Download - intoksikasi makanan kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat
dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Adapun pengertian makanan yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali
air dan obat-obatan dan semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk
pengobatan (Depkes RI, 1989).
Dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, makanan
mempunyai peranan penting dengan alasan setiap manusia memerlukan makanan
untuk kelangsungan hidupnya,dan manusia yang terpenuhi semua kebutuhan
makannya akan terlindung dan terjamin kesehatannya dan memiliki tenaga kerja
yang produktif, namun bahan makanan dapat merupakan media perkembangbiakan
kuman penyakit atau dapat merupakan media perantara dalam penyebaran suatu
penyakit.
Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam
kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung
mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit.
Menurut Depkes RI, (2000) Penyehatan makanan adalah upaya untuk
mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan
1
Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan
yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan yang meliputi
kontaminasi/pengotoran makanan (food contaminasi), Keracunan makanan (food
poisoning), pembusukan makanan (food dikomposition) dan pemalsuan makanan
(food adualteration).
Pada kali ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang keracunan
makanan (food poisoning). Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan.
Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur-
unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi
tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene sanitasi makanan
(Depkes RI, 2004).
Penyebab keracunan antara lain disebabkan oleh mikroba (bactrical food
poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan
yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun
botulism tang disebabkan oleh colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat
pada tempe bongkrek. Selain itu juga dapat dikarenakan Mushrooms Amatoxin
Type, Mushrooms, Boric acid, Borates, dan Boron.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis bahan intoksikasi yang dapat menyebabkan intoksikasi
makanan?
2
2. Bagaimana mekanisme bahan mikroorganisme tersebut dapat
menyebabkan intoksikasi makanan ?
3. Bagaimana tanda dan gelaja yang muncul jika seseorang mengalami
intoksikasi makanan ?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik dan tes pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menegakkan diagnostik intoksikasi makanan ?
5. Bagaimana prinsip terapi yang dilakukan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui jenis bahan yang dapat menyebabkan intoksikasi
makanan.
2. Untuk mengetahui mekanisme bahan mikroorganisme tersebut dapat
menyebabkan intoksikasi makanan.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul jika seseorang
mengalami intoksikasi makanan.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apa yang
dilakukan untuk menegakkan diagnostik intoksikasi makanan.
5. Untuk mengetahui prinsip terapi apa yang tepat untuk penderita
intoksikasi makanan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 INTOKSIKASI BAKTERI
Bakteri makanan dan toksin bakteri seringkali menjadi penyebab
gastroenteritis epidemik. Secara umum, penyakit ini relatif ringan dengan masa
recovery dalam jangka waktu 24 jam. Walaupun beberapa dan bahkan keracunan
fatal mungkin terjadi dengan listeriosis, salmonellosis, atau botulism (lihat
Botulism) dan dengan siksaan tertentu dari Eschericia coli. Keracunan setelah
mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dibahas pada Keracunan Makanan :
Ikan dan Kerang-kerangan. Keracunan Jamur dibahas pada Jamur, Type Amatoxin.
Virus-virus seperti Norwalk Virus dan Norwalk seperti Calicivirus, enterovirus,
dan rotavirus menjadi penyebab 80% penyakit-penyakit karena makanan. Mikroba
lain yang dapat menyebabkan penyakit karena makanan mengandung
Cryptosporidium dan Cyclospora dapat menyebabkan penyakit serius pada pasien
immunocompromised. Walaupun lebih dari separuh perjangkitan yang dilaporkan,
tidak ada microbiologic pathogents yang ditemukan.
2.1.1 Mekanisme Toksisitas
Gastroenteristis mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri penyerbuan
(invasive bacterial infection) dari mucosa intestinal atau oleh toxin yang
diuraikan oleh bakteri. Toksin bakteri bisa jadi sebelumnya dibentuk dalam
bentuk makanan yang tidak tepat disiapkan dan disimpan sebelum
penggunaan atau mungkin diproduksi di usus oleh bakteri setelah tertelan
(Tabel II-26)
4
2.1.2 Toxic Dose (Dosis Toxic)
Dosis toksin tergantung dari tipe bakteri atau toksin dan konsentrasinya di
dalam makanan yang tertelan juga tergabtung dari resistensi individual.
Beberapa preformed toksin (misalnya; staphylococcal toxin) resisten panas
dan tidak hilang/mati di makanan walau sudah dimasak dan direbus.
