KAJIAN EKONOMI REGIONAL
TRIWULAN IV
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
2010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi
yang rendah dan stabil”
MISI BANK INDONESIA :
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas
sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang
berkesinambungan”
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
“Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan
pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas
Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan
Kebersamaan”
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin
triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi
Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV – 2010 dengan penekanan kajian pada
kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter
dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Perkiraan Perkembangan
Ekonomi Daerah pada triwulan I-2011. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan
bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat
Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.
Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak
lain yang membutuhkan.
Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan
buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi
sangat diharapkan.
Pekanbaru, 9 Februari 2011
BANK INDONESIA PEKANBARU
ttd
Hari Utomo Pemimpin
KATA PENGANTAR
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
xiv
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
MAKRO
Indeks Harga Konsumen : 113,39 112,78 114,70 115,04 115,95 117,95 120,11 123,09
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 6,99
PDRB - harga konstan (Rp miliar )
- Pertanian 3.872,05 3.991,50 4.080,01 4.127,57 3.987,44 4.114,33 4.276,60 4.327,99
- Pertambangan & Pengganlian 11.690,21 11.764,91 11.717,11 11.715,53 11.712,54 11.896,90 11.921,22 12.027,16
- Industri Pengolahan 2.505,22 2.538,55 2.623,99 2.740,27 2.630,32 2.689,07 2.827,62 2.957,26
- Listrik, gas dan Air Besih 50,73 50,88 50,09 52,33 52,66 53,46 54,54 54,75
- Bangunan 762,08 787,16 820,00 864,46 831,72 861,72 894,38 931,68
- Perdagangan, Hotel, dan restoran 1.964,70 2.018,49 2.107,90 2.079,68 2.122,77 2.215,60 2.329,28 2.333,78
- Pengangkutan dan Komunikasi 675,74 683,53 702,58 726,29 729,66 747,80 782,05 791,46
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 302,45 305,11 320,02 339,06 329,47 336,61 352,54 369,69
- Jasa 1.144,41 1.151,84 1.210,81 1.248,98 1.236,79 1.253,75 1.319,49 1.347,57
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22
Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84
Nilai Ekspor Migas (Juta USD) 1.465,01 1.772,53 1.971,47 2.356,73 1.929,39 1.982,19 2.681,60 3.545,15
Volume Ekspor Migas (ribu Ton) 3.419,71 3.388,69 3.903,25 4.263,49 3.539,91 3.411,22 4.255,03 4.717,67
Nilai Impor Migas (Juta USD) 205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314,14
Volume Impor Migas (ribu Ton) 263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,86
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
Bank Umum (dalam Rp triliun) :
Total Aset 37,56 40,61 39,34 38,89 41,60 41,46 43,75 44,22
DPK 31,82 33,71 31,63 30,88 33,87 34,32 35,39 37,01
- Giro 9,98 10,93 8,80 7,08 9,66 9,56 9,46 9,20
- Tabungan 12,57 13,17 13,66 15,42 14,50 15,34 16,14 18,41
- Deposito 9,27 9,62 9,17 8,38 9,71 9,42 9,79 9,40
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 34,67 32,32 33,58 35,36 35,20 38,06 41,37 43,38
LDR - Lokasi Proyek (%) 109 95,89 106,16 114,50 103,92 110,92 116,91 117,19
Kredit 20,73 22,26 23,15 24,08 24,90 26,38 27,47 28,86
- Modal Kerja 7,32 7,89 8,45 8,80 8,45 8,80 10,13 10,69
- Investasi 5,84 6,21 6,42 6,67 7,28 7,94 7,29 7,78
- Konsumsi 7,54 8,16 8,28 8,60 9,18 9,65 10,05 10,39
- LDR (%) 65,17 66,03 73,20 77,98 73,52 76,88 77,64 77,97
- NPL (%) 2,79% 2,76% 2,80% 2,41% 2,67% 3,28% 3,17% 2,34%
Kredit UMKM (Rp triliun ) 15,29 16,59 17,37 18,11 18,38 20,02 20,98 21,85
- Kredit Modal Kerja 5,17 5,68 6,07 6,34 6,20 6,71 7,83 8,06
- Kredit Investasi 2,59 2,77 3,02 3,19 3,37 3,71 3,17 3,42
- Kredit Konsumsi 7,53 8,14 8,27 8,58 8,81 9,60 9,98 10,37
NPL MKM (%) 2,68% 2,51% 2,61% 2,36% 2,67% 2,55% 2,74% 2,36%
BPR (dalam Rp miliar)
Total Aset 542,76 577,19 613,88 640,26 651,55 670,79 721,20 858,04
DPK 382,02 379,06 412,23 419,36 455,53 470,82 503,97 537,00
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 353,33 379,26 391,86 398,67 428,25 468,47 495,77 515,00
Rasio NPL 7,75 7,25 8,86 7,16 8,24 7,82 9,38 7,98
LDR 92,49 96,23 87,31 91,82 94,01 99,50 98,37 95,90
*) SBH 2007
2009
B. PERBANKAN
INDIKATOR2009 2010
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR2010
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
I. GAMBARAN UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan laporan mencatat perkembangan yang
menggembirakan dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata dan
berkualitas. Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan mengalami
pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010, bahkan melebihi proyeksi Bank
Indonesia yang berada pada kisaran 3%. Hal ini tidak dari terlepas
perkembangan ekonomi nasional yang menunjukkan peningkatan serta
stabilitas sistem keuangan yang semakin terkendali.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perekonomian Riau triwulan laporan mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL
• Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum
menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun
2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan jauh diatas pertumbuhan selama tahun
2009 serta melebihi perkiraan semula yang berkisar 3%. Dengan
mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga cukup tinggi
yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional
meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III.-2010 yang mencapai
7,95%.
• Menurut sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang
utama pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga
dan investasi non migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut
diperkirakan terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik
pendukung PON yang masih berlangsung sehingga turut memberikan
lapangan kerja baru bagi masyarakat Riau. Selain itu, meningkatnya harga
komoditas energi di pasar dunia diperkirakan juga turut memberikan
dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan eksternal Riau.
• Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor
tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama
pertumbuhan ekonomi Riau dengan sumbangan sebesar 1,30%.
Peningkatan ini diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi
sumur minyak yang telah ada khususnya di wilayah Bengkalis yang
merupakan penghasil minyak terbesar di Provinsi Riau. Hal ini berada diluar
prakiraan semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat
gangguan produksi salah satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang
merupakan penghasil lifting terbesar minyak di Riau. Kerusakan
pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan berpotensi mengganggu
pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional. Namun demikian,
kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan mengingat
telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta perbaikan
secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan.
Pertumbuhan ekonomi Riau merupakan yang tertinggi sejak terjadinya krisis global
Percepatan penyelesaian infrastruktur dan peningkatan harga komoditas energi memberikan daya dorong dari sisi permintaan
Optimalisasi produksi sumur mengakibatkan sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
• Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap
pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri
pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%.
Hal ini tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas
pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik
mengingat sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor industri semakin
meningkat yang diikuti dengan menurunnya sumbangan sektor non-
tradables utama (sektor perdagangan).
• Berdasarkan hasil survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa
kenaikan kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri
pengolahan pulp and paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO
relatif stabil. Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp and paper
sejalan dengan mulai membaiknya harga jual kertas di tingkat dunia serta
kemudahan dalam memperoleh pasokan bahan baku. Disamping itu,
berdasarkan informasi Gapkindo, diketahui bahwa kapasitas produksi
industri pengolahan karet Riau pada triwulan laporan mengalami kenaikan
sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor.
Orientasi penjualan karet olahan atau crumb rubber dari Provinsi Riau
seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor
III. ASSESMEN INFLASI
• Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang
diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota
Dumai secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil.
Pada triwulan laporan inflasi Riau mencapai 7,37%, mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang disurvei, tekanan
inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94% menjadi 9,05%.
Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami peningkatan dari 4,72%
menjadi 7,00%..
Tekanan inflasi triwulan IV mengalami lonjakan signifikan
Peran Sektor industri pengolahan semakin membesar
Industri pengolahan mengkonfirmasi adanya kenaikan kapasitas produksi pada akhir tahun 2010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
• Sumber tekanan inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan harga
cabe merah, minyak goreng dan beras. Faktor pemicu tingginya harga
bahan pangan antara lain curah hujan yang tinggi serta gangguan
gangguan hama tikus yan mengakibatkan pasokan dari sentra produksi
menurun. Selain itu, adanya kenaikan harga CPO di pasaran internasional
menjadi faktor utama relatif tingginya harga jual minyak goreng pada
triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih
memilih untuk menjual dalam bentuk CPO daripada mengolah menjadi
minyak goreng sehingga pasokan minyak goreng mengalami penurunan.
• Inflasi inti (yoy) Pekanbaru dalam triwulan laporan menunjukkan kenaikan
dari 3,05% menjadi 4,23% seiring dengan adanya kenaikan pada
kelompok makanan jadi. Inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga
tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti
Kota pekanbaru tercatat sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai
tercatat sebesar 5,33%
IV. ASSESMEN KEUANGAN
Perbankan Riau
• Total aset perbankan pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08
triliun, meningkat 14,07% dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp44,47 triliun (q-t-q). Peningkatan aset tersebut terutama
didorong oleh meningkatnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari
Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh sebesar 19,93%.
Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong kemampuan
perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran
kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar
Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 20,01%.
• Meskipun kredit menunjukkan peningkatan, namun kualitas
kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga, sebagaimana terlihat pada
rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah angka indikatif Bank
Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
Tingginya curah hujan yang disertai dengan kenaikan komoditas energi menjadi pemicu utama
Inflasi inti mengalami kenaikan seiring dengan tekanan pada inflasi makanan jadi
Kredit perbankan masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara tahunan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment capacity)
cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank.
Bank Umum
• Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar
Rp44,22 triliun atau tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset
pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya DPK yang
dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank. Posisi DPK yang
dihimpun bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 mencapai
Rp37,01 triliun atau meningkat 19,87% dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Peningkatan DPK tersebut disumbangkan oleh
meningkatnya tabungan yang cukup signifikan sebesar 14,08% (q-t-q),
sementara giro dan deposito mengalami penurunan masing-masing
sebesar 2,77% dan 3,98%.
• Posisi kredit/pembiyaan yang disalurkan bank umum Riau pada
triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar
5,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun,
sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran,
peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana,
adanya target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha
Rakyat (KUR) serta program consumer loan berupa kredit tanpa agunan
yang diluncurkan oleh perbankan.
• Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan
konsumsi pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara
kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47%
dan 3.36% (q-t-q). Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja
meningkat sebesar 21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%..
• Risiko kredit bank umum yang tercermin melalui rasio Non Performing Loan
(NPL) gross pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 2,34% lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,17%. Sementara, dengan
Peningkatan DPK Bank Umum utamanya berasal dari tabungan
Peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya DPK dan target penyaluran kredit
Kredit Modal Kerja mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan laporan
Risiko kredit bank umum masih dalam batas aman dan menurun dibanding triwulan sebelumnya
Risiko kredit menunjukkan penurunan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
memperhitungkan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) maka NPL Net bank
umum di Provinsi Riau mencapai 0,98%. Rendahnya NPL tersebut
mencerminkan bahwa kemampuan membayar kembali (repayment
capacity) debitur atas kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal
ini tentunya sangat mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan
khususnya perbankan.
• Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba
usaha sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan
perolehan laba tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba
tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional
terutama dari pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha.
• Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh bank pelaksana KUR di Riau
pada triwulan IV-2010 baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet
memperlihatkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Total plafon tercatat sebesar Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar
27,22% sehingga secara tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu
outstanding kredit tercatat sebesar Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (q-
t-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut tersalurkan kepada 58.401 debitur.
• Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan
triwulan IV-2010 tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah
dan 2 BPR syariah. Total aset perbankan syariah per Desember 2010
mencapai Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset perbankan
Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional yang
hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan syariah
di Riau cukup pesat. DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun,
secara triwulanan tumbuh sebesar19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan
tumbuh 35,15% (y-o-y). pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar
Rp1,59 triliun, tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya,
sehingga secara tahunan pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%.
Efisiensi usaha serta peningkatan telah mendorong peningkatan laba perbankan selama tahun 2010
KUR yang disalurkan oleh perbankaan Riau mencapai Rp1,04 triliun hingga tahun 2010
Pangsa aset perbankan syariah Riau mengalami peningkatan bahkan pangsa aset diatas nasional
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
7
• Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010
tercatat sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar
(17,65%) dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar.
V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
• Pertumbuhan ekonomi (yoy) Riau pada triwulan I-2011 diperkirakan masih
relatif moderat dengan kisaran 5%.Sementara itu, dengan mengeluarkan
unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan lebih tinggi
yaitu pada kisaran 7,7% - 8,2%.
• Dari sisi permintaan, masih berlangsungnya berbagai pembangunan proyek
besar seperti pembangunan pembangkit listrik 2X100 MW di tenayan raya,
perluasan bandara Sultan Syarif Kasim II, pembangunan jembatan Siak III
serta pembangunan fly over diperkirakan akan mengakibatkan
pertumbuhan investasi cukup tinggi. Peningkatan harga komoditas CPO di
pasar dunia diindikasikan akan memberikan pengaruh terhadap
meningkatnya penghasilan masyarakat secara umum mengingat sebagian
besar jumlah pekerja di Riau berada pada sektor pertanian
• Sementara itu, dari sisi sektoral, daya dorong pertumbuhan diperkirakan
akan berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertanian. Berdasarkan
informasi Dinas Perkebunan Riau, hingga paruh pertama 2011 produksi
tanaman kelapa sawit masih akan cukup tinggi terkait dengan adanya
peningkatan produksi yang berasal dari Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM) dengan kisaran 10%-25%.
• Pergerakan tingkat harga di Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011
diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan laporan.
Sumber tekanan inflasi diperkirakan akan berasal dari kenaikan harga
bahan pangan dan administered price terutama Tarif Dasar Listrik dan
pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 relatif moderat
Sumber tekanan inflasi triwulan I-2011 berasal inflasi bahan pangan
Sektor tradables khususnya sektor pertanian diperkirakan masih menjadi motor penggerak
Pembangunan infrastruktur dan tren penguatan harga komoditas energi diperkirakan masih menjadi pemciu utama
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
8
• Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, inflasi (yoy) Kota
Pekanbaru pada triwulan I-2011 diproyeksikan akan berada pada kisaran
8,5 – 8,9,3%. Sementara itu, inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan
berada pada kisaran 2,20% - 2,61%.
Inflasi tahunan diperkirakan berkisar 8,5% – 8,93%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
9
1. KONDISI UMUM
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum menunjukkan
hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan
jauh diatas pertumbuhan selama tahun 2009 serta melebihi perkiraan semula yang
berkisar 3%. Dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga
cukup tinggi yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional
meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III.-2010 yang mencapai 7,95%
(Grafik 1).
Bab 1 KONDISI EKONOMI
MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
Pada sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang utama
pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi non
migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut diperkirakan terkait
dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik pendukung PON yang masih
berlangsung sehingga turut memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat
Riau. Selain itu, meningkatnya harga komoditas energi di pasar dunia diperkirakan
juga turut memberikan dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan
eksternal Riau.
Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor
tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama
pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan dengan sumbangan sebesar
1,30%. Adanya peningkatan pertumbuhan pada sektor pertambangan
diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi sumur minyak yang telah
ada khususnya di wilayah Bengkalis yang merupakan penghasil minyak terbesar di
Provinsi Riau.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Selain sektor pertambangan, sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar
terhadap pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri
pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%. Hal ini
I II III IV I II III IV I II III IV
2008** 2009*** 2010***
Riau 3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22
Nasional 6,21 6,30 6,25 5,27 4,53 4,08 4,16 5,43 5,69 6,19 5,82 6,90
Riau (Tanpa Migas) 7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84
Nasional (Tanpa Migas) 6,70 6,72 6,73 5,70 4,93 4,46 4,51 5,85 6,20 6,59 6,24 7,40
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
yoy
(%)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi
Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik mengingat sumber pertumbuhan yang
berasal dari sektor industri semakin meningkat yang diikuti dengan menurunnya
sumbangan sektor non-tradables utama (sektor perdagangan).
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 mengalami perkembangan yang
mengesankan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagaimana
diketahui, meskipun konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama
pertumbuhan dengan sumbangan sebesar 3,10%, sumbangan investasi dan ekspor
mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini
diperkirakan dipengaruhi oleh adanya percepatan pembangunan infrastruktur fisik
pendukung PON yang masih berlangsung dalam triwulan laporan serta tren
kenaikan harga komoditas di pasar dunia seperti minyak bumi, CPO dan karet
alam. Kondisi tersebut secara umum mengindikasikan bahwa kualitas pertumbuhan
ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan IV-10 relatif lebih baik.
Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Grafik 1.3. Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Penggunaan (Tanpa Unsur Migas) Menurut Penggunaan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Pada sisi penggunaan, pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV-10 terjadi pada
komponen impor yaitu sebesar 8,84%, diikuti oleh konsumsi yang tercatat tumbuh
sebesar 7,30%. Tingginya pertumbuhan impor pada triwulan laporan diindikasikan
sejalan dengan pesatnya kegiatan ekonomi yang terjadi serta adanya trend
penguatan nilai tukar Rupiah di pasaran.
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010
Konsumsi Investasi Ekspor
Impor PDRB (kanan)
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010
Konsumsi Investasi Ekspor
Impor PDRB (kanan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
Sementara itu, ekspor Riau yang mencerminkan kinerja perdagangan eksternal juga
menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,18%,
mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan
sejalan dengan adanya tren kenaikan harga minyak dunia terkait dengan fenomena
badai salju di wilayah eropa yang mengkibatkan permintaan minyak bumi
meningkat cukup tinggi.1
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan tertinggi dari sisi
penggunaan terjadi pada komponen investasi yaitu sebesar 18,04% atau naik
7,81% dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan
yang tertinggi dibandingkan komponen lainnya. Sebagaimana diperkirakan pada
triwulan sebelumnya, kondisi ini dipengaruhi oleh adanya percepatan
pembangunan infrastruktur menjelang PON 2012 seperti jembatan, gedung
olahraga, perluasan Bandara Sultan Syarif Kasim II, pelebaran jalan dan
pembangunan tempat penginapan yang masih berlangsung dalam triwulan
laporan.
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau (Tanpa Unsur Migas) Sisi Penggunaan (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
1 Harga minyak dunia jenis WTI pada triwulan IV-10 mencapai USD89,89/barel atau naik 19,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kenaikan triwulan III-10 yang mencapai 8,48% (yoy).
I II III IV I II III IV I II III IV
Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30
Investasi 2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93
Ekspor 4,62 8,57 9,14 4,48 -1,57 -2,47 -5,85 -5,04 2,93 3,10 3,79 5,18
Impor 8,91 9,60 8,48 7,59 2,42 9,22 8,70 4,40 14,57 6,84 5,35 8,84
3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22Total
2009**Indikator
2010***2008**
I II III IV I II III IV I II III IV
Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30
Investasi 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19 -8,50 19,35 12,23 10,23 18,04
Ekspor 5,50 7,17 8,15 3,44 -1,76 5,36 -1,76 5,31 7,66 2,01 3,46 3,29
Impor 7,16 10,34 11,74 14,42 2,70 7,29 3,97 -0,31 15,65 6,09 5,06 7,73
7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84Tanpa Migas
Indikator2009** 2010***2008**
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
Pada triwulan laporan, kinerja perdagangan eksternal sebagaimana terlihat pada
komponen ekspor juga mencatat angka pertumbuhan yang relatif tinggi pada
kisaran 3% meskipun sedikit melambat. Relatif tingginya pertumbuhan ekspor ini
tidak terlepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama serta
adanya kebutuhan yang cukup tinggi pada negara konsumen utama CPO dunia.
2.1. Konsumsi
Pertumbuhan konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan laporan secara umum relatif
melambat baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang
sama tahun sebelumnya. Secara umum, hal ini didorong oleh belanja/konsumsi
pemerintah yang pada triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi sebesar
2,52% (yoy). Adapun faktor yang diperkirakan mengakibatkan penurunan tersebut
adalah menurunnya anggaran belanja pemerintah daerah sebesar 0,05%
dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Komponen Konsumsi di Provinsi Riau (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga yang menguasai pangsa terbesar
dalam komponen konsumsi tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan pada
triwulan IV-10. Hal ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh menguatnya
ekspektasi konsumen terhadap perekonomian Riau triwulan laporan yang tercermin
dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKES)
triwulan IV-10.
