Transcript
Page 1: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

1

KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI DESA

KELUMU KECAMATAN LINGGA KABUPATEN LINGGA

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Andi Lariski, [email protected]

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Andi Zulfikar, S.Pi, MP.

Dosen Jurusan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP.

Dosen Jurusan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRAK

Kepiting bakau merupakan salah satu hasil tangkapan komoditas sektor

perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Tingginya permintaan pasar terhadap

kepiting bakau dapat mengakibatkan upaya penangkapan kepiting bakau yang

juga akan meningkat oleh karena itu penelitian mengenai Kajian Stok Kepiting

Bakau di Desa Kelumu perlu di teliti. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari sampai April 2015 di Perairan Desa Kelumu Kabupaten Lingga. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi stok kepiting bakau di

Perairan Desa Kelumu Kabupaten Lingga. Total sampel kepiting bakau yang

diukur selama penelitian berjumlah 416 ekor Kisaran panjang 5-11 cm yang

terdiri atas 4 kelompok ukuran kepiting bakau. Nilai koefisien pertumbuhan (K)

sebesar 0,163 per tahun. Sedangkan hubungan panjang berat kepiting bakau

adalah allometrik negatif (pertumbuhan panjang kerapas lebih cepat dari

pertambahan bobot). Laju mortalitas total (Z) adalah 0,6472 per tahun dan laju

eksploitasi (E) pada kepiting bakau adalah 0,17 per tahun menunjukkan masih

berada dibawah rata-rata optimum (0,5).

Kata kunci : Stok, Kepiting Bakau, Hubungan Panjang Berat, Mortalitas,

Pertumbuhan, Desa Kelumu

Page 2: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

2

Mangrove Crab Stock Assessment (Scylla sp) in the village of Lingga Lingga

District Kelumu District of Riau Islands Province.

Andi Lariski, [email protected]

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Andi Zulfikar, S.Pi, MP.

Dosen Jurusan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP.

Dosen Jurusan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRACT

Mangrove crab is one of the catches of the fisheries sector of commodities

of high economic value. The high market demand for mangrove crabs can lead to

mangrove crab fishing effort will also increase therefore research on Mangrove

Crab Stock Assessment in the village Kelumu needs carefully. The research was

conducted from February to April 2015 in the Water Village Kelumu Lingga

District. The purpose of this study was to determine the condition of the mangrove

crab stocks in the waters of the Village Kelumu Lingga District. The total sample

of mud crab measured during the study amounted to 416 long range 5-11 cm tail

which consists of 4 groups of mud crab size. Value growth coefficient (K) equal

to 0.163 per year. While heavy long relationship mud crab is negative allometric

(carapace length growth faster than weight gain). Total mortality rate (Z) was

0.6472 per year and the rate of exploitation (E) on the mud crab is 0.17 per year

showing still be below the average of optimum (0.5).

Key Words: Stock, Crab Bakau, Relationship Length Weight, Mortality, Growth, Kelumu village.

Page 3: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai Provinsi kepulauan,

wilayah ini terdiri atas 96 % lautan

(DKP-KEPRI,2011). Kondisi ini

sangat mendukung bagi

pengembangan usaha budidaya

perikanan mulai usaha pembenihan

sampai pemanfaatan teknologi

budidaya maupun penangkapan.

Potensi perikanan yang terdapat di

Provinsi Kepulauan Riau salah

satunya adalah berbagai jenis

kepiting yang hidup di ekosistem-

ekosistem perairan Kepulauan Riau.

Jenis-jenis kepiting yang hidup

di perairan Provinsi Kepulauan Riau

adalah jenis kepiting bakau dan

kepiting rajungan. Kepiting bakau

(scylla sp) yaitu jenis kepiting yang

hidup di daerah hutan mangrove.

Kepiting bakau (scylla sp)

merupakan komoditas ekspor yang

dominan paling tinggi permintaan

pemasarannya yang mempunyai

nilai-nilai ekonomis penting sebagai

hasil produksi daging dalam

kalengan dan dalam keadaan beku,

maka kepiting bakau dapat di

pasarkan dalam keadaan hidup di

karenakan kepiting bakau lebih tahan

hidup di luar air.

Namun bersama dengan itu,

rata – rata pertumbuhan produksi

kepiting bakau di beberapa provinsi

penghasil utama kepiting bakau

justru agak lambat dan cenderung

menurun (Cholik 1999). Penurunan

populasi kepiting bakau di alam

diduga di sebabkan oleh degradasi

ekosistem mangrove dan kelebihan

tangkapan (overexploitation)

(Siahainenia 2008).

Salah satu daerah di Provinsi

yang berpotensial terhadap kepiting

bakau yaitu di Kabupaten Lingga

terutama di Desa Kelumu. Desa

kelumu merupakan kawasan hutan

mangrove yang berpotensial untuk

penangkapan kepiting bakau dan

salah satunya pemanfaatan hutan

bakau sebagai produksi pembuatan

arang. Sehingga sebagian besar

masyarakat di desa kelumu bermata

pencarian sebagai nelayan

penangkapan kepiting bakau dan

juga sebagai pengumpul atau

menampung kepiting bakau di desa

kelumu.

Tinggi nilai ekonomis kepiting

bakau dalam perekonomian akan

mendorong meningkatnya hasil

tangkapan kepiting bakau yang dapat

memicu akan terjadinya overfishing

atau penangkapan berlebihan.

Dengan demikian perlu adanya

upaya untuk pengkajian stok kepiting

bakau dan metode-metode untuk

mempertahankan stok kepiting bakau

di perairan desa kelumu.

II. METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Februari sampai dengan

April 2015 di Kawasan Perairan

Ekosistem Hutan Mangrove Desa

Kelumu Kecamatan Daik Lingga

Kabupaten Lingga. Pengumpulan

data primer berupa berat panjang

sampel kepiting bakau dengan

interval waktu pengambilan sampel

di lakukan dua kali dalam satu

minggu selama dua bulan. Peta

lokasi penelitian berupa daerah desa

kelumu kecamatan lingga kabupaten

lingga.

Page 4: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

4

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di

gunakan dalam p enelitian ini

yaitu ( Tabel 1 ) :

Tabel 1. Alat dan Bahan No Alat & Bahan Kegunaan

1 Alat tulis Mencatat data

penelitian

2 Kamera Digital Dokumentasi

3 Timbangan 2 kg Mengukur berat dari

objek penelitian

4 Penggaris 30

cm ketelitian

0.1 cm

Mengukur panjang

objek penelitian

5 Kepiting bakau Objek penelitian

6 Formulir

Kusioner

Data skunder

C. Metode

Sebelum melakukan

pengumpulan data, dilakukan survey

atau pengamatan lapangan yang

meliputi keseluruhan kawasan

hutan mangrove, data yang

digunakan adalah data primer yang

diambil dari pengamatan hasil

lapangan dan wawancara kepada

penduduk sekitar.

Data sekunder diambil dari

instansi-instansi terkait sebagai

pendukung penelitian yang akan

dilakukan. Data primer diperoleh

contoh yang dilakukan dengan

menggunakan metode acak.

Pengambilan contoh kepiting bakau

menggunakan alat tangkap yang biasa

digunakan oleh masyarakat berupa

Alat Pengait dan Bubu ijab dengan

interval 3 kali dalam waktu yang

sama. Sehingga pengambilan contoh

dilakukan tiga hari sekali dalam satu

minggu selama dua bulan. Total

target kepiting adalah 300 ekor selama

dua bulan. Hal ini berpedoman pada

Carlander (1956) dalam Miller (1966)

Bahwa minimal berjumlah contoh

yang diperlukan pada tingkat

kepercayaan 99%, 98%, dan 95%

adalah 550, 150, dan 300 dengan

asumsi bahwa contoh yang diambil

sudah mewakili populasi yang

sebenarnya.

Kepiting Bakau di ukur panjang

dan berat. Panjang yang diukur

adalah panjang total. Panjang total

adalah panjang crapas kepiting yang

diukur dari kerapas sebelah kanan

sampai kerapas sebelah kiri dan lebar

kerapas diukur mulai dari interior

bagian kepala sampai ujung posterior

bagian bawah kerapas, Kanna (2002).

Pengambilan contoh resfonden

dilakukan dengan menggunakan

metode porposive sampling atau

pemilihan responden dengan sengaja

berdasarkan kesediaan anggota

populasi. Menurut Solistyo & Basuki

(2006) dalam Ningsih, (2014)

metode pengambilan contoh secara

porvosipe ( purposive sampling )

adalah penaarikan contoh yang

dilakukan berdasarkan kriteria yang

ditentukan oleh peneliti.

D. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel

menggunakan metode sistem random

sampling sistematis. Langkah-

langkah pada metode ini sebagai

berikut :

Page 5: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

5

1. Menyusun kerangka sampling

2. Menetapkan jumlah sampel yang

akan diambil. Sampel yang

diambil dua kali dalam satu

minggu selama dua bulan.

3. Pengambilan sampel secara

sistematis, sampel diambil secara

tersistem. Pendataan sampel

berdasarkan total rata-rata hasil

tangkapan kepiting bakau yang

berasal dari Desa Kelumu

Kecamatan Daik Lingga

Kabupaten Lingga.

E. Analisis Data

Analisis data menggunakan

bantuan software FISAT II Ver I.2.2

yang dikeluarkan oleh FAO-ICLARM

dan secara manual menggunakan

Microsoft Excel 2010. Anaisis data

yang dilakukan mencakup sebagai

berikut :

1. Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang

disapatkan dengan menentukan

selang kelas, nilai tengah kelas, dan

frekuensi dalam setiap kelompok

panjang. Analisis frekuensi panjang

menurut Sparre dan Venema 1999

didasarkan ukuran panjang dapat

diketahui dengan melakukan analisa

data sebagai berikut :

a. Menentukan wilayah kelas,

r = pb-pk

Dimana; r = lebar kelas,

pb= panjang tertinggi, pk =

panjang terpendek

b. Menentukan jumlah kelas 1

+ 3,32 log N (N= jumlah

data)

c. Menghitung lebar kelas, L=

r / jumlah kelas (L = lebar

kelas, r = wilayah kelas)

d. Memilih ujung bawah kelas

interval

e. Menentukan frekuensi

jumlah kelas masing-

masing selang kelas yaitu

jumlah frekuensi dibagi

jumlah total dikalikan 100.

Distribusi frekuensi panjang

yang telah ditentukan dalam selang

kelas yang sama kemudian diplotkan

dalam sebuah grafik. Dari grafik

tersebut dapat terlihat pergeseran

distribusi kelas panjang setiap

bulannya. Pergeseran distribusi

frekuensi panjang menggambarkan

jumlah kelompok umur (kohort)

yang ada. Bila terjadi pergeseran

modus distribusi frekuensi panjang

berarti terdapat lebih dari satu

kohort.