2.1.3 Presentasi Klinis (Clininal Presentation)
Periode Inkubasi 2 – 3 hari sebelum gejala-gejala (Lihat Tabel II-26)
a. Gastroenteritis paling sering dijumpai dengan mual, muntah, cram
abdominal dan diarrhea. Muntah lebih sering dengan preformed (awal
pembentukan) toksin. Significan fluid dan electrolyte abnormality
mungkn terjadi, khususnya pada pasien anak-anak dan manula.
b. Demam, tinja berdarah dan fecal leukocytosis seringkali terjadi pada
infeksi bakteri invasive.
c. Infeksi yang tersistem (systemic infection) saat hasil dari E coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Listeria.
1. Listeriosis dapat menyebabkan sepsis dan meningitis, khususnya pada
manula dan orang yang immunocompromised.
2. Siksaan Shigella dan E coli mungkin menyebabkan colitis
hemorrhagic akut dirumitkan oleh hemolytic-uremic syndrome, gagal
ginjal, dan kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa
yang immunocompromised.
3. infeksi Campylobacter kadang-kadang diikuti oleh Guillani-Barre
syondrome atau reactive arthritis.
5
2.1.4 Diagnosa
a. Level Spesifik
1. Biakan Tinja (Stool culture) mungkin membedakan infeksi
Salmonella, Shigella, dan Campylobacter. Walaupun culture untuk
E Coli 05157:H7 harus secara khusus diminta. Tes An enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA) dapat mendeteksi virus
Norwalk pada ninja.
2. Darah dan CSF mungkin menumbuhkan organisma yang invasive
(invasive organism), khususnya Listeria (dan jarang Salmonella
atau Shigella).
3. Sample Makanan sebaiknya disimpan untuk pembiakan bakteri
(bakterial culture) analisa toksin terutama untuk penggunaan
kesehatan umum/publik.
b. Study Laboratorium berguna yang lain meliputi CBC, electrolytes,
glucose, BUN, dan creatini.
Keracunan makanan karena bakteri seringkali sulit dibedakan dari viral
gastroenteritis yang umum jika tidak adanya periode inkubasi pendek dan
korban multiple yakni orang yang makan makanan sejenis pada hidangan
besar. Adanya banyak sel darah putih pada pap tinja mengesankan infeksi
bakteri yang invasive. Dengan adanya gastroentetis yang epidemic
mempertimbangkan penyakit-penyakit karena makanan seperti yang
disebabkan oleh virus atau parasit, penyakit yang terkait dengan makanan
laut (Lihat Keracunan makanan : Ikan dan Kerang-kerangan), (Botulism),
dan menelan jamur-jamur tertentu (Jamur, Jenis-jenis Amatoxin).
6
2.1.5 Treatment
a. Ukuran-ukuran supportive dan Emergengy
i. Tempatkan fluit dan halangan electrolyte dengan intravenous saline
atau crystalloid solutions lain (pasien dengan penyakit ringan
mungkin toleran oral rehydration). Pasien dengan hipertensi mungkin
membutuhkan volume besar intravenous fluid resuscitation (Lihat
Hipertensi)
ii. Agen Antiemetic asektabel/cocok untuk treatmen yang symptomatic
tetapi agen antidiarrrheal yang kuat seperti Lomotil (diphenoxylate
plus atropine) sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang diduga
infeksi bakteri invasive (fever and bloody stools)
b. Penangkal dan Obat Specific. Tidak ada spesific Penangkal
1. Pasien dengan infeksi bakteri yang invasive, antibiotik mungkin
digunakan sekali the stool menyingkap specific bacteria respondible,
walaupun antibiotic tidak selalu memendekkan penyakit dan dengan
E coli 0157 : H7 antibiotic mungkin meningkatkan resiko hemolytic-
uremic syndrome. Treatmen Empiric dengan trimethoprim-
sulfamethoxazole atau quinolones seringkali diprakarsai selagi
menunggu hasil culture .
2. Wanita hamil yang telah memakan makanan yang terkontaminasi
Listeria sebainya ditreatmen secara empirik, walaupun jika hanya
mild symptomatic (gejala ringan), untuk mencegah infeksi
intrauterine yang serious. Pilihan antibiotic adalah intravenous
7
ampicillin dengan gentamicin yang ditambahkan untuk beberapa
infeksi.
c. Dekontaminasi (lihat Decontamination) prosedur tidak terindikasikan
pada banyak kasus. Walaupun, mempertimbangkan menggunakan
activated charcoal jika segera tersedia setelah seafood yang bertoxic
tinggi (misalnya; ikan fugu)
d. Eliminasi yang Ditingkatkan (enhanced elimination). Tidak ada aturan
untuk meningkatkan prosedur penghapusan.
