Download - Jual Gula Semut

Transcript

Jual Gula Semut | Gula Kelapa Kristal | Gula Merah

Top of Form

Bottom of Form

Penyadapan Nira Aren, Kelapa, dan Nipah untuk Gula Merah

Ryan Isra July 23, 2012 Informasi Gula

Beberapa waktu yang lalu di media massa ramai dibicarakan tentang import raw sugar (gula pasir cokelat) yang dijual sebagai gula pasir konsumsi. Padahal raw sugar masih harus diproses lebih lanjut sebelum bisa dikonsumsi sebagai gula pasir putih. Agroindustri gula pasir kita memang merosot jauh dibanding dengan zaman Hindia-Belanda dulu.

Mengapa? Karena sebagian besar perkebunan tebu kita berada di pulau Jawa. Lahan-lahan tebu tersebut merupakan sawah berpengairan teknis yang sebenarnya terlalu mahal untuk ditanami tebu. Kebun-kebun tebu lahan kering yang mulai dikembangkan di luar Jawa, misalnya di Lampung dan Kalsel, masih belum bisa menggantikan peran kebun-kebun tebu di pulau Jawa.

Meskipun tanaman tebu berasal dari Indonesia dan sudah mulai dibudidayakan secara monokultur sejak sebelum kedatangan bangsa kulit putih, namun saat ini agroindustri gula pasir lebih dikuasai oleh India, RRC dan Australia. Sebab ternyata tebu yang tanaman tropis itu, justru bisa tumbuh optimal di kawasan yang panjang harinya sampai 17 jam. Faktor pengelolaan budidaya dan pasca panen juga ikut berperan terhadap merosotnya agroindustri gula tebu di pulau Jawa.

Sebenarnya Indonesia masih memiliki banyak komoditas yang bisa menghasilkan bahan gula. Mulai dari kelapa, aren, lontar dan nipah. Bisanya masyarakat menyadap tanaman jenis palma ini untuk mendapatkan air niranya. Selain untuk minuman ringan maupun minuman keras (tuak, saguer, cap tikus dll), nira juga merupakan bahan gula merah. Cairan manis ini setelah direbus secara tradisional sampai kental, dicetak dan dipasarkan sebagai gula merah atau gula jawa.

Tanaman aren (enau) sebagai salah satu penghasil nira di pulau Jawa, populasinya sudah sangat menyusut. Penyebabnya adalah penebangan pada usia remaja untuk diambil patinya. Penyadapan kelapa juga terbatas dilakukan oleh masyarakat di Jawa Tengah bagian selatan. Sementara penyadapan lontar dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur bagian utara, sampai ke NTT.

Gula merah atau palm sugar, sebenarnya memiliki potensi ekspor yang cukup kuat. Namun yang diminta oleh konsumen luar negeri adalah palm sugar dalam bentuk kristal yang disebut gula semut. Bukan gula merah biasa yang dicetak dalam tempurung atau buluh bambu. Pemerintah melalui Deperindag pernah melakukan pembinaan terhadap para perajin gula merah di Kab. Banyumas (Jateng) dan Ciamis (Jabar), untuk bisa memproduksi gula semut. Tetapi hasilnya masih belum bisa memenuhi permintaan eksportir.

Selain pasar dalam bentuk gula semut, yang juga membutuhkan gula merah adalah pabrik kecap. Namun karena kurangnya pasokan gula aren, kelapa dan lontar, maka industri kecap mengalihkannya ke gula merah tebu. Industri gula merah dari tebu ini antara lain bisa dijumpai di Kab. Kendal, Demak, Purwodadi serta beberapa tempat lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tebu rakyat bebas (untuk membedakannya dengan tebu PTPN dan perkebunan swasta), setelah dipanen akan diolah sendiri oleh masyarakat. Penggilingan tebu dilakukan di tengah areal tanaman dengan gilingan sederhana yang digerakkan oleh sapi atau kerbau yang berjalan berputar-putar. Air tebu lalu direbus di tempat itu juga dan dicetak dalam buluh-buluh bambu. Gula merah tebu inilah yang akan memasok pabrik-pabrik kecap di seluruh Indonesia. Kadang-kadang produsen gula merah tebu ini ada pula yang nakal. Mereka mencetak gula merah mereka dalam cetakan tempurung kelapa, membungkusnya dengan daun aren dan memasarkannya di sentra-sentra penghasil gula aren. Pembeli yang tidak jeli akan terkecoh dan menganggap gula merah tebu itu sebagai gula aren.