2. Parameter Pertumbuhan

(L∞, K) dan to

Plot Ford-walfrod merupakan

salah satu metode paling sederhana

dalam menduga persamaan

pertumbuhan Von Bertalanffy

dengan interval waktu pengambilan

contoh yang sama (Sparre dan

Venema, 1999). Persamaan

pertumbuhan Von Bertalanffy dapat

dinyatakan sebagai berikut :

Lt = L∞( 1 – e [- k ( t-to)]

).

Lt adalah panjang kepiting

bakau pada saat umur t (satuan

waktu), L∞ adalah panjang

maksimum secara teoritis (panjang

asimtotik), K adalah koefisien

pertumbuhan (per satuan waktu), to

adalah umur teoritis pada saat

panjang sama dengan nol. Untuk to

sama dengan nol, persamaan (1)

Page 6: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

6

dapat ditulis menjadi sebagai berikut

:

Lt = L∞ [ 1 – e –Kt

]

Sehingga

Lt = L∞ [ 1 – e –Kt

]

Untuk t sama dengan t+1 dan t sama

dengan t, persamaan (2) bagi Lt+1-Lt

menjadi : Lt +1 – Lt = L∞{ 1 – e –K(t+1)} L∞{1 – e –Kt}

Sehingga

Lt+1 – Lt = L∞ e – Kt

[ 1 – e –K

]

Substitusikan persamaan (3) ke

persamaan (5) diperoleh :

Lt+1 – Lt = [ L∞ – Lt ] [ 1 – e –K

]

Sehingga

Lt+1 = L∞ [ 1 – e –K

] – Lt e –K

Lt dan Lt1 merupakan panjang

kepiting bakau pada saat t dan

panjang kepiting bakau yang

dipisahkan oleh interval waktu yang

konstan (1= tahun,bulan atau

minggu) (Pauly, 1984). Persamaan

(7) dapat diduga dengan persamaan

regresi linier dan jika Lt sebagai

absis di plotkan terhadap Lt+1

sebagai ordinat maka garis lurus

yang di bentuk akan memiliki

kemiringan (Slope) sama dengan e –K

dan titik potong dengan absis sama

dengan L∞ [ 1 – e – Kt

]

Dengan demikian, nilai K dan L∞ di

peroleh dengan cara sebagai berikut :

K = - In(b)

L∞ =

Umur teoritis pada saat

panjang sama dengan nol dapat

diduga secara terpisah menggunakan

persamaan empiris Pauly (Pauly,

1983) :

Log (-tg) = 0,3922 – 0,2752 (log L∞)

– 1,038(log K).

3. Hubungan Panjang Berat

Hubungan panjang berat di

gambarkan dalam dua bentuk yakni

isometrik dan alometrik ( Hile 1936

dalam Effendi, 1997), untuk kedua

pola ini berlaku persamaan :

W = a L b

Jika dilenierkan melalui transpormasi

logaritma, maka di peroleh

persamaan :

Log W = Log a + b Log L

Untuk mendapatkan

parameter a dan b, di gunakan

analisis regresi linier sederhana

dengan Log W sebagai “y” dan Log

L sebagai “x”, Sehingga di dapat

persamaan : Y= a + b x

Untuk menguji nilai b=3 atau b

≠ 3 (b>3, pertambahan berat lebih

cepat dari pada pertambahan

panjang) atau (b<3, pertambahan

panjang lebih cepat dari pada

pertambahan berat) dilakukan uji-t

(Sukimin et al, 2006), dengan

hepotesis :

H0 : β = 3, hubungan panjang

dengan berat adalah isometrik

H1 : β ≠ 3, hubungan panjang dengan

berat adalah allometrik.

Allometrik positif, jika b>3

(pertambahan berat lebih dari pada

pertambahan panjang) dan allometrik

negatif, Jika b<3 (pertambahan

panjang lebih cepat dari pada

pertambahan berat).

t hitung = [

]

b1 adalah nilai b (hubungan panjang

berat), bo adalah 3, dan Sb1 adalah

simpangan koefisien b.

Selanjutnya, nilai thitung

dibandingkan dengan nilai thitung

Page 7: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

7

pada selang kepercayaan 95%. Pola

pertumbuhan ikan mengacu pada

Nasoetion & Barizi (1980) dalam

Ningsih (2014) yaitu : jika thitung >

thitung maka tolak hipotesis nol (H0),

terima H1 dan jika thitung < thitung

maka terima hipotesisi nol (H0).

Tolak Hipotesis satu (H1).

Seluruh data hasil pengukuran

selanjutnya di analisis menggunakan

hubungan regresi, untuk selanjutnya

di peroleh nilai koefisien korelasi (r).

Korelasi antara satu parameter

dengan parameter lainnya dalam

penelitian ini dapat di ketahui dengan

metode ini, dengan nilai koefisien

korelasi sebagai acuan. Nilai

koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ 1.

Jika kedua variabel berkorelasi

negatif maka nilai koefisien

korelasinya akan mendekati -1,

sedangkan jika kedua variabel

korelasinya positif maka koefisien

korelasinya akan mendekati 1.