8
Tabel II-26. Keracunan makanan karena Bakteri
OrganismPeriode
Inkubasi
Mekanism dan
Gejala UmumMakanan Umum
Bacillusn Cereus
1-6 h (emesis)
8-16 h
(diarrhea)
V>D. Toxin
diproduksi dalam
makanan dan usus
Nasi goreng yg dipanaskan,
daging yang dibekukan tdak
tepat
Campylobacter
Jejuni1-8 d
D+, F. invasive dan
mungkin toxin yang
diproduksi di usus
Daging Unggas; air, susu,
kontak langsung
(mis.memegang makanan)
Clostridium
perfringens6-16 h
D>V. Toxin yg
diproduksi dalam
makanan dan usus
Daging, saus
Escherichia coli
“enterotoxigenic”12-72 h
D>V. Toxin yg
diproduksi dalam
usus
“Diarrhea Pejalan”, Air,
berbagai macam makanan ;
kontak langsung (mis.
Pemegang makanan)
Escherichia coli
“enteroinvasive”24-72 h
D+, infeksi yg
invasive
Air, berbagai macam makanan ;
kontak langsung (mis.
Pemegang makanan)
Escherichia coli
“enterohemorrhagic
” 0157:H7
1-8 d D+, S. Toxin yg
diproduksi dalam
usus
Air, daging sapi, daging lain,
susu dan juice yg tdk
dipasteurizex : selada yg
terkontaminasi, kecambah:
kontak langsung (mis.
9
Pemegang makanan)
Listeria
monocytogenes9-32 h
D+, S infeksi
invasive
Susu, keju halus
Salmonella spp 12-36 h D+, infeksi invasive
Daging; perusahaan susu, telur,
air, kecambah, kontak langsung
(mis. Pemegang makanan)
Shigella spp 1-7 d D+, infeksi invasive
Air, buah-buahan, sayur-
sayuran, kontak langsung (mis.
Pemegang makanan)
Staphylococcus
aureus1-6 h
V>D. Toxin yang
dibentuk pada
makanan; resistensi
panas.
Sangat sering : daging,
perusahaan susu, makanan roti,
kontak langsung (mis.
Pemegang makanan)
Vibrio
parahemclyticus8-30 h
V, D+ toksin
invasive yg
diproduksi dalam
usus
Kerang-kerangan, air
Yersinia
enterocolytica3-7 d D+. infeksi invasive
Air, daging, perusahaan susu.
V = vomitting (muntah); D = diarrhea; D+ = diarrhea dengan leukocytes fecal dan
pendarahan; F = fever (panas) ; S = systemic manifestation
10
2.2 INTOKSITASI JAMUR, TIPE MUSHROOM
Amatoxin adalah sekelompok peptida yang sangat toksik yang ditemukan
di beberapa spesies cendawan, termasuk Amanita phalloides, Amanita virosa,
Amanita bisporigera, Amanita ocreata, Amanita verna, Gallerina autumnalis,
Galerina marginata, dan beberapa spesies Lepiota dan Conocybe. Kategori
cendawan ini menyebabkan kematian lebih dari 90 % di dunia.
Kelompok cendawan ini juga disebut cendawan yang mengandung
siklopeptida. Ada tiga siklopeptida, yaitu amatoxin, phallotoxin dan virotoxin.
Amatoxin, yang berupa alpha amanitin, adalah yang paling toksik, dan
menyebabkan toksikitas hepatik dan renal. Phallotoxin tidak mudah larut atau
diserap dan menyebabkan simptom GI. Virotoxin tidak menyebabkan keracunan
pada manusia.
2.2.1 Mekanisme Toksisitas
Amatoxin dikatakan sangat stabil dan tahan panas, dan tidak bisa hilang
meski pada proses pemasakan. Amatoxin berikatan dengan polimerase
RNA II yang dependen-DNA dan menghambat elongasi padahal ini penting
bagi transkripsi. Imbasnya adalah penurunan mRNA yang selanjutnya
menimbulkan penghambatan sinthesis protein dan kematian sel. Yang
mendapat efek buruk dari ini adalah jaringan aktif dalam metabolisme yang
mengandalkan sinthesis protein yang tinggi, seperti sel di saluran GI,
hepatosit, dan tubule konvolusi proksimal di ginjal. Kerusakan selular juga
ditemukan di dalam pankreas, kelenjar adrenal, dan testis.
A. Farmakokinetik. Amatoxin bisa diserap usus dan dibawa melewati
hepatosit oleh proses transport empedu. Sekitar 60 % amatoxin
11
mengalami resirkulasi enterohepatik. Ikatan proteinnya terbatas dan
bisa dibuang lewat urin, muntahan, dan berak. Toksin ini bisa
terdeteksi dalam urin dalam waktu 90-120 menit setelah ingesi.
Tidak ada metabolit amatoxin. Paruh-hidupnya dalam manusia
masih tidak jelas, tapi ada penurunan cepat dalam level serum, yang
disertai hilangnya deteksi toksin setelah 36 jam.
