Download - jurnal-penelitian-komunikasi
-
Majalah Ilmiah ISSN : 1410 - 8291
SK Kep. LIPI No. 536/D/2007 tanggal 26 Juni 2007
1
JURNAL
PENELITIAN
KOMUNIKASI
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SDM
BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI
DAN INFORMATIKA BANDUNG
-
ii Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1
JURNAL
PENELITIAN
KOMUNIKASI
Merupakan terbitan berkala setiap caturwulan, yang menyajikan hasil-hasil penelitian : pendapat khalayak, mencakup : praktek dan teori, tinjauan buku, gagasan dan ide-ide baru serta
pengembangan dan rekayasa di bidang komunikasi dan informatika.. Merupakan media informasi dan sarana pengembangan ilmu yang diharapkan dapat menjadi
masukan bagi Departemen Komunikasi dan Informatika dalam menyusun kebijakan di bidang
komunikasi dan informatika. Sasaran penyebaran ditujukan bagi masyarakat ilmiah, para peneliti dan praktisi komunikasi.
PENERBIT Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung
PENANGGUNG
JAWAB
Kepala Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung
KETUA
PENYUNTING
C. Suprapti Dwi Takariani, SH.
PENYUNTING
AHLI
Prof. Ris. Rusdi Mukhtar, MA. Dr. Atie Rachmiati, M.Si. Drs. Dian Wardiana Sjuchro, M.Si. Dra. Siti Karlinah, M.Si.
PENYUNTING
PELAKSANA
Drs. Ramon, M.Si. Drs. Mulyono Yalia Drs. Nana Suryana
SEKRETARIS
PENYUNTING
Dra. Betty Djuliati
ADMINISTRASI
Yoyo Suhawaya, Sm. Hk.
DISAIN & TATA
LETAK
Widdie Budhiarta, A.Md.
KOREKTOR
Ati Sumiati
PELAKSANA
DISTRIBUSI
Hj. Rosariah (Distribusi : Cuma-cuma, tukar menukar, dihadiahkan)
ALAMAT
REDAKSI
Jl. Pajajaran No. 88 Bandung 40173; Telp. : (022) 6017493. Fax. (022) 6021740 E-mail : [email protected]
PENGIRIMAN
NASKAH
Redaksi menerima kiriman naskah dari pembaca yang ditujukan pada alamat redaksi. Naskah yang
diterima harus asli dan belum pernah diterbitkan/dimuat di media lain, diketik dengan spasi 1,5 pada
kertas A4 minimal 15 halaman maksimal 20 halaman, dilengkapi dengan identitas jati diri penulis.
Sumber dituliskan : nama pengarang, tahun karangan dan halaman sumber di antara kurung.
Contoh : (Amri Jahi, 1988 : 33). Daftar Pustaka ditulis pada halaman terpisah dan disusun menurut
abjad, dengan urutan : nama pengarang atau penyunting, tahun penerbitan, judul buku, artikel, kota dan nama penerbit.
Contoh : Costanza R. (ed.) 1991, Ecological Economic, New York : Colombia University Press. Naskah yang tidak diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan tidak dapat diminta kembali
ISSN : 1410-8291
Jurnal Edisi Perdana Terbit Tahun 1997
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 iii
KATA PENGANTAR
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini
begitu pesat dan telah merambah di segala bidang kehidupan
masyarakat. Beberapa lembaga-lembaga masyarakat telah
memanfaatkan TIK sebagai sarana untuk memberdayakan
masyarakatnya, namun masih banyak ditemukan berbagai kendala
dalam memanfaatkan TIK tersebut. Dalam Jurnal volume 12 No. 1
Tahun 2009 ini, disajikan tujuh tulisan yang merupakan resume hasil
penelitian.
Ketersediaan alat komunikasi dan informasi yang belum cukup
dan belum maksimal serta kemampuan Sumber Daya Manusia yang
masih terbatas dalam menggunakan TIK menjadi salah satu kendala
dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia (MKPD), hal
tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang diangkat oleh Ramon,
dengan judul tulisan Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia (MKPD) 2010. Kendala tersebut juga ditemukan dalam lembaga-lembaga masyarakat
yang mencoba memanfaatkan TIK untuk memberdayakan
masyarakatnya, seperti terungkap dalam penelitian tentang BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM) CIHIDEUNG :
Memberdayakan Masyarakat Perdesaan Melalui Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang diangkat oleh Sumarsono. Sementara itu keberadaan Warung Masyarakat Informasi (warmasif) yang
merupakan model pengembangan Community Access Point (CAP)
dan dibangun untuk mempercepat tercapainya masyarakat informasi
ternyata belum dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan
dan sasarannya. Syarif Budhirianto dalam tulisannya, Motivasi Pengguna Warung masyarakat Informasi dalam Pemenuhan
Kebutuhan Bermedia di Propinsi Jawa Barat, menyimpulkan keberadaan warmasif untuk pemenuhan kebutuhan informasi dan
komunikasi kurang optimal, warmasif baru dimanfaatkan sebatas
untuk memenuhi kebutuhan hiburan bagi masyarakat.
Perkembangan TIK dewasa ini telah dimanfaatkan oleh
Perguruan Tinggi Negeri dengan mempraktekkan penggunaan social
software sebagai media komunikasi dalam proses pengajaran. Dalam
tulisan, Social Software sebagai Media Komunikasi dalam Proses Pengajaran di Perguruan Tinggi Negeri, Akhmad Riza Faizal dan Wulan Suciska, menyimpulkan penggunaan social software sebagai
-
iv Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1
media komunikasi dalam proses pengajaran mampu mendorong
kemampuan menulis siswa, menyebarkan materi perkuliahan,
menerbitkan hasil ujian semester. Namun di sisi lain perkembangan
TIK telah mengubah dunia jurnalistik yakni dengan hadirnya citizen
journalism, dimana setiap warga bisa melaporkan peristiwa yang
terjadi kepada media. Bagaimana sikap Jurnalis terhadap citizen
journalism? Permasalahan tersebut diangkat oleh Dida Dirgahayu
dalam penelitiannya yang berjudul Sikap Jurnalis Terhadap Citizen Journalism
Dalam tulisan lainnya, Konstruksi Identitas Sosial Kaum Remaja Marjinal studi kasus di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto, Agus Ganjar Runtiko, mengkaji mengenai kaum
pengamen jalanan yang selama ini selalu identik dengan
ketidaktertiban, dan selalu ditertibkan, namun jumlah mereka dari
tahun ke tahun tidak pernah menyusut. Hasil penelitian tersebut adalah
terbentuknya model penanganan yang lebih tepat bagi para pengamen
jalanan.
Sementara itu, dalam tulisan Perilaku Politik Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur Periode 2008-2013, yang ditulis oleh Irtanto, menyimpulkan bahwa preferensi pemilih lebih banyak
karena kesamaan asal daerah, agama, kesamaan jenis kelamin
terutama pada budaya arek, budaya mataraman, dan budaya
pandalungan.
Penyunting
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 v
VOL. 12 No. 1 Tahun 2009 ISSN : 1410 - 8291
JURNAL
PENELITIAN
KOMUNIKASI
DAFTAR ISI
STUDI KESIAPAN INFRASTRUKTUR KOMUNIKASI
INFORMASI MENYONGSONG MANADO KOTA
PARIWISATA DUNIA (MKPD) 2010
Ramon ...................................................................................... 1-22
KONSTRUKSI IDENTITAS SOSIAL KAUM REMAJA
MARJINAL (Studi Kasus di Kalangan Remaja Pengamen
Jalanan di Purwokerto)
Agus Ganjar Runtiko ............................................................... 23-42
PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILIHAN
GUBERNUR JAWA TIMUR PERIODE 2008-2013
Irtanto ....................................................................................... 43-62
BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM)
CIHIDEUNG : Memberdayakan Masyarakat Perdesaan
Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi
Sumarsono ................................................................................ 63-80
SOCIAL SOFTWARE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI
DALAM PROSES PENGAJARAN DI PERGURUAN
TINGGI NEGERI
Akhmad Riza Faizal dan Wulan Suciska ............................... 81-98
-
vi Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1
MOTIVASI PENGGUNA WARUNG MASYARAKAT
INFORMASI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
BERMEDIA DI PROVINSI JAWA BARAT
Syarif Budhirianto ................................................................. 99-118
SIKAP JURNALIS TERHADAP CITIZEN
JOURNALISM Dida Dirgahayu ...................................................................... 119-137
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 1
STUDI KESIAPAN INFRASTRUKTUR
KOMUNIKASI INFORMASI MENYONGSONG
MANADO KOTA PARIWISATA DUNIA (MKPD) 2010
Ramon*
Abstraksi
Penelitian ini ingin melihat kesiapan infrastruktur komunikasi
informasi dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia
(MKPD) tahun 2010. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan
analisis deskriptif, sedangkan metode penelitian bersifat
sosiologis/empiris. Instrumen utama interview guide bersifat terbuka
dan terstruktur. Ketersediaan alat komunikasi dan informasi belum
cukup serta belum maksimal sebagai dukungan sarana dan prasarana
menyongsong MKPD tahun 2010. Yang menjadi kendala lainnya
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) -nya. Penggunaan internet
hanya dipakai untuk mengakses informasi saja belum sampai pada
taraf penambahan pengetahuan/referensi tentang dunia wisata dalam
persiapan menyongsong MKPD tahun 2010. Oleh karena itu perlu
sosialisasi secara kontinyu kepada wisatawan mancanegara dan
domestik baik melalui dunia maya maupun secara langsung.
Kata kunci : Infrastruktur, MKPD 2010, Komunikasi Informasi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal kaya sumber daya alamnya, baik yang bisa
diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak bisa di
perbaharui (non-renewable resources). Laut Indonesia itu seluas dua
per tiga dari kawasan Nusantara, namun baru dimanfaatkan sebagian
kecil saja-terutama potensi ikannya saja. Padahal dari laut ini bisa
* Drs. Ramon, M.Si., Penulis adalah Peneliti Madya bidang Komunikasi Politik
pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BP2KI)
Bandung.
-
2 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
dihasilkan sebagai energi melalui pemanfaatan gelombang air laut
atau angin laut yang dihasilkannya.
