KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
TRIWULAN I TAHUN 2016
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Peter Jacobs : Kepala Perwakilan /Direktur
A.Yusnang : Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis Ekonomi /Manajer
Rivo Mandey : Analis Ekonomi /Asisten Manajer
Donny Pratama : Analis /Asisten Manajer
Iona H. Rombot : Analis /Asisten Manajer
Khoirinnisa El K. : Analis /Asisten Manajer
Hendro Sirait : Pengawas Sistem Pembayaran /Asisten Manajer
Adhi Nugroho : Pelaksana /Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/
atau
Silahkan mengirimkan surel ke:
[email protected] dengan subyek
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi
Sulawesi Utara Triwulan I 2016 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders
Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan
secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan
ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini
dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan
kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari
berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat
Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan
sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak
tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang
telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini
ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa
mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan
datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat
bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Mei 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
Peter Jacobs
Direktur
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI SULAWESI UTARA
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Sisi Produksi/Penawaran
Sisi Penggunaan/Permintaan
Box I. Progress Pembangunan Mega Proyek Sulawesi Utara
BAB II PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pendapatan Daerah
Belanja Daerah
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Perkembangan Inflasi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
Upaya Pengendalian Inflasi
Box II. Hasil Pemetaan Inflasi Kota Manado: Alur Perdagangan Komoditas Strategis
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Perkembangan Indikator Utama Bank Umum
Perkembangan Aset dan Aktiva Produktif
Perkembangan Suku Bunga Kredit dan DPK Bank Umum
Perkembangan DPK Bank Umum
Perkembangan Pembiayaan Bank Umum
Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Perkembangan Ketenagakerjaan Sulawesi Utara
Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek Ekonomi Makro
Prakiraan Inflasi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Provinsi Sulawesi Utara
INDIKATOR 2016
I. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02)
2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91
3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 (0.03)
4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 (2.51)
4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.11
5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 (0.18)
6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.14
7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 -
8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.05
9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 (1.50)
B PDRB Penggunaan *** 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96
- Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82
- Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57
- Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94
- Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96
- Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10)
- Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07)
- Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01
- Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44)
C PDRB Sektoral *** 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
Policy Rate (%) 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
1. Ekspor (ribu USD) 274,100 291,030 242,920 213,920 1,021,970 246,130
2. Impor (ribu USD) 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta 18 18 18 18 18 18
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55
2.2. Syariah - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637
1. Bank Umum 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433
Keterangan :
* Angka sementara
** Berdasarkan lokasi bank pelapor
***Menggunakan tahun dasar 2010
2015
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Provinsi Sulawesi Utara
INDIKATOR 2016
IV. PERBANKAN (berdasarkan bank pelapor) TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
D. Indikator Kinerja Bank Umum Konvensional
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5
Konstruksi 724 839 900 807 807 751
Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53
Real Estate 340 342 345 355 355 356
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276
Administrasi Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,498
- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 682
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 94,737
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,745
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,609
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 47
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.16
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.15
Keterangan :
* Angka sementara
** Berdasarkan lokasi bank pelapor
***Menggunakan tahun dasar 2010
2015
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2016 lebih baik dibandingkan dengan
perekonomian nasional baik secara pertumbuhan maupun besarannya. Ekonomi Sulut
tumbuh sebesar 5,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh
sebesar 4,92% (yoy) pada triwulan ini.
Berdasarkan sisi produksi atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh
dan Konstruksi mengalami perlambatan pertumbuhan.
Di sisi penggunaan atau permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut dengan
luar negeri. Sedangkan konsumsi pemerintah, investasi (PMTB) dan perdagangan antar
daerah menunjukkan kinerja yang melambat.
BAB II Perkembangan Keuangan Daerah
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara
meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (17,37%, yoy)
maupun dari sisi belanja (15,86%, yoy).
Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap
Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari total pendapatan. Rasio kemandirian
daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama di tahun sebelumnya.
Realisasi pendapatan pada Triwulan I-2016 mencapai Rp711,93 juta sepanjang atau
sebesar 23,72% dari plafond anggaran. Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan I-
2016 mencapai Rp464,58 juta, atau 15,18% dari plafond anggaran.
BAB III Perkembangan Inflasi Daerah
Tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Manado relatif
mengalami penurunan sehingga tercatat semakin mendekati level nasional maupun KTI.
Inflasi Sulut pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy) lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 5,56% (yoy).
Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga pada
kelompok administered prices dan volatile food di tengah tekanan inflasi inti yang masih
minimal seiring belum kuatnya tekanan permintaan di awal tahun
Secara bulanan, deflasi terjadi selama 3 (bulan) berturut-turut di Sulawesi Utara. Kondisi
ini dipengaruhi oleh normalisasi harga khususnya pada komoditas volatile food pasca
perayaan hari besar keagamaan pada bulan Desember 2015. Kondisi tersebut diikuti
dengan koreksi harga pada kelompok administered prices terutama tarip listrik dan
angkutan udara seiring masih rendahnya harga minyak dunia.
BAB IV Stabilitas Keuangan Daerah
Membaiknya perekonomian Sulawesi Utara tidak disertai dengan peningkatan kinerja
perbankan. Indikator utama perbankan pada triwulan laporan yaitu DPK dan Kredit
tercatat tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Disisi lain, pertumbuhan
Aset yang tidak disertai dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum harus
mengalokasikan aktiva produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle money.
Ditengah perlambatan tersebut, fungsi intermediary perbankan yang tercermin dari Loan
to Deposit Ratio (LDR) tercatat mengalami penurunan, meski demikian angka LDR
tersebut masih berada di atas level yang ideal. Rasio NPL meningkat pada triwulan
laporan, dari 3,33% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,62% pada triwulan laporan.
Disisi suku bunga, suku bunga DPK tercatat menunjukkan penyesuaian yang searah
dengan penurunan BI Rate yang terjadi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pada periode
laporan.
BAB V Perkembangan Sistem Pembayaran
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan
I 2016 masih mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal menunjukkan adanya
peningkatan net-inflow dari triwulan sebelumnya dan dari triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Posisi net-inflow mengalami peningkatan signifikan yang mencapai 207%
(qtq) dari sebelumnya net-outflow sebesar Rp1.67 triliun pada triwulan IV tahun 2015
menjadi net-inflow sebesar Rp1.79 triliun.
Dari sisi non tunai, transaksi melalui SKNBI menunjukkan perlambatan baik dari sisi
volume maupun nominal transaksi. Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses
SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp48.62 miliar per hari atau melambat sebesar
9.30% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp53.60 miliar per hari.
Temuan uang palsu meningkat cukup signifikan pada uang yang diragukan keasliannya
di Sulut-Gorontalo pada triwulan laporan. Tercatat total uang palsu yang ditemukan
sebanyak 205 lembar, meningkat 144% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan apabila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya meningkat sebesar 159.5%
(yoy).
BAB VI Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring
dengan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Pada triwulan I 2016, jumlah tenaga
kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh sebesar 1,96% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 2,14%.
Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari
berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian
yang merupakan sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan
perbaikan yang tercermin dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan rasa
optimisme konsumen terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
BAB VII Prospek Perekonomian
- Prospek Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 6,12% (yoy), atau mengalami akselerasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
di triwulan I 2016. Meningkatnya perekonomian Sulut di triwulan II 2016 diperkirakan
Di sisi penggunaan, komponen
utama Sulut diperkirakan mengalami peningkatan seluruhnya.
- Prakiraan Inflasi
Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 2016, tekanan inflasi Sulut memasuki
triwulan II 2016 diperkirakan kembali meningkat kendati dalam besaran yang relatif
terbatas terutama secara bulanan. Setelah mencatatkan deflasi cukup dalam di
periode April 2016, inflasi Sulut pada Mei dan Juni diperkirakan meningkat dengan
proyeksi inflasi bulanan masing-masing pada kisaran 0,09% (mtm) dan 0,57% (mtm).
Risiko tekanan inflasi pada triwulan II 2016 diperkirakan muncul dari kelompok
volatile food dan kelompok inti dipengaruhi masuknya periode bulan Ramadhan,
masuknya masa panen dan dimulainya realisasi proyek pemerintah. Sementara,
tekanan inflasi pada kelompok administered prices diperkirakan masih relatif stabil
kendati pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai mengalami kenaikan.
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I
2016 lebih baik dibandingkan dengan
perekonomian nasional baik secara
pertumbuhan maupun besarannya. Ekonomi
Sulut tumbuh sebesar 5,96% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang
tumbuh sebesar 5,57% (yoy). Sementara itu,
pertumbuha
tumbuh sebesar 4,92% (yoy) pada triwulan ini, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang
tercatat tumbuh sebesar 5,04% (yoy).
Berdasarkan sisi produksi atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh
pertumbuhan 3 sekto
Konstruksi mengalami perlambatan pertumbuhan.
Di sisi penggunaan atau permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh pertumbuhan
konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut dengan luar negeri.
Sedangkan konsumsi pemerintah, investasi (PMTB) dan perdagangan antar daerah menunjukkan
kinerja yang melambat.
SISI PRODUKSI / PENAWARAN
Struktur ekonomi Sulut pada didominasi
oleh 5 sektor utama dengan total pangsa
sebesar 65% yaitu sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan (21%),
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor (12%), Konstruksi
(11%), Transportasi dan Pergudangan
(11%), dan Industri Pengolahan (9%). Selain
5 sektor utama tersebut, sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib memiliki pangsa sebesar 8% dan pangsa sisanya sebesar 27% tersebar pada 11
sektor lainnya.
Di sisi pertumbuhan, seluruh 17 sektor tumbuh positif yang terdiri dari 9 sektor yang tumbuh
meningkat dan 8 sektor yang tumbuh melambat. Adapun 3 dari 5 sektor utama Sulut mengalami
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
peningkata
Konstruksi.
2015. Pertumbuhannya meningkat dari 0,66% pada triwulan lalu menjadi 0,90% pada triwulan
erkebunan Tahunan
dengan komoditas utama kelapa, pala serta cengkih, dan subsektor Tanaman Pangan (beras).
Adapun pada triwulan ini, sumber peningkatan pertumbuhan berasal dari subsektor Perikanan,
Peternakan, Tanaman Holtikultura Tahunan dan Tanaman Pangan, serta subsektor lainnya,
kecuali subsektor Perkebunan Tahunan dan
Tanaman Holtikultura Semusim yang mana
mengalami perlambatan.
Subsektor terbesar yaitu Perikanan tumbuh
meningkat sebesar 4,36% (yoy) setelah pada
triwulan lalu tercatat kontraksi sebesar -
0,86% (yoy). Peningkatan tersebut didorong
oleh tidak diperpanjangnya aturan
Moratorium oleh Kementerian Kelautan dan
Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektoral (%, yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
Grafik 1.3. Perkembangan Luas Lahan & Produksi Beras
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, diolah
2016
I II III IV Total I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.90 2.33 4.02 0.66 2.95 0.90
Pertambangan dan Penggalian 3.56 7.80 7.77 5.30 8.17 3.56
Industri Pengolahan 2.68 3.19 3.48 1.80 2.65 2.68
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 8.10 15.43 4.47 (5.05) 6.76 8.10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang0.17 2.34 0.27 (4.90) 2.42 0.17
Konstruksi 9.88 10.00 10.28 11.48 9.49 9.88
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor6.53 7.78 7.49 6.65 5.93 6.53
Transportasi dan Pergudangan 7.83 7.90 7.34 5.47 7.25 7.83
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum11.56 8.36 7.79 11.35 8.52 11.56
Informasi dan Komunikasi 8.24 6.50 7.33 9.52 8.95 8.24
Jasa Keuangan dan Asuransi 12.41 1.57 3.14 (3.32) 3.91 12.41
Real Estate 7.00 8.51 8.47 7.76 7.42 7.00
Jasa Perusahaan 6.36 6.08 6.01 6.29 7.73 6.36
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib8.07 9.61 9.10 9.47 8.99 8.07
Jasa Pendidikan 7.98 7.46 5.94 9.98 7.08 7.98
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.10 3.81 3.90 8.36 7.88 7.10
Jasa lainnya 7.34 5.98 5.32 7.75 7.56 7.34
Sektor Ekonomi2015
Perikanan sejak bulan Oktober 2015. Berakhirnya aturan larangan penggunaan kapal asing baik
eks maupun baru mendorong kinerja perikanan tangkap tumbuh positif setelah tercatat tumbuh
negatif sepanjang tahun 2015.
Selain subsektor Perikanan, subsektor utama Sulut lainnya yaitu subsektor Tanaman Pangan juga
tumbuh positif yaitu sebesar 1,12% (yoy) setelah tumbuh negatif sebesar -0,08% (yoy) pada
triwulan lalu. Peningkatan tersebut didorong oleh membaiknya cuaca pada triwulan ini setelah
dilanda musim el nino pada tahun 2015 yang menyebabkan sebagian besar tanaman pangan
mengalami gagal panen. Di samping itu, peningkatan anggaran APBN untuk pertanian melalui
bantuan benih, alat, mesin, bantuan irigasi dan lainnya. Hal ini juga terkonfirmasi dengan data
perkembangan sektor pertanian dari Distanak Sulut yang menunjukkan bahwa luas lahan panen
dan produksi beras meningkat pada triwulan I 2016. Adapun produksi beras pada triwulan ini
mencapai 89 Ribu ton dengan luas lahan panen sebesar 31 Ribu Ha.
Berbeda dengan subsektor Tanaman Pangan,
musim el nino tahun 2015 masih memberikan
dampak negatif pada subsektor Perkebunan
Tahunan di triwulan ini. Subsektor tersebut
tercatat mengalami kontraksi sebesar -5,29%
(yoy), setelah tumbuh positif pada triwulan
lalu (2,75%, yoy). Musim el nino
menyebabkan sebagian tanaman kelapa tidak
bertumbuh dengan baik bahkan mati. Untuk
tanaman kelapa yang mati, dibutuhkan waktu sekitar 3 5 tahun untuk pertumbuhan baru. Di
samping itu, penurunan produksi kelapa juga disebabkan oleh kondisi perkebunan kelapa di Sulut
yang sudah tua sehingga tidak cukup produktif. Program pemerintah dan Bank Indonesia dalam
melakukan peremajaan kelapa belum cukup terlihat pada triwulan ini. Namun demikian, berbagai
program peremajaan lainnya yang akan dilakukan sepanjang tahun ini dinilai dapat menjadi
penolong perbaikan produksi kelapa. Total produksi kelapa pada triwulan ini sebesar 67 Ribu ton,
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
meskipun pertumbuhannya sedikit lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan
IV 2015 sebagaimana siklusnya.
Grafik 1.4. Perkembangan Produksi Kelapa
Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah
Grafik 1.5. Indeks Penjualan Riil
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Pertumbuhannya relatif melambat dari 6,65% pada triwulan lalu menjadi 6,54% pada triwulan
ini, namun relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 (6,09%). Sumber perlambatan
tersebut disebabkan oleh perdagangan besar dan eceran (bukan mobil dan sepeda motor),
sedangkan perdagangan mobil dan sepeda motor menunjukkan peningkatan pertumbuhan.
Perlambatan sektor ini sesuai dengan Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan penurunan
Indeks Penjualan Riil pada triwulan ini dibandingkan triwulan lalu.
Perlambatan pertumbuhan kinerja
perdagangan besar dan eceran sesuai dengan
siklusnya yang cenderung melambat pada
awal tahun setelah puncaknya pada akhir
tahun sebelumnya. Pertumbuhannya
melambat dari 9,22% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 7,36% (yoy) pada triwulan ini.
Perlambatan tersebut terkonfirmasi juga
dengan jumlah pengunjung pusat
perbelanjaan yang menurun. Sebagai catatan, pada triwulan ini terdapat penyelenggaraan
Pilwako Kota Manado, namun demikian hal tersebut belum cukup mampu untuk mendorong
perdagangan barang meningkat.
Sementara itu, sektor perdagangan ditopang
oleh kinerja perdagangan mobil dan sepeda
motor yang menjadi penahan perlambatan
sektor perdagangan sehingga sektor ini masih
tumbuh cukup tinggi. Perdagangan mobil dan
sepeda motor tumbuh meningkat dari 2,33%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,11% (yoy)
pada triwulan ini. Berdasarkan hasil liaison,
penjualan mobil dan sepeda motor di Sulut
meningkat pada triwulan ini. Peningkatan
atau perbaikan penjualan didorong oleh
berbagai faktor baik dari sisi supply maupun
demand. Di sisi penawaran, berbagai varian
baru yang dikeluarkan oleh produsen
kendaraan bermotor mendorong konsumen
untuk melakukan pembelian. Hal itu didukung
juga dengan penurunan harga BBM yang
dilakukan pada awal tahun. Di sisi permintaan,
Grafik 1.6. Pengunjung Pusat Perbelanjaan
Sumber: Pusat Perbelanjaan di Sulut, diolah
Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Kend.Bermotor
Sumber: Pelaku Usaha, diolah
Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Sumber: Bank Indonesia
meningkatnya pendapatan masyarakat baik berdasarkan Upah Minimum Provinsi Sulut maupun
perbaikan sektor primer, menjadi pendorong daya beli masyarakat. Membaiknya penjualan
kendaraan bermotor didukung kredit pembiayaan. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan
kredit kendaraan bermotor yang meningkat.
