i
KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS
HUBUNGAN KEKERABATANNYA
ALDI RAHMAN HAKIM
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
ABSTRAK
ALDI RAHMAN HAKIM. Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies Hoya spp. Bertipe Daun
Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya. Dibimbing oleh DORLY dan SRI
RAHAYU.
Hoya spp. merupakan tumbuhan epifit atau litofit yang memiliki bentuk mahkota bunga
menyerupai bintang, biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan bahan obat tradisional.
Hoya umumnya hidup di lingkungan yang lembab seperti hutan sekunder, rawa, dan tepian sungai.
Hoya memiliki dua tipe daun yaitu sukulen dan non sukulen. Struktur anatomi daun Hoya spp.
belum banyak dipelajari, terutama yang bertipe daun non sukulen. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi keragaman serta hubungan kekerabatan delapan spesies Hoya non sukulen
berdasarkan keragaman karakter anatomi daunnya. Anatomi daun diamati dari sediaan sayatan
paradermal dan transversal daun. Data karakter anatomi dianalisis menggunakan program IBM
SPSS versi 19. Berdasarkan pengamatan sayatan paradermal daun ditemukan daun dengan stomata
tunggal dan tunggal berkelompok. Pada umumnya s tomata hanya ditemukan pada permukaan
bawah daun (hipostomatik) dengan tipe stomata cyclocytic, kecuali pada H. densifolia yang
memiliki stomata di permukaan atas dan bawah daun (ampistomatik). H. campanulata memiliki
ukuran stomata terkecil (21,6 x 17,2 µm), sedangkan H. bandaensis memiliki ukuran stomata
terbesar (28,5 x 28,5 µm). Kerapatan stomata terkecil dan terbesar masing-masing terdapat pada
H. cilliata (64,6/mm2) dan H. coriacea (136,7/mm
2). Sayatan transversal daun menunjukkan H.
densifolia memiliki tebal daun terkecil (357,8 µm), sedangkan H. bandaensis memiliki tebal daun
terbesar (1075,8 µm). Berdasarkan data karakter anatomi, didapatkan dendogram hubungan
kekerabatan yang berbeda. Pada skala jarak 19, didapatkan 4 kelompok kekerabatan. Setiap
kelompok memiliki karakter khusus tertentu. Kelompok pertama memiliki trikoma di kedua sisi
permukaan daunnya. Kelompok kedua memiliki stomata ampistomatik. Kelompok ketiga memiliki
tebal daun antara 357-536 µm. Kelompok keempat memiliki lebar stomata abaksial antara 26-28
µm.
Kata kunci: Anatomi daun, Hoya spp., non sukulen, kemiripan, keragaman, SPSS, euclidean.
ABSTRACT
ALDI RAHMAN HAKIM. Leaf Anatomical Characters of Eight Species Hoya spp. with Non
Succulent Leaf Type and Its Hierarchical Cluster Analysis . Supervised by DORLY and SRI
RAHAYU. Hoya spp. is epiphyte or lithophyte plant which has corolla shape like a star, usually used as
ornamental plants and traditional medications . Commonly, Hoya grows in humid environment
such as secondary forest, swamp, and river side. Hoya has two types of leaves in example
succulent and non succulent. Leaf anatomical structure of Hoya spp. has not been widely studied,
especially for the non succulent type. The aims of this research were to explore the diversity and
hierarchical relationship of eight non succulent Hoya species based on leaf anatomical characters.
Leaf anatomical characters were observed on the paradermal and transversal section. Anatomical
data characters were analyzed using IBM SPSS version 19 program. There were individual and
cluster individual stomatal, with cyclocytic type. Stomatal found at abaxial surface only
(hypostomatic). Among of those, H. densifolia is the only species recorded to have adaxial and
abaxial stomatal (amphistomatic). H. campanulata had the smallest stomatal size (21,6 x 17,2 µm),
while H. bandaensis had the largest (28,5 x 28,5 µm). H. cilliata had the lowest stomatal density
(64,6/mm2), while H. coriacea had the largest (136,7/mm
2). Observation on transversal section
showed that H. densifolia had the smallest leaf thickness (357,8 µm), while H. bandaensis had the
largest (1075,8 µm). Based on the anatomical characters, obtained dendogram which has different
hierarchychal relationship. At a distance scale of 19, showed 4 groups of kinship. Each group has
specific characters. The first group has trichomes on both sides of the leaf surface. The second
group has amphistomatic stomatal. The third group has between 357-536 μm thick leaves. The
fourth group has between 26-28 µm abaxial stomatal width.
Keywords: Leaf anatomical, Hoya spp., non succulent, similarity, diversity, SPSS, euclidean.
iii
KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS
HUBUNGAN KEKERABATANNYA
ALDI RAHMAN HAKIM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iv
Judul : Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya
Nama : Aldi Rahman Hakim NRP : G34080015
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Dorly, M.Si. Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si.
NIP 19640416 199103 2 002 NIP 19680930 199403 2 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik Anatomi Daun
Beberapa Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan
Kekerabatannya”. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya kehidupan bagi umatnya. Karya ilmiah ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Mikroteknik Departemen
Biologi, FMIPA, IPB pada bulan Maret sampai September 2012.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Dorly, M.Si. selaku pembimbing
pertama yang telah memberikan banyak pengarahan dan bimbingan selama menyelesaikan karya
ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan banyak saran dan masukkan yang bermanfaat serta telah mendonasikan dana
penelitian dan keperluan bahan-bahan kimia untuk penulis . Terima kasih pula kepada Ibu Dr. Ir.
R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc. selaku penguji dari wakil Komisi Pendidikan yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini, serta kepada seluruh pihak di
Kebun Raya Bogor yang telah memberikan izin penelitian dan tanaman koleksinya untuk
keperluan penelitian penulis.
Ungkapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta,
terutama kedua orang tua yang telah memberikan doa, dukungan, semangat, serta kasih sayang dan
pengorbanannya yang begitu besar. Terima kasih kepada Ibu Tini, Mba Ani, Ibu Retno, Ibu Eti,
Pak Joni, Pak Naryo, dan semua pihak yang telah membantu. Terima kasih kepada teman-teman di
Laboratorium Mikroteknik ka Henny, ka Nisful, ka Rita, Puspa, Hafiz, Evi, Rani, Ririn, Amar,
Azizah, Sinta, Agus, Raka, Abdi, serta kepada seluruh teman-teman tersayang di Biologi angkatan
45 dan di Wisma Nusa Indah Putra yang selalu memberikan semangat.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, 13 Desember 2012
Aldi Rahman Hakim
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 10 Juli 1990, putra dari Bapak Nunu
Tjarnudin Sastraatmadja dan Ibu Nuraeni Maftuh. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SDN Sarimulya V Cikampek pada tahun 2002 dan lulus dari SMPS Pupuk
Kujang Cikampek pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikampek dan
pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Biologi Dasar, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, serta Mikroteknik. Penulis juga aktif dalam
organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai anggota OMDA Panatayudha Karawang pe riode
2008-2010, anggota badan semi otonom “Bioworld” di Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio)
IPB periode 2011-2012, serta menjadi ketua pelaksana acara “Biology on Science and Application
(Bionic)” pada tahun 2011.
