+ a+ //
Dan seterusnya.
- pola tepakan gebrug (ditepak ti bagian tengan ka bagian sisi) tina brung kana
pring. Pola tepakan yang dilakukan dengan terlebih dahulu membunyikan
brung pada bagian muka tengah waditra Marawis kemudian menuju ke bagian
pinggir dengan membunyikan pring.
// a+ a+ a+ a+ / a+ a+ a+ a+ //
// a a a a / a a a a //
Dan seterusnya.
Keterangan :
A = pring
A+ = brung
D. Struktur penyajian
Setiap seni tradisional rakyat dalam penyajiannya mempunyai tata cara masing-
masing. Demikian juga halnya dengan pertunjukan Seni Samrah.
Sebelum para seniman atau para nayaga memulai pertunjukannya, terlebih
dahulu mempersiapkan kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan dalam pertunjukan
seperti mempersiapkan waditra-waditra yang akan dimainkan oleh masing-masing
pemain atau nayaga.
15
Orang yang menyelenggarakan pertunjukan seni Samrah atau yang punya hajat
biasanya menyediakan kelengkapan-kelengkapan sebelum acara pertunjukan seni
Samrah dimulai. Dalam perlengkapan ini banyak jenis dan macamnya, seperti :
- Parupuyan (tempat seuneu) yaitu tempat yang disediakan untuk membakar
kemenyan.
- Pangradinan (tempat neundeun alaty-alat paragi ngageulis) yaitu tempat untuk
menyimpan seperangkat alat-alat kecantikan seperti sisir, minyak wangi,
cermin bedak dan sebagainya.
- Sasajian (sasayogian) yaitu tempat menyimpan persediaan makanan yang
berupa buah-buahan dan aneka macam kue. Sasajian biasanya disimpan di
depan para pemain atau nayaga yang akan mempertunjukan seni terabang.
Sasajian ini disediakan oleh pihak penyelenggara pertunjukan seni Samrah
dengan maksud agar para seniman atau nayaga. Yang sudah cape setelah
melaksanakan pertunjukan dapat beristirahat sambil mencicipi makanan yang
telah disediakan oleh pihak penyelanggara dalam bentuk sesajian.
- Rurujakan tujuh rupa (tujuh macam rurujakan) sebagai simbol tujun dinten
pamendak moal sami. Hal ini menunjukan bahwa hari dalam seminggu terdiri
dari tujuh hari dan pada tiap harinya masing-masing manusia akan mengalami
hal yang berbeda satu lainnya baik mengeanai nasib maupun, rizki yang
diperileh dan lain-lain.
Sebelum pertunjukan dimulai, biasanya salah seorang sesepuh atau pimpinan (
dalang ) dari grup seni Samrah yang akan melaksanakan pertunjukan memimpin
dengan membacakan doa-doa atau mantra-mantra tertentu sambil membakar
kemenyan.
16
Adapun perlengkapan sesajen ini hanya merupakan perlengkapan dari upacara ritual
berdasarkan adapt istiadat saja. Hal ini tidak mutlak harus dilaksanakan tergantung
kepercayaan dari pihak orang yang menyelenggarakan pertunjukan seni Samrah
tersebut. Kalaupun tidak dilaksanakan tidak akan mempengaruhi makna ritual yang
terkandung dalam pertunjukan seni Samrah.
Setelah sesepuh atau dalang membacakan doa-doa atau mantra-mantranya maka
pertunjukan seni Samrah pun dapat segera dimulai dengan urutan sebagai berikut :
1). Solawatan
Syair-syair lagu yang dibawakan pada solawatan diambil dari kitab berzanji
yang dinyanyikan secara keseluruhan sebanyak satu kitab oleh dalang dari grup Seni
Samrah El-Fath yaitu Bapak H. Ule. Dalang tidak memainkan waditra Samrah karena
dapat mengganggu konsentrasi pada saat membacakan kitab berzanji. Walaupun
sudah hapal isi kitab berzanji akan tetapi dalang harus membacakannya dari kitab
lansung agar tidak ada kesalahan dalam pengucapannya. Adapun tugas dari para
pemain atau nayaga yang lain adalah memainkan tabuhan wadutra Samrahnya
masing-masing dan tabuhan waditra dogdog untu mengiringi sekaran atau nyanyian (
vocal ), mereka juga bertugas sebagai alok dari dalang.
