Transcript
Page 1: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

1 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

SINTESIS

SENYAWA 3-(4-METILBENZOIL)-1-FENILTIOUREA

SEBAGAI KANDIDAT ANTIKANKER

( Studi Interaksi dan Toksisitas Secara In Silico )

Anisa Pebiansyah, Ruswanto, E. Muharam Priatna

Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

ABSTRAK

Sintesis senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea telah dibuat dari reaksi asilasi

antara 1-feniltiourea dengan 4-metilbenzoil klorida di dalam pelarut tetrahidrofuran

menggunakan refluks selama 7 jam. Persentase perolehan kembali hasil sintesis adalah

46,23%. Kemurnian dari hasil sintesis telah diuji dengan uji jarak lebur dan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) menggunakan beberapa eluen menunjukan jarak lebur dengan rentang

yang kecil dan noda tunggal. Identifikasi struktur senyawa hasil sintesis dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometri Ultraviolet, spektrofotometri Infra merah, spektrometri 1H-

NMR, spektrometri 13

C-NMR dan spektrometri Massa menandakan bahwa senyawa hasil

sintesis merupakan senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea sesuai dengan perkiraan. Studi

interaksi secara in silico telah dilakukan dengan software AutoDock Vina dan divisualisasi

dengan MMV menunjukan senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea berinteraksi lebih baik

dengan reseptor kanker payudara (2IOK) daripada dengan reseptor kanker lainnya dengan

Binding Affinity -7,0 Kkal/mol. Uji toksisitas menggunakan sofware Toxtree dengan beberapa

parameter menunjukan senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea masih dalam batas aman

tetapi berpotensi toksik.

Kata kunci : Sintesis, 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea, in silico, toksisitas.

ABSTRACT

Synthesis of 3-(4-methylbenzoyl)-1-phenylthiourea has been made by reacting between

1-phenylthiourea and 4-methylbenzoyl chloride in Tetrahydrofuran as solvent modification

from Schotten Baumann method with using reflux for 7 hours based on acylation. The

percentage of yield was 46,23%. The purity of synthesis result was tested by melting point

test and Thin Layer Chromatography (TLC) using differents eluent show narrow range of

melting point and the single spot on the TLC. The structure of identification shyntesis result

carried out by Ultraviolet spectrophotometry, Infra red spectrophotometry, mass

spectrometry, 1H-NMR spectrometry

and

13C-NMR spectrometry show result of synthesis

product is 3-(4-methylbenzoyl)-1-phenylthiourea was appropriate to the prediction. In silico

studies with software Autodock Vina and visualizated with MMV show that 3-(4-

methylbenzoyl)-1-phenylthiourea has the better interaction with breast cancer receptor

(2IOK) than other cancer receptor with binding affinty -7.0 Kcal/mol. Toxicity test use

software toxtree with differents toxicity parameter show that 3-(4-methylbenzoyl)-1-

phenylthiourea still in safety limit but has toxic potential.

Key words : Synthesis, 3-(4-methylbenzoyl)-1-phenylthiourea, in silico, toxicity

Page 2: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

2 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan semakin pesat, didapatkan

bahwa struktur kimia obat ternyata dapat

menjelaskan sifat-sifat obat dan terlihat

bahwa gugus-gugus molekul obat

berkaitan dengan aktivitas biologisnya.

Modifikasi molekul merupakan metode

yang digunakan untuk mengembangkan

obat baru dengan aktivitas yang

dikehendaki, antara lain meningkatkan

aktivitas obat, menurunkan efek samping

atau toksisitas, meningkatkan selektivitas

obat, memperpanjang masa kerja obat dan

meningkatkan kenyamanan penggunaan

obat. Modifikasi molekul pada umumnya

dapat dilakukan dengan cara seleksi atau

sintesis obat dan modifikasi obat yang

telah diketahui aktivitas biologisnya

(Siswandono, 2000).

Salah satu penyakit yang masih

dikembangkan pengobatannya adalah

penyakit kanker. Kanker merupakan

masalah kesehatan utama dalam

masyarakat. Di negara-negara Industri,

sekitar satu dari lima orang meninggal

karena kanker. Saat ini kanker merupakan

salah satu penyebab kematian yang paling

sering terjadi dan kasus penderita kanker

senantiasa bertambah. Kanker ini terutama

terjadi pada usia lanjut (Mutschler, 1991).

Penyakit keganasan kanker dapat diatasi

dengan pembedahan, penyinaran atau

kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan

menggunakan obat-obat kanker yang

disebut Sitostatika. Umumnya kerja

antikanker kurang spesifik sehingga pada

saat yang sama akan menimbulkan

kerusakan parah pada sel sehat dan efek

toksik yang berat (Tjay, 2010).

Pengembangan senyawa baru

antikanker dengan modifikasi molekul

telah banyak dilakukan sampai sekarang.

Salah satu diantaranya yaitu senyawa

turunan tiourea. Tiourea adalah senyawa

yang mempunyai gugus fungsional yaitu

amin dan thiol. (WHO, 2003). Pada

berbagai penelitian yang telah dilakukan,

senyawa turunan tiourea diketahui

memiliki efek farmakologi yang luas

seperti penekan sistem syaraf pusat

(Kesuma, 2009), tuberkulostika, hipnotik-

sedatif, antivirus,antifungi dan antitiroid

(Roma, 2007) dan Antikanker (Jian

Li,2006; Prajanata, 2009; Nakisah, 2011).