4. Laju Eksploitasi dan

Mortalitas

Laju mortalitas total (Z) di

duga dengan kurva tangkapan yang

di linierkan berdasarkan data

komposisi panjang (Sparre &

Venema 1999) dengan tahap-tahap

sebagai berikut :

1. Mengkonversikan data

panjang ke data umur dengan

menggunakan inverse

persamaan Von Bertalanffy.

t(L) = to (

)

2. Menghitung waktu yang

diperlukan oleh rata-rata

kepiting untuk tumbuh dari

panjang L1 ke L2 (perubahan

nilai t)

Δt – t (L2) – t (L1) -

(

)

3. Menghitung (t+delta t/2)

t

= to - (

)

4. Menurunkan kurva hasil

tangkapan (C) yang

dilinierkan yang

dikonversikan kepanjang

In

= C – Z *

t

Persamaan di atas adalah

bentuk persamaan linier dengan

kemiringan (b)= -Z Laju mortalitas

alami (M) diduga menggunakan

rumus empiris Pauly (1980) dalam

Sparre dan Vanama (1999) sebagai

berikut :

ln M = -0.0152 – 0.279*ln L∞ +

0.6543*ln K + 0.463*ln T

M = e (1n M)

Selanjutnya Pauly (1983) dalam

Sparre dan Vanema (1999)

menyarankan, bahwa untuk

memperkitungkan kebiasaan

menggerombol dengan cara

mengalihkan persamaan diatas

dengan nilai 0,8 sehingga untuk

spesies yang hidupnya

menggerombol nilai dugaan menjadi

20% lebih rendah yaitu :

M = 0.8*exp[-0.0152 - 0.279*ln L∞

+ 0.6543* ln K + 0.463* ln T]

Page 8: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

8

Keterangan :

M = mortalitas alami

L∞= panjang asimotik pada

persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy

K = koefisien pertumbuhan pada

persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy

T = rata-rata suhu permukaan air

(0C)

Laju mortalitas penangkapan (F)

ditentukan dengan :

F = Z-M

Laju eksploitasi ditentukan

dengan membandingkan mortalitas

penangkapan (F) terhadap mortalitas

total (Z) (Pauly, 1984):

E

=

Laju mortalitas penangkapan (F) atau

laju ekploitasi optimum menurut

Gulland (1971) in Pauly (1984)

adalah : F optimum = M dan

Eoptimum = 0.5, jika E> 0,5

menunjukkan nilai ekploitasi yang

tinggi (over fishing); E< 0,5

menunjukkan nilai ekploitasi yang

masih rendah ( under fishing ); E=0,5

menunjukkan pemanfaatan optimum

(Sparre dan Vanema 1999).

III. HASIL

A. Kondisi Umum Wilayah

Penelitian

Desa Kelumu merupakan

wilayah administrasi dari kecamatan

lingga kabupaten lingga, provinsi

kepulauan riau. Kondisi geografis

Desa Kelumu meliputi kawasan

perairan (laut) dan kawasan daratan

dengan topografi wilayah berbukit

dan datar. Luas wilayah Desa

Kelumu secara strategis ± 46,67

KM2. Adapun batas administratif

desa kelumu sebagai berikut.

- Sebelah utara:Desa Mentuda

- Sebelah selatan:Desa Mepar

- Sebelah barat:Desa Selayar

- Sebelah timur:Desa Mepar

B. Kondisi Umum Kepiting

Bakau di Desa Kelumu

Berdasarkan data hasil

penelitian melalui wawancara dan

survey langsung pada lokasi

penelitian, jenis kepiting yang

umumnya di manfaatkan oleh

masyarakat sekitar desa kelumu

adalah kepiting bakau, kepiting pasir,

kepiting tumu (Scylla sp). Dari ketiga

jenis kepiting tersebut secara

keseluruhan di manfaatkan oleh

masyarakat desa kelumu untuk

dikonsumsi secara langsung dan di

jual. Area penangkapan kepiting

bakau umumnya dilakukan pada

kawasan hulu sungai hingga ke batas

estuaria di ekosistem mangrove.

Secara umum, kondisi substrat pada

kawasan yang menjadi area

penangkapan kepiting bakau adalah

berlumpur.

Jumlah nelayan penangkapan

kepiting bakau di desa kelumu

sekitar 4 orang yang berasal dari desa

kelumu dan kampung sertih. Total

keseluruhan pengumpul kepiting

bakau berjumlah sekitar 2 orang

yang berada di desa kelumu dan

kampung sertih. Proses

pengumpulan kepiting bakau di

Page 9: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

9

kawasan desa kelumu di lakukan

langsung oleh masyarakat menuju

lokasi pengumpul kepiting bakau.

Terdapat 2 jenis alat tangkap yang di

gunakan oleh masyarakat untuk

penangkapan kepiting bakau di area

mangrove yaitu alat pengait dan

bubu ijab. Dari ke 2 alat tangkap

tersebut yang paling banyak di

gunakan oleh masyarakat nelayan

adalah jenis alat tangkap bubu ijab.

Penangkapan kepiting bakau

menggunakan alat tangkap berupa

perangkap (bubu) yang terbuat dari

kerangka kawat berukuruan 3 cm

dimana sekelilingnya dilapisi dengan

jaring nilon yang berwarna hijau

lumut. Ukuran bubu yang digunakan

berdiameter 30 cm tinggi 25 cm,

dengan ukuran mata jaring 1,5 cm.

Bubu merupakan alat tangkap statis

yang pengoperasiaanya diletakkan

disemak dan lumpur-lumpur pada

area mangrove (Suryani 2007).

Hasil penangkapan kepiting

bakau di kawasan desa kelumu

berlangsung sepanjang tahun dan

pada puncak penangkapan optimal

pada bulan November sampai dengan

bulan Januari. Menurut Suman 1992

dalam Ningsih 2014 menyatakan

musim penangkapan kepiting bakau

berlangsung sepanjang tahun dan

musim puncaknya terletak pada

bulan Oktober sampai bulan Maret.

Dengan demikian, musim

penangkapan puncak kepiting bakau

didesa kelumu lebih singkat (3

bulan) di bandingkan dengan musim

puncak penangkapan pada umumnya

(6 bulan).