Adapun urutan lagu-lagu yang disajikan dalam solawatan adalah assalam I,
assalam II, diawali dengan lagu ini dengan maksud untuk melaksanakan kewajiban
sesame umat Islam yaitu mengucapkan assalamua’laikum warahmatullahi
wabarokatuh apabila saling bertemu.
Dilanjutkan dengan lagu yadiljalaliwalikrom, abibakri rodiallohu’an, wautfhia,
tanakalta, lisolatun 1, lisolatun II, nabi musa, adrikuna, asrokol dan khuluman.
17
Pada waktu solawatan berlangsung tidak boleh ada penonton yang berjoget karena hal
ini dapat mengganggu kelancaran dan kekhusuan dari kelangsungan solawatan
tersebut.
2). Jami-jami
Setelah solawatan sebagai acara pokok selesai dilaksanakan maka dilanjutkan
pada jami-jami sebagai hiburannya. Pada jami-jami terdapat penambahan wadutra
kendang ( dogdog tidak digunakan ) dengan tujuan untuk menarik penonton (
memanggil penonton ) agar ikut terlibat secara langsung ( berjoget dengan tertib )
adalam pertunjukan Seni Samrah El-Fath.
Adapun urutan lagu-lagu yang disajikan dalam jami-jami adalah dengdeng yang
berisikan mengenai kalimah sahadat. Lagu ini pertama kali dinyanyikan pada sajian
jami-jami karena hal pertama dalam Islam adalah mengucapkan kalimah sahadat yang
menunjukan bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW
sebagai utusan Allah. Dilanjutkan dengan lagu Raja Sira, Sifat Nabi, Sulton, Runcik
manik, Ayun Ambing, Toto Maning, Widadari, Jelema Leuwih yang ditutup dengan
lagu Kidung.
Pada saat penyajian jami-jami, secara spontanitas penonton diperbolehkan untuk
joget dengan tertib sebagai bagian dari hiburan.
E. Tempat dan Waktu Penyajian Seni Samrah
1. Tempat Penyajian
Dalam penyajiannya Seni Samrah dapat dipertunjukan atau dipergelarkan di
dalam ruangan, di luar ruangan atau di lapangan juga diatas panggung dengan posisi
para pemain duduk sambil membentuk setengah lingkaran baik itu pada acara ritual
ngaruat ( mengadakan selamatan untuk menolak bala ), mitembeyan ( memulai
sesuatu ), peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, rajaban, pernikahan, khitanan
18
bahkan pada acara peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Paparan
tersebut merupakan penjelasan dari Bapak H. Ule yang mengatakan “yen Seni Samrah
tiasa dipagelarkeun di lebet ruangan atanapi di luar ruanmgan”. ( Seni Samrah
dipergelarkan di dalam ruangan atau di luar ruangan ).
2. Waktu Penyajian Seni Samrah
Waktu penyajian Seni Samrah biasanya pada malam hari setelah solat isya
sekitar pukul 21.00 wib sampai menjelang subuh kira-kira pukul 03.00 wib. Hal ini
dimaksudkan bahwa tidak ada yang dituju melainkan satu yaitu Allah SWT. seperti
yang dikatakan oleh Bapak H. Ule yen seni Samrah dipagelarkeun dina jam 21 wib
dugi ka 03.00 wib ngandung arti yen teu aya deui nu dituju iwal ti Alloh SWT ( seni
Samrah dipergelarkan pada jam 21.00 wib sampai jam 03.00 wib mengandung arti
bahwa tidak ada tujuan lain selain Allah SWT ). Selawatan dilakukan pada pukul
21.00 wib sampai pukul 22.00 wib merupakan acara pokok dilanjutkan dengan jami-
jami mulai pukul 22.00 wib sampai dengan menjelang subuh seklitar pukul 03.00 Wib
sebagai hiburan.
Adapun kostum atau pakaian yang dikenakan oleh para pemain Seni Samrah
biasanya disesuaikan dengan acara yang diselenggarakan misalnya untuk acara ritual
keagamaan seperti ngaruat, mitembeyan, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
rajaban, pernikahan dan khitanan biasanya menggunakan kostum atau pakaian taqwa,
pakain kampret atau jas karena biasanya orang yang melakukan kegiatan keagamaan
menggunakan pakaian tersebut. Sedangkan pada acara peringatan ulang tahun
Kemerdekaan Republik Indonesia menggunakan pakaian biasa atau kaos karena
dilakukan di lapangan.
