Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MTR-41
KAJIAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN
AGREGAT BATU PECAH SUKADANA, LAMPUNG DAN CLERENG, DIY
Miftahul Fauziah1 dan Nora Anggraini
2
1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
Email:[email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Agregat mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda beda sesuai dengan asal dan kondisi
lingkungan asal agregat, sehingga jika digunakan sebagai bahan konstruksi akan menghasilkan
karakteristik campuran yang berbeda pula. Paper ini menyajikan hasil eksperimental laboratorium
tentang perbandingan karakteristik, khususnya karakteristik Marshall, nilai tahanan sisa, kuat tarik
tak langsung dan Cantabro loss campuran Asphalt Concrete – Binder Course (AC – BC) yang
menggunakan agregat pecah dari Kabupaten Sukadana, Lampung Timur dengan agregat pecah asal
Clereng, Kulon Progo, DIY. Pengujian diawali dengan pengujian sifat fisik material berupa agregat
halus, dan agregat kasar dari kedua tempat tersebut serta uji aspal. Tahap berikutnya adalah
pengujian untuk mencari kadar aspal optimum kedua jenis campuran, dan dilanjutkan dengan uji
Marshall Standard, Marshall Immersion, dan Cantabro loss. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
campuran AC-BC yang menggunakan batu pecah Sukadana memiliki nilai stabilitas, Flow dan
Marshall quotient, yang relatif lebih tinggi namun tidak signifikan dibandingkan dengan campuran
dengan Batu pecah Clereng. Meskipun campuran dengan batu Sukadana memiliki kandungan pori
yang relatif lebih besar, namun memiliki kemampuan mempertahankan stabilitas akibat perendaman
yang signifikan lebih baik dan lebih tahan terhadap keausan pada uji Cantabro. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa campuran AC-BC dengan batuan Sukadana memiliki karakteristik Marshall
yang relative sama namun memiliki kelebihan yang lebih signifikan dari sisi kuat tarik, indeks
tahanan sisa dan ketahanan terhadap ausan
Kata kunci: Agregat Clereng, Agregat Sukadana, Marshall, Immersion, Index of Retained strength,
dan Cantabro loss
1. PENDAHULUAN
Agregat merupakan komponen utama penyusun beton aspal. Sehingga karakteristik beton aspal sangat dipengaruhi
oleh karakteristik agregat. Sifat dan karakteristik agregat dipengaruhi oleh sumber atau asal batuan dan kondisi
lingkungan agregat itu berasal.
Beberapa kajian tentang penggunaan agregat lokal maupun agregat alam sebelumnya telah dilakukan, diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Kasiati, dkk (2015), yang memanfaatkan pasir alam Seruyan Kabupaten
Seruyan Kalimantan Tengah untuk campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC). Kajian tentang
penggunaan batu lokal, yaitu Granit Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan pasir Sungai Injap (Kabupaten
Bengkalis) sebagai bahan alternatif campuran AC-Wearing Course juga telah dipublikasikan oleh Saputra (2011).
Selain itu, Penggunaan pecahan limbah beton dan batu pecah alam sebagai bahan beton aspal diteliti oleh Anggrainy
(2008). Sebelumnya, Damek (2004) telah melakukan eksperimen tentang kajian laboratorium penggunaan batu
Tangkiling dan pasir Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah) sebagai bahan alternatif campuran AC-Wearing Course.
Penggunaan agregat alam (relatif bulat) yang berasal dari Akah, Klungkung, Bali, dalam campuran Hot Rolled
Sheet-Wearing Course (HRS-WC) telah dikaji oleh Ardika (2005).
Berbeda dengan studi dtudi terdahulu, paper ini menyajikan hasil eksperimental loboratorium kajian perbandingan
karakteristik campuran AC-BC antara yang menggunakan batu pecah Sukadana, Lampung dengan batu pecah
Clereng, DIY. Adapun karakteristik yang dimaksud diperoeh dari uji Marshall, meliputi stabilitas Marshall,
kelelehan (flow), Marshall quotient jumlah kandungan rongga (voids in the mix, vitm), rongga terisi aspal (voids
filled with asphalt, vfwa), rongga dalam mineral aggregat (voids in mineral aggregate, vma), dan Density, serta
indeks tahanan sisa (index of retained strength, IRS).