Salah satu pengembangan senyawa

turunan tiourea sebagai antikanker

diantaranya, Jian Li et all (2006) telah

mendesain, mensintesis dan mengevaluasi

senyawa baru dari derivat tiourea N-(2-

oxo-1,2-dihydroquinolin-3-yl-methyl)-

thiourea sebagai antikanker dengan

penghambatan protein tirosin kinase.

Idenifikasi senyawa dilakukan dengan

screening virtual dengan molecular

docking. Dari 40 senyawa baru yang

didesain, disintesis diperoleh 6 senyawa

yang menunjukan aktivitas menghambat

sel kanker tapi hanya satu senyawa yang

aktivitas penghambatannya meningkat

sekitar 10 kali lebih baik daripada senyawa

awalnya. Perbedaan aktivitas

penghambatan sel kanker ini dipengaruhi

oleh gugus samping pada senyawa N-(2-

oxo-1,2-dihydroquinolin-3-yl-methyl)

thiourea .

I Gde Mahendra 2009, telah

melakukan uji aktivitas sitotoksik 3,4–

diklorobenzoiltiourea dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa senyawa 3,4 –

diklorobenzoiltiourea mempunyai LC50

rata-rata sebesar 69 ppm kurang dari 200

ppm sehingga senyawa tersebut

mempunyai aktivitas sitotoksik.

Berdasarkan latar belakang diatas

telah dilakukan sintesis senyawa turunan

tiourea lainnya yaitu 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dari senyawa 1-feniltiourea

dengan 4-metil benzoil klorida. Dipilihnya

1-feniltiourea karena 1-feniltiourea

merupakan senyawa turunan tiourea yang

diperkirakan sama mempunyai aktivitas

antikanker. 1-feniltiourea direaksikan

dengan 4-metilbenzoil klorida berdasarkan

reaksi asilasi dimana 4-metilbenzoil

klorida merupakan senyawa asil yang

Page 3: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

3 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

mempunyai gugus Cl yang mudah lepas

sehingga menghasilkan turunan tiourea

lainnya yaitu senyawa 3-(4-metilbenzoil)-

1-feniltiourea. Selain itu, penulis juga

secara in silico telah mempelajari interaksi

antara senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dengan beberapa reseptor

kanker dan mempelajari toksisitasnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat

Peralatan yang digunakan pada

penelitian ini terdiri dari peralatan untuk

penelitian di laboratorium dan uji in sillico.

Peralatan untuk sintesis di laboratorium

diantaranya alat-alat gelas yang digunakan

di laboratorium, magnetic stirrer, hot plate,

rotary evaporator, corong buchner, lampu

UV 254 nm, chamber, oven, kertas saring,

timbangan analitik, Electrothermal Melting

Point 9100, Spektrofotometer UV-Vis,

Spektrofotometer Massa, Spektrofotometer

Infra merah, spektrofotometer 1H-NMR

dan spektrofotometer 13

C-NMR. Sedangkan

peralatan yang digunakan untuk uji in silico

diantaranya komputer dengan processor

Intel(R) Core (TM) i3-2328M 2,2 GHz

dengan kapasitas memori 2,00 GB dan

software yang dignakan adalah Marvin

Sketch 5.2, Autodock Tools, Autodock Vina

1.0, MMV (Molegro Molecular Viewer)

dan ToxTree.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada

penelitian ini terdiri dari bahan-bahan

untuk penelitian di laboratorium dan uji in

sillico. Bahan-bahan yang digunakan untuk

penelitian di laboratorium diantaranya 1-

feniltiourea p.a, 4-metilbenzoil klorida p.a,

tetrahidrofuran p.a, trietilamin p.a, etanol

p.a, Natrium Bikarbonat p.a, metanol p.a,

aquabidestillata, kloroform p.a, etil asetat

p.a, Silika gel 60 GF254. Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan untuk uji in silico

diantaranya beberapa reseptor kanker yang

didownload dari Protein Data Bank (PDB)

yang dikeluarkan oleh Research

Collaboratory for Structural Bioinformatics

(RSCB) dengan alamat web

http://www.rscb.org/pdb/ dan struktur

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea.

PROSEDUR PENELITIAN

Sintesis Senyawa 3-(4-Metilbenzoil)-1-

Feniltiourea Senyawa 1-feniltiourea ditimbang

sebanyak 1,522 gram (0,01 mol) pada

timbangan analitik kemudian dimasukan ke

dalam labu alas datar yang kering lalu

ditambah 15 ml tetrahidrofuran dan 3 ml

trietilamin ke dalam labu alas datar

tersebut. Sementara itu pada corong pisah

kering masukan 1,06 ml (0,008 mol) 4-

metilbenzoil klorida dan 18 ml

tetrahidrofuran kocok pelan-pelan. Setelah

itu 4-metilbenzoil klorida dalam

tetrahidrofuran yang berada dalam corong

pisah diteteskan sedikit demi sedikit ke

dalam labu sambil diputar dengan

menggunakan magnetic stirrer pada suhu

kamar. Setelah diteteskan semua, campuran

direfluks pada suhu ± 90-100oC dan diputar

dengan magnetic stirrer selama 7 jam.