2.2.2 Dosis Toksik
Amatoxin adalah toksin yang paling kuat. Dosis lethal minimumnya adalah
0,1 mg/kg. Salahsatu kap Amanita phalloides bisa mengandung 10-15 mg.
Sebaliknya, spesies Galerina berisi toksin
2.2.3 Presentasi Klinis
Keracunan amatoxin bisa dibagi dalam tiga fase. Ada fase awal yang berisi
penundaaan toksikitas GI yang diteruskan dengan periode rekoveri salah
dan kemudian diteruskan dengan gagal hepathik lanjut. Sindrom trifasik ini
adalah pathognomik bagi keracunan cendawan akibat amatoxin.
A. Phase 1. Kemunculan simptom adalah 6-24 jam setelah ingesi.
Simptom berisi muntah, kram perut serius, dan diare cair eksplosif,
yang bisa disertai pendarahan. Fase GI ini bisa cukup serius dan
menyebabkan gangguan asam-basa, abnormalitas elektrolit,
hipoglikemia, dehidrasi, dan hipotensi. Kematian bisa terjadi dalam
24 jam pertama akibat susutan fluida massif.
12
B. Phase 2. Fase ini terjadi 18-36 jam setelah ingesi. Ada periode
perbaikan klinis transient dalam gastroenteritis tapi ada peningkatan
dalam enzim liver. Selama fase ini, pasien bisa dipulangkan tapi
sering kembali 1-2 hari dengan mengalami gagal hepatik dan renal.
C. Phase 3. Fase ini muncul 2-4 hari setelah ingesi, dan berisi
peningkatan situasi transaminase, hiperbilirubinemia, koagulopathy,
hipoglikemia, asidosis, encephalopathy hepatik, sindrom
hepatorenal, gagal multi-organ, koagulasi intravaskular, dan
konvulsi. Kematian biasanya terjadi 6-16 hari setelah ingesi.
Encephalopathy, asidosis metabolik, koagulopathy serius dan
hipoglikemia, adalah tanda prognostik medalam dan biasanya
menjadi prediksi dari hasil fatal.
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis biasanya didasarkan pada sejarah ingesi cendawan liar
dan delay 6-24 jam sebelum perkembangan gastroenteritis serius (berikut
juga cendawan tipe-monomethilhidrasin). Meski begitu, jika beragam
cendawan telah dimakan, sakit perut bisa terjadi lebih awal karena spesies
toksik berbeda, sehingga membuat diagnosis keracunan amatoxin menjadi
sulit.
Spesimen cendawan yang bisa diingesi harus diperiksa oleh pakar
mycology. Potongan cendawan yang diambil dari emesis atau spora cendawan di
pemeriksaan mikroskopik bisa memberikan petunjuk tentang spesies yang diingesi.
13
A. Level Spesifik.
1. Amatoxin bisa ditemukan dalam cairan serum, urin dan gastrik
elwat radioimmunoassay atau high-performance liquid
chromatography (HPLC), tapi metode ini sering tidak ada. Dengan
menggunakan HPLC, amatoxin dideteksi di serum dalam waktu
sampai 36 jam dan di urin sampai 4 hari. Radioimmunoassay
mendeteksi amatoxin di urin di 100 % kasus yang diuji dalam 24
jam, and di 80 % kasus yang diuji dalam 48 jam.
2. Tes kualitatif (tes Meixner) bisa menentukan keberadaan amatoxin
dalam spesimen cendawan. Jus dari cendawan diteteskan ke surat
kabar atau ke kertas berkadar lignin tinggi, dan dibiarkan kering.
Ditambahkan sebuah tetesan asam hidroklorik konsentrat. Warna
biru berarti ada amatoxin. Perhatian: Tes ini belum jelas
reliabilitasnya, dan bisa salah interpretasi atau dijalankan dengan
salah. Karena itu, ini tidak boleh digunakan untuk menentukan bisa
atau tidaknya spesimen cendawan dimakan. Selain itu, reaksi positif
salah bisa muncul disebabkan oleh pengeringan dalam suhu yang
lebih besar dari 630C, oleh eksposur kertas tes di matahari, atau oleh
keberadaan psilocybin, bufotenin, atau terpene tertentu.
B. Studi laboratorium lain yang berguna.
Yang termasuk di sini adalah uji elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin,
transaminase liver, bilirubin, dan prothrombin time (PT/INR).
Transaminase biasanya memuncak pada 60-72 jam setelah ingesi. Ukuran
14
fungsi liver seperti INR adalah yang paling berguna dalam mengevaluasi
keseriusan gagal hepatik.
2.2.5 Treatment
Angka mortalitas diperkirakan mencapai 10-15 % dengan perawatan
supportif yang intensif.