Padahal, dari aroma, rasa (tingkat kemanisan) serta teksturnya, mereka yang telah berpengalaman bisa dengan sangat mudah membedakan mana yang gula merah dari tebu, mana yang gula aren, kelapa atau lontar. Selama ini nipah belum lazim disadap niranya. Selain karena lokasinya yang sulit (di rawa-rawa), hasil nira nipah relatif rendah jika dibandingkan dengan kelapa, lontas dan aren.

Tangkai Nipah Siap Dipotong Untuk Diambil Niranya

Dari empat jenis palma potensial ini, yang nilai ekonomisnya paling tinggi adalah aren. Namun usia produktif aren semenjak tanam berkisar antara 8 sampai 12 tahun. Artinya, semenjak ditanam berupa bibit semai setinggi 1 m, sampai siap tebang (untuk diambil patinya) atau tumbuh bunga jantan pertama, akan memakan waktu antara 8 sampai dengan 12 tahun.

Bunga aren yang disadap niranya adalah bunga jantan yang akan tumbuh mulai dari ruas paling atas secara terus menerus sampai ke ruas yang paling bawah. Sementara bunga betinanya yang menghasilkan buah kolang-kaling hanya tumbuh pada ruas-ruas paling atas. Usia produktif aren sebagai penghasil nira bisa mencapai 10 tahun lebih. Usia sadap satu malai bunga bisa sampai 6 bulan. Panjang pendeknya usia sadap aren, ditentukan oleh panjang pendeknya tangkai bunga jantan, ketajaman pisau sadap dan kepiawaian penyadap dalam menyisir tangkai bunga.

Tangkai bunga sepanjang 60 cm misalnya, apabila diiris setebal 1,5 mm setiap kali sadap pagi dan sore (per hari 3 mm), akan bisa terus menghasilkan nira selama 600 (mm) : 3 (mm) = 200 (hari) atau selama 6,6 bulan. Tetapi kalau penyadap kurang terampil atau golok sadap kurang tajam hingga irisan mencapai ketebalan 0,5 cm setiap kali sadap, umur produktif tangkai bunga itu akan makin pendek. Bahkan ada kemungkinan tangkai bunga itu akan mati sebelum habis tersadap.

Setiap kali sadap selama 12 jam, tangkai bunga aren mampu menghasilkan nira sebanyak 5 liter. Volume hasil nira ini akan meningkat pada musim penghujan, namun rendemennya rendah. Pada musim kemarau hasil nira akan menurun tetapi rendemennya tinggi. Berbeda dengan aren, pada tanaman kelapa, lontar dan nipah, yang disadap adalah malai bunganya yang diikat. Hasil sadapan satu malai bunga kelapa maupun lontar paling banyak hanyalah 2 liter. Nipah lebih rendah lagi, yakni hanya sekitar 1 liter tiap malai bunga tiap kali sadap. Proses penydapan dan pengambilan nira aren juga lebih mudah, sebab bunga jantan tersebut tumbuh langsung pada ruas batang mulai dari yang paling atas trus sampai ke bawah. Hingga pada bunga terakhir menjelang tanaman aren mati, praktis penyadapan bisa dilakukan tanpa harus memanjat.

Pada kelapa dan lontar, makin tua umur tanaman, proses penyadapan nira akan makin sulit karena ketinggian pohon akan terus bertambah. Lebih-lebih penyadapan kelapa dan aren harus dilakukan dengan naik ke atas pelepah dan tajuk pohon tersebut. Karenanya. potensi aren sebagai penghasil gula merah dan sekaligus kolang-kaling, sebenarnya sangat besar. Potensi ini tidak pernah tertandingi oleh kelapa maupun lontar, lebih-lebih nipah. Sementara potensinya sebagai penghasil tepung, bisa diambil alih oleh ganyong. Kualitas tepung aren kurang lebih setara dengan tepung ganyong.