Persoalan saat ini adanya pengkaplingan batas-batas territorial
oleh pemerintah daerah dalam menyikapi implementasi desentralisasi
dan Otonomi Daerah saluas-luasnya itu. Pengkaplingan tersebut
berimplikasi pada pembagian 18.100 pulau di Indonesia ke dalam
wilayah-wilayah territorial kabupaten dan kota. Hal ini berakibat
pengelolaan kelautan semakin runyam dengan berbagai pengkaplingan
dan diberlakukannya Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus. Tentu,
ini membuat munculnya berbagai konflik antara nelayan dan nelayan,
nelayan dengan pemangku kekuasaan daerah dan antar pemangku
kekuasaan daerah walaupun ikan yang akan ditangkap para nelayan itu
tidak paham batas territorial daerah. Selanjutnya akan terdapat keengganan daerah untuk
memberdayakan kekayaan alam yang terkandung di daerah batas
wilayah tersebut, sebelum batas wilayah ini jelas. Penetapan batas
titik-titik itu sekaligus tak hanya menetapkan diantara peran dan
fungsinya, tetapi juga terkait kewenangan daerah untuk
mengeksploitasikan. Hal ini terkait dengan pelaksanaan Otonomi
Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan pada
sumber daya alam sekaligus sumber daya manusianya.
Pembangunan sebagai program yang direncanakan untuk
melakukan perubahan-perubahan dengan sengaja untuk
menyejahterakan masyarakat, dan dipandu oleh visi tertentu dalam tahapan tertentu pula. Oleh karena adanya Otonomi Daerah ini, maka
pembangunan daerah harus bertumpu pada kemampuan daerah dengan
segala sumber yang ada serta juga dituntut adanya kreatifitas daerah
dalam mewujudkan pembangunan Propinsi Sulawesi Utara khususnya
ibukota propinsinya yaitu Kota Manado, dalam usaha mencapai
tujuannya menetapkan visi Kota Manado sebagai Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Manado No.04
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Manado Tahun 2005-2010. Visi Kota Manado secara
lebih lengkap adalah Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 menuju terwujudnya masyarakat Kota Manado yang aman, berdaya
saing, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 3
Untuk mewujudkan Visi tersebut dirumuskan Misi:
Menciptakan lingkungan perkotaan yang menyenangkan dimana setiap orang dapat mewujudkan potensi dan impiannya. Dalam melaksanakan misi tersebut telah ditetapkan 4 (empat) sasaran
strategis yaitu: terlaksananya sistem pemerintahan dan pelayanan
publik yang efisien dan efektif; terwujudnya tata ruang kota berbasis
pariwisata; terwujudnya infrastruktur perkotaan bertaraf internasional;
terciptanya lingkungan perkotaan yang menyenangkan.
Salah satu sasaran strategisnya adalah terbangunnya infrastuktur perkotaan bertaraf internasional yang akan diwujudkan melalui strategi-strategi pembangunan yaitu : Infrastruktur Telekomunikasi dan Informasi yang handal dan mampu
menghubungkan masyarakat kota Manado dengan dunia
internasional. Dari ketentuan ini, maka sektor infrastruktur komunikasi informasi menjadi faktor penunjang keberhasilan
mewujudkan visi dan misi Kota Manado.
Manado yang terletak di pulau Sulawesi menjadi salah satu
andalan Indonesia dari keindahan alamnya untuk mendatangkan
devisa negara melalui pariwisata. Berdasarkan kekayaan alam yang
dimiliki Pulau Sulawesi khususnya wisata bahari, maka kita dapat
tampilkan kekayaan dasar laut yang dikenal dengan nama BUNAKEN
sebagai salah satu obyek wisatanya.
Upaya-upaya untuk mewujudkan pembangunan ditopang oleh
berbagai faktor salah satu yang berperan ialah komunikasi. Sesuai
dengan strategi pembangunan yang salah satunya peran komunikasi -
dan informasi, dalam hal ini akan terwujud jika ditunjang oleh
infrastruktur yang dibutuhkan, terutama infrastruktur komunikasi
informasi.
Namun ternyata belum terlihat adanya kesiapan infrastruktur
komunikasi informasi di Kota Manado dalam menyongsong Manado
Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Hal ini terbukti dengan masih
kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi informasi
serta pengelolaan informasi dan diseminasi yang efektif dari kalangan infrastruktur secara terorganisasi, terkoordinasi, terintegrasi dan
sinergis, untuk dapat secara cepat mengakses berbagai informasi di
bidang pariwisata di Kota Manado yang akan ditawarkan kepada
publik.
Untuk mendapatkan gambaran tentang peran komunikasi dan
informasi dalam pembangunan menuju Manado Kota Pariwisata
-
4 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Dunia Tahun 2010, maka perlu dilakukan penelitian tentang Studi
Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi di Kota Manado dalam rangka menuju Manado Kota Pariwisata Dunia di tahun 2010.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimana Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi Kota
Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 ?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan
Untuk mengetahui Kesiapan Infrastruktur Komunikasi
Informasi Kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata
Dunia Tahun 2010.
Kegunaan
1. Secara Teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
komunikasi informatika, dan agar dapat menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi dan
komunikasi.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi tentang kesiapan infrastruktur komunikasi
informasi kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata
Dunia Tahun 2010 untuk menjadi bahan masukan kepada
Pemerintah Kota Manado dan pimpinan Departemen Komunikasi
dan Informatika dalam pengambilan kebijakan.
Tinjauan Teori
Sarjana komunikasi sepakat bahwa tujuan utama teori ialah
eksplanasi (Hawes, 1975, Miller & Nicholson, 1976; Monge, 1973;
Tucker et al, 1981). Monge (1973) mengatakan :
The primary purpose of a scientific theory is scientific explanation To establish a theory of communication is to seek a set of propositians
that explain how communication operates, i.e. why various
communication events are related. (pp. 5-6) (Tujuan utama suatu teori
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 5
ilmiah adalah memberi eksplanasi secara ilmiah. Untuk membangun
suatu teori komunikasi diperlukan adanya seperangkat proposisi yang
mampu menjelaskan bagaimana komunikasi memiliki keterkaitan satu
sama lain).
Dalam ilmu pengetahuan, eksplanasi untuk satu peristiwa
memerlukan spesifikasi sebab-sebab atau kondisi-kondisi anteseden
yang menyebabkan peristiwa itu dan menguraikan kondisi-kondisi
bagaimana sehingga eksplanasi itu berlaku (Monge, 1973; Harre,
1983).
Dalam penelitian ini, akan dilihat faktor-faktor yang
menyebabkan peristiwa yang terkait dengan kesiapan infrastruktur
komunikasi informasi sebagai salah satu strategi pembangunan yang
akan diwujudkan dalam Misi Manado Kota Wisata Dunia 2010.
Kesiapan, berasal dari kata dasar siap, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:835) yang berarti sudah sedia; sudah disediakan
(tinggal memakai atau menggunakan saja) ; sudah selesai (dibuat atau
dikerjakan). Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan kesiapan
komunikasi informasi adalah sebagai kesudah-tersediaan sarana dan
prasarana komunikasi dan informasi yang dapat digunakan untuk
mendukung program Manado Kota Wisata Dunia Tahun 2010.
Sri Astuti, (2001) berpendapat bahwa penggunaan teknologi
informasi, pemanfaatan informasi oleh individual, kelompok atau
organisasi merupakan variabel inti dalam riset sistem informasi,
sebab sebelum digunakan pertama terlebih dahulu dipastikan tentang
penerimaan atau penolakan di gunakannya teknologi informasi
tersebut, hal ini berkaitan dengan perilaku yang ada pada individu/
organisasi yang menggunakan teknologi komputer.
Dalam dekade terakhir ini sangat dirasakan peran teknologi
komunikasi informasi bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam
rangka menunjang kesuksesan Manado sebagai Kota Wisata Dunia di
Tahun 2010, sangat besar peran komunikasi informasi di dalamnya.
Teknologi informasi dapat digunakan untuk memfasilitasi hampir
semua kegiatan manusia. Pada saat yang bersamaan dan dalam
perkembangan kebutuhan akan akses informasi yang cepat terlebih
informasi yang terkait dengan pariwisata di Kota Manado, maka
kehadiran perangkat infrastruktur komunikasi informasi menjadi suatu
keharusan yang sangat mendesak.
Infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini berupa peralatan
komputerisasi, internet serta sarana dan prasarana lain yang
-
6 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
menggunakan teknologi informasi dalam mengomunikasikan
pariwisata di Kota Manado guna mendukung program Manado Kota
Wisata Dunia di Tahun 2010.
Kesiapan untuk menuju Manado menjadi Kota Wisata Dunia
tersebut telah dimulai sejak tahun 2005 sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Daerah Kota Manado No. 04 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Manado
Tahun 2005-2010.
Jika kesiapan telah dilakukan sejak Tahun 2005, maka
kesiapan infrastruktur komunikasi informasi dalam hal ini mengenai
ketersediaan alat komunikasi yang telah menggunakan teknologi informasi dan komputerisasi juga seharusnya telah dilakukan sejak
tahun 2005.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan
paradigma. Pandangan jauh kedepan untuk menumbuhkan
perekonomian yang berkelanjutan, dengan kekuatan yang bertumpu
pada keunggulan potensi daerah. Selain mendatangkan manfaat nyata berupa pendapatan daerah yang akan meningkat, upaya menggali dan
mengoptimalkan potensi daerah juga bisa menjadi masukan penting
untuk branding suatu daerah ungkap Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundayang. Bagi Harry, branding yang tepat dan bagus
niscaya membuat suatu daerah tampil lebih atraktif dan eksotis,
sehingga memikat para investor untuk berlomba-lomba menanamkan
investasinya . Ujung-ujungnya, sumber pendapatan daerah juga akan timbul dengan sendirinya. Ragamnya pun akan semakin banyak, dan
multifier effect yang ditimbulkan jauh lebih banyak. tandasnya. Tujuh tahun sudah implementasi Desentralisasi dan Otonomi
Daerah (OTDA) seluas-luasnya di Indonesia. Hasil yang tampak jelas,
jumlah propinsi meningkat dari 26 menjadi 33 Propinsi, sementara
jumlah Kabupaten/Kota meningkat, dari 300 menjadi 458
Kabupaten/Kota.