Setiap jam campuran di dalam labu diuji

KLT dengan menggunakan eluen metanol :

kloroform 9 : 1 dan 2 : 1. Selanjutnya hasil

refluks diuapkan pelarutnya dengan

menggunakan rotary evaporator sampai

semua pelarutnya menguap dan kental.

Setelah itu ditambah natrium bikarbonat

jenuh secukupknya sambil diaduk-aduk

sampai tidak keluar buih lagi. Lalu dicuci

dengan aquadest secukupnya kemudian

disaring dengan corong Buchner (Suzzana,

2010).

Rekristalisasi Senyawa 3-(4-

Metilbenzoil)-1-Feniltiourea

Etanol sebanyak 50 ml dimasukan

ke dalan gelas kimia 100 ml kemudian

dipanaskan pada hot plate. Setelah panas

senyawa hasil sintesis dimasukan sedikit

demi sedikit sambil diaduk hingga senyawa

larut semua ke dalam gelas kimia berisi

etanol. Larutan yang diperoleh didiamkan

Page 4: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

4 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

pada suhu kamar sampai terbentuk kristal.

Setelah itu kristal yang terbentuk disaring

dengan corong buchner lalu kristal atau

residu dipindahkan ke cawan uap dan

dioven pada suhu 60°C selama 30-60 menit

kemudian kristal ditimbang.

Uji Kemurnian Hasil Sintesis

Analisis dengan Kromatografi Lapis

Tipis Uji kemurnian dengan KLT dengan

menggunakan fase gerak methanol :

kloroform 2:1, methanol:kloroform 9:1,

metanol:etil asetat 9:1, metanol:etil asetat

3:1 dan etanol:n-heksan 3:1 sedangkan fasa

diamnya digunakan silika gel 60 GF254.

Senyawa dielusi, kemudian dikeringkan lalu

dilihat pada lampu UV 254 nm kemudian

ditentukan Rfnya dan dibandingkan dengan

Rf pembanding yaitu Rf 1-feniltiourea

standar.

Penentuan Jarak Lebur Sedikit senyawa hasil reaksi digerus

halus lalu dimasukkan ke dalam pipa

kapiler tapi salah satu ujungnya tertutup

sampai terisi 2 mm. Setelah itu pipa

kapiler dimasukkan ke dalam alat

Electrothermal Melting Point 9100 lalu

diamati suhunya pada saat senyawa tersebut

mulai melebur sampai seluruh senyawa

tersebut melebur (Silverstein , 1998).

Identifikasi Struktur Senyawa Hasil

Sintesis 1. Identifikasi dengan Spektrofotometer

Ultra Violet

2. Identifikasi dengan Spektrofotometer

Infra merah

3. Identifikasi dengan Spektrometer

Resonansi Magnit Inti (1H-NMR)

4. Identifikasi dengan Spektrometer

Resonansi Magnit Inti (13

C-NMR)

5. Identifikasi dengan Spektrometer

Massa

Studi In Silico

Docking Senyawa 3-(4-Metilbenzoil)-1-

Feniltiourea pada Reseptor-Reseptor

Kanker dengan Menggunakan Autodock

Vina

Senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea didockingkan pada beberapa

reseptor kanker diantaranya reseptor

kanker payudara (2IOK), reseptor kanker

otak (1QH4), reseptor kanker lambung

(3CF9), reseptor kanker paru -paru (2ITO)

dan reseptor kanker kulit (2VCJ). Proses

docking dilakukan dengan menggunakan

AutoDock Vina melalui beberapa tahapan.

Persiapan Ligan (Senyawa 3-(4-

Metilbenzoil)-1-Feniltiourea )

Ligan digambar dengan

menggunakan software marvin sketch 5.2

lalu dioptimasi geometri. Setelah itu

dilakukan preparasi dan diubah file ligan

menjadi file pdbqt menggunakan program

AutoDock Tools(Wardani, 2012).

Persiapan Protein (Reseptor-Reseptor

Kanker)

Reseptor kanker di download dari

Protein Data Bank (PDB). Setelah itu

dilakukan preparasi, penghapusan ligan

alaminya dan pengubahan file protein

menjadi file pdbqt menggunakan program

AutoDock Tools. Tahap ini dilakukan pada

semua reseptor kanker (Wardani, 2012).

Persiapan Parameter Grid

Penentuan Grid box dilakukan

dengan mengatur ukuran grid box dan

center grid box menggunakan program

Autodock Tools. (Wardani, 2012).

Docking dengan AutoDock Vina

Ligan dan protein yang telah

dilakukan preparasi kemudian dilakukan

docking mengunakan AutoDock vina

dengan bantuan command prompt dan

notepad (Wardani, 2012).

Analisis Hasil Docking

Hasil docking antara reseptor dan

ligan yang telah kemudian dianalisis

menggunakan software Molegro Molecular

Viewer (MMV) dengan dilihat interaksinya

Page 5: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

5 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

dalam bentuk 2 Dimensi dan 3 Dimensi

(Wardani, 2012).

Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan terhadap

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan menggunakan software ToxTree.

Parameter yang dilihat pada uji toksisitas

ini adalah prediksi parameter Cramer

Rules, Kroes TTC decision tree dan

Benigni / Bossa rulebase (Harganingtiyas,

2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Senyawa 3-(4-Metilbenzoil)-1-

Feniltiourea

Proses Refluks

Sintesis senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea berasal dari

reaksi antara 1-feniltiourea dengan 4-

metilbenzoil klorida.

Gambar 1. Reaksi antara 1-feniltiourea dengan 4-

metilbenzoil klorida.

Metode Schotten-Baumann

merupakan metode umum yang digunakan

untuk sintesis senyawa amida dimana

nukleofil amina direaksikan dengan

benzoil klorida dalam Natrium Hidroksida

berair. Natrium hidroksida digunakan

untuk mengikat HCl sebagai hasil samping

dari proses reaksi tetapi dapat juga

bereaksi dengan benzoil klorida

membentuk natrium benzoat sebagai hasil

samping, sehingga mengurangi rendemen

senyawa hasil sintesis. Oleh karena itu

pada sintesis ini dilakukan modifikasi

metode Schotten-Baumann tetapi tidak

menggunakan Natrium hidroksida.

Sintesis senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea dilakukan

dengan menggunakan refluks. Pelarut yang

digunakan adalah tetrahidrofuran.

Tetrahidrofuran termasuk ke dalam pelarut

aprotik. Pelarut aprotik merupakan pelarut

yang tidak mengandung proton. Dipol

negatif pelarut aprotik dapat mengikat

kation tetapi dipol positifnya tidak

mempunyai kemampuan mengikat anion

sehingga tidak dapat membentuk ikatan

hidrogen dan dapat meningkatkan reaksi

(Sastrohamidjojo, 2009). Selain itu

digunakan juga katalis trietilamin untuk

membuat suasana sintesis menjadi basa pH

10 sehingga dapat mempercepat reaksi.

Pada proses sintesis digunakan 1-

feniltiourea sebanyak 0,01 mol dan 4-metil

benzoil klorida sebanyak 0,008 mol lebih

kecil dari mol 1-feniltiourea. Hal ini

dilakukan supaya 4-metilbenzoil klorida

bereaksi seluruhnya dengan 1-feniltiourea

tidak ada peluang bereaksi dengan zat lain

karena 4-metilbenzoil klorida merupakan

senyawa yang reaktif dimana terdapat

gugus Cl sebagai gugus pergi sehingga

mudah bereaksi dengan zat yang tidak

diharapkan. Proses pemanasan pada suhu

90-100°C dan pengadukan juga dilakukan

saat refluks untuk mempercepat reaksi dan

reaksi dapat berjalan sempurna.

Reaksi yang terjadi pada proses

sintesis ini adalah reaksi substitusi

nukleofilik asil 2 (SN2) antara 1-

feniltiourea dengan 4-metilbenzoil klorida

dimana reaksi substitusi nukleofilik asil 2

(SN2) hanya terjadi satu tahap yaitu

terjadinya penyerangan amina yang

mempunyai elektron bebas sebagai

nukleofil dari senyawa 3-(4-metilbenzoil)-

1-feniltiourea terhadap atom C dari

senyawa 4-metilbenzoil klorida yang

menyebabkan eliminasi gugus Cl dari

senyawa 4-metilbenzoil klorida.

Proses refluks dilakukan selama 7

jam dimana tiap jam diuji dengan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan

eluen metanol:kloroform 9:1 untuk

memantau sudah terbentuk senyawa baru

atau belum. Berdasarkan hasil KLT, pada

jam ke 1 sampai jam ke 5 diperoleh dua

noda yang diperkirakan senyawa baru

belum terbentuk. Pada jam ke 6 dan 7

H3C

Cl

O

+ H2N N

S

H

1-feniltiourea4-metilbenzoil klorida

NH

NH

SO

H3C

3-(4-metil benzoil)-1-feniltiourea

Page 6: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

6 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

terbentuk noda tunggal dengan Rf yang

berbeda dengan 1-feniltiourea dan 4-

metilbenzoil klorida yaitu 0,70. Selain itu

dilakukan KLT dengan menggunakan fase

gerak metanol : kloroform 2 : 1 pada jam

ke 6 dan jam ke 7 diperoleh noda tunggal

juga dengan Rf 0,85. Dilihat dari hasil

KLT tersebut diperkirakan telah terbentuk

senyawa baru turunan 1-feniltiourea.

Rekristalisasi

Rekristalisasi dilakukan dengan

menggunakan etanol panas karena hasil

sintesis larut pada etanol panas dan tidak

larut dalam air atau etanol dingin. Pada

suhu pemanasan hasil sintesis larut tetapi

setelah didinginkan membentuk kristal.

Berdasarkan proses rekristalisasi diperoleh

hasil sintesis sebanyak 1 g dengan

persentase perolehan kembali sebesar

46,23%. Senyawa hasil sintesis berupa

kristal jarum ringan, berwarna putih, tidak

berbau, tidak larut dalam air, etanol dingin

dan metanol dingin tapi larut dalam etanol

panas dan metanol panas.