Sektor Konstruksi
Sektor Konstruksi tumbuh melambat dari
11,48% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
9,88% (yoy) pada triwulan ini. Sebagaimana
siklusnya, perlambatan di awal tahun salah
satunya disebabkan oleh realisasi anggaran
daerah pos belanja modal, yang relatif tidak
secepat ketika memasuki semester kedua.
APBD Sulut pada triwulan ini baru terealisasi
sebesar 9,18% atau Rp68 Miliar dari anggaran
belanja modal Rp744 Miliar, sedangkan realisasi khusus triwulan IV 2015 tercatat sebesar 46,56%
atau Rp367 M dari anggaran belanja modal Rp789 M. Hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi
lebih tinggi terjadi pada akhir tahun dibandingkan awal tahun. Meskipun begitu, pemprov Sulut
masih mampu dalam menyerap anggaran yang tercermin dari realisasi belanja modal triwulan ini
lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi APBN pos
belanja modal triwulan ini baru terealisasi sebesar 6,46% atau Rp189 M dari Rp2,9 T. Untuk
proyek strategis yang dianggarkan Rp2,2 T, baru terserap sebesar Rp138 M atau 6,23%.
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Modal APBD (Rp Juta)
Sumber: Pemprov Sulut, diolah
Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Anggaran Proyek Strategis APBN
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara Sulut
1 Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan LLAJ 34,464,750,000 -
2 Pembangunan Terminal Angkutan Penumpang 11,000,000,000 -
3 Peningkatan Terminal Angkutan Penumpang 5,000,000,000 -
4 Landas Pacu (Runaway Bandar Udara Naha) 115,227,017,000 20,990,335,000
5 Sarana Prasarana, Rumah Sakit yang akan di Akreditasi 22,403,381,000 -
6 Peralatan Kesehatan, Rumah Sakit yang akan di Akreditasi 84,210,898,000 198,000,000
7 Bendungan baru yang dibangun 136,559,272,000 95,179,500
8 Bendungan dalam tahap Pelaksanaan (on going) 155,227,148,000 28,096,466,000
9 Danau yang Direvitalisasi 26,500,000,000 40,143,000
10 Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pemukiman Perkotaan 50,345,064,000 -
11 Pembangunan dan Pengembangan Kawasan pemukiman Pedesaan 6,796,488,000 9,600,000
12 Pembangunan SPAM Perkotaan 115,089,822,000 3,946,700,000
13 Pembangunan SPAM Kawasan Khusus 11,024,000,000 2,104,280,000
14 Pembangunan SPAM Kawasan Rawan Air 4,540,500,000 -
15 Sistem Pengelolaan Drainase kawasan / Lingkungan 10,587,800,000 -
16 Sistem Penanganan Persampahan Sklala Kota 67,801,500,000 -
17 Sistem Pengelolaan Air Limbah SkalaKota 11,087,850,000 -
18 Sistem Pengelolaan Air Limbah Khusus 3,120,500,000 -
19 Jaringan Irigasi Permukaan Kewenangan Pusat yang dilaksanakan konstruksinya 15,650,000,000 -
20 Saluran Pembawa yang dibangun/ditingkatkan 19,367,806,000 -
21 Sumur JIAT yang dibangun/ditingkatkan 2,273,000,000 603,413,400
22 Bendungan irigasi Kewenangan Daerah yang dilaksanakan konstruksinya 24,136,304,000 1,970,845,420
23 Jaringan Irigasi Permukaan Kewenangan Pusat yang ditingkatkan/direhabilitasi 11,349,653,000 -
24 Sumur JIAT yang direhabilitasi 2,273,000,000 -
25 Jaringan Irigasi Air Tanah yang direhabilitasi 3,556,000,000 606,666,800
26 Normalisasi Sungai dan Pembuatan tanggul yang dibangun/ditingkatkan 46,356,046,000 4,490,167,140
27 Pelebaran jalan 769,995,799,000 34,605,299,694
28 Pembangunan Fly Over/Underpass/Terowongan 53,900,000,000 -
29 Peningkatan Jembatan 79,920,000,000 12,770,675,050
30 pembangunan Jalan 46,400,000,000 5,122,000,000
31 Pembangunan Jalan Bebas hambatan (Tol Manado - Bitung) 277,000,000,000 22,798,000,000
No Proyek Strategis PaguRealisasi s/d
Triwulan I 2016
Di sisi swasta, hasil liaison pada konstruksi perumahan menunjukkan bahwa sektor ini cenderung
melambat. Hal tersebut tercermin juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial dan Survei
Penjualan Eceran Bank Indonesia. SHPR menunjukkan bahwa kenaikan harga properti residensial
mengalami perlambatan dari 5,24% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,53% (yoy) pada triwulan
ini. Perlambatan kenaikan harga tersebut terjadi sejak triwulan II 2015 dan hingga triwulan ini.
Perlambatan kenaikan harga jual terjadi di seluruh tipe rumah yaitu tipe kecil, sedang dan besar.
Hasil Survei Penjualan Eceran khususnya Indeks Penjualan Riil Bahan Konstruksi menunjukkan
penurunan dari 248,80 pada triwulan lalu menjadi 139,14 pada triwulan ini. Pada konstruksi
pembangunan pabrik, pelaku usaha masih bersikap wait & see dalam melakukan investasi. Pelaku
usaha memperkirakan kondisi bisnis yang lebih baik akan terjadi pada triwulan kedepan, sehingga
investasi diperkirakan mulai dilakukan pada triwulan-triwulan mendatang. Perlambatan sektor
Konstruksi juga tercermin dari perlambatan pertumbuhan kredit konstruksi pada triwulan ini
dibandingkan triwulan lalu.
Adapun fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap menjadi pilihan utama dalam melakukan
transaksi pembelian properti oleh konsumen. Berdasarkan data Kementerian Perumahan Rakyat
(Kemenpera), dari total KPR yang dikucurkan oleh bank di Sulut tahun 2016, sebanyak 38 unit
dengan total Rp3,6 M menggunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) oleh
pemerintah.
Sektor Transportasi dan Pergudangan
kinerjanya dibandingkan triwulan IV 2015.
Pertumbuhannya naik dari 5,47% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 7,83% (yoy) pada
Grafik 1.10. Indeks Harga Properti Residensial
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Konstruksi
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.12. Pertumbuhan Jumlah Armada
Sumber: Pelaku Usaha, diolah
triwulan ini. Peningkatan tersebut bersumber dari meningkatnya kinerja angkutan darat, udara
7%),
angkutan udara (24%), angkutan laut (16%), serta pergudangan dan angkutan sungai (3%).
Kinerja angkutan darat tumbuh meningkat dari 6,67% (yoy) menjadi 6,87% (yoy) yang didorong
oleh mobilitas masyarakat dalam rangka merayakan hari raya keagamaan seperti Tahun Baru
Cina, Cap Go Meh, dan Paskah. Di samping itu, pembangunan dan perbaikan jalan yang cukup
tinggi pada beberapa tahun terakhir serta penurunan harga BBM diperkirakan juga menjadi
faktor meningkatnya kinerja angkutan darat. Peningkatan kinerja angkutan darat tercermin dari
jumlah armada transportasi darat.
Sementara itu, kinerja angkutan udara tumbuh signifikan dari 4,50% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan ini. Peningkatan tersebut didorong oleh beberapa hal antara
lain yaitu biaya bahan bakar avtur yang mengalami penurunan seiring dengan menurunnya harga
minyak dunia, penurunan batas atas dan batas bawah sehingga mendorong daya beli
masyarakat, ekspansi maskapai baru pada triwulan lalu serta pembukaan rute baru oleh maskapai
tersebut pada triwulan ini. Peningkatan terlihat dari arus penumpang yang datang dan berangkat
melalui bandara dengan jumlah penumpang sebanyak 567.611 pada triwulan ini.
Adapun kinerja angkutan laut juga tumbuh meningkat dari 1,63% (yoy) menjadi 3,73% (yoy)
didorong oleh peningkatan produksi industri pengolahan disertai dengan perbaikan ekspor.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari arus barang perdagangan luar negeri di Pelabuhan Bitung
(terminal konvensional).
Sektor Industri Pengolahan
Sektor Industri Pengolahan menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan triwulan IV 2015.
Pertumbuhannya naik dari 1,80% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,68% (yoy) pada triwulan ini.
Sektor ini secara signifikan dikuasai oleh industri makanan dan minuman dengan pangsa sebesar
84%, sedangkan industri lainnya relatif kecil. Adapun industri tersebut didominasi oleh
pengolahan bahan baku kelapa dan pengolahan bahan baku ikan.
Grafik 1.13. Arus Penumpang Bandara Sam Ratulangi
Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi Manado, diolah
Grafik 1.14. Arus Barang Pelabuhan Bitung
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung, diolah
Pada triwulan ini, peningkatan sektor industri
didorong oleh pengolahan ikan yang
meningkat tajam, sedangkan pengolahan
kelapa dan pala relatif masih terkontraksi
akibat musim el nino yang menyebabkan
banyak tanaman mati atau berbuah sedikit.
Industri berbahan baku ikan tumbuh membaik
kinerjanya pada triwulan I 2016, setelah
cenderung melambat sepanjang 4 triwulan di
tahun 2015. Perbaikan industri ini didorong oleh tidak diperpanjangnya aturan Moratorium sejak
triwulan IV 2015 sehingga ketersediaan bahan baku ikan mengalami peningkatan. Melalui liaison,
pelaku usaha juga menyatakan bahwa kondisi bisnis atau penjualan pada tahun 2016 akan
membaik dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini tercermin dari pelaku usaha di industri
pengolahan ikan yang mengalami peningkatan produksi yang mulai terjadi pada saat
dinonaktifkannya aturan Moratorium dan tumbuh meningkat tajam pada triwulan ini.
Data BPS juga mengkonfirmasi kondisi di atas. Produksi industri manufaktur besar dan sedang di
Sulut pada triwulan I 2016 tumbuh meningkat sebesar 4,32% (yoy) dibandingkan triwulan IV
2015 yang tumbuh 4,24% (yoy).
melambat kinerjanya pada triwulan I 2016
dibandingkan triwulan IV 2015.
Pertumbuhannya melambat dari 9,47% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 8,07% (yoy) pada
triwulan ini. Perlambatan tersebut
sebagaimana siklusnya dimana kinerja
pemerintah yang tercermin dari realisasi
anggaran relatif lambat pada triwulan
pertama, kemudian mulai meningkat memasuki triwulan berikutnya sampai dengan triwulan
akhir tahun. Pada triwulan ini, realisasi anggaran belanja nonmodal pemerintah daerah (APBD)
sebesar 17,11%, lebih rendah dibandingkan realisasi khusus triwulan lalu sebesar 54,85%.
Grafik 1.15. Pertumbuhan Produksi Ikan Olahan
Sumber: Pelaku Usaha, diolah
Grafik 1.16. Realisasi Belanja Nonmodal APBD (Rp Juta)
Sumber: Pemprov Sulut, diolah
Sektor Lainnya
Selain ke-6 sektor di atas yang masing-masing memiliki pangsa lebih dari 5%, terdapat 11 sektor
lainnya yang masing-masing memiliki pangsa di bawah 5%. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor
Pertambangan dan Penggalian (4,80%), Jasa Keuangan dan Asuransi (4,13%), Informasi dan
Komunikasi (3,82%), Real Estate (3,52%), Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (3,47%), Jasa
Pendidikan (2,92%), Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2,20%), Jasa lainnya (1,54%),
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (0,14%), Jasa Perusahaan (0,09%),
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es (0,08%).
Pada triwulan ini, sektor lainnya yang meningkat dibandingkan triwulan lalu yaitu sebanyak 5
Sampah,
pertumbuhan.
Peningkatan signifikan terjadi pada sektor
Pengadaan Listrik dan Gas yang tumbuh
meningkat dari -5,05% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 8,10% (yoy) pada triwulan ini.
Peningkatan tersebut didorong oleh jumlah
pelanggan listrik yang meningkat. Tercatat
jumlah pelanggan listrik sebanyak 1.724.021
pelanggan yang meliputi berbagai sektor.
Selain itu, kondisi ketersediaan pasokan listrik
di yang tercatat surplus sebesar 10 MW pada
triwulan ini, setelah tercatat defisit pada triwulan sebelumnya. Pasokan listrik tersebut didukung
oleh kapal listrik atau disebut kapal Marine Vessel Power Plant (MVPP) Karadeniz Powership
Zeynep Sultan yang disewa oleh PT Perusahaan Listrik Negara dari luar negeri.
Selain sektor tersebut, sektor Jasa Keuangan
dan Asuransi juga tumbuh signifikan dari -
3,32% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
12,41% (yoy) pada triwulan ini. Kebijakan
sistem keuangan yang dikeluarkan pada
triwulan ini seperti penurunan suku bunga
acuan (BI rate) dan penurunan GWM primer
Rupiah serta peningkatan dana KUR
merupakan faktor meningkatnya kinerja
sektor tersebut. Hal tersebut terlihat dari Nilai Tambah Bruto bank di Sulut yang meningkat.
Grafik 1.17. Jumlah Pelanggan Listrik
Sumber: PT PLN Wil.Suluttenggo, diolah
Grafik 1.18. NTB Bank Umum di Sulut
Sumber: Bank Indonesia
SISI PENGGUNAAN
Berdasarkan penggunaan, penguatan pertumbuhan ekonomi Sulut didorong oleh meningkatnya
konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja perdagangan luar negeri. Peningkatan konsumsi
rumah tangga disebabkan oleh beberapa hal antara lain naiknya Upah Minimum Provinsi, tingkat
inflasi yang relatif terjaga, dan faktor lainnya. Sementara itu, perdagangan luar negeri yang
membaik kinerjanya disebabkan oleh perbaikan ekspor di tengah perlambatan impor. Di sisi lain,
konsumsi pemerintah dan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) relatif melambat
kinerjanya pada triwulan ini dibandingkan triwulan lalu.
Sebagai catatan, PDRB berdasarkan sisi
penggunaan didominasi oleh komponen
Konsumsi Rumah Tangga dengan pangsa
sebesar 48%, diikuti oleh Investasi (PMTB)
sebesar 33%, Konsumsi Pemerintah sebesar
18%, Perdagangan Luar Negeri sebesar 17%,
dan Perdagangan Antar Daerah sebesar 9%,
serta Konsumsi Lembaga Non Profit sebesar
2%. Melihat komposisi tersebut,
pertumbuhan ekonomi Sulut relatif
bergantung pada konsumsi masyarakat, sehingga penting untuk menjaga sumber pendapatan
masyarakat serta tingkat inflasi barang dan jasa.
Konsumsi
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 mencatat pertumbuhan tertinggi sepanjang 5
tahun terakhir. Pertumbuhannya naik dari 6,69% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,82% (yoy)
pada triwulan ini. Terdapat beberapa faktor yang mendorong peningkatan tersebut, antara lain
naiknya tingkat penghasilan dan terjaganya tingkat inflasi pada level yang rendah.
Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Proyek Strategis APBN
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara Sulut
Grafik 1.19. Pangsa Komponen PDRB Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1
Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57
Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96
Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10)
Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07)
Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01
Net Ekspor Antardaerah (C21-C22) (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44)
Komponen2015
Pada Oktober 2015, Pemprov Sulut memutuskan kenaikan UMP yang mulai diberlakukan tahun
2016. UMP Sulut naik sebesar 11,63% dari Rp2.150.000 pada tahun 2015 menjadi Rp2.400.000
pada tahun 2016. Besaran UMP ini merupakan tertinggi ketiga secara nasional atau berada di
bawah DKI Jakarta dengan UMP Rp3.100.000 dan Papua dengan UMP Rp2.450.770. Kenaikan
tersebut diindikasikan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong
meningkatnya konsumsi rumah tangga. Di samping itu, meningkatnya kinerja sektor primer
khususnya sektor Pertanian juga menjadi pendorong tingkat konsumsi masyarakat.
Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia mengkonfirmasi kenaikan UMP tahun 2016. Rumah
tangga menyatakan bahwa penghasilan saat ini meningkat yang tercermin dari peningkatan
Indeks Penghasilan Saat Ini.
Di sisi lain, konsumsi didorong oleh tingkat inflasi yang relatif rendah pada triwulan ini.
Rendahnya tingkat inflasi disebabkan oleh normalisasi harga komoditas pangan dan penurunan
harga komoditas yang diatur pemerintah serta inflasi inti yang relatif terjaga. Adapun selama 3
bulan di triwulan ini, perkembangan harga barang dan jasa di Sulut mencatat deflasi.
Konsumsi rumah tangga didorong juga oleh mobilitas masyarakat dalam merayakan hari
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang tercermin dari menurunnya Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) pada Februari 2016 merupakan faktor lain peningkatan konsumsi.
Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah terlihat mengalami perlambatan.
Pertumbuhannya melambat dari 13,00% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 8,94% (yoy) pada
triwulan ini. Sebagaimana siklus tahun-tahun sebelumnya, perlambatan tersebut disebabkan oleh
realisasi anggaran (APBD) belanja non modal yang relatif lambat pada triwulan pertama, dimana
realisasi mulai meningkat ketika memasuki triwulan selanjutnya sampai dengan triwulan akhir.
Pada triwulan ini, realisasi anggaran belanja nonmodal pemerintah daerah (APBD) sebesar
17,11%, lebih rendah dibandingkan realisasi khusus triwulan lalu sebesar 54,85% atau terealisasi
Rp396 M. Namun demikian, realisasi belanja nonmodal triwulan ini tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa
Grafik 1.20. Indeks Penghasilan Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1.21. Tingkat Inflasi Tahunan (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
pemerintah provinsi masih mampu menyerap anggaran yang ada. Adapun APBD belanja non
modal tahun 2016 mencapai Rp2,3 Triliun, meningkat dari Rp1,9 Triliun pada tahun 2015.
Investasi
Investasi tumbuh melambat dari 12,37% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 9,96% (yoy) pada
triwulan ini. Perlambatan terjadi baik pada investasi pemerintah maupun swasta. Di sisi
pemerintah, investasi yang melambat tercermin dari realisasi APBD modal yang baru terealisasi
sebesar 9,18% atau Rp68 Miliar dari anggaran belanja modal Rp744 Miliar, sedangkan realisasi
khusus triwulan IV 2015 tercatat sebesar 46,56% atau Rp367 M dari anggaran belanja modal
Rp789 M. Hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi lebih tinggi terjadi pada akhir tahun
dibandingkan awal tahun. Lambatnya realisasi triwulan awal tahun sering disebabkan oleh
progress pelelangan beberapa proyek yang sering terkendala. Meskipun begitu, pemprov Sulut
masih mampu dalam menyerap anggaran, tercermin dari realisasi belanja modal triwulan ini lebih
tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi APBN pos belanja
modal triwulan ini baru terealisasi sebesar 6,46% atau Rp189 M dari Rp2,9 T. Untuk proyek
strategis yang dianggarkan Rp2,2 T, baru terserap sebesar Rp138 M atau 6,23%.
Di sisi swasta, hasil liaison menunjukkan
bahwa pelaku usaha berencana melakukan
investasi pada tahun 2016, namun belum
pada triwulan pertama. Investasi berupa
pembangunan outlet/kantor, pembelian
tanah dan pembangunan perumahan, serta
pembelian armada angkutan akan dilakukan
pada triwulan-triwulan berikutnya.
Perlambatan investasi tercermin juga dari
pertumbuhan kredit investasi yang cenderung melambat.
Ekspor Impor
Kinerja perdagangan ekspor impor Sulut pada triwulan I 2016 relatif membaik dibandingkan
triwulan IV 2015. Meskipun tercatat net impor sebesar Rp1,2 T, namun pertumbuhan net impor
triwulan ini sebesar 54,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
159,93% (yoy). Perbaikan kinerja perdagangan ditopang baik oleh perbaikan kinerja
perdagangan luar negeri maupun dalam negeri.
Ekspor luar negeri relatif membaik kinerjanya, meskipun pertumbuhannya masih tercatat
kontraksi. Ekspor LN terkontraksi sebesar -20,07% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi
triwulan lalu sebesar -21,34% (yoy). Peningkatan ekspor ke luar negeri didorong oleh
Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Investasi
Sumber: Bank Indonesia
peningkatan kinerja industri pengolahan yang tumbuh meningkat pada triwulan ini. Industri yang
meningkat yaitu industri pengolahan ikan yang disebabkan oleh bertambahnya ketersediaan
bahan baku ikan pasca dinonaktifkannya aturan Moratorium. Sementara itu, ekspor industri
pengolahan kelapa diindikasikan mengalami penurunan akibat kekurangan pasokan bahan baku
yang disebabkan oleh musim El Nino tahun 2015. Kondisi tersebut tercermin dalam data ekspor
impor BPS Sulut, yang menunjukkan bahwa ekspor lemak nabati mengalami penurunan
pertumbuhan sebesar -8,12% (yoy) pada triwulan ini dibandingkan dengan triwulan lalu yang
juga tumbuh negatif sebesar -3,10% (yoy). Sementara itu, ekspor ikan, ikan olahan, udang dan
daging mengalami perbaikan pertumbuhan dari -0,46% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -0,10%
(yoy) pada triwulan ini. Sebagai catatan, komoditas ekspor terbesar Sulut yaitu lemak dan minyak
hewan/nabati dengan pangsa sebesar 66% pada triwulan ini. Negara tujuan ekspor Sulut terbesar
pada triwulan ini yaitu Amerika Serikat dengan pangsa 22%, kemudian diikuti oleh Belanda
dengan pangsa 18%. Peningkatan ekspor tercermin pada kegiatan muat barang di pelabuhan
yang relatif meningkat dibandingkan triwulan lalu.
Di sisi impor, perlambatan pertumbuhan
disebabkan oleh penurunan impor barang
modal, khususnya besi, baja dan barang yang
terbuat dari besi dan baja. Penurunan impor
barang modal sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan sektor konstruksi dan juga
investasi. Perkembangan kegiatan bongkar di
pelabuhan juga mengkonfirmasi perlambatan
pertumbuhan impor.
Grafik 1.23. Perkembangan Ekspor Sulut
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulut, diolah
Grafik 1.24. Kegiatan Muat di Pelabuhan Bitung
Sumber: PT Pelindo IV Bitung, diolah
Grafik 1.25. Kegiatan Bongkar di Pelabuhan Bitung
Sumber: PT Pelindo IV Bitung, diolah
Box I
Progress Pembangunan Mega Proyek Sulawesi Utara
Sesuai dengan RPJMN Prov. Sulut 2015-2019, progres pembangunan megaproyek untuk
infrastruktur yang telah berlangsung adalah sbb :
a. Pembangunan Tol Manado Bitung sepanjang 39 km
Hingga pertengahan April 2016 progress fisik untuk seksi I (13,5 km) telah 1,2%,
bersamaan dengan hal tersebut, saat ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sedang
menyelesaikan tahap akhir proses lelang investasi seksi II sepanjang 25,5 km yang akan
dilepas ke pihak swasta proses pembangunannya.
b. Pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai International Hub-Port
Pengembangan Pelabuhan Bitung berada dalam koordinasi Pelindo IV sebagai pengelola.
Gambar 1. Pengembangan Pelabuhan Penumpang Gambar 2. Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas
c. Pembangunan jalur KA Manado Bitung
Saat ini memasuki tahapan penyusunan AMDAL oleh konsultan pembangunan yang
diproyeksikan akan selesai dalam waktu dekat. Setelahnya akan ditindaklanjuti dengan
pembebasan lahan.
d. Pengembangan Bandara Sam Ratulangi
Runway Bandara Sam Ratulangi yang saat ini berjarak 2.650 meter akan ditambah 150
meter menjadi 2.800 meter, kedepannya dapat di darati oleh pesawat-pesawat berbadan
lebar, semisal Air Bus type A 350 yang berkapasitas sekitar 400 penumpang.
e. Pembangunan Bendungan Lolak, Kab. Bolaang Mongondow
Progress fisik bendungan telah 17%, dari biaya konstruksi sebesar Rp830 M, telah
terserap 22,89% hingga Tw I 2016. Luas area genangan akan mencapai 97,46 ha
sehingga kedepannya dapat menampung air dengan kapasitas total mencapai 16,1 juta
meter kubik yang dapat mendukung penyediaan air untuk irigasi seluas 2.214 hektar ke
sentra-sentra pertanian Sulut (wilayah Bolmong).
Gambar 3. Kegiatan Strategis Infrastruktur Jangka Menengah Nasional Provinsi Sulawesi Utara 2015-2019
Sumber: PT. Pelindo IV, Cab. Bitung Sumber: PT. Pelindo IV, Cab. Bitung
Sumber: Bappeda Prov. Sulawesi Utara
BAB II. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara meningkat jika
dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (17,37%, yoy) maupun dari sisi
belanja (15,86%, yoy). Realisasi pendapatan pada Triwulan I-2016 mencapai Rp711,93 juta
sepanjang atau sebesar 23,72% dari plafond anggaran. Nilai realisasi pendapatan tersebut
tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai
26,27% dari plafond anggaran. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki
ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari total pendapatan. Rasio
kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari besarnya porsi PAD terhadap total
pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 40,21% di tahun 2015, menjadi 38,02%
di tahun 2016.
Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan I-2016 mencapai Rp464,58 juta, atau 15,18% dari
plafond anggaran. Nilai realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 14,30% dari plafond anggaran. Dilihat dari
perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang
mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka
membangun ekomomi daerah.
2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam rangka melaksanakan pelayanan publik di daerah, instrumen utama yang digunakan
dalam kebijakan fiskal adalah melalui APBD. Tujuan utama dari APBD adalah sebagai pedoman
oleh pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan
pembangunan daerah. Pelaksanaan APBD juga diharapkan dapat menjadi mesin utama
pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai salah satu penentu tercapainya
target dan sasaran makroekonomi daerah yang diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. APBD
yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, besaran
alokasi belanja untuk melaksanakan program / kegiatan, serta pembiayaan yang muncul apabila
terjadi surplus atau defisit. Nilai APBD-P Provinsi Sulawesi Utara di tahun 2016 meningkat jika
dibandingkan dengan nilai APBD-P periode tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan
(17,37%, yoy) maupun dari sisi belanja (15,86%, yoy).
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
I Pendapatan 2,054,618 188,027 9.15 2,557,555 756,101 29.56 3,001,755 711,928 23.72
Pendapatan Asli Daerah 944,590 188,027 19.91 1,028,491 207,816 20.21 1,141,321 206,442 18.09
Dana Perimbangan 1,109,528 - - 1,191,741 463,956 38.93 1,855,433 505,486 27.24
Lain-lain PAD yang Sah 500 - - 337,324 84,329 25.00 5,000 - -
II Belanja 2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18
Belanja Operasi 1,570,594 204,620 13.03 1,623,110 233,821 14.41 1,880,730 306,663 16.31
Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 8.77 744,468 68,349 9.18
Belanja Tidak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -
Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05
III Pembiayaan 123,283 - - 84,224 290,709 345.16 59,012 - -
Penerimaan Daerah 148,283 - - 109,224 290,709 266.16 84,012 - -
- SILPA 148,283 - - 109,224 290,709 266.16 84,012 - -
Pengeluaran Daerah 25,000 - - 25,000 - - 25,000 - -
- Penyertaan Modal ( Investasi) Pemda 25,000 - - 25,000 - - 25,000 - -
APBD-P
2016
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2016No Uraian
APBD-P
2014
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2014APBD-P
2015
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2015
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
2,054,618 188,027 9.15 2,557,555 671,772 26.27 3,001,755 711,928 23.72
I Pendapatan Asli Daerah 944,590 188,027 19.91 1,028,491 207,816 20.21 1,141,321 206,442 18.09
- Pajak Daerah 820,520 172,243 20.99 911,162 183,218 20.11 980,942 187,111 19.07
- Retribusi Daerah 38,000 2,315 6.09 39,679 6,194 15.61 56,729 13,533 23.86
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 40,000 - - 30,000 - - 45,000 - -
- Lain-lain 46,070 13,469 29.24 47,650 18,404 38.62 58,650 5,798 9.89
II Dana Perimbangan 1,109,528 - - 1,191,741 379,627 31.85 1,855,433 505,486 27.24
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 100,000 - - 97,900 17,243 17.61 121,662 26,489 21.77
- Dana Alokasi Umum 949,853 - - 1,026,949 342,316 33.33 1,065,545 355,182 33.33
- Dana Alokasi Khusus 59,675 - - 66,892 20,068 30.00 668,226 123,815 18.53
II Lain - Lain Pendapatan Daerah yang Sah 500 - - 337,324 84,329 25.00 5,000 - -
PENDAPATAN
APBD-P
2016
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2016No Uraian
APBD-P
2014
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2014APBD-P
2015
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2015
2.1.1 Pendapatan Daerah
Dari sisi pendapatan, nilai pagu anggaran APBD-P 2016 mencapai Rp3,00 triliun, dengan realisasi
sebesar Rp711,93 juta sepanjang Triwulan I-2016 (23,72%). Realisasi pendapatan pada periode
laporan lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu
sebesar 29,56%.
Terdapat dua sumber pendanaan utama dalam struktur APBD Provinsi Sulawesi Utara, yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah
Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 61,81% dari
total pendapatan. Rasio kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari besarnya
porsi PAD terhadap total pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 40,21% di tahun
2015, menjadi 38,02% di tahun 2016.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara (diolah)
Tabel 2.1.
Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016
Tabel 2.2.
Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18
I Belanja Operasi 1,570,594 204,620 13.03 1,623,110 233,821 14.41 1,880,730 306,663 16.31
Belanja Pegawai 591,057 103,704 17.55 573,164 110,968 19.36 626,668 124,401 19.85
Belanja Barang 569,828 33,598 5.90 496,725 39,019 7.86 688,553 57,743 8.39
Belanja Subsidi - - - 1,200 - - 1,200 - -
Belanja Hibah 317,329 67,318 21.21 519,242 83,835 16.15 552,620 124,519 22.53
Belanja Bantuan Sosial 20,000 - - 1,500 - - 410 - -
Belanja Bantuan Keuangan 72,380 - - 31,280 - - 11,280 - -
II Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 8.77 744,468 68,349 9.18
Belanja Tanah 97,717 3,344 3.42 32,839 - - 41,659 10,755 25.82
Belanja Peralatan dan Mesin 75,526 2,702 3.58 75,035 5,217 6.95 117,148 6,616 5.65
Belanja Bangunan dan Gedung 150,284 1,318 0.88 152,080 213 0.14 148,820 1,309 0.88
Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 183,509 29 0.02 388,578 51,694 13.30 434,078 49,499 11.40
Belanja Aset Tetap Lainnya 2,738 25 0.91 2,896 3 0.10 2,764 170 6.15
III Belanja Tak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -
IV Transfer 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05
BELANJA
APBD-P
2016
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2016
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2015
No Uraian
APBD-P
2014
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2014APBD-P
2015
(Rp Juta)
0%0%
0%
2014
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
5%
90%
5%
2015
Dana Alokasi Umum
5%
70%
25%
2016
Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan proporsinya, sebagian besar Dana Perimbangan ditopang oleh Dana Alokasi Umum
(70%), diikuti dengan Dana Alokasi Khusus (25%) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
(5%). Dilihat dari perkembangan selama dua tahun terakhir, porsi realisasi Dana Alokasi Umum
sepanjang Triwulan I memiliki kecenderungan yang menurun setiap tahunnya, dari 90% di tahun
2014, menjadi 70% di tahun 2016.
2.1.2 Belanja Daerah
Dari sisi belanja, nilai pagu anggaran APBD-P 2016 mencapai Rp3,06 triliun dengan nilai realisasi
pada periode Triwulan I sebesar Rp464,58 juta (15,18%). Nilai realisasi belanja pada periode
laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun
sebelumnya, yaitu sebesar 14,30%. Anggaran belanja daerah mencerminkan potret pemerintah
daerah dalam menentukan skala prioritas yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.
Berdasarkan klasifikasi belanja operasi - modal, porsi realisasi belanja masih didominasi oleh
Belanja Operasi (66%), diikuti dengan Belanja Modal (15%), dan Transfer (19%). Dilihat dari
Grafik 2.1.
Porsi Komponen Pembentuk Dana Perimbangan Pada Pendapatan Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Tabel 2.3.
Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016 (Klasifikasi Operasi-Modal)
96%
3%
0.70%
0%
2014
Belanja Operasi Belanja Modal
62%15%
0.00%
23%
2015
Belanja Tak Terduga
66%
15%
0.00%
19%
2016
Transfer
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
Nominal
(Rp Juta)%
2,452,619 213,538 8.71 2,641,789 377,814 14.30 3,060,767 464,576 15.18
I Belanja Tidak Langsung 1,327,670 167,594 12.62 1,462,144 278,907 19.08 1,595,460 335,254 21.01
Belanja Pegawai 545,711 98,776 18.10 541,672 108,206 19.98 594,381 121,170 20.39
Belanja Subsidi - - - 1,200 - - 1,200 - -
Belanja Hibah 317,329 67,318 21.21 519,242 83,835 16.15 552,620 124,519 22.53
Belanja Bantuan Sosial 20,000 - - 1,500 - - 410 - -
Belanja Bagi Hasil 362,250 - - 362,250 86,866 23.98 425,568 89,565 21.05
Belanja Bantuan Sosial 72,380 - - 31,280 - - 11,280 - -
Belanja Tidak Terduga 10,000 1,500 15.00 5,000 - - 10,000 - -
II Belanja Langsung 1,124,948 45,944 4.08 1,179,646 98,907 8.38 1,465,307 129,322 8.83
Belanja Pegawai 45,346 4,928 10.87 31,492 2,762 84.87 32,286 3,230 10.01
Belanja Barang dan Jasa 569,828 33,598 5.90 496,725 39,019 45.31 688,553 57,743 8.39
Belanja Modal 509,774 7,418 1.46 651,429 57,127 45.31 744,468 68,349 9.18
Surplus (Defisit) (123,284) (25,511) (84,234) 293,959 (59,012) 247,352
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2015No Uraian
APBD-P
2014
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2014APBD-P
2015
(Rp Juta)
BELANJA
APBD-P
2016
(Rp Juta)
Realisasi APBD-P
Triwulan I - 2016
perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang
mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka
membangun ekonomi daerah.