A. Tindakan darurat dan perbantuan
1. Menjaga saluran napas tetap terbuka dan membantu ventilasi jika
perlu. Berikan oksigen supplemen.
2. Tangani susutan fluida dan elektrolit secara agresif karena susutan
fluida massif bisa menyebabkan kolaps sirkulasi. Berikan air garam
normal atau larutan kristaloid lainnya, 10 sampai 20 mL/kg bolus,
dengan dilakukan pengamatan pada tekanan vena sentral atau
bahkan tekanan arteri pulmonary sebagai panduan dari terapi fluida.
3. Memberikan perawatan supportif untuk gagal hepatik (gagal
hepatik). Transplantasi liver orthotopik bisa menyelamatkan jiwa
pasien yang menunjukkan gagal hepatik fulminant. Bila
menginginkan bantuan, hubungi layanan transplantasi liver.
B. Obat dan antidot spesifik.
Tidak ada antidot yang efektif untuk keracunan amatoxin, meski selama
sekian tahun, banyak terapi telah dilakukan. Studi hewan dan perbandingan
retrospektif di manusia memperlihatkan bahwa penanganan awal dengan
silibinin (ekstrak thistle susu yang digunakan di Eropa secara intravena
dengan dosis 20-50 mg/kg/hari tapi ini tidak biasa digunakan sebagai bahan
obat di United States; Pralidoxime (2-PAM) dan Oxime lainnya) ternyata
15
efektif dalam mengurangi uptake amatoxin di hepatosit. Dosis tinggi
peniccilin menunjukkan efek hetapoprotektif di dalam studi anjing and
studi tikus besar, tapi jarang dilakukan studi manusia terkontrol. Analisis
retrospektif terhadap 20 tahun penanganan amatoxin menemukan bahwa
penicillin dosis-tinggi adalah kemoterapi yang paling sering digunakan tapi
menunjukkan efficacy minim. Terapi yang dianggap paling efektif
berdasarkan review ini adalah prosedur silibinin, N-acetylcysteine, dan
detoksikasi. Tidak ada data yang mendukung penggunaan cimetidine atau
steroid, dan asam thioctic menyebabkan hipoglikemia serius. Fragmen FAB
yang spesifik-amatoxin bisa meningkatkan aktivitas amatoxin. Hubungi
pakar toksikologi medis atau pusat kontrol racun regional [800-222-1222 di
United States] untuk mendapat informasi lebih jauh.
C. Dekontaminasi.
Arang aktif oral bisa diberikan. Gastric lavage tidak bisa menghilangkan
spesies cendawan.
D. Peningkatan paruh-hidup eliminasi.
Amatoxin sulit dihilangkan dengan forced diuresis, hemoperfusi,
hemofiltrasi, atau hemodialisis.
1. Arang aktif dosis-berulang bisa membuat sejumlah kecil amatoxin
mengalami resirkulasi enterohepatik, dan ini harus dilanjutkan di 48
jam pertama.
2. Kanulasi saluran empedu dan pengangkatan empedu ternyata bisa
efektif menghapus amatoxin di studi anjing.
16
Tabel II-38. Toksikitas Cendawan
Sindrom Toksin Cendawan
Kausatif
Simptom dan Tanda
Delay
gastroenteritis dan
gagal liver
Amatoxin Amanita phalloides,
A. ocreata, A. verna,
A. virosa, A.
bisporigera,
Galerina
autumnalis. G.
marginata, dan
beberapa spesies
Lepiota dan
Conocybe.
Ada delay sampai 6-
24 jam, ditunjukkan
dengan muntah,
diare, kram perut,
dan diikuti gagal
hepatik fuminant
setelah 2-3 hari.
Delay
gastroenteritis,
abnormalitas CNS,
hemolisis, hepatitis
Monomethilhidrazin Gyrometra
(Helvella)
esculenta, dst.
Ada delay sampai 6-
12 jam, ditunjukkan
dengan muntah,
diare, pening, lemah,
sakit kepala,
delirium, kejang,
koma, dan disertai
hemolisis,
methemoglobinemia,
luka hepatik danluka
renal.
Sindrom kolinergik Muscarin Clitocybe
dealbata, C.
cerusata, Inocybe,
Dimulai pada 30
menit-2 jam;
ditunjukkan dengan
17
Omphalotus
olearius.
diaphoresis,
bradikardia,
bronkospasm,
lakrimasi, terus
meludah,
berkeringat, muntah,
diare, dan iosis.
Obati dengan
atropine.
Reaksi mirip-
Disulfiram dengan
alkohol
Coprin Coprinus
atramentarius,
Clitocybe clavipes.