Penulis melaksanakan kegiatan studi lapangan tahun 2010 di Taman Wisata Alam (TWA)
Pangandaran dengan judul Status Populasi Lutung (Trachypithecus auratus) yang dibimbing oleh
Dr. Kanthi Arum Widayati, M.Si. Penulis melakukan kegiatan praktik lapangan pada tahun 2011
di laboratorium kultur jaringan Kebun Raya Bogor dengan judul Aklimatisasi Anggrek
Dendrobium macrophyllum A. Rich dan Dendrobium stratiotes Rchb. F di Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Bogor yang dibimbing oleh Dr. Bambang Suryobroto. Penulis mengambil
Supporting Course (SC) untuk mata kuliah Dasar Komunikasi, Komunikasi Bisnis, Kajian
Agraria, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Perairan, dan Pengelolaan Lingkungan Pesisir.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................................viii
PENDAHULUAN............................................................................................................................................ 1
Latar Belakang............................................................................................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE ............................................................................................................................... 2
Waktu dan Tempat ...................................................................................................................................... 2
Bahan dan Alat ............................................................................................................................................ 2
Metode Penelitian........................................................................................................................................ 2
Pengambilan Sampel ............................................................................................................................. 2
Pembuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal ............................................................ 2
Pembuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Transversal............................................................ 2
Analisis Hubungan Kekerabatan Hoya .............................................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................................................... 3
Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal.............................................................................................. 3
Keberadaan, Distribusi, dan Tipe Stomata ........................................................................................ 3
Kerapatan Stomata ................................................................................................................................. 3
Indeks Stomata ....................................................................................................................................... 3
Ukuran Stomata...................................................................................................................................... 4
Keberadaan, Kerapatan, dan Tipe Trikoma....................................................................................... 4
Ukuran Trikoma ..................................................................................................................................... 6
Pengamatan Preparat Sayatan Transversal ............................................................................................. 6
Kutiku la Daun ........................................................................................................................................ 6
Epidermis Daun...................................................................................................................................... 6
Jaringan Mesofil Daun .......................................................................................................................... 7
Tebal Daun .............................................................................................................................................. 7
Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Anatomi Daun .......................................................... 8
SIMPULAN..................................................................................................................................................... 10
SARAN ............................................................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................................................................... 13
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerapatan stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ....................................... 3
2 Indeks stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.............................................. 4
3 Ukuran stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen............................................. 4
4 Kerapatan trikoma 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen........................................ 4
5 Stomata abaksial 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen........................................... 5
6 Tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen................................................. 5
7 Ukuran trikoma 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen............................................. 6
8 Tebal lapisan kutikula 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ................................... 6
9 Trikoma abaksial Hoya bertipe daun non sukulen.......................................................... 6
10 Tebal lapisan epidermis 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen................................ 7
11 Tebal jaringan mesofil 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.................................. 7
12 Tebal daun 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.................................................... 8
13 Sayatan transversal daun Hoya bertipe daun non sukulen.............................................. 9
14 Dendogram hubungan kekerabatan 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen
berdasarkan karakter anatomi daun................................................................................ 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Klasifikasi tanaman Hoya spp........................................................................................ 14
2 Karakteristik 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen................................................. 14
3 Komposisi larutan seri Johansen............................................................................ ......... 14
4 Komposisi larutan Gifford.............................................................................................. 14
5 Metode pembuatan preparat sayatan paradermal............................................................ 14
6 Metode pembuatan preparat sayatan transversal............................................................ 15
7 Deskripsi tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.................................. 16
8 Data cluster membership dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen........... 16
9 Data proximity matrix dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen................ 16
10 Data matriks karakter anatomi 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen...................... 17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya minat masyarakat terhadap
tanaman hias menjadi daya tarik tersendiri
untuk mencari serta mengembangkan spesies
dan varietas tumbuhan baru yang berpotensi
dijadikan tanaman hias. Popularitas tanaman
hias di Indonesia telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat, namun
sayangnya tanaman hias yang berkembang
pesat dan memiliki popularitas tinggi
umumnya adalah spesies tanaman hias
pendatang. Padahal banyak tanaman hias di
Indonesia yang masih tumbuh liar dan belum
dimanfaatkan. Salah satu contoh adalah dari
marga Hoya (Apocynaceae: Asclepiadoideae)
(Rahayu 1997). Hoya mulai populer di
kalangan masyarakat Eropa dan Amerika
Serikat sekitar tahun 1970an, ditandai dengan
adanya asosiasi-asosiasi Hoya yang salah
satunya adalah The Hoyan Society
International yang berdiri sejak tahun 1979
dan berkedudukan di Florida, Amerika Serikat
(Hodgkiss 1997). Kepopuleran Hoya sebagai
tanaman hias di Eropa dan Amerika Serikat,
belum banyak disadari oleh masyarakat di
daerah asal tumbuhan tersebut ditemukan.
Pemanfaatan utama Hoya oleh masyarakat
setempat umumnya adalah sebagai obat
tradisional atau makanan. Diantaranya H.
diversifolia sebagai obat rematik, H. coriacea
sebagai obat asma, H. latifolia sebagai obat
sakit perut, dan pucuk daun H. sussuella
sebagai sayuran (Heyne 1979).
Hoya merupakan salah satu dari 499 genus
yang terdapat dalam famili Apocynaceae:
Asclepiadoideae (Endress & Stevens 2001)
(Lampiran 1). Tumbuhan Hoya secara alami
terdapat di daerah Asia Tenggara dan
sekitarnya, mulai dari Sri Lanka, India
(Himalaya), Cina, Jepang Selatan, Indocina,
kawasan Malesia, kepulauan Fiji dan Samoa,
serta daerah tropis Australia (Albers & Meve
2002). Diperkirakan terdapat sekitar 150-200
spesies Hoya di dunia dan 50-60 spesies
diantaranya terdapat di Indonesia (Rahayu
2006).
Hoya spp. merupakan tumbuhan epifit atau
litofit. Sebagai epifit, Hoya tumbuh
menumpang pada pepohonan lain dan sebagai
litofit Hoya tumbuh menumpang pada
bebatuan yang mengandung humus (Rahayu
1997). Pada umumnya Hoya dapat dijumpai
pada tempat-tempat yang memiliki
kelembaban tinggi dan mendapat cukup sinar
matahari (Rintz 1980; Rahayu 1997).
Beberapa contohnya adalah bukit kapur dekat
pantai atau danau, hutan kerangas, pantai,
hutan rawa gambut, pinggiran sungai, dan
danau. Berdasarkan ketinggian tempat, Hoya
dapat dijumpai dari 0-2000 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Menurut Rintz (1978)
keanekaragaman tertinggi akan dijumpai pada
daerah dataran rendah (suhu cenderung
hangat). Sangat sedikit Hoya yang dapat
tumbuh di daerah dengan ketinggian di atas
1000 mdpl, baik spesies maupun
kelimpahannya. Hal ini diduga berhubungan
erat dengan keberadaan serangga penyerbuk.