I II III IV I II III IV I II III IV
- Rumah Tangga 5,65 7,31 7,98 10,92 10,14 8,38 8,66 6,57 7,52 8,06 8,51 9,08
- Swasta Nirlaba 7,53 7,75 7,06 8,61 23,86 25,08 19,35 13,09 -4,95 -5,20 0,65 4,55
- Pemerintah 9,78 7,68 8,23 7,25 0,65 7,65 7,88 18,69 5,96 2,55 1,82 -2,52
6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30
2008** 2009**Indikator
2010***
Konsumsi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
0
20
40
60
80
100
120
140
160
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
Penghasilan saat ini
Ketepatan waktu beli saat ini
Jumlah pengangguran saat ini
50
60
70
80
90
100
110
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
IKK IKES
Dalam triwulan laporan, pergerakan indeks keyakinan konsumen menunjukkan
trend yang meningkat dengan magnitude yang lebih tinggi baik dibandingkan
dengan triwulan III-10 maupun triwulan IV-09. Dari hasil survei yang dilakukan, hal
ini diindikasikan sejalan dengan adanya kenaikan harga CPO dunia yang pada
akhirnya berimbas pada peningkatan pendapatan masyarakat Riau. Disamping itu,
kondisi tersebut juga diperkirakan turut dipengaruhi oleh meningkatnya lapangan
pekerjaan seiring dengan pesatnya berbagai proyek pembangunan yang dilakukan
dalam triwulan laporan. Berdasarkan data BPS2, diketahui bahwa terjadi jumlah
angkatan kerja yang bekerja mengalami kenaikan sebesar 4,8% (yoy) yang
utamanya mengalami kenaikan pada pekerja berstatus buruh.
Grafik 1.6. Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.7. Konsumsi BBM
Sumber : Dispenda Provinsi Riau Sumber : PT. Pertamina Wilayah Riau
2 Data per Agustus 2010, jumlah angkatan kerja yang bekerja mencapai 2,17 juta jiwa sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 2,07 juta jiwa.
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
I II III IV I II III IV
2009 2010
PKB (kiri) BBN (kanan)
270.000
290.000
310.000
330.000
350.000
370.000
390.000
410.000
Kilo
Lit
er
Grafik1.5 Komponen IKES Grafik 1.4.Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau
Sumber : Survei Konsumen BI Sumber : Survei Konsumen BI
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
Grafik 1.8. Konsumsi Listrik Grafik 1.9. Perkembangan Kredit Konsumsi
Sumber : PT. PLN Wilayah Riau
Adanya peningkatan konsumsi pada triwulan laporan juga tercermin dari Jumlah
pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dan konsumsi bahan bakar minyak yang lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya. Disamping itu, konsumsi yang dibiayai dengan menggunakan
kredit perbankan juga menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil dalam
triwulan laporan
2.2. Investasi
Pada triwulan laporan, pertumbuhan komponen investasi mengalami peningkatan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,42% pada triwulan III-
2010 menjadi 5,93% pada triwulan IV-201. Kenaikan ini utamanya berasal dari
peningkatan investasi non migas yang dalam triwulan laporan tercatat tumbuh
sebesar 18,04%. Di sisi lain, pertumbuhan investasi migas masih menunjukkan
kontraksi yang mencerminkan belum optimalnya realisasi investasi pada sektor
tersebut.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Komponen Investasi di Provinsi Riau (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
-20 40 60 80
100 120 140 160 180 200
%
Juta
Kw
H
Konsumsi Listrik yoy (kanan)
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
%
Rp
triliu
nKonsumsi (kiri) yoy (kanan)
I II III IV I II III IV I II III IV
- Migas -6,65 -3,45 -10,20 -11,86 16,35 16,46 25,20 40,33 -0,61 -3,17 -2,18 -2,50
- Non Migas 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19 -8,50 19,35 12,23 10,23 18,04
2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93
2008**
Investasi
2009**Indikator
2010***
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
(10,0)
(5,0)
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
%
Rp
triliu
n
Investasi yoy (kanan)
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
IV I II III IV
2009 2010
ribu
ton
juta
USD
Nilai (kiri) Volume (kanan)
Perkembangan investasi non migas Riau yang cukup pesat pada triwulan laporan
sejalan dengan percepatan pembangunan infrastruktur dalam mendukung
pelaksanaan PON ke-18 tahun 2012. Sebagaimana diketahui, hingga
triwulan IV-10, Provinsi Riau melakukan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur
pendukung PON seperti seperti gedung olahraga, jembatan Siak III dan IV,
pelebaran jalan, tempat penginapan dan juga perluasan Bandara Sultan Syarif
Kasim II yang masih berlangsung hingga saat ini.
Beberapa indikator yang mencerminkan pertumbuhan investasi non migas
diantaranya adalah masih cukup tingginya pengadaan semen ke Riau,
meningkatnya impor barang modal dan meningkatnya kendaraan bermotor seperti
truck, pick up serta alat berat. Pertumbuhan jumlah pembelian kendaraan baru
yang tercermin dari pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB)
menunjukkan peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya (yoy).
Grafik 1.10. Pengadaan Semen Grafik 1.11. Penjualan Kendaraan Bermotor Provinsi Riau dan Wilayah Sumatera Jenis Pick Up/Truck dan Alat Berat/Besar
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
-60,00
-40,00
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008 2009 2010
Ton%
g.yoy (kiri) Konsumsi Semen Riau
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
I II III IV I II III IV
2009 2010
PKB (kiri) BBN-KB (kanan)
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.13. Impor Barang Modal
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
2.3. Ekspor dan Impor
2.3.1. Termasuk Migas
Dalam triwulan laporan, total ekspor provinsi Riau tumbuh (yoy) sebesar 5,18%
atau merupakan yang tertinggi selama tahun 2010. Kondisi ini diperkirakan sejalan
adanya tren kenaikan harga komoditas energi seperti minyak bumi dan CPO pada
triwulan laporan serta membaiknya kondisi negara mitra dagang utama. Adanya
kenaikan harga minyak bumi secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor musim
dingin atau badai salju yang terjadi di belahan eropa pada triwulan laporan.
Sementara itu, peningkatan harga CPO dunia secara umum dipengaruhi oleh masih
tingginya kebutuhan industri di negara mitra dagang utama serta terjadinya
gangguan produksi CPO di negara kompetitor.
Komponen impor pada triwulan juga mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi
(yoy) sebesar 8,84%. Peningkatan ini utamanya seiring dengan meningkatnya
kondisi ekonomi Riau serta adanya tren apresiasi Rupiah yang berlangsung selama
tahun 2010. Secara umum, impor provinsi Riau utamanya didominasi oleh impor
non migas seperti bahan kimia serta mesin dan peralatan yang diindikasikan
dipergunakan untuk tujuan investasi.
2.3.2. Non Migas
Ekspor non migas Provinsi Riau pada triwulan laporan mencatat pertumbuhan yang
relatif tinggi yaitu sebesar 3,29%, meskipun sedikit melambat baik dibandingkan
dengan pertumbuhan ekspor triwulan III-10 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 3,46% dan 5,31%.
Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Riau
Sumber : DSM BI
2008 2009 2010 % Nilai % Nilai
Ekspor
Nilai (USD juta ) 9,078.05 7,565.74 10,138.33 -16.66 -1,512.31 34.00 2,572.59
Volume (ribu Ton) 13,020.97 14,975.14 15,923.83 15.01 1,954.16 6.34 948.70
Impor
Nilai (USD juta ) 1,760.13 1,622.89 1,234.60 -7.80 -137.24 -23.93 -388.29
Volume (ribu Ton) 1,775.84 1,591.76 2,576.04 -10.37 -184.08 61.84 984.28
Net Ekspor (USD juta) 7,317.93 5,942.85 8,903.73 -18.79 -1,375.08 49.82 2,960.89
Komponen∆ (09-10)Jan-Des ∆ (08-09)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
Secara kumulatif, ekspor non migas provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai
USD10.138,33 juta atau naik sebesar 34% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Hal ini mendorong net ekspor non migas mengalami
kenaikan sebesar 49,82% menjadi USD8.903,73 juta. Volume ekspor non migas
selama tahun 2010 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 6,34% menjadi
15.923,83 ribu ton dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
14.975,14 ribu ton. Pertumbuhan volume ekspor tahun 2010 relatif mengalami
perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 15,01%
Sementara itu, nilai kumulatif impor non migas tahun 2010 tercatat mengalami
penurunan sebesar 23,93% dibandingkan dengan periode sebelumnya menjadi
USD1.234,60 juta. Meskipun demikian, volume impor non migas tercatat
mengalami kenaikan yaitu dari 1.591,76 ribu ton pada tahun 2009 menjadi
2.576,04 ribu ton pada tahun 2010. Kenaikan ini utamanya didorong oleh impor
komoditas utama seperti pupuk buatan pabrik serta mesin dan peralatan yang
diperkirakan untuk menunjang investasi di Provinsi Riau.
2.3.2.1. Ekspor Non Migas
Struktur nilai ekspor non migas Provinsi Riau menurut kelompok Standards
International Trading Classification (SITC) dalam triwulan laporan relatif tidak
berubah, dimana pangsa ekspor masih didominasi oleh kelompok minyak dan
lemak nabati, barang manufaktur dan barang mentah. Nilai ekspor kelompok
minyak dan lemak nabati tercatat mencapai USD2.627,88 juta dengan pangsa
mencapai 74,13% dari total nilai ekspor non migas Riau. Selanjutnya, ekspor
kelompok barang manufaktur tercatat sebesar USD341,22 juta dengan pangsa
sebesar 9,63% dari total nilai ekspor.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit
Sementara itu, menurut volumenya, struktur ekspor juga masih didominasi oleh
kelompok minyak dan lemak nabati yaitu mencapai 2.587,38 ribu ton, diikuti
kelompok bahan bakar mineral dan pelumas sebesar 666,21 ribu ton atau
mengalmai pertumbuhan sebesar 63,98%, lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,62%. Secara umum hal ini
mengindikasikan bahwa permintaan batu bara dari Provinsi Riau relatif cukup tinggi
dalam triwulan laporan.Volume ekspor barang mentah (pulp, natural rubber, latex)
yang juga memiliki pangsa nilai cukup besar pada triwulan laporan mengalami
penurunan pangsa dari 13,82% menjadi 12,95%.
Tabel 1.7. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit
2.3.2.2. Impor Non Migas
Struktur impor non migas provinsi Riau sebagian besar atau lebih dari 60% masih
didominasi kelompok bahan kimia serta mesin dan peralatan. Secara spesifik, nilai
impor kelompok bahan kimia yang didominasi oleh pupuk kimia memiliki pangsa
terbesar yaitu mencapai 38.75%. Nilai impor kelompok tersebut pada triwulan
laporan tercatat sebesar USD121,72 juta atau mengalami kenaikan hampir dua kali
I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10
Makanan dan Hewan Bernyawa 29,35 31,21 29,81 17,28 38,95 32,36 35,64 45,00 1,33 1,27Tembakau dan Minuman 10,12 13,63 12,74 12,80 17,96 13,66 15,88 17,12 0,59 0,48Barang Mentah 143,51 132,04 130,15 225,52 199,25 307,24 316,25 337,85 11,79 9,53Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 16,06 14,04 27,18 20,31 40,02 43,37 58,18 47,75 2,17 1,35Minyak dan Lemak Nabati 957,10 1.202,59 1.416,74 1.738,10 1.275,02 1.121,93 1.833,47 2.627,88 68,37 74,13Bahan Kimia 95,77 99,07 81,99 66,67 81,06 143,82 120,17 81,51 4,48 2,30Barang Manufaktur 210,57 228,00 240,74 267,81 269,85 317,13 301,85 341,22 11,26 9,63Mesin dan Peralatan 1,87 50,76 32,08 8,01 5,68 2,09 0,03 46,71 0,00 1,32Hasil Olahan Manufaktur 0,65 1,18 0,02 0,23 1,60 0,59 0,13 0,09 0,00 0,00Koin, bukan mata uang - - - - - - - - 0,00 0,00
1.465,01 1.772,53 1.971,47 2.356,73 1.929,39 1.982,19 2.681,60 3.545,15
Kelompok SITC
Total
2009 2010 Share (%)
100
I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 319,23 291,91 290,36 291,03 262,98 233,44 240,62 324,22 5,66 6,87Tembakau dan Minuman 1,04 1,23 1,15 1,15 1,57 1,18 1,30 1,34 0,03 0,03Barang Mentah 419,58 391,42 334,63 480,61 347,72 479,04 588,17 611,17 13,82 12,95Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 283,16 302,66 542,42 406,27 706,85 691,76 643,44 666,21 15,12 14,12Minyak dan Lemak Nabati 1.899,77 1.879,54 2.244,12 2.615,30 1.738,70 1.439,45 2.260,15 2.587,38 53,12 54,84Bahan Kimia 181,01 168,96 146,81 115,04 127,83 205,37 166,97 103,58 3,92 2,20Barang Manufaktur 313,80 340,25 342,53 353,76 351,06 360,92 354,36 412,24 8,33 8,74Mesin dan Peralatan 1,04 9,97 1,22 0,33 1,14 0,02 0,00 11,52 0,00 0,24Hasil Olahan Manufaktur 1,08 2,75 0,02 0,01 2,05 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00Koin, bukan mata uang - - - - - - - - 0,00 0,00
3.419,71 3.388,69 3.903,25 4.263,49 3.539,91 3.411,22 4.255,03 4.717,67 Total
Kelompok SITC2010 Share (%)2009
100
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
20
lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi diindikasikan sejalan
adanya upaya peningkatan kapasitas produksi ataupun ekstensifikasi lahan pada
industri pengolahan non migas terutama sektor perkebunan di Provinsi Riau.
Tabel 1.8. Perkembangan Nilai Impor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit
Sementara itu, nilai impor kelompok mesin dan peralatan tercatat sebesar
USD83,03 juta atau turun 33,61% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Sedangkan nilai impor barang mentah tercatat sebesar USD49,51 juta
atau naik 23,34% secara tahunan.
Menurut volumenya, komposisi impor non migas Provinsi Riau secara umum juga
masih didominasi oleh kelompok bahan kimia (50,86%) dan barang mentah
(25,58%). Pertumbuhan impor kedua kelompok tersebut secara tahunan masing-
masing mencapai 66,23% dan 5,62%. Kondisi tersebut secara umum
mengindkasikan bahwa sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Riau
masih berada pada tingkat pertumbuhan yang cukup baik.
Tabel 1.9. Perkembangan Volume Impor Non Migas (dalam Ribu Ton) Riau
Menurut Kode SITC 2 Digit
I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 7,53 7,72 8,13 9,26 19,50 17,37 10,27 27,03 3,28 8,60Tembakau dan Minuman 0,03 0,07 0,34 0,30 0,15 0,38 0,60 0,72 0,19 0,23Barang Mentah 34,76 49,40 63,69 40,14 41,46 58,65 72,12 49,51 23,07 15,76Bahan Bakar Mineral dan Pelumas - - - - - - - - 0,00 0,00Minyak dan Lemak Nabati - 4,49 6,78 - 9,49 24,44 0,00 0,00 0,00 0,00Bahan Kimia 62,31 43,64 81,60 69,64 92,19 117,46 123,51 121,72 39,51 38,75Barang Manufaktur 16,13 110,84 22,97 19,70 25,53 30,47 26,09 22,40 8,35 7,13Mesin dan Peralatan 81,12 74,67 650,12 125,06 77,98 66,98 66,71 83,03 21,34 26,43Hasil Olahan Manufaktur 3,87 7,99 8,25 12,11 11,90 13,87 13,31 9,73 4,26 3,10Koin, bukan mata uang - 0,00 - - - - - - 0,00 0,00
205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314,14
Kelompok SITC
Total
2009 2010 Share (%)
100
I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 14,62 10,55 12,57 16,06 29,45 23,12 12,04 39,85 1,56 6,76Tembakau dan Minuman 0,06 0,12 0,60 0,52 0,37 0,65 0,76 1,07 0,10 0,18Barang Mentah 125,92 171,37 205,45 142,83 168,55 158,16 242,77 150,86 31,38 25,58Bahan Bakar Mineral dan Pelumas - - - - - - - - 0,00 0,00Minyak dan Lemak Nabati - 6,00 10,00 - 12,20 30,00 0,00 0,00 0,00 0,00Bahan Kimia 85,03 111,32 211,25 180,48 323,33 294,11 426,35 300,01 55,10 50,86Barang Manufaktur 22,72 24,95 40,48 61,64 63,17 68,23 70,20 79,80 9,07 13,53Mesin dan Peralatan 13,48 9,65 43,92 43,16 12,82 10,88 14,40 13,41 1,86 2,27Hasil Olahan Manufaktur 1,71 5,66 6,43 12,96 10,01 7,41 7,21 4,85 0,93 0,82Koin, bukan mata uang - 0,00 - - - - - - 0,00 0,00
263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,86 Total
Kelompok SITC
100
2009 2010 Share (%)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
21
3. PDRB SEKTORAL
Pertumbuhan ekonomi sektoral Riau pada triwulan IV-10 juga menunjukkan
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya.
Secara umum, motor penggerak pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral utamanya
berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertambangan. Sumbangan sektor
pertambangan tercatat sebesar 1,30% atau naik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,86%. Meningkatnya sumbangan sektor
tersebut diindikasikan sejalan dengan adanya optimalisasi dari produksi sumur
minyak yang mengakibatkan volume lifting minyak mengalami titik puncaknya
selama tahun 2010. Peran sektor tradables lain seperti sektor industri pengolahan
dan pertanian juga relatif menunjukkan hal yang sejalan dengan perkembangan
ekonomi triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh peningkatan
produktivitas tanaman sektor pertanian dan kapasitas terpakai pada sektor industri
non migas seperti CPO, karet olahan dan pulp and paper.
Grafik 1.14. Sumbangan Pertumbuhan Grafik 1.15. Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Sektoral (Tanpa Unsur Migas) Menurut Sektoral (yoy,%) (yoy,%)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Pada triwulan laporan, pertumbuhan sektor tradables (pertanian, pertambangan
dan industri pengolahan) mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010.
Secara khusus, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi didalam sektor tradables dengan angka mencapai 7,92%.
Berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa hal ini tidak
terlepas dari adanya peningkatan kapasitas produksi terutama pada industri pulp
and paper. Di sisi lain, kapasitas produksi sektor industri CPO dan karet olahan
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2008** 2009*** 2010***
Pertanian PertambanganIndustri Pengolahan Listrik, Gas dan AirBangunan Perdagangan, Hotel & RestoranPenganggkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa PerusahaanJasa-jasa
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2008** 2009*** 2010***
Pertanian PertambanganIndustri Pengolahan Listrik, Gas dan AirBangunan Perdagangan, Hotel & RestoranPenganggkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa PerusahaanJasa-jasa
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
22
juga relatif stabil meskipun input bahan baku sedikit terganggu akibat tingginya
curah hujan selama periode triwulan laporan.
Tabel 1.10. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Pertumbuhan sektoral tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 12,22% atau lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,50%.
Hal ini diperkirakan seiring dengan penguatan kondisi ekonomi Riau yang terjadi
dalam triwulan laporan serta dipengaruhi oleh faktor musiman berupa hari raya
natal dan perisapan menjelang pergantian tahun.
3.1. Sektor Pertanian
Dalam triwulan laporan, pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Riau mengalami
kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tercatat
tumbuh sebesar 4,86%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mencapai 4,82%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh membaiknya
kinerja sub sektor kehutanan, sebagaimana terlihat pada Tabel berikut, kontraksi
yang terjadi pada sub sektor kehutanan pada triwulan laporan merupakan yang
terendah selama tahun 2010. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil survei yang
dilakukan kepada beberapa pelaku usaha, dimana pasokan bahan mentah hasil
hutan seperti kayu relatif lebih mudah didapatkan dan mengalami peningkatan.