C. Sebaran Frekuensi Ukuran

Panjang Kepiting Bakau (scylla sp) Ukuran panjang kerapas

kepiting bakau yang diamati selama

penelitian dari bulan Februari-April

di Desa Kelumu berjumlah 416 ekor

yang memiliki ukuran panjang

kerapas minimum 52 mm dan

panjang ukuran kerapas maksimum

118 mm.

ONYANGO (2002) dalam

Nirmala (2010) menyatakan bahwa

Scylla serrata jantan biasanya

memiliki capit sangat besar

dibandingkan dengan betina dengan

ukuran yang sama dan lebih disukai

oleh nelayan selama lebar karapas

lebih dari 70 mm, hal ini bisa

menghasilkan perbedaan ukuran

yang signifikan antara jantan dan

betina. Oleh karena itu bila berada

pada ukuran lebar karapas yang

sama, kecenderungan S. serrata

jantan lebih besar bobotnya, karena

capitnya menambah bobot tubuhnya.

Kepiting bakau umumnya

memijah di perairan laut. Arriolla

dan Brick, yang diacu oleh

SIAHAINENIA (2008) dalam

Nirmala (2010), menyatakan bahwa

kepiting bakau bertelur akan

bermigrasi dari perairan payau ke

perairan laut untuk memijah. Migrasi

kepiting bakau betina matang gonad

ke perairan laut, merupakan upaya

mencari perairan yang kondisinya

cocok sebagai tempat memijah,

inkubasi dan menetaskan telur.

Proses penangkapan kepiting

bakau (Scylla sp) dilakukan setiap

tahunnya dengan musim puncaknya

pada bulan Oktober - Januari. Hasil

tangkapan kepiting bakau yang

berasal dari Desa Kelumu merupakan

kepiting dewasa diantaranya siap

untuk memijah, sebaran ukuran

panjang kepiting bakau selama

pengamatan di Desa Kelumu

Page 10: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

10

Grafik frekuensi ukuran

panjang kerapas kepiting bakau total

(jantan dan betina) dengan frekuensi

tertinggi pada nilai tengah 64 mm

dan frekuensi terendah pada nilai

tengah 52 mm. Hal ini menunjukan

bahwa tidak terjadi pergeseran

sebaran frekuensi ukuran panjang

kerapas kepiting bakau total (jantan

dan betina) yang berasal dari Desa

Kelumu adalah normal.

D. Parameter Pertumbuhan

(L∞, K dan t0) Kepiting

Bakau (Scylla sp) Menurut SIAHAINENIA (2008)

menyatakan kepiting yang berukuran

kecil memberikan garis regresi ke

arah slope yang lebih tajam, karena

modus tertinggi yang dilalui garis

pertumbuhan lebih banyak pada

kelompok kepiting kecil, sehingga

nilai K menjadi besar. Kecepatan

pertumbuhan S. serrata di Muara

Sangkima menunjukkan

kecenderungan yang relatif lebih

kecil dibanding pada kedua lokasi

lainnya. Hal ini berkaitan dengan

kondisi ukuran lebar karapas kepiting

S. serrata yang ditemukan di wilayah

tersebut umumnya berukuran lebih

dari dewasa kelamin, sehingga

kecepatan pertumbuhannya menjadi

lebih lambat. Kepiting betina dewasa

lebih banyak menggunakan

energinya untuk pertumbuhan dan

perkembangan gonad (LAVINA

yang diacu oleh SIAHAINENIA

2008 dalam Nirmala 2010).

a b k

L

infini

ti

log

(-t0) -t0 t0

21,5

0,85

0,163

143 0,62

5 4,21

6

-4,21

6

Berdasarkan tabel diatas

persamaan Von bartalanffy bahwa

pertumbuhan panjang kerapas

kepiting bakau yang berada di Desa

Kelumu diperoleh dengan nilai 143

mm, hal ini menunjukkan bahwa

batas (panjang maksimum)

pertumbuhan kerapas kepiting bakau

yang berada di desa kelumu hanya

mencapai titik puncak 143 mm.

Hasil analisis kepiting bakau yang

berasal dari desa kelumu dengan

nilai koefisien pertumbuhan (K)

yaitu sebesar 0,163 dan L∞ 143 mm

bahwa menunjukkan pertumbuhan

kerapas membutuhkan waktu 24

bulan untuk mencapai panjang

maksimum kerapas kepiting bakau

yang berada di desa kelumu.

Menurut King dalam Ningsih

(2014) metode paling sederhana

dalam menduga parameter

pertumbuhan dengan pengambilan

interval yang sama adalah dengan

metode Plot Ford-Walford dalam

model Von Bertalanffy (L∞, K).

0

20

40

60

52 61 70 79 88 97 106115

Fre

qu

ency

Nilai Tengah

panjang frekuensi total

0.000

200.000

1 11213141516171

Pan

jan

g to

tal

kera

pas

(m

m)

Umur (Bulan)

Kurva parameter pertumbuhan

kepiting bakau

Page 11: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

11

Berdasarkan gambar di atas

menunjukan bahwa laju

pertumbuhan kerapas kepiting bakau

yang diketahui panjang maksimum

kepiting bakau yang tertangkap di

perairan desa kelumu adalah 118 mm

yaitu kepiting yang berusia 10 bulan

dan secara teoritis panjang

maksimum kerapas kepiting bakau

hanya mencapai nilai puncak adalah

sebesar 143 mm yang berada pada

umur 80 bulan (tahun).

Grafik di atas menunjukan

bahwa kepiting bakau muda

memiliki laju pertumbuhan yang

cepat dan signifikan sedangkan

ketika mencapai umur tua laju

pertumbuhan tidak terlalu cepat

bahkan cendrung statis.