Untuk mempermudah pemanjatan aren, para penyadap memasang tangga berupa satu bambu betung atau bambu besar lainnya yang sudah diberi takikan untuk injakan kaki (sligi). Bambu itu diikatkan secara permanen pada batang aren yang akan disadap. Pada lontar dan kelapa, pemanjatan dilakukan secara langsung pada batang bersangkutan. Pemanjatan langsung pada batang aren sulit dilakukan karena ukurannya yang besar dan terksturnya yang sangat kasar. Mula-mula bunga yang akan disadap dibersihkan dari seludang.

Pada tanaman aren, bunga yang keluar pertama kali masih berada pada celah-celah pelepah daun yang juga terbalut ijuk. Pelepah daun dan ijuk itu harus terlebih dahulu dibuang, demikian pula dengan seludang bunga. Setelah itu malai bunga diikat, tangkau bunga dipukul-pukul menggunakan palu kayu sambai sekali-kali seluruh malai itu diayun-ayun. Proses ini dilakukan menjelang bunga mekar. Kalau perlakuan ini dilakukan lebih dini, hasil niranya akan sedikit. Sebaliknya apabila bunga terlanjur mekar, niranya sudah berkurang pula. Tepat menjelang bunga mekar, seluruh malai dipotong dan hanya disisakan tangkainya. Bekas potongan dibalut dengan kain atau karung dan diikat.

Bekas Potongan Aren yang Diikat

Pada hari berikutnya ujung potongan itu diberi buluh bambu betung (lodong) sebagai tampungan air nira yang akan terus-menerus menetes.

Pada penyadapan kelapa dan lontar, prosesnya agak berlainan. Setelah dilakukan pembersihan seludang, pemukulan tangkai serta pengayunan seluruh malai, pemotongan dilakukan mulai dari ujung malai yang sudah diikat. Selanjutnya pada bekas potongan itu diikatkan lodong sebagai penampung nira.

Menampung Nira Kelapa

Lodong pada penyadapan aren terdiri dari sekitar 3 buluh bambu. Sedangkan pada kelapa dan lontar cukup satu ruas bambu.

Sekarang penyadap kelapa sudah banyak yang meninggalkan lodong bambu dan beralih ke jerigen plastik dan setiap kali akan menyadap, penyadap akan memasukkan kapur / potongan empelur kayu nangka / buah manggis muda atau daunnya sebagai laru ke dalam lodong maupun jerigen tersebut yang berfungsi untuk mencegah nira menjadi masam dan juga untuk membantu proses penggumpalan gula setelah nantinya dilakukan perebusan nira.Penyadapan dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore.

Caranya, lodong yang telah berisi nira diangkat, malai kelapa dan lontar atau tangkai malai pada aren diiris tipis setebal 1,5 sampai 2 mm dan lodong kosong yang telah diberi laru dipasang. Demikian seterusnya pagi dan sore sampai malai bunga kelapa dan lontar atau tangkai malai aren habis terpotong pisau sadap.

Kalau satu tangkai malai aren bisa disadap terus-menerus sampai 6 bulan, maka pada kelapa dan lontar, malai bunga akan habis dalam waktu sekitar 2 bulan. Selanjutnya penyadap akan menunggu keluarnya bunga berikutnya. Pada tanaman aren, kadang-kadang dalam satu batang keluar bunga jantan secara bersamaan. Hingga dalam satu batang itu dilakukan penyadapan dua malai bunga sekaligus.

Proses perebusan nira sampai bisa digumpalkan menjadi gula merah memakan waktu cukup lama. Nira yang diturunkan pagi hari dan langsung direbus, baru akan bisa dicetak pada sore hari sekitar pukul 4 sampai 5 sore. Karenanya, nira yang diturunkan sore hari, biasanya hanya direbus sampai mendidih beberapa saat, untuk mencegah agar tidak menjadi masam (menjadi cuka).Nira hasil sadapan sore tersebut akan dijadikan satu dengan hasil sadapan pagi hari dan direbus seharian untuk dicetak pada sore harinya.