Dimulai pada 30
menit setelah ingesi
alkohol, yang
ditunjukkan dengan
mual, muntah, kulit
merah, tachycardia,
dan hipotensi.
Resiko reaksi bisa
dirasakan sampai 5
hari setelah ingesi
jamur.
Simptom isoxazole Asam ibotenik,
muscimol
Amanita muscaria,
A. pantherina, dst.
Dimulai pada 30
menit – 2 jam, yang
ditunjukkan dengan
muntah, diikuti
dengan kantuk, otot
kaku, halusinasi,
18
delirium, psikosis.
Gastritis dan gagal
renal
Allenic norleucine Amanita
smithiana,
Amanita proxima
Nyeri perut, muntah
dalam 30 menit
sampai 12 jam, yang
ditunjukkan dengan
gagal renal akut
progressif selama 2-
3 hari.
Delay gastritis dan
gagal renal
Orellanine Cortinarius
orellanus,
Cortinarius spp
lainnya
Nyeri perut,
anorexia, muntah
setelah 24-36 jam,
yang diteruskan
dengan gagal renal
akut progresif
(tubulointerstitial
nephritis) pada 3-14
hari kemudian.
Hallusinogenik Psilocybin, psilocyn Psilocybe cubensis,
panaeolina
foenisceii, dst
Dimulai pada 30
menit-2 jam, yang
ditunjukkan oleh
halusinase visual,
distorsi indera,
tachycardia,
mydriasis, dan
kadang kejang.
Gastrointestinal Tidak teridentifikasi Chlorophylium
molybdites, Boletus
Muntah, diare pada
19
irritant satanas, dst 30 menit-2 jam
setelah ingesi.
Anemia
immunohemolitik
Tidak teridentifikasi Paxillus involutus GI irritant sering
terjadi, tapi sedikit
orang yang
mengalami
hemolisis yang
terpicu oleh imun
dalam 2 jam setelah
ingesi.
Pneumonitis alergi
(spora yang
terhisap)
Spora lycoperdon Spesies
Lycoperdon
Penghisapan spora
kering bisa
menyebabkan mual
akut, muntah dan
nasopharyngitis,
yang diteruskan
beberapa hari
kemudian dengan
demam, malaise,
dyspnea, dan
pneumonitis
inflamasi.
Erithromelalgia Asam akromelik Clitocybe
acromelalga,
Clitocybe
Dimulai pada 6-24
jam. Ditunjukkan
oeh simptom mati
20
amoenolens rasa, nyeri panas,
paresthesia, edema
merah di jari dan ibu
jari.
Rhabdomiolisis Tidak teridentifikasi Tricholoma
equestre, Russula
subnigricans
Dimulai pada 24-72
jam. Ditunjukkan
oleh lemah, lemah
otot, rhabdimiolosis,
lemah renal, dan
miokarditis.
Delay toksikitas
CNS
Asam poliporik Hapalopilus
rutilans
Dimulai setelah 24
jam. Ditunjukkan
oleh penurunan
akuitas visual,
somnolensi,
penurunan tone dan
aktivitas motorik,
gangguan elektrolit,
dan gagal
hepatorenal.
21
2.3 INTOSITASI MUSHROOM TIPE AMATOXIN
Ada lebih dari 5000 spesies dari jamur, dimana sekitar 50-100 terkenal
beracun dan hanya 200-300 terkenal aman dikonsumsi. Mayoritas jamur beracun
menyebabkan gastroenteritis ringan sampai sedang pada konsumen. Beberapa
spesies menyebabkan reaksi parah atau bahkan fatal. Kategori utama jamur
beracun dijelaskan pada table 38. Amanita phalloides dan amatoxin yang
mengandung jamur dibahas dalam jamur tipe Amatoxin.
2.3.1 Mekanisme Toksisitas
Berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas keracunan tercantum
dalam tabel 38. Mayoritas insiden keracunan yang disebabkan oleh iritasi
Gl menghasilkan muntah dan diare tak lama setelah konsumsi
2.3.2 Dosis toksik
Dosis toksik ini tidak diketahui. Jumlah toksin bervariasi diantara anggota
spesies yang sama, tergantung pada geografi lokal dan kondisi cuaca.
Dalam banyak kasus, jumlah jamur beracun termakan tidak diketahui
karena korban tanpa disadari telah menambahkan spesies beracun untuk
dimakan.
2.3.3 Presentasi klinis
Berbagai presentasi klinis dijelaskan dalam tabel 38. Presentasi ini sering
dapat diakui oleh onset kerja. Jika onset gejala dalam waktu 6 jam,
kemungkinan akan terjadi iritasi Gl, sindrom kolinergik, halusinogen,
sindrom isoxazole, immunohemolytic, alergi pneumonitis atau allenic
norlecine.