19
SENI SAMRAH MASA DULU DAN MASA KINI
Seni Samrah pada masa dulu dan masa kini di Kampung Ciharuman Desa
Jelegong Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung
1. Seni Samrah pada masa dulu
Seni Samrah merupakan seni tradisional rakyat jawa barat yang bernafaskan
Islam. Seni Samrah ini berasal dari Arab yang dibawa dan dikembangkan di Jawa
Barat oleh para leluhur pensyiar agama Islam seperti Kasepuhan Sunan Gunung Jati .
Seni Samrah digunakan sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam di daerah
Jawa Barat (seni Samrah digunakan sebagai media dakwah Islam). Hal ini dipaparkan
oleh bapak H. Ule yang mengatakan bahwa seni Samrah kapungkurna dianggo
nyebarkeun agama Islam di daerah jawa barat ku cara macakeun pupujian tina kitab
berzanji sapanjang pegelaran seni Samrah. ( seni Samrah pada masa dulu digunakan
untuk menyebarkan agama Islam di daerah jawa barat melalui bacaan pupujian yang
diambil dari kitab berzanji sepanjang pergelaran seni Samrah).
Sebagai seni pertunjukan rakyat yang sangat kental dengan upacara ritual
keagamaan yang dianggap sakral , seni Samrah pada masa dulu tidak bisa
dipergelarkan pada setiap saat akan tetapi dipergelarkan pada waktu-waktu tertentu
saja seperti upacara ngaruat (mengadakan solawatan untuk menolak bala) misalnya
ngaruat anak, ngaruat rumah, mitembeyan (memulai sesuatu) dan lain-lain.
Pada masa dulu seni Samrah memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
b. diperlukan tempat pertunjukan terpilih yang kadang-kadang dianggap sakral;
c. diperlikan pemilihan hari serta saat yang terpilih biasanya juga dianggap
sakral;
d. diperlukan pemain yang terpilih, biasanya mereka yang dianggap suci atau
yang telah membersihkan diri secara spiritual;
20
e. diperlukan seperangkat sesaji yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan
macamnya;
f. tujuan lebih dipentingkan dari pada penampilan secara estetis; dan
g. diperlukan busana yang khas
dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pada masa lalu seni Samrah tidak bisa
dipergelarkan pada setiap saat akan tetapi dipergelarkan pada waktu-waktu tertentu
dan biasanya selalu dilakukan pada malam hari. Pada masa ini pertunjukan seni
Samrah tidak bisa didokumentasikan baik dalam rekaman kaset maupun rekaman
gambar.
2. Seni Samrah pada Masa Kini
Bapak H. Ule mengatakan “jaman kiwarimah seni Samrah teh digunakan oge
dina acara-acara nikahkeun, nyepitan, sarta acara mieling tepung taunna
kamerdekaan Republik Indonesia. Ayeunamah pagelaran seni Samrah teh teu
diayakeun dina wengi bae tapi oge tiasa diayakeun siang ( sanajan jarang )
gumantung kana pamunut nu bade ngayakeun acarana. Jaman ayeunamah pagelaran
seni Samrah teh tos tiasa didokumentasikeun boh direkam kana kaset atanapi kana
mangrupa gambar”. (pada masa sekarang, seni Samrah dugunakan pula pada dalam
acara-acara pernikahan, khitanan serta acara peringatan hari kemerdekaan republik
Indonesia. Sekarang pertunjukan seni Samrah tidak hanya dilakukan pada malam hari
saja tapi juga dapat dilakukan pada siang hari disesuaikan dengan permintaan dari
pihak penyelenggara. Pada masa sekarang pertunjukian seni Samrah sudah bisa
didokumentasikan baik berupa rekaman kaset maupun gambar).
Seiring dengan berkembangnya jaman yang disertai dengan masuknya
kebudayaan asing khususnya barat melalui media elektronik (tv dan radio) yang
dianggap lebih modern dan berkembang pesat dalam lingkungan masyarakat.
21
Sehingga masyarakat banyak yang lebih tertarik dan lebih suka menggunakan seni
yang dianggap lebih modern dan lebih popular pada acara-acara tertentu. Tentu saja
kalau dibiarkan terus menerus hal ini akan menghambat perkembangan dari seni
Samrah.