Gula merah yang dipasarkan di kota-kota besar di Jawa, pada umumnya merupakan gula tebu. Bukan gula aren, kelapa atau lontar. Kecuali gula merah yang dipasarkan di kawasan pedalaman yang tidak ada tanaman tebunya, namun populasi aren, kelapa dan lontarnya masih banyak. Misalnya di kawasan Banten selatan (aren), Banyumas, Ciamis (kelapa), Tuban dan Gresik (lontar).

Namun kita haruis berhati-hati kalau membeli minuman nira. Di Jakarta dan Bogor kita sering menjumpai penjaja nira aren yang memikul lodong. Di sepanjang jalur jalan raya Tuban-Gresik, banyak sekali dijajakan nira lontar dalam jerigen. Nira-nira tersebut umumnya sudah dicampur dengan air gula bahkan banyak pula yang diberi sakarin untuk menambah kemanisannya. Kalau kita ingin menikmati manis dan harumnya nira aren, nira kelapa atau nira lontar yang asli, harus membeli langsung ke penyadapnya yang baru saja menurunkan lodong dari pohonnya. (F.R.) ***Ryan Isra | Tech | Life

Home Links Privacy Policy Contact

You are here: Home Pembuatan Gula Merah Aren dan Gula Semut Aren

Potensi Tanaman Aren (Arenga pinnata)Pohon Aren bisa Menghasilkan Miliaran Rupiah Pembuatan Gula Merah Aren dan Gula Semut ArenBy Febryan Paudi June 15, 2012 Makanan & Minuman, Pemanis Leave a comment

Pembuatan Gula Merah Aren dan Gula Semut ArenSelain gula merah, masih banyak potensi lainnya dari tanaman aren. Lihat potensi tanaman aren di sini.

Penyadapan Nira

Gula merah aren dibuat dari tanaman aren. Nira ini dihasilkan dari penyadapan tonggol (tandan) bunga jantan. Jika yang disadap tonggol bunga betina, maka akan diperoleh nira yang tidak memuaskan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setiap tongkol bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tongkolnya habis atau mengering.

Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit kemudian jumlahnya meningkat sampai pertengahan masa sadap dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit seperti semula. Jika pertumbuhannya subur, dapat tumbuh beberapa tongkol bunga jantan dan betina secara serentak. Pohon seperti ini dapat lebih menguntungkan karena pada satu pohon dapat disadap beberapa tongkol bunga jantan setiap harinya.

Sebanyak 4-5 liter nira bisa dihasilkan dari satu tongkol bunga (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren tersebut (Sunanto, 1993).

Untaian-untaian bunga jantan panjangnya hanya sekitar 50 cm, jauh lebih pendek dari untaian-untaian bunga betina yang panjangnya bisa mencapai 175 cm.

Persiapan penyadapan nira aren merupakan kegiatan yang sangat penting agar dapat memperoleh nira yang cukup banyak dan lama penyadapannya dapat lebih lama. Kegiatan ini terdiri dari pembersihan tandan, bunga dan memukul-mukul tandan.

Memukul Tandan Aren untuk Memperlancar Nira

Pembersihan tandan aren dilakukan jika bunga jantan belum pecah kulitnya, yaitu dengan membersihkan ijuk yang ada di sekitar tandan dan sekaligus membuang (menghilangkan) dua pelepah daun yang berada di atas dan di bawah tandan bunga. Pembersihan ini dilakukan agar lebih mudah melakukan penyadapan.

Setelah di sekeliling tandan bersih, kemudian tandan diayun-ayunkan dan dipukul-pukul agar dapat memperlancar keluarnya nira melalui pembuluh kapiler (pembuluh phloem). Pemukulan dilakukan dengan kayu secara ringan (tidak terlalu keras) dan tandan jangan sampai terluka. Pengayunan dan pemukulan tersebut dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang waktu dua hari.

Untuk melihat apakah bunga jantan yang sudah diayun dan dipukul itu sudah menghasilkan nira atau belum, maka tandan ditoreh (dilukai) jika torehan belum mengeluarkan cairan, maka tandan perlu diayun-ayunkan dan dipukul-pukul lagi.