Uji Kemurnian

Uji kemurnian senyawa hasil

sintesis dilakukan dengan uji KLT dan uji

jarak lebur. Uji KLT dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui nodanya tunggal

atau tidak.

Tabel 1. Hasil Uji Kemurnian dengan KLT

Fase gerak Replikasi

Rf

Dimensi

ke 1

Rf

1-

Feniltiourea

Metanol :

kloroform

9 : 1

1 0,70 0,80

2 0,70 0,80

3 0,70 0,80

Metanol :

kloroform

2 : 1

1 0,85 0,90

2 0,85 0,90

3 0,85 0,90

Metanol:etil

asetat

9:1

1 0,80 0,78

2 0,80 0,78

3 0,80 0,78

Metanol:etil

asetat

3:1

1 0,78 0,75

2 0,78 0,75

3 0,78 0,75

Etanol : N-

heksan

3:1

1 0,88 0,85

2 0,88 0,85

3 0,88 0,85

Berdasarkan hasil KLT pada Tabel 1

diperoleh senyawa yang tunggal. Setelah

dilakukan replikasi masing-masing eluen

sebanyak dua kali diperoleh Rf yang sama

antara Rf replikasi ke 1 sampai ke 3 dan

berbeda dengan Rf 1-feniltiourea yang

menandakan bahwa senyawa baru hasil

sintesis terbentuk dan murni.

Uji jarak lebur dilakukan dengan

menggunakan Electrothermal 9100.

Berdasarkan hasil pengujian sebanyak 3

kali, senyawa hasil sintesis dikatakan murni

karena rentang jarak leburnya kurang dari

2°C. Terjadinya rentang jarak lebur kurang

dari 2°C karena pada zat tersebut tidak

terdapat zat lain ataupun pengotor yang

tercampur didalamnya. Selain itu itu jarak

leburnya berbeda dengan 1-feniltiourea

teoritis yaitu148-150°C dan 4-metilbenzoil

klorida 117-118°C yang menandakan

senyawa hasil sintesis telah terbentuk.

Tabel 2. Hasil Uji Kemurnian Jarak Lebur

Replikasi

Jarak lebur

(°C)

Senyawa hasil

sintesis

1 138-139

2 138-139

3 139-140

Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis

Gambar 2. Hasil Spektrum Spektrofotometri

Senyawa Hasil Sintesis

Dari Gambar 2 diperoleh 2 puncak

pada panjang gelombang 307,5 nm dan

270,5 nm. Panjang gelombang tersebut

berbeda dengan zat awal yaitu 1-

feniltiourea yang mempunyai panjang

gelombang 266,5 dan 207,5 serta 4-

metilbenzoil klorida dengan panjang

Page 7: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

7 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

gelombang 236 nm. Panjang gelombang

senyawa hasil sintesis 307,5 nm

merupakan panjang gelombang yang

berasal dari serapan gugus kromofor –C=O

yang berikatan dengan gugus ausokrom

nitrogen sehingga gugus ausokrom tersebut

menggeser serapan panjang gelombang

menjadi lebih besar. Selain itu juga

pergeseran dipengaruhi oleh gugus

aromatik sebagai gugus kromofor yang

mempunyai ikatan konjugasi. Sedangkan

panjang gelombang 270,5 merupakan

panjang gelombang yang diperoleh dari

serapan gugus kromofor –C=S. Dengan

demikian diperkirakan berdasarkan proses

sintesis terbentuk senyawa baru karena

panjang gelombangnya berbeda dengan

senyawa 1-feniltiourea.

Pembuktian terbentuknya senyawa

baru dapat dibantu dengan data

spektrofotometri Infra merah. Berdasarkan

hasil identifikasi dengan spektrofotometri

Infra merah diperoleh gugus-gugus fungsi

penyusun senyawa hasil sintesis yang dapat

dilihat dari bilangan gelombang (cm-1

) pada

spektrum (Sitorus, 2009).

Gambar 3. Hasil Spektrum Infra merah

Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 3. Bilangan Gelombang Spektrun Infra Merah

Senyawa Hasil Sintesis

Gugus fungsi Bilangan Gelombang

Hasil sintesis (cm-1

)

Ulur –NH 3370,96

3313,11

Ulur C=O 1673,91

Ulur C=S 1153,2

Dari spektrum pada Gambar 3

teridentifikasi gugus-gugus fungsional

utama yang terdapat pada senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea. Gugus

fungsional yang teridentifikasi pada

senyawa tersebut diantaranya gugus –NH,

C=O dan C=S yang terbukti ada pada

senyawa hasil sintesis. Dengan demikian

diperkirakan 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea terbentuk dari hasil sintesis.

Identifikasi lainnya dilakukan

menggunakan Spektrofotometri Resonansi

Magnet Proton (H-NMR).