Selain klasifikasi operasi-modal, kinerja belanja daerah juga dapat diklasifikasikan dengan metode
langsung-tidak langsung. Belanja langsung adalah dana yang dibelanjakan karena adanya
program dan kegiatan yang memiliki dampak langsung. Sedangkan belanja tidak langsung
belanja yang tidak berkenaan atau tidak dipengaruhi secara langsung oleh program dan kegiatan
yang dirancang oleh pemerintah daerah.
Tabel 2.4.
Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016 (Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Grafik 2.2.
Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016
78%
22%
2014
Belanja Tidak Langsung
74%
26%
2015
Belanja Langsung
72%
28%
2016
Realisasi Belanja Tidak Langsung pada periode laporan tercatat sebesar Rp335,25 juta (21,01%),
atau menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun
sebelumnya, yaitu sebesar Rp278,91 juta (19,08%). Sejalan dengan hal tersebut, realisasi Belanja
Langsung juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp98,91 juta (8,38%) sepanjang Triwulan I
- 2015 menjadi Rp129,33 juta (8,83%) sepanjang Triwulan I-2016.
Dilihat dari porsinya, realisasi belanja pada periode laporan didominasi oleh belanja tidak
langsung (72%), diikuti dengan belanja langsung (28%). Perkembangan selama tiga tahun
terakhir menunjukkan bahwa porsi belanja tidak langsung memiliki kecenderungan yang
menurun setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya, program dan
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara diarahkan agar memiliki
dampak langsung terhadap pembangunan daerah.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Grafik 2.3.
Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 2016
(Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)
BAB III. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Memasuki awal tahun 2016, tekanan inflasi
tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi
Kota Manado relatif mengalami penurunan
sehingga tercatat semakin mendekati level
nasional maupun KTI. Inflasi Sulut pada triwulan
I 2016 tercatat sebesar 4,9% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang
tercatat sebesar 5,56% (yoy). Level inflasi
triwulan laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dimana inflasi Sulut tercatat sebesar
7,99% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga
pada kelompok administered prices dan volatile food di tengah tekanan inflasi inti yang masih
minimal seiring belum kuatnya tekanan permintaan di awal tahun. Meski mengalami penurunan,
level inflasi tahunan Sulut pada triwulan laporan masih tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional
dan KTI yang tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan 4,72% (yoy).
Secara bulanan, deflasi terjadi selama 3 (bulan) berturut-turut di Sulawesi Utara. Kondisi ini
dipengaruhi oleh normalisasi harga khususnya pada komoditas volatile food pasca perayaan hari
besar keagamaan pada bulan Desember 2015. Kondisi tersebut diikuti dengan koreksi harga pada
kelompok administered prices terutama tarip listrik dan angkutan udara seiring masih rendahnya
harga minyak dunia.
Koordinasi pengendalian inflasi tahun 2016 perlu tarsus ditingkatkan. Kondisi ini mengingat level
inflasi Sulut yang masih berada di atas nasional maupun KTI. Berbagai upaya pengendalian inflasi
telah dilakukan sepanjang triwulan I 2016. Diantaranya adalah pemetaan inflasi pada 15
Kab/Kota se-Sulawesi Utara untuk mengetahui penyebab presistensi kenaikkan harga serta
keterkaitan harga pada masing-masing Kab/Kota khususnya dengan Kota Manado sebagai kota
perhitungan IHK. Selain itu, berbagai komitmen telah disepakati dalam rapat TPID untuk
mengoptimalkan fungsi tim teknis TPID dengan pembentukan dedicated team, Gerakan Rica
Rumah, Optimalisasi PIHBS, Optimalisasi Peran Bulog serta peningkatan efektifitas komunikasi
ekspektasi pada masyarakat.
Grafik 3.1
Laju Inflasi Tahunan Kota Manado dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
3.1 PERKEMBANGAN INFLASI
3.1.1 INFLASI TAHUNAN
Inflasi tahunan Sulut pada triwulan I 2016 tercatat masih signifikan dipengaruhi oleh kelompok
Bahan Makanan yang tercermin dari besarnya sumbangan pada level inflasi tahunan. Sementara
itu, kelompok lain cenderung mencatatkan andil inflasi yang relatif moderat, bahkan kelompok
Perumahan, Air, Gas & Bahan Bakar tercatat memiliki andil negatif secara tahunan.
Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 13,13% (yoy)
sehingga memberikan andil 2,93% terhadap tingkat inflasi tahunan Sulut. Meskipun demikian,
level inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut relatif lebih rendah dibandingkan posisi triwulan
lalu yang mencapai 13,91% (yoy). Namun demikian, tingginya level inflasi kelompok Bahan
Makanan secara tahunan lebih dipengaruhi tingginya inflasi kelompok tersebut pada Oktober
dan Desember 2015 yang masih terpengaruh fenomena El Nino sehingga menyembabkan gagal
panen terutama untuk komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan. Sementara, kelompok lain yang
tercatat cukup besar memberi andil pada inflasi tahunan Sulut adalah kelompok Transpor,
Komunikasi & Jasa Keuangan dengan inflasi tahunan sebesar 6,13% (yoy) sehingga memberi
sumbangan sebesar 0,97% pada inflasi tahunan Sulut. Sumbangan yang cukup besar tersebut
lebih dipengaruhi based effect akibat penyesuaian harga angkutan dalam kota pada yang dimulai
pada periode April tahun lalu. Di sisi lain, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
mencatatkan sumbangan negatif pada inflasi tahunan Sulut. Kondisi ini dipicu oleh rendahnya
harga bahan bangunan seperti semen dang seng yang menjadi kompok tersebut.
Apabila dilihat dari komoditasnya, inflasi tahunan Sulut tercatat masih disumbang oleh komoditas
angkutan dalam kota yang mencatat inflasi sebesar 18,15% (yoy) dan memberikan andil sebesar
0,79% terhadap inflasi tahunan. Hal ini dipengaruhi oleh penyesuaian harga BBM oleh
pemerintah pada periode Maret 2015 yang kemudian diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan
dalam kota oleh pemerintah khususnya di Kota Manado sebagai kota perhitungan IHK. Di sisi
2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
1 Bahan Makanan 0.86 2.00 0.61 2.58 2.46 2.39 3.16 3.17 2.93
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.45 0.39 0.58 0.77 0.86 0.88 0.90 0.81 0.55
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 2.28 2.24 1.97 3.13 2.48 2.38 1.98 0.64 -0.02
4 Sandang 0.16 0.22 0.13 0.14 0.12 0.14 0.16 0.12 0.14
5 Kesehatan 0.11 0.12 0.14 0.17 0.19 0.19 0.16 0.12 0.09
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.12 0.16 0.16 0.17 0.17 0.15 0.30 0.24 0.23
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1.71 1.13 0.42 2.72 1.71 2.60 2.68 0.46 0.97
5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90
No Kelompok
Umum
2014 2015
Tabel 3.1
Andil Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS, diolah
lain, komoditas strategis Sulut tercatat memberi sumbangan cukup signifikan pada level inflasi
tahunan. Komoditas tersebut antara lain adalah cabai rawit, daun bawang, bawang merah,
bawang putih dan tomat sayur. Faktor cuaca yang kurang mendukung pada pertengahan 2015
serta permasalahan tata niaga khususnya pada komoditas tomat sayur dan cabai rawit membuat
harga cenderung bergejolak terutama pada triwulan IV 2015. Kondisi cuaca tercatat membuat
daerah penghasil sayuran Sulut seperti Boltim dan Minahasa mengalami kekeringan yang diikuti
gagal panen. Sementara hasil panen yang ada sebagian dijual ke wilayah timur lainnya seperti
Maluku Utara, Maluku dan Papua mengingat harga yang lebih tinggi di daerah tersebut. Kondisi
tersebut membuat beberapa komoditas strategis mencatatkan level inflasi yang tinggi secara
tahunan. Di sisi lain, komoditi ikan-ikanan dan bahan bangunan tercatat menjadi penyumbang
deflasi secara tahunanpada triwulan pertama 2016. Hasil tangkapan nelayan skala kecil
terkonfirmasi meningkat. Berdasarkan hasil liaison dan FGD, peraturan moratorium dan
transhipment memiliki dampak positif terhadap hasil tangkapan nelayan terutama nelayan skala
kecil. Sementara itu, perlambatan ekonomi secara umum serta pergerakan harga komoditas
dunia memberi pengaruh pada perkembangan harga bahan bangunan yang cenderung
terkoreksi.
Tabel 3.2
Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota
Manado
Grafik 3.2
Inflasi & Sumbangan per Kelompok Maret 2016
3.1.2 INFLASI TRIWULANAN (qtq)
Secara triwulanan, inflasi Sulut relatif sejalan dengan pola historisnya yang selalu mengalami
lonjakan di akhir tahun dan terjadi normalisasi pada triwulan berikutnya. Inflasi pada triwulan
laporan tecatat sebesar -1,02% (qtq) atau mengalami deflasi, jauh lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,25% (qtq). Terjadinya deflasi secara signifikan
dipengaruhi oleh normalisasi harga seiring turunnya tingkat permintaan khususnya pada
komoditas strategis seperti cabai rawit, tomat sayur dan daun bawang yang telah mengalami
KOMODITAS Inflasi/Deflasi (%) Andil (%)
ANGKUTAN DALAM KOTA 18.15 0.79
CABAI RAWIT 76.87 0.67
KANGKUNG 93.39 0.31
DAUN BAWANG 165.21 0.31
BAWANG MERAH 35.77 0.25
PISANG 43.44 0.23
BAWANG PUTIH 85.15 0.16
TOMAT SAYUR 15.62 0.15
DAGING BABI 34.77 0.14
MINUMAN RINGAN 20.33 0.13
LEMON -8.11 -0.02
BESI BETON -10.60 -0.02
SELAR/TUDE -13.82 -0.02
CAKALANG/SISIK -1.86 -0.02
CUMI-CUMI -24.56 -0.02
BUBARA -31.37 -0.03
BIJI NANGKA / KUNIRAN -14.40 -0.05
SEMEN -5.85 -0.06
SENG -11.25 -0.10
TINDARUNG -12.13 -0.12
Inflasi
Deflasi
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
peningkatan cukup signifikan di akhir tahun 2015. Kondisi tersebut juga didukung membaiknya
pasokan yang dipengaruhi oleh mulai masuknya musim penghujan sehingga mendukung
peningkatan produksi.
Tabel 3.3
Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Secara kelompok komoditas, inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat mengalami penurunan
signifikan dari 12,39% (qtq) menjadi -2,98% (qtq) pada triwulan laporan. Kelompok lain yang
mencatatkan deflasi secara triwulanan adalah kelompok Perumahan,Air,Listrik dan bahan Bakar
yang terkoreksi dari 0,23% (qtq) menjadi -0,78% (qtq) serta kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan yang terkoreksi dari 0,78% (qtq) menjadi -1,60% (qtq).
3.1.3 INFLASI BULANAN (mtm)
Secara bulanan, inflasi Sulut yang diwakili Kota Manado tercatat mengalami deflasi selama tiga
bulan berturut-turut. Kondisi ini kali
pertama terjadi sejak satu dasawarsa
terakhir. Terjadinya deflasi selama tiga
bulan beruntun tersebut relatif berbeda
dengan pola historisnya. Hal tersebut
dipengaruhi perubahan musim tanam
akibat fenomena kemarau panjang
pada pertengahan tahun 2015. Tiga
bulan pertama diwarnai oleh koreksi
harga yang cukup signifikan dari
beberapa komoditas strategis seperti
cabai rawit, bawang, tomat sayur serta beberapa komoditas sayur-sayuran. Normalisasi
permintaan pasca perayaan Natal dan tahun baru serta cukup melimpahnya pasokan mendorong
terjadinya koreksi ke bawah pada beberapa komoditas tersebut. Di sisi lain, komoditas pada
kelompok administered prices seperti bensin, angkutan udara dan tarip listrik juga turut
mengalami penurunan mengikuti perkembangan harga minyak dunia dan nilai tukar. Namun
2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
1 Bahan Makanan -2.19 1.28 -0.51 13.15 -2.31 0.92 2.80 12.39 -2.98
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1.21 0.26 1.41 1.62 1.73 0.42 1.48 1.32 0.14
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 4.22 0.31 1.43 4.64 1.83 0.05 0.11 0.23 -0.43
4 Sandang 0.97 0.90 -0.03 0.65 0.64 1.07 0.43 0.03 1.07
5 Kesehatan 0.56 1.23 1.28 1.03 1.03 1.17 0.46 0.43 0.12
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.31 0.66 0.38 1.07 0.37 0.36 2.54 0.48 0.10
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.82 1.69 -0.37 15.10 -4.72 6.84 0.17 0.78 -1.60
1.15 0.82 0.56 6.95 -0.40 1.51 1.13 3.25 -1.02
2014
Umum
2015No Kelompok
Grafik 3.3
Laju Inflasi Kota Manado (mtm)
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
demikian, kenaikan harga pada komoditas strategis lainnya seperti beras menjadi faktor penahan
terjadinya deflasi lebih dalam.
JANUARI 2016
Tekanan inflasi Kota Manado pada
bulan Januari 2016 tercatat sebesar -
0,18% (mtm) menurun cukup tajam
dari bulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,74% (mtm). Koreksi harga
komoditas sayuran dan bumbu-
bumbuan menjadi penyebab utama
terjadinya deflasi pada bulan ini.
Kondisi penurunan harga secara umum
pada Januari lebih dipengaruhi oleh
faktor normalisasi harga. Hal tersebut
didorong oleh mulai normalnya tingkat permintaan pasca lonjakan di akhir tahun yang didukung
oleh dimulainya musim penghujan sehingga mendukung produksi pertanian khususnya pada
komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan. Koreksi harga bensin dan solar di awal tahun juga
turut mendukung terjadinya penurunan harga pada bahan pokok melalui transmisi pada biaya
transportasi. Komoditas cabai rawit dan tomat sayur tercatat sebagai penyumbang utama
terjadinya deflasi pada Januari 2016. Di sisi lain, komoditas yang tercatat menjadi penyumbang
inflasi terbesar pada bulan ini adalah bawang merah. Ketersediaan yang minim akibat belum
masuknya masa panen di daerah penghasil serta kondisi cuaca yang kurang mendukung bagi
petani bawang menyebabkan terjadinya lonjakan harga bawang di awal tahun. Sementara itu,
meskipun bensin dan solar mengalami penurunan harga, beberapa komoditi administered prices
masih tercatat mengalami peningkatan harga selama Januari. Beberapa komoditas tersebut
antara lain adalah bahan bakar rumah tangga, tarip listrik dan angkutan udara.
Secara kelompok, deflasi pada Januari terutama dipengaruhi oleh penurunan indeks harga pada
kelompok bahan makanan dan transportasi yang masing-masing memberi andil -0,37% dan -
0,06% pada tingkat inflasi Sulut pada Januari. Di sisi lain, kelompok perumahan tercatat sebagai
penyumbang utama inflasi dengan andil sebesar 0,24% pada inflasi Januari 2016.
FEBRUARI 2016
Inflasi Sulut pada Februari 2016 tercatat kembali mengalami penurunan atau mengalami deflasi
cukup dalam sebesar 0,82% (mtm). Masih berlangsungnya normalisasi harga komoditas pangan
Grafik 3.4
Inflasi dan Andil Kota Manado Bulan Januari 2016 Menurut
Kelompok Barang dan Jasa
Sumber : BPS, diolah
strategis serta koreksi harga pada
komoditas kelompok administered prices
menjadi penyebab utama terjadinya
deflasi pada Februari.
Koreksi harga pada tiga kelompok yaitu
kelompok bahan makanan, kelompok
transportasi dan kelompok perumahan
menjadi pendorong utama terjadinya
deflasi yang cukup dalam pada Februari
2016. Masih tingginya harga kelompok
bahan makanan pada minggu pertama
dan kedua Januari membuat pengaruh normalisasi harga masih terasa pada Februari. Di sisi lain,
kelompok transportasi juga tercatat memberi sumbangan deflasi dipengaruhi masuknya masa
low season yang berdampak pada koreksi harga komoditas angkutan udara. Sementara itu,
deflasi yang disumbang oleh kelompok perumahan disebabkan oleh terjadinya koreksi harga
pada komoditas bahan bakar rumah tangga seiring ketersediaan LPG yang memadai serta
perkembangan harga minyak dunia dan nilai tukar yang memberikan pengaruh pada koreksi tarip
listrik.
