Download - JAK - Akuntansi Persediaan
Akuntansi Persediaan: Sistim Periodik Vs Perpetual
Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu:
sistim periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim
persediaan periodik atau perpetual—yang diterapkan di dalam perusahaan—
menentukan bagaimana pencatatan transaksi persediaan dilakukan.
Sedangkan bagi pengelola keuangan dan pengelola usaha, sistim persediaan
yang diterapkan menentukan seberapa efektif persediaan bisa dikelola—
terutama aspek pengawasannya.
Melalui tulisan ini, saya ingin membahas mengenai sisim persediaan periodik dan
perpetual, mulai dari pebedaaan yang paling fundamental, perbadingan jurna-per-
jurnal, hingga implikasinya terhadap laporan keuangan dan pengelolaan persediaan.
Dengan kehadiran pembahasan ini, saya berharap pembaca memperoleh gambaran
yang jelas mengenai sistim persediaan periodik dan perpetual, dalam tataran
inplementasi di perusahaan. Namun sebelum itu, mari kita lihat sekilas; apa itu
persediaan.
Persediaan dan Impilkasinya Terhadap Laporan KeuanganSebelum berpikir yang rumit-rumit—termasuk implikasi (pengaruh) persediaan terhadap
laporan keuangan dan pengelolaan keuangan, APA ITU PERSEDIAAN?
Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal
dengan istilah “stok”. Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan istilah “stock”.
Tetapi secara internasional persediaan disebut dengan istilah “inventory”, yang disebut
stock justru saham.
Mau disebut inventory, mau disebut stock, silahkan. Yang lebih penting di
sini: wujud dari persediaan itu berupa apa?
Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun
pada kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansi—untuk tujuan
penyederhanaan—jenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja.
Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:
Perusahaan Jasa (misal: konsultan, agen, broker, dll) – Tidak memiliki persediaan Perusahaan Dagang (misal: toko, mini market, dll) – Persediaannya berupa barang
jadi Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll) – Persediaannya
berupa: (a) bahan baku; (b) bahan penolong; (c) barang dalam proses; dan (d) barang jadi.
Persediaan berimplikasi luas terhadap pelaporan keuangan dan pengelolaan keuangan
perusahaan.
Apa implikasinya terhadap laporan keuangan? Persediaan berimplikasi langsung
terhadap Neraca dan Laporan Laba-Rugi:
Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok “Aktiva Lancar” (current assets)—setelah akun “Piutang” (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan.
Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya “Harga Pokok Penjualan” (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya “Laba” atau “Rugi” yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya, besar-kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi berimplikasi terhadap besar-kecilnya “Laba Ditahan” (Retained Earning) yang disajikan di Neraca—persisnya di kelompok akun “Ekuitas.”
Oke. Implikasi persediaan terhadap laporan keuangan sudah jelas
terlihat. Pertanyaannya: Apakah penerapan sistim persediaan
periodik/perpetual berpengaruh terhadap laporan keuangan? Maksud saya,
apakah dengan menggunakan sistim perpetual membuat laporan keuangan menjadi
berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan sistim periodik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat perbandingan antara sistim persediaan
periodik dengan perpetual. Yuk pindah ke paragraf berikutnya…
Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim Periodik dan PerpetualPerbedaan paling mencolok antara sistim periodik dengan sistim perpetual ada pada 2
hal:
1. Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:
(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhir
persediaan di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik persediaan
yang lumrah dikenal dengan istilah “stok opname” —sederhananya; di akhir periode,
fisik barang bersediaan (bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang
jadi) dihitung jumlahnya. Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga Pokok
Penjualan (HPP) satuan barang.
(b) Sistim Perpetual – Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tidak
perlu melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir persediaan.,
karena setiap transaksi terkait dengan persediaan—baik kenaikan maupun penurunan—
telah dicatat melalui penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik tetap
dilakukan untuk kemudian dibandigkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku
persediaan. Jika terjadi perbedaan antara saldo akhir hasil penghitungan fisik dengan
saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan, maka dibuatkan rekonsiliasi
persediaan dengan memasukan jurnal penyesuaian persediaan (inventory adjustment
entry).
2. Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok
Penjualan:
(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai
persediaan yang digunakan (dan terjual)—untuk dibebankan sebagai “Harga Pokok
Penjualan”, dihitung dengan cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total
pembeliaan (atau persediaan masuk) lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang
diperoleh melalui penghitungan fisik. Misalnya: Data persediaan JAK Mart (perusahaan
dagang) untuk tahun 2012 adalah sbb:
Saldo awal = Rp 20,000,000 Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000 Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp
22,000,000
Harga Pokok Penjualan = 20,000,000 + 150,000,000 – 22,000,000 = 148,000,000.
Selanjutnya harga pokok ini dimasukan dengan journal penyesuaian (sebentar lagi kita
bahas di perbandingan jurnal.)
(b) Sistim Perpetual – Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membuat
perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung
diakui setiap kali ada penjualan dengan mendebit akun “Harga Pokok Penjualan” dan
mengkredit “Persediaan” di sisi lainnya, seperti jurnal di bawah ini:
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = xxx
[Kredit]. Persediaan = xxx
“Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan
atau penurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal
begitu transaksi terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi
yang terjadi tidak dicatat samasekali?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda
dibandingkan jika menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat
transaksi-per-transaksi. Lanjut…
Perbandingan Sistim Periodik Vs Perpetual Transaksi-Per-TransaksiAda banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau
menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan
perpetual transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal.
1. Pembelian dan Penjualan Barang
Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung
ke akun “Persediaan,” dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume
persediaan langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada
transaksi pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat
hanya kenaikan nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan
“Pembelian”, sementara tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi
penjualan yang terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan
melakukan pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh berikut ini:
JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb:
(a) Saldo Awal Persediaan = 100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000
(b) Pembelian = 900 units @ Rp 60,000 = Rp 54,000,000
(c) Penjualan = 600 units @ Rp 120,000 = Rp 72,000,000
(d) Saldo Akhir = 400 units @Rp 60,000 = Rp 24,000,000
(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flow—yang bisa
membingungkan, kita asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal
hingga akhir periode)
Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya
akan nampak sbb:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000
(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000
(c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang
jurnal:
[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)
Dan;
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000
(Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,000 x
600 = Rp 36,000,000.)
(d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tidak ada
jurnal penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis menunjukan
nilai Rp 24,000,000.
Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak
sebagai berikut:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000
(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian)
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000
(c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicatat
hanya dengan satu jurnal saja—untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note:
penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di
akhir periode):
[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)
(d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal
penyesuaian—untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus
‘menghapus’ saldo akun “Pembelian”—sebagai berikut:
[Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000
Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun
“Pembelian” menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000
(=saldo awal 6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Pokok
Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000 –
24,000,000).
2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan
Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapkan
sistim periodik, disamping menggunakan akun “Pembelian”—yang bersaldo debit
mereka juga menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama
“Retur Pembelian” dan “Diskon Pembelian.” Jika ada pembelian yang dikembalikan
(retur pembelian) atau memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi
pengurang nilai “Pembelian”. Hasil silang saldo “Pembelian” dan kedua kontra-akun ini
menghasilkan apa yang disebut dengan “Pembelian Bersih”. Bagaimanapun juga,
semua slado akun ini (Pembelian, Diskon Pembelian dan Retur Pembelian) bersifat
sementara saja, nantinya akan dihapus degan jurnal penyesuaian di akhir periode
(seperti terlihat pada contoh jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih konkoretnya,
kita buat satu contoh transaksi:
Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang
sebesar Rp 7,000,000.
Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan
nilai utang sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000
(Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)
Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000
(Note: pembelian megurangi nilai pembelian)
Lanjut dengan diskon…
Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan
termin kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan
seminggu setelah pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%.
Bagimana jurnalnya?
Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan
jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang nilai
persediaan, dengan jurnal:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
[Credit]. Persediaan = Rp 200,000
[Credit]. Kas = Rp 9,800,000
Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan
adalah:
[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: sistim
periodik tidak mencatat persediaan tetapi “pembelian”), melainkan dicatat sebagai
“Diskon Pembelian.” Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan
adalah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
[Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000
[Kredit]. Kas = Rp 9,800,000
3. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan
Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan diskon
penjualan. Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik sama-sama
meggunakan akun yang diberi nama “Retur Penjualan” dan “Diskon Penjualan”—yang
kedua-duanya merupakan kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di
pengakuan “Harga Pokok Penjualan”. Pada sistim perpetual return penjualan, disamping
mengakui penurunan piutang dagang dan penurunan penjualan (dengan akun “retur
penjualan”) juga mengakui penurunan harga pokok penjualan dan persediaan.