Supaya seni tradisional rakyat (seni Samrah) tidak menjadi punah. Maka para
seniman dari seni Samrah pada umumnya tidak membiarkan seni tradisional tersebut
menjadi beku. Untuk itu setiap generasi terus berusaha untuk melakukan inovasi
terhadap seni Samrah. Para seniman secara sadar, kreatif dan selektif memasukan ide-
ide baru ke dalam seni Samrah dengan tujuan untuk memberikan nafas baru yang
dapat mendekatkan seni Samrah mencapai keadaan yang sesuai dengan
perkembangan jaman serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat modern. Hal
ini dilakukan agar seni Samrah dapat terus bertahan hidup dan tumbuh berkembang
sampai sekarang.
Akibat dari masuknya kebudayaan asing yang sangat berpengaruh pada
masyarakat, maka pada saat sekarang seni Samrah dalam penampilannya karyanya
banyak mengalami perkembangan dan perubahan dari bentuk aslinya. Perkembangan
dan perubahan tersebut tampak pada isi, bentuk, waditra yang digunakan dan
penyajiaannya.
Seni Samrah pada masa kini tidak hanya digunakan pada upacara ritual
keagamaan saja tapi digunakan juga pada acara-acara pernikahan, khitanan serta acara
peringatan hari ulang tahun kemerdekaan republuk Indonesia.
Pada masa kini pertunjukan seni Samrah ini tidak selalu dilakukan pada malam
hari tetapi juga bisa dilakukan pada siang hari walaupun pada pelaksanaannya sangat
jarang dilakukan pada siang hari. Hal ini disesuikan dengan permintaan masyarakat.
22
Seni Samrah pada masa sekarang pada penyajiannya sudah dapat didokumentasikan
baik itu dalam bentuk rekaman kaset ataupun dalam bentuk gambar.
Berdasarkan uraian mengenai perkembangan seni Samrah pada masa dulu dan
sekarang terdapat perbedaan dan pengembangan tata cara penyajiaan seni Samrah
antara lain :
a. pada acara ritual masa dulu pertunjukan seni Samrah tidak bisa dilakukan pada
setiap saat karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu misalnya
perhitungan waktu dan tempat pertunjukan, pemilihan pemain, busana, yang
tepat serta sesaji yang lengkap sehingga tidak keluar dari ketentuan yang telah
ditetapkan. Sedangkan pada masa sekarang, walaupun pertunjukan pada acara
ritual seni Samrah dapat dapat dilakukan kapan saja (tidak diperlukan
perhitungan untuk mencari waktu dan tempat yang tepat) tergantung dari
permintaan masyarakat penyelenggara. Perlengkapan sesaji dalam pertunjukan
seni Samrah tidak selalu harus diadakan tergantung dari kepercayaan
pennyelenggara.
b. Pada masa dulu seni Samrah selalu dipertunjukan pada malam hari akan tetapi
pada masa kini bisa juga dipertunjukan pada siang hari .
c. Pada masa dulu selalu dipertunjukan pada acara-acara ritual tetapi pada masa
sekarang selain pada acara ritual bisa dipertunjukan pula pada acara hiburan
baik dalam pernikahan, khitanan bahkan dalam peringatan kemerdekaan
republik Indonesia.
d. Pada masa dulu belum dapat didokumentasikan, pada masa sekarang sudah
dapat didokumentasikan baik dalam bentuk kaset maupun gambar.
23
SENI SAMRAH EL-FATH
Seni Samrah El-Fath merupakan seni pertunjukan tradisional rakyat bernafaskan
Islam yang tumbuh dan berkembang di Kampung Ciharuman Desa Jelegong
Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung.
Seni Samrah El-Fath yang dikelola oleh bapak H. Didin merupakan salah satu
seni Samrah yang sangat terkenal di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung karena
seni Samrah ini sudah sering mengisi beberapa acara baik berupa ngaruat
(mengadakan selamatan untuk menolak balai), mitembeyan (memulai sesuatu),
selamatan, pernikahan, khitanan, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, rajaban
dan peresmian (pembukaan ) suatu gedung atau bangunan juga pada acara peringatan
ulang tahun kemerdekaan republic Indonesia baik di lingkungan masyarakatnya
pendukungnya sendiri (Kampung Ciharuman) ataupun di luar kota (daerah lainnya).
Penjelasan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh bapak H. Didin “Seni
Samrah El-Fath tos teu bireuk deui kanggo masyarakat Kacamatan Soreang sabab
sering maen atawa nabeuh dina acara ngaruat, mitembeyan, nikahkeun, nyepitan,
muludan, rajaban, ngaresmikeun gedung sarta dina acara mieling kamerdekaan
republik Indonesia boh di lingkungan kampung Ciharuman, di daerah daerah nu aya
di wewengkon kacamatan Soreang jeung daerah-daerah lain di luar kota”.