I II III IV I II III IV I II III IV
1. Pertanian 5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86
2. Pertambangan 0,03 6,13 5,52 4,00 4,18 (1,40) (1,87) (0,75) 0,19 1,12 1,74 2,66 - Migas (0,28) 5,95 5,39 3,81 3,99 (1,66) (2,10) (0,94) 0,02 0,97 1,56 2,54 - Non Migas 24,58 18,97 14,05 16,18 16,00 15,68 11,86 9,96 9,60 9,64 11,06 8,66
3. Industri Pengolahan 5,11 7,25 7,88 8,37 5,47 5,98 3,75 4,95 4,99 5,93 7,76 7,92 - Migas 0,92 3,33 2,83 0,08 1,08 1,25 (0,50) 0,97 1,46 2,23 4,74 4,98
- Non Migas 6,53 8,61 9,54 11,04 6,88 7,53 5,05 6,11 6,07 7,07 8,64 8,73
4. Listrik, Gas dan Air 6,99 6,33 6,86 7,25 5,76 5,00 (0,77) 2,91 3,82 5,08 8,90 4,62
5. Bangunan 9,84 9,45 10,47 14,61 9,50 8,32 8,45 8,87 9,14 9,47 9,07 7,77
6. Perdagangan 10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22
7. Pengangkutan 9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97
8. Keuangan 13,77 12,68 14,22 13,87 12,38 11,89 8,38 8,37 8,94 10,32 10,16 9,03
9. Jasa-jasa 9,21 9,14 9,30 9,34 9,43 8,78 7,81 8,22 8,07 8,85 8,98 7,89
3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22
7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84
2010***
Total
Tanpa Migas
2009**2008**PDRB Sisi Sektoral
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
23
Tabel 1.11. Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy)
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Perkembangan sub sektor perkebunan Riau yang menguasai pangsa terbesar juga
relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari
contact liaison, diketahui bahwa relatif tingginya curah hujan pada akhir
tahun 2010 mengakibatkan beberapa petani plasma kesulitan dalam memanen
kebunnya, namun hal ini tidak berdampak signifikan terhadap produksi TBS secara
umum.
Sementara itu, pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan Riau pada
triwulan laporan juga relatif stabil berada pada angka 3,99%. Berdasarkan angka
ARAM III 2010, hal ini secara tidak langsung bersumber dari peningkatan
produktivitas padi yang pada triwulan laporan diperkirakan mencapai 1,04% atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar
0,91%.
Tabel 1.12. Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV
a. Tanaman Bahan Makanan 3,21 3,32 3,15 (0,33) 1,36 1,30 0,88 2,45 3,22 3,34 3,98 3,99
b. Tanaman Perkebunan 8,64 8,78 9,14 5,49 5,33 5,55 4,57 8,81 5,45 6,14 8,91 8,85
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 7,59 7,98 7,82 9,35 6,51 6,64 6,40 6,57 4,33 4,81 6,07 6,03
d. K e h u t a n a n 2,43 3,02 2,53 (4,34) (0,00) (0,00) (0,81) 6,34 (0,81) (1,86) (0,93) (0,30)
e. P e r i k a n a n 6,78 6,90 6,13 10,74 6,11 5,80 3,77 (0,23) 4,63 5,87 7,74 5,89
5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86
2008**PDRB Sisi Sektoral
2009**
Pertanian
2010***
2009(ATAP) (ARAM III) Absolut % Absolut %
a Luas Panen- Januari - April 79.411 69.943 74.911 (9.468) (11,92) 4.968 7,10 - Mei - Agustus 51.000 52.560 45.884 1.560 3,06 (6.676) (12,70) - September - Desember 17.385 26.920 26.674 9.535 54,85 (246) (0,91) - Januari - Desember 147.796 149.423 147.469 1.627 1,10 (1.954) (1,31)
b Produkstivitas (ku/ha)- Januari - April 31,36 32,79 36,21 1,43 4,56 3,42 10,43 - Mei - Agustus 37,39 39,37 39,01 1,98 5,30 (0,36) (0,91) - September - Desember 31,40 35,35 35,72 3,95 12,58 0,37 1,05 - Januari - Desember 33,44 35,57 36,99 2,13 6,36 1,43 4,02
c Produksi (ton)- Januari - April 248.995 229.344 271.276 (19.651) (7,89) 41.932 18,28 - Mei - Agustus 190.675 206.910 178.980 16.235 8,51 (27.930) (13,50) - September - Desember 54.590 95.175 95.285 40.585 74,35 110 0,12 - Januari - Desember 494.260 531.429 545.541 37.169 7,52 14.112 2,66
Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG)
2008 - 2009 2009-2010KeteranganPeriode Perkembangan
20082010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
24
3.2. Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan
tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 2,66%. Hal ini berada diluar prakiraan
semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat gangguan produksi salah
satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang merupakan penghasil lifting terbesar
minyak di Riau. Kerusakan pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan
berpotensi mengganggu pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional.
Namun demikian, kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan
mengingat telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta
perbaikan secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan.
Grafik 1.16. Nilai Lifting Minyak Bumi Grafik 1.17. Nilai Lifting Gas Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau (juta barel) (MMBTU/miliar BTU)
Sumber : Dirjen Migas ESDM Sumber : Dirjen Migas ESDM
Adanya peningkatan ini juga
tercermin dari hasil survei kepada
pelaku industri yang
mengkonfirmasi adanya kenaikan
kapasitas produksi sektor
pertambangan pada triwulan
laporan.
35,78 35,08 35,16
34,83
33,28 33,07
33,10
32,54
31,05
32,20
34,53
36,61
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
-
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010
juta
bar
el
juta
bar
el
Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti
Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan)
1.589,83
3.113,77
1.644,92
1.456,70
1.854,08
1.595,27
1.241,16
812,04 948,25
629,88 755,81
655,23
-
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
3.500,00
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010
Mili
ar B
TU
Mili
ar B
TU
Pelalawan Pekanbaru Total (kanan)
0102030405060708090
100
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
TW I
Tw II
Tw III
Tw IV
2007 2008 2009 2010
Grafik 1.18. Kapasitas Produksi Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sumber : SKDU
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
25
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor
pertambangan menunjukkan perlambatan bahkan mengalami pertumbuhan
terendah dalam tahun 2010. Pertumbuhan sektor tersebut tercatat sebesar 8,66%
atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 11,06%. Hal ini diperkirakan terjadi akibat tingginya curah hujan yang
berlansung pada triwulan laporan sehingga mengakibatkan kegiatan proses
penambangan terganggu.
Sumber : Bloomberg, diolah
3.3. Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan Riau dalam triwulan laporan mengalami peningkatan
pertumbuhan yaitu dari 7,76% pada triwulan III-10 menjadi 7,92% pada triwulan
laporan. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor industri non
migas yang tercatat tumbuh (yoy) sebesar 8,73% atau meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,64%. Sebagaimana diketahui,
pangsa industri pengolahan non migas mencapai lebih dari 80% terhadap sektor
industri pengolahan di Provinsi Riau.
Berdasarkan informasi beberapa pelaku industri, diketahui bahwa kenaikan
kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri pengolahan pulp and
paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO relatif stabil. Meningkatnya
kapasitas produksi industri pulp and paper sejalan dengan mulai membaiknya
harga jual kertas di tingkat dunia serta kemudahan dalam memperoleh pasokan
bahan baku. Kisaran kenaikan produksi pulp pada akhir tahun secara spesifik
-
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
1,600.00
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
rib
u T
on
USD
ju
ta
Nilai (kiri) Vol (kanan)
-
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
2006
=10
0
Batubara
Grafik 1.18. Nilai dan Volume Ekspor Batubara Provinsi Riau
Grafik 1.19. Pergerakan Harga Batubara Dunia (2006=100)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
26
diperkirakan mencapai 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi lain,
dari hasil survei juga diketahui bahwa kapasitas terpasang tercatat mengalami
kenaikan sebesar 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
menjadi 60%.
Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Pulp and Paper Provinsi Riau CPO Provinsi Riau
Selain itu, berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa
kapasitas produksi industri pengolahan karet pada triwulan laporan mengalami
kenaikan sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor.
Berdasarkan informasi Gapkindo Riau, orientasi penjualan karet olahan atau crumb
rubber dari Provinsi Riau seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor. Adanya kenaikan
kapasitas produksi pada beberapa industri tersebut tercermin dari tren peningkatan
-
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
rib
u T
on
USD
ju
ta
Nilai (kiri) Vol (kanan)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
rib
u T
on
USD
ju
ta
Nilai (kiri) Vol (kanan)
-
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
350.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
2006
=10
0
Karet CPO
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2006 2007 2008 2009 2010
rib
u T
on
USD
ju
ta
Nilai (kiri) Vol (kanan)
Grafik 1.22. Pergerakan Harga CPO dan Karet Dunia (2004=100)
Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Karet Olahan Provinsi Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
27
0102030405060708090
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
TW I
Tw II
Tw III
Tw IV
2007 2008 2009 2010
komoditas ekspor unggulan serta trend kapasitas produksi industri pengolahan
hasil survei.
3.4. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh (yoy) sebesar 12,22%, meningkat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 10,50%. Kondisi ini didorong oleh peningkatan pertumbuhan pada sub
sektor perdagangan besar dan eceran yaitu dari 10,55% (yoy) pada
triwulan III-2010 menjadi 12,45% pada triwulan IV-2010. Hal ini diperkirakan
terjadi seiring dengan menguatnya permintaan domestik yang terjadi pada triwulan
laporan khususnya konsumsi atau belanja rumah tangga. Adanya kenaikan pada
sub sektor perdagangan besar dan eceran tercermin dari tren peningkatan
pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) Jenis Sedan dan Jeep di Provinsi Riau yang mencerminkan
penjualan kendaraan bermotor roda empat pada triwulan laporan.
Tabel 1.13. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Riau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diiolah
I II III IV I II III IV I II III IV
a. Perdagangan Besar dan Eceran 10,57 10,45 10,51 7,36 8,14 8,12 9,60 9,67 8,03 9,78 10,55 12,45
b. H o t e l 7,49 9,51 9,87 11,29 7,77 7,70 7,81 9,44 8,25 8,80 8,79 5,90
c. Restoran 9,56 11,93 10,84 12,10 8,45 9,13 7,21 8,31 8,66 10,16 9,43 5,44
10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22
2009** 2010***
Perdagangan
2008**PDRB Sisi Sektoral
Grafik 1.24. Kapasitas Produksi Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SKDU
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
28
Sementara itu, dalam triwulan laporan diketahui bahwa sub sektor hotel dan
restoran mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal
ini diindikasikan seiring dengan rendahnya penyelenggaraan kegiatan yang
dilakukan di hotel.
Grafik 1.24. Tingkat Hunian Hotel Grafik 1.25. Penjualan Kendaraan Berbintang 3,4,5 di Provinsi Riau Jenis Sedan dan Jeep di Riau
Sumber : Perhimpuna Hotel Restoran Indonesia Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau
3.5. Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dalam triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 8,07% atau
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
mencapai 11,31%. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh perlambatan pada sub
sektor angkutan darat dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh sebesar
6,42% dan 6,43% (yoy). Sebagaimana diketahui, kedua pangsa sub sektor
tersebut mencapai lebih dari 81% terhadap sektor pengangkutan di Provinsi Riau.
Tabel 1.14. Pertumbuhan Sub Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sementara itu, pertumbuhan sub sektor angkutan udara tumbuh cukup tinggi yaitu
sebesar 9,08% meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
I II III IV I II III IV
2009 2010
PKB (kiri) BBN-KB (kanan)
I II III IV I II III IV I II III IV
a. Pengangkutan 8,68 8,61 8,70 10,69 8,41 7,05 5,81 4,90 6,46 7,44 9,05 6,74
1. Angkutan Darat 8,48 8,28 8,22 9,27 8,14 6,87 5,81 5,56 6,19 7,09 9,12 6,42
2. Angkutan Laut 7,08 6,97 8,13 12,01 7,73 6,34 4,65 2,34 5,86 7,45 8,61 6,43
3. Angkutan Udara 12,34 15,07 14,23 17,38 12,09 8,95 7,35 5,37 8,83 9,04 9,67 9,08
4. Jasa Penunjang Angkutan 10,49 9,01 8,79 13,47 8,69 8,18 6,76 4,51 7,74 8,75 8,78 7,69
b. K o m u n i k a s i 14,75 18,42 19,70 20,29 19,85 18,94 17,22 18,02 16,17 19,62 22,91 20,24
9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97 Penganggkutan dan Komunikasi
2009** 2010***2008**PDRB Sisi Sektoral
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
29
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
110.000
120.000
130.000
Feb
-08
Apr
-08
Jun-
08A
gust
-08
Okt
-08
Des
-08
Feb
-09
Apr
-09
Jun-
09A
gust
-09
Okt
-09
Des
-09
Feb
-10
Apr
-10
Jun-
10A
gt-1
0O
kt-1
0D
es-1
0
Datang (kanan) Berangkat (kanan)
600
650
700
750
800
850
900
950
1.000
Jan-
08M
ar-0
8M
ei-0
8Ju
l-08
Sep
-08
Nop
-08
Jan-
09M
ar-0
9M
ei-0
9Ju
l-09
Sep
-09
Nop
-09
Jan-
10M
ar-1
0M
ei-1
0Ju
l -10
Sep
-10
Nop
-10
Datang (kiri) Berangkat (kiri)
sebelumnya. Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah masih
tetap tingginya arus kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di
Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II dalam triwulan IV-2010. Secara umum, hal ini
diindikasikan akibat adanya faktor musiman hari raya natal dan menjelang
pergantian tahun yang mendorong perpindahan orang dari satu tempat ke tempat
yang lain.
Selanjutnya, subsektor komunikasi masih mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi yaitu sebesar 20,24% pada triwulan laporan, namun relatif melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,91%. Semakin
maraknya persaingan di subsektor komunikasi telah memunculkan provider-
provider baru di provinsi Riau sehingga telah memberikan dorongan yang berarti
terhadap pertumbuhan subsektor ini.
Grafik 1.26. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di
Bandara SSK II
Sumber : PT. Angkasa Pura II
Grafik 1.27. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara
SSK II
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
31
1. KONDISI UMUM
Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang
diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota Dumai
secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil. Pada triwulan,
laporan inflasi Riau mencapai 7,37% meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang
disurvey, tekanan inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94%
menjadi 9,05%. Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami
peningkatan dari 4,72% menjadi 7,00%.
Bab 2
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
32
Namun demikian, jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa,
peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok bahan makanan,
sementara kelompok barang dan jasa lainnya relatif stabil. Tekanan inflasi
pada triwulan laporan utamanya terjadi akibat kenaikan harga komoditas
volatile foods pada penghujung tahun 2010 karena berkurangnya pasokan
dari sentra-sentra produksi bahan makanan akibat gangguan cuaca, hama,
dan masa tanam yang tidak serentak. Sebagai wilayah yang sangat
bergantung pada ketersediaan di daerah lain, kondisi ini sangat berpengaruh
terhadap pergerakan tingkat harga di Provinsi Riau.
2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY)
Sampai dengan triwulan III-2010, inflasi Riau relatif lebih stabil dibandingkan
dengan inflasi Riau pada triwulan IV-2010 yang tercatat mengalami
peningkatan signifikan yaitu dari 4,57% menjadi 7,37%. Berbeda dengan
triwulan-triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan inflasi Riau cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar
6,96%. Namun demikian, inflasi Riau tersebut masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan inflasi Wilayah Sumatera yang mencapai 7,83%.
Berdasarkan kawasannya, Sumatera merupakan kawasan dengan kenaikan
inflasi tertinggi dibandingkan kawasan lainnya di Indonesia.
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
P.baru 6,93 9,89 11,34 9,02 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00
Dumai 7,33 14,22 16,24 14,30 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05
Nasional 8,96 11,03 12,14 11,06 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96
Riau 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37
Sumatera 5,81 7,23 12,00 12,34 11,37 3,03 3,36 2,44 3,40 5,96 5,25 7,83
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
33
Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan berasal dari
peningkatan yang signifikan pada kelompok bahan makanan, sementara
peningkatan harga pada kelompok barang dan jasa lainnya cenderung lebih
stabil. Beberapa harga bahan makanan seperti cabe merah dan beras
mengalami peningkatan karena terbatasnya pasokan dari beberapa sentra
produksi. Terbatasnya pasokam dari sentra-sentra produksi terjadi karena
(i)Membaiknya harga jual jagung sehingga terjadi alih tanam padi menjadi
jagung, (ii)terjadinya wabah burung dan tikus di Sumatera Barta, (iii)masa
tanam yang tidak serentak pada sentar-sentra produksi. Pola distribusi dan
hambatan infrastruktur juga telah menyebabkan peningkatan harga yang
signifikan pada komoditas tersebut. Selain itu, meningkatnya harga CPO dunia
telah mendorong kenaikan harga minyak goreng dalam negeri, tidak
terkecuali di Riau.
Terkait dengan berbagai permasalah tersebut, berbagai upaya untuk meredam
kenaikan harga telah dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
Riau yang difokuskan untuk memperkuat stok pasokan bahan makanan
dengan menggiring ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan stok
pangan. Beberapa upaya yang dilakukan TPID Riau sepanjang tahun 2010
antara lain adalah optimalisasi strategi pelaksanaan operasi pasar dan pasar
murah, serta meningkatkan komunikasi dengan masyarakat melalui media
massa. Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan beras lokal maka pada 2010
Bulog Divre Riau telah melakukan impor beras dari negara Vietnam.
Berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi Provinsi Riau diukur dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) 2 (dua) kota yaitu Kota Pekanbaru dan Kota
Dumai. Pada triwulan laporan, inflasi Kota Pekanbaru mencapai 7,00%
mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (4,72%) yang tercatat cenderung lebih stabil. Meningkatnya
inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan IV-2010 didorong oleh peningkatan
harga pada kelompok bahan makanan terutama beras, cabe merah dan
minyak goreng.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
34
Di sisi lain, sejak awal tahun 2010 inflasi Kota Dumai cenderung lebih
fluktuatif dan tercatat lebih tinggi dibandingkan Kota Pekanbaru. Inflasi Kota
Dumai pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu
dari 3,94% menjadi 9,05%. Seperti pada triwulan sebelumnya, kelompok
bahan makanan masih memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan
inflasi Kota Dumai, khususnya pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun
demikian, jika dilihat berdasarkan sumbangannya, Kota Pekanbaru
memberikan andil lebih tingggi dalam pembentukan inflasi Riau, sehingga
pergerakan harga di Kota Pekanbaru lebih besar mempengaruhi tingkat harga
di Riau.
2.1 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan laporan terjadi
peningkatan pada semua kelompok barang dan jasa dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Namun demikian, peningkatan yang signifikan hanya
terjadi pada kelompok bahan makanan, sementara inflasi pada kelompok
barang dan jasa lainnya relatif lebih stabil. Selama tahun 2010 (yoy), inflasi
pada kelompok bahan makanan cenderung lebih fluktuatif dibandingkan
dengan kelompok barang dan jasa lainnya (Grafik 2.2).
Grafik 2.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Selama Tahun 2010 (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan
Sandang Kesehatan Pendidikan
Transportasi RIAU
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
35
Pada triwulan IV-2010, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi
dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya yaitu mencapai 14,59%, dan
tercatat mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan
inflasi pada triwulan sebelumnya (6,88%). Peningkatan yang signifikan pada
inflasi kelompok bahan makanan telah mendorong meningkatnya andil
kelompok ini dan juga telah mendominasi pembentukan inflasi Riau
(±53,11%) (Grafik 2.3).
Grafik 2.3. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia
Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan
harga cabe merah, minyak goreng dan beras. Berkurangnya pasokan dari
beberapa sentra produksi karena curah hujan yang tinggi menjadi faktor
utama tingginya harga cabe merah selama tahun 2010 (Grafik 2.4).
Meningkatnya harga CPO di pasaran internasional menjadi faktor utama relatif
tingginya harga jual minyak goreng pada triwulan laporan (Grafik 2.5). Kondisi
ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih memilih untuk menjual dalam
bentuk CPO daripada mengolah menjadi minyak goreng sehingga pasokan
minyak goreng mengalami penurunan. Selain itu, ekspektasi terhadap
berkurangnya pasokan beras merupakan faktor pendorong kenaikan harga
beras (Grafik 2.4). Pada triwulan IV-2010, Bulog Divre Riau telah melakukan
operasi pasar untuk menekan kenaikan harga beras lebih lanjut pada tingkat
yang lebih tinggi.