Sedangkan pada sistim periodik, tidak. Misalnya:
JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp
6,000,000. Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp
3,000,000. (Kita asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode
bruto/gross method)
Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan
sepasang jurnal:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit)
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)
Dan;
[Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000
[Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000
(Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi
harga pokok penjualan).
Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan
satu jurnal saja, yaitu:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)
Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harga
pokok penjualan di akhir periode—setelah penghitungan fisik dilakukan.
Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?
Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan
pembelian sebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan
metode pengakuan penjualan bruto/gross method)
Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama
persis untuk pelunasan yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini:
[Debit]. Kas = Rp 9,800,000
[Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit).
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000
Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnal—antara sistim periodik dan
perpetual, jelas terlihat bahwa:
Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim
perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir
persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di
laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama.
Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada
setiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun
“Persediaan” untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan
persediaan. Sedangkan sistim periodik—untuk sementara—menggunakan akun
“Pembelian” untuk setiap penambahan persediaan dan baru memperhitungkan
penurunan persediaan di akhir periode—sertelah penghitungan fisik dilakukan.
Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodic—terpaksa harus
menyajikan laporan padahal periode belum berakhir—misalnya: untuk
pengajuan kredit? Perusahaan bisa (a) menggunakan laporan periode sebelumnya,
atau (b) melakukan penghitungan fisik saat itu juga lalu menjalankan prosedur seperti
yang dilakukan di akhir periode.
Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya
terhadap laporan keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan
keuangan secara keseluruhan? Mari kita lihat implikasinya… Lanjut…
Implikasi Penerapan Sistim Periodik dan Perpetual Terhadap Pengelolaan PersediaanDari perbenadingan di atas, jelas terlihat bahwa: untuk tujuan pengawasan persediaan,
sistim perpetual jauh lebih baik dibandingkan sistim periodik. Dengan sistim perpetual,
management dapat mengetahui nilai persediaan sewaktu-waktu—tanpa perlu
menunggu hingga akhir periode.
Khususnya di perusahaan-perusahaan manufaktur, pengawasan terhadap barang
persediaan sangat kompleks—dengan adanya potensi barang scrap dan cacat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan jenis lain. Dalam kondisi seperti ini, jika
sistim persediaan yang diterapkan adalah sistim periodik—dimana penurunan (volume
dan nilai persediaan) baru diperhitungkan di akhir periode, maka kesempatan untuk
mengetahui adanya pemborosan bahan baku, bahan penolong dan kemungkinan
adanya barang cacat saat dalam proses produksi menjadi lebih sulit ditelusuri—
kemungkinan baru diketahui setelah di akhir periode, dengan kata lain: sudah terjadi.
Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap
pengelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan
dagang dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di
persediaan—entah itu berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses
maupun barang jadi. Diantara banyaknya beban yang ditanggung oleh operasional
perusahaan, penggunaan persediaan cenderung mendominasi. Jika scope-nya
dipersempit, persediaan bahkan mengkonsumsi modal kerja (working capital) paling
besar.
Itu sebabnya, bagi managemen perusahaan, pemilihan sistim persediaan yang akan
diterapkan (apakah menggunakan sistim perpetual atau periodik) menjadi sangat
krusial.
“Lalu, apakah sebaiknya saya menerapkan sistim persediaan perpetual atau
periodik?” Mungkin ada yang berpikir demikian. Kita pindah ke paragraph
selanjutnya…
Apakah Sebaiknya Menggunakan Sisitim Persediaan Periodik atau Perpetual?Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi opersional
perusahaan anda sehari-hari.
Dari aspek pelaporan keuangan, menurut saya, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Menggunakan sistim perpetualpun, toh di akhir periode anda masih harus melakukan
stock opname (inventory physical count) untuk memverifikasi keakuratan data
persediaan yang diperoleh dari sistim perpetual. Dan, jika terjadi perbedaan antara
hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir buku, toh anda masih harus membuat
rekonsiliasi dan inventory adjustment, iya kan?