Nira siap disadap dari tandan Aren

Jika torehan sudah mengeluarkan cairan, maka sudah siap disadap niranya. Kemudian tandan bunga dipotong tepat pada torehan tersebut dengan sabit atau parang yang tajam. Setelah tandan dipotong, kemudian diletakkan sebuahbumbung bambu yang khusus dibuat untuk menampung nira di bawah tandan yang dipotong, atau ujung tandan yang sudah dipotong masuk sedikit dalam mulut bumbung. Agar kedudukan bumbung tersebut kuat, maka bumbung harus diikat dengan batang pohon aren atau pangkal tandan.

Bumbung Bambu Menampung Nira Aren

Dalam sehari, penyadapan nira aren dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Nira yang sudah ditampung sejak sore hari, kemudian diambil pada pagi hari berikutnya, dan nira yang ditampung sejak pagi hari, niranya diambil pada sore hari. Setiap mengganti bumbung, tandan tempat keluarnya nira harus diiris tipis agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar secara lancar. Setiap tandan bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tandannya habis atau mengering.

Karena banyaknya nira, maka bumbung sebaiknya dibuat dari bambu jenis petung atau ori. Nira aren segar lebih jernih dan sedikit lebih kental jika dibandingkan dengan nira kelapa segar.

Pembuatan Gula Merah

Nira mempunyai sifat mudah asam karena adanya proses fermentasi oleh bakteri Saccharomyces sp. Oleh karena itu nira harus segera diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah dikeluarkan dari bumbung.

Nira dituangkan sambil disaring dengan kasa kawat yang dibuat dari bahan tembaga, kemudian diletakkan di atas tunggu perapian untuk segera dipanasi (direbus). Pemanasan ini berlangsung selama 1-3 jam, tergantung banyaknya (volume) nira. Pemanasan tersebut sambil mengaduk-aduk nira sampai nira mendidih. Buih-buih yang muncul di permukaan nira yang mendidih dibuang, agar dapat diperoleh gula aren yang berwarna tidak terlalu gelap (hitam), kering dan tahan lama. Pemanasan ini diakhiri setelah nira menjadi kental dengan volume sekitar 8%.

Proses produksi gula cetak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dari nira aren atau dari gula semut reject.

Proses produksi gula cetak yang menggunakan nira aren biasanya hanya dilakukan di tingkat pengrajin. Sedangkan, di tingkat industri, gula cetak diproduksi dari gula semut reject yaitu gula semut yang menggumpal dan tidak lolos ayakan.

Meskipun demikian, secara garis besar proses produksinya tidak ada perbedaan. Proses produksi dimulai dari penyadapan nira, pemasakan nira, pengadukan dan pencetakan gula aren. Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit air kapur pada dasarnya yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme mikro.

Nira hasil sadapan pagi disaring menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan. Tujuan memasak nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah hanya tahan 3 jam. Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter nira.

Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak di dalam cetakan dari kayu dengan membersihkan cetakan tersebut terlebih dahulu dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya.Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam (Bank Indonesia, 2008).

Untuk memperoleh gula aren yang berkualitas tinggi sangat tergantung pada kualitas nira yang diproses. Menurut Joseph et al (1994), nira yang disadap pada pagi hari memiliki pH yang lebih rendah daripada nira yang ditampung pada sore hari karena nira yang disadap pada pada pagi hari kadar sukrosanya lebih rendah dari nira yang disadap sore hari. Hal ini karena siang hari penguapan lebih besar dari pada malam hari.

Hasil analisis Joseph et al (1994) mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap penampungan berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa nira yang disadap pada sore hari, tetapi tidak berpengaruh nyata pada sukrosa yang disadap pada pagi hari. Nira yang digunakan pada bahan baku gula sebaiknya diatas 12 persen (Rachman, 2009).

Diagram Alur Proses Produksi Gula Aren Cetak dan Gula Semutoleh PengrajinSumber: Rachman, 2009

Kekhasan gula merah aren dilihat dari segi kimianya dibandingkan dengan gula lainnya adalah bahwa gula aren mengandung sukrosa lebih tinggi (84%) dibandingkan dengan gula tebu (20%) dan gula bit (17%).Dari segi kandungan gizinya, gula aren mengandung protein, lemak, kalium dan fosfor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tebu dan gula bit (Rumukoi, 1990).Demikian juga jika dibandingkan dengan nira dari pohon kelapa, nira aren lebih manis dan aromanya lebih menyengat.