Hoya memiliki tipe daun sukulen dan non
sukulen (Rahayu 2010). Berdasarkan
lingkungan hidupnya, daun tanaman Hoya
bertipe non sukulen memiliki beberapa
karakter khusus, yaitu ukurannya lebar, tidak
berdaging, dan memiliki kutikula yang tipis
(Fahn 1995).
Menurut Metcalfe & Chalk (1950) salah
satu tujuan mempelajari karakter anatomi
tumbuhan adalah untuk menentukan
klasifikasi taksonomi serta hubungan
kekerabatan suatu tumbuhan berdasarkan
struktur dan karakter khusus yang terdapat
pada tumbuhan tersebut, terutama organ
vegetatif di dalamnya. Sebagai tumbuhan
yang memiliki prospek cerah dalam
pengembangan hortikultura, Hoya memiliki
peluang untuk dikawinsilangkan antar
sesamanya. Hal itu akan lebih mudah
dilakukan apabila sudah diketahui hubungan
kekerabatannya. Diharapkan penelitian ini
juga dapat memberikan kontribusi untuk
penelitian lanjutan di bidang lain seperti
fisiologi, taksonomi, dan ekologi. Oleh karena
itu diperlukan studi anatomi daun hoya bertipe
non sukulen sebagai pendekatan dasar untuk
memahami dan mempelajari bidang-bidang
ilmu tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi karakter anatomi daun Hoya
spp. bertipe non sukulen serta menentukan
hubungan kekerabatan antar spesiesnya
berdasarkan karakter anatomi daunnya.
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Maret 2012 sampai September 2012 di rumah
kaca hoya dan Laboratotium Treub Kebun
Raya Bogor, serta Laboratorium Mikroteknik,
Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah
sampel daun dari 8 spesies Hoya bertipe non
sukulen (H. densifolia, H. bandaensis, H.
coriacea, H. campanulata, H. cilliata, H.
multiflora, H. coronaria, H. chlorantha)
(Lampiran 2) berusia 3 bulan yang merupakan
tanaman koleksi Kebun Raya Bogor. Bahan
kimia yang digunakan adalah alkohol teknis,
alkohol absolut, larutan FAA (formaldehid:
asam asetat glasial: alkohol 70% = 5:5:90),
larutan HNO3 50%, larutan seri Johansen I-VII
(Lampiran 3), larutan Gifford (Lampiran 4),
kloroks, pewarna safranin 1% (aquosa),
gliserin 30%, TBA (Tertier Butil Alkohol),
parafin, albumin-gliserin, pewarna safranin
2%, pewarna fast green 0,5%, dan entellan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
ialah botol film, pipet tetes, pinset, silet,
cutter, counter, cawan petri, gelas piala,
holder, mikrotom Yamato RV-240, gelas
objek, gelas penutup, hotplate, oven, kertas
label, alat tulis, mikroskop cahaya Olympus
CH20, kamera digital Olympus VG 120.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel. Sampel daun
diambil dari rumah kaca hoya, Kebun Raya
Bogor. Daun berusia 3 bulan diambil dari
masing-masing spesies dengan 3 ulangan
tanaman pada setiap spesiesnya. Daun ke
empat dari pucuk diambil untuk pembuatan
sayatan paradermal, kemudian daun difiksasi
dalam alkohol 70%. Daun ke tiga dari pucuk
diambil untuk pembuatan sayatan transversal,
kemudian daun dipotong dengan ukuran 1 cm
x 0,8 cm. Daun dimasukkan ke dalam botol
film yang telah berisi larutan FAA dan
difiksasi selama 2 hari. Setelah 2 hari daun
dicuci dengan alkohol 70%.
Pembuatan dan Pengamatan Preparat
Sayatan Paradermal. Pembuatan sayatan
paradermal menggunakan metode whole
mount (Sass 1951) (Lampiran 5). Daun yang
telah difiksasi dalam alkohol 70% dicuci
dengan akuades dan direndam dalam asam
nitrat 50%. Kemudian daun dibilas dengan
akuades, dilanjutkan dengan pengerikan
bagian adaksial dan abaksial daun
menggunakan silet. Hasil sayatan direndam
dalam kloroks 3-5 menit agar jernih, dibilas
dengan akuades kembali, lalu diwarnai
dengan safranin 1% 3-5 menit, kemudian
sampel diletakkan di gelas objek yang telah
berisi gliserin 30% dan ditutup gelas penutup.
Parameter yang diamati adalah stomata
(kerapatan, indeks, ukuran, tipe) dan trikoma
(ukuran dan kerapatan). Setiap parameter
diamati pada lima bidang pandang yang
berbeda. Menurut Willmer (1983), penentuan
indeks stomata (IS) dan kerapatan stomata
(KS) didapat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
IS = ∑
∑ ∑ x 100
KS = ∑
Rumus pada kerapatan stomata digunakan
juga untuk menentukan kerapatan trikoma.
Pembuatan dan Pengamatan Preparat
Sayatan Transversal. Metode yang
digunakan dalam pembuatan sayatan
transversal adalah metode parafin (Johansen
1940) (Lampiran 6). Daun ke-3 dari tanaman
difiksasi dalam larutan FAA. Selanjutnya
dilakukan dehidrasi dan penjernihan dalam
larutan seri Johansen I-VII. Proses selanjutnya
adalah infiltrasi parafin dan dilanjutkan
penanaman sampel dalam blok parafin
(embedding). Blok parafin yang berisi sampel,
dilunakkan dengan larutan Gifford selama 3
bulan. Sampel yang telah lunak, dipotong
menggunakan mikrotom putar dengan tebal
10 m. Hasil pita parafin diwarnai dengan
pewarna ganda safranin 2% dan fast green
0,5% lalu ditutup dengan media entellan.
Parameter yang diamati adalah tebal daun,
kutikula bagian adaksial dan abaksial,
epidermis bagian adaksial dan abaksial, serta
jaringan palisade dan bunga karang.
Pengamatan dilakukan pada enam bidang
pandang yang berbeda.
Analisis Hubungan Kekerabatan Hoya.
Data 26 karakter anatomi daun (Lampiran 10)
ditabulasikan dalam bentuk matriks, kemudian
dilakukan analisis hubungan kekerabatan
menggunakan teknik hirarki kluster
agglomerative dengan metode average
linkage (beetween group linkage) pada
program IBM SPSS (Statistical Package for
the Social Sciences) versi 19. Hasil analisis
hubungan kekerabatan ditampilkan dalam
bentuk dendrogam.