Tetapi dari aspek pengawasan persediaan, sistim perpetual jelas lebih baik
dibandingkan sistim periodik. Tetapi perlu di sadari bahwa: menerapkan sistim
perpetual artinya anda harus siap melakukan pencatatan setiap kali ada transaksi
sehubungan dengan persediaan.
Untuk perusahaan-perusahaan berskala besar, jelaslah bahwa sistim perpetual selalu
lebih baik—lagipula tenaga untuk melakukan input data setiap saat selalu ada. Tetapi
untuk perusahaan berskala sedang dan kecil, menerapkan sistim perpetual bisa
menjadi tantangan tersediri. Masih perlu melihat kondisi operasional perusahaan sehari-
hari.
Untuk mempermudah, saya buatkan 2 macam perusahaan—dengan karakter
opersional yang sangat berbeda, sebagai ilustrasi:
1. Perusahaan Pertama, Computer Wholesaler – Anda mengelola perusahaan yang
menjual komputer dalam jumlah besar, pangsa pasar perusahaan anda bisa jadi
pengguna akhir maupun pedagang computer eceran. Sebelum memilih apakah
menggunakan sistim persediaan periodik atau perpetual, anda perlu
mempertimbangkan kondisi operasional perusahaan anda. Bagaimana kondisinya?
Barang dagangan anda adalah tergolong bernilai tinggi Iklan produk/perushaan anda muncul di TV atau suratkabar lokal setiap hari Volume penjualan harian anda sangat tinggi Anda mempekerjakan lebih dari 40 orang pegawai sales Anda membayangkan bahwa pelanggan akan sangat kecewa jika mereka datang
berbelanja tetapi barang persediaan yang anda iklankan ternyata sudah habis terjual
Dengan kondisi operasional perusahaan seperti ini, apakah menggunakan
sistim perpetual cukup masuk akal? Jelas iya. Anda perlu mengetahui saldo
persediaan barang setiap hari—bahkan mungkin setiap jam atau menit, yang tidak
mungkin bisa anda dapatkan jika menggunakan sistim periodik. Dengan sistim
perpetual, setiap transkasi penjualan selalu diikuti dengan pencatatan barang keluar,
sementara dalam sistim periodik tidak.
2. Perusahaan Kedua, Toko Serba Ada Di Stasiun Kereta Api – Di sini anda
mengelola toko yang menjual berbagai macam barang, untuk orang-orang sibuk yang
bepergian kesana-kemari dengan kondisi yang selalu terburu-buru. Anda perlu
mempertimbangkan kondisi opersional toko anda sebelum memutuskan untuk
menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik. Bagaimana situasinya?
Penjualan paling banyak terjadi di waktu pagi—saat sebagian besar orang buru-buru ke tempat kerja atau ke kampus, dan petang hari—saat sebagian besar orang buru-buru pulang ke rumah setelah seharian bekerja.
Anda menjual berbagai macam barang mulai dari kertas tisu, permen, koran/majalan, gantungan kunci, stationary, minuman dingin, kue kotak, dll
Anda hanya memiliki 2 orang pegawai yang untuk melayani pembeli di waktu-waktu padat sudah terlihat kewalahan, sehingga sering anda sendiri yang ikut membantu.
Di jam-jam padat, banyak pelanggan yang sampai harus mengantri untuk membayar—sementara mereka hanya membeli barang-barang kecil yang sesungguhnya bisa dibeli di toko mana saja.
Dalam kondisi operasional seperti ini, apakah menerapkan sistim persediaan
perpetual masuk akal? Jelas tidak. Pegawai dan anda tidak akan sempat melakukan
aktivitas administrative (termasuk accounting) yang dperlukan untuk menerapkan
sistim perpetual. Salah-salah, pelanggan tidak jadi belanja—karena malas menunggu
proses.
Betul, kehadiran teknologi barcode dan infrared yang banyak digunakan di
bisnis retail sangat membantu proses input data penjualan. Alat yang sama
juga bisa digunakan dalam proses input data pembelian barang persediaan.
Jika memungkinkan untuk menggunakan teknologi ini, tentu, perusahaan atau
toko sekecil apapun bisa menerapkan sistim perpetual tanpa hambatan, dan
anda bisa melakukan pengawasan terhadap persediaan dengan lebih baik.