Pada Februari, beras tercatat menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan tingkat harga yang
berada di level tertinggi selama periode triwulan I 2016. Hal ini disebabkan oleh belum masuknya
masa panen sehingga ketersediaan beras di pasaran relatif berkurang. Berdasarkan hasil FGD dan
liaison kepada pelaku usaha, beras yang ada di pasaran pada Februari mayoritas dipasok dari luar
daerah seperti Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Surabaya.
MARET 2016
Pada Maret 2016, tekanan inflasi Kota
Manado tercatat relatif stabil atau
mengalami deflasi sebesar -0,03% (mtm).
Terjadinya deflasi pada bulan Maret 2016
dipengaruhi oleh koreksi harga yang terjadi
pada kelompok volatile food dan
administered prices di tengah tekanan pada
kelompok inti yang relatif minimal seiring
belum kuatnya permintaan.
Kelompok transportasi, perumahan dan
bahan makanan tercatat masih mengalami
Grafik 3.5
Inflasi dan Andil Kota Manado Februari 2016 Menurut
Kelompok Barang dan Jasa
Sumber : BPS, diolah
Grafik 3.6
Inflasi dan Andil Kota Manado Maret 2016 Menurut
Kelompok Barang dan Jasa
Sumber : BPS, diolah
deflasi secara bulanan pada Maret 2016 meskipun dengan besaran yang relatif terbatas.
Kelompok bahan makanan tercatat mengalami deflasi 0,14% (mtm) sehingga memberi andil
sebesar -0,04 pada inflasi bulan Maret 2016. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh koreksi yang
terjadi pada komoditas sayuran seperti daun bawang, kangkung dan wortel. Selain itu, harga
pada komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras juga tercatat mengalami penuruan, sejalan
dengan kondisi yang terjadi pada level nasional. Sementara itu, komoditas angkutan udara
tercatat melanjutkan teren penurunan harganya yang terjadi sejak bulan sebelumnya. Hal
tersebut membuat kelompok transportasi turut mengalami pergerakan searah mengingat
komoditas lainnya pada kelompok tersebut tercatat relatif stabi. Di sisi lain, kelompok sandang
tercatat sebagai penyumbang utama inflasi pada Maret. Kenaikkan harga emas dunia yang diikuti
peningkatan harga emas perhiasan menjadi penyebab utama tingginya sumbangan dari
kelompok tersebut.
3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, level inflasi tahunan Kota Manado yang lebih
rendah pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh semakin terkendalinya harga pada kelompok
administered prices dan volatile food. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti tercatat masih
relatif minimal di awal tahun seiring belum kuatnya permintaan.
3.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL
Menurunnya permintaan domestik pada triwulan I 2016, pasca perayaan Natal dan tahun baru
2016 memberikan pengaruh cukup besar pada pergerakan harga. Kondisi tersebut tercermin dari
penurunan penjualan ritel, penurunan produksi pengusaha lokal dan turunnya net impor antar
daerah. Di sisi supply, pasokan yang relatif mencukupi khususnya pada komoditas bahan
makanan seperti sayur dan bumbu-bumbuan membuat pergerakan harga secara umum
terkoreksi cukup dalam.
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Sesuai pola historisnya, intensitas perdagangan di Sulawesi Utara cenderung mengalami
penurunan di awal tahun, pasca perayaan Natal dan tahun baru. Kondisi tersebut tercermin dari
hasil Survei Penjualan Eceran KPw BI Sulut yang menunjukkan penurunan tajam Indeks Riil
penjualan dari 295,8 pada triwulan IV 2015 menjadi 234,4 pada triwulan I 2016. Di sisi lain, hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), menunjukkan penurunan kapasitas produksi para pelaku
usaha. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada SKDU tercatat mengalami penurunan dari 82,00 pada
triwulan IV menjadi 68,89 pada triwulan I 2016. Namun demikian, hal ini lebih dipengaruhi oleh
turunnya kapasitas produksi pada jenis usaha pertanian yang mayoritas menanam padi. Kondisi
tersebut mengafirmasi tingginya harga beras selama triwulan I 2015. Berdasarkan hasil survey
dan FGD bersama para petani beras, diperoleh informasi bahwa periode Januari-Februari
merupakan masa jelang panen sehingga kapasitas produksi relatif rendah. Selain itu, akibat
musim kering pada 2015 terdapat pula beberapa area yang mengalami penundaan masa tanam
bahkan gagal panen sehingga produksi menjadi tidak optimal.
Grafik 3.7
Perkembangan Pertumbuhan Indeks Penjual Eceran
Grafik 3.8
Perkembangan Kapasitas Produksi
Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.9
Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap
Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Berdasarkan hasil Survei Konsumen di Kota Manado, ekspektasi masyarakat terhadap tingkat
inflasi menunjukkan arah yang menurun di terutama pada periode triwulan I 2016. Kondisi
tersebut relatif sesuai dengan pola historisnya dimana perkembangan harga awal tahun memang
cenderung mengalami penurunan. Ekspektasi masyarakat juga dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah khususnya dalam penyesuaian harga BBM bersubsidi mengikuti perkembangan harga
minyak dunia yang tercatat menurun pada periode laporan.
Sumber : Survei Penjualan Eceran, KPwBI Sulut Sumber : SKDU, KPw BI Sulut
Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Sulut
3.2.2 NON FUNDAMENTAL
Grafik 3.10
Sumbangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Faktor
Penyebabnya
Grafik 3.11
Pergerakan Inflasi Bulanan Berdasarkan Faktor
Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah.
Volatile Food
Tekanan inflasi kelompok volatile food tercatat masih berada pada level yang cukup tinggi
di triwulan I 2016. Tingkat inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 13,09% (yoy) pada
triwulan laporan atau hanya sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,84% (yoy). Angka inflasi triwulan juga laporan tercatat masih lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi volatile food berada di
level 11,77% (yoy). Namun demikian, apabila dilihat secara bulanan, inflasi volatile food
tercatat mengalami deflasi cukup dalam selama tiga bulan berturut-turut.
Masih tingginya level inflasi tahunan kelompok volatile food besar dipengaruhi oleh
melonjaknya harga pada periode Oktober dan Desemner 2015 yang masih masuk kedalam
perhitungan secara tahunan. Kondisi tersebut relatif sejalan dengan yang terjadi pada
kelompok bahan makanan. Pada triwulan I 2016, perbaikan kondisi cuaca dan normalisasi
tingkat permintaan mendorong terjadinya koreksi ke bawah hara-harga pada kelompok ini.
Beberapa harga komoditas strategis seperti cabai rawit dan tomat sayur tercatat mengalami
koreksi yang cukup dalam sepanjang triwulan laporan. Berdasarkan hasil survey dan liaison,
beberapa daerah penghasil cabai rawit dan tomat sayur di Sulut seperti daerah modoinding
di Kab. Minahasa Selatan serta daerah dataran tinggi di Bolaang Mongondow Timur tercatat
mengalami panen raya didukung kondisi cuaca yang cukup baik.
Grafik 3.12
Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Kota
Manado
Grafik 3.13
Perkembangan Harga Beras di Kota Manado
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut
Administered Prices
Secara tahunan, laju inflasi kelompok Administered Prices tercatat relatif stabil. Pada periode
laporan kelompok Administered Prices mengalami inflasi sebesar 5,23% (yoy) dan
memberikan andil sebesar 1.12% pada inflasi tahunan di akhir triwulan laporan. Angka
tersebut hanya sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dimana inflasi tahunan
kelompok Administered Prices mencatatkan angka 5,26% (yoy). Meski demikian, secara
bulanan kelompok Administered Prices menunjukkan kecenderungan yang menurun. Inflasi
bulanan pada kelompok ini hanya terjadi pada bulan Januari, sementara pada Februari dan
Maret kelompok ini mencatatkan deflasi. Meski terjadi penyesuaian harga BBM bersubsidi
pada Januari, kelompok Administered Prices tetap mencatatkan inflasi dipengaruhi naiknya
harga komoditas bahan bakar rumah tangga, tarip lisrik dan angkutan udara. Khusus bahan
bakar rumah tangga, kenaikkan dipengaruhi oleh terjadinya kelangkaan pasokan LPG 3 Kg
meskipun hanya sesaat.
Core Inflation
Secara tahunan, laju inflasi kelompok inti pada awal tahun tercatat relatif stabil seiring belum
kuatnya permintaan. Kelompok inti tercatat mengalami inflasi sebesar 1.62% (yoy) dengan
andil sebesar 0.92% pada inflasi tahunan.
Secara komoditas, inflasi tahunan pada kelompok inti disumbang oleh beberapa komoditas
seperti upah-upah/jasa, gula pasir, biaya sekolah dan emas perhiasan. Kondisi tersebut relatif
normal mengingat adanya penyesuaian UMP di awal tahun.
3.3 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Pada triwulan laporan berbagai upaya pengendalian inflasi telah dilakukan bersama dengan Tim
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) baik di tingkat provinsi maupun Kab/Kota. Berbagai program
telah disepakati dalam melakukan pengendalian inflasi di sepanjang 2016 antara lain : 1) Fokus
pengendalian harga melalui sidak dan operasi pasar akan dilaksanakan pada bulan-bulan yang
memiliki historis inflasi yang tinggi seperti Juli, Oktober dan Desember 2) Pemerintah Provinsi
berkomitmen untuk membangun pasar baru di Kota Manado yang dikelola oleh BUMD, sehingga
harga lebih mudah dikontrol dan memberikan alternatif yang lebih luas pada masyarakat 3)
Pembentukan dedicated team TPID khususnya di tingkat Provinsi dan Kota Manado yang bertugas
melakukan pemantauan harga secara intensif dengan mengoptimalkan PIHBS Sulut dan
melaksanakan koordinasi teknis tahap awal untuk mencari solusi apabila terjadi lonjakan harga
4) Melaksanakan strategi komunikasi ekspektasi yang efektif untuk mengubah mindset
masyarakat maupun pedagang yang menganggap kenaikkan harga pada momen tertentu
khususnya hari raya adalah hal yang lumrah 5) Optimalisasi peran Bulog dalam melakukan
pengendalian harga untuk komoditas non beras 6) Meluncurkan
mendorong pemenuhan kebutuhan cabai rawit secara mandiri di level rumah tangga. 7)
Mendorong percepatan realisasi proyek infrastruktur pendukung produksi pertanian seperti
waduk dan irigasi teknis, dan 8) Mendorong pemanfaatan teknologi pertanian.
KPw BI Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan laporan juga telah melaksanakan pemetaan inflasi
di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Hasil pemetaan tersebut selanjutnya akan dipergunakan
sebagai bahan rapat TPID di masing-masing Kab/Kota sehingga pembahasan pada rapat dapat
lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada masing-masing daerah. Hasil
pemetaan tersebut juga akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan Road Map
TPID Sulut sehingga arah pengendalian inflasi menjadi lebih konkrit dan terarah.
Box II
Hasil Pemetaan Inflasi Kota Manado :
Alur Perdagangan Komoditas Strategis
Pada periode Maret-April 2016, KPw BI Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pemetaan inflasi
di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mencari akar masalah
presistensi peningkatan harga, khususnya pada beberapa komoditas strategis yang sering
menjadi penyumbang inflasi. Pada kesempatan ini, akan dibahas sekilas mengenai alur
perdagangan komoditas strategis khususnya di Kota Manado sebagai kota perhitungan IHK di
Sulawesi Utara.
Dari hasil pemetaan tersebut diketahui bahwa volatilitas harga komoditas strategis di Kota
Manado cenderung lebih tinggi dibandingkan Kab/Kota lainnya kecuali di daerah Kabupaten
Kepulauan yang juga memiliki volatilitas harga yang cukup tinggi. Dari penelusuran yang telah
dilakukan, alur distribusi yang cukup panjang, ketergantungan terhadap produksi luar daerah,
tingginya level margin di tingkat pedagang, belum efektifnya pelaksanaan operasi pasar dan
permaslahan mindset masyarakat maupun pedagang yang mewajarkan lonjakan harga di momen
tertentu khususnya hari raya menjadi beberapa faktor penyebab utama peningkatan harga
sekaligus menjadi tantangan untuk dibenahi bersama.
Rata-rata komoditas strategis yang dikonsumsi masyarakat Kota Manado memliki 4 hingga 6
rantai distribusi sebelum sampai ke tingkat konsumen akhir. Khusus cabai rawit, masing-masing
rantai terjadi pengambilan margin keuntungan dengan kisaran antara 10% hingga 25%. Namun
demikian, level margin tersebut cenderung meningkat apabila mendekati momen hari besar
keagamaan. Selanjutnya, berdasarkan diskusi dan FGD bersama petani penghasil diperoleh
informasi bahwa level harga di tingkat petani sudah cukup tinggi. Kondisi tersebut
mengkonfirmasi kondisi NTP petani hortikultura yang tercatat memang cukup tinggi. Hara jual di
tingkat petani pada kondisi normal dapat mencapai 3 hingga 4 kali modal yang digunakan untuk
menanam (komoditas cabai rawit).
Bagan Alur Perdagagangan Komoditas Cabai Rawit
BAB IV. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Membaiknya perekonomian Sulawesi Utara tidak disertai dengan peningkatan kinerja perbankan.
Indikator utama perbankan pada triwulan laporan yaitu DPK dan Kredit tercatat tumbuh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Disisi lain, pertumbuhan Aset yang tidak disertai
dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum harus mengalokasikan aktiva
produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle Money.
Disisi suku bunga, suku bunga DPK tercatat menunjukkan penyesuaian yang searah dengan
penurunan BI Rate yang terjadi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pada periode laporan. Adapun
suku bunga kredit yang masih menunjukkan peningkatan mengindikasikan transmisi penetapan
kebijakan penurunan BI Rate terhadap penyesuaian bunga perbankan ke level konsumen untuk
suku bunga kredit memiliki lag yang lebih lama dibandingkan penyesuaian suku bunga DPK.
Sementara itu, ditengah perlambatan tersebut, fungsi intermediary perbankan yang tercermin
dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat mengalami penurunan, meski demikian angka LDR
tersebut masih berada di atas level yang ideal. Hal tersebut turut dibayangi dengan menurunnya
kualitas kredit perbankan. Rasio NPL meningkat pada triwulan laporan, dari 3,33% pada triwulan
sebelumnya menjadi 3,62% pada triwulan laporan.
4.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM
Pada triwulan laporan, aset perbankan Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp38,5 triliun, tumbuh
lebih baik menjadi sebesar 10,62% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
8,01% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan kinerja penyaluran
kredit. Dibandingkan triwulan sebelumnya dimana pertumbuhan , pertumbuhan kredit tumbuh
melambat hanya sebesar 12,25% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 16,67%.
Grafik 4.1.1
Perkembangan Aset, DPK, Kredit, LDR dan BI Rate
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Membaiknya kondisi perekonomian Sulawesi Utara (dari 5,57% menjadi 5,96%) kenyataannya
belum mampu mendorong perbankan untuk lebih lagi menyalurkan dananya kepada masyarakat,
baik sektor korporasi maupun rumah tangga. Hal ini turut dipengaruhi oleh turut melambatnya
pengimpunan dana. Pada periode laporan perbankan hanya mampu menghimpun DPK sebesar
Rp21,5 triliun, dari sebelumnya sebesar 22,3 triliun atau tumbuh melambat sebesar 5,74% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang yang mampu tumbuh sebesar 9,54% (yoy).
Disisi LDR, peningkatan kredit yang lebih besar daripada peningkatan DPK terus berlanjut sejak
triwulan II 2015 membuat LDR tetap bertahan diatas 100%, pada triwulan laporan LDR tercatat
menjadi 137,6% dari 135,7% pada triwulan sebelumnya dan 129,6% pada triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Dari segi kualitas kredit, penurunan kualitas yang tercermin dari
meningkatnya rasio NPL menjadi 3,62% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
3,33%, serta dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,39%. Namun rasio
tersebut masih dibawah angka NPL indikatif (5%)
Secara spasial, penyaluran kredit Bank Umum masih terkonsentrasi di Kota Manado yang
mendominasi pangsa penyaluran kredit hingga 48,73%, dimana sisanya terdistribusi ke Kab/Kota
penopang perekonomian Sulawesi Utara yaitu Kab. Minahasa sebesar 9,91%, Kota Bitung
sebesar 8,36% dan Kab. Bolaang Mongondow 6,97% dan 26,04% lainnya ke 11 Kab/Kota yang
ada. NPL masing-masing Kab/Kota secara umum masih relatif terjaga (dibawah ambang batas
5%), tercatat hanya terdapat 2 (dua) Kab/Kota dengan rasio NPL diatas 5%, yaitu Kota Bitung
(5,14%) dan Kab. Minahasa Tenggara yang mencapai (19,76%), yang utamanya disumbangkan
dari jenis kredit konsumtif.