Banyak keunggulan gula aren dibandingkan dengan gula kelapa, diantaranya adalah (Dyanti, 2002) kadar gula pereduksinya lebih rendah (10,31% vs 11,72%) sehingga hasil gulanya menjadi lebih keras dan kering dan kadar sukrosa gula aren juga lebih tinggi (Rachman, 2009).

Pembuatan Gula Semut

Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan.

Memasak Nira Aren Menjadi Gula Semut Aren

Setelah terjadi pengkristalan, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Serbuk yang masih kasar inilah yang disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi dari pengrajin terlebih dahulu digiling dengan mesin penggiling untuk menghaluskan gula yang masih menggumpal. Setelah penggilingan, gula aren semut diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3%. Untuk memperoleh tiga tingkat kehalusan tersebut, gula yang sudah digiling diayak dengan ayakan dari ukuran yang paling besar terlebih dahulu, yaitu 10 mesh. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan disebut dengan gula reject. Gulareject tersebut kemudian dimasak kembali hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula cetak.

Demikianlah Cara Pembuatan Gula Merah Aren dan Gula Semut Aren dari Nira Aren.

Allahu A'lam. Allah Maha Mengetahui. Semua kesalahan yang ada di blog ini datangnya dari kesalahan dan lalainya manusia (saya sendiri), mohon koreksinya kalau dirasa ada yang salah.

Related posts:

Usaha dan Pembuatan Gula Merah Kelapa Apa itu GULA MERAH RAFINASI? Palm sugar / Gula Palem Industri Gula Merah, Alternatif Usaha Petani Tebu di Kediri Berbagai Nama Lokal Gula Jawa di Berbagai Negara

Sebelum di sadap niranya, tangkai bunga jantan aren harus di pukul-pukul terlebih dahulu. Tujuannya agar cairan nira lebih deras kucurannya

Sebelum disadap niranya untuk diambil sebagai bahan baku gula aren, tangkai bunga jantan dari pohon aren ini harus dipukul-pukul terlebih dahulu. Alat pemukulnya menggunakan martil kayu, harus dilakukan hati-hati, dan tidak boleh terlalu keras agar tandan bunga tidak patah.

Pemukulan itu bertujuan melonggarkan pembuluh-pembuluh tapis yang tersusun rapat dan rapi yang terdapat dalam tangkai bunga. Pembubuluh tapis itu lah yang bertugas memasok sari tanaman berisi sari gula untuk bunga. Maksudnya dengan dipukuli, pembuluh yang semula padat akan terurai atau pecah sehingga timbul lubang lubang-lubang bocoran yang akan melancarkan aliran nira menuju penampungan.

Pemukulan dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang, dan sore), dan setiap kali hanya boleh selama setengah jam saja. Pada hari kedua, tangkai diistirahatkan, tidak dipukuli. Pada hari ketiga dipukuli lagi, tapi cukup dua kali saja sehari (pagi dan sore). Setiap kalinya hanya setengah jam juga. Pada hari ke-4 dan ke-5 disuruh beristi-rahat lagi. Baru pada hari ke-6, tangkai dipukuli lagi dengan lebih keras daripada pemukulan sebelumnya, tapi cukup satu kali saja sehari, selama setengah jam juga. Waktunya mana suka, boleh pagi, siang, atau sore.

Di daerah lain di Jawa Tengah, pemukulan setengah jam itu disusul dengan acara menggoyang-goyang. Tandan bunga yang bisa seberat pemuda gelandangan itu diayun-ayun berulang kali, selama setengah jam juga. Setiap kalinya kira-kira sepuluh ayunan. Dan di beberapa tempat di Indonesia seperti di Sumut dan Minangkabau , petani perlu membacakan mantera. Maksudnya agar pohon aren mau bermurah hati kepada mereka dengan mengucurkan niranya yang banyak.

_1467150404.unknown


Top Related