Gambar 4. Hasil Spektrum Spektrofotometri

1H-NMR Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 4. Hasil Analisis Spektrofotometri 1H-NMR

Senyawa Hasil Sintesis

Pergeseran

kimia

(ppm)

Multipli

sitas Atom H dari gugus

2,5 Singlet

3 atom H dari gugus

CH3 yang berikatan

dengan cincin aromatik

7,256-

7,296 Multiplet

1 atom H dari cincin

aromatik monosubstitusi

7,328-

7,344 Duplet

2 atom H dari cincin

aromatik monosubstitusi

7,405-

7,435 Triplet

2 atom H dari cincin

aromatik monosubstitusi

7,707-

7,723 Duplet

2 atom H dari cincin

aromatik disubstitusi

7,781-

7,797 Duplet

2 atom H dari cincin

aromatik disubstitusi

9,079 Singlet 1 atom H dari gugus –

NH

12,629 Singlet 1 atom H dari gugus –

NH

Analisis Spektrum spektrofotometri 1H-NMR dilakukan untuk mengetahui

posisi atom H, jumlah atom H dan

lingkungan sekitar atom H. Dilihat dari

hasil analisis pada tabel 4, senyawa hasil

sintesis mempunyai 14 atom H dengan

posisi berbeda-beda yang ditandai dengan

Page 8: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

8 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

pergeseran kimia yang berbeda dan

multipisitas yang berbeda juga. Jumlah

atom H tersebut sama dengan jumlah atom

H yang berada pada struktur senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea.

Identifikasi selanjutnya dilakukan

identifikasi 13

C-NMR untuk mengetahui

jumlah atom C dari hasil sintesis. Dari Hasil

Spektrum Spektrofotometri 13

C-NMR

diperoleh beberapa puncak yang dapat

dilihat pada gambar.

Gambar 5. Hasil Spektrum Spektrofotometri 13

C-NMR Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 5. Hasil Analisis Spektrofotometri 13

C-NMR

Senyawa Hasil Sintesis

Pergeseran

kimia

(ppm)

Atom C dari gugus

21,7

1 atom C dari gugus CH3 yang

berikatan dengan cincin

aromatik monosubstitusi (k)

124,1 1 atom C dari cincin aromatik

monosubstitusi (a)

126,9 2 atom C dari cincin aromatik

monosubstitusi (c)

127,6 2 atom C dari cincin aromatik

disubstitusi (h)

128,7 2 atom C dari cincin aromatik

monosubstitusi (b)

128,9 2 atom C dari cincin aromatik

disubstitusi (i)

129,9 1 atom C dari cincin aromatik

disubstitusi (g)

137,7 1 atom C dari cincin aromatik

monosubstitusi (d)

144,8 1 atom C dari cincin aromatik

disubstitusi (j)

166,9 1 atom C dari gugus karbonil (f)

178,5 1 atom C dari gugus tiokarbonil

(e)

Berdasarkan hasil analisis pada

Tabel 5 menunjukan terdapat 15 atom C

dengan posisi yang berbeda-beda dari hasil

pergeseran kimia. Jumlah atom C tersebut

sama dengan jumlah atom C pada struktur

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

Selain itu untuk memperkuat dugaan

senyawa hasil sintesis maka dilakukan juga

identifikasi struktur dengan menggunakan

spektrofotometri massa untuk mengetahui

berat molekul sesungguhnya.

Gambar 6. Hasil Spektrum Spektrofotometri Massa

Berdasarkan hasil spektrum diatas

diperoleh satu berat molekul dengan puncak

teringgi yaitu 271.0910. Pembacaan hasil

spektrofotometri massa dilakukan dengan

menjumlahkan M+1 yaitu 270,08( BM hasil

perhitungan) + 1 sehingga diperoleh 271,08

mendekati 271,0910. Dengan demikian

terbukti bahwa senyawa hasil sintesis yaitu

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

telah terbentuk dari proses sintesis jika

dilihat dari beberapa identifikasi

menggunakan beberapa macam

spektrofotometer.

Analisis Hasil Docking Senyawa 3-(4-

Metilbenzoil)-1-Feniltiourea pada

Reseptor-Reseptor Kanker dengan

Menggunakan AutoDock Vina

Berdasarkan hasil docking antara

ligan dengan satu reseptor diperoleh 9

konformasi ligan dengan nilai binding

affinity. Dari 9 konformasi ligan dipilih 1

konformasi ligan dengan energi terkecil.

Nilai binding affinity dapat dilihat pada

Tabel 7. Binding affinity merupakan

parameter docking dengan menggunakan

AutoDock Vina. Semakin kecil nilai

binding Affinity maka afinitas antara

reseptor dengan ligan semakin tinggi

Page 9: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

9 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

begitu pula sebaliknya semakin besar nilai

binding Affinity maka afinitas antara

reseptor dengan ligan semakin rendah.

Tabel 6. Nilai Binding Affinity senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea dan Ligan

Alami

Reseptor

kanker

Binding Affinity

3-(4-

metilbenzoil)1-

feniltiourea

(Kkal/mol)

Binding

Affinity

Ligan Alami

(Kkal/mol)

Kanker Kulit

(2VCJ) -7,3 -9,6

Kanker Otak

(1QH4) -6,0 -2,9

Kanker Paru-

paru (2ITO) -7,0 -8,2

Kanker

Lambung

(3CF9)

-5,7 -5,8

Kanker

Payudara

(2IOK)

-7,0 -6,7

Dari tabel diatas, nilai binding affinity

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

terkecil adalah -7,0 hasil dari docking

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan reseptor kanker payudara (2IOK)

sedangkan yang berikatan dengan reseptor

lainnya tidak memenuhi syarat karena

mempunyai nilai binding affinity lebih besar

dari ligan alaminya.