MTR-42
2. KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-BC
Karakteristik Marshall
Parameter Marshall terdiri atas nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall (Marshall Quotient, MQ), yang
menggambarkan kinerja struktur perkerasan lentur, serta karakteristik yang terkait pori campuran, yaitu persentase
kandungan rongga (void in the mix, vitm) dan rongga terisi aspal (void filled with asphalt, vfwa), kepadatan
(Density) dan juga rongga antar mineral agregat (void in mineral aggregate, vma).
Indeks Tahanan Sisa (Index of retained strength, IRS)
Salah satu karakteristik penting dari campuran beton aspal adalah durabilitas atau keawetan campuran, yang
digambarkan dengan parameter ketahan suatu campuran dari kerusakan akibat pengaruh cuaca, air, dan beban lalu
lintas, atau indeks tahanan sisa (indeks of retained strength, IRS). Immersion test adalah suatu metode pengujian
untuk mengetahui besarnya nilai IRS, sebagai indikator keawetan campuran, yang diukur dengan Persamaan 1.
Index of retained strength =
5,0
24
S
S x 100%, (1)
dengan S0,5 = stabilitas setelah direndam selama 0,5 jam dan S24 = stabilitas setelah direndam selama 24 jam.
Cantabro Loss
Besarnya ketahanan benda uji terhadap keausan diukur dengan Cantabro test dengan menggunakan mesin Los
Angeles untuk mengukur besarnya nilai kehilangan berat. Besarnya persentasi kehilangan berat dikalkulasi dengan
Persamaan 3 berikut.
L = x 100 (3)
dengan Mo: berat sebelum diabrasi (gr), Mi: berat setelah diabrasi (gr), dan L: persentase kehilangan berat (%).
.
3. METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Benda uji terdiri atas agregat asal Sukadana,Lampung, agregat asal
Clereng, DIY, dan Aspal Pen 60/70. Bagan alir pelaksanaan dapat dilihat pada bagan alir Gambar 1.
Gambar 1 Bagan Alir
MTR-43
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Sifat Fisik Bahan
Hasil pengujian sifat fisik dan karakteristik aspal, agregat halus dan agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 1 sd 3,
sedangkan kadar aspal optimum disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 1 Hasil Pengujian AC 60/70
Jenis Pengujian (satuan) Syarat Hasil
Berat Jenis > 1,0 1,03
Penetrasi (0,1 mm) 60 – 70 65,5
Daktilitas (cm) > 100 165
Titik Nyala (°C) > 232 312
Kelarutan TCE (%) > 99 97,88
Titik Lembek (°C) > 48 49
Tabel 2 Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Syarat Agregat Sukadana Agregat Clereng
Berat Jenis >2,5 2,57 2.77
Penyerapan Air (%) < 3 2,63 2,46
Tabel 3 Hasil Pengujian Agregat Kasar
Tabel 4. Rekapitulasi Kadar Aspal Optimum (KAO) Campuran
Campuran agregat Clereng Campuran Agregat Sukadana
Range KAO 5,30 % - 6% 5,9% - 6%
Nilai KAO 5,65% 5,95%
Karakteristik Marshall
Parameter utama karakteristik Marshall adalah stabilitas, yang menggambarkan kemampuan campuran beton aspal
menahan beban sampai terjadi deformasi permanen. Besarnya deformasi yang terjadi saat menerima beban
maksimum tersebut dinyatakan sebagai nilai kelelehan (flow). Nilai stabilitas campuran dipengaruhi oleh gradasi,
jenis, bentukdan sifat fisik agregat serta sifat fisik dan kadar aspal. Hubungan antara kadar aspal dengan nilai
stabilitas dan Nilai Stabilitas pada KAOcampuran disajikan pada Gambar 2 berikut.