53,11%15,93%
16,86%
6,04% 0,87% 4,24% 2,94%
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
38,70%
19,03%24,93%
7,49%
1,10%7,17% -1,57%
Tw III-10 Tw IV-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
36
Grafik 2.4. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Beras dan Cabe Merah (Rp/Kg)
Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
Grafik 2.5. Perkembangan harga CPO dunia (USD/Metric Ton)
Sumber : Bloomberg, diolah
Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan di Kota Dumai
mengalami inflasi tertinggi yaitu mencapai 19,12%, meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 10,12%. Meningkatnya inflasi
kelompok ini juga telah mendorong peningkatan sumbangan terhadap
pembentukan inflasi Dumai (±59,33%) pada triwulan laporan, dan juga telah
mendominasi pembentukan inflasi Dumai (Grafik 2.6). Sementara itu,
kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru juga mengalami inflasi tertinggi
yaitu dari 6,13% menjadi 13,55% pada triwulan laporan. Dominasi kelompok
bahan makanan terhadap inflasi Kota Pekanbaru juga merupakan yang
tertinggi (±49,09%), dan dominasinya juga mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya inflasi kelompok ini dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (Grafik 2.7).
6,500
7,000
7,500
8,000
8,500
9,000
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Beras (kanan) Cabe Merah
0
200
400
600
800
1000
1200
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
37
Grafik 2.6. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Dumai (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Grafik 2.7. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Pekanbaru (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia
Selanjutnya, kelompok sandang di Riau mengalami inflasi sebesar 6,66%
mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 5,15%. Hari besar keagamaan yaitu Natal dan persiapan
Tahun baru yang jatuh pada triwulan laporan diperkirakan tidak banyak
memberikan pengaruh pada peningkatan konsumsi barang-barang sandang.
Peningkatan harga pada kelompok sandang utamanya berasal dari kenaikan
harga emas perhiasan. Trend peningkatan harga emas di pasaran internasional
menjadi faktor pendorong meningkatnya harga emas perhiasan di Riau (Grafik
2.8). Namun demikian, peranan kelompok ini relatif kecil, sehingga tidak
banyak memberikan tekanan terhadap peningkatan harga di Riau.
43,45%
19,70%
11,83%
4,48%
0,48%
2,20% -17,87%
59,33%19,89%
14,52%3,94%
0,42% 1,50%-0,38%
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
Tw III-10 Tw IV-10
Tw III-10 Tw IV-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
38
Grafik 2.8. Perkembangan Harga Emas Dunia ($/Oz)
Sumber : Bloomberg, diolah
Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru
mencapai 6,83% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok sandang di Kota
Dumai yaitu sebesar 5,83%. Inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru dan
Kota Dumai tercatat mengalami peningkatan dibandingkan inflasi pada
triwulan sebelumnya, namun masih berada dalam tingkat yang relatif stabil.
Kelompok pendidikan (pendidikan, rekreasi & olahraga) di Riau mengalami
inflasi sebesar 6,32% dan relatif stabil dibandingkan dengan inflasi triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 6,44%. Inflasi kelompok pendidikan di Kota
Pekanbaru dan Kota Dumai juga tercatat relatif stabil yaitu masing-masing
sebesar 6,98% dan 3,26% dari 7,14% dan 3,20% pada triwulan sebelumnya.
Pada triwulan IV-2010 kelompok perumahan (perumahan, air, listrik, gas &
bahan bakar) mengalami inflasi sebesar 6,20%, juga relatif stabil
dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
5,62%. Namun, jika dilihat dari sumbangannya, kelompok perumahan
memberikan andil yang cukup berarti (±16,86%) terhadap inflasi Riau pada
triwulan laporan (Grafik 2.3). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan Tarif
Dasar Listrik pada awal triwulan III-2010 dan program konversi minyak ke gas
yang tidak diikuti dengan kecukupan pasokan elpiji merupakan penyebab
utama inflasi pada kelompok perumahan. Selain itu, penarikan minyak tanah
bersubsidi yang digantikan dengan minyak tanah tidak bersubsidi dengan
harga yang lebih tinggi yang diikuti dengan menurunnya jumlah pasokan juga
menjadi faktor pendorong meningkatnya inflasi pada kelompok perumahan.
-100
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
39
Grafik 2.9. Perkembangan Pasokan Minyak Tanah di Riau
Sumber : PT. Pertamina, diolah
Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok perumahan mengalami inflasi
tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,09%, meningkat signifikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,99%.
Sementara, di Kota Pekanbaru inflasi kelompok perumahan relatif stabil yaitu
dari 5,97% pada triwulan III-2010 menjadi 6,01% pada triwulan laporan.
Inflasi pada kelompok makanan jadi (makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau) mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 4,47% pada
triwulan III-2010 menjadi 6,02% pada triwulan IV-2010. Kelompok makanan
jadi juga memiliki peranan yang besar terhadap pembentukan inflasi Riau
(±15,93%). Meningkatnya harga pada komoditas nasi, gula dan berbagai jenis
rokok menjadi salah satu pendorong meningkatnya harga pada kelompok
makanan jadi. Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok makanan jadi
tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 9,37%, sementara di Kota
Pekanbaru kelompok makan jadi mengalami inflasi sebesar 5,28%. Inflasi
kelompok makanan jadi pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Selanjutnya, kelompok transpor (transpor, komunikasi, & jasa keuangan) dan
kelompok kesehatan di Riau tercatat mengalami inflasi terendah yaitu masing-
masing sebesar 1,45% dan 1,78%. Inflasi pada kelompok transpor tercatat
relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,37%,
dan peranan kelompok transpor juga relatif kecil terhadap inflasi Riau. Di Kota
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
Kilo
Lite
r
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
40
Dumai tingkat harga kelompok transpor masih terus menunjukkan
kecenderungan deflasi.
Sementara itu, inflasi pada kelompok kesehatan relatif stabil dibandingkan
dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, dan peranan kelompok ini juga
merupakan yang terkecil terhadap inflasi Riau dibandingkan dengan kelompok
barang dan jasa lainnya (±0,87%). Inflasi kelompok kesehatan di Kota
Pekanbaru tercatat sebesar 1,90% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok
kesehatan di Kota Dumai yaitu sebesar 1,24%.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
2.2 Disagregasi Inflasi1
Berdasarkan hasil disagregasi inflasi, pada triwulan laporan peranan inflasi non
inti2 atau non core Riau mengalami peningkatan yang signifikan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,53% menjadi 11,44%.
Meningkatnya inflasi non inti pada triwulan laporan utamanya didorong oleh
meningkatnya inflasi pada kelompok volatile foods yaitu dari 7,18% pada
triwulan III-2010 menjadi 15,30% pada triwulan IV-2010. Peningkatan inflasi
yang signifikan pada kelompok bahan makanan selama tahun 2010 terutama
pada komoditas beras, dan cabe merah menjadi faktor utama tingginya inflasi
pada kelompok volatile foods.
Selanjutnya, komponen lainnya yaitu kelompok administered prices juga
mengalami peningkatan dari 5,76% menjadi 6,88% pada triwulan laporan.
Selama tahun 2010, inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan
1 Perhitungan inflasi inti dan non inti yang dilakukan berdasarkan pendekatan subkelompok dengan mengacu pada SBH 2007=100 2 Inflasi Non Inti (Non Core) terdiri dari inflasi volatile foods dan administered price
Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai RiauBahan Makanan 1,19 0,60 1,08 0,30 3,79 0,93 8,65 15,60 9,93 6,13 10,12 6,88 13,55 19,12 14,59Makanan Jadi 5,53 3,20 5,10 4,93 3,48 4,67 4,49 3,02 4,22 4,03 6,45 4,47 5,28 9,37 6,02Perumahan 1,77 -0,50 1,36 3,31 0,17 2,74 4,19 1,34 3,69 5,97 3,99 5,62 6,01 7,09 6,20Sandang 5,88 4,02 5,56 1,54 1,13 1,47 5,42 3,60 5,11 5,26 4,57 5,15 6,83 5,83 6,66Kesehatan 4,82 2,27 4,36 3,04 2,57 2,96 0,72 1,36 0,83 1,46 0,93 1,37 1,90 1,24 1,78Pendidikan 3,19 2,74 3,11 2,58 1,11 2,31 2,90 1,08 2,57 7,14 3,20 6,44 6,98 3,26 6,32Transportasi -3,91 -1,95 -3,51 0,45 -0,77 0,20 0,40 -0,24 0,27 1,33 -7,05 -0,47 1,87 -0,23 1,45
UMUM 1,94 0,80 1,73 2,26 1,81 2,18 4,58 5,27 4,71 4,72 3,94 4,57 7,00 9,05 7,37
IV-10I-10 II-10Kelompok
III-10IV-09
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
41
harga Tarif Dasar Listrik, gas elpiji dan minyak tanah. Di sisi lain, tekanan inflasi
inti (core inflation) Riau masih relatif rendah meskipun mengalami sedikit
peningkatan yaitu dari 3,05% menjadi 4,23%. Laju inflasi inti Riau masih tetap
berada di bawah headline inflation Riau
Grafik 2.10. Disagregasi Inflasi Riau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok volatile foods di Kota Dumai
tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi kelompok volatile foods di
Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 19,92% dan 14,34%. Inflasi
kelompok volatile foods di Kota Dumai juga cenderung lebih fluktuatif
dibandingkan dengan inflasi kelpmpok volatile foods Kota Pekanbaru. Di sisi
lain, inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti Kota pekanbaru tercatat
sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai tercatat sebesar 5,33%.
Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23
Non Core 7,43 16,25 17,87 14,21 8,33 0,39 0,88 0,48 2,44 8,34 6,53 11,44
-3,00
0,00
3,00
6,00
9,00
12,00
15,00
18,00
%
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Volatile 12,37 21,36 21,27 16,83 10,49 2,72 3,41 1,04 1,01 10,62 7,18 15,30
AP 2,28 11,11 14,28 11,29 5,87 -2,18 -1,95 -0,18 4,16 5,71 5,76 6,88
Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23
Headline 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
%
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Core Pekanbaru Core Dumai
VF Kota Pekanbaru VP Kota Dumai
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
42
3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ)
Perkembangan inflasi triwulanan (qtq) Provinsi Riau pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan
sebelumnya yaitu dari 1,90% menjadi 2,71%. Setelah pada triwulan
sebelumnya tercatat berada di bawah inflasi nasional, maka pada triwulan IV-
2010 inflasi Riau tercatat berada diatas inflasi nasional yang tercatat sebesar
1,59%. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan tertinggi dalam
pembentukan inflasi Riau selama triwulan laporan.
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi di Provinsi Riau dan Nasional (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Berdasarkan kota yang disurvey, peningkatan inflasi terjadi pada Kota
Pekanbaru dan Kota Dumai. Kota Pekanbaru yang memberikan sumbangan
terbesar dalam pembentukan inflasi Riau pada triwulan laporan mengalami
inflasi sebesar 2,48%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yaitu sebesar 1,83%. Inflasi yang cukup tinggi pada bulan November 2010
dan Desember 2010 setelah mengalami deflasi pada bulan Oktober 2010
tercatat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat inflasi Kota
Pekanbaru pada triwulan laporan. Kelompok bahan makanan tercatat
memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Kota Pekanbaru
selama triwulan laporan.
Kota Dumai tercatat mengalami inflasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,71%
juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu
sebesar 2,21%. Setelah mengalami inflasi yang relatif stabil pada bulan
Oktober 2010 dan November 2010, maka pada bulan Desember 2010, inflasi
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
P.baru 2,39 2,64 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48
Dumai 3,00 6,39 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71
Nasional 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59
Riau 3,94 3,42 3,15 0,68 0,25 -0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
43
Kota Dumai mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi ini telah
menyebabkan peningkatan yang cukup tinggi pada inflasi Kota Dumai selama
triwulan IV-2010. Seperti halnya Kota Pekanbaru, kelompok bahan makanan
di Kota Dumai juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi dalam
pembentukan inflasi Kota Dumai.
3.1 Inflasi kelompok Barang dan Jasa
Secara triwulanan, pada triwulan laporan terjadi inflasi hampir pada semua
kelompok barang dan jasa kecuali kelompok transportasi yang tercatat
mengalami deflasi. Kondisi yang sama terjadi pada Kota Pekanbaru, yaitu
terjadi inflasi pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok
transportasi yang tercatat mengalami deflasi. Di sisi lain, deflasi pada Kota
Dumai hanya terjadi pada kelompok pendidikan, sementara kelompok barang
dan jasa lainnya mengalami inflasi.
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi di Riau terjadi pada
kelompok bahan makanan yaitu mencapai 6,72%, mengalami peningkatan
yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar
1,61%. Kelompok bahan makanan juga tercatat memberikan sumbangan
tertinggi dalam pembentukan inflasi Riau (65,63%). Seiring dengan
meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan, peranan kelompok ini juga
mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (Grafik 2.13).
Grafik 2.13. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
22,86%
16,08%
25,51%
6,43%
2,60%
15,55%
10,97%
65,63%
18,57% 6,65% 8,33% 0,57% 0,01%-0,24%
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
Tw III-10 Tw IV-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
44
Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan
mengalami inflasi tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,70% sementara
inflasi kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru sebesar 6,49%. Inflasi
kelompok bahan makanan pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya. Kenaikan harga cabe
merah, beras dan minyak goreng telah mendominasi kenaikan inflasi
kelompok bahan makanan pada triwulan laporan.
Grafik 2.14. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Pekanbaru (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Grafik 2.15. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Dumai (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Kenaikan harga emas perhiasan memberikan kontribusi terbesar dalam
pembentukan inflasi kelompok sandang. Pada triwulan laporan inflasi
kelompok sandang mengalami peningkatan yaitu dari 1,75% menjadi 3,42%.
Berdasarkan kota yang disurvey, Kota Pekanbaru mengalami inflasi tertinggi
yaitu sebesar 3,54% sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 2,85%.
Inflasi kelompok sandang pada kedua kota tersebut tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan dengnan triwulan sebelumnya.
22,14%
8,75%
26,79%7,06%
3,39%
20,37%
11,49%
65,71%
18,68%4,18% 10,20% 0,84% 0,06%
-0,34%
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
18,90%
42,74%
22,73%
4,56%0,57% 4,19%
6,29%
60,22%
19,65%
15,05%
4,86%0,06% -0,10%
0,07%
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
Tw III-10 Tw IV-10
Tw III-10 Tw IV-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
45
Kelompok makanan jadi pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar
2,61%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar
1,50%. Inflasi tertinggi pada kelompok makanan jadi terjadi di Kota Dumai
yaitu sebesar 3,67%, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 4,70%. Sementara itu pada Kota
Pekanbaru inflasi kelompok makanan jadi tercatat sebesar 2,38% mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
0,80%. Kelompok makanan jadi juga tercatat memberikan peranan yang
cukup tinggi dalam pembentukan inflasi Riau (±18,57%). Kenaikan harga gula
pasir, nasi dan berbagai jenis rokok merupakan pendorong utama
peningkatan inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan laporan.
Sementara itu, pada triwulan laporan kelompok perumahan dan kelompok
pendidikan masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,91% dan 0,01%,
namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang masing-masing mencapai 2,28% dan 5,53%. Kondisi yang sama juga
terjadi di Kota Pekanbaru dan Dumai. Kenaikan harga batu-bata dan bahan
bakar rumah tangga merupakan pendorong terjadinya inflasi pada kelompok
perumahan.
Kelompok transportasi merupakan satu-satunya kelompok yang mengalami
deflasi yaitu sebesar 0,04%, mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,29%. Berdasarkan kota
yang disurvey, Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,06%
sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 0,02%. Menurunnya biaya
angkutan antar kota merupakan faktor utama terjadinya deflasi pada triwulan
laporan.
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai RiauBahan Makanan -0,47 -0,43 -0,47 0,33 -0,16 0,24 4,57 9,17 5,42 1,64 1,48 1,61 6,49 7,70 6,72Makanan Jadi 1,16 0,91 1,12 1,75 0,65 1,56 0,26 0,10 0,23 0,80 4,70 1,50 2,38 3,67 2,61Perumahan 0,45 -0,06 0,36 1,52 0,75 1,38 1,66 0,70 1,49 2,22 2,57 2,28 0,49 2,91 0,91Sandang 2,02 1,63 1,96 -0,88 0,06 -0,72 2,26 1,25 2,09 1,79 1,56 1,75 3,54 2,85 3,42Kesehatan 0,08 -0,24 0,03 -0,02 0,68 0,10 -0,07 0,12 -0,04 1,47 0,38 1,28 0,51 0,06 0,43Pendidikan 0,18 -0,14 0,12 0,08 0,51 0,16 0,54 0,76 0,58 6,30 2,05 5,53 0,02 -0,09 0,01Transportasi -0,60 -6,82 -1,93 0,50 -0,14 0,37 0,02 -0,93 -0,17 1,41 0,83 1,29 -0,06 0,02 -0,04
UMUM 0,30 -1,14 0,03 0,79 0,26 0,69 1,72 2,60 1,89 1,83 2,21 1,90 2,48 3,71 2,71
IV-10Kelompok
IV-09 I-10 II-10 III-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
46
3.2 Disagregrasi Inflasi
Berdasarkan hasil agregasi secara triwulanan (qtq), inflasi kelompok volatile
foods Riau pada triwulan IV-2010 tercatat mengalami peningkatan yang
berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Masih berlanjutnya
peningkatan harga kelompok bahan makanan terutama komoditas cabe
merah yang diikuti dengan peningkatan harga beras dan minyak goreng
merupakan faktor utama meningkatnya inflasi kelompok volatile foods hingga
mencapai 7,02% dari 1,48%. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey,
maka inflasi kelompok volatile foods tertinggi dialami oleh Kota Dumai yaitu
sebesar 8,03%, sementara inflasi kelompok volatile foods di Kota Pekanbaru
tercatat sebesar 6,78%. Inflasi kelompok volatile foods pada Kota Dumai dan
Kota Pekanbaru mengalami peningkatan masing-masing dari 1,25% dan
1,50%.
Grafik 2.16. Disagregasi Inflasi Riau (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Sementara itu, tekanan yang berasal dari kelompok administered price selama
triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yaitu dari 2,32% menjadi 0,81%. Kenaikan harga pertamax dan
angkutan antar kota merupakan komoditas yang memberikan sumbangan
terjadinya inflasi kelompok administered prices pada triwulan laporan.
Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok administered prices di Kota
Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok administered prices
di Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 2,22% dan 2,18% dari
2,85% dan 0,48%. Di sisi lain, tekanan yang berasal dari inflasi inti mengalami
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
CoreVolatileAdministered PriceHeadline
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
47
penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,90%
menjadi 1,53%.
Grafik 2.17. Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Kota Dumai (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Pekanbaru
CoreVolatileAdministered PriceHeadline
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Dumai
CoreVolatileAdministered PriceHeadline
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
47
1. Kondisi Umum
Seiring dengan kondisi perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 dimana
tumbuh sebesar 7,84% (y-o-y)1, perbankan (bank umum dan BPR) Riau juga
menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Hal ini terlihat pada
beberapa indikator yang memperlihatkan peningkatan, seperti total aset,
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit/pembiayaan,
serta terjaganya kualitas kredit/pembiayaan yang disalurkan sebagaimana
terlihat pada rendahnya rasio non performing loans (NPL).
1 PDRB Riau Tanpa Migas, sumber : BPS Provinsi Riau
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Bab 3
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
48
Total aset pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08 triliun, meningkat
1,37% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp44,47 triliun (q-t-
q). Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh meningkatnya
penghimpunan DPK dari Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh
sebesar 4,62%. Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong
kemampuan perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran
kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar
Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 5,03%. Meskipun kredit menunjukkan
peningkatan, namun kualitas kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga,
sebagaimana terlihat pada rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah
angka indikatif Bank Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment
capacity) cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank
(Tabel 3.1.).
Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau
(Dalam Miliar Rupiah)
Sumber: LBU Bank Umum dan LBBPR
2009Trw-IV Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d y-o-y
Aset 39.515 44.469 45.076 1,37 14,07 14,07 - Bank Umum 38.895 43.747 44.218 1,08 13,69 13,69 - BPR 621 721 858 18,97 38,22 38,22
DPK 31.311 35.892 37.550 4,62 19,93 19,93 - Bank Umum 30.878 35.388 37.013 4,59 19,87 19,87 - BPR 432 504 537 6,46 24,06 24,06
Kredit/Pembiayaan 24.477 27.970 29.376 5,03 20,01 20,01 - Bank Umum 24.080 27.475 28.861 5,05 19,85 19,85 - BPR 397 496 515 3,93 29,75 29,75
LDR 78,18% 77,93% 78,23%- Bank Umum 77,98% 77,64% 77,97%- BPR 91,82% 98,37% 96,03%
NPL 2,48% 3,28% 2,44%- Bank Umum 2,41% 3,17% 2,34%- BPR 7,16% 9,38% 7,98%
2010 Growth (%)Indikator
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
49
Selain itu keberpihakan perbankan Riau dalam mendorong perkembangan
sektor riil juga terus menunjukkan peningkatan, sebagaimana terlihat pada
penyaluran kredit UMKM oleh bank umum yang tercatat sebesar Rp21,85
triliun, meningkat 4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
Rp20,98 triliun. Total penyaluran kredit UMKM tersebut pangsanya telah
mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan oleh bank umum.
2. Perkembangan Bank Umum
2.1. Perkembangan Jaringan Kantor
Dalam upaya meningkatkan jasa layanan serta melihat peluang usaha seiring
terus tumbuhnya perekonomian Riau, beberapa bank umum nasional telah
melakukan ekspansi usaha dengan membuka jaringan kantornya di Riau. Hal
ini terlihat pada perkembangan jumlah kantor dimana pada triwulan III-2010
tercatat 531 kantor, sementara pada triwulan IV-2010 sebanyak 552 kantor
atau bertambah sebanyak 21 kantor, yang terdiri dari 1 kantor cabang, 18
kantor cabang pembantu, 1 kantor kas dan 1 kantor lainnya (Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau
Dengan meningkatnya jumlah jaringan kantor diharapkan tingkat aksesibilitas
masyarakat terhadap layanan jasa perbankan semakin meningkat, baik untuk
keperluan menyimpan dana, akses kredit/pembiayaan maupun pemanfaatan
jasa perbankan lainnya.
2009Tw-IV Tw-III Tw-IV
Jumlah Bank 39 41 41 - Pemerintah 6 6 6- Swasta 31 33 33- Bank Asing/Campuran 2 2 2
Jumlah Kantor 499 531 552- Kantor Pusat 1 1 1- Kantor Cabang 73 79 80 - Kantor Cabang Pembantu 299 314 332 - Kantor Kas 41 50 51 - Lainnya *) 85 87 88
Jenis Bank 39 41 41 - Konvensional 31 32 32 - Syariah 8 9 9*) Payment Point, Kantor Fungsional, Kantor Layanan Syariah dan Kas Mobil
2010Keterangan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
50
2.2. Perkembangan Aset
Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar
Rp44,22 triliun, meningkat 1,08% dibandingkan triwulan sebelumnya (q-t-q),
sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset
pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya dana pihak
ketiga yang dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank.
Berdasarkan kelompok bank, sebagaimana pada periode sebelumnya
pembentukan aset bank umum sebagian besar masih didominasi oleh
kelompok bank pemerintah dengan pangsa sebesar 64,95%, sementara
pangsa aset bank swasta nasional dan bank asing/campuran masing-masing
sebesar 34,31% dan 0,74% (Grafik 3.1.). Sementara itu dilihat
pertumbuhannya, aset kelompok bank swasta mengalami pertumbuhan
sebesar 12,53% dan bank asing/campuran 2,5% sementara kelompok bank
pemerintah turun sebesar 4,09% (q-t-q).
Grafik 3.1 : Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Sumber : LBU dan LBBPR
2.3. Perkembangan Penghimpunan DPK
Posisi dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank umum di Riau pada
triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp37,01 triliun atau meningkat 4,59%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp35,39 triliun (q-t-q),
sehingga secara tahunan meningkat sebesar 19,87%. Peningkatan DPK
tersebut disumbangkan oleh meningkatnya tabungan yang cukup signifikan
64.95%
34.31%
0.74%
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing/Campuran
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
51
sebesar 14,08% (q-t-q), sementara giro dan deposito mengalami penurunan
masing-masing sebesar 2,77% dan 3,98%. Penurunan yang terjadi terutama
pada giro, antara lain disebabkan oleh berkurangnya dana milik pemerintah
daerah yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang telah selesai
pada akhir tahun anggaran, dimana pada triwulan IV-2010 giro milik
pemerintah daerah turun sebesar 37,41% (q-t-q).
Berdasarkan jenis simpanan, DPK yang dihimpun bank umum di Riau sebagian
besar berupa tabungan dengan pangsa sebesar 49,74%, diikuti oleh deposito
dan giro dengan pangsa masing-masing sebesar 25,41% dan 24,85% (Grafik
3.2). Besarnya pangsa tabungan pada struktur DPK mencerminkan bahwa
perilaku sebagian besar masyarakat dalam menempatkan dananya bukan
untuk tujuan investasi, tetapi untuk berjaga-jaga dalam memenuhi kebutuhan
bertransaksi, selain banyaknya kemudahan bertransaksi yang ditawarkan bank
kepada nasabah tabungannya.
Grafik 3.2. Pangsa DPK menurut Jenis Simpanan
Sumber : LBU Bank Umum
Sementara itu berdasarkan golongan pemilik, sebagian besar DPK pada bank
umum di Riau dimiliki oleh kelompok perorangan dengan pangsa sebesar
71,04%, diikuti oleh pemerintah daerah dan perusahaan swasta dengan
pangsa masing-masing sebesar 11,95% dan 11,38%. (Tabel 3.3). Tingginya
pangsa dana milik perorangan yang sebagian besar berupa tabungan
merupakan dana murah bagi perbankan namun memiliki tingkat volatilitas
yang cukup tinggi (Tabel 3.3.).
24.85%
49.74%
25.41%
Giro Tabungan Deposito
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
52
Tabel 3.3. Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik
(Dalam Miliar Rupiah)
Sumber: LBU Bank Umum
2.4. Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan bank umum Riau pada triwulan IV-
2010 tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar 5,05% dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun, sehingga secara tahunan
tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran, peningkatan kredit didorong
oleh meningkatnya DPK yang dihimpun sehingga meningkatkan kemampuan
bank untuk meningkatkan porsi penyaluran kredit/pembiayaannya, adanya
target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat
(KUR) serta adanya program consumer loan berupa kredit tanpa agunan yang
diluncurkan oleh perbankan. Sementara disisi permintaan, peningkatan
kredit/pembiayaan antara lain didorong oleh semakin kondusifnya iklim usaha
di Riau sehingga mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk kegiatan
usaha. Kondusifnya iklim usaha dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia
usaha (SKDU) yang dilakukan KBI Pekanbaru pada triwulan IV-2010 dimana
responden mengatakan bahwa situasi bisnis di Riau lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya (SB meningkat dari 40,00 menjadi 40,22).
Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV- Pemerintah Pusat 335 277 618 281 173 - Pemerintah Daerah 3.223 6.858 7.032 6.732 4.213 - Badan/Lembaga Pemerintah 123 77 58 93 104 - Badan Usaha Milik Negara 308 318 433 559 448 - Badan Usaha Milik Daerah 58 297 61 213 589 - Perusahaan Asuransi 240 34 44 40 37 - Perusahaan Swasta 3.269 2.670 3.095 3.458 4.422 - Yayasan dan Badan Sosial 274 222 276 297 338 - Koperasi 270 161 203 204 244 - Perorangan 22.336 22.872 22.379 23.345 26.294 - Lainnya 442 85 118 165 152
30.878 33.872 34.316 35.388 37.013
Golongan Pemilik2009 2010
Total
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
53
Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan konsumsi
pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi
pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara kredit modal kerja dan
konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47% dan 3,36% (q-t-q).
Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja meningkat sebesar
21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%. Sementara itu berdasarkan
pangsanya, kredit modal kerja memiliki pangsa terbesar yakni sebesar 37,03%,
kredit konsumsi dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar 36,01%
dan 26,96%. Relatif tingginya pertumbuhan dan pangsa kredit produktif yakni
modal kerja dan investasi tentunya akan memberikan multiplier effect yang
besar terhadap kegiatan perekonomian Riau (Grafik 3.3.)
Grafik 3.3. Pangsa Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan
Sumber : LBU Bank Umum
Berdasarkan sektor ekonomi, kredit/pembiayaan bank umum di Riau sebagian
besar disalurkan ke sektor lainnya dengan pangsa sebesar 40,34%, dikuti oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian dengan
pangsa masing-masing sebesar 21,95% dan 16,70%. Tingginya penyaluran
kredit ke sektor PHR dan Pertanian sejalan dengan PDRB Riau dimana
kontribusi sektor PHR dan Pertanian terhadap pembentukan PDRB Riau cukup
dominan yang rata-rata mencapai 17,28% dan 9,29%.
Selain sektor-sektor di atas, sekor ekonomi yang juga menyerap kredit cukup
besar adalah sektor jasa dunia usaha, sektor industri dan sektor kontruksi
dengan pangsa masing-masing sebesar 6,52%, 5,84% dan 3,16% (Grafik
3.4.).
37.03%
26.96%
36.01% Modal kerja
Investasi
Konsumsi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
54
Grafik 3.4. Pangsa Penyaluran Kredit Secara Sektoral
Sumber : LBU Bank Umum
Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, loan to deposit ratio (LDR)
yang mencerminkan pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum Riau sedikit
mengalami peningkatan dari 77,64% pada triwulan III-2010 menjadi 77,97%
pada triwulan IV-2010.
2.5. Risiko Kredit
Meskipun kredit yang disalurkan bank umum Riau terus menunjukkan
peningkatan, namun kualitas kredit yang disalurkan relatif terjaga. Hal ini
terlihat pada rasio Non Performing Loan (NPL) gross pada triwulan laporan
yang tercatat sebesar 2,34% lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,17%. Angka tersebut jauh di bawah angka indikatif Bank Indonesia
yang sebesar 5%. Dalam upaya memitigasi risiko, bank telah
memperhitungkan Pembentukan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) sehingga
NPL Net hanya sebesar 0,98%. Rendahnya NPL tersebut mencerminkan
bahwa kemampuan membayar kembali (repayment capacity) debitur atas
kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal ini tentunya sangat
mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya perbankan.
Berdasarkan jenis penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja
yakni sebesar 3,64%, sementara NPL pada kredit investasi dan konsumsi
masing-masing sebesar 1,49% dan 1,64%. Dibandingkan triwulan
sebelumnya, NPL pada semua jenis kredit menunjukkan penurunan.
40.34%
21.95%
16.70%
6.52%
5.84% 3.16%
Lainnya
Perdagangan
Pertanian
Jasa dunia usaha
Industri
Konstruksi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
55
Tabel 3.4. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan
(Dalam jutaan Rupiah)
Sumber : LBU Bank Umum
Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, sektor yang memiliki NPL relatif
besar pada triwulan laporan adalah sektor industri pengolahan dan sektor
konstruksi masing-masing sebesar 7,04%dan 5,25%, sementara sektor-sektor
yang lainnya NPLnya masih di bawah 5% (Tabel 3.5).
Tabel 3.5. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan
(Dalam jutaan Rupiah)
Sumber : LBU Bank Umum
2.6 Laba Usaha
Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba usaha
sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan perolehan laba
tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba tersebut terutama
didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional terutama dari
pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha sebagaimana terlihat pada rasio
Nominal % Nominal % Nominal %Modal Kerja 291.630 3,26 385.564 3,81 388.443 3,64 Investasi 161.245 2,40 265.058 3,64 116.116 1,49 Konsumsi 133.509 1,37 221.355 2,20 170.007 1,64 Total 586.384 2,31 871.977 3,17 674.566 2,34
Tw-IVTw -IVKredit Penggunaan2009 2010
Tw-III
Nominal % Nominal % Nominal %Pertanian 112.099 2,51 90.678 2,01 67.448 1,40Pertambangan 34 0,05 910 0,41 1.287 0,90Industri 63.877 4,18 283.289 17,43 118.647 7,04LGA 39 0,07 - - - 0,00Konstruksi 24.946 2,66 50.731 5,54 47.875 5,25Perdagangan 201.086 3,45 172.895 2,92 221.865 3,50Angkutan 1.166 0,20 8.259 1,20 9.318 1,24Jasa Dunia Usaha 45.424 2,36 23.593 1,22 16.754 0,89JasaSosial 2.187 0,81 13.285 2,20 14.543 2,34Lain-Lain 135.526 1,39 228.337 2,08 176.829 1,52Total 586.384 2,31 871.977 3,17 674.566 2,34
Kredit Sektoral2009 2010
Tw-III Tw-IVTw -IV
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
56
biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang mengalami
penurunan.
Pendapatan operasional pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp6.581 miliar,
terdiri dari pendapatan bunga kredit Rp4.319 miliar (65,64%), keuntungan
transaksi valas Rp5,71 miliar (0,09%), provisi dan komisi Rp1.491 miliar
(11,61%) dan pendapatan operasional lainnya Rp764 miliar (11,61%).
Sementara itu rasio BOPO pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 77,73%,
lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 78,20%. Tingginya
pertumbuhan laba bank umum mencerminkan bahwa kegiatan usaha bank di
Riau sangat kondusif.
Grafik 3.5: Struktur Pendapatan Operasional Bank Umum di Riau
Sumber : LBU Bank Umum
2.7. Perkembangan Kredit UMKM
Beberapa studi mengatakan bahwa sektor UMKM memegang peranan penting
dalam mendorong perekonomian karena ketahanannya dalam menghadapi
goncangan krisis dan menyerap banyak tenaga kerja serta jumlahnya yang
besar dan tersebar dalam berbagai sektor ekonomi. Dilandasi alasan tersebut,
maka berbagai upaya dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk
mendorong perkembangan sektor UMKM.
Masalah klasik yang dihadapi dalam pengembangan UMKM antara lain
rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya jaringan pemasaran,
dan lemahnya permodalan karena terbatasnya akses pembiayaan ke sektor
lembaga keuangan khususnya perbankan. Dalam mengatasi masalah tersebut,
65.64%
0.09%
22.66%
11.61%
Pendapatan Bunga
Keuntungan Valas
Komisi dan Provisi
Lainnya
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
57
Bank Indonesia bersama instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing
telah melakukan berbagai upaya antara lain dilakukan melalui pemberian
bantuan teknis dan atau pelatihan kepada pendamping UMKM melalui
Satgasda KKMB, mengikutsertakan pelaku UMKM dalam berbagai kegiatan
pameran maupun membantu akses pembiayaan kesektor perbankan.
Melihat peran vital UMKM tersebut, telah mendorong perbankan untuk
memberikan perhatian kepada sektor UMKM khususnya melalui penyaluran
kredit/pembiayaannya. Posisi kredit UMKM yang disalurkan bank umum Riau
pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp21,85 triliun meningkat sebesar
4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga pada tahun 2010
pertumbuhan kredit UMKM tercatat sebesar 20,69%. Pangsa kredit UMKM
tersebut mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan bank umum.
Berdasarkan jenis penggunaanya, kredit UMKM tersebut sebagian besar
terserap untuk kegiatan produktif yakni modal kerja dan investasi yang
mencapai Rp11,48 triliun (52,53%) sedangkan untuk konsumsi tercatat
sebesar Rp10,37 triliun (47,47%). Pada triwulan laporan, kredit investasi
menunjukkan pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 7,83%, sementara kredit
konsumsi dan modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 3,93% dan 2,93%
(Tabel 3.6). Guna memberikan multiplier effect dalam mendorong
perekonomian, penyaluran kredit UMKM oleh perbankan pangsa kredit
produktifnya diharapkan dapat lebih ditingkatkan.
Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
(Dalam Miliar Rupiah)
Sumber : LBU Bank Umum
2009
Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV
JENIS PENGGUNAAN 18.106 18.380 20.016 20.982 21.852 - Modal kerja 6.342 6.201 6.707 7.828 8.058 - Investasi 3.186 3.368 3.710 3.174 3.422 - Konsumsi 8.578 8.811 9.599 9.980 10.372
2010Indikator
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
58
Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, selain sektor lainnya sektor
ekonomi yang banyak menyerap kredit UMKM adalah sektor PHR yakni
sebesar Rp5.09 triliun (23,30%), diikuti oleh sektor pertanian Rp2,41 triliun
(11,04%) dan sektor jasa dunia usaha Rp1,11 trilun (5,09%), sementara
sektor-sektor yang lainnya pangsanya masih di bawah 5% (Tabel 3.7).
Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
(Dalam Miliar Rupiah)
Sumber: LBU bank Umum
Meskipun kredit/pembiayaan UMKM yang disalurkan terus menunjukkan
peningkatan, namun kualitas kredit UMKM tetap baik yang diindikasikan oleh
rendahnya rasio NPL dimana pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 2,36%
(gross) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,74%.
Rendahnya NPL tersebut mencerminkan bahwa kemampuan dan kepatuhan
debitur UMKM di Riau untuk membayar kembali kewajibannya cukup baik.
Hal ini tentunya menjadi perhatian perbankan dalam meningkatkan pangsa
penyaluran kredit/pembiyaan ke sektor UMKM.
2009
Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IVSEKTOR EKONOMI 18.106 18.380 20.016 20.982 21.852 - Pertanian 2.328 2.077 2.153 2.345 2.414 - Pertambangan 30 40 50 53 37 - Industri 205 244 275 287 302 - Listrik, gas dan air 7 9 9 5 5 - Konstruksi 589 469 512 566 529 - Perdagangan 4.789 4.172 4.637 5.075 5.091 - Pengangkutan 308 397 387 395 379 - Jasa dunia usaha 1.171 816 901 1.004 1.111 - Jasa sosial 60 74 82 77 85 - Lainnya 8.620 10.082 11.011 11.175 11.900
2010Indikator
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
59
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksanaan KUR di
Riau (BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin dan Syariah Mandiri) pada triwulan IV-
2010 baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet memperlihatkan
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total plafon tercatat sebesar
Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar 27,22% sehingga secara
tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu outstanding kredit tercatat sebesar
Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (q-t-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut
tersalurkan kepada 58.401 debitur (Tabel 3.8).
Tabel 3.8. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: Kantor Menko Perekonomian
Secara nasional, jumlah plafon KUR di Riau pada triwulan IV-2010 pangsanya
sebesar 3,01% dari total Rp34,42 triliun atau menempati urutan ke 9 dari 33
provinsi. Sementara dari outstanding kredit pangsanya sebesar 3,61% dari
total Rp16,21 triliun, urutan 9 dari 33 provinsi. Adapun rata-rata KUR
perdebitur di Riau tercatat sebesar Rp17,73 juta, jauh di atas rata-rata nasional
yang sebesar Rp9,03 juta.
2.9. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sejalan dengan bank umum, kinerja BPR Riau pada triwulan IV-2010 juga
menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat pada
perkembangan aset, DPK dan kredit yang disalurkan maupun perolehan laba
usaha. Total aset BPR Riau tercatat sebesar Rp858,04 miliar, secara triwulan
meningkat sebesar 18,97 (q-t-q) dan tahunan sebesar 38,22% (y-o-y).
Peningkatan aset tersebut masih didorong oleh peningkatan dana pihak
ketiga (DPK).
2009Trw-IV Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d- y-o-y
Plafond 558.430 647.182 769.433 813.902 1.035.437 27,22 85,42 85,42 Outstanding 362.213 406.152 418.456 443.137 585.465 32,12 61,64 61,64
Debitur 33.969 37.596 44.183 49.508 58.401 17,96 71,92 71,92
2010 Growth (%)Indikator
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
60
Sementara itu DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp536,52 miliar,
meningkat 6,46% (q-t-q) dan 24,05% (y-o-y). Berdasarkan jenis simpanan,
baik deposito maupun tabungan pada triwulan laporan keduanyan
menunjukkan peningkatan, dimana deposito tumbuh signifikan sebesar
10,72% dan tabungan hanya sebesar 2,15% (q-t-q). Tingginya peningkatan
deposito tidak terlepas dari menariknya suku bunga deposito yang ditawarkan
oleh BPR (Tabel 3.8).