E. Hubungan Panjang Berat

Kepiting Bakau (Scylla sp)

Analisis hubungan panjang

berat di gunakan data panjang total

dan berat basah kepiting bakau

dengan tujuan melihat tingkat pola

pertumbuhan kepiting bakau. Hasil

analisis hubungan panjang berat

kepiting bakau yang berasal di Desa

Kelumu dapat dilihat pada gambar 9.

Pola pertumbuhan kepiting

bakau dianalisis menggunakan

regresi dengan melihat hubungan

antara panjang kerapas dan bobot

kepiting bakau (a dan b) dimana nilai

b akan menjadi indikator yang dapat

mendeskripsikan pola pertumbuhan

kepiting bakau. Pada gambar 9

diatas menunjukkan bahwa thitung

lebih besar dari ttabel sehingga hasil

pengujian terhadap nilai B baik

untuk kepiting bakau jantan maupun

betina adalah (B<3 pertumbuhan

panjang lebih cepat dari pada

pertumbuhan berat) berarti dapat

dikatakan bahwa pola pertumbuhan

kepiting bakau yang berasal dari

Desa Kelumu adalah Allometrik

negatif. Allometrik negatif adalah

pola pertumbuhan yang menyatakan

bahwa pertambahan bobot lebih

lambat dibandingkan dengan

pertumbuhan kerapas. Sama halnya

dengan pertumbuhan kepiting bakau

menurut Hartnoll (1982) dalam

Ningsih (2014).

Dari hasil analisis panjang

berat kepiting bakau (scylla sp) yang

disajikan pada tabel diatas

didapatkan persamaan Y= 2,416x

(bobot) + 0,606 (panjang kerapas)

dimana nilai a = 0,606 dan nilai b =

2,416 dan hubungan panjang kerapas

kepiting bakau dengan berat tubuh

pada kepiting bakau mempunyai

persamaan W= 1,83L2,416

.

Hasil regresi panjang

kerapas-bobot kepiting bakau

menunjukkan nilai koefisien

determinasi (R2) untuk kepiting

bakau jantan dan betina yang berada

di perairan Desa Kelumu yaitu 0,619

artinya regresi tersebut dapat

menggambarkan model yang

sebenarnya di alam yaitu untuk

kepiting jantan dan betina sebesar

619%. Sedangkan menurut Davis et

al (2004) dalam Nirmala (2010)

menyatakan Nilai b akan menjadi

y = 2.4164x + 0.6066 R² = 0.6198

0.000

2.000

4.000

6.000

8.000

0.000 1.000 2.000 3.000

Be

rat

(gr)

panjang (cm)

Hubungan panjang berat kepiting

bakau (scylla sp) total

Page 12: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

12

indikator yang mendeskripsikan pola

pertumbuhan kepiting bakau,

sedangkan dari nilai koefisien

korelasi (R2) dapat diketahui

keeratan hubungan antara lebar

karapas kepiting bakau dan bobot

tubuhnya, sehingga dapat ditentukan

apakah individu dalam suatu

populasi dapat diduga bobot

tubuhnya dengan mengetahui ukuran

tubuhnya atau tidak. Nilai koefisien

korelasi (r2) 0,886- 0,924

menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang cukup erat antara

ukuran lebar karapas dengan bobot

tubuhnya, sehingga biomass populasi

kepiting bakau dapat diduga dengan

mengetahui ukuran lebar karapasnya.

Penelitian ALI et al. (2004) dalam

Nirmala (2010) menunjukkan

hubungan lebar karapas-bobot untuk

S. serrata jantan di ekosistem

mangrove di Khulna Bangladesh

adalah W = 0,0078 CW3,06.

sedangkan pada S. serrata betina W

= 0,0078 CW1,8928. Hubungan

lebar karapas dengan bobot pada

induk betina S. serrata matang

gonade di Estuari Umlalazy Afrika

Selatan adalah Y = 0,0014X2,56

.

Menurut SIAHAINENIA

(2008) kepiting yang berukuran kecil

memberikan garis regresi ke arah

slope yang lebih tajam, karena

modus tertinggi yang dilalui garis

pertumbuhan lebih banyak pada

kelompok kepiting kecil, sehingga

nilai K menjadi besar. Kecepatan

pertumbuhan S. serrata di Muara

Sangkima menunjukkan

kecenderungan yang relatif lebih

kecil dibanding pada kedua lokasi

lainnya. Hal ini berkaitan dengan

kondisi ukuran lebar karapas kepiting

S. serrata yang ditemukan di wilayah

tersebut umumnya berukuran lebih

dari dewasa kelamin, sehingga

kecepatan pertumbuhannya menjadi

lebih lambat. Kepiting betina dewasa

lebih banyak menggunakan

energinya untuk pertumbuhan dan

perkembangan gonad (LAVINA

yang diacu oleh SIAHAINENIA

2008 dalam Nirmala 2010).

F. Mortalitas dan Laju

Eksploitasi Kepiting Bakau (Scylla

sp) Mortalitas adalah angka

kematian dalam populasi. Laju

mortalitas adalah laju kematian, yang

didefinisikan sebagai jumlah

individu yang mati dalam satu satuan

waktu. Laju mortalitas total dapat

disebabkan karena adanya laju

mortalitas alami dan atau laju

mortalitas penangkapan. Laju

mortalitas alami pada kepiting bakau

disebabkan karena kepiting bakau

tidak pernah tertangkap sehingga

mati alami karena umur tua, atau

karena daya dukung lingkungan yang

rendah, misalnya akibat perubahan

lingkungan yang ekstrim atau tidak

tercukupinya makanan

alami/kelaparan (SPARRE &

VENEMA 1999).