Kota Manado48,37%
Kota Kotamobagu2,59%
Kota Bitung 8,36%Kota Tomohon
3,96%
Kab. Sangihe4,74%
Kab. Minahasa9,91%
Kab. Bolmong6,97%
lainnya15,12%
Grafik 4.1.2
Proporsi Kredit Bank Umum secara spasial
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
19,76%
5,14%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00%
Kab. Minahasa
Kab. Bolaang Mongondow
Kab. Kepulauan Sangihe
Kab. kepulauan Talaud
Kab. Minahasa Selatan
Kab. Minahasa Utara
Kab. Minahasa Tenggara
Kab. Bolaang Mongondow Utara
Kab. Kepulauan Sitaro
Kab. Bolaang Mongondow Selatan
Kab. Bolaang Mongondow Timur
Kota Menado
Kota Kotamobagu
Kota Bitung
Kota. Tomohon
Grafik 4.1.3
NPL Bank Umum Spasial
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
4.2. PERKEMBANGAN ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF
Pertumbuhan total aset bank umum Sulawesi Utara di triwulan I 2016 meningkat dari 8,01%
(yoy) menjadi 10,62% (yoy). Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, seluruh kelompok tumbuh
lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Bank Pemerintah Daerah yang pada triwulan
sebelumnya terkontraksi 3,51% (yoy) telah mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 3,63%
(yoy) pada periode ini. Untuk Bank Asing dan Bank Campuran, meski masih tercatat mengalami
kontraksi sebesar 1,25% (yoy) namun sudah mencatatkan perbaikan dari periode sebelumnya
yang terkontraksi lebih dalam hingga 17,51% (yoy). Bank Swasta Nasional yang pada triwulan
sebelumnya hanya mampu tumbuh sebesar 4,6% (yoy) kini dapat tumbuh lebih baik hingga
sebesar 6,32%. Adapaun Bank Persero tumbuh tipis ke angka 19,18% (yoy) dari periode
sebelumnya 18,35% (yoy).
Pertumbuhan aset yang tidak disertai dengan pertumbuhan kredit, menyebabkan bank umum
harus mengalokasikan aktiva produktifnya dengan baik agar tidak terjadi idle money. Pada
periode ini, kelebihan dana tersebut dialokasikan dalam bentuk penempatan pada bank lain
(membaik dari dari -73% yoy pada triwulan sebelumnya menjadi 71%), penempatan pada Bank
Indonesia (membaik dari -5% yoy menjadi 7% yoy) dan penempaatan pada bank lain (membaik
dari -47% yoy menjadi -22% yoy) sehingga meningkatkan cadangan likuiditas bank umum di
Sulawesi Utara.
4.3. PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT DAN DPK BANK UMUM
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada 14 Januari 2016, BI Rate untuk pertama kalinya mengalami
penurunan sebesar 25bps menjadi 6,75% sejak bertahan pada level 7,0% sejak 17 Februari 2015.
Hingga akhir periode laporan BI rate tercatat mengalami penurunan setiap bulannya sebesar
25bps, hingga pada 17 Maret 2016 ditetapkan menjadi 6,75%. Namun demikian, suku bunga
Grafik 4.2.1
Perkembangan Aset Bank Umum
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
02468
101214161820
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional
Bank Campuran Bank Pemerintah daerah
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 4.2.2
Proporsi Aset Bank Umum
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
kredit maupun DPK masih bergerak moderat dikarenakan transmisi kebijakan BI Rate khususnya
penurunan suku bunga yang cenderung memiliki lag untuk memengaruhi suku bunga
perbankan. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit tercatat mengalami penurunan yang tidak
signifikan, dimana pada periode sebelumnya tercatat 12,92% menjadi 12,87% pada periode
laporan.
Disisi lain, suku bunga simpanan deposito dan tabungan tercatat mulai mengalami penurunan.
Jika dibandingkan dengan triwulan lalu, suku bunga simpanan dan deposit mulai bergerak turun
menjadi masing-masing sebesar 0,13% dan 0,09% menjadi 1,61% dan 7,07%. Sedangkan suku
bunga giro tercatat meningkat sebesar 0,02% menjadi 1,61%.
4.4. PERKEMBANGAN DPK BANK UMUM
DPK tumbuh melambat sebesar 5,74% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh 9,54%. Kondisi perekonomian Sulawesi
Utara yang membaik mengindikasikan sikap
ekspansif pengusaha pada awal tahun dengan
menggunakan dana simpanan di bank yang
cukup memengaruhi posisi DPK pada triwulan
laporan. Nominal DPK yang dihimpun bank
umum sampai dengan triwulan I 2016 mencapai Rp21,5 triliun, lebih sedikit dibandingkan
triwulan sebelumnya Rp22,3 trilliun.
Perlambatan pertumbuhan terjadi di seluruh komponen DPK. Giro tercatat tumbuh melambat
dari sebelumnya 35,54% (yoy), pada triwulan ini hanya tumbuh sebesar 30,17% (yoy). Adapun
Deposito mengalam kontraksi yang lebih dalam pada triwulan ini, penurunan suku bunga
deposito yang terjadi sejak triwulan I 2015 menyebabkan komponen dana mahal tersebut
Grafik 4.4.1
Perkembangan Giro, Tabungan dan Deposito
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 4.3.2
Perkembangan Suku Bunga Perbankan
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Grafik 4.3.1
Perkembangan Suku Bunga DPK
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
0
2
4
6
8
10
12
14
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2011 2012 2013 2014 2015
%%spread (sb.kanan) BI Rate r kredit r DPK
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%r giro r tabungan r deposito
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
menjadi kurang menarik bagi masyarakat yang ingin menginvestasikan kelebihan dananya. Hal
tersebut diindikasi menjadi penyebab tumbuh negatifnya komponen Deposito pada triwulan ini
sebesar 8,77% (yoy) dari periode sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar 0,82%.
Sementara itu, komponen DPK lainnya yakni
Tabungan tumbuh melambat dari sebelumnya
sebesar 8,49% (yoy) pada Triwulan IV 2015, kini
hanya tumbuh sebesar 7,84% (yoy). Turunnya
suku bunga rata-rata tertimbang tabungan dari
1,70% menjadi 1,61% serta peningkatan
kebutuhan dana masyarakat selama triwulan I
2015 menjelang perayaan hari raya imlek dan
pembelian kebutuhan sekolah menjelang
dimulainya semester baru. Berdasarkan proporsinya, komponen DPK masih didominasi oleh
Tabungan sebesar Rp9,4 trilliun (43,87%), disusul Deposito sebesar Rp7,07 triliun (32,83%) dan
Giro sebesar Rp5,01 triliun (23,30%).
Lebih lanjut, komposisi penempatan DPK di Sulawesi Utara berdasarkan jenis bank sedikit
mengalami perubahan. Meski penempatannya masih di dominasi oleh Bank Persero yakni dengan
share sebesar 46,70%), namun sharenya tercatat berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mendominasi lebih dari setengah jumlah DPK yaitu 52%.
Disisi lain, BPD yang sebelumnya hanya memiliki share sebesar 16% terhadap total DPK Sulawesi
Utara pada triwulan ini tercatat sebesar 22,79%. Adapun Bank Swasta Nasional dan Bank
Campuran memilik share masing-masing sebesar 28,64% dan 1,87%. Pertumbuhan DPK
kelompok Bank Asing dan Campuran dan BPD pada periode tumbuh lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,35% (yoy) dan 6,69% (yoy) dari
sebelumnya -17,5% (yoy) dan 6,0% (yoy). Meski demikian, komposisinya yang tidak
mendominasi pembentukan DPK, belum mampu mengimbangi perlambatan pertumbuhan DPK
pada kelompok Bank Persero yang mendominasi komponen DPK yang hanya tumbuh sebesar
5,89% (yoy) dari sebelumnya 14,72% (yoy) dan Bank Swasta Nasional yang juga melambat,
sebesar 5,13% (yoy) dari periode sebelumnya 5,45% (yoy). Perlambatan pada kelompok Bank
Persero tersebut utamanya dari komponen Giro, pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar
70,75% (yoy) saat ini hanya tumbuh sebesar 26,17% (yoy). Perlambatan pertumbuhan Giro
tersebut didorong realisasi belanja pemerintah pada periode ini tercatat mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 14,30%.
23,30%
32,83%
43,87%Giro
Deposito
Tabungan
Grafik 4.4.2
Komposisi DPK Bank Umum
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
4.5. PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN BANK UMUM
4.5.1. KETAHANAN SEKTOR KORPORASI
Kredit produktif perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp11,84
triliun, tumbuh sebesar 14,8% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 15,46% (yoy). Secara sektoral, kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran
sebagai sektor terbesar dalam komposisi penyaluran kredit (56,62%) tumbuh positif menjadi
sebesar 7,98% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh 5,8% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan
tersebut tidak dapat mendorong pertumbuhan kredit secara agregat dikarenakan perlambatan
pertumbuhan hampir terjadi di seluruh sektor yang ada. Perlambatan tersebut utamanya
disebabkan oleh terkontraksinya kinerja kredit pada sektor Industri Pengolahan pada triwulan ini
sebesar 6,75% (yoy) serta perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi yang hanya tumbuh
sebesar 2,59% (yoy) pada triwulan ini dari sebelumnya 8,4% (yoy). Melambatnya pertumbuhan
pembiayaan sektor konstruksi juga sejalan dengan perlambatan kinerja sektor konstruksi pada
PDRB Sulawesi Utara pada periode laporan. Perlambatan juga terjadi pada sektor transportasi dan
pergudangan yang pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh hingga 29,5% (yoy) kini hanya
tumbuh sebesar 12,33% (yoy).
menstimulus tumbuhnya kredit di sektor penopang pariwisata yaitu sektor penyediaan
akomodasi dan makan minum ditengah perlambatan pembiayaan diberbagai sektor. Sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat tumbuh sebesar 6,0% (yoy) lebih baik dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Disisi lain, masih berlanjutnya realisasi program
pemerintah dalam mengatasi masalah kelistrikan dan penyediaan air bersih, juga mendorong
pertumbuhan realisasi pembiayaan pada sektor Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es dan
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang yang tercatat tumbuh masing-maisng sebesar
676,6% (yoy) dan 7,12% (yoy) pada triwulan ini dari sebelumnya sebesar 432,6% (yoy) dan 7,5%
(yoy).
Dari komposisinya, sektor perdagangan
besar dan eceran sebagai sektor terbesar
kedua pembentuk PDRB Sulawesi Utara
masih menjadi sektor yang mendominasi
penyaluran kredit produktif di Sulawesi
Utara. Pada triwulan laporan, share kredit
sektor tersebut meningkat cukup signifikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yaitu dari sebesar 31,8% menjadi 56,62%.
Sama halnya dengan sektor perdagangan
Grafik 4.5.1
Proporsi Kredit Sektoral di Sulawesi Utara
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Pertanian, Kehutanan &
Perikanan5%
Pertambangan & Penggalian
10%
Industri Pengolahan
6%
Konstruksi6%
Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi
Mobil & Sepeda Motor57%
Transportasi & Pergudangan
3%
Penyediaan Akomodasi &
Makan Minum4%
Lain-lain9%
besar dan eceran, share kredit sektor pertambangan terhadap total kredit produktif yang
disalurkan di Sulawesi Utara meningkat menjadi sebesar 10,31% dari sebelumnya hanya sebesar
6,25% dan menjadi sektor terbesar kedua penerima pembiayaan bank umum di Sulawesi Utara
untuk sektor produktif, diikuti sektor konstruksi dengan share sebesar 6,34% dan industri
pengolahan dengan share sebesar 6,03% yang lokasi proyeknya sebagian besar berada di Kota
Bitung yang dikenal sebagai Kota Industri). Adapun share kredit sektor pertanian sebagai sektor
utama penopang perekonomian Sulawesi Utara hanya memiliki share sebesar 4,55% hal ini
dilatarbelakangi oleh kecemasan perbankan akan risiko kredit (NPL) pada sektor ini yang
mencapai 9,89% (yoy) yang juga patut menjadi perhatian bersama, mengingat angka tersebut
jauh diatas ambang batas rasio kredit bermasalah.
Meskipun secara umum mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit produktif di Sulawesi
Utara masih relatif lebih tinggi (14,78%) dibandingkan pertumbuhan total kredit (12,25%) serta
pertumbuhan kredit non-produktif (10,65%) jika dilihat secara tahunan. Namun demikian, rasio
NPL sektor produktif secara keseluruhan telah mencapai level 5,18%, hal ini perlu menjadi
perhatian khusus mempertimbangkan rasio NPL kredit produktif dapat menjadi salah satu
pendekatan yang mencerminkan ketahuan korporasi Sulawesi Utara yang tidak sebaik triwulan
sebelumnya.
4.5.2. KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA
Kredit rumah tangga (konsumsi) di Sulawesi
Utara pada triwulan I 2016 mencapai Rp17,78
triliun, 10,69% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 13,59% (yoy). Sementara
itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total
kredit yang disalurkan perbankan masih
mendominasi, yaitu sebesar 60,01% meski
menurun dibandingkan periode sebelumnya
yang mencapai 60,73%. Dari sisi penggunaan,
pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh kredit Multiguna (76,1%), diikuti oleh kredit
KPR (22,1%), KKB (1,2%) dan kredit perlengkapan rumah tangga (0,6%). Pertumbuhan hampir
terjadi di seluruh jenis kredit konsumtif, kecuali kredit multiguna. KPR tumbuh meningkat sebesar
9,02% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 2,12% (yoy) yang
diindikasi masih merupakan dampak pasca relaksasi kebijakan LTV. KKB juga tercatat tumbuh
lebih tinggi menjadi sebesar 3,99% (yoy) dari periode sebelumnya sebesar 2,12% (yoy) yang
terkonfirmasi melalui kinerja penjualan mobil yang mengalami peningkatan. Peningkatan juga
Grafik 4.5.2
Perkembangan Kredit Rumah Tangga
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
terjadi pada realisasi kredit perlengkapan yang tumbuh positif hingga 184,24% (yoy) dari
sebelumnya 117,81% (yoy). Namun demikian peningkatan pertumbuhan kredit tersebut, belum
mampu mengimbangi perlambatan kredit multiguna sebagai jenis kredit dengan pangsa terbesar
untuk kredit konsumtif. Kredit multiguna tumbuh lebih rendah pada periode ini sebesar 10,805
(yoy) dibandingkan periode sebelumnya 14,02% (yoy).
Di sisi lain, kualitas kredit rumah tangga pada
triwulan laporan menujukkan menurunnya
kualitas kredit dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan rasio NPL menjadi 2,57% dari
2,39%. Penurunan kualitas kredit terjadi pada
seluruh jenis kredit rumah tangga. Namun
dilevel yang masih terjaga kecuali KPR, yang
rasio NPLnya telah mencapai 5,22%
4.6. PEMBIAYAAN SEKTOR USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) sebagai salah satu pelaku
ekonomi yang memegang peranan dalam
perekonomian Sulawesi Utara tidak terlepas dari
dukungan perbankan dalam penyaluran kredit
kepada UMKM. Kredit UMKM adalah kredit
kepada debitur usaha mikro, kecil dan
menengah yang memenuhi definisi dan kriteria
usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana
diatur dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang
UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha
dengan batasan tertentu pada nilai kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Sejalan dengan
perlambatan kinerja kredit secara umum, pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara turut
mengalami perlambatan pada triwulan laporan sebesar 2,45% (yoy) dibanding 5,88% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut merupakan pertumbuhan terendah kredit UMKM
sejak akhir periode 2013. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan bergerak
moderat, dari triwulan sebelumnya 25,63% kini menjadi 25,69% dengan nominal mencapai
Rp7,61 triliun.
Grafik 4.6.1
Perkembangan Kinerja Kredit UMKM
Grafik 4.5.3
Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
NPL Total Kredit RT NPL KPR
NPL KKB NPL Perlengkapan
NPL Multiguna
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
Sementara itu, ditengah pergerakan moderat kredit UMKM, kualitas kreditnya tercatat
mengalami penurunan yang tercermin dari meningkatnya rasio NPL menjadi sebesar 6,47%
dimana pada periode sebelumnya sebesar 5,81%. Sejak triwulan I 2015 rasio NPL Kredit UMKM
terus bergerak diatas ambang batas level aman (>5%) sehingga perlu terus dicermati bersama
demi menjaga keberlanjutan UMKM.
Suku bunga kredit UMKM menurun menjadi
13,81% dari 14,34% pada triwulan sebelumnya,
sejalan dengan menurunnya suku bunga
tertimbang kredit total. Hal ini membuat spread
antara rata-rata suku bunga kredit UMKM
dengan rata-rata suku bunga total kredit menjadi
berkurang yang dapat diharapkan kedepannya
dapat berpengaruh positif terhadap penyaluran
pembiayaan ke sektor UMKM yang sejalan
dengan kebijakan Bank Indonesia melalui PBI No.