Tabel 3.9. Perkembangan DPK BPR
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: LBU BPR
Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp515,23 miliar,
meningkat sebesar 3,93% (q-t-q) dan 29,75% (y-o-y). Peningkatan penyaluran
kredit tersebut tidak terlepas dari kemampuan bank untuk meningkatan
penghimpunan DPKnya yang dipergunakan sebagai sumber pembiayaan.
Sama halnya dengan bank umum, kredit yang disalurkan BPR Riau sebagian
besar juga tersalurkan untuk tujuan produktif yakni modal kerja dan investasi
dimana pada triwulan laporan pangsanya mencapai 66,28%, sementara untuk
tujuan konsumtif sebesar 33,72%. Tingginya pangsa kredit produktif tersebut
tentunya sangat positif dalam mendorong perkembangan usaha mikro dan
kecil yang menjadi segmen pasar utama BPR (Tabel 3.9).
Tabel 3.10. Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: LBU BPR
Sementara itu secara sektoral, kredit yang disalurkan BPR Riau pada triwulan
IV-2010 sebagian besar tersalurkan ke sektor lainnya dengan nominal sebesar
Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-yDPK 432.482 503.967 536.516 6,46 24,06 24,06 - Giro - - - - - - - Tabungan 244.545 250.430 255.808 2,15 4,61 4,61 - Deposito 187.937 253.536 280.708 10,72 49,36 49,36
Indikator2009 2010 Growth (%)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
61
Rp204,76 miliar (39,74%), diikuti sektor PHR sebesar Rp189,95 miliar
(35,29%), sektor pertanian sebesar Rp90,86 miliar (17,63%) dan sektor jasa
dunia usaha sebesar Rp29,57 miliar (5,74%), sedangkan untuk sektor-sektor
yang lainnya pangsa masih di bawah 5% (Table 3.10). Meskipun kredit yang
disalurkan menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit mengalami
perbaikan sebagaimana terlihat pada menurunnya NPL dari 9,38% menjadi
7,98%.
Tabel 3.11. Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: LBU BPR
Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit pada triwulan
laporan, telah mendorong penurunan LDR BPR Riau dari 98,73% pada
triwulan III-2010 menjadi 96,03% pada triwulan IV-2010.
2.10. Bank Syariah
Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan triwulan IV-2010
tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah dan 2 BPR syariah
dengan total aset Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset
perbankan Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional
yang hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan
syariah di Riau cukup pesat.
DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun, secara triwulanan tumbuh
sebesar 19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan tumbuh 35,15% (y-o-y).
Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-yKredit Sektoral 397.101 495.765 515.234 3,93 29,75 29,75 - Pertanian 67.190 80.767 90.858 12,49 35,22 35,22 - Pertambangan - - - - Industri 2.448 2.595 3.075 18,49 25,60 25,60 - Listrik, gas dan air - - - - Konstruksi 8 6 4 (19,93) (43,10) (43,10) - Perdagangan 141.543 187.077 186.953 (0,07) 32,08 32,08 - Pengangkutan 21 130 - (100,00) (100,00) (100,00) - Jasa dunia usaha 38.322 36.577 29.588 (19,11) (22,79) (22,79) - Jasa sosial - - - - Lainnya 147.567 188.613 204.755 8,56 38,75 38,75
Indikator2009 2010 Growth (%)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah
62
Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan didorong oleh pertumbuhan giro
yang signifikan yakni sebesar 88,43% sedangkan tabungan dan deposito
masing-masing tumbuh sebesar 15,89% dan 10,56% (q-t-q).
Sementara itu pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp1,59 triliun,
tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga secara tahunan
pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%. Peningkatan pembiayaan didorong
oleh semua jenis pembiayaan, dimana pembiayaan investasi tumbuh paling
tinggi yakni sebesar 14,96%, sedangkan konsumsi dan modal kerja masing-
masing sebesar 16,89% dan 5,61% (q-t-q). Meskipun pembiayaan
menunjukkan peningkatan, namun kualitas pembiayaan yang disalurkan cukup
terjaga sebagaimana terlihat pada non performing financing (NPF) gross yang
sebesar 2,89%.
Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pembiayaan pada
triwulan laporan, telah mendorong penurunan finacing to deposit ratio (FDR)
menjadi 103,18% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 109,92%.
Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010 tercatat
sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar (17,65%)
dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar.
Tabel 3.12. Perkembangan Perbankan Syariah
(Dalam Jutaan Rupiah)
2009Tw.IV Tw.III Tw.IV q-t-q y-o-y y-t-d
Jumlah bank 10 11 11
Total asset 1,566,558 2,040,288 2,280,240 11.76% 45.56% 45.6%
Total dana 1,143,714 1,296,434 1,545,732 19.23% 35.15% 35.15%- Giro 119,469 92,667 174,617 88.43% 46.16% 46.16%- Tabungan 651,757 754,837 874,772 15.89% 34.22% 34.22%- Deposito Berjangka 372,487 448,930 496,343 10.56% 33.25% 33.25%
Pembiayaan 1,054,175 1,425,009 1,594,931 11.92% 51.30% 51.30%- Modal Kerja 455,707 564,898 596,609 5.61% 30.92% 30.92%- Investasi 327,872 366,025 420,773 14.96% 28.33% 28.33%- Konsumsi 270,596 494,086 577,549 16.89% 113.44% 113.44%
Financing to Deposit Ratio (FDR) 92.17% 109.92% 103.18%Non Performing Financing (NPF) 7.07% 3.87% 2.89%
Indikator2010 Growth
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
63
1. Kondisi Umum
Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif
sama dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,269 triliun. Adapun
berdasarkan realisasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), penyerapan anggaran
belanja mencapai Rp 3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran. Realisasi belanja
terbesar terdapat pada belanja tidak langsung sebesar 90,36% sementara realisasi
belanja langsung sebesar 88.23%. Selanjutnya, Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD)
dengan persentase penyerapan anggaran belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah
DPRD yakni sebesar 98,09% sedangkan realisasi anggaran belanja terkecil adalah
Dinas Perkebunan yaitu sebesar 51,34%.
KONDISI KEUANGAN DAERAH
Bab 4
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
64
2. Realisasi Belanja
Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif
sama dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp 4,269 triliun. Realisasi belanja tercatat
mencapai Rp3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran belanja. Dalam kurun waktu
4 (empat) tahun terakhir, realisasi belanja Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan
meningkat. Hal ini sebagai dampak dari percepatan pembangunan berbagai proyek
infrastruktur dan persiapan Riau sebagai tuan rumah PON XVIII di tahun 2012.
Grafik 4.1. Realisasi Anggaran Belanja SKPD 2007 – 2010 (Juta Rupiah)
74.00%
76.00%
78.00%
80.00%
82.00%
84.00%
86.00%
88.00%
90.00%
2007 2008 2009 2010
Persentase
Persentase
3,000,000 3,200,000 3,400,000 3,600,000 3,800,000 4,000,000
2007
2008
2009
2010
Nominal
Nominal
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah
Jika dilihat dari belanja yang dilakukan oleh masing-masing SKPD, plafon belanja
terbesar dialokasikan untuk Dinas Pekerjaan Umum yang mencapai Rp922,82 miliar
atau 21,62% dari total belanja daerah. Dari jumlah tersebut, belanja langsung
mencapai Rp861,51 miliar (93,36%), dan belanja tidak langsung sebesar Rp61,31
miliar (6,64%). Kondisi ini menunjukkan bahwa peruntukan belanja oleh Dinas
Pekerjaan Umum utamanya adalah untuk belanja modal. Selanjutnya PPKD yaitu
mencapai Rp893,59 miliar atau 20,94% serta Dinas Pendidikan sebesar Rp449,94
miliar atau 10,54% dari total anggaran belanja daerah. Apabila dibandingkan dengan
tahun 2009, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan juga menjadi SKPD dengan
plafond belanja dalam kelompok 3 besar yakni berturut – turut 19,51% dan 9,69%
dari total anggaran. Hal ini menunjukkan prioritas alokasi anggaran Provinsi Riau
dipergunakan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kualitas SDM. Di
sisi lain, plafon anggaran belanja terkecil dialokasikan untuk Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah yakni sebesar Rp2,35 miliar atau 0,05% dari total anggaran belanja.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
65
Berdasarkan komponennya, persentase realisasi belanja tertinggi adalah belanja tidak
langsung yaitu sebesar 90,36% atau tercatat Rp1,47 triliun sementara persentase
realisasi untuk belanja langsung sebesar 88,23%. Namun demikian, apabila ditinjau
berdasarkan nominalnya, realisasi belanja tertinggi adalah belanja langsung yang
mencapai Rp2,32 triliun.
Tabel 4.1. Realisasi Belanja SKPD di Provinsi Riau Triwulan IV-2010
Anggaran Belanja(Rp Miliar) (Rp Miliar) %
Belanja Tidak Langsung 1,633.62 1,476.22 90.36%Belanja Langsung 2,633.81 2,323.89 88.23%
Total 4,267.43 3,800.10 89.05%
KomponenRealisasi SP2D
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah
Sementara itu, SKPD dengan penyerapan anggaran belanja tertinggi dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu mencapai Rp21,07 miliar atau 98,09%
dari anggaran sebesar Rp21,48 miliar dengan keseluruhan peruntukan dialokasikan
pada belanja tidak langsung. Sedangkan tiga SKPD yang tercatat memiliki plafond
belanja terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum, PPKD, dan Dinas Pendidikan melakukan
realisasi anggaran yang lebih rendah yakni berturut-turut sebesar Rp818,34 miliar
(88,68%), Rp843,37 miliar (94,38%), dan Rp398,31 miliar (88,53%). Adapun, realisasi
anggaran terkecil dilakukan oleh Dinas Perkebunan dengan pencapaian 51,34% atau
tercatat Rp30,43 miliar dari anggaran sebesar Rp59,28 miliar.
2.1. Realisasi Belanja Tidak Langsung
Anggaran belanja tidak langsung tahun 2010 tercatat Rp1,63 triliun, mengalami
penurunan sebesar 9,58% dibandingkan anggaran tahun 2009 yang mencapai Rp1,81
triliun. Hal ini disebabkan sebagian besar komponen belanja langsung mengalami
penurunan, kecuali komponen belanja subsidi dan komponen belanja bantuan
keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota & Pemerintahan.
Dari anggaran ini, alokasi belanja tidak langsung terbesar adalah untuk PPKD yaitu
mencapai Rp893,59 miliar atau 54,70% dari total anggaran. Selanjutnya Dinas
Pendapatan yaitu sebesar Rp71,28 miliar atau 4,36% dan Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad sebesar Rp61,92 miliar atau 3,79% dari total belanja tidak langsung.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
66
Sedangkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki plafon anggaran terkecil
yaitu Rp2,35 miliar atau 0,14% dari total anggaran belanja tidak langsung.
Tabel 4.2. Realisasi Belanja Tidak Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)
Dinas Pendidikan 36,400.53 30,770.53 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 21,479.39 21,069.48
Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 13,937.98 10,271.46 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2,345.27 2,043.24
Dinas Kesehatan 36,943.07 29,213.52 Sekretariat Daerah 55,283.99 48,936.69
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 61,926.22 59,569.69 Sekretariat DPRD 14,350.11 11,641.41
Rumah Sakit Jiwa Tampan 15,561.29 14,080.29 Badan Penelitian dan Pengembangan 7,893.82 6,583.69
Dinas Pekerjaan Umum 61,307.93 53,111.94 Inspektorat 7,754.41 6,849.81
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 14,049.17 9,989.99 Badan Penghubung 4,438.74 4,042.54
Dinas Perhubungan 23,934.80 18,580.72 Dinas Pendapatan 71,287.23 60,922.80
Badan Lingkungan Hidup 7,232.51 6,483.65 Badan Kepegawaian Daerah 12,153.63 10,165.40
Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
6,035.00 4,498.28 Badan Ketahanan Pangan 8,068.92 7,523.76
Dinas Sosial 17,410.11 14,421.87 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa
7,137.90 5,920.33
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan
29,546.19 26,157.84 Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data Elektronik
5,686.00 4,870.07
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 8,723.08 7,811.71 Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 25,265.11 23,419.75
Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 5,778.83 5,214.55 Dinas Perkebunan 16,240.15 14,711.63
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5,301.26 4,438.29 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 8,884.33 7,733.81
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 14,272.52 11,196.80 Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 6,975.09 6,626.46
Dinas Pemuda dan Olah Raga 9,887.57 8,317.40 Dinas Kehutanan 25,702.32 22,867.61
Satuan Polisi Pamong Praja 19,125.09 16,980.14 Dinas Pertambangan dan Energi 9,583.64 9,017.37
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
9,425.94 8,442.85 Dinas Perikanan dan Kelautan 12,454.57 10,597.04
PPKD 893,594.60 833,377.31 Dinas Perindustrian dan perdagangan 20,246.20 17,744.93
JUMLAH 1,633,624.56 1,476,216.67
Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Tidak
Langsung
Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Tidak
Langsung
Realisasi SP2D
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah
Jika dilihat dari persentase penyerapan anggaran belanja tidak langsung, realisasi
belanja tertinggi dilakukan oleh DPRD yaitu sebesar 98,09% atau tercatat Rp21,07
miliar dari anggaran Rp21,48 miliar dan kemudian diikuti oleh Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad yang tercatat sebesar 96,19% atau Rp59,57 miliar dari
anggaran Rp61,93 miliar. Selanjutnya, untuk dua SKPD dengan plafon belanja
terbesar yakni PPKD dan Dinas Pendapatan, realisasi belanjanya berturut – turut
mencapai Rp833,37 miliar atau 93,26% dan Rp60,92 miliar atau 85,46% dari
anggaran. Sedangkan, penyerapan anggaran belanja tidak langsung terkecil dilakukan
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang mencapai 71,11% atau tercatat
Rp9,98 miliar dari anggaran Rp14,05 miliar.
Secara umum, berdasarkan realisasi SP2D persentase penyerapan anggaran untuk
belanja tidak langsung mencapai 90,36% atau tercatat sebesar Rp1,47 triliun. Jumlah
nominal realisasi belanja tidak langsung ini mengalami peningkatan sebesar 3,69%
dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp1,42 triliun.
Secara rata – rata, tingkat penyerapan anggaran SKPD di Riau untuk tahun 2010
adalah sebesar 86,56%.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
67
2.2. Realisasi Belanja Langsung
Anggaran belanja langsung tahun 2010 tercatat sebesar Rp2,63 triliun atau naik
6.95% dari anggaran tahun 2009 sebesar Rp2,46 trilliun. Alokasi terbesar adalah
untuk Dinas Pekerjaan Umum yakni sebesar Rp 861,51 miliar atau 32,71% dari total
anggaran belanja langsung. Selanjutnya adalah Dinas Pendidikan dengan alokasi
sebesar 15,70% atau Rp413,54 miliar. Sedangkan, PPKD, DPRD, serta Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah tercatat tidak memiliki anggaran untuk belanja langsung
pada tahun 2010. Besarnya porsi anggaran untuk Dinas Pekerjaan Umum ini tidak
terlepas dari peranannya dalam pembangunan ataupun perbaikan berbagai
infrastruktur di Riau.
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)
Dinas Pendidikan 413,543.03 367,544.20 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - -
Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 10,019.91 9,017.67 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah - 130.00
Dinas Kesehatan 69,008.83 60,704.69 Sekretariat Daerah 224,779.57 171,392.78
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 109,626.23 101,654.73 Sekretariat DPRD 89,021.12 84,743.73
Rumah Sakit Jiwa Tampan 13,419.31 11,937.37 Badan Penelitian dan Pengembangan 12,042.88 10,727.98
Dinas Pekerjaan Umum 861,513.44 765,233.24 Inspektorat 8,941.88 7,653.40
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 25,920.44 22,715.84 Badan Penghubung 10,555.10 9,786.01
Dinas Perhubungan 42,334.81 41,157.57 Dinas Pendapatan 29,189.91 23,416.54
Badan Lingkungan Hidup 9,030.16 7,692.82 Badan Kepegawaian Daerah 14,885.45 11,742.91
Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
4,606.17 4,647.12 Badan Ketahanan Pangan 6,540.43 6,195.98
Dinas Sosial 12,917.62 12,413.95 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa
30,567.99 25,430.26
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan
19,760.04 18,894.19 Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data Elektronik
9,252.10 8,140.11
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 7,690.71 7,385.15 Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 52,000.38 41,950.62
Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 12,507.13 10,828.58 Dinas Perkebunan 43,039.93 15,721.90
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5,673.27 5,321.52 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 18,397.27 17,954.98
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 44,202.08 34,157.38 Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 4,952.93 4,506.52
Dinas Pemuda dan Olah Raga 335,763.15 324,166.83 Dinas Kehutanan 13,041.15 10,965.85
Satuan Polisi Pamong Praja 12,332.05 10,399.16 Dinas Pertambangan dan Energi 11,834.51 8,629.19
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
5,930.31 5,530.36 Dinas Perikanan dan Kelautan 28,699.03 25,800.09
PPKD - 10,000.00 Dinas Perindustrian dan perdagangan 10,267.79 7,596.33
JUMLAH 2,633,810.15 2,323,887.53
Realisasi SP2DSatuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung
Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah
Di sisi lain, persentase penyerapan anggaran belanja langsung berdasarkan realisasinya
hanya mencapai 88,23% atau sebesar Rp2,32 triliun, mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,10% atau sebesar Rp2,46 triliun.
Penurunan penyerapan anggaran belanja langsung ini didorong oleh turunnya realisasi
anggaran dari SKPD yang memiliki pangsa belanja langsung dominan seperti Dinas
Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
68
Untuk Dinas Pekerjaan Umum terrealisasi sebesar 88,82% pada tahun 2010 atau
tercatat Rp765,23 miliar, menurun dibandingkan tingkat penyerapan tahun 2009 yang
sebesar 90,64% (Rp701,36 miliar). Begitu pula dengan Dinas Pendidikan yang
melakukan penyerapan anggaran sebesar Rp367,54 miliar atau 88,88%, menurun tipis
dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 88,89% (Rp336,39 miliar).
Sementara itu, realisasi belanja langsung Badan Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana merupakan yang tertinggi yaitu mencapai
Rp4,65 miliar atau 0,89% lebih besar dari total belanja yang dianggarkan yakni
sebesar Rp4,61 miliar. Selanjutnya adalah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
dengan penyerapan anggaran sebesar 97,60% atau terrealisasi Rp17,95 miliar dari
anggaran Rp18,40 miliar. Sedangkan realisasi anggaran belanja langsung terkecil
dilakukan oleh Dinas Perkebunan yaitu tercatat Rp15,72 miliar atau 36,53% dari total
belanja yang dianggarkan sebesar Rp43,04 miliar. Sehingga secara rata - rata tingkat
penyerapan anggaran belanja langsung oleh SKPD adalah sebesar 87,23%.
3. Realisasi Pembiayaan
Persentase realisasi anggaran pembiayaan mencapai 99,14% atau tercatat Rp192,34
miliar dari anggaran sebesar Rp194 miliar. Untuk realisasi pembiayaan ini sepenuhnya
diserap oleh PPKD yang sebagian besar dipergunakan untuk menambah kepemilikan
pemerintah provinsi di empat Badan Usaha Milik Daerah yakni PT Bank Riau, PT Sarana
Pembangunan Riau (SPR), PT Riau Air Lines, dan PT Bumi Siak Pusako (BSP).
Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Pembiayaan di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)
Anggaran(Rp Miliar) (Rp Miliar) %
Pembiayaan 194.00 192.34 99.14%Total 194.00 192.34 99.14%
KomponenRealisasi SP2D
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
69
1. Kondisi Umum
Sejalan dengan perkembangan perekonomian Riau, dimana pada triwulan IV – 2010 tumbuh
positif, aktivitas transaksi tunai yang tercermin pada peredaran uang kartal maupun non tunai
(kliring & RTGS) yang dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia Pekanbaru juga menunjukkan
peningkatan. Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau selama triwulan laporan
tercatat mengalami net outflow. Aliran uang masuk ke Bank Indonesia Pekanbaru tercatat
Rp180,2 miliar atau menurun signifikan sebesar 81,53% dari triwulan sebelumnya. Permintaan
uang kartal yang tercermin dari uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia Pekanbaru juga
mengalami penurunan sebesar 3,20% dari triwulan sebelumnya atau tercatat Rp3,65 triliun.
Penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow menyebabkan
peningkatan net outflow dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 24,13% atau
sebesar Rp3,47 triliun.
PERKEMBANGAN
SISTEM PEMBAYARAN
Bab 5
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
70
Sementara itu, dalam hal penggunaan transaksi non tunai, sistem BI-RTGS masih relatif
mendominasi transaksi pembayaran non tunai dengan nilai transaksi kumulatif mencapai
Rp71,58 triliun atau mengalami kenaikan 8,43% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp66,01 triliun. Nilai nominal kliring dalam triwulan laporan juga
mengalami kenaikan yakni 9,55% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari
Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun.
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow – Outflow)
Perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan laporan baik uang masuk (inflow) maupun
uang keluar (outflow) mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan triwulan sebelumnya dimana baik outflow maupun
inflow mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada triwulan laporan, inflow menurun dari
Rp975,84 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp180,2 miliar atau terjadi
penurunan sebesar 81,53%. Sementara, dari sisi outflow mengalami sedikit penurunan yaitu
dari Rp3,77 triliun menjadi Rp3,65 triliun atau menurun 3,20%. (Grafik 5.1)
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow
50
550
1,050
1,550
2,050
2,550
3,050
3,550
4,050
4,550
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
Thou
sand
s
net outflow
Inflow
Ouflow
Sumber : Bank Indonesia
Penurunan inflow pada triwulan laporan sebesar Rp795,63 miliar mengindikasikan kebutuhan
transaksi masyarakat yang tetap tinggi serta persediaan uang kartal layak edar yang masih
dapat dipenuhi melalui transaksi antar bank sehingga mendorong turunnya inflow ke Bank
Indonesia. Apabila dibandingkan dengan 2009, secara kumulatif pada tahun 2010 terjadi
peningkatan inflow sebesar 13.71% dari Rp1,21 triliun menjadi Rp1,38 triliun.
Di sisi lain, penurunan outflow yang terjadi pada triwulan laporan tidak setinggi penurunan
inflow. Hal ini disebabkan oleh kembali meningkatnya permintaan uang kartal masyarakat di
bulan Nopember dan Desember. Outflow tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada bulan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
71
Desember yakni sebesar Rp1.964,46 miliar yang didorong oleh meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan uang kartal dalam menghadapi hari Natal, tahun baru, dan masa libur yang
cukup panjang. Kondisi ini menggambarkan permintaan uang kartal sejalan dengan kegiatan
transaksi ekonomi atau permintaan masyarakat akan barang/jasa. Sedangkan, secara kumulatif,
apabila dibandingkan dengan tahun 2009 permintaan uang kartal masyarakat tercatat
mengalami kenaikan sebesar 12,01% atau meningkat dari Rp8.87 triliun menjadi sebesar
Rp9.93 triliun. Hal ini mengindikasikan semakin membaiknya kondisi perekonomian secara
keseluruhan.
Dengan penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow pada triwulan
laporan, maka Net Outflow di Provinsi Riau tetap mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 24,13% atau tercatat Rp3,47 triliun.
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam melaksanakan Clean Money Policy yaitu kebijakan untuk menjaga agar uang yang
beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar serta jumlah nominal yang cukup menurut jenis
pecahannya, Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan uang, khususnya
terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank maupun
penukaran uang dari masyarakat, dan menggantinya dengan uang yang layak edar.
Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang menandakan pemusnahan UTLE dalam triwulan
laporan mencapai Rp172,27 miliar atau meningkat sebesar 50,21% dibandingkan dengan
triwulan III-2010 yang tercatat sebesar Rp114,68 miliar. Namun, apabila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi penurunan PTTB sebesar 4,93% dimana pada
Triwulan IV-2009 PTTB sebesar Rp181,22 Miliar. (Grafik 5.2)
Grafik 5.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Bank Indonesia Pekanbaru (Rp Juta)
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
180,000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2007 2008 2009 2010
bulanan
-20,000 40,000 60,000 80,000
100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 200,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
Sumber: Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
72
Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah yang layak edar dan uang rupiah pecahan
tertentu bagi masyarakat, Bank Indonesia Pekanbaru juga secara rutin melaksanakan layanan
penukaran uang secara langsung untuk uang lusuh (Uang Tidak Layak Edar) atau rusak,
maupun layanan penukaran uang pecahan kecil. Disamping itu, Bank Indonesia Pekanbaru juga
melakukan kegiatan Kas Keliling atau pelayanan kas di luar Kantor Bank Indonesia, baik di
dalam kota maupun diluar kota Pekanbaru.
2.3. Uang Palsu
Sepanjang triwulan laporan, jumlah dan nilai nominal uang palsu yang ditemukan di Bank
Indonesia Pekanbaru tidak mengalami kenaikan yang signifikan yakni hanya sebanyak 22
lembar dengan nilai nominal Rp1,5 juta. Angka ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan
triwulan III-2010 dimana ditemukan jumlah uang palsu sebanyak 17 lembar dengan nominal
mencapai Rp1,02 juta. Sebagian besar uang palsu yang masuk dalam triwulan laporan
merupakan pecahan Rp50 ribu sebanyak 14 lembar dan Rp100 ribu sebanyak 8 lembar.
Penemuan uang palsu tersebut sebagian berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan
kepada Bank Indonesia Pekanbaru dan sebagian dari hasil setoran perbankan. (Grafik 5.3)
Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau
-5 10 15 20 25 30 35 40 45
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Thou
sand
s
Lembar (kanan) Nominal (kiri)
Sumber: Bank Indonesia
Untuk menekan peredaran uang palsu, Bank Indonesia Pekanbaru secara rutin melakukan
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada setiap lapisan masyarakat melalui
slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang), termasuk bagaimana cara memperlakukan uang secara
baik guna memperpanjang usia manfaat fisik dari uang.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
73
3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
3.1. Transaksi Kliring
Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring dalam triwulan laporan tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dari sisi nilai nominal maupun
warkat yang digunakan. Nominal transaksi kliring triwulan IV-2010 meningkat sebesar 9,55%
dari triwulan sebelumnya yaitu dari Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun. Selanjutnya, jumlah
warkat yang dikliringkan juga mengalami peningkatan dari 275.667 lembar menjadi 287.922
lembar atau meningkat 4,45%. Peningkatan pada nilai dan nominal kliring mencerminkan
bertambahnya kuantitas transaksi selama triwulan laporan. Selan itu, jika dibandingkan dengan
tahun 2009, secara kumulatif terjadi peningkatan yang cukup signifikan baik dari sisi nominal
maupun jumlah, yakni masing – masing naik sebesar 16,24% dan 9,46%. (Grafik 5.4)
Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Tahun 2007-2010
-
50
100
150
200
250
300
350
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
Thou
sand
s
Mili
ons
nominal (kiri) warkat (kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan bilyet giro
kosong juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan baik dari sisi nominal maupun
jumlah warkat. Nilai nominal cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan sebesar
13,47% dari Rp102,92 miliar pada triwulan III-2010 menjadi Rp116,78 miliar pada triwulan IV-
2010. Sedangkan dari sisi jumlah warkat cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan
sebesar 6,07% yaitu dari 4.315 lembar pada triwulan III-2010 menjadi 4.577 lembar pada
triwulan IV-2010. Selanjutnya, secara kumulatif di tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup
signifikan untuk penolakan cek/BG kosong baik dari sisi nominal maupun jumlah yakni masing
– masing sebesar 24,95% dan 14,43%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemberlakuan
penerbitan daftar hitam nasional untuk penarik cek/BG kosong dengan kriteria tertentu belum
dapat meredam peningkatan cek/BG kosong. (Grafik 5.5)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
74
Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Provinsi Riau Tahun 2007-2010
(10,000)-10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
nominal (kiri) warkat (kanan)
Sumber: Bank Indonesia
3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transaksi non tunai melalui sistem Bank Indonesia RTGS (BI-RTGS) pada triwulan IV-2010
tercatat mengalami peningkatan baik dari sisi nilai nominal maupun dari sisi volume. Nilai
nominal mengalami peningkatan sebesar 8,43% dari Rp66,02 miliar (triwulan III-2010) menjadi
Rp71,58 miliar pada triwulan IV-2010, sementara dari sisi volume meningkat sebesar 11,56%
dari 71.094 lembar (triwulan III-2010) menjadi 63.725 lembar dalam triwulan IV-2010.
Peningkatan yang terjadi pada nilai nominal BI-RTGS dalam triwulan laporan didorong oleh
meningkatnya nilai transaksi yang masuk ke Provinsi Riau sebesar 9,60% yaitu dari Rp28,02
triliun menjadi Rp30,71 triliun. Sementara, nilai transaksi yang keluar provinsi Riau juga
meningkat sebesar 7,56% yakni dari Rp37,99 triliun menjadi Rp40,86 triliun.
Berdasarkan wilayahnya, persentase peningkatan nilai nominal BI-RTGS triwulan laporan
didorong oleh peningkatan pada Kota Dumai sebesar 65,17% dan disusul oleh Kabupaten
Pelalawan sebesar 44,65%. Meskipun, persentase peningkatan nilai nominal di Kota Dumai
lebih tinggi dibandingkan peningkatan di Kota Pekanbaru, namun Kota Pekanbaru memiliki
porsi kontribusi terhadap nilai nominal kumulatif Provinsi Riau yang lebih tinggi yaitu sebesar
93,07% sedangkan Kota Dumai hanya sebesar 3,63%.
Sementara itu, dari sisi volume, peningkatan pada volume transaksi BI-RTGS dikontribusikan
oleh peningkatan transaksi masuk sebesar 7,93% dan volume transaksi keluar sebesar 16,84%.
Walaupun peningkatan volume transaksi keluar lebih besar dari volume transaksi masuk namun
porsi volume transaksi keluar terhadap volume kumulatif hanya sebesar 42,7% atau tercatat
30.348 lembar sedangkan volume transaksi masuk sebesar 57,3% atau 40.746 lembar.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran
75
Berdasarkan wilayahnya peningkatan utama terjadi pada Kabupaten Rokan Hilir sebesar
1.359,09% disusul oleh Kabupaten Kampar sebesar 86,41%. Namun demikian, peningkatan
pada Kabupaten Rokan Hilir tidak memberikan pengaruh yang besar tehadap volume
kumulatif. Hal ini dapat dilihat dari porsi Kabupaten Rokan Hilir hanya sebesar 0,45% dari
volume kumulatif. Peningkatan volume transaksi BI-RTGS utamanya dikontribusikan oleh Kota
Pekanbaru yaitu dari 55.204 lembar menjadi 60.504 lembar atau meningkat sebesar 9,60%.
Tabel 5.1. Perkembangan BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2010
Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume
(Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar)Bengkalis 330 1,100 767 522 1,097 1,622 504 1,420 795 562 1,299 1,982 Dumai 761 2,557 814 2,494 1,574 5,051 1,363 3,154 1,237 3,028 2,600 6,182 Indragiri Hulu - - 2 15 2 15 - - 1 5 1 5 Indragiri Hilir - - 199.22 15.00 199 15 - - 31.53 6.00 32 6 Kampar 2.20 252.00 242.02 57.00 244 309 5.00 467.00 289.76 109.00 295 576 Kuantan Singingi - - 0.05 1.00 0 1 - - 0.18 4.00 0 4 Pekanbaru 36,742 21,043 25,256 34,161 61,998 55,204 38,766 24,002 27,858 36,502 66,624 60,504 Pelalawan - - 4.18 23.00 4 23 - - 6.05 33.00 6 33 Rokan Hulu 19.17 638.00 3.00 67.00 22 705 16.32 473.00 1.39 28.00 18 501 Rokan Hilir - - 271.45 22.00 271 22 9.18 294.00 1.31 27.00 10 321 Siak 140 384 465 374 605 758 203 538 493 442 696 980
JUMLAH 37,994 25,974 28,023 37,751 66,018 63,725 40,866 30,348 30,714 40,746 71,580 71,094
Wilayah
Tw III-2010
Keluar Masuk Kumulatif
Tw IV-2010
Keluar Masuk Kumulatif
Sumber: Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
80
1. Kondisi Umum
Jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai 5.543.031 jiwa
atau mengalami peningkatan 41,84% dibandingkan dengan tahun 2000.
Berdasarkan sebarannya, penduduk Riau hampir tersebar secara merata di
setiap kabupaten/kota di Riau, karena hampir semua kabupaten/kota di Riau
memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Riau. Dari jumlah penduduk
tersebut sebesar 67,38% merupakan penduduk usia kerja dan mengalami
peningkatan 2,55% dibandingkan tahun 2009, yang berasal dari peningkatan
angkatan kerja (5,16%), sementara bukan angkatan kerja mengalami
penurunan (1,71%) dibandingkan dengan tahun 2009. Maraknya
pembangunan berbagai proyek infrastruktur menuju PON 2012 di Riau seperti
jalan, bangunan, dan lain-lain yang menyerap banyak tenaga kerja telah
mendorong meningkatnya tenaga kerja yang berprofesi sebagai
buruh/karyawan terutama di sektor bangunan.
Bab 6
PERKEMBANGAN PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
81
Selama tahun 2010, indikator kesejahteraan petani yaitu Nilai Tukar Petani
menujukkan kecenderungan yang terus meningkat. Kontribusi tertinggi
berasal dari sub sektor tanaman perkebunan rakyat yang didorong oleh
meningkatnya harga karet dan kelapa sawit selama tahun 2010.
2. Kependudukan
Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS Provinsi Riau,
jumlah penduduk Riau pada tahun 2010 tercatat sebesar 5.543.031 jiwa yang
terdiri dari 2.854.989 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 2.688.042
jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk Riau tercatat
mengalami laju pertumbuhan sebesar 41,84% dalam kurun waktu 10 tahun
(2000), yang sebelumnya tercatat sebesar 3.907.763 jiwa. Jumlah penduduk
berjenis kelamin laki-laki di setiap kabupaten/kota tercatat lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan.
Grafik 6.1. Penduduk Riau Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Jika dilihat berdasarkan sex rationya, pada tahun 2010 sex ratio penduduk
Riau tercatat sebesar 106, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
6 orang pada setiap 100 orang penduduk perempuan. Berdasarkan kab/kota,
maka sex ratio tertinggi terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu mencapai 111,
sementara yang terendah terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebesar 103.
Rendahnya sex ratio di Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa ratio jumlah laki-
laki di Kota Pekanbaru lebih sedikit dibandingkan dengan ratio jumlah laki-laki
di kab/kota lainnya di Provinsi Riau.
51,51%48,49%Laki-laki
Perempuan-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Laki-laki
Perempuan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
82
Grafik 6.2. Sex Ratio Penduduk Riau Berdasarkan Kabupaten/Kota
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Berdasarkan sebarannya, maka penduduk Riau hampir tersebar secara merata
di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau. Kondisi ini terjadi karena
hampir semua kabupaten/kota di Riau memiliki daya tarik tersendiri bagi
masyarakat, karena Riau merupakan Provinsi yang prospektif secara
perekonomian. Namun demikian jika dilihat berdasarkan jumlahnya, sebaran
penduduk tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebanyak 903.902 jiwa
atau 16,31% dari jumlah penduduk Riau. Kondisi ini merupakan hal yang
wajar mengingat Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau dan juga
merupakan pusat bisnis di Riau, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat
untuk bekerja dan berdomisili di Kota Pekanbaru. Jika dilihat
perkembangannya, maka sebaran penduduk di Kota Pekanbaru sejak tahun
1980 terus menunjukkan peningkatan yaitu dari 13,64% menjadi 14,69%
pada tahun 1990 dan 15,59% pada tahun 2000, dan terakhir menjadi
16,31% pada tahun 2010.
Grafik 6.3. Distribusi Penduduk Riau Tahun 2010
Sumber : BPS Provinsi Riau
98
100
102
104
106
108
110
112
Sex Ratio Kab/Kota
Sex Ratio Riau
5,25 6,55
11,95
5,47
6,81
12,388,57
8,999,97
3,18 16,314,59
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
83
Selanjutnya, jumlah penduduk di Kabupaten Kampar juga cukup besar yaitu
mencapai 686.030 jiwa atau 12,38% dari jumlah penduduk Riau. Sebaran
penduduk di Kabupaten Kampar juga mengalami peningkatan sejak tahun
1980 yaitu dari 10,03% menjadi 10,62% pada tahun 1990 dan menjadi
11,91% pada tahun 2000. Sementara itu, sebaran penduduk di Kabupaten
Indragiri Hilir terus menunjukkan penurunan sejak tahun 1980. Pada tahun
1980 sampai dengan tahun 1990, jumlah penduduk di Kabupaten Indragiri
Hilir tercatat mendominasi sebaran penduduk di Riau yaitu mencapai 22,85%
pada tahun 1980 dan menurun menjadi 17,58% pada tahun 1980.
Selanjutnya kembali mengalami penurunan pada tahun 2000 yaitu menjadi
14,79%, dan terakhir di tahun 2010 sebarannya menjadi 11,95% atau
sebanyak 662.305 jiwa.
Sebaran penduduk terkecil terdapat di Kabupaten Meranti yaitu sebesar
3,18% atau sebanyak 176.371 jiwa, juga tercatat menunjukkan
kecenderungan yang terus menurun sejak tahun 1980. Pada tahun 1980
sebarannya tercatat sebesar 7,44% dan menurun menjadi 5,78% pada tahun
1990, selanjutnya menjadi 4,25% pada tahun 2000, dan terakhir menurun
menjadi 3,18% pada tahun 2010. Kabupaten Meranti merupakan pemekaran
dari Kabupaten Bengkalis yang diresmikan tahun 2009.
Laju pertumbuhan penduduk Riau pada tahun 2010 dibandingkan dengan
tahun 2000 tercatat sebesar 3,59%. Berdasarkan Kab/Kota, maka laju
pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan yaitu mencapai 6,71%
diikuti oleh pertumbuhan di Kabupaten Rokan Hulu yang mencapai 5,61%.
Sementara itu, laju pertumbuhan terendah terjadi di Kabupaten Kepulauan
Meranti yaitu sebesar 0,60%. Di Provinsi Riau terdapat 6 (enam) kab/kota yang
mengalami laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan penduduk Provinsi Riau, dan juga terdapat 6 (enam) kab/kota
yang pertumbuhan penduduknya lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan penduduk Riau.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
84
Grafik 6.4. Laju Pertumbuhan Penduduk di Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
3. Ketenagakerjaan
Dari jumlah penduduk Riau sebesar 5,54 juta jiwa, sekitar 3,73 juta jiwa atau
67,38% merupakan penduduk usia kerja1. Berdasarkan survey yang dilakukan
oleh BPS, pada bulan Agustus 2010 jumlah penduduk usia kerja tersebut
mengalami peningkatan 2,55% dibandingkan dengan periode Agustus 2009.
Peningkatan terjadi pada penduduk angkatan kerja yaitu sebesar 5,16%
menjadi sebesar 2,38 juta jiwa, sementara penduduk bukan angkatan kerja
mengalami penurunan sebesar 1,71% sehingga jumlahnya menjadi 1,36 juta
jiwa.
Tabel 6.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa)
Sumber : BPS Provinsi Riau
Jumlah angkatan kerja yang bekerja2 pada tahun 2010 tercatat mengalami
peningkatan sebesar 4,98% sehingga jumlahnya menjadi 2,17 juta jiwa,
namun jumlah pengangguran juga mengalami peningkatan menjadi 7,10%
sehingga jumlahnya menjadi sebesar 207,25 ribu jiwa. Peningkatan jumlah
angkatan kerja yang tidak bekerja telah menyebabkan meningkatnya Tingkat
1 Penduduk berusia 15 tahun keatas 2 Penduduk berusia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja dan telah bekerja
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Kab/Kota Riau
- Bekerja 1.907.946 2.025.384 2.055.863 2.097.955 2.067.357 2.178.403 2.170.247 - Pengangguran 207.138 208.931 183.522 206.471 193.505 169.164 207.247 Total 2.115.084 2.234.315 2.239.385 2.304.426 2.260.862 2.347.567 2.377.494
1.265.605 1.341.525 1.324.705 1.294.910 1.381.015 1.335.296 1.357.347 Penduduk Usia Kerja 3.380.689 3.575.840 3.564.090 3.599.336 3.641.877 3.682.863 3.734.841
338.595 280.299 407.415 292.393 294.143 296.631 340.445 359.959 343.511 303.011 482.782 405.856 499.253 481.473
698.554 623.810 710.426 775.175 699.999 795.884 821.918
Kegiatan Utama Agust-10Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10
Angkatan Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Agust-07 Feb-08
Setengah Penganggur TerpaksaSetengah Penganggur Sukarela
Total Bekerja Tidak Penuh
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
85
Pengangguran Terbuka3 (TPT) dari 8,56% pada tahun 2009 menjadi 8,72%
pada tahun 2010, dan angka ini tercatat masih berada pada tingkat yang
tinggi. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang diikuti dengan penurunan
jumlah bukan angkatan kerja telah mendorong meningkatnya Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja4 (TPAK) Riau dari 62,08% pada tahun 2009 menjadi
63,66% pada tahun 2010.