Analisis laju mortalitas

kepiting bakau dilakukan dengan

menggunakan estimasi mortalitas

dari FISAT-II, yang didasarkan pada

data lebar karapas kepiting bakau

yang tertangkap. Laju mortalitas total

(Z) digambarkan sebagai nilai

numerik dari kemiringan (slope)

garis regresi antara logaritma N/dt

terhadap umur relatif kepiting yang

tertangkap, dan dihitung dari

persamaan pertumbuhan

VONBERTALANFFY yang dikenal

Page 13: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

13

dengan metode kurva hasil

tangkapan.

Titik yang digunakan

dalam analisis regresi

untuk menduga Z

Titik yang belum masuk

kawasan penangkapan

Laju Nilai (per tahun)

Mortalitas total (Z) 0,6472

Mortalitas alami (M) 0,538

Mortalitas penangkapan (F) 0,11

Eksploitasi (E) 0,17

Ekosistem perairan Desa

Kelumu memiliki kerapatan hutan

mangrove yang sangat tinggi yang

terdiri dari Rhizopora apiculata,

Soneratia alba, scyphiphora

hydropillaceae, Aegiceras floridium

dan Avicenia alba. Laju mortalitas

total Kepiting bakau (Z) sebesar

0,6472 per tahun dengan laju

mortalitas alami (M) sebesar 0,538

per tahun. Laju mortalitas

penangkapan yg di dapatkan sebesar

0,11 per tahun dimana mortalitas

alami (M) ini lebih besar di

bandingkan dengan mortalitas

penangkapan (F). Selain itu

penggunaan alat tangkap berupa

pengait ataupun bubu ijab sangat

berpengaruh terhadap penangkapan

kepiting bakau.

Tabel di atas menunjukan

nilai mortalitas alami kepiting bakau

lebih besar di bandingkan dengan

mortalitas akibat penangkapan, hal

ini berkaitan dengan cara

penangkapan yang digunakan oleh

masyarakat Desa Kelumu, selain itu

hutan mangrove yang masih terjaga

juga memberikan perkembangbiakan

kesempatan hidup yang tinggi bagi

kepiting bakau untuk tumbuh dan

berkembang dengan baik. Hal ini di

dapatkan dengan hasil tangkapan

kepiting bakau yang semuanya

berukuran dewasa ataupun siap

memijah di kawasan Desa Kelumu.

SIAHAINENIA (2008)

dalam Nirmala (2010) pada

penelitiannya di Kabupaten Subang

juga menemukan bahwa kelimpahan

kepiting bakau terendah umumnya

dijumpai pada zona belakang hutan

yang memiliki tingkat kerapatan

vegetasi mangrove rendah, serta

berada di sekitar areal pemukiman

penduduk atau mendapat tekanan

akibat tingginya aktifitas masyarakat.

Tingginya angka mortalitas

penangkapan di Teluk Perancis

diduga karena penangkapan kepiting

bakau di lokasi ini lebih banyak

menggunakan alat tangkap

pancing/pengait. Teluk Perancis

memiliki hutan mangrove yang

masih cukup rapat, sehingga alat

tangkap yang sesuai digunakan

adalah pengait. Alat tangkap pengait

cenderung hanya menangkap

kepiting yang berukuran besar saja,

akibatnya hasil perhitungan

konstanta pertumbuhan (K) menjadi

kecil, karena semakin besar kepiting

semakin lambat pertumbuhan lebar

karapasnya. Nilai K merupakan salah

satu variabel yang dipakai dalam

formula untuk menghitung mortalitas

alami. Kecilnya nilai K akan

mempengaruhi nilai mortalitas alami

0.0010.00

0.00 5.00 10.00 15.00

In(f

i/d

t)

t(L1+L2/2)

kurva penangkapan

berbasis panjang kerapas

kepiting bakau yang

dilinierkan

Page 14: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

14

(M) menjadi lebih kecil (PAULI

yang diacu oleh SPARRE &

VENEMA 1999), dan akibatnya nilai

mortalitas penangkapan (F)

cenderung menjadi lebih besar.

Selain itu, di Dusun Teluk Lombok

yang berdekatan dengan Teluk

Perancis juga cukup banyak

penduduk, sehingga aktifitas

penangkapan juga menjadi lebih

besar. Laju

penangkapan S. serrata di lokasi

Muara Sangkima cenderung lebih

rendah dibanding kedua lokasi

lainnya. Rendahnya tekanan

penangkapan diduga karena lokasi

ini jauh dari pemukiman penduduk.

WALTON (yang diacu oleh EWEL

2008 dalam Nirmala 2010)

menyatakan bahwa populasi Scylla

serrata dapat mempunyai sebaran

ukuran yang berbeda karena

perbedaan kondisi lingkungan dan

pola penangkapan. Maka EWEL

(2008) menyarankan peraturan lokal

(local regulations) sebagai tambahan

larangan daerah (regional

restrictions) mungkin layak

(appropriate) untuk banyak wilayah

di Indo-Pacific.