3
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
Kerapata
n
sto
mata
(
jum
lah
/mm
²)
Jenis tanaman
Abaksial
Adaksial
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal
Keberadaan, Distribusi, dan Tipe Stomata
Stomata umumnya hanya ditemukan pada
permukaan bawah daun (abaksial) untuk
ketujuh spesies tanaman Hoya yang diteliti
(Gambar 5b-5h), kecuali pada H. densifolia,
stomata dapat ditemukan di permukaan bawah
(Gambar 5a) dan atas daun (Gambar 5i). Pola
distribusi stomata yang terlihat umumnya
bertipe tunggal untuk ketujuh spesies
tanaman Hoya yang diteliti, kecuali untuk
spesies H. coriacea dimana terlihat pola
distribusi stomata tunggal dan berkelompok
yang terdiri atas dua stomata yang letaknya
berdekatan dalam satu kelompok. Menurut
Hoover (1986) yang meneliti karakteristik
stomata dua spesies Begonia yang tumbuh
pada habitat berbeda, menemukan ukuran
stomata berkelompok lebih besar dan lebih
banyak ditemukan pada tumbuhan yang
tumbuh pada bebatuan di dekat perairan
dibandingkan dengan tumbuhan yang tumbuh
di tanah. Stomata berkelompok dengan ukuran
yang lebih besar diduga berperan dalam
konservasi air. Hal ini sesuai dengan habitat
H. coriacea yang umumnya terdapat di tepian
sungai (Rahayu 1997). Croxdale (2000)
melaporkan bahwa pola distribusi stomata
yang berbeda merupakan hasil dari proses
interaktif yang terjadi selama pertumbuhan
daun dan mungkin disebabkan oleh adanya
interaksi seluler. Bukti adanya komunikasi
seluler tersebut, sejauh ini masih terbatas pada
pola pembelahan sel yang berfungsi untuk
memisahkan stomata satu dengan lainnya.
Tipe stomata yang umum ditemukan pada
semua spesies tanaman Hoya yang diteliti
(Gambar 6) (Lampiran 7) adalah cyclocytic, sel
tetangga membentuk 1-2 lapis cincin yang
melingkari sel penjaga. Sel tetangga tersebut
berjumlah antara 4-8 sel (Metcalfe & Chalk
1979). Selain tipe cyclocytic ditemukan juga
stomata bertipe anisocytic (H. bandaensis, H.
coriacea, H. campanulata, H. cilliata, H.
coronaria, H . chlorantha), hexacytic (H.
campanulata, H. cilliata, H. multiflora), serta
cyclocytic dan tetracytic (H. densifolia, H.
coriacea, H. cilliata). Korelasi antar karakter
anatomi suatu tumbuhan akan memberikan
dasar yang kuat dalam menetapkan tingkatan
taksonomi tumbuhan tersebut. Keragaman
stomata merupakan salah satu karakter anatomi
tumbuhan yang penting untuk dianalisis karena
memiliki manfaat untuk menentukan tingkatan
taksonomi, hubungan kekerabatan, dan proses
identifikasi dari suatu tumbuhan (Perveen et al.
2007; Ahmad et al. 2009).
Kerapatan Stomata
Kerapatan stomata adalah karakter penting
yang mempengaruhi pertukaran gas.
Kerapatan stomata memiliki variabilitas yang
tinggi diantara spesies dan area daun (Willmer
1983). Nilai kerapatan stomata abaksial
tertinggi terdapat pada H. coriacea yaitu
sebesar 136,7/mm2, sedangkan nilai terendah
terdapat pada H. cilliata sebesar 64,6/mm2.
Nilai kerapatan stomata adaksial hanya
terdapat pada H. densifolia yaitu sebesar
23/mm2
(Gambar 1). Nilai kerapatan stomata
dipengaruhi oleh besarnya ukuran stomata,
semakin kecil ukuran stomata semakin besar
nilai kerapatannya. Selain itu, tipe distribusi
stomata juga dapat mempengaruhi nilai
kerapatan stomata. Stomata berkelompok akan
memiliki nilai kerapatan yang lebih besar
daripada stomata tunggal (Willmer 1983).
Gambar 1 Kerapatan stomata 8 spesies Hoya
bertipe daun non sukulen.
Indeks Stomata
Indeks stomata menunjukkan rasio antara
jumlah stomata dengan jumlah stomata dan
sel epidermis. Indeks ini berkaitan dengan
perubahan yang terjadi pada luas stomata dan
sel epidermis. Kerapatan stomata yang rendah
bila dibandingkan dengan jumlah sel
epidermis yang tinggi, maka akan
menghasilkan indeks stomata yang rendah.
Begitu pula sebaliknya kerapatan stomata
yang tinggi bila dibandingkan dengan jumlah
sel epidermis yang rendah, maka akan
4
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
Indek
s s
tom
ata
Jenis tanaman
Abaksial
Adaksial
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
Uk
uran
sto
mata
(µ
m)
Jenis tanaman
Panjang stomata
abaksial
Lebar stomata
abaksial
Panjang stomata
adaksial
Lebar stomata
adaksial
0123456789
Kerapata
n
trik
om
a
(ju
mla
h/m
m²)
Jenis tanaman Adaksial
Abaksial
menghasilkan indeks stomata yang tinggi
(Mulyani 2006). Nilai indeks stomata abaksial
tertinggi terdapat pada H. bandaensis yaitu
sebesar 7,7, sedangkan nilai terendah terdapat
pada H. densifolia sebesar 3,3. Nilai indeks
stomata adaksial hanya terdapat pada H.
densifolia yaitu sebesar 1,4 (Gambar 2).
Gambar 2 Indeks stomata 8 spesies Hoya
bertipe daun non sukulen.
Ukuran Stomata
Stomata 8 spesies Hoya yang diteliti
memiliki panjang berkisar antara 21-30 µm
dan lebar 17-29 µm. Ukuran stomata abaksial
terbesar terdapat pada H. bandaensis dengan
panjang 28,5 µm dan lebar 28,5 µm. Ukuran
stomata terkecil terdapat pada H. campanulata
dengan panjang 21,6 µm dan lebar 17,2 µm.
Pada sisi adaksial ukuran stomata hanya
ditemukan pada H. densifolia dengan panjang
26,8 µm dan lebar 27,2 µm (Gambar 3).
Ukuran sel penjaga akan menentukan ukuran
sel stomata yang besar dan kecilnya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
cahaya matahari, CO2, dan kadar air.
Banyaknya cahaya matahari, CO2, dan kadar
air yang terdapat pada lingkungan akan
memperbesar ukuran sel penjaga yang juga
memperbesar ukuran sel stomata. Stomata
tunggal umumnya memiliki ukuran lebih
besar dibandingkan stomata berkelompok
(Willmer 1983).
Keberadaan, Kerapatan, dan Tipe
Trikoma
Trikoma dapat ditemukan pada H. cilliata
dan H. coronaria (Gambar 9a dan 9b) di sisi
adaksial dan abaksial. Trikoma pada daun
memiliki manfaat yang sangat besar dalam
menyeimbangkan jumlah air yang diterima
dan ditranspirasikan oleh tumbuhan, menjaga
dari paparan sinar ultaraviolet, serta
merupakan salah satu mekanisme pertahanan
diri terhadap herbivora (Agrawal & Spiller
2004; Radwan 2007). Keragaman trikoma
juga memiliki manfaat untuk menentukan
tingkatan taksonomi, hubungan kekerabatan,
dan proses identifikasi dari suatu tumbuhan
(Adedeji et al. 2007). Kerapatan trikoma
abaksial dan adaksial tertinggi terdapat pada
H. coronaria yaitu masing-masing sebesar
5,9/mm2 dan 6,0/mm
2, sedangkan nilai
terendah terdapat pada H. cilliata masing-
masing sebesar 2,9/mm2 dan 2,1/mm
2
(Gambar 4). Trikoma yang ditemukan pada
kedua spesies Hoya tersebut tergolong
trikoma non kelenjar dan bertipe simple
(unbranched), long, thickened (shaggy)
(Metcalfe & Chalk 1979).