14/22/PBI/2012 yang mewajibkan Bank Umum
untuk menyalurkan kreditnya kepada sektor UMKM min.20% dari total kredit secara bertahap,
yang diberlakukan sejak awal tahun 2015.
Grafik 4.6.2.
Perkembangan Suku Bunga Kredit UMKM
Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
0,00%
0,20%
0,40%
0,60%
0,80%
1,00%
1,20%
1,40%
1,60%
1,80%
2,00%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Selisih Suku Bunga Kredit Total Suku Bunga Kredit UMKM
BAB V. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang
layak edar dalam jumlah dan nominal pecahan yang cukup. Dalam rangka penerapan clean
money policy di daerah KPw Bank Indonesia Prov Sulut melakukan kegiatan penarikan uang
lusuh, cacat, dan yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang layak edar (ULE). Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.
Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan pemusnahan jumlah uang tidak layak edar seiring
dengan meningkatnya inflow (grafik 5.1). Tercatat PTTB (Pemberian Tanda Tidak Berharga) pada
triwulan laporan sebesar Rp0.90 triliun, meningkat 39.43% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp0.65 triliun, meski secara persentase, rasio PTTB terhadap inflow mengalami
penurunan. Penurunan rasio tersebut disebabkan oleh terjadinya growth inflow yang lebih tinggi
(127% (qtq)) daripada growth PTTB (39.43% (qtq)) pada triwulan laporan dibanding triwulan
sebelumnya.
Grafik 5.1 Perkembangan penarikan dan PTTB (Pemberian Tanda Tidak Berharga)
0
10
20
30
40
50
60
70
0
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%Rp Triliun
Sumber : KPwBI Prov. Sulut
Inflow PTTB Rasio PTTB terhadap Inflow (%) - sk kanan
5.1.2 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan I 2016
masih mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal menunjukkan adanya peningkatan net-
inflow dari triwulan sebelumnya dan dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (grafik 5.2).
Posisi net-inflow mengalami peningkatan signifikan yang mencapai 207% (qtq) dari sebelumnya
net-outflow sebesar Rp1.67 triliun pada triwulan IV tahun 2015 menjadi net-inflow sebesar
Rp1.79 triliun.
Seiring dengan meningkatnya aliran uang masuk ke Bank Indonesia, maka aliran uang keluar dari
Bank Indonesia ke masyarakat dan perbankan (outflow) menunjukkan penurunan. Tercatat posisi
outflow pada triwulan laporan sebesar Rp0.71 triliun, menurun 74.49% (qtq) dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2.77 triliun.
Meningkatnya net-inflow dan menurunnya outflow pada triwulan laporan merupakan imbas dari
tingginya posisi net-outflow pada triwulan sebelumnya yang diakibatkan oleh tingginya
kebutuhan masyarakat akan uang kartal pada triwulan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan
adanya faktor musiman yaitu tibanya hari raya Natal dan Tahun Baru. Selanjutnya, pada triwulan
laporan, permintaan masyarakat akan uang kartal mulai mereda, yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah setoran ke bank.
Secara tahunan, perkembangan net-inflow menunjukkan peningkatan. Tercatat posisi net-inflow
pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.63 triliun, meningkat 9.81% (yoy) pada
triwulan laporan menjadi Rp1.79 triliun. Hal tersebut disebabkan karena growth pada inflow
(8.58% (yoy) lebih tinggi daripada growth pada outflow (5.57% (yoy).
Grafik 5.2 Posisi net inflow dan net outflow
1,36
(0,43)(0,22)
(1,55)
1,55
(0,17) (0,16)
(1,57)
1,63
(0,31)(0,56)
(1,67)
1,79
(4,00)
(3,00)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Inflow Outflow Netflow
5.1.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pada triwulan I 2016 terjadi peningkatan cukup signifikan pada uang yang diragukan keasliannya
di Sulut-Gorontalo. Tercatat total uang palsu yang ditemukan sebanyak 205 lembar, meningkat
144% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya meningkat sebesar 159.5% (yoy). Diperkirakan tingginya temuan uang palsu
pada triwulan laporan disebabkan oleh tingginya jumlah uang beredar pada akhir tahun 2015
yang diiringi dengan tibanya musim liburan dan hari raya keagamaan Natal dan Tahun Baru yang
mendorong terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian masyarakat.
Berdasarkan jenis pecahan, mayoritas uang palsu yang ditemukan adalah pecahan jenis besar.
Pecahan Rp100.000 sebanyak 181 lembar, Rp50.000 sebanyak 48 lembar, Rp20.000 sebanyak 7
lembar, dan Rp10.000 sebanyak 1 lembar.
Temuan uang palsu tersebut antara lain berasal dari setoran bank, setoran masyarakat ke bank
melalui loket penukaran, kas titipan Bank Indonesia, kas keliling, serta dari temuan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Sepanjang tahun 2016, mayoritas temuan uang palsu berasal dari
kota Manado (84%), Makassar (10%), Gorontalo (6%) dan selebihnya dari Kotamobagu dan
Minahasa (1%).
Tabel 5.1 Temuan Uang Palsu di Sulut
Tabel 5.3 Temuan Uang Palsu di Sulut berdasarkan lokasi
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I
Rp 100.000,- 29 30 24 51 140 118 203 187 67 56 42 56 181
Rp 50.000,- 37 34 10 15 9 6 12 24 12 11 16 25 48
Rp 20.000,- 3 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 1 7
Rp 10.000,- 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 1
Rp 5.000,- 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Rp 1.000,- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 69 64 34 67 149 124 219 214 79 67 58 84 237
Pecahan2013 2014 2015
84%
0%6%
10%
Manado
Minahasa
Kotamobagu
Gorontalo
Makassar
5.2 Perkembangan Sistem Pembayaran Non-Tunai
Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menuntut ketersediaan layanan pembayaran
yang tepat, handal dan aman yang mendukung aktivitas perekonomian dari masyarakat. Sistem
pembayaran non tunai menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan
transaksi secara efisien dan aman. Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara adalah SKNBI untuk transaksi retail value dan
RTGS untuk transaksi high value. SKNBI memfasilitasi transaksi pembayaran non tunai masyarakat
dengan menggunakan instrumen surat berharga yaitu cek, bilyet giro, wesel, nota debet, dan
warkat debet lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.
5.2.1 Perkembangan Transaksi SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia)
Sejalan dengan perkembangan uang kartal, perkembangan sistem pembayaran non-tunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia melalui SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) juga
mengikuti pola historisnya. Pada triwulan I 2016 transaksi melalui SKNBI menunjukkan
perlambatan baik dari sisi volume maupun nominal transaksi. Perlambatan nilai transaksi
diperkirakan dipicu oleh mulai meredanya aktivitas perekonomian pasca berakhirnya akhir tahun
2015 yang merupakan puncak tingginya aktivitas perekonomian.
Pada triwulan laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 102.698 DKE
(Data Keuangan Elektronik) atau melambat sebesar 11.95% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 116.632 DKE. Secara nominal, nilai transaksi yang
menggunakan SKNBI melambat sebesar 9.06% (qtq) menjadi Rp2.97 triliun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3.26 triliun.
Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses SKNBI pada triwulan laporan mencapai
Rp48.62 miliar per hari atau melambat sebesar 9.30% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp53.60 miliar per hari. Sejalan dengan melambatnya nilai transaksi, jumlah
volume transaksi per hari juga mengalami perlambatan. Tercatat rata-rata volume transaksi harian
pada triwulan laporan sebesar 1.679 DKE per hari, melambat sebesar 10.76% (qtq) dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 1.881 DKE per hari.
Grafik 5.4 Perkembangan Kliring SulutGo
Grafik 5.5 Pergerakan prosentase tolakan
Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan melalui SKNBI menunjukkan perlambatan
sebesar 4.37% (yoy) dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 107.386 DKE. Sejalan, nilai
transaksi juga menunjukkan perlambatan sebesar 5.14% (yoy) dari tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp3.13 triliun.
Sementara itu, persentase jumlah penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dari sisi volume meski dari sisi nilai mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Tercatat nilai penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan
mencapai 3.08% dari total nilai yang dikliringkan, menurun dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3.21%. Sedangkan volume penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan
sebesar 3.15%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2.68% dari total yang
dikliringkan.
Di wilayah kerja KPw Bank Indonesia Prov Sulut terdapat 5 KPWD (Koordinator Pertukaran Warkat
Debit) yang terdiri dari 1 KPWD yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 4 KPWD Selain BI
(Bitung, Kotamobagu, Tahuna dan Gorontalo). Dari seluruh KPWD yang berada di SulutGo, Kota
Manado merupakan kota dengan pangsa transaksi kliring terbesar di SulutGo baik dari sisi
nominal maupun sisi volume. Pada triwulan laporan, pangsa transaksi kliring Kota Manado
tercatat sebesar 79.52% dari sisi volume dan 80.46% dari sisi nominal, meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tercatat masing-masing sebesar 78.53% dan 79.87% untuk volume dan nilai
transaksi.
0
20
40
60
80
100
120
140
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Ribu Lembar
Rp Triliun
Sumber : KPw BI Prov. Sulut
Nilai Volume (Sk Kanan)
0
1
2
3
4
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%
Sumber : KPw BI Prov. Sulut
Persentase Nilai Tolakan Persentase Volume Tolakan
BAB VI. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring dengan
pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh
sebesar 1,96% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke
angka 2,14%. Disisi lain, baik secara tahunan maupun dibanding periode sebelumnya, tingkat
pengangguran menunjukkan peningkatan. Kelesuan dunia usaha dimana penjualan mengalami
penurunan akibat daya beli masyarakat yang juga menurun berdampak pada pengurangan
jumlah tenaga kerja dan kebijakan untuk tidak akan melakukan penambahan tenaga kerja yang
masa kontraknya habis dan/atau pensiun pada mayoritas perusahaan di Sulawesi Utara.
Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari berbagai
indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian yang merupakan
sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan yang tercermin
dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan rasa optimisme konsumen terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami kontraksi seiring dengan melambatnya
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Data bulan Februari 2016 mencatat pertumbuhan
angkatan kerja hanya sebesar 0,34% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2015 sebesar 1,78% (yoy). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami
peningkatan yang tidak signifikan sebesar 0,47% (yoy). Namun di sisi lain, terdapat penurunan
jumlah pengangguran sebesar -9,36% (yoy) menjadi 93 ribu jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) juga terlihat mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan periode yang sama tahun
lalu dengan penurunan sebesar -10,06% (yoy). Namun TPT Sulawesi Utara masih berada di atas
Nasional yang sebesar 5,5%.
Tabel 6.1
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
2016
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa) 1,685 1,698 1,753 1768.2 1,781 1,793 1,779 -0.13%
Angkatan Kerja (ribu jiwa) 1,089 1,015 1,159 1060.8 1,180 1,099 1,184 0.34%
Bekerja 1,011 947 1,075 980.8 1,078 1,000 1,091 1.23%
Pengangguran 78 68 84 80 103 99 93 -9.36%
TPAK (%) 64.63 59.76 66.14 59.99 66 61.28 66.55 0.47%
TPT (%) 7.19 6.67 7.26 7.54 8.69 9.03 7.82 -10.06%
Growth
(yoy)Jumlah Bekerja
20142013 2015
Grafik 6.1
Tingkat Pengangguran Terbuka
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Penurunan jumlah pengangguran tersebut merupakan cerminan optimisme konsumen terhadap
kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) di Provinsi Sulawesi
Utara, indeks kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan saat ini berada di atas 100 dengan nilai
masing-masing tercatat sebesar 159,3 dan 160,3. Sama halnya kondisi saat ini, kondisi
ketenagakerjaan dan penghasilan yang akan datang juga masih dipandang optimis oleh
konsumen. Rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja yang akan datang sebesar 131,8.
Sementara rata-rata indeks penghasilan yang akan datang sedikit di atas 100 yaitu sebesar 115,8.
Grafik 6.2 Grafik 6.3
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
dan Penghasilan Saat Ini Penghasilan yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara
Peningkatkan serapan tenaga kerja paling besar berada pada sektor Jasa sebesar 16,12% (yoy)
atau bertambah sebanyak 31 orang dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan
serapan tenaga kerja terbesar selanjutnya adalah sektor Industri dengan peningkatan sebesar
sebesar 11,58% (yoy). Sementara sektor Pertanian adalah satu-satunya sektor yang mengalami
penurunan serapan tenaga kerja sebesar -14,48% (yoy).
Tabel 6.2
Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar
29,12% (yoy). Hal ini sejalan dengan struktur perekonomian utama Sulut yang memang
didominasi oleh sektor pertanian. Namun El Nino yang melanda Sulawesi Utara sepanjang tahun
2015 menyebabkan penurunan serapan tenaga kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016.
Banyak tenaga kerja yang bergelut di sektor Pertanian beralih profesi untuk tetap memenuhi
kebutuhan hidup. Mereka beralih profesi ke sektor Jasa seperti buruh bangunan dan transportasi
publik, yang kemudian tercermin pada kenaikan serapan di sektor Jasa yang mencapai 11,31%
(yoy).
Grafik 6.4
Pangsa Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan status pekerjaannya, dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara,
sebanyak 39,15% berprofesi sebagai buruh/karyawan dan 23,68% penduduk berwiraswasta
sementara 14,23% merupakan pekerja bebas. Pada Februari 2016 pekerja informal di Sulawesi
Utara masih lebih banyak dibanding pekerja formal, dengan komposisi 56,84% berbanding
43,16%. Komposisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun
2016
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
Pertanian 328 333 343 321 372 319 318 -14.48% 29.12%
Industri 68 52 73 71 51 68 57 11.58% 5.23%
Perdagangan 209 191 224 196 249 207 256 2.64% 23.42%
Jasa 202 185 209 180 190 189 221 16.12% 20.22%
Lainnya 229 205 226 212 216 216 240 11.31% 22.01%
Jumlah 1,036 965 1,075 981 1,078 1,000 1,091 1.27% 100.00%
Growth
(yoy)Sektor Pekerjaan (ribu jiwa) Share
2013 2014 2015
perlu menjadi perhatian bersama karena pekerja sektor informal lebih rentan untuk terkonversi
menjadi kelompok pengangguran mengingat kerentanannya terhadap shocks apabila terjadi
gejolak ekonomi.
Tabel 6.3
Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Membaiknya peluang lapangan kerja di sektor formal menjadi salah satu pendorong
meningkatnya jumlah penduduk bekerja terdidik. Pada bulan Februari 2016 tercatat jumlah
penduduk bekerja dengan tingkat pendidikan tertinggi Universitas adalah sebanyak 128.05 ribu
orang atau meningkat 18,73% (yoy). Penduduk bekerja dengan pendidikan tertinggi SMA
sebanyak 247,41 ribu orang meningkat sebesar 10,26% (yoy) dengan pangsa yang besar yaitu
22,67%. Sementara itu penduduk dengan tingkat pendidikan akhir SMK mengalami penurunan
menjadi 97,03 ribu orang atau menurun sebesar -18,69%.
Tabel 6.4
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2014-2016 (ribu orang)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
2016
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
Berusaha Sendiri 279 270 280 272 312 245 260 -16.65% 23.68%
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap -
Buruh Tidak Dibayar115 70 117 83 106 99 120 13.20% 10.95%
Berusaha Dibantu Buruh Tetap-Buruh
Dibayar52 35 43 34 48 40 41 -13.47% 3.75%
Buruh/Karyawan 370 383 382 380 369 364 430 16.56% 39.15%
Pekerja Bebas Pertanian 43 74 43 85 67 -21.40% 6.12%
Pekerja Bebas Non Pertanian 59 46 88 39 89 128.35% 8.11%
Pekerja Bebas 103 121 131 132 124 164 156 25.50% 14.23%
Pekerja Tak Dibayar 117 87 122 79 119 87 90 -23.80% 8.24%
Jumlah 1,036 965 1,075 981 1,078 1,000 1,098 1.88% 100.00%
Status Pekerjaan (ribu jiwa)
2013 2014 Growth
(yoy)Share
2015
2016
Feb Ags Feb Ags Feb
SD ke bawah 407.44 353.25 383.51 347 397.7 3.70%
Sekolah Menengah Pertama 217.75 193.5 218.82 206.48 200.05 -8.58%
Sekolah Menengah Atas 234.07 226.62 224.39 229.29 247.41 10.26%
Sekolah Menengah Kejuruan 100.04 98.64 119.33 90.49 97.03 -18.69%
Diploma I/II/III 26.72 23.29 23.77 24.08 21.14 -11.06%
Universitas 89.16 85.46 107.85 103.6 128.05 18.73%
Jumlah 1075.18 980.76 1077.67 1000.94 1091.38 1.27%
Tingkat Pendidikan
2014 2015 Growth
(yoy)
Sumber: Survei Konsumen Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut
6.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara pada triwulan laporan yang tercermin dari berbagai
indikator tingkat kesejahteraan masyarakat tercatat mengalami perbaikan. Pada Triwulan I 2016
kesejahteraan di sektor pertanian kembali mengalami apresiasi. Hal tersebut terlihat dari rata-rata
Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang meningkat pada triwulan
laporan. NTUP sebagai salah satu indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan
petani yang hanya memperhitungkan komponen pengeluaran di usaha petanian tercatat surplus
dan cukup menguntungkan (indeks NTUP di atas 100). Dengan dikeluarkannya konsumsi rumah
tangga dari komponen indeks harga yang dibayar petani (IB), NTUP dapat lebih mencerminkan
kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya
produksinya. Indeks NTUP pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,87.