Menurut syakila (2009)

dalam Ningsih (2014) nilai mortalitas

akibat penangkapan dipengaruhi oleh

laju eksploitasi, semakin tinggi

tingkat eksploitasi maka mortalitas

penangkapannya akan meningkat.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa laju

eksploitasi kepiting bakau total atau

gabungan adalah sebesar 0,17 dan

mortalitas penangkapannya adalah

0,11 jika dibandingkan dengan laju

eksploitasi menurut Gulland (1971)

yaitu sebesar 0,5 maka laju

eksploitasi kepiting bakau (scylla sp)

di Perairan Desa Kelumu berada

dibawah optimal menurut Gulland,

hal ini dikarenakan berkaitan dengan

cara-cara penangkapan yang masih

tradisional di Desa Kelumu

Kecamatan Lingga Kabupaten

Lingga Kepulauan Riau.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis kajian stok

kepiting bakau (scylla sp) di Perairan

Desa Kelumu dapat di simpulkan

bahwa :

Kondisi stok kepiting bakau

(scylla sp) yang berasal di perairan

Desa Kelumu masih dalam keadaan

baik dan pemanfaatannya belum

optimal, hal ini ditandai dengan

rendahnya nilai laju eksploitasi (E)

dan nilai mortalitas alami (M) yang

lebih tinggi dibandingkan dengan

nilai mortalitas penangkapan (F).

Nilai mortalitas alami (Z)

adalah 0.6472 per tahun dan laju

eksploitasi (E) 0.17 per tahun hal ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan

kepiting bakau yang berada di

perairan Desa Kelumu masih dalam

keadaan baik dan ekosistemnya

masih terjaga.

B. Saran

Adapun saran yang dapat

diberikan penulis antara lain :

1. Perlu adanya penelitian lebuh

lanjut mengenai hubungan

keanekaragaman hutan

mangrove terhadap kelimpahan

kepiting bakau.

2. Perlu adanya upaya penerapan

tentang penggunaan alat

tangkap agar kepiting bakau

(scylla sp) yang berada di

Perairan Desa Kelumu

berkelanjutan pertumbuhannya.

Page 15: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

15

DAFTAR PUSTAKA

Supriharyono, MS.2007. Konservasi

Ekosistem Sumberdaya Hayati.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

428 hal.

Adi-Miranto, 2014. Tingkat

Kepadatan Kepiting Bakau di

Sekitar Hutan Mangrove

Kelurahan Tembeling

Kecamtan Teluk Bintan

Kepulauan Riau. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Kelautan Dan

Perikanan. Universitas

Maritim Raja Ali Haji.

Tanjungpinang

Kholifah. S, 2014. Hubungan

kerapatan mangrove terhadap

kepadatan kepiting bakau (

Scylla sp ) di Kampung Gisi

Desa Tembeling Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan

Riau. (Skripsi). Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan.

Universitas Maritim Raja Ali

Haji. Tanjungpinang.

Rusmadi, 2014. Studi Biologi

Kepiting di Perairan Teluk

Dalam Desa Malang Rapat

Kabupaten Bintan Kepulauan

Riau. (Skripsi) Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan.

Universitas Maritim Raja Ali

Haji. Tanjungpinang.

Nontji , A. 1984. Laut Nusantara.

Jembatan. Jakarta.

Romimohtarto. K., Juwana. S. 2007.

Biologi Laut Ilmu Pengetahuan

Tentang Laut. Djambatan.

Jakarta.

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas

Air Bagi Pengelolaan

Sumber Daya Dan Lingkungan

Perairan. Kanisius.

Yogyakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara.

Djambatan. Jakarta.

Kanna,I. 2002. Budi daya Kepiting

Bakau Pembenihan dan

Pembesaran. Kanisius.

Yogyakarta

Chairunnisa, R. 2004. Kelimpahan

Kepiting Bakau (Scylla sp) Di

kawasan hutan mangrove KPH

Batu Ampar Kabupaten

Pontianak Kalimantan Barat.

(Skripsi). Fakultas Ilmu

Perikanan dan Kelautan.

Institit Pertanian Bogor.

Ningsih, S.R. 2014. Kajian Stok

Kepiting Bakau (Scylla sp) di

ekosistem pesisir Kampung

Gisi Desa Tembeling

Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan. Universitas

Maritim Raja Ali Haji.

Tanjungpinang.

Rachmawati, F.C. 2009. Analisa

Variasi Karakter Morfometrik

dam Meristik Kepiting Bakau

(Scylla sp) Di perairan

Indonesia. (Skripsi). Fakultas

Ilmu Perikanan dan Kelautan.

Institit Pertanian Bogor.

Bogor

Suryani, M. 2006. Ekologi Kepiting

Bakau (Scylla sp) Dalam

Ekosistem Mangrove Di Pulau

Enggano Provinsi Bengkulu.

(Tesis). Universitas

Diponegoro. Semarang

Susilawati, 2013. Kajian Stok Ikan

Tongkol (Euthynnus affinis)

Berbasis Panjang Berat Yang

Di Daratkan Di Pasar Ikan

Tarempa Kecamatan Siantan

Kabupaten Kepulauan

Anambas. (Skripsi). Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan.

Page 16: KAJIAN STOK KEPITING BAKAU (Scylla sp ... - jurnal…jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · kepiting rajungan. Kepiting bakau (scylla sp) yaitu

16

Universitas Maritim Raja Ali

Haji. Tanjungpinang

Sparre, P. Dan S.C, Venema. 1999.

Introduksi Pengkajian Stok

Ikan Tropis 2 : Latihan.

Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan.

Widodo, J dan Suasdi. 2006.

Pengelolaan Sumber Daya

Perikanan Laut. Gajah Mada

University Press. P.o. Box 14,

Bulaksumur, Yogyakarta.

Nirmala, S 2010. Bilologi popolasi

Kepiting Bakau (scylla seratta

f) di habitat mangrove. Taman

Nasional Kutai Kabupaten

Kutai Timur. Institut Pertanian

Bogor Pusat Penelitian

Oseanografi-Lipi. Jakarta.


Top Related