Gambar 3 Ukuran stomata 8 spesies Hoya
bertipe daun non sukulen.
Gambar 4 Kerapatan trikoma 8 spesies Hoya
bertipe daun non sukulen.
7
0,0
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
Tebal
jarin
gan
mesofi
l (µ
m)
Jenis tanaman Parenkim palisade
Parenkim bunga karang
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
Tebal
lapis
an
epid
erm
is (µ
m)
Jenis tanaman
Epidermis
atas
Epidermis
bawah
Gambar 10 Tebal lapisan epidermis 8 spesies
Hoya bertipe daun non sukulen.
Jaringan Mesofil Daun
Berdasarkan pengamatan struktur anatomi
pada sayatan transversal (Gambar 13)
menunjukkan bahwa jaringan mesofil pada
seluruh spesies daun Hoya yang diteliti
terdiferensiasi menjadi parenkim palisade dan
parenkim bunga karang. Tebal jaringan
palisade terbesar terdapat pada H. bandaensis
yaitu 417,8 µm, sedangkan yang terkecil
terdapat pada H. campanulata yaitu 55,3 µm.
Tebal jaringan bunga karang terbesar terdapat
pada H. bandaensis yaitu 558,9 µm,
sedangkan yang terkecil terdapat pada H.
campanulata yaitu 171,9 µm (Gambar 11).
Benda ergastik berupa garam kalsium oksalat
yang berbentuk kristal druss (Gambar 13a2)
ditemukan pada seluruh spesies sampel daun
Hoya yang diteliti. Benda ergastik adalah
bahan non protoplasma, baik organik maupun
anorganik, sebagai hasil metabolisme yang
berfungsi untuk pertahanan, pemeliharaan
struktur sel, dan juga sebagai penyimpanan
cadangan makanan, terletak di bagian
sitoplasma, dinding sel, maupun di vakuola
(Fahn 1995).
Jaringan palisade pada seluruh spesies
Hoya yang diamati hanya terdapat pada
bagian atas daun. Menurut Mulyani (2006)
daun yang hanya memiliki jaringan palisade
pada satu sisi dan di sisi yang lain terdapat
parenkim bunga karang disebut daun bifasial
atau dorsiventral. Jaringan palisade umumnya
berbentuk silindris. Sel palisade dengan
bentuk membulat ditemukan pada H.
multiflora dan H. coronaria. Jaringan palisade
tersusun begitu kompak dan rapat, sedangkan
jaringan bunga karang terlihat lebih tebal
dibandingkan jaringan palisade (Esau 1977).
Jumlah lapisan jaringan palisade pada daun
Hoya yang diamati bervariasi antara 3-6 lapis
sel, dimana pada lapisan yang lebih rendah
jaringan palisade memiliki ukuran yang lebih
tipis. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
lingkungan antara daun yang terpapar s inar
matahari dan yang ternaungi oleh daun
lainnya (Fitter & Hay 1991). Menurut Radwan
(2007) yang meneliti karakteristik fotosintesis
dan anatomi daun Balanites aegyptiaca (L.)
terhadap cekaman kekeringan menyatakan
bahwa kekhususan jaringan palisade adalah
untuk fotosintesis karena sebagian besar
kloroplas terdapat pada dinding sel jaringan
palisade yang letaknya menghadap ruang
antar sel. Faktor penting lainnya yang
mempengaruhi efisiensi fotosintesis adalah
adanya perkembangan ruang antar sel yang
baik di dalam mesofil, yang membantu
cepatnya pertukaran gas. Susunan sel di dalam
mesofil memungkinkan daerah permukaan sel
yang berhubungan langsung dengan sinar dan
udara menjadi lebih luas (Mulyani 2006).
Gambar 11 Tebal jaringan mesofil 8 spesies
Hoya bertipe daun non sukulen.
Tebal Daun
Berdasarkan sayatan transversal,
ditemukan struktur yang meliputi lapisan
kutikula atas, jaringan epidermis atas, jaringan
mesofil, jaringan epidermis bawah, dan
lapisan kutikula bawah. Hipodermis hanya
ditemukan pada H. bandaensis (Gambar 13c)
dan H. chlorantha (Gambar 13h), letaknya
terdapat di bawah lapisan epidermis atas saja.
H. bandaensis memiliki tebal daun paling
besar yaitu 1075,8 µm, sedangkan tebal daun
terkecil dimiliki oleh H. densifolia yaitu 357,8
µm (Gambar 12). Faktor penting yang dapat
mempengaruhi perkembangan daun adalah
ketersediaan air dan cahaya (Esau 1977).
Adanya perbedaan tebal daun ini diduga
berhubungan dengan adaptasi spesies pada
8
0,0
200,0
400,0
600,0
800,0
1000,0
1200,0
1400,0
Tebal
dau
n (µ
m)
Jenis tanaman
habitat tumbuhnya. Intensitas cahaya yang
rendah menyebabkan area daun menjadi lebih
luas dan daun menjadi lebih tipis (Allard &
Nelson 1991). Radwan (2007) melaporkan
bahwa cekaman air menurunkan ketebalan
daun dikarenakan berkurangnya
perkembangan dan pembelahan sel. Selain itu,
cekaman air juga menyebabkan terjadinya
pengurangan proporsi sel-sel epidermis yang
membentuk stomata dan meningkatkan
jumlah pembentukan sel-sel trikoma.
Gambar 12 Tebal daun 8 spesies Hoya bertipe
daun non sukulen.
Hubungan Kekerabatan Berdasarkan
Karakter Anatomi Daun
Analisis hubungan kekerabatan dilakukan
menggunakan teknik hierarchical cluster
analysis, yaitu mengelompokkan obyek-obyek
berdasarkan kesamaan karakteristik yang
terdapat di antara obyek-obyek tersebut.
Obyek tersebut diklasifikasikan ke dalam satu
atau lebih cluster (kelompok) sehingga obyek-
obyek yang berada dalam satu cluster akan
mempunyai kemiripan satu dengan yang lain
(Santoso 2002). Teknik cluster analysis
tersebut diterapkan pada data hasil
pengamatan 26 karakter anatomi daun dari 8
spesies Hoya bertipe daun non sukulen yang
diteliti (Lampiran 10), sehingga didapatkan
hubungan kekerabatan kedelapan spesies
Hoya tersebut. Berdasarkan dendogram yang
terbentuk (Gambar 14) didapatkan dua
kelompok, tiga kelompok, dan empat
kelompok hubungan kekerabatan (Lampiran
8) pada skala jarak kekerabatan (euclidean
distance scale) 19, 22, dan 24. Semakin kecil
jarak euclidean antara beberapa objek yang
dianalisis, maka semakin dekat hubungan
kekerabatan objek tersebut dan semakin
banyak kesamaan karakter yang dimilikinya
(Santoso 2002).