Jenis Pengujian
Syarat Sukadana Clereng
Berat Jenis
> 2,5 2,55 2,66
Penyerapan Agregat Terhadap Air (%) < 3 2,49 2,30
Kelekatan Agregat Terhadap Aspal (%) > 95 98 99
Keausan dengan mesin Los Angeles (%) < 40 27,65 26,04
MTR-44
Gambar 2 Nilai Stabilitas pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan)
Campuran dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Berdasarkan grafik pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai stabilitas kedua campuran AC-BC menunjukkan
kinerja yang yang hampir sama. Nilai stabilitas semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya kadar aspal
sampai batas tertentu dan turun setelah melampaui batas optimum. Hal ini karena aspal sebagai bahan ikat antar
agregat dan dapat menjadi bahan pelicin setelah melebihi batas optimum, sehingga gaya saling mengunci antar
agregat dalam campuran semakin menurun. Campuran dengan agregat Clereng mencapai stabilitas maksimum pada
kadar aspal 5 %, sedangkan campuran dengan agregat Sukadana mencapai nilai stabilitas maksimum pada kadar
aspal 5,5 %. Hal ini disebabkan karena agregat Sukadana memiliki penyerapan yang lebih besar dibandingkan
dengan agregat Clereng (Tabel 2 dan 3), sehingga membutuhkan aspal yang lebih banyak untuk mencapai stabilitas
maksimumnya. Dari grafik kedua dapat dilihat bahwa, pada kadar aspal optimum (KAO) tiap campuran, nilai
Stabilitas campuran dengan agregat Sukadana lebih tinggi 10 % dibandingkan dengan campuran dengan agregat
Clereng. Hal ini disebabkan agregat Sukadana memiliki berat jenis yang lebih tinggi, lebih tahan aus dan campuran
yang dihasilkan memiliki kadar aspal optimum yang lebih besar serta nilai density yang lebih tinggi dibandingkan
dengan campuran dengan agregat Clereng.
Flow atau kelelehan adalah besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan
beban yang diterimanya. Grafik nilai flow pada berbagai kadar aspal maupun pada kadar aspal optimum disajikan
pada Gambar 3. Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai flow meningkat seiring dengan
penambahan kadar aspal. Campuran AC-BC yang menggunakan agregat Sukadana cenderung memiliki nilai flow
lebih besar dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng, kecuali pada kadar aspal 5 %. Hal
ini menunjukkan bahwa secara umum campuran dengan agregat Sukadana cenderung kurang kaku dibandingkan
dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng. Pada kadar aspal optimum nilai flow campuran dengan
agregat Sukadana 3 % lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Hal ini disebabkan
karena jumlah kadar aspal optimum campuran dengan batuan Sukadana yang lebih besar.
Gambar 3 Nilai Flow pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran
dengan Agregat Clereng dan Sukadana
MTR-45
Nilai Marshall Quotient (MQ) merupakan perbandingan antar nilai stabilitas dan nilai flow. Besarnya nilai Marshall
Quotient dapat digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibilitas dari suatu lapis perkerasan. Hubungan antara kadar
aspal dengan nilai MQ campuran dan nilai MQ pada KAO ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Nilai Marshall Quotient pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan)
Campuran dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Berdasarkan grafik pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai Marshall Quotient kedua campuran AC-BC mengalami
penurunan seiring bertambahnya kadar aspal. Campuran dengan agregat Sukadana sedikit lebih tinggi dibandingkan
campuran dengan agregat Clereng, pada kadar lebih besar sama dengan 5 %, sedangkan pada kadar aspal 4,5 % atau
kurang sebaliknya. Pada KAO campuran dengan agregat Sukadana menghasilkan nilai MQ 4,5% lebih tinggi
dibandingkan campuran dengan agregat Clereng. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana
cenderung lebih kaku dibandingkan campuran dengan bahan agregat Clereng, yang disebabkan karena campuran
dengan agregat Sukadana memiliki kepadatan dan nilai stabilitas yang lebih tinggi daripada campuran dengan
agregat Clereng.
Kepadatan (density) campuran merupakan hasil bagi antara berat dengan volume campuran. Campuran dengan
kepadatan tinggi dan rongga kecil akan menghasilkan stabilitas campuran yang lebih tinggi. Nilai density campuran
pada berbagai kadar aspal dan pada KAO dapat dicermati pada Gambar 5.
Gambar 5 Nilai Density pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran
dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kedua campuran memiliki nilai density yang semakin meningkat seiring
penambahan kadar aspal. Tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan nilai density kedua campuran pada setiap
kadar aspal, namun pada KAO, nilai density campuran yang menggunakan agregata Sukadana sedikit (0,8 %), lebih
besar daripada campuran dengan agregat Clereng. Pada campuran yang menggunakan material dengan berat jenis
yang sama campuran dengan density lebih besar menunjukkan tingkat kerapatan yang lebih tinggi, yang berarti
kandungan rongga (VITM) semakin kecil. Berbeda dengan kasus ini, agregat Sukadana memiliki berat jenis yang
relatif lebih rendah dibanding agregat Clereng, sehingga nilai density yang dihasilkan lebih besar.