Tabel 7. Perbandingan Nilai Binding Affinity

Senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan Obat Kanker Payudara Di Pasaran

Ligan

Binding

Affinity

(kkal/mol)

Senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea -7,0

5-fluorourasil -4,4

Melftalan -5,7

Siklofosfamid -4,8

Berdasarkan tabel diatas, nilai

binding affinity senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea dibandingkan

dengan nilai binding affinity hasil docking

obat pembanding yang telah beredar di

pasaran. Obat pembanding yang digunakan

yaitu obat yang digunakan untuk kanker

payudara yaitu 5-fluoroasil, Melftalan dan

siklofosfamid. Berdasarkan hasil docking

diperoleh nilai binding affinity senyawa 3-

(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea lebih kecil

dibandingkan obat kanker payudara yang

berada di pasaran. Hal ini menandakan

bahwa Senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea mempunyai interaksi yang

lebih baik terhadap reseptor kanker

payudara dan berpotensi dapat digunakan

untuk calon obat kanker payudara.

Visualisasi Hasil Docking

Visualisasi hasil docking dilakukan

dengan menggunakan software Molegro

Molecular Viewer (MMV). Visualisasi

dilakukan terhadap semua ligan senyawa

3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea yang

telah didokingkan dengan beberapa

reseptor kanker. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui interaksi antara ligan dengan

residu asam amino dari reseptor kanker.

Tabel 8. Interaksi Antara Ligan dengan Residu

Asam Amino yang Berupa Ikatan Hidrogen

Reseptor

kanker

Binding Affinity

3-(4-metilbenzoil)1-

feniltiourea

(Kkal/mol)

Kontak

residu

Kanker Kulit

(2VCJ) -7,3 Asn 51

Kanker Otak

(1QH4) -6,0

Asn 286,

Arg 341

Kanker

Paru-paru

(2ITO)

-7,0 Asn 842,

Ile 853

Kanker

Lambung

(3CF9)

-5,7

Ser 77,

Gly 73,

Gly 78

Kanker

Payudara

(2IOK)

-7,0

Ala 382,

Leu 387,

Ile 386

Dilihat dari data diatas terdapat

interaksi antara senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea dengan residu-

residu asam amino melalui ikatan

hidrogen. Ikatan hidrogen merupakan

ikatan antara atom H yang mempunyai

muatan positif dengan atom lain yang

bersifat elektronegatif seperti O, N, F.

Page 10: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

10 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat

kimia fisika senyawa (Siswandono, 2000).

Ikatan hidrogen pada proses

docking ini merupakan ikatan hidrogen

intermolekular karena terjadi antara

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan residu asam amino dari reseptor.

Dilihat dari tabel diatas senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea yang

berinteraksi dengan reseptor kanker

payudara dengan nilai binding affinity

terbesar membentuk 3 ikatan hydrogen

yaitu diperkirakan antara atom H pada

amida dari senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dengan Ala 382, atom O dari

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan Leu 387 dan Ile 386.

Gambar 7. Visualisasi 3D Hasil Docking senyawa

3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea dengan Reseptor

Kanker Payudara (2IOK)

Gambar 8. Visualisasi 2D Ikatan Hidrogen

Senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dengan Reseptor Kanker

Payudara (2IOK)

Uji toksisitas

Uji toksisitas dilakukan dengan

menggunakan software toxtree untuk

memprediksi efek yang merugikan dari

obat terhadap tubuh. Pada uji toksisitas

dengan toxtree digunakan 3 parameter

diantaranya parameter Cramer Rules untuk

melihat tingkatan toksisitas dilihat dari

gugus fungsinya, Kroes TTC decision tree

untuk memperkirakan ambang batas

paparan senyawa obat pada manusia dan

Benigni / Bossa rulebase untuk mengetahui

apa senyawa tersebut dapat menebabkan

karsinogenisitas dan mutagenisitas.

Tabel 4.10. Hasil Prediksi toksisitas Toxtree

Berdasarkan hasil prediksi uji

toksisitas, menurut parameter Cramer

Rules senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea termasuk ke dalam kelas

toksisitas High (Class IIII) yang

disebabkan karena adanya gugus aromatik

lebih dari satu dan ada gugus karbonil

terikat pada gugus aromatiknya tapi masih

dapat digunakan sebagai calon obat dengan

dosis yang sesuai supaya tidak

menyebabkan toksik.