Analisis hubungan kekerabatan
berdasarkan karakter anatomi daun pada skala
jarak 24 menunjukkan adanya dua kelompok
(Lampiran 8) kekerabatan tanaman (Gambar
14). Kelompok pertama terdiri atas dua
spesies Hoya yaitu H. cilliata dan H.
coronaria. Kelompok pertama disatukan oleh
karakter khusus, yaitu keberadaan trikoma
pada sisi adaksial dan abaksial daun.
Kelompok kedua terdiri atas enam spesies
Hoya yaitu H. densifolia, H. campanulata, H.
multiflora, H. coriacea, H. chlorantha, dan H.
bandaensis. Kelompok kedua disatukan oleh
karakter khusus, yaitu ketiadaan trikoma baik
pada sisi adaksial maupun abaksial daun.
Analisis hubungan kekerabatan
berdasarkan karakter anatomi daun pada skala
jarak 22 menunjukkan adanya tiga kelompok
(Lampiran 8) kekerabatan tanaman (Gambar
14). Kelompok pertama terdiri atas dua
spesies Hoya yaitu H. cilliata dan H.
coronaria. Kelompok pertama disatukan oleh
karakter khusus, yaitu keberadaan trikoma
pada sisi adaksial dan abaksial daun.
Kelompok kedua hanya terdiri atas 1 spesies
Hoya yaitu H. densifolia. Spesies ini memiliki
jarak euclidean yang cukup besar saat
dibandingkan dengan ketujuh spesies Hoya
lainnya. Salah satu karakter khusus yang
hanya dimiliki H. densifolia dan tidak dimiliki
oleh spesies Hoya lainnya yang diteliti adalah
keberadaan stomata di sisi adaksial dan
abaksial daun (ampistomatik). Karakter
khusus inilah yang menyebabkan H.
densifolia terpisah sendiri dari kelompok
lainnya dan memiliki jarak euclidean yang
cukup besar (Lampiran 9).
Kelompok ketiga terdiri atas 5 spesies
Hoya yaitu H. campanulata, H. multiflora, H.
coriacea, H. chlorantha, dan H. bandaensis.
Kelompok ketiga disatukan oleh karakter
khusus, yaitu memiliki indeks stomata
abaksial berkisar antara 5-8 µm.
Analisis hubungan kekerabatan
berdasarkan karakter anatomi daun pada skala
jarak 19 menunjukkan adanya empat
kelompok (Lampiran 8) kekerabatan tanaman
(Gambar 14). Kelompok pertama dan kedua
memiliki anggota spesies Hoya dan karakter
pemersatu yang sama seperti analisis yang
dilakukan pada skala jarak 22.
Kelompok ketiga terdiri atas 3 spesies
yaitu H. coriacea, H. multiflora, dan H.
campanulata. Kelompok ketiga disatukan oleh
karakter khusus, yaitu memiliki tebal daun
11
DAFTAR PUSTAKA
Adedeji O, Ajuwon OY, Babawale OO. 2007.
Foliar epidermal studies, organographic
distribution, and taxonomic importance of
trichomes in the family solanaceae. Int J
Bot. 3(3): 276-282.
Agrawal AA, Spiller DA. 2004. Polymorphic
buttonwood: effects of disturbance on
resistance to herbivores in green and silver
morphs of a Bahamian shrub. Americ J of
Bot. 91(12): 1990-1997.
Ahmad K et al. 2009. Taxonomic diversity of
stomata in dicot flora of a district tank
(n.w.f.p) in Pakistan. Afric J of Biotech.
8(6): 1052-1055.
Albers F, Meve U. 2002. Illustrated
Handbook of Succulent Plants:
Asclepiadaceae. Berlin: Springer.
Ali I et al. 2009. Leaf anatomical adaptations
in some exotic species of Eucalyptus l’her.
(Myrtaceae). Pak J Bot. 41(6): 2717-2727.
Allard G, Nelson CJ. 1991. Shade effects on
growth of tall fescue: i. Leaf anatomy and
dry matter partitioning. Crop Sci. 31:163-
167.
Croxdale JL. 2000. Stomatal patterning in
angiosperms. Americ J of Bot. 87(8):
1069-1080.
Endress ME, Stevens WD. 2001. The
renaissance of the Apocynaceae s.l.: recent
advances in systematic, phylogeny, and
evolution. Ann Missouri Bot Gard. 88:
517-522.
Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants. New
York: J Willey.
Fahn A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Soediarto
A, Koesoemaningrat T, Natasaputra M,
Akmal H, penerjemah; Tjitrosomo SS,
editor. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Terjemahan dari: Plant
Anatomy.
Fitter AH, Hay RKM. 1991. Fisiologi
Lingkungan Tanaman. Andani S,
Purbayanti, penerjemah; Srigandono,
editor. Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan
dari: Enviromental Physiology of Plants.
Heyne K. 1979. Tumbuhan Berguna
Indonesia Jilid III. Jakarta: Koperasi Dep.
Kehutan RI.
Hodgkiss J. 1997. The hoya society
international [terhubung berkala].
http://www.international-hoya.org [16
Oktober 2012].
Hoover WS. 1986. Stomata and stomatal
cluster in Begonia: Ecological response in
two Mexican species. Biotropica 18: 16-
21.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique.
New York: Mc-Graw-Hillbook Company,
Inc.
Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of the
Dicotyledons:Leaf, Steam, and Wood in
Relation Taxonomy with Notes on
Economic Uses . Oxford: Clarendon Pr.
Metcalfe CR, Chalk L. 1979. Anatomy of the
Dicotyledons, Volume 1: Systematic
Anatomy of Leaf and Steam, with a Brief
History of the Subject. Oxford: Clarendon
Pr.
Mulyani SES. 2006. Anatomi Tumbuhan.
Yogyakarta: Kanisius.
Perveen A, Abid R, Fatima R. 2007. Stomatal
types of some dicots within flora of
Karachi, Pakistan. Pak J Bot. 39(4): 1017-
1023.
Radwan UAA. 2007. Photosyntetic and leaf
anatomical characteristics of the drought-
resistant Balanites aegyptiaca (L.) del.
seedlings. Am-Euras J Agric & Environ
Sci. 2(6): 680-688.
Rahayu S. 1997. Eksplorasi dan
pembudidayaan Hoya (Asclepiadaceae)
dalam rangka konservasi plasma nutfah.
Prosiding Seminar Nasional Konservasi
Flora Nusantara; UPT BP Kebun Raya-
LIPI Bogor, 2-3 Juli 1997. hlm 294-303.
Rahayu S. 2006. Keanekaragaman spesies
Hoya (Asclepiadaceae) di hutan lindung
Bukit Batikap, Kalimantan Tengah.
Biodiversitas 7(2): 139-142.