Namun yang menyedihkan, bahwa arogansi lokal muncul
diantara propinsi, kabupaten maupun kota dalam menjalankan
berbagai kewenangan yang telah diserahkan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Di lain sisi, keengganan pemerintah pusat untuk
menyerahkan kewenangan yang harus dimiliki Pemerintah Daerah
(berdasarkan Undang-Undang yang berlaku), tampaknya masih belum
secara tegas dan jelas. Hal ini diperkuat oleh statement Johnny
Karinda Manado sebagai pusat kegiatan nasional di Sulawesi Utara
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 7
sebagaimana arahan RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional) menjadi penting sebagai kota tujuan utama (Primary
Destination) maupun sebagai kota transit sekaligus pusat pertumbuhan
wilayah di kawasan Indonesia Timur. (Manado Post, 13 juli 2008, hal 4 ).
Dengan kedudukan dan posisi strategis dalam konstalasi
ekonomi lokal, regional maupun nasional secara geografis berada di
kawasan Pasifik Rim memberi peluang bagi Kota Tinutuan ini
berkembang menjadi kota pariwisata penting dan unggulan di skala
nasional maupun internasional.
Kini Sulawesi Utara bertekad menggarap sektor pariwisata,
perkebunan kelapa dan perikanan sebagai tumpuan ekonominya.
Apalagi Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sudah dijadikan Peraturan Daerah. Selanjutnya sedang gencar-gencarnya
pula Walikota Manado Jimmy Rimba Rogi, S.Sos. dan Gubernur
Sulawesi Utara SHS Sarundayang mempromosikannya secara
domestik maupun ke mancanegara secara besar-besaran.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Metode Penelitian dalam hal ini adalah sosiologis atau empiris
atau non doctrinal, dalam hal ini adalah terhadap ketersediaannya
sarana dan prasarana komunikasi dan informasi sekaligus sumber daya
manusianya dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia
Tahun 2010.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan sosiologis terhadap kasus, yaitu suatu pendekatan
yang dilakukan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu
individu, kelompok, institusi, atau interaksi-interaksi (sosial) yang
terjadi di dalamnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
analisis yang bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa data
dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman
wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur, yang akan menjadi
instrumen utama dalam analisis data, kemudian didukung oleh
perolehan data dari informan yang terkait dengan permasalahan yang
akan diteliti.
-
8 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota
Manado sebagai responden yang menggunakan teknologi informasi
dalam kaitannya dengan persiapan menyambut Manado Kota
Pariwisata Dunia Tahun 2010.
2. Sampel
Dalam penarikan sampelnya digunakan teknik purposive
random sampling yang dipilih secara sengaja. Yang berarti bahwa
setiap individu yang menjadi responden akan dipilih secara sengaja
dan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dalam hal ini
adalah :
Masyarakat yang menggunakan alat komunikasi informasi
untuk mengakses informasi terkait dengan kepariwisataan di Kota
Manado, sehingga terpilih: Dosen Pariwisata, Pengamat Pariwisata,
Akademisi bidang IT, Pakar Komunikasi, Tokoh Masyarakat, Tokoh
Lintas Agama, Sosiolog, Pengusaha yang tergabung dalam PHRI,
LSM bidang terkait, Pengusaha Warnet, Dunia Hiburan (Pub,
Diskotik, Karaoke, Caf, Bar).
Aparat Pemerintah Kota Manado yang terkait bidang tugasnya dengan
kepariwisataan di kota Manado, dalam hal ini terpilih : Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado, Dinas Komunikasi dan
Informatika, Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum dan Pengelola
Pelabuhan Darat Laut maupun Udara, BPDE, Sekertariat MKPD
Provinsi dan Kota, Bappeda Kota Manado.
Selanjutnya untuk kebutuhan akurasi data akan dilakukan
cross check (cek silang) terhadap informan yang menjadi sasaran
penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam (eksploratif),
dalam hal ini adalah masyarakat umum pihak dinas terkait yakni
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pengelola Pelabuhan (laut, darat,
dan udara), Balai Pengelola Data Elektronik (BPDE), PT. Pos dan
Giro, PT. Telkom dan Dinas Kominfo Kota Manado.
Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan yang akan
dilakukan data dikumpulkan dengan menggunakan interview
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 9
guide (pedoman wawancara) yang bersifat terbuka dan
terstruktur, yang akan menjadi instrumen utama dalam analisis
data, kemudian didukung oleh perolehan data dari informan yang
terkait dengan permasalahan yang akan di teliti. Dengan demikian
saat berlangsungnya wawancara sangat dimungkinkan
berkembang sesuai dengan kenyataan yang diperoleh di
lapangan. Artinya walaupun jawaban sedikit diluar kuesioner
asalkan dalam koridor substansi masih dimungkinkan diteruskan
pertanyaan lanjutan.
Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan terstruktur
tersebut sangat tergantung pada tanggapan para responden
maupun informan yang menjadi sasaran penelitian. Pertanyaan
yang diajukan akan berkisar pada kesiapan infrastruktur
komunikasi informasi dalam menyongsong Manado Kota
Pariwisata Dunia Tahun 2010. Demikian juga faktor-faktor
pendorong yang menyebabkan ketidaksiapan infrastruktur
komunikasi informasi dalam menyongsong Manado Kota
Pariwisata Dunia 2010.
2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui berbagai literatur, majalah, koran
yang terkait dengan permasalahan penelitian serta juga diperoleh
melalui internet.
Analisis Data
Analisis data yang bersifat deskriptif, artinya bahwa data yang
diperoleh akan dianalisis dengan cara menggambarkan secara kritis
data dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman
wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur. Data yang diperoleh
akan menjadi instrumen utama dalam analisis deskriptif tersebut,
kemudian didukung oleh perolehan data dari informan yang terkait
dengan permasalahan yang akan diteliti untuk memberikan gambaran
secara kritis.
Definisi Konsep
1. Kesiapan Kesiapan adalah sebagai kesudah-tersediaan sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi yang dapat digunakan untuk
mendukung program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.
-
10 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
2. Infrastruktur Komunikasi Informasi Infrastruktur komunikasi informasi yang dimaksud dalam hal ini
berupa peralatan komputerisasi, internet serta sarana dan prasarana
lain yang menggunakan teknologi informasi yang dapat digunakan
untuk mengakses informasi yang cepat terkait dengan pariwisata
di Kota Manado guna mendukung program Manado Kota
Pariwisata Dunia Tahun 2010.
3. Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 Yang dimaksud dalam hal ini adalah menyambut diadakannya
perhelatan besar Pemerintah Kota Manado sebagai tujuan
wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara yang
puncaknya di tahun 2010.
Definisi Operasional
1. Kesiapan Dengan indikator telah tersedianya komputer, internet, telepon dan
semua peralatan komunikasi di tempat-tempat yang berhubungan
dengan kepariwisataan untuk menginformasikan pariwisata di
Kota Manado; yang dalam hal ini diambil di hotel-hotel,
perusahaan biro perjalanan, pusat-pusat perbelanjaan, warung
internet, warung telepon dan juga kantor pemerintah maupun
swasta yang berhubungan dengan dunia pariwisata.
2. Infrastruktur Komunikasi Informasi Infrastruktur komunikasi informasi yang dimaksud dalam hal ini
berupa peralatan komputer, internet, telepon serta sarana dan
prasarana lain yang menggunakan teknologi informasi yang dapat digunakan untuk mengakses informasi yang cepat terkait dengan
pariwisata di Kota Manado guna mendukung program Manado
Kota Pariwisata Dunia 2010.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Kota Manado terletak diujung utara pulau Sulawesi dan
merupakan kota terbesar di belahan Sulawesi Utara sekaligus sebagai
ibukota Propinsi Sulawesi Utara secara geografis Kota Manado
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 11
terletak diantara : 10 25 88-10 39 50 LU dan 1240 47 00-1240 56 00 BT.
Sedangkan batas administratif adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Wori dan Teluk Manado Kabupaten Minahasa Utara.
b. Sebelah Timur : Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa. c. Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. d. Sebelah Barat : Laut Manado /Laut Sulawesi.
Luas Kota Manado adalah 15.726 hektar (157,26 Km2). Kota Manado
mempunyai 3 wilayah pulau dan berpenghuni, yaitu Pulau Manado
Tua, Pulau Bunaken dan Pulau Siladen.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2006 berdasarkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS 2005) berjumlah 417.700 jiwa.
Dengan luas wilayah 157,26 Km2, berarti kepadatan penduduknya
mencapai 2.656 jiwa/Km2. Berdasarkan SUSENAS 2006, rasio jenis
kelamin penduduk Kota Manado lebih dari 100 dengan angka 93,41
persen. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di
Kota Manado lebih kecil daripada jumlah penduduk perempuan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi
Tabel 1
Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Menyongsong
Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010
No Ketersediaan alat komunikasi informasi N F
(%) Keterangan
1 Ya 91 100 Internet
2 Tidak - - -
3 Belum - - -
4 Jawaban lain - - -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
-
12 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Bahwa telah tersedia alat komunikasi dan informasi (100%)
dalam rangka menunjang persiapan menyambut Manado Kota
Pariwisata Dunia Tahun 2010, hal ini terlihat dari telah banyak
dijumpai internet. Pengertian telah tersedia dalam hal ini dapat dikonotasikan relatif tersedia, karena kalau ditinjau dari jenis sarana
dan prasarana yang tersedia sebagian besar dari masyarakat hanya
melihat ketersediaan atau ketidak tersedianya internet, jadi yang
menjadi barometernya adalah tersedia atau tidaknya internet. Padahal
alat komunikasi informasi tidak hanya internet saja, namun yang
dijadikan barometer masyarakat saat ini adalah internet.
Kemudian bila dilihat lebih lanjut ketersediaan internet harus
juga di barengi dengan kemanfaatannya sekitar persiapan menyambut
Manado Kota Pariwisata Dunia 2010. Inilah yang menjadi tanda tanya lebih lanjut apakah internet yang ada telah digunakan
sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian ini ?
Ternyata berdasarkan cross check di lapangan dari informan
dapat dicermati bahwa penggunaan internet masih terbatas untuk
kepentingan pribadi masing-masing pengguna, sehingga belum
maksimal sebagai dukungan sarana dan prasarana menyongsong
Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketersediaan infrastruktur komunikasi informasi
kurang menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.