MTR-46
Besarnya nilai VITM menggambarkan persentase banyaknya rongga yang terdapat dalam suatu campuran terhadap
total volume aspal dan agregat, disajikan pada Gambar 6. Dari grafik dapat dilihat kedua campuran menunjukkan
kecenderungan yang sama, yaitu kandungan rongga semakin kecil dengan bertambahnya kadar aspal, namun dengan
laju penurunan yang berbeda. Pada setiap kadar aspal campuran dengan agregat Sukadana memiliki nilai VITM
yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng, namun demikian laju penurunan
campuran dengan agregat Sukadana cenderung lebih tajam. Pada kadar aspal optimum terdapat selisih kandungan
rongga yang cukup signifikan, yaitu sebesar 14 %.
Gambar 6 Nilai VITM pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran
dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Sejalan dengan nilai VITM, nilai kandungan rongga yang terisi aspal (VFWA) kedua campuran juga menunjukkan
kecenderungan yang sama, campuran dengan agregat Sukadana memiliki peningkatan kenaikan nilai VFWA yang
lebih besar dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng. Pada setiap kadar aspal maupun kadar aspal
optimum juga memiliki nilai yang lebih rendah, dengan selisih yang tidak cukup kecil, yaitu sebesar 1,4 %.
Campuran dengan agregat Sukadana hanya memenuhi spesifikasi (BinaMarga, 2010) pada kadar aspal 5,5 % dan 6
%, sedangkan campuran dengan agregat Clereng pada kadar aspal 5 - 6% . Grafik pengaruh kadar aspal terhadap
nilai VFWA kedua campuran dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7 Nilai VFWA pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran
dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Besarnya nilai VMA menunjukan persentase banyaknya pori antara butir-butir agregat dalam campuran padat, atau
bisa dinyatakan sebagai persentase rongga yang ditempati aspal dan udara. Grafik hubungan antara kadar aspal
dengan nilai VMA kedua jenis campuran dan nilai VMA pada kadar aspal optimum ditampilkan pada Gambar 8.
Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa untuk setiap kadar aspal maupun pada kadar aspal optimum nilai VMA
campuran yang menggunakan agregat Sukadana selalu lebih tinggi dibandingkan dengan campuran dengan agregat
Clereng. Dibandingkan dengan spesifikasi BinaMarga (2010), Pada kadar aspal optimum terdapat selisih nilai VMA
sebesar 7,9 % antara kedua jenis Campuran. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana
memiliki selimut aspal yang lebih besar, yang disebabkan karena kadar aspal optimumnya yang lebih besar. Pada
semua kadar aspal dapat dilihat bahwa nilai VMA kedua campuran memenuhi standar spesifikasi Bina Marga, yaitu
dengan nilai VMA > 14.
MTR-47
Gambar 8 Nilai VMA pada Berbagai Kadar Aspal (kiri) dan pada Kadar Aspal Optimum (Kanan) Campuran
dengan Agregat Clereng dan Sukadana
Indeks Tahanan Sisa (Index of retained strength, IRS)
Indeks tahanan sisa menggambarkan besarnya nilai stabilitas yang dapat dipertahankan setelah mengalami proses
rendaman. Parameter ini dapat digunakan untuk mengindikasikan keawetan campuran akibat gangguan air. Grafik
yang menggambarkan nilai IRS disajikan pada Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa campuran
dengan menggunakan agregat Sukadan kemampuan mempertahankan stabilitas yang lebih baik dibandingkan
dengan campuran dengan agregat Clereng, dengan perbedaan nilai yang cukup signifikan, yaitu sebesar 20 %. Hal
ini disebabkan karena campuran dengan agregat Sukadana memiliki kadar aspal optimum yang lebih besar
dibandingkan dengan campuran yang menggunakan agregat Clereng (Tabel 5), yang menghasilkan selimut aspal
yang lebih besar, ditandai dengan besarnya nilai VMA campuran ini (Gambar 8), sebagaimana diuraiakan pada
bagian sebelumnya
Gambar 9 Nilai IRS (Kiri) dan Cantabro Loss (Kanan) Campuran dengan Agregat Clereng dan Sukadana pada
Kadar Aspal Optimum
Cantabro Loss
Pengujian Cantabro bertujuan untuk mengetahui ketahanan terhadap benturan dari benda uji setelah dilakukan tes
abrasi menggunakan mesin Los Angeles. Besarnya nilai Cantabro Loss menggambarkan persentasi banyaknya
kehilangan berat campuran setelah mengalami uji abrasi. Parameter ini dapat mengindikasikan ketahanan campuran
terhadap disintegrasi. Campuran yang memiliki ketahanan terhadap disintegrasi yang baik umumnya juga lebih
mampu menahan gaya tarik, dan tidak mudah mengalami kerusakan perkerasan berupa ravelling, spalling maupun
pothole. Semakin besar nilai Cantabro Loss maka campuran semakin rendah ketahanannya terhadap disintegrasi.