12
Rahayu S. 2010. Sebaran dan keragaman
genetik populasi Hoya multiflora Blume
(Asclepiadaceae) di taman Sukamantri
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Rintz RE. 1978. The peninsular Malaysian
species of Hoya (Asclepiadaceae). Malay
Nat. 30(3/4): 467-522.
Rintz RE. 1980. The biology and cultivation
of hoyas. Asclepiadaceae 19: 9-17.
Santoso S. 2002. Buku Latihan SPSS
Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique.
Iowa: The Iowa State College Press.
Willmer CM. 1983. Stomata. London:
Longman Group Limited.
.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Klasifikasi tanaman Hoya spp.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Sub famili : Asclepiadoideae
Genus : Hoya
Spesies : Hoya spp.
Lampiran 2 Karakteristik 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen
Jenis Asal Habitat Distribusi Ketinggian
(mdpl)
H. densifolia Turcz Jawa Pantai Jawa, Filipina 0-100
H. bandaensis Schlechter
Maluku Pantai Maluku, Papua, Australia 0-100
H. coriacea Blume Kalimantan Tepi sungai Sumatera, Jawa, Kalimantan, Semenanjung Malaysia, Thailand
80-180
H. campanulata Blume
Riau Hutan kerangas
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Semenanjung Malaysia
100-200
H. cilliata Elmer Maluku Pantai Maluku 0-200
H. multiflora Blume Jawa Bukit Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Thailand, India, Indocina, Filipina, Papua
50-1500
H. coronaria Blume Sumatera Tepi sungai Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Thailand
80-500
H. chlorantha Rechinger
Maluku Pantai Samoa, Maluku, Papua 0-200
Lampiran 3 Komposisi larutan seri Johansen
Komposisi Larutan Johansen
I II III IV V VI VII
Air 50% 30% 15% - - - -
Etanol 95% 40% 50% 50% 45% - - -
Etanol 100% - - - - 25% - -
Tertier butil alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50%
Minyak parafin - - - - - - 50%
Lampiran 4 Komposisi larutan Gifford
Komposisi Volume (ml)
Alkohol 60% 80
Asam asetat glacial 20
Gliserin 5
Lampiran 5 Metode pembuatan preparat sayatan paradermal.
1. Fiksasi: daun ke-4 dari pucuk difiksasi dalam alkohol 70%.
2. Pencucian: larutan fiksatif dibuang, kemudian diganti dengan akuades beberapa kali.
3. Pelunakkan jaringan: daun dilunakkan dengan merendamnya di dalam larutan HNO3 50%
selama 2-5 hari (tergantung ketebalan daunnya).
4. Pencucian: daun dicuci terlebih dahulu beberapa kali dengan akuades sebelum dilakukan
penyayatan.
15
5. Penyayatan: daun disayat tipis di bagian adaksial dan abaksial daun dengan menggunakan
silet, kemudian hasil sayatan dicuci dengan akuades.
6. Penjernihan: hasil sayatan direndam dalam kloroks 3-5 menit, kemudian dibilas dengan
akuades.
7. Pewarnaan: hasil sayatan diwarnai dengan safranin 1% 3-5 menit, kemudian dibilas dengan
akuades.
8. Perekatan: sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi gliserin 30%.
9. Penutupan: sayatan ditutup dengan gelas penutup.
Lampiran 6 Metode pembuatan preparat sayatan transversal.
1. Fiksasi: daun ke-3 dari pucuk tanaman difiksasi selama 48 jam dalam larutan FAA dengan
komposisi sebagai berikut:
Etanol 70%................... 90 bagian
Asam asetat glasial........ 5 bagian
Formaldehyde............... 5 bagian
2. Pencucian: larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan alkohol 70% sebanyak 2 kali dengan
waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. Pencucian dilanjutkan dengan alkohol 50%
sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam.
3. Dehidrasi dan penjernihan: dilakukan secara bertahap dengan merendam bahan dalam larutan
seri Johansen I-VII. Waktu perendaman untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
Johansen I................ 2 jam
Johansen II............... 24 jam
Johansen III.............. 2 jam
Johansen IV............. 2 jam
Johansen V.............. 2 jam
Johansen VI............. 24 jam
Johansen VI............. 2 jam
Johansen VI............. 2 jam
Johansen VI............. 2 jam
Johansen VII dalam botol yang berisi 1/3 bagian parafin beku.
4. Infiltrasi: wadah berisi sampel daun dan campuran TBA, minyak parafin, serta 1/3 bagian
parafin disimpan pada:
suhu kamar selama 4 jam (tutup dibuka)
dalam oven (58oC) selama 12 jam (tutup dibuka)
tuang seluruh parafin, ganti dengan parafin cair baru, kemudian disimpan dalam oven
dengan suhu 58oC
dilakukan 4 kali penggantian parafin, dengan durasi masing-masing:
a. Parafin I................ 5 jam
b. Parafin II............... 5 jam
c. Parafin III.............. 24 jam
d. Parafin IV.............. 7,5 jam
5. Penanaman (blok): tuang semua cairan parafin beserta sampel daun ke dalam cetakan blok
berbentuk kubus.
6. Penyayatan: blok yang sudah dirapikan membentuk trapesium ditempel pada holder dan
disayat dengan mikrotom putar setebal 10 µm.
7. Perekatan: sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi
air. Gelas obyek berisi pita parafin dipanaskan pada hot plate dengan suhu 45oC selama 24
jam.
8. Pewarnaan: dilakukan pewarnaan ganda safranin 2% dan fastgreen 0,5% dalam etanol 95%.
Berturut-turut gelas obyek direndam ke dalam larutan berikut:
Xilol 1.................................................... 10-15 menit
Xilol 2.................................................... 10-15 menit
Etanol absolut........................................ 3 menit
Etanol absolut........................................ 3 menit
Etanol 95%............................................ 3 menit
Etanol 70%............................................ 3 menit
16
Etanol 50%............................................ 3 menit
Etanol 30%............................................ 3 menit
Aquades................................................. 3 kali celup
Safranin................................................. 48 jam
Aquades................................................. 3 kali celup
Etanol 30%............................................ 3 menit
Etanol 50%............................................ 3 menit
Etanol 70%............................................ 3 menit
Etanol 95%............................................ 3 menit
Fast green.............................................. 7-10 menit
Etanol absolut....................................... 3 menit
Etanol absolut....................................... 3 menit
Xilol 1................................................... 10-15 menit
Xilol 2................................................... 10-15 menit
9. Penutupan: bahan diberi media entellan dan ditutup dengan gelas penutup
10. Pemberian label: label ditempel pada sisi kiri gelas obyek.
Lampiran 7 Deskripsi tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.
a. Cyclocytic: Sel tetangga membentuk 1-2 lapis cincin yang melingkari sel penjaga, jumlah sel
tetangga minimal 4 dengan orientasi saling bersebrangan secara diagonal. b. Anisocytic: sel penjaga dikelilingi oleh 3 sel tetangga, dimana 1 sel tetangga memiliki ukuran
yang berbeda dibandingkan 2 sel tetangga lainnya.
c. Cylocytic and tetracytic: Modifikasi dari cyclocytic, namun orientasi sel tetangganya saling
berhadapan. d. Hexacytic: Modifikasi dari tetracytic dengan tambahan sepasang sel tetangga di kedua sisi kiri
dan kanan sel penjaga.