Menurut parameter Kroes TTC

decision tree, senyawa 3-(4-metilbenzoil)-

1-feniltiourea dapat diabaikan sebagai

perhatian keamananya atau masih dalam

ambang batas keamanan pada tubuh

manusia. Selain itu berdasarkan parameter

Benigni/Bossa rulebase senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea tidak

Parameter

Toksisitas dengan

Toxtree

Hasil Prediksi senyawa 3-

(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea

Cramer Rules 3. High (Class III)

Kroes TTC

decision tree

1. Substance would not be

expected to be a safety

concern

Benigni / Bossa

rulebase (for

mutagenicity and

carcinogenicity)

2. Structural Alert for

nongenotoxic

carcinogenicity

3. Potential S. typhimurium

TA100 mutagen based

on QSAR

8. Negative for genotoxic

carcinogenicity

Page 11: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

11 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

menyebabkan kanker yang diturunkan

tetapi ada kemungkinan dapat

menyebabkan kanker yang tidak

diturunkan jika digunakan jangka panjang

karena terdapat gugus tiokarbonil pada

strukturnya. Selain itu 3-(4-metilbenzoil)-

1-feniltiourea berpotensi sebagai mutasi

gen pada S. typhimurium TA100.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dapat disintesis dari 1-

feniltiourea dengan 4-metilbenzoil klorida

melalui reaksi asilasi menggunakan refluks

selama 7 jam dengan modifikasi pelarut

metode Schotten Baumann sehingga

diperoleh senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-

feniltiourea dengan persen perolehan

kembali sebanyak 46,23%. Terbentuknya

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

telah dibuktikan dengan proses uji

kemurnian dan identifikasi struktur

senyawa.

Dari studi docking secara in sillico

dengan AutoDock Vina diketahui terjadi

interaksi antara senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea dengan

beberapa reseptor kanker dan interaksi

yang paling baik adalah interaksi antara

senyawa 3-(4-metilbenzoil)-1-feniltiourea

dengan kanker payudara (2IOK) dengan

nilai binding affinity -7.0. Berdasarkan uji

toksisitas menggunakan software Toxtree

dapat disimpulkan bahwa senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1- feniltiourea masih dalam

ambang batas keamanan berdasarkan

gugus-gugus fungsinya tetapi berpotensi

menyebabkan toksik.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut terhadap senyawa 3-(4-

metilbenzoil)-1-feniltiourea secara in vitro

terhadap sel kanker payudara dan sel sehat

untuk mengetahui aktivitas dan

toksisitasnya secara in vitro sehingga dapat

digunakan sebagai calon obat kanker

payudara.

DAFTAR PUSTAKA

Harganingtiyas, Rahayu. 2011. Modifikasi

(1R,2R,3R,5R)-(-)-

Isopinocampheylamine sebagai

inhibitor M2 proton channel pada

Virus Influenza A Subtipe H1N1

Secara In Silico [Skripsi]. Jakarta :

Universitas Indonesia.

Kesuma, Dini., Harry Santosa. 2009.

Sintesis Senyawa 2,4-

diklorobenzoiltiourea dari 2,4-

diklorobenzoil klorida dan Tiourea

Sebagai Calon Obat Central

Nervous System Depressant

Melalui Proses Refluks. Seminar

Nasional Teknik Kimia Indonesia,

SNTKI 2009.

LI, Jian et all. 2006. Design, synthesis and

antitumor evaluation of a new

series of N-substituted-thiourea

derivatives. Acta Pharmacologica

Sinica. Hal 1259 – 1265.

Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika obat :

Farmakologi dan Tksikologi edisi

kelima. Bandung : Penerbit ITB.

Hal 700.

Nakisah, J. W. Tan, and Y.Mohd Shukri.

2011. Anti-Cancer Activities of

Several Synthetic Carbonylthiourea

Compounds on MCF-7 Cells.

Malaysia : Universiti Malaysia

Terengganu, Vol. LSO16 : 67-73.

Prajanata, I Gde Mahendra. 2009. Uji

aktivitas sitotoksik 3,4 –

diklorobenzoiltiourea dengan

metode Brine Shrimp Lethality Test

[Skripsi]. Surabaya : Fakultas

Farmasi Universitas Airlangga

Departemen Kimia Farmasi.

Sastrohamidjo, Hardjono dan Harno Dwi

Pranowo. 2009. Sintesis Senyawa

Organik. Jakarta : Erlangga. Hal 8-

9; 30.

Silverstein, R.M., Bassler, G.C., and

Morrill, T.C. 1981. Spectrometric

Identification of Organic

Compound, 4th

Ed. New York: John

Wiley and Sons Inc. Hal 95, 181-

189,305.

Page 12: Jurnal Penelitian Skripsi Anisa

12 Anisa Pebiansyah

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi

Elusidasi Struktur Molekul

Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hal 35-36.

Siswandono, dan Bambang Soekardjo.

2000. Kimia Medisina edisi 1.

Surabaya : Airlangga University.

Hal 190.

Suzzana, Tutuk Budiati. 2010. Pengaruh

Gugus Nitro dengan Posisi Para (p)

pada Sintesis N-(4-

Nitrobenzoil)tiourea. Majalah

Farmasi Airlangga Vol.8 No.1.

Hal 16.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2010. Obat-

obat Penting Edisi Keenam. Jakarta

: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Hal 197; 205; 212.

Wardani, Firmansyah. 2012. Study Derivat

Ribavirin dan GTP sebagai

Inhibitor Untuk NS5

Metiltransferase Virus Denger

[Skripsi]. Jakarta : Universitas

Indonesia.

World Health Organization. 2003.

Thiourea. Geneva : World Health

Organization

.


Top Related