Tabel 6.5
Komponen Indeks Dibayar Petani (IB)
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menggunakan tahun dasar yang baru (2012), rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara
selama triwulan I 2016 tercatat sebesar 97,33 meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
96,74. Jika dilihat secara tahunan, pada triwulan laporan NTP juga tercatat mengalami perbaikan
yaitu -0,70% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -2,11% (yoy).
Perbaikan NTP utamanya didorong oleh peningkatan pendapatan pertanian yang lebih besar
dibandingkan kenaikan biaya hidup petani. Indeks yang Diterima Petani (IT) yang mencerminkan
pendapatan usaha petani tercatat tumbuh sebesar 4,40% (yoy), sedikit meningkat apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,20% (yoy). Peningkatan
indeks terutama berasal dari subsektor Tanaman Obat dan Palawija.
Sementara Indeks yang Dibayar Petani (IB) yang merupakan indikator pengeluaran usaha petani
meskipun mengalami peningkatan mencapai 5,13%, peningkatannya masih lebih rendah
Q1 Q2 Q3 Q4 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Indeks Diterima Petani 109.12 111.16 111.83 112.01 113.67 114.82 114.34 114.79 118.44 119.87 4.40% 1.21%
Indeks Dibayar Petani 110.20 111.33 112.07 115.04 115.04 117.15 117.84 120.24 122.44 123.16 5.13% 0.59%
Konsumsi Rumah Tangga 112.06 113.42 114.27 114.55 117.59 120.16 120.85 123.91 126.69 127.58 6.18% 0.71%
Bahan Makanan 114.94 117.14 118.63 123.23 123.23 126.92 127.26 132.69 137.85 139.01 9.53% 0.85%
Makanan Jadi 107.46 108.49 108.80 110.70 110.70 112.31 113.87 116.52 117.94 119.38 6.30% 1.22%
Perumahan 110.30 111.20 111.78 113.59 113.59 115.87 116.32 116.93 118.00 119.05 2.75% 0.89%
Sandang 104.94 105.28 105.69 107.41 107.41 109.44 109.09 109.47 109.99 111.51 1.89% 1.38%
Kesehatan 104.42 105.39 105.68 106.77 106.77 109.49 110.48 112.15 113.25 114.61 4.67% 1.19%
Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga 102.47 102.94 103.49 104.36 104.36 105.59 105.48 106.19 106.27 106.90 1.24% 0.60%
Transportasi dan Komunikasi 120.94 121.13 121.13 126.56 126.56 126.99 129.01 129.47 129.89 128.05 0.83% -1.42%
BPPBM 105.44 105.96 106.47 108.30 108.30 109.14 109.84 110.30 110.80 111.13 1.82% 0.29%
Bibit 106.70 106.80 107.04 108.31 108.31 109.05 108.79 108.81 109.76 110.74 1.56% 0.90%
Obat-obatan & Pupuk 103.79 104.30 104.85 105.92 105.92 106.52 106.33 106.98 107.30 108.31 1.69% 0.94%
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 104.60 104.81 105.23 105.88 105.88 107.01 107.59 107.81 107.74 108.14 1.05% 0.37%
Transportasi 116.39 116.98 117.13 126.73 126.73 125.23 128.81 129.64 130.15 125.70 0.37% -3.42%
Penambahan Barang Modal 104.31 104.89 105.24 106.01 106.01 106.44 106.56 106.85 107.18 107.97 1.44% 0.74%
Upah Buruh Tani 104.71 105.50 106.26 107.31 107.31 109.29 110.40 110.64 111.29 112.20 2.66% 0.81%
Nilai Tukar Petani (indeks) 99.02 99.85 99.78 98.83 98.83 98.01 95.68 95.47 96.74 97.33 -0.70% 0.61%
Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks) 103.49 104.91 105.04 105.00 104.97 105.20 102.64 104.07 106.90 107.87 2.53% 0.91%
qtq
Rincian
Growth (%)
yoy
20152014 2016
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,43%. Sektor dengan peningkatan
indeks yang paling rendah adalah Perikanan Tangkap.
Grafik 6.5 Grafik 6.6
Nilai Tukar Petani Per Sektor Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Dilihat dari subsektornya, petani pada subsektor Tanaman Hortikultura, Peternakan, dan
Perikanan merupakan yang paling sejahtera, hal ini terlihat dari angka NTP yang berada di atas
100. Indeks NTP Tanaman Hortikultura, Peternakan, dan Perikanan masing-masing adalah
107,12, 100,54, dan 100,11. Meskipun berada di atas 100, indeks NTP Perikanan mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan penurunan
sebesar -5,99% (yoy).
Dengan menggunakan ukuran yang sama, petani di subsektor Tanaman Pangan dan Perkebunan
masih berada di bawah batas sejahtera. Namun, NTP pada subsektor Tanaman Pangan terlihat
mengalami peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana peningkatan tercatat
sebesar 0,46% (yoy). Di sisi lain, kesejahteraan Petani pada subsektor Perkebunan perlu menjadi
perhatian khusus mengingat komoditas unggulan Sulawesi Utara umumnya berasal dari sektor
perkebunan diantaranya kelapa, cengkeh, dan pala. NTP pada subsektor Perkebunan mengalami
penurunan sebesar -3,10% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Grafik 6.7
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Data terakhir pada bulan September 2015 menunjukkan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi
Utara secara umum masih berada di bawah angka nasional. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) menunjukkan jumlah penduduk miskin Sulut sampai dengan September 2015
mencapai 217,15 ribu jiwa (8,98% dari total penduduk). Jumlah tersebut meningkat dari Maret
2015 yang berjumlah 208,54 ribu jiwa (8,65% dari total penduduk) atau naik 0,33% jika
dibandingkan Maret 2015.
Sejalan dengan tingkat kemiskinan, garis kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan
laporan mengalami peningkatan. Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa
meningkat 3,97% dari Rp295.365 per kapita per bulan menjadi Rp307.104 per kapita perbulan.
Garis kemiskinan ini adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh
satu orang. Apabila berada dalam rata-rata garis kemiskinan, individu tersebut dkategorikan
sebagai penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan
karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Pada periode Maret 2015 hingga September 2015, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Nilai indeks P1 menunjukkan ukuran rata-
rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Indeks P1 naik sedikit dari 1,34 pada Maret 2015 menjadi 1,54 pada September 2015. Sementara
itu indeks P2 yang menunjukkan variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin naik tidak
signifikan dari 0,34 pada Maret 2015 menjadi 0,44 pada September 2015. Kenaikan yang tidak
signifikan pada kedua indeks tersebut menunjukkan kedalaman dan keparahan kemiskinan di
Sulawesi Utara relatif tetap.
Tabel 6.6
Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Wilayah
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Kota Desa Total
Maret 2011 1.11 1.16 1.14
September 2011 0.20 1.22 1.21
Maret 2012 0.68 1.30 1.02
September 2012 1.14 1.21 1.18
Maret 2013 0.94 1.38 1.18
September 2013 0.96 1.32 1.16
Maret 2014 0.74 1.59 1.21
Sep-14 0.98 1.53 1.28
Maret 2015 0.82 1.78 1.34
Sep-15 0.63 2.30 1.54
Maret 2011 0.30 0.19 0.24
September 2011 0.31 0.25 0.28
Maret 2012 0.12 0.33 0.23
September 2012 0.33 0.27 0.30
Maret 2013 0.21 0.31 0.26
September 2013 0.22 0.33 0.28
Maret 2014 0.17 0.33 0.26
Sep-14 0.24 0.34 0.30
Maret 2015 0.18 0.47 0.34
Sep-15 0.13 0.71 0.44
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN
7.a. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,12%
(yoy), atau mengalami akselerasi dibandingkan pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.
Meningkatnya perekonomian Sulut di triwulan II 2016 diperkirakan ditopang oleh seluruh sektor
utama Sulut yakni sektor Pertanian , Perdagangan , Konstruksi, Transportasi dan Industri
Pengolahan.
Setelah dihantam oleh musim El Nino tahun 2015 yang menyebabkan banyak tanaman pertanian
baik perkebunan maupun tanaman pangan gagal panen, pada tahun 2016 diperkirakan sektor
Pada triwulan II, selain meningkat karena hilangnya musim
El Nino, peningkatan juga akan didorong oleh pergeseran masa panen yang sebagian besar
terjadi di triwulan II 2016. Hal tersebut dapat dilihat melalui pergerakan tingkat inflasi beras
dimana pada triwulan I harga beras masih tercatat inflasi dan mulai menurun ketika memasuki
awal triwulan II yaitu bulan April 2016. Subsektor Perikanan juga akan mengalami peningkatan
dampak base effect tahun 2015 ketika aturan Moratorium masih diberlakukan. Peningkatan
triwulan I 2016 akan dilanjutkan dengan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2016. Tidak
diperpanjangnya peraturan moratorium oleh KKP menjadi pendorong industri pengolahan ikan
tumbuh meningkat pada triwulan mendatang. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan
sektor industri tidak akan maksimal karena tertahan oleh perlambatan industri pengolahan kelapa
akibat ketersediaan bahan baku yang berkurang dampak El Nino tahun 2015.
banyak faktor yang akan mendorong sektor tersebut meningkat. Faktor-
faktor tersebut antara lain yaitu kenaikan UMP, peningkatan sektor primer, tingkat inflasi yang
rendah, musim liburan, menjelang hari raya keagamaan, dan penerimaan THR. Faktor-faktor
tersebut akan mendorong perdagangan eceran dan kendaraan bermotor meningkat pada
triwulan II 2016.
Sementara itu, sektor Konstruksi diperkirakan meningkat seiring dengan realisasi APBD dan APBN
yang cenderung meningkat memasuki triwulan II dan investasi swasta yang mulai marak
dilakukan seperti pembukaan outlet dan pengadaan aset. Peningkatan penyaluran kredit
diperkirakan akan meningkat setelah penurunan BI Rate dan GWM Primer Rupiah yang
berdampak pada peningkatan likuiditas.
2016 seiring dengan persiapan perayaan hari raya keagamaan dan penerimaan THR. Subsektor
transportasi darat akan meningkat didorong oleh mobilitas masyarakat yang meningkat seiring
dengan perayaan dan peningkatan pendapatan. Transportasi udara juga akan meningkat seiring
dengan masuknya musim liburan. Sementara itu, transportasi laut meningkat seiring dengan
peningkatan produksi industri pengolahan, khususnya pengolahan ikan.
Adapun sektor Industri Pengolahan akan tumbuh meningkat seiring meningkatnya sektor
yang akan memberikan pasokan bahan baku. Peningkatan pertumbuhan sektor ini
ditopang oleh perbaikan subsektor industri bahan makanan yang didominasi oleh pengolahan
ikan. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh tidak diperpanjangnya peraturan moratorium
oleh KKP yang telah berakhir pada bulan Oktober 2015. Hal tersebut mendorong ketersediaan
bahan baku pada triwulan mendatang, selain juga dibantu oleh base effect rendahnya bahan
baku pada triwulan II 2015. Hal tersebut juga terkonfirmasi melalui liaison pada perusahaan-
perusahaan perikanan besar di Sulut yang menyatakan bahwa bahan baku ikan pada triwulan
mendatang akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2015.
Di sisi penggunaan, komponen utama Sulut diperkirakan mengalami peningkatan seluruhnya.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat didorong oleh peningkatan pendapatan dan
keperluan kebutuhan jelang perayaan hari raya keagamaan. Survei Konsumen juga menunjukkan
bahwa keyakinan konsumen meningkat pada triwulan yang akan datang. Konsumsi pemerintah
dan kinerja investasi diperkirakan akan tumbuh meningkat. Peningkatan kedua komponen
tersebut tentunya didorong oleh realisasi anggaran pemerintah baik belanja rutin maupun belanja
modal. Pembangunan proyek-proyek strategis khususnya mega proyek akan mendorong
pencapaian realisasi atau kinerja pemerintah meningkat. Selain itu, pelaku usaha atau pihak
swasta akan mulai gencar melakukan investasi seiring dengan perkiraan perbaikan ekonomi dan
ketersediaan kredit. Pelaku usaha akan membangun toko, outlet dan kantor untuk pemasaran.
Selain itu beberapa pelaku usaha perumahan akan melakukan pembelian lahan baru dan
pembangunan perumahan. Angin segar datang juga dari pemerintah provinsi yang akan
melakukan penyerdehanaan dan percepatan dalam perizinan investasi. Di sisi pembiayaan,
turunnya BI Rate dan GWM Primer Rupiah yang akan mendorong ketersediaan dana sangat
berpotensi menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah akan mendorong peningkatan
investasi pada triwulan II 2016. Sementara itu, kinerja perdagangan Sulut juga diperkirakan
membaik seiring dengan ekspor perikanan yang semakin baik. Di samping itu, pertumbuhan
impor barang modal akan meningkat seiring dengan peningkatan produksi industri pengolahan.
Selain itu, pembangunan dan peningkatan kualitas pelabuhan akan menjadi faktor penting
kegiatan perdagangan Sulut dan luar negeri.
7.b. PRAKIRAAN INFLASI
Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 2016, tekanan inflasi Sulut memasuki triwulan II
2016 diperkirakan kembali meningkat kendati dalam besaran yang relatif terbatas terutama
secara bulanan. Setelah mencatatkan deflasi cukup dalam di periode April 2016, inflasi Sulut pada
Mei dan Juni diperkirakan meningkat dengan proyeksi inflasi bulanan masing-masing pada
kisaran 0,09% (mtm) dan 0,57% (mtm). Secara tahunan, inflasi Sulut pada triwulan II 2015
diperkirakan berada di level 3,12±1% (yoy) atau cenderung lebih rendah dibandingkan level
inflasi tahunan di triwulan I 2016 yang lebih disebabkan oleh faktor based effect.
Risiko tekanan inflasi pada triwulan II 2016 diperkirakan muncul dari kelompok volatile food dan
kelompok inti dipengaruhi masuknya periode bulan Ramadhan, masuknya masa panen dan
dimulainya realisasi proyek pemerintah. Sementara, tekanan inflasi pada kelompok administered
prices diperkirakan masih relatif stabil kendati pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai
mengalami kenaikkan.
Grafik 7.b.1
Prakiraan Inflasi Bulanan Sulut
Grafik 7.b.2
Ekspektasi Harga Konsumen
Sumber: KPw BI Sulut. Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut.
1. Volatile Foods
Tekanan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan mengalami peningkatan terutama
secara bulanan. Harga komoditas strategis seperti cabai rawit dan tomat sayur terpantau mulai
merangkak naik sejak awal Mei 2016. Masuknya bulan Ramadhan juga diperkirakan menjadi
risiko tersendiri mengingat konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat memasuki bulan
puasa. Namun demikian, panen raya komoditas beras pada periode akhir Maret hingga April
dapat menjadi faktor penahan terjadinya inflasi yang lebih tinggi. Harga beras terpantau mulai
mengalami penurunan sejak April dan diperkirakan berlanjut hingga Mei 2016.
2. Administered Prices
Risiko tekanan inflasi pada kelompok Administered Prices diperkirakan masih relatif rendah
sampai dengan triwulan II 2016. Meskipun pergerakan harga minyak dunia terpantau mulai
meningkat namun transmisinya terhadap penyesuaian harga pada kelompok ini diperkirakan
belum akan terjadi pada triwulan II. Potensi tekanan inflasi dari kelompok ini muncul dari
komoditas angkutan udara yang sangat mungkin mengalami kenaikkan mengingat indeks
harganya yang sudah cukup rendah pada triwulan I 2016.
3. Core Inflation
Risiko tekanan inflasi pada kelompok inti diperkirakan relatif meningkat memasuki triwulan II
2016. Kondisi ini dipengaruhi oleh mulai membaiknya perekonomian secara umum sehingga
memberikan dampak pada tingkat permintaan. Selain itu, dimulainya realisasi beberapa proyek
pemerintah diperkirakan memberi tekanan permintaan pada komoditas bahan bangunan yang
harganya telah terkoreksi cukup dalam di triwulan pertama. Peningkatan harga emas juga dapat
menjadi risiko tersendiri terhadap perkembangan inflasi kelompok inti di triwulan mendatang.
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-
100
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi.
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata
3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat
persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan
harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti
tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor
penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari
permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered
Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang
kartal dan uang giral
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator
tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi
(tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di
dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan
masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank
sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas
negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka
dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann
penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang
diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan
kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi
kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat
memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui :
restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala
pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat
ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank
umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum
dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang
yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat
berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.