Jumlah Ketersediaan Alat Komunikasi dan Informasi
Tabel 2
Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Berdasar Jumlah
Dalam Menunjang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010
No Ketersediaan alat
komunikasi informasi N
F
(%) Keterangan
1 Sangat memadai - - Internet
2 Cukup memadai 21 23,08 -
3 Kurang memadai 57 62,63 -
4 Tidak memadai 13 14,29 -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 13
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ketersediaan alat
komunikasi informasi dalam menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 Kurang memadai (62,63%), maka selama ini persiapan dari sisi infrastuktur komunikasi informasi masih
dapat dikatakan belum cukup. Oleh karena itu, jika dirasa dari sisi
jumlah Pemerintah Kota Manado tidak dapat memenuhi jumlah
idealnya, tidak salah jika pihak swasta yang terkait dengan
penyelenggaraan kepariwisataan di kota Manado terlibat maupun
dilibatkan, karena sektor swasta lebih merasakan dampak dari
keterbatasan jumlah alat komunikasi informasi dari sisi promosi
produknya untuk di jual kepada masyarakat.
Hal tersebut didukung juga oleh sebuah artikel dari Johnny
Karinda yang mengatakan : Kegiatan promosi dan pemasaran pariwisata tampak kurang padu antara pihak-pihak yang berkompeten
(Pemprov, Pemkot, serta stakeholder) masing-masing berjalan sendiri-
sendiri sehingga sasaran yang dituju kurang maksimal. Tidak heran
bila pariwisata Manado kalah bersaing dengan DTW (Daerah Tujuan
Wisata) lain seperti Bali, Lombok dan lain-lain di Nusantara (Manado Post, 16 juli 2008, hal 4).
Kemudian jika dilihat dari sisi jumlahnya, ketersediaannya alat
komunikasi informasi masih dikategorikan kurang memadai (62,63%)
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Manado. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan alat komunikasi
informasi dalam menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 secara kuantitatif dapat dikatakan cukup memadai, tetapi secara kualitatif masih sangat kurang.
Tabel 3
Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Menunjang
Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010
No Ketersediaan alat komunikasi informasi
dalam menunjang MKPD N
F
(%) Keterangan
1 Telah menunjang 7 7,70 Internet
2 Kurang menunjang 11 12,09 -
3 Belum menunjang 60 65,93 -
4 Tidak menunjang 13 14,28 -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
-
14 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Dengan demikian menjadi bahan perenungan bersama, apakah
alat komunikasi informasi yang belum menunjang tersebut akan
segera dapat diatasi permasalahannya?. Sangat kompleks
permasalahan yang ada di dalamnya, karena menyangkut semua
komponen kepariwisataan yang ada di Kota Manado. Dengan
demikian masih perlu ditingkatkan lagi ketersediaan alat komunikasi
informasi sekaligus dibarengi dengan ketersediaan sumber daya
manusia yang kapabel.
Apapun program yang dikampanyekan, kalau tidak dibarengi
dengan upaya untuk secara nyata dan terarah segala kemampuan
terfokus pada program tersebut, maka kita menjadi pesimis melihat
perencanaan waktu yang tidak lama lagi yaitu tahun 2010 tersebut.
Hal selaras dengan pendapat informan dari hasil wawancara yang
menunjukkan bahwa ada keyakinan bahwa program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010 akan tercapai, tetapi terdapat keraguan kerena waktu yang sudah dekat, namun pembenahan tidak segencar
kampanyenya.
Menurut observasi peneliti sudah lebih dari cukup (minimal 20
kali) berkunjung ke Bandara Sam Ratulangi Manado tapi ternyata
Ruangan Tourist Information Centre (TIC) kosong melompong tidak
ada penjaganya. Hal ini sangat disesalkan pengamat Pariwisata Sulut
Chefie Nelwan SE, Par dengan mengatakan : Mestinya Disparbud Sulut tetap stand by untuk memberikan informasi sebanyak mungkin
obyek wisata yang ada di Sulut, lanjutnya lagi dengan adanya
informasi yang jelas tentang potensi pariwisata membuat wisatawan
tidak ragu-ragu untuk memperpanjang Length Of Stay di Sulut. (Manado Post, 3 Oktober 2008, hal 8).
Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik dari semua
komponen masyarakat yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam kesiapan menyongsong program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010. Disamping itu informan juga menambahkan perlu adanya satu pusat informasi yang dapat diakses dengan mudah
tentang program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010 yang akan dapat memberikan informasi secara lengkap kepada semua pihak
terkait dengan program tersebut. Informasi yang diberikan baik berupa
informasi langsung maupun tidak langsung, lisan maupun tulisan serta
media lain yang tersedia.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 15
Sebaran Lokasi Ketersediaan Alat Komunikasi dan Informasi
Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4 bahwa sebaran
keberadaan alat tersebut belum merata, karena berdasarkan data di
lapangan alat tersebut masih berada ditempat tertentu selain di kampus
(33,50%) ataupun perkantoran swasta (11,49%) maupun pemerintah
(5,74%), hanya terdapat disekitar pusat perbelanjaan tertentu (Mall
sebesar 5,26%), Warung Internet (16,74%) serta biro perjalanan
(21,53%) dan juga lain-lain yang dalam hal ini dimaksud adalah
internet maupun komputer milik pribadi sebesar 5,74%.
Tabel 4
Sebaran Lokasi Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi
Dalam Menunjang Manado Kota Pariwisata Dunia 2010
No Lokasi Ketersediaan
alat komunikasi informasi N
F
(%) Keterangan
1 Kampus 70 33,50 Internet,computer
2 Kantor Pemerintah 12 5,74 Internet,computer
3 Kantor swasta 24 11,49 Internet,computer
4 Mall 11 5,26 Internet
5 Warung Internet 35 16,74 Internet
6 Biro Perjalanan 45 21,53 Internet
7 Lain-Lain 12 5,74 Internet,computer
Jumlah 209 100
n = 60 responden + 31 informan, responden boleh memilih jawaban lebih dari satu.
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Berdasarkan hasil wawancara rechecking dengan informan
dari PHRI (Perusahaan Hotel dan Restoran Indonesia) cabang
Manado, sebaran alat komunikasi informasi tersebut belum dibarengi
dengan kemampuan sumber daya manusianya atau SDM nya, karena
masih sangat kurangnya pengetahuan maupun kemampuan
penggunaan alat-alat teknologi informasi yang tersedia. Lebih lanjut
diungkapkan bahwa sebenarnya dari alat yang tersedia itupun masih
kurang dibandingkan jumlah penduduk di Kota Manado, namun
karena yang dapat menggunakan hanya sebagian kecil masyarakat,
maka tampaknya ketersediaan alat komunikasi untuk sementara dapat
dikatakan cukup memadai, namun belum dapat menunjang
sepenuhnya persiapan Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.
-
16 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Selanjutnya terkait dengan ketersediaan infrastruktur
komunikasi informasi data di lapangan menunjukkan bahwa di
samping perlu disediakan infrastruktur komunikasi informasi juga
perlu sumber daya manusia yang handal di bidang tersebut. Untuk
tingkat pemanfaatan komputer yang dalam hal ini penggunaan fasilitas
internet, masih terbatas pada fasilitas standar, karena fungsi internet
belum dapat dimaksimalkan sebagai media mengakses informasi,
mempermudah komunikasi. Penggunaan internet sampai saat ini
hanya untuk mengakses informasi saja, belum sampai pada taraf
penambahan pengetahuan atau mencari referensi yang diperlukan
tentang dunia wisata di Kota Manado terkait dengan persiapan
Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Selanjutnya terkait dengan penyediaan fasilitas komunikasi
informasi sebagai infrastruktur, sebagian besar responden maupun
informan menghendaki sebaiknya persiapan alat komunikasi informasi
pertama-tama diawali dari pihak Pemerintah Kota Manado khususnya
Dinas Pariwisata Kebudayaan,
Pengetahuan Tentang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun
2010
Sementara itu, kalau ditinjau dari konten info yang disediakan
melalui internet maupun media massa lain, info tentang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 tetapi apa itu dan bagaimana itu, masih sangat kurang memuat informasi dan pengetahuan seputar
rencana besar tersebut, Walaupun data menunjukkan bahwa responden
sangat mengetahui adanya program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sebagaimana tertuang dalam tabel berikut :
Tabel 5
Pengetahuan Tentang
Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010
No. Mengetahui tentang MKPD N F
(%)
1 Ya 91 100
2 Tidak - -
3 Jawaban lain - -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 17
Berdasarkan tabel tersebut di atas tampak sangat menyakinkan
bahwa semua komponen masyarakat, pariwisata di Kota Manado
mengetahui adanya program Pemerintah Kota Manado yakni Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program ini telah diketahui oleh masyarakat Manado
seluruhnya khususnya masyarakat yang terkait langsung dengan
penyelenggaraan pariwisata di Kota Manado. Selanjutnya tahunya perlu dipertanyakan lebih lanjut, apakah benar-benar tahu adanya
Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 tersebut dalam artian bahwa konten dari isi pesan kampanye Pemerintah Kota
Manado tersebut benar diketahui?. Ternyata tampak penyajian
informasi terkait dengan program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sebagai pesan, belum efektif, hal ini terbukti dengan ketidaktahuan secara mendalam konten dari pesan kampanye
Pemerintah Kota Manado tersebut.
Dalam efektifitas penyajian informasi dalam bentuk gambar,
secara deskriptif menunjukkan tingkat efektifitas yang tinggi, terhadap
komponen afeksi dari masyarakat usaha pariwisata yang sebagian
besar memiliki tingkat intensitas penerimaan tinggi. Jelas di sini,
bahwa pesan yang berbentuk gambar atau foto dengan latar belakang
musik, lebih menyentuh perasaan seseorang, sehingga menimbulkan
rasa senang untuk mengamatinya. Namun tidak begitu tinggi efeknya
terhadap tingkat pemahaman dan komunikasi dari isi pesan tersebut.
Hal ini terungkap dari hasil observasi di lapangan melalui wawancara
dengan para pengusaha yang tergabung dalam PHRI.
Pengaruh penyajian pesan dalam bentuk naturalis persuatif
terhadap perilaku masyarakat mengenai program Pemerintah Kota
Manado menuju Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010, ada kecenderungan persamaan dengan penyajian pesan dalam bentuk
atraktif informatif, yaitu pengaruh terhadap perilaku menunjukkan
lebih besar dibandingkan dengan pengaruh terhadap sikap mengenai
Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.
Pendidikan Terakhir Responden
Penyajian pesan dalam bentuk gambar, efektif dalam
memengaruhi perilaku, sudah barang tentu tidak terlepas dari variabel
lain yang dimiliki oleh masyarakat usaha pariwisata, diantaranya
unsur pendidikan. Mereka yang berpendidikan tinggi mampu
-
18 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
memahami pesan yang sangat abstrak yaitu berupa gambar. Teori
mengatakan : Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya untuk memahami pesan-pesan
(stimulus) yang bersifat visual, non verbal dan emosional. (Betinghaus EP. 1973).