Peningkatan TPAK diperkirakan didorong oleh meningkatnya pembangunan
berbagai proyek-proyek infrastruktur di Provinisi Riau dalam rangka persiapan
Riau sebagai tuan rumah PON 2012 seperti jalan, bangunan, dan lain-lain yang
pada umumnya banyak menyerap buruh sebagai tenaga kerja. Namun
demikian, meningkatnya jumlah tenaga kerja yang berprofesi sebagai buruh
diperkirakan hanya bersifat temporer sampai pembangunan berbagai proyek
dimaksud selesai. Kondisi tersebut juga diperkirakan menjadi faktor
pendorong peningkatan yang signifikan pada jumlah penduduk yang bekerja
tidak penuh5 yaitu mencapai 17,42% yaitu dari 699,99 ribu jiwa menjadi
821,92 ribu jiwa yang berasal dari penduduk setengah menganggur sukarela
dan penduduk setengah menganggur terpaksa. Jumlah penduduk setengah
penganggur sukarela dan jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa
mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 18,63% dan 15,74%
sehingga jumlahnya masing-masing menjadi 481,47 ribu jiwa dan 340,44 ribu
jiwa.
Grafik 6.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
3 Ratio antara jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja 4 Ratio antara jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja 5 Penduduk yang bekerja di bawah jam normal, yaitu bekerja kurang dari 35 jam /minggu
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
52,00%
54,00%
56,00%
58,00%
60,00%
62,00%
64,00%
66,00%
Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst
2006 2007 2008 2009 2010
TPAK (axis kiri) TPT (axis kanan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
86
Jika dilihat secara sektoral, terdapat 3 (tiga) sektor yang mendominasi
penduduk usia kerja yang bekerja di Provinsi Riau yaitu sektor pertanian
(44,6%), sektor perdagangan (18,8%), dan sektor jasa kemasyarakatan
(17,1%). Besarnya penduduk yang bekerja pada sektor-sektor tersebut tidak
terlepas dari besarnya prospek sektor tersebut di Riau terutama subsektor
perkebunan yaitu komoditas kelapa sawit dan karet. Namun pangsa penduduk
usia kerja yang bekerja pada sektor pertanian mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2009, sementara pangsa sektor perdagangan dan
sektor jasa kemasyarakatan mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2009. Di sisi lain, pangsa terkecil berada di sektor listrik, gas, dan air
bersih yaitu hanya sebesar 0,3%, dan pangsanya mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2009. Pangsa sektor ini relatif kecil karena
terbatasnya jenis perusahaan pada sektor ini di Provinsi Riau dengan jumlah
karyawan yang juga relatif terbatas.
Tabel 6.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama
Sumber : BPS Provinsi Riau
Berdasarkan pekerjaan utamanya, 38% penduduk bekerja sebagai
buruh/karyawan dan pangsanya mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2009 yang lalu yang pangsanya tercatat sebesar 31,9%. Pembangunan
berbagai sarana infrastruktur di Riau menuju PON 2012 yang menyerap
banyak tenaga kerja sebagai buruh di sektor bangunan dalam
penyelesaiannya, diperkirakan menjadi faktor utama meningkatnya jumlah
penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan. Selanjutnya, penduduk yang
berusaha sendiri juga tercatat cukup besar dengan pangsa sebesar 26,2%,
namun pangsanya mengalami penurunan dibandingkan pangsa tahun 2009
yang mencapai 27,6%. Pangsa terendah dari penduduk tersebut adalah
pekerja bebas non pertanian, dan pangsanya mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2009 yang lalu yaitu dari 3% menjadi 2,3%.
48,82 46,67 49,30 45,9 48,4 43,9 44,62,21 2,91 2,36 3,8 2,1 2,6 1,56,47 5,43 5,28 4,9 5,8 5,4 5,80,22 0,19 0,35 0,2 0,5 0,2 0,35,14 5,89 5,18 6,0 4,8 5,5 5,7
17,48 17,25 17,58 18,2 18,2 19,3 18,85,82 5,90 5,60 5,7 4,8 4,3 4,70,85 1,43 0,86 1,2 1,5 1,7 1,4
12,99 14,34 13,50 14,0 13,9 17,1 17,1100 100 100 100 100 100 100TOTAL
PertanianPertambangan (kanan)Industri (kanan)Listrik, Gas dan Air bersihBangunan (kanan)PerdaganganAngkutan dan PergudanganKeuangan dan Jasa perusahaanJasa Kemasyarakan
Feb-10Lapangan Pekerjaan Utama Agust-08Feb-08Agust-07 Feb-09 Agust-09 Agust-10
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
87
Tabel 6.3. Penduduk Usia Kerja Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber : BPS Provinsi Riau
Jika dilihat berdasarkan daerahnya, maka penduduk angkatan kerja terbesar
berada di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 435,60 ribu jiwa (18,32%), dan
jumlahnya mengalami peningkatan yang signifikan (34,71%) dibandingkan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 323,37 ribu jiwa. Dari penduduk angkatan
kerja tersebut, jumlah yang bekerja di Kota Pekanbaru juga mengalami
peningkatan sebesar 37,47% yaitu dari 284,47 ribu jiwa menjadi 391,05 ribu
jiwa. Daya tarik Kota Pekanbaru sebagai pusat perekonomian dan pusat bisnis
Riau yang juga diikuti dengan pembangunan berbagai sarana infrastruktur
menjadi salah satu faktor penarik tingginya peningkatan jumlah angkatan
kerja dan jumlah tenaga kerja yang diserap pada tahun 2010. Meningkatnya
jumlah lapangan kerja di Kota Pekanbaru juga ditunjukkan dengan
menurunnya tingkat pengangguran dari 12,03% menjadi 10,23% pada tahun
2010.
Selanjutnya, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Indragiri Hilir juga cukup
mendominasi yaitu tercatat memiliki pangsa 13,06%, namun jumlahnya
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu dari 357,36
ribu jiwa menjadi 310,59 ribu jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja juga
tercatat mengalami penurunan (14,47%) yaitu dari 293,79 ribu jiwa menjadi
343,49 ribu jiwa. Penurunan yang lebih tinggi pada jumlah penduduk yang
bekerja dibandingkan dengan penurunan pada jumlah penduduk angkatan
kerja telah menyebabkan meningkatnya pengangguran di Kabupaten Indragiri
Hilir dari 3,88% menjadi 5,41%.
25,35 25,60 28,17 28,30 27,6 26,8 26,2
37,34 34,40 33,33 38,00 31,9 36 385,53 7,90 5,82 4,80 6 5,5 4,82,01 4,80 2,71 2,30 3 2,5 2,3
13,35 10,30 11,21 11,60 12,9 13,5 12,2100 100 100 100 100 100 100
Pekerja Bebas Non PertanianPekerja tidak Dibayar
TOTAL
4,73 4,33,80 3,90
11,70 14,4
3,30 4,2
11,3
Berusaha dibantu buruh tetap/buruh tidak dibayar
Berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar
12,63 13,10
Buruh/KaryawanPekerja Bebas Pertanian
14,20
Lapangan Pekerjaan Utama Feb-09 Agust-09 Feb-10
Berusaha Sendiri
Agust-07 Feb-08 Agust-08 Agust-10
11,7
4,8
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
88
Tabel 6.4. Penduduk Usia Kerja menurut Kabupaten/Kota
Sumber : BPS Provinsi Riau
Pada tahun 2010, tingkat pengangguran tertinggi masih tetap berada di Kota
Dumai, dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu
dari 13,45% menjadi 14,68%. Namun demikian, jumlah angkatan kerja di
Kota Dumai relatif kecil dengan pangsa 5,98% atau sebesar 106,38 ribu jiwa.
Selanjutnya, tingkat pengangguran di Kabupaten Bengkalis juga masih berada
pada tingkat yang tinggi yaitu sebesar 11,36%, namun mulai mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai 13,21%.
Sebaliknya, tingkat pengangguran terendah terdapat di Kabupaten Kuantan
Singingi yaitu sebesar 4,86%, dan mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun 2009 yang mencapai 6,76%.
Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai daerah yang baru, pada tahun 2010
tercatat memiliki tingkat pengangguran sebesar 6,70%, dengan jumlah
angkatan kerja sebesar 79,10 ribu jiwa dan jumlah yang bekerja sebesar 73,80
ribu jiwa. Namun mengingat kecilnya pangsa angkatan kerja pada kabupaten
ini dan juga tercatat merupakan yang terkecil dibandingkan dengan kab/kota
di Provinsi Riau, sehingga belum banyak memberikan pengaruh terhadap
tingkat pengangguran Provinsi Riau secara umum. Berdasarkan daerahnya,
terdapat 6 (enam) kab/kota yang memiliki angka tingkat pengangguran yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Riau dan juga 6 (enam) kab/kota
yang emiliki angka tingkat pengangguran lebih tinggi dari tingkat
pengangguran Provinsi Riau.
Agust-09 Agust-10 Agust-09 Agust-10 Agust-09 Agust-10Kuantan Singingi 123.830 120.211 115.464 114.363 8.366 5.848 Indragiri Hulu 147.057 151.089 136.504 138.580 10.553 12.509 Indragiri Hilir 357.364 310.586 343.491 293.791 13.873 16.795 Pelalawan 128.166 124.303 119.946 118.478 8.220 5.825 Siak 124.350 163.421 114.386 148.116 9.964 15.305 Kampar 263.549 273.859 243.226 248.579 20.323 25.280 Rokan Hulu 164.709 184.474 153.496 168.591 11.213 15.883 Bengkalis 317.975 214.451 275.957 190.088 42.018 24.363 Rokan Hilir 210.116 214.016 193.555 194.049 16.561 19.967 Kepulauan Meranti - 79.100 - 73.797 - 5.303 Pekanbaru 323.372 435.603 284.463 391.047 38.909 44.556 Dumai 100.374 106.381 86.869 90.768 13.505 15.613
2.260.862 2.377.494 2.067.357 2.170.247 193.505 207.247 Riau
Kabupaten/Kota Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
89
Grafik 6.6. Tingkat Pengangguran di Riau Tahun 2010
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
4. Kesejahteraan Daerah
Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan
petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP)6. Indikator ini dibangun dengan
mengukur kemampuan tukar dari produk yang dihasilkan oleh petani dengan
produk yang dibutuhkan oleh petani baik untuk proses produksi maupun
untuk konsumsi rumah tangga petani. Semakin tinggi NTP mengindikasikan
semakin meningkatnya daya tukar (term of trade) petani sehingga tingkat
kehidupan petani juga akan mengalami peningkatan.
Secara bulanan, NTP di Provinsi Riau sampai dengan akhir tahun 2010 masih
terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Peningkatan ini terjadi
karena lebih kecilnya biaya yang harus dibayar petani dibandingkan dengan
hasil yang diterima oleh petani. Kondisi ini mengindikasikan semakin
meningkatnya daya tukar petani dari produk yang dihasilkan terhadap produk
yang dibutuhkan. Jika kondisi ini dapat terus berlangsung secara terus
menerus akan memberikan dampak pada peningkatan kesehteraan petani.
6 NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dan dinyatakan dalam bentuk persentase
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
Kab/Kota Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
90
Grafik 6.7. Perkembangan (NTP) Grafik 6.8. Growth (qtq) NTP Riau Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Dari sisi pertumbuhannya, NTP Riau pada triwulan IV-2010 mengalami
pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2010 yaitu dari
0,77% menjadi 1,13%. Peningkatan ini terjadi karena lebih tingginya
peningkatan pada indeks yang diterima oleh petani dari pada peningkatan
pada indeks yang harus dibayar oleh petani pada triwulan IV-2010. Kondisi ini
didorong oleh meningkatnya harga-harga komoditas unggulan Riau selama
triwulan laporan, meskipun terjadi peningkatan pengeluaran. Berdasarkan sub
sektornya, peningkatan utamanya berasal dari subsektor tanaman perkebunan
rakyat yang didorong oleh meningkatnya harga karet dan kelapa sawit selama
tahun 2010.
6.9. Perkembangan Harga Kelapa Sawit danRata-rata Bokar di Riau
Sumber : Dinas Perkebunan Riau dan www.riaubisnis.com
Jika dilihat berdasarkan sub sektornya, maka secara triwulanan peningkatan
tertinggi terjadi pada sub sektor perikanan yaitu mencapai 6,44% yang berasal
dari meningkatnya harga udang dan ikan bawal. Selanjutnya, subsektor
tanaman perkebunan rakyat mengalami peningkatan sebesar 3,67% yang
berasal dari peningkatan harga karet dan kelapa sawit. Sub sektor tanaman
pangan mengalami peningkatan sebesar 1,14%yang berasal dari peningkatan
90,00
95,00
100,00
105,00
110,00
115,00
120,00
125,00
130,00
135,00
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008 2009 2010
Indeks Diterima Indeks Dibayar NTP
(10,00)
(8,00)
(6,00)
(4,00)
(2,00)
0,00
2,00
4,00
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Indeks Diterima Indeks Dibayar NTP
900
1100
1300
1500
1700
1900
2100
13/0
1 -1
9/01
27/0
1 -0
3/02
10/0
2 -1
6/02
24/0
2 -3
0/03
07/0
4-13
/04
21/0
4-27
/04
19/0
5-25
/05
02/0
6-08
/06
16/0
6-22
/06
14/0
7-20
/07
28/0
7-03
/08
11/0
8-17
/08
01/0
9-07
/09
22/0
9 -2
8/09
06/1
0 -1
2/10
20/1
0 -2
6/10
03/1
1 -0
9/11
17/1
1 -2
3/11
01/1
2 -0
7/12
15/1
2 -2
1/12
29/1
2 -0
4/01
2010
Usia 3
Usia 4
Usia 5
Usia 6
Usia 7
Usia 8
Usia 9 20.500
21.500
22.500
23.500
24.500
25.500
26.500
13/0
1 -1
9/01
20/0
1 -2
6/01
27/0
1 -3
/02
17/0
2 -2
3/02
8/03
-23
/03
12/0
4-14
/04
10/0
5-15
/05
31/0
5-05
/06
07/0
6-12
/06
14/0
6-19
/06
05/0
7-10
/07
12/0
7-17
/07
11/0
8-17
/08
23/0
8-28
/08
30/0
8-04
/09
08/0
9-11
/09
2010
Rata-rata harga Bokar (Rp/Kg)
Harga TBS Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Daerah
91
harga pada komoditas ketela pohon, jagung pipilan, dan kacang kedelai. Di
sisi lain, terjadi penurunan pada sub kelompok holtikultura (-1,30%), dan sub
kelompok peternakan (-0,87%).
Grafik 6.10. Perkembangan (NTP) Grafik 6.11. Growth (qtq) NTP Sektoral Sektoral
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
105,00
110,00
115,00
120,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
NTP Tanaman PanganHortikultura Tanaman Perkebunan RakyatPeternakan Perikanan
(27,00)
(22,00)
(17,00)
(12,00)
(7,00)
(2,00)
3,00
8,00
13,00
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2008 2009 2010
Tanaman Pangan HortikulturaTanaman Perkebunan Rakyat PeternakanPerikanan NTP
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
88
1. PROSPEK MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi non migas Riau pada triwulan I-2011 diperkirakan masih
akan relatif moderat berada pada kisaran 5%. Dari sisi permintaan, masih
berlangsungnya berbagai pembangunan proyek besar seperti pembangunan
pembangkit listrik 2X100 MW di tenayan raya, perluasan bandara Sultan Syarif
Kasim II, pembangunan jembatan Siak III serta pembangunan fly over diperkirakan
akan mengakibatkan pertumbuhan investasi cukup tinggi. Disamping itu, kinerja
perdagangan eksternal yang dicerminkan melalui ekspor juga diperkirakan masih
menguat seiring dengan adanya trend kenaikan harga minyak bumi dan komoditas
subtitusi energi seperti CPO. Peningkatan harga komoditas CPO di pasar dunia
diindikasikan akan memberikan pengaruh terhadap meningkatnya penghasilan
masyarakat secara umum mengingat sebagian besar jumlah pekerja di Riau berada
pada sektor pertanian.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Bab 7
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
89
Sementara itu, pada sisi sektoral, daya dorong pertumbuhan diperkirakan akan
berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertanian. Berdasarkan informasi
Dinas Perkebunan Riau, hingga paruh pertama 2011 produksi tanaman kelapa
sawit masih akan cukup tinggi terkait dengan adanya peningkatan produksi yang
berasal dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dengan kisaran 10%-25%.
Meskipun demikian, adanya cuaca ekstrim yang diperkirakan berlangsung pada
triwulan I-2011 diindikasikan akan menjadi faktor penghambat meningkatnya
pertumbuhan sektor pertanian secara umum.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut pertumbuhan ekonomi Riau pada
triwulan I-2011 diperkirakan akan mengalami peningkatan dan berada pada
kisaran 4,7%-5,0%. Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas perekonomian
Riau diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,7%-8,2 atau lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2011
Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara, ****) Angka Perkiraan Bank Indonesia
2. PERKIRAAN INFLASI
Pergerakan tingkat harga di Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011 diperkirakan
akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan laporan. Fenomena ini
diperkirakan masih akan didorong oleh masih belum membaiknya pasokan pada
kelompok bahan makanan yaitu beras dan minyak goreng yang sudah terjadi pada
triwulan IV-2010. Selain itu, risiko cuaca ekstrim yang masih akan berlanjut akan
mendorong kenaikan harga pangan dan diperkirakan akan memberikan tekanan
terhadap tingkat harga di Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru. Sementara itu,
permasalahan pasokan cabe merah yang berlangsung sepanjang tahun 2010
diperkirakan akan mulai membaik seiring dengan berbagai kebijakan Pemerintah
Daerah untuk mengatasi kelangkaan pasokan.
2011***)2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
Total 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,6 3,03 2,9 3,77 4,76 5,22 4,7 - 5,0Tanpa Migas 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 7,7- 8,2
Keterangan2008*) 2009**) 2010**)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
90
Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok administered price diperkirakan akan
mengalami peningkatan karena meningkatnya ekspektasi masyarakat dengan
rencana pemerintah untuk memberikan subsidi BBM hanya bagi kendaraan roda
dua dan kendaraan plat kuning. Selain itu, isu kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik)
diperkirakan juga akan memberikan tekanan terhadap peningkatan harga di
Provinsi Riau. Berdasarkan survey konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
sebagian masyarakat menganggap akan terjadi kenaikan harga pada semua
kelompok barang dan jasa.
Grafik 7.1. Ekspektasi Harga-harga di Provinsi Riau
Sumber : Survey Bank Indonesia
Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, inflasi Kota Pekanbaru pada
triwulan I-2011 secara tahunan (yoy) diperkirakan akan berada pada kisaran 8,5%-
8,93%. Sementara, inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan berada pada kisaran
2,20% - 2,61%.
Tabel 7.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Triwulan IV-2010
*)Proyeksi Bank Indonesia Pekanbaru
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
harga umum
bhn makanan
makanan jadi
perumahan sandang kesehatan transpor pendidikan
3 bln yad 6 bln yad
20112 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*)
yoy 9,89 11,34 9,02 6,99 3,68 2,2 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 8,5 - 8,93qtq 2,64 3,17 0,56 0,48 1,7 1,7 0,3 0,79 0,79 1,83 2,48 2,20 - 2,61
2008 2009 2010Keterangan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xv
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari
masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot
risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot
yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas
yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana
yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi
masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan
hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja
yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh
bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan
fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul
dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan
dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang
dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15%
dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk
kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xviii
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.