Grafik nilai Cantabro Loss kedua campuran disajikan pada Gambar 9 (kanan). Berdasarkan grafik tersebut dapat
dilihat bahwa campuran yang menggunakan agregat Sukadana memiliki nilai Cantabro Loss lebih rendah
dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng, yang berarti campuran dengan agregat Sukadana lebih
mampu menahan terjadinya disintegrasi, dengan selisih nilai yang tidak terlalu signifikan, yaitu sebesar 0, 47 %. Hal
Ini disebabkan karena campuran dengan agregat Sukadana menggunakan aspal lebih besar sehingga lebih mampu
mengikat antara agegat, sehingga agregat tidak mudah lepas dari campurannya.
MTR-48
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan tentang karakteristik campuran AC-BC dengan menggunakan agregat asal
Clereng dan Sukadana seperti uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan
karakteristik Marshall yang sangat signifikan antara campuran AC-BC yang menggunakan agregat Pecah asal
Sukadana, Lampung dengan campuran yang menggunanakan batu pecah asal Clereng, Yogyakarta. Secara khusus
beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Agregat batu pecah Clereng dan Sukadana memenuhi persyaratan Bina Marga yang ditentukan sehingga dapat
digunakan sebagai agregat kasar dan agregat halus sebagai campuran AC-BC.
2. Kinerja struktur campuran yang diukur dari pengujian Marshall berupa nilai stabilitas, flow, dan Marshall
Quotient, VITM, dan VMA, campuran dengan agregat Sukadana lebih besar dibandingakan campuran yang
menggunakan agregat Clereng. Hal ini menunjukkan bahwa campuran dengan agregat Sukadana lebih mapu
menahan beban, dan cenderung lebih kaku dibandingkan dengan campuran dengan agregat Clereng.
3. Berdasar parameter volumetrik, campuran yang menggunakan agregat Sukadana cenderung memiliki pori
(VITM) yang lebih besar, dan kepadatan lebih rendah dibandingkan dengan campuran yang menggunakan
agregat Clereng.
4. Kemampuan mempertahankan stabilitas akibat rendaman (IRS) campuran menggunakan agregat batu pecah
Sukadana signifikan lebih besar dibandingan menggunakan agregat batu pecah asal Clereng, sebagai akibat dari
besarnya kadar aspal dan selimut aspal.
5. Campuran dengan menggunakan agregat batu pecah Sukadana lebih tahan terhadap disintegrasi akibat benturan,
ditunjukkan dari nilai Cantabro Loss yang lebih rendah dibandingan dengan campuran dengan agregat Clereng.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrainy, Vivi. (2008). “Penggunaan Pecahan Limbah Beton dan Batu Pecah Alam dengan Bahan Pengikat Liquid
Asbuton Terhadap Karakteristik Kekuatan Aspal Porus Ditinjau Dari Hasil Uji Cantabro Test”. Universitas
Hasanudin, Makassar.
Ardika, Dewa Gede. (2005). “Kajian dan Perancangan Laboratorium Penggunaan Agregat Alam (Relatif bulat)
Dalam Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC) Studi kasus agregat alam asal Akah,
Klungkung, Bali”. Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Bina Marga. (2010). “Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan”. Direktorat Bina Teknik, Jakarta.
Damek, Mikelson. (2004). Kajian Laboratorium Penggunaan Batu Tangkiling Dan Pasir Sengai Kahayan
(Kalimantan Tengah) Sebagai Bahan Alternatif Campuran Beton Aspal (AC-Wearing Course)”. Thesis,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Departemen Pekerjaan Umum. (2010). “ Spesifikasi Umum”, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Durma, Ketut. (2008). “Pemanfaatan Pasir Sungai dan Batu Pecah Asal Sukadana Kabupaten Lampung Timur
sebagai Bahan untuk Pembuatan Beton Normal”. Thesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Kasiati, E., Basuki, R., & Setiawan, D. (2015). Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan
Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 13(1), 21-
30.
Saputra. (2011). “Kajian Penggunaan Batu Granit (Kabupaten Tanjung Balai Karimun) dan Pasir Sungai Injap
(Kabupaten Bengkalis) sebagai Bahan Alternatif Campuran Beton Aspal (AC– Wearing Course), Thesis,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.