Tabel 6
Pendidikan Terakhir Responden
No. Pendidikan Terahir N F
(%)
1 Tamat SD - -
2 Tamat SMP 1 1,67
3 Tamat SMU 25 41,67
4 Tamat D 1/2/3 21 35
5 Tamat S1/Sederajat 11 18,33
6 Tamat S2/Sederajat 2 3,33
7 Tamat S3/Sederajat - -
Jumlah 60 100
n = 60 responden.
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, data memperlihatkan
bahwa tingkat pendidikan terakhir responden tamatan SMU yakni
sebanyak 41,67%, tidak ada yang tamatan SD dan S3; Sedangkan
yang terkecil adalah tamatan SMP yakni 1,67%.
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa tingkat pendidikan,
intensitas penerimaan suatu pesan, dan tingkat persuasibilitas yang
ditentukan oleh pengetahuan pemahaman, perhatian, motif, dan
kemampuan mendapatkan informasi, ikut menentukan adanya
kesenjangan efek komunikasi. Hal ini mendukung pada penemuan-
penemuan terdahulu yang dilakukan oleh Schramm, 1977; Schramm,
Nelson, dan Betham, 1981; yang menyatakan ketrampilan
berkomunikasi yang diperlukan, penggunaan media yang tinggi, juga
melengkapi mereka dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
dalam beberapa topik. (Rager, 1983).
Kesenjangan efek komunikasi terjadi karena :
1. Perbedaan tingkat ketrampilan berkomunikasi di antara segmen-segmen suatu khalayak secara keseluruhan;
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 19
2. Tingkat pengetahuan tentang suatu isu yang dikuasai sebelumnya; 3. Kontak sosial yang relevan dengan orang-orang yang memiliki
lebih banyak informasi;
4. Persepsi selektif; 5. Kerelevanan fungsional atau utilitas; 6. Akses yang berbeda pada sumber daya yang terbatas; 7. Bias urban pada media massa; 8. Bantuan yang tidak memadai dari badan yang melakukan
intervensi sosial;
9. Kurangnya partisipasi dari khalayak sasaran dalam pembuatan keputusan dan implementasi keputusan tersebut;
10. Perbedaan pendidikan, minat, atau motivasi, (Esman dan Uphoff, 1984; Fett, 1972; Goulet, 1983; Hyman dan Sheatley, 1974; Shingi
dan Mody, 1976; Techenor, dkk, 1973).
Memang masyarakat yang sedang membangun sangat
berkepentingan dengan inovasi, disertai dengan penemuan-penemuan
atau rangsangan-rangsangan, baik yang berupa gagasan, tindakan atau
informasi yang relevan dengan kebutuhannya. Apabila faktor ini
dipenuhi, maka peran serta masyarakat akan lebih tergugah.
Penekanan pada peran serta atau partisipasi masyarakat sangat popular
dalam program pembangunan, yang menunjukkan adanya komunikasi
umpan balik (komunikasi resiprokal ).
Umpan balik dapat diperoleh dengan sengaja, misalnya dengan
mengadakan riset tentang salah satu unsur kepariwisataan. Riset
mengenai kepariwisataan merupakan umpan balik yang dicari dan
dilakukan secara formal. Sebab masih ada umpan balik yang bersifat
non-formal. Misalnya dengan adanya keluhan-keluhan dari
masyarakat yang mengunjungi suatu obyek wisata, karena fasilitas
yang tidak bersih atau keadaan kurang aman di tempat rekreasi,
kurangnya informasi rambu-rambu di tempat strategis, perlunya buku
petunjuk/guide, dan lain-lain.
Menurut kaum behaviorism, orang cenderung mengulangi
kembali pengalaman yang menyenangkan selama hidupnya. Tugas
usaha pariwisata adalah menciptakan kondisi yang menyenangkan ini.
Tidak hanya mengadakan perbaikan obyek-obyek wisata, tetapi
mampu memasyarakatkan pemahaman yang baik mengenai psikologi
wisatawan melalui komunikasi antar budaya, sebab bukan lingkungan
-
20 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
yang menyenangkan dan menyusahkan kita, tetapi persepsi kita yang
memberi makna terhadap lingkungan tersebut.
Kemudian dalam meninjau persiapan infrastruktur komunikasi
informasi, data di lapangan menunjukkan bahwa infrastruktur
komunikasi informasi yang telah ada sudah dapat dikatakan siap untuk menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010, artinya bahwa kata siap ini belum dapat dikatakan siap yang sesungguhnya sesuai dengan tingkat kebutuhan akan alat komunikasi
informasi seputar dunia wisata di Kota Manado.
Berkaitan dengan obyek wisata yang ditawarkan, terlihat baik
responden maupun informan menghendaki tidak hanya wisata bahari
yakni Pulau Bunaken yang ditawarkan, tetapi juga wisata lain yang
saat ini belum dikelola secara baik namun cukup punya potensi untuk
dikembangkan sebagai alternatif pilihan yaitu Pulau Siladen, Pulau
Manado Tua kemudian misalnya keindahan kota sekitar Manado
seperti Kota Bunga Tomohon, Pantai Malalayang, kemudian Obyek
wisata lain di luar Kota Manado yang menarik seperti Bukit Kasih,
Danau Tondano, Makam Imam Bonjol, Rurukan, dan lain-lain.
Suatu kenyataan, bahwa keberhasilan dari program ini
bergantung pada daya tarik pribadi yang dirasakan oleh sebagian
khalayak. Hampir semua jenis informasi, tidak menjadi soal
bagaimana cara pelaksanaannya, akan tetapi diterima bergantung pada
hal ini. Intensitas dari kebutuhan yang pasti akan adanya informasi
adalah faktor yang merupakan kunci untuk memperkirakan tingkat
penerimaan suatu kampanye.
Di bawah faktor inilah elemen-elemen kualitatif dari pesan
yang akan disampaikan, dikonsepkan dan di produksi secara baik.
Program ini menggunakan gaya hiburan yang cukup tinggi guna
menghadirkan atau mengangkat keadaan yang sesungguhnya melalui
bahasa yang mampu dipahami serta berasal dari sumber yang
terpercaya, meskipun durasinya pendek namun program ini
dipublikasikan lewat jaringan luas ke seluruh jaringan komunikasi
informasi yang telah dipercaya dan mempunyai kredibilitas.
Dengan demikian WOC (World Ocean Converence) atau
Konferensi Kelautan Sedunia yang akan dilangsungkan tanggal 5-11
Mei 2009, sangat membantu implementasi MKPD 2010, sebab untuk
mendukung kesuksesan WOC tersebut pemerintah dan stakeholder
sudah melakukan persiapan-persiapan yang selanjutnya dapat
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 21
dimanfaatkan secara optimal dalam upaya mendukung MKPD tahun
2010.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kesiapan infrastruktur komunikasi informasi
Kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun
2010 dapat dikatakan belum siap, karena masih kurangnya
ketersediaan alat komunikasi informasi yang terfokus untuk
memberikan informasi Seputar Dunia Wisata Kota Manado sebagai
pusat informasi.
Saran-saran
1. Kepada Pemerintah Kota Manado, perlu adanya kerja keras dalam penyediaan infrasruktur komunikasi informasi yang terfokus pada
info tentang dunia wisata di Kota Manado. Seperti : Penambahan
Baliho, Spanduk, Brosur, Leaflet, Banner, di lokasi-lokasi
strategis.
2. Pemerintah Kota Manado diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak swasta yang terkait dengan dunia wisata di Kota Manado
untuk bersama-sama mengusahakan Pusat Informasi Wisata dalam
rangka Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. 3. Perlunya segera menyediakan tenaga yang terampil
mengoperasikan peralatan komunikasi informasi yang semakin
canggih (SDM IT), termasuk kemampuan bahasa Inggris sebagai
bahasa Internasional.
4. Pemerintah Kota Manado perlu memberikan alternatif obyek wisata dengan bekerjasama dengan Pemerintah Kota maupun
Kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Utara, yang mempunyai
obyek wisata yang layak jual sebagai satu paket wisata. Misalnya
membuat MOU atau pertukaran informasi antar Kabupaten/Kota
dengan Pemkot Manado yang ada di Propinsi Sulawesi Utara
tentang infrastruktur komunikasi dan informasi, serta seputar
obyek pariwisata yang belum dikelola dengan baik.
5. Perlu segera dilakukan sosialisasi yang sifatnya sustainable di era globalisasi, salah satunya dengan memasukkan program MKPD
2010 ke dunia maya (internet) secara berkesinambungan.
-
22 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
DAFTAR PUSTAKA
Betinghaus EP. 1973. Persuasive Communication. New York : Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
Sawyer, 2003. Berkomunikasi Dengan Teknologi. Jakarta :
Gunadarma.
Suryadarma, 2003. Perkembangan Teknologi Informatika. Bandung :
Armico.
Fransisca, Wesart, 2004. Komputerisasi dan Perkembanganny.
Bandung : Yrama Widya.
Haris, Blade, 2005. E-Governance Dalam Era Informasi. Jakarta :
Sentra Informasi Mandala.
Ginsu, A, 2006. Birokrasi dan Teknologi informatika. Jakarta : Elex
Media Komputindo.
Ishadi, 2006. Teknologi Komputerisasi Dalam Pemerintahan.
Bandung : Yrama Widya.
Peraturan Perundang-undangan :
Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pemanfaatan Teknologi
Informasi.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah Kota Manado No.04 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Manado Tahun 2005-2010.
Bacaan Tambahan :
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka Depdikbud
Jakarta, 1990.
Harian Manado Post : Rabu, 16 Juli 2008, halaman 4.
Harian Manado Post : Jumat, 3 Oktober 2008, halaman 8.
Artikel judul Mewujudkan Manado Tujuan Utama Pariwisata Oleh Drs. Johnny Karinda.
Harian Komentar Manado.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 23
KONSTRUKSI IDENTITAS SOSIAL
KAUM REMAJA MARJINAL
(Studi Kasus di Kalangan Remaja Pengamen Jalanan
di Purwokerto)
Agus Ganjar Runtiko*
Abstraksi
Kaum pengamen jalanan selama ini selalu identik dengan
ketidaktertiban. Di mana-mana para pengamen ini selalu
ditertibkan. Kebanyakan mereka diarahkan untuk menghuni panti-panti yang telah didirikan oleh pemerintah. Namun, jumlah mereka
dari tahun ke tahun tidak pernah menyusut. Dengan mengkaji tentang
konstruksi identitas sosial mereka, memahami faktor-faktor penyebab,
respon remaja pengamen ketika penertiban akan membentuk model
penanganan yang lebih tepat terhadap mereka.