Lampiran 8 Data cluster membership dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen
Case 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters
H. densifolia 1 1 1
H. bandaensis 2 2 1
H. coriacea 3 2 1
H. campanulata 3 2 1
H. cilliata 4 3 2
H. multiflora 3 2 1
H. coronaria 4 3 2
H. chlorantha 2 2 1
Lampiran 9 Data proximity matrix dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen
Case
Chi-square between sets of frequencies
H.
densi
H.
bandae
H.
coria
H.
campa
H.
cillia
H.
multi
H.
corona
H.
chlora
H. densifolia 0.000 4.354 3.793 3.629 4.703 4.215 4.473 4.000
H. bandaensis 4.354 0.000 3.615 4.047 4.693 3.919 4.268 2.028
H. coriacea 3.793 3.615 0.000 2.265 4.152 2.141 3.348 2.922
H. campanulata 3.629 4.047 2.265 0.000 4.318 2.619 3.721 3.751
H. cilliata 4.703 4.693 4.152 4.318 0.000 4.205 3.580 3.939
H. multiflora 4.215 3.919 2.141 2.619 4.205 0.000 3.956 3.493
H. coronaria 4.473 4.268 3.348 3.721 3.580 3.956 0.000 3.722
H. chlorantha 4.000 2.028 2.922 3.751 3.939 3.493 3.722 0.000
17
Lampiran 10 Data matriks karakter anatomi 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen
Spesies
Kerapatan
stomata
abaksial
(Jumlah/mm²)
Indeks
stomata
abaksial
Ukuran stomata
abaksial (µm) Distribusi
stomata
Keberadaan
stomata
Kerapatan
stomata
adaksial
(Jumlah/mm²)
Indeks
stomata
adaksial
Ukuran stomata
adaksial (µm)
Panjang Lebar Panjang Lebar
Hoya densifolia 0 1 2 3 0 0 1 1 1 1
Hoya bandaensis 3 3 3 3 0 1 0 0 0 0
Hoya coriacea 3 3 1 1 1 1 0 0 0 0
Hoya campanulata 2 2 0 0 0 1 0 0 0 0
Hoya cilliata 0 1 3 1 0 1 0 0 0 0
Hoya multiflora 3 3 2 1 0 1 0 0 0 0
Hoya coronaria 3 3 2 1 0 1 0 0 0 0
Hoya chlorantha 2 3 2 3 0 1 0 0 0 0
(Lanjutan. . .)
Keberadaan
trikoma
Kerapatan
trikoma
adaksial
(Jumlah/mm²)
Kerapatan
trikoma
abaksial
(Jumlah/mm²)
Ukuran trikoma
adaksial (µm)
Ukuran trikoma
abaksial (µm) Tebal
daun
(µm)
Tebal
epidermis
adaksial
daun (µm)
Tebal
epidermis
abaksial
daun (µm)
Tebal
kutikula
adaksial
daun (µm)
Tebal
kutikula
abaksial
daun
(µm) Panjang Lebar Panjang Lebar
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0 0 3 3 2 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
1 1 1 1 1 1 1 2 0 1 3 2
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 2
1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 2 2
17
18
(Lanjutan. . .)
Keterangan karakter anatomi:
1. Kerapatan stomata abaksial (0 = 64-82/mm²; 1 = 83-101/mm²; 2= 102-120/mm²; 3=121-139/mm²)
2. Indeks stomata abaksial (0 = 1-2 µm; 1 = 3-4 µm; 2 = 5-6 µm; 3= 7-8 µm)
3. Panjang stomata abaksial (0 = 22-23 µm; 1 = 24-25 µm; 2 = 26-27 µm; 3 = 28-29 µm)
4. Lebar stomata abaksial (0 = 17-19 µm; 1 = 20-22 µm; 2 = 23-25 µm; 3 = 26-28 µm)
5. Distribusi stomata (0 = Stomata tunggal; 1 = Stomata tunggal dan berkelompok; 2 = Stomata berkelompok)
6. Keberadaan stomata (0 = Sisi adaksial dan abaksial; 1 = Sisi abaksial; 2 = Sisi adaksial)
7. Kerapatan stomata adaksial (0 = 0; 1 = 22-24 µm)
8. Indeks stomata adaksial (0 = 0; 1 = 1-3 µm)
9. Panjang stomata adaksial (0 = 0; 1 = 25-27 µm)
10. Lebar stomata adaksial (0 = 0; 1 = 26-28 µm)
11. Keberadaan trikoma (0 = tidak ada; 1 = sisi adaksial dan abaksial; 2 = sisi adaksial; 3 = sisi abaksial)
12. Kerapatan trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 2-7 µm)
13. Kerapatan trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 2-7 µm)
14. Panjang trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 200-500 µm)
15. Lebar trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 18-21 µm)
Tebal
jaringan
mesofil daun
(µm)
Diferensiasi
mesofil Tipe trikoma Tipe stomata
0 1 0 1
3 1 0 0
0 1 0 2
0 1 0 3
2 1 1 4
0 1 0 5
0 1 1 0
2 1 0 0
18
19
16. Panjang trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 300-600 µm)
17. Lebar trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 16-19 µm)
18. Tebal daun (0 = 357-536 µm; 1 = 537-716 µm; 2 = 717-896 µm; 3 = 897-1076 µm)
19. Tebal epidermis adaksial daun (0 = 15-17 µm; 1 = 18-20 µm; 2 = 21-23 µm; 3 = 24-26 µm)
20. Tebal epidermis abaksial daun (0 = 13-14 µm; 1 = 15-16 µm; 2 = 17-18 µm; 3 = 19-20 µm)
21. Tebal kutikula adaksial daun (0 = 2-3 µm; 1 = 4-5 µm; 2 = 6-7 µm; 3 = 8-9 µm )
22. Tebal kutikula abaksial daun (0 = 2-3 µm; 1 = 4-5 µm; 2 = 6-7 µm; 3 = 8-9 µm)
23. Tebal jaringan mesofil daun (0 = 227-424 µm; 1 = 425-622 µm; 2 = 623-820 µm; 3 = 821-1018 µm)
24. Diferensiasi mesofil (0 = tidak terdiferensiasi; 1 = terdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang)
25. Tipe trikoma (0= tidak ada trikoma; 1 = simple long shaggy; 2 = simple short thin; 3 = simple short thin; 4 = simple short thin & thin capitate form)
26. Tipe stomata (0 = (anisocytic), (cyclocytic); 1 = (cyclocytic), (cyclocytic and tetracytic); 2 = (cyclocytic), (cyclocytic and tetracytic), (anisocytic); 3 = (Cyclocitic),
(Hexacytic), (anisocytic); 4 = (Cyclocytic and tetracytic), (hexacytic), (anisocytic); 5 = (cyclocytic), (hexacytic)).
19