SISTEM PEWARISAN
Bapak H. Didin mengatakan bahwa seni Samrah “ngawitan diadegkeun ku bapa
H. Didin taun 1990 teras diturunkeun ka bapak H. Ule ti ngawitan kaping 6 juni 1997
dugi ka kiwari”. Pernyataan Bapak H. Ule tersebut dapat diterjemahkan bahwa Seni
Samrah El-Fath didirikan oleh Bapak H. Didin pada tahun 1990 kemudian diturunkan
pada bapak H. Ule pada tanggal 6 juni 1997 sampai sekarang.
24
Dari penjelasan Bapak H. Ule tersebut dapat kita lihat bahwa sebagai seni
pertunjukan tradisional rakyat pada umumnya Seni Samrah El-Fath diwariskan secara
turun temurun dari generasi ke generasi.
Pada awalnya seni Samrah didirikan oleh bapak H. Didin sebagai pendiri dan
pengasuh pada tahun 1990 yang beranggotakan tujuh orang yang terdiri dari bapak H.
Didin sebagai pengasuh. Bapa H. Ule sebagai pimpinan, Dudu, Heri, Ade, Ucup dan
Asep sebagai anggota.
Setelah bapak H. Didin semakin tua, seni Samrah ini kemudian diturunkan pada
anaknya yaitu Bapak H. Ule pada tanggal 6 juni 1997 dengan tujuh orang anggota
yang terdiri dari bapak H. Ule selaku pengelola dan pengasuh, Dudu, Heri, Ade, Ucup
dan Asep sebagai anggota.
Sejak didirikan oleh bapak H, Didin pada tahun 1990 dan oleh bapak H. Ule
pada tanggal 6 juni 1997 sampai sekarang, Seni Samrah El-Fath sudah banyak
mengalami kemajuan dan perkembangan dalam pertunjukannya disesuikan dengan
perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat modern.
Adapun peristiwa dalam hal penguasaan lagu-lagu dan tabuhan waditra Samrah
pada generasi muda, walaupun tidak ada pembinaan secara khusus akan tetapi mereka
melakukan dengan cara membeo atau memberikan contoh nyanyian dan tabuhan
waditra Samrah tersbut sedikit-sedikit dan secara perlahan-lahan sehingga dapat
diikuti oleh generasi muda.
25
DAFTAR PUSTAKA
Atja. 1986. Tjarita Parahijangan. Bandung : Jajasan Kebudayaan Nusalarang.
Atja. 1970. Tjarita Ratu Pakuan. Bandung : Lembaga Bahasa dan Sejarah.
Atja. 1973. Siksa Kanda Ng Karesian. Bandung : Lembaga Kebudayaan Unpad.
Ayatrohaedi. 1975. “Sanghyang Siksa”. Bulletin Yaperma : Berita Ilmu-ilmu
Sosial dan Kebudayaan, Jakarta : Yayasan Perpustakaan nasional, 8, 11,
Agustus.
Danasamita, Saleh. 1973. Ya Nu Nyusuk Na Pakuan. Bandung : Lembaga
Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
Danasasmita, Saleh. 1973. “Latar Belakang Sosial Sejarah Kuno Jawa Brat”
Sejarah Jawa Barat. Bandung : Proyek Penunjang Peningkatan
Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa barat.
Djamaris, Edawar. 1977. Filologi dan Cara Kerja Peneliti Filologi…Bahasa dan
Sastra, III, I, Jakarta : 20-23.
Ekadjati, S, Edi (Ed). !984. Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya, P.T
Grimukti Pasaka, Jakarta.
Koentjaraningrat (Ed). 1985. Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Penerbit
Jambatan, Jakarta.
Kusmayati, Yetty. H, dkk. 1985. Naskah Sunda Lama Di Kabupaten Cianjur.
Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kusmayati, yetty. H, dkk. 1979. Sastra Lisan Sunda mite, fable, dan legende.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sediawati, Edi & Sapardi Djoko Damono. 1983. Seni Dalam Masyarakat
Indonesia, Bunga Rampai, P.T. Gramedia, Jakarta.
Suhandi, A, Shm. 1986. Pola Hidup Masyarakat Indonesia, Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran Bandung.