Kata kunci : identitas sosial, remaja marjinal.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemberitaan di media massa seputar penertiban pengamen
jalanan sudah bukan hal asing lagi ditemui di negeri ini. Lewat berita
di surat kabar atau tayangan televisi, kita disuguhi pemandangan yang
memprihatinkan bahwa ternyata tidak sedikit kaum muda atau remaja
yang tidak bisa meneruskan sekolah dengan berbagai sebab tentunya
dan harus memilih mengisi hidupnya dengan mengamen. Wacana
yang berkembang di media, tidak jauh dari persoalan klasik bahwa
pengamen adalah salah satu faktor pengganggu ketertiban dan
kenyamanan masyarakat.
Ironisnya, jumlah remaja pengamen jalanan dari tahun ke
tahun cenderung mengalami peningkatan. Secara kuantitatif, jumlah
remaja pengamen jalanan di Purwokerto menurut data dari Sub Dinas
* Agus Ganjar Runtiko, S.Sos., adalah pengajar di FISIP Universitas Jendral
Sudirman Purwokerto Jurusan Ilmu Komunikasi.
-
24 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
Kesejahteraan Sosial Banyumas tahun 2003 menunjukkan angka
mencapai 723 remaja, sementara pada tahun 2000 hanya terdapat 354
remaja (Suara Merdeka, Senin, 24 Agustus 2003). Khusus di
Purwokerto, pada tahun 2003 terdapat 214 remaja pengamen jalanan.
Jumlah ini menunjukkan semakin banyaknya remaja yang memilih
jalanan sebagai tempat mencari uang dan menjalani
kehidupannya.
Bila kita mencoba menengok kehidupan remaja pengamen
sesungguhnya kita perlu tergugah untuk bisa menanganinya dengan
pendekatan yang tidak semata represif. Para pengamen jalanan ini
tidak harus selalu ditempatkan sebagai semata penyakit sosial tanpa
melihat terlebih dahulu akar penyebab timbulnya tindakan seperti itu.
Bagaimanapun remaja pengamen adalah sebagian generasi bangsa
yang kepada mereka pemerintah dan lembaga sosial lainnya turut
bertanggung jawab mempersiapkannya agar tidak terlanjur menjadi
generasi tanpa masa depan. Mereka tidak perlu dianggap semata-mata
sebagai penyakit atau seonggok persoalan yang harus disingkirkan
melainkan harus ditempatkan sebagai bagian masyarakat yang
memiliki hak hidup yang sama dan tentu saja memiliki segenap
kemungkinan yang sama untuk tumbuh dan berkarya di negeri ini.
Berangkat dari fenomena inilah maka penelitian ini beranjak.
Dengan mencoba mengkaji persoalan dengan pendekatan
konstruktivis penelitian ini mencoba memahami secara mendalam
bagaimana kaum remaja pengamen ini membangun/mengkonstruksi
identitas sosial mereka.
Melakukan kajian dengan fokus sebagaimana dimaksud di atas
maka setidaknya akan diperoleh konsepsi pemahaman menurut
kacamata mereka sendiri tentang siapa dan bagaimana identitas sosial
kaum remaja pengamen ini. Informasi ini akan sangat bermanfaat
sebagai dasar bagi perumusan berbagai kebijakan pemerintah yang
utamanya ditujukan untuk kaum remaja terpinggirkan ini.
Pertanyaan Penelitian
Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab sehingga kaum remaja ini memilih tinggal di jalanan dan menjadi pengamen?
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 25
3. Bagaimana respon kaum remaja pangamen terhadap segala bentuk tindakan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah?
4. Bagaimana model penanganan terhadap persoalan remaja pengamen jalanan yang telah dilakukan pemerintah dan lembaga-
lembaga terkait?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mengarahkan kajiannya secara teliti mengenai :
1. Proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto
2. Faktor-Faktor penyebab sehingga kaum remaja ini memilih tinggal di jalanan dan menjadi pengamen
3. Model penanganan terhadap persoalan remaja pengamen jalanan yang telah dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait
4. Respon kaum remaja pangamen terhadap segala bentuk tindakan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah
Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran
Kajian Pustaka
Penelitian mengenai remaja marjinal, atau lazim disebut
sebagai anak-anak jalanan salah satunya dilakukan oleh Astutik
(2004). Penelitian yang membahas mengenai model pembinaan anak
jalanan ini memilih perspektif pemerintah dalam membina anak
jalanan. Artinya disini, perspektif yang diambil adalah dari
stakeholder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan
pembinaan anak jalanan selama ini sesuai dengan standar layanan dari
Dinas Sosial. Terdapat variasi pengembangan sesuai kebutuhan di
lapangan menurut perkiraan para penentu dan pelaksana program.
Semuanya dinyatakan masih dalam taraf proses program pembinaan
dengan menggunakan gabungan beberapa pendekatan yang ada.
Selain mengenai anak jalanan, penelitian yang berhubungan
adalah mengenai konsep diri, yang dilakukan oleh Rahman (2004).
Penelitian yang berlokasi di Jakarta ini berfokus pada konsep diri
pengguna narkoba. Kesimpulan penelitian ini antara lain adalah bahwa
para pengguna narkoba ini rata-rata mempunyai konsep diri yang
negatif, diantaranya adalah rendah diri. Selain itu para pengguna
narkoba juga cenderung susah untuk kembali ke hubungan
komunikasi antarpribadi yang normal seperti sebelum memakai
-
26 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
narkoba, sekali lagi karena diakibatkan konsep diri mereka yang
negatif.
Kerangka Pemikiran
1. Remaja Pengamen dalam Tinjauan Sosiologis
Remaja pengamen di kawasan perkotaan secara teoritis dapat
ditinjau dari perspektif struktur sosial dalam masyarakat. Kelompok
ini bisa dikatakan sebagai kelas rendah di perkotaan.
Radikal, kriminal, apatis dan patologis adalah kata-kata yang sering
dilabelkan pada kelas proletar marjinal oleh baik kelas borjuis maupun
kelas menengah. Gambaran negatif tentang kelas proletar marjinal ini
beberapa bahkan didapatkan oleh seorang antropolog (Lihat Lewis,
dalam Keesing, 1992 : 233 249). Labelisasi seperti ini akan terus menjebak kelas proletar marjinal ke dalam kemiskinan struktural (lihat
Soemardjan, dalam Alfian et. al., 1980 :1-11), sehingga mereka
semakin tak berdaya untuk keluar dari kungkungan marjinalisasi
struktural.
UNICEF (dalam Musyarofah, 2006 : 27) mengelompokkan
remaja/anak-anak yang mencari penghidupannya dijalanan sebagai on
the street dan of the street. Pengelompokan tersebut terkait dengan
periode mereka dijalanan. Dalam kategori on the street, adalah remaja
/anak-anak yang berada dijalanan dalam tempo sesaat. Mereka antara
lain terbagi dalam kelompok :
a. Remaja/Anak-Anak Miskin Perkotaan Kelompok ini berasal dari dalam kota dan masih tinggal bersama
orangtuanya, yang merupakan penduduk asli maupun para
urbanisan yang mendiami tempat-tempat kumuh (slum area)
perkotaan. Sebagian anak-anak ini masih sekolah dan berada di
jalanan sekadar mencari tambahan bagi nafkah keluarga.
b. Remaja/Anak-Anak yang memberontak dan lepas dari orangtua Kelompok ini biasanya masih memiliki orangtua, tetapi
memberontak dan sepenuhnya melepaskan diri dari keluarga.
c. Remaja/Anak-Anak dari Luar Kota Kelompok ini tinggal bersama teman sebaya dan orang yang lebih
tua, sementara orangtua berada di kampung. Remaja kelompok ini ada
yang memiliki bos terkait dengan pekerjaan mereka, adapula bos sebagai penguasa kelompok tempat ia berada, yakni orang yang
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 27
mewajibkan setoran untuk kelangsungan pekerjaan atau jaminan
keamanan.
Sedangkan, kelompok yang dikategorikan sebagai of the street,
adalah mereka yang berpartisipasi penuh baik secara ekonomi maupun
sosial di jalanan. Mereka tidak mempunyai rumah, tinggal di emperan
toko, stasiun, terminal, kolong jembatan atau taman-taman kota.
Umumnya berasal dari keluarga yang berkonflik atau tidak tahu siapa
orang tuanya dan dimana keluarganya.
2. Konsep Diri dalam Perspektif The Social Construction Of
Reality
Konsep diri menjadi perhatian utama tidak saja bagi teoritisi
yang menggeluti fenomena sosial dalam perspektif interaksi simbolik
namun juga bagi para ahli yang mengembangkan teori konstruksi
realitas sosial. Premis dasar teori ini tentang self adalah bahwa
seseorang memahami dirinya sendiri dengan menggunakan teori yang mendefinisikan dirinya (Littlejohn, 2002).
Adapun thesis dasar tentang realitas menurut teori konstruksi realitas sosial adalah bahwa reality is not an objective set of arrangements outside ourselves, but is constructed through a process
of interaction in groups, communities, and culture (Littlejohn, 2002). Konsep diri termasuk realitas, yang sesungguhnya adalah
hasil konstruksi sosial. Demikian menurut Rom Harre (seperti dikutip
Littlejohn, 2002: 168) the idea of self as a socially constructed object is profound and important in the constructionist movement.
Selanjutnya masih menurut Rom Harre, terdapat dua sisi yang
melekat pada personalitas seseorang : yakni Person dan Self. Person
adalah karakteristik yang melekat pada diri seseorang yang bisa dilihat
atau dikenali oleh publik yang ditandai oleh beberapa atribut dan
karakter yang relatif mapan dalam sebuah kebudayaan atau kelompok
sosial tertentu. Sedangkan Self adalah gambaran pribadi seseorang
atas dirinya sendiri. Ini didapat dari interaksi seseorang itu dengan
orang-orang lain.
Self terdiri dari seperangkat elemen yang bisa dikaji secara
relatif terpisah. Pertama, Display yakni sejauh mana aspek-aspek
dalam diri seseorang bisa diketahui oleh publik atau sebaliknya tetap
menjadi bagian pribadi seseorang. Kedua, Realization, sejauh mana
gambaran terhadap diri seseorang diyakini berasal dari orang itu
-
28 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
sendiri atau dari kelompok-keompok yang ada di sekeliling dia.
Ketiga, Agency : sejauh mana kekuatan aktif menjadi atribusi diri
seseorang. Di sini ada dua elemen; Active elemen seperti percakapan
dan Passive elements seperti mendengarkan.
3. Identitas Sosial
Identitas sosial berkenaan dengan bagaimana seseorang
menggunakan kelompok sosial tertentu yang dipandangnya dapat
memberikan perasaan positif tertentu pada dirinya. Secara umum
konsep ini diterjemahkan menjadi 3 (tiga) ide utama, yaitu
kategorisasi, identifikasi dan komparasi (Tajwel, 1978)
Menurut Hogg & Abrams (1998) pada dasarnya proses
kategorisasi menghasilkan persepsi stereotype, yaitu persepsi terhadap
anggota suatu kelompok yang memiliki karakteristik tertentu yang
dapat dijadikan acuan untuk membedakannya dari kelompok lain.
Berkaitan dengan hal ini, proses kategorisasi merupakan proses
pengelompokkan obyek yang dilakukan untuk memahami obyek
tersebut. Kategorisasi individu, merupakan proses pengelompokkan
individu dalam upaya memahami lingkungan sosialnya. Penggunaan
kategorisasi misalnya murid, guru, Muslim, Kristiani, hitam, putih,
dan seterusnya. Sedangkan proses identifikasi terjadi pada saat
seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tempat ia
bergabung. Tajfel (1978) menyatakan bahwa, identitas sosial
dikonsepsikan dengan mengaitkan pengetahuan individu tentang
perasaan memiliki suatu kelompok sosial tertentu dan emosi, juga
evaluasi signifikan yang dihasilkan dari keanggotaan suatu kelompok.
Setiap individu mengidentifikasikan dirinya lebih dengan in-
groupnya dan hal ini akan mengurangi perbedaan di antara diri dan in-
groupnya. Jika terjadi peningkatan identifikasi terhadap kelompok (in-
group). Seseorang merubah dari kutub personal ke intergorupnya.
Seseorang menggunakan penanda adalah dalam rangka mencari
konsep diri yang dipandang positif, dan hal ini merupakan bagian dari
fungsi normal psikologi seseorang. Untuk menghadapi dunia ini,
individu membutuhkan pandangan positif yang melekat pada sikap
dan perilaku dirinya. Pernyataan tentang baik, buruk, pintar, bodoh,
bersih, tinggi dan lainnya lahir dari adanya komparasi (perbandingan).
Identitas sosial menghadirkan relasi antar kelompok dalam
konteks sosial yang nyata (Tajfel 1978; Tajfel & Turner 1979) di
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 29
mana secara komprehensif memaparkan relasi antar kelompok dalam
perubahan sosial dalam masyarakat yang terkelompokkan secara
sosial, konflik sosial, serta relasi antar kelompok. Secara sederhana,
masyarakat membutuhkan identitas sosial positif yang menuntut
mereka untuk membangun nilai pembeda yang positif bagi kelompok
mereka sendiri yang dibandingkan dengan kelompok lain.
Keanggotaan dalam kelompok itu membuat individu memiliki
identitas diri dan self esteem. Pada saat kelompok memperolah
kesuksesan, self esteem individu akan ikut naik, dan sebaliknya ketika
kelompok mendapatkan kegagalan maka self esteem individu turut
terancam. Pada keadaan itu individu merasa harus mempertinggi
ketertarikan kepada kelompoknya dan meningkatkan rasa nyaman
kepada kelompok lain. Alih-alih identitas personal yang berhubungan
dengan perilaku interpersonal yang berarti perbedaan di antara diri
dan orang lain maka identitas sosial terkait dengan perilaku
intergroupnya yang berarti perbedaan di antara kelompok atau kita dan mereka
Identitas sosial, dalam bentuk kategorisasi seperti nasionalitas,
religiusitas, gender, profesi, etnisitas, atau orientasi politik,
terinternalisasi dan membentuk suatu bagian penting yang potensial
dari self-concept seseorang di mana fokus pada konsep ini adalah pada
definisi ke-kita-an (we-ness) suatu anggota kelompok dalam konteks kita milik dari satu kelompok.
Konsepsi awal menunjukkan bahwa keyakinan kelompok
termasuk semua keyakinan terdapat di dalam alam pikir individu.
Namun saat ini, konsepsi tersebut digambarkan melalui fenomena
yang dikenal luas, di mana anggota kelompok berbagi keyakinan dan
keyakinan itu dipandang menghadirkan dasar bagi identitas sosial
anggota, selain itu juga diartikan sebagai esensi kelompok.
4. Cultural Biases dalam Intercultural Communication
Konsepsi teoritik yang dipakai dalam melihat respon kaum
remaja pengamen jalanan dalam menghadapi tindakan pemerintah
diambil dari perspektif teori komunikasi antar budaya.
Komunikasi antarbudaya didefinisikan sebagai interaksi di
antara orang-orang yang setidaknya memiliki satu perbedaan budaya
di antara mereka (Lustig & Koester, 2003). Dalam konteks
komunikasi antar budaya semacam ini akan membawa persoalan
-
30 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
dalam hal rasa aman, kenyamananan dan tingkat sejauh mana kita bisa
memprediksikan lawan interaksi kita. Terdapat beberapa situasi dan
nilai-nilai yang kemudian memengaruhi respon atau persepsi
seseorang terhadap orang lain yang berbeda budayanya. Dalam
konteks penelitian ini, kaum remaja pengamen jalanan diasumsikan
memiliki identitas kultural yang berbeda dengan misalnya kaum
remaja umumnya yang bisa menikmati kehidupan rumah tangga biasa
dan menjalankan aktivitas hidup layaknya remaja mapan (sekolah, dan
lain-lain). Faktorfaktor yang memengaruhi proses pengolahan informasi tentang orang lain dalam konteks komunikasi antarbudaya
lalu diidentifikasi sebagai aspek yang dikenal dengan cultural biases.
Secara singkat, bagan kerangka pemikiran penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Metode Penelitian
a. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang
lebih menekankan pada masalah proses dan makna (konstruksi
identitas sosial), maka jenis penelitian dengan strateginya yang
terbaik adalah penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 31
akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan
deskriptif teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga daripada
sekedar pernyataan jumlah atau pun frekuensi dalam bentuk
angka.
Strategi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus, dan karena sasaran studi kasus ini hanyalah di kalangan
kaum remaja pengamen jalanan. Maka studi kasus ini termasuk
penelitian dengan strategi kasus tunggal (Yin, 1987). Selain itu,
karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dalam
usul penelitian ini maka jenis strategi penelitian kasus ini secara
khusus bisa disebut studi kasus terpancang (embedded case study
research).
b. Jenis dan Informasi Sumber Data Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan
dikaji dalam penelitian ini sebagian besar adalah data kualitatif.
Informasi tersebut akan digali dari beragam sumber data, dan jenis
sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Informan atau nara sumber, dalam hal ini adalah kaum remaja pengamen jalanan di Purwokerto, pemerintah
Kabupaten Banyumas, dan lembaga terkait.
2. Dokumen, baik hasil liputan media atau browsing internet
c. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber
data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing) Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak
terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan bisa
dilakukan berulang pada informan yang sama (Sutopo, 2002)
2. Observasi langsung Observasi ini dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai
observasi berperan pasif (Spradley, 1980)
3. Focus Group Discussion (FGD). Metode ini bermanfaat untuk memperoleh data bagaimana
individu sebagai bagian dari sebuah kelompok mendiskusikan
sesuatu topik atau isu tertentu, jadi tidak semata melihat
-
32 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
informan sebagai individu. Dengan kata lain, FGD diterapkan
untuk memahami orang menanggapi berbagai pandangan
orang-orang lain dalam kelompok diskusi, dan bagaimana
kemudian informan membangun sebuah pandangan tersendiri
berdasarkan interaksi yang dilakukannya dalam sebuah
kelompok. (Bryman, 2001)
Sampling
Penelitian kualitatif cenderung menggunakan teknik cuplikan
yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan
konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti,
karakteristik empirisnya, dan lain-lain. Oleh karena itu cuplikan yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat purposive
sampling, atau lebih tepat disebut sebagai cuplikan dengan criterion-based selection (Goetz & Le Compte, 1984). Dalam hal ini peneliti akan memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga
kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton,
1980).
Pengembangan Validitas
Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini maka diperlukan teknik
pengembangan validitas data sebagaimana biasa digunakan dalam
penelitian kualitatif yaitu teknik triangulasi. Dari empat teknik
triangulasi yang ada (Patton, 1980), hanya akan digunakan tiga di
antaranya yakni (1) Triangulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan
data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. (2) Triangulasi
peneliti yaitu mendiskusikan data yang diperoleh dengan peneliti lain
dalam hal ini adalah rekan sejawat dalam sebuah forum diskusi
informal yang menyajikan draft awal hasil penelitian lapangan. (3)
Triangulasi teori dilakukan dengan menggunakan perspektif lebih
dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Model Analisis
Proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya
bersifat induktif di mana analisis dilakukan secara bersamaan dengan
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 33
proses pelaksanakan pengumpulan data. Ada tiga komponen analisis
yang saling berkaitan dan berinteraksi, tak bisa dipisahkan dengan
kegiatan pengumpulan data yaitu reduksi data, sajian data dan
penarikan kesimpulan. Model analisis yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah model analisis interaktif (Miles dan Huberman
1984). Dalam model analisis ini, tiga komponen aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu proses siklus. Dalam melaksanakan proses ini peneliti
aktivitasnya tetap bergerak di antara komponen analisis dengan
pengumpulan datanya selama proses pengumpulan data masih
berlangsung. Kemudian selanjutnya peneliti hanya bergerak di antara
tiga komponen analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai
pada setiap unitnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa
dalam penelitian ini.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Eks-Kota Administratif Purwokerto terletak di sebelah barat
daya Propinsi Jawa Tengah, dan merupakan bagian dari Kabupaten
Banyumas. Terletak di antara garis Bujur Timur 108 39' 17'' sampai
109 27' 15'' & di antara garis Lintang Selatan 7 15' 05'' sampai 7 37'
10'' yang berarti berada di belahan selatan garis khatulistiwa. Jumlah
penduduk Purwokerto sebanyak 239.532 jiwa, yang terbagi menjadi
73.019 jiwa di Kecamatan Purwokerto Selatan, 52.922 jiwa penduduk
Kecamatan Purwokerto Barat, 63.360 jiwa penduduk Kecamatan
Purwokerto Timur, dan 50.231 penduduk Kecamatan Purwokerto
Utara (www.banyumas.go.id diakses pada 2 Juli 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Pelaku Penelitian dan Informan Pendukung
Terdapat beberapa orang remaja marjinal yang diwawancarai
dalam proses penelitian ini. Pertama, Andri yang berusia 24 tahun.
Andri adalah seorang lulusan SMU tahun 2001, semenjak tahun 2002
sudah mangkal di pertigaan Sri Ratu Purwokerto. Andri merupakan
-
34 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
salah seorang remaja marjinal yang selalu memperhatikan
perkembangan politik dan berita yang terjadi saat ini.
Pelaku penelitian kedua adalah Jalak, berusia 21 tahun. Jalak
baru lulus STM tiga tahun lalu (2005). Alasan Jalak masuk STM
adalah agar bisa meneruskan pekerjaan bapaknya di bengkel. Jalak
mengerti sedikit-sedikit tentang mesin. Jalak hidup dalam keluarga
yang utuh, artinya bukan keluarga berantakan.
Pelaku penelitian ketiga adalah Tomi, 27 tahun. Tomi ini
merupakan salah satu anggota senior dalam komunitas mereka. Namun, saat disebut sebagai ketua dalam komunitas, Tomi
menolaknya. Alasannya bahwa komunitas tersebut muncul untuk
menolak segala bentuk keteraturan (komunitas remaja marjinal yang
peneliti masuki ternyata adalah komunitas Punk dan komunitas
Skinheads), sehingga dalam komunitasnya tidak dikenal adanya ketua,
wakil atau sebagainya.
Pelaku penelitian keempat adalah Anjar. Anjar hanya
bersekolah sampai tingkat SMP saja. Keluarga yang berantakan
mendorongnya untuk masuk ke jalanan. Awalnya dia mengamen,
berdagang asongan, selanjutnya jalanan menjadi rumahnya, dan dia
salah seorang anggota komunitas yang paling rajin mangkal.
Informan pendukung dalam penelitian ini antara lain adalah
Pak Rujito. Pak Rujito berusia 52 tahun. Beliau adalah Ketua RW di
Kampung Sri Rahayu, atau lebih banyak dikenal sebagai Kampung
Dayak. Kampung Dayak sendiri merupakan sebuah kampung yang
terletak di belakang terminal lama Purwokerto. Di kampung ini
terdapat banyak komunitas marjinal, dan memang kampung ini identik
dengan dunia marjinal; seperti wanita tuna susila, waria, serta anak-
anak jalanan.
Informan pendukung kedua adalah Pak Budi. Pak Budi adalah
pemilik ruko yang terasnya sering dijadikan tempat mangkal oleh
anak-anak komunitas. Pak Budi sampai hapal siapa-siapa yang sering
mangkal, bagaimana tingkah polah mereka, serta perbedaan-
perbedaan antara beberapa komunitas yang mangkal di depan rukonya
tersebut.
Informan pendukung ketiga adalah Bapak Adi. Bapak Adi
adalah pegawai Dinas Sosial yang sering berhubungan dengan anak-
anak jalanan, waria dan sebagainya. Pak Adi telah bekerja di Dinas
Sosial Purwokerto semenjak tahun 1991.
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 35
Masalah Kaum Remaja Marjinal
Masalah kaum remaja marjinal tidak hanya dirasakan
pemerintah atau masyarakat semata, namun juga dirasakan oleh
mereka sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh informan pendukung,
yakni Pak Rujito, seorang sesepuh di Kampung Sri Rahayu, yang
dikenal sebagai tempat berkumpulnya para kaum marjinal, Kadang-kadang malah (kegiatannya di rumah singgah) ndak sesuai.
Sebenarnya disuruh bertempat ke rumah singgah buat istirahat, tapi
malah digunakan yang lain, kadang-kadang fasilitas disitu juga hilang.
Mereka yang kesitu seringnya nggak punya identitas, sehingga
bingung mendatanya. Masalah kaum remaja marjinal ini juga muncul berkaitan
dengan interaksi sesama mereka. Sebagaimana diceritakan oleh Jalak,
(Kita itu) akrab, tapi kalau ada masalah apa gitu dipanjang-panjangin. Misalnya pakaian, apa kaos atau sepatu, kan punyanya cuma sedikit,
jadi sering barter. Aku pakai ini, kamu pakai itu, terus lama nggak
balik-balik, ilang atau dibarter sama yang lain, jadi masalah. Jadi
kayak masalah-masalah sepele gitu. Keberadaan rumah singgah bagi kaum remaja marjinal ini
nampaknya juga merupakan masalah tersendiri. Karena rumah
singgah yang biasanya dijadikan tempat mereka berkumpul ternyata
sudah tidak difungsikan lagi, seperti kata Pak Rujito, Dulu kan ada rumah singgah, tapi sekarang rumah singgahnya sudah nggak ada,
sudah dirusak sama anak-anak. Sekarang mereka sudah ndak punya
rumah singgah. Jadi nggak mesti kumpul-kumpul, kumpul-kumpulnya
ya kalau ada kegiatan-kegiatan.
Konsep Diri
Terdapat beberapa nilai yang menjadi bentuk-bentuk identitas
sosial. Salah satunya adalah keharusan untuk berkarya. Anjar, salah
seorang pelaku penelitian mengatakan, Jangan bicara kematian dong, belum mempunyai karya nih. Kalau mati, apa yang ditinggalkan di
dunia ini? Harus meninggalkan karya. Sosialisme kamu, komunisme
kamu itulah karya kamu! Komunitas remaja marjinal ini juga bukan tidak percaya
Tuhan. Terbukti, ketika diwawancara mereka juga sempat
membicarakan puasa. Seperti Anjar yang mengatakan, Kalau puasa aku nggak kaget, masalah laper-laper aku nggak kaget, sebelum bulan
-
36 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1
puasa sering nggak makan, sering laper. Tetapi konsep kepercayaan kepada Tuhan ini tidak diaplikasikan sebagaimana umumnya pemeluk
agama. Seperti yang dikatakan Jalak, Kalau aku nggak puasa sih, tapi ada orang baik yang ngasih makananlah, rokok, kadang-kadang duit.
Pernah dulu waktu tidur disini, pas saur ada orang yang ngasih
makanan. Konsep kepercayaan kepada Tuhan diaplikasikan oleh para remaja marjinal sebagai perilaku sosial manusia. Sehingga, mereka
cenderung membedakan orang berdasarkan terminologi orang baik dan orang tidak baik. Orang baik menurut remaja marjinal ini adalah orang yang mempunyai rasa keberpihakan kepada mereka.
Adapun pihak-pihak yang dianggap tidak menaruh keberpihakan
kepada mereka akan mendapat label sebagai orang tidak baik. Uniknya konsep baik yang kita kenal dengan simbolisasi kanan, tidak dikenal mereka secara sama, sebagaimana yang dikatakan Tomi,
Malem kalau mau di sini, ya disini, kalau mau pulang ya pulang. Kalau di sini paling dibelakang sana, di empang. Masalahnya kalau
tidur di sini (di emper toko) nanti di garuk juga sama orang-orang
kanan (orang-orang yang tidak mau kehilangan tempat tinggal
mereka). Para remaja marjinal ini mengkonstruksi identitas sosial mereka sebagai orang kiri, orang yang senantiasa selalu berbagi.
Konstruksi identitas sosial yang mereka miliki selanjutnya
adalah bahwa sebenarnya mereka tidak begitu menikmati menjadi
remaja marjinal. Sebagaimana yang dikatakan Jalak, Pernah dulu aku ditanyain, cari kerja (aja) kenapa mas? Apa enak jadi pengamen mas?
Gimana jawabnya, bingung kan! Tomi ketika itu menambahkan, Ya ngomong enak bae. Bahkan Jalak merasa bahwa kehidupannya saat ini merupakan titik nadhir, bahwa dia sedang berada di bawah, bahwa
dia sedang merasa tidak enak, tapi dia mempunyai keyakinan
mengenai kemungkinannya kembali menikmati hidup, sebagaimana
dikatakannya, Ya udah pernah sih ngrasain kerja, jadi orang enak. Ada siang ada malem, ada baik ada buruk, ada kaya ada miskin, ada
gundul ada gondrong.
Model Penanganan
Pemerintah Kabupaten Banyumas menyerahkan penanganan
anak-anak jalanan ini kepada Dinas Sosial. Pada keadaan-keadaan
tertentu, Dinas Sosial bekerja sama dengan Satpol PP dan kadang-
kadang juga melibatkan aparat kepolisian. Pelibatan aparat kepolisian
-
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 37
ini sebagai bentuk antisipasi apabila terdapat pelaku kriminal diantara
anak-anak jalanan. Selain dua instansi pemerintah ini, Dinas Sosial
juga bekerja sama dengan LSM yang bergerak dalam penanganan
anak jalanan. Sebagaimana yang dikatakan Bapak Adi, Kabid Dinas
Sosial Banyumas, Selama ini penanganannya bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan beberapa LSM. Ada beberapa
LSM yang sering berhubungan dengan kita, antara lain Biyung Emban
dan Kuncup Mas. Model penanganan yang dilakukan oleh Dinas Sosial selama
ini melalui metode pemantian, yakni anak jalanan dirazia, untuk
dimasukkan ke panti-panti yang umumnya ada di luar kota. Di panti-
panti ini pembinaan dilakukan. Umumnya pembinaan itu berupa
materi-materi yang dianggap dapat membekali anak jalanan ini,
sehingga mereka tidak perlu kembali lagi ke jalan.
Selain panti-panti, bagi anak jalanan juga tersedia rumah
singgah. Sifat rumah singgah sendiri sebenarnya bukan merupakan
tempat pendidikan, melainkan tempat anak-anak jalanan ini
berkumpul saja. Tujuannya disamping anak-anak jalanan ini lebih
terkontrol, rumah singgah juga dapat digunakan pengelola untuk
menyisipkan pesan-pesan mengenai hal-hal positif. Pendekatan
penanganan di rumah singgah ini bermacam-macam, ses