22
Jamur yang menyebabkan gejala 6-24 jam setelah konsumsi termasuk yang
mengandung amatoxin atau monomethylhydrazine dan menyebabkan
erythromelalgia.
Timbulnya gejala lebih dari 24 jam setelah konsumsi menunjukkan
keracunan oleh orellanines yang menyebabkan kerusakan ginjal, jamur
yang menyebabkan rhabdomyolysis, dan jamur yang menyebabkan
tertundanya toksisitas SSP. Jamur dalam kategori coprine tidak
menimbulkan gejala kecuali alkohol tertelan pasien. Efek disulfiram ini
dapat terjadi dari 2 jam selama 5 hari setelah konsumsi.
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis mungkin sulit karena korban mungkin tidak menyadari bahwa
penyakit itu disebabkan oleh jamur, terutama jika gejala yang tertunda 12
jam atau lebih setelah konsumsi. Jika sisa jamur tersedia, memperoleh
bantuan dari ahli mikologi melalui masyarakat atau universitas lokal.
Namun, perhatikan bahwa jamur yang dibawa untuk identifikasi mungkin
tidak sama yang dimakan.
Sejarah adalah kunci untuk menentukan kategori jamur beracun. adalah
penting untuk mendapatkan gambaran dari jamur dan lingkungan dari yang
diperoleh. Apakah jamur tersebut dimasak atau dimakan mentah? Berapa jenis
jamur yang dikonsumsi? Apakah waktu mengkonsumsi ada kaitannya dengan
timbunya gejala? Apakah alcohol tertelan karena jamur yang dimakan? Apakah
semua yang memakan jamur tersebut sakit? Apakah orang yang tidak memakan
jamur juga sakit? Apakah jamur tersebut dimakan beberapa waktu? Apakah
jamurnya disimpan dengan baik?
23
A. Specific levels. deteksi kualitatif toksin dari beberapa spesies jamur telah
dilaporkan, tetapi tes ini tidak tersedia secara rutin.
B. Penelitian laboratorium lain yang berguna termasuk CBC, elektrolit,
glukosa, BUN, creatinin, liver transaminase, dan protombine time
(PT/INR). Akan didapatkan methemoglobin level jika jamur tersebut di
duga mengandung gyromitrin atau pasien mengalami sianosis. Akan
didaptkan foto dada X-ray jika di duga memiliki alergi pneumonitis
syndrome dan serial creatinin phospokinase (CPK) llevel untuk dugaan
rhabdomyolysis.
2.3.5 Treatment
A. Langkah terapi supportive dan emergency
1. Obati hipotensi dari gastroentritis dengan cairan crystaloid intravena
dan posisi supinasi. Obat agitasi (Agitasi, delirium, psuchosis),
hipertermia, rhabdomyolisis, dan kejang jika ada.
2. Monitoring pasien setiap 12 - 24 jam untuk delayed onset
gastroentritis yang terkait dengan keracunan amatoxin atau
monomethylhydrazine.
3. Monitoring fungsi ginjal setiap 1-2 minggu setelah dicurigai tertelan
Cortinarius spp, atau 2-3 hari setelah menelan Amanita smithiana.
Sediakan perawatan supportive termasuk hemodialisis jika perlu,
untuk disfungsi ginjal.
B. Obat Specifik dan Penawar Racun
24
1. Untuk keracunan monomethylhydrazine, berikan pyridoxine 20-
30mg/kg IV, untuk kejang obati dengan methemoglobinemia
dengan methyene blue, 1 mg/kg IV
2. Untuk Intoksikasi Muscarine, atropin 0,01-0,03 mg/kg IV dapat
mengurangi muncunya gejala cholinergic
3. Allergic Pneumonitis dapat diberikan steroid
4. Mengobati keracunan type amatoxin seperti yang dijelaskan dalam
jamur, jenis amatoxin
C. Dekontaminasi. Berikan arang aktif secara oral jika kondisinya sesuai.
1. Pemberian arang pada balita mungkin tidak dibenarkan setelah
mengkonsumsi jamur yang tidak diketahui
2. Pengulangan dosis arang aktif mungkin berguna setelah tertelan
amatoxin
25
2.4 INTOKSITASI “Clostridium Botulinum”
Botulisme pertama kali diidentikasi pada tahun 1820 oleh seorang dokter
dan penyair Jerman, Justinus Kerner pada sosis yang pada saat itu disebut
“sausage poison” (racun sosis), keracunan ini akibat tumbuhnya bakteri
clostridium botulinum di olahan daging yang jelek penanganannya. Clostridium
botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan
panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan
dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat
menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan
sampai suhu 80 derajat celcius selama 30 menit cukup untuk merusak toksin.
Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat
bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Kebanyakan keracunan dapat
terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau
industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan
garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini dapat
mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap,
kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan
fermentasi, seafood, dan madu.
2.4.1 KLASIFIKASI ILMIAH “Clostridium Botulinum”
Domain : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
26
Genus : Clostridium
Spesies : C. botulinum
2.4.2 Tipe-tipe “Clostridium Botulinum”
Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif, membentuk endospora
oval subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang,
membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda
berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F.
Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi
hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein
yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini
sudah cukup menyebabkan kematian.Toksin ini diserap dalam usus kecil
dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah
labil terhadap panas.
2.4.3 Mekanisme Intoksikasi “Clostridium Botulinum”
Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan
memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak
berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan
panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan
Clostridium Botulinum dalam mendapatkan host. Toksin botulinum
mempunyai persamaan struktur dan fungsi dengan toksin tetanus. Kedua-
duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi sistem
27
saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot
syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal (150,000
dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh
protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton)
dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan
dwisulfida. Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui.
Toksin botulinum merupakan jenis endopeptidase yang menghalangi
pembebasan asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf
(myoneural junction). Ia adalah spesifik untuk bagian ujung saraf
tepi/periferi pada tempat di mana neuron motor merangsang otot. Toksin ini
bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan synaptobrevin,
mengganggu pembentukan dan pembebasan vesikel yang mengandungi
asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmitter
asetilkolin. Apabila otot tidak menerima neurotransmitter asetikolin, ia
tidak akan berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh)
sistem motor. Selama pertumbuhan Clostridium Botulinum memproduksi
sedikitnya tujuh tipe racun yang berbeda yaitu; A,B,C,D,E,F, dan G
termasuk neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk beberapa
racun yang dikenal paling berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain
dapat memproduksi lebih dari satu tipe racun.
Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf,
khususnya:
1. Ganglionic synapses.
2. Post-ganglionic parasympathetic synapses.
28
3. Myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan
otot dan dimana racun memblok syaraf terminal gerak (motor nerve
terminals).
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang
digunakan oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain
dan juga digunakan oleh sel-sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot.
Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan
memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan
neurotransmitter hal ini memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan
sel-sel syaraf untuk berkomunikasi. Dengan terblokadenya syaraf terminal
oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal kepada otot untuk
berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya
dimulai dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan.
Ketika diaphragma dan otot dada terkena pengaruhnya, bernafas menjadi
sulit, terhambat atau sepenuhnya lumpuh, pada beberapa kasus, pasien mati
akibat asphyxia / sesak dada.
2.4.4 Gejala Intoksikasi “Clostridium Botulinum”
Pada kasus intoksitasi Clostridium botulinum atau biasa disebut Botulisme,
perlu dibedakan berdasarkan klasifikasi kejadiannya. Beberapa gejala
diantaranya berdasarkan klasifikasi kejadiannya. Beberapa gejala
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Food Borne Botulism
29
Pada kasus akut, gejalanya adalah, pusing, mual, muntah,
pandangan kabur,diplopia, keram perut, dan diare. Gejala –
gejala tersebut biasanya terjadi sekitar 18 jam setelah
memakan makanan yang mengandung toksik botulinum
Pada kasus kronis, dapat ditemukan kegagalan pernapasan
yangberujung pada kematian karena paralisis otot –otot
pernapasan, dan gejalaneurologis yang berat. Gejala –
gejala lain yang mengikuti adalah sulitnya menelan, serta
ptosis kelopak mata.
2. I n f a n t B o t u l i s m
Keracunan botulinum pada bayi memberi gejala yang
berbeda dengan keracunan botulinum secara umum. Gejala
yang khas nyaris tidak ada, tapi kebanyakan mengalami
konstipasi berat dengan tidak dapatnya buang air besar
selama 3 hari lebih hingga beberapa minggu.
G e j a l a l a i n y a n g menyertai adalah sulit menelan yang
mengakibatkan susahnya pemberian makanan, cengeng dan
rewel, hypotonia, dan lemas. Pada kasus berat, dapatpula dijumpai
kegagalan pernapasan.
3. Wound Botulism
T i p e i n i t e r g o l o n g j a r a n g , y a i t u m a s u k n y a
t o k s i n m e l a l u i l u k a . B i a s a n y a j a r a n g m e n i m b u l k a n
g e j a l a , n a m u n d a p a t p u l a m e m b e r i g e j a l a s e p e r t i bot
30
ulisme umum, tanpa disertai gejala – gejala gangguan abdomen
hebat.
Beberapa gejala sistemik yang disebabkan oleh rac u n b o t u l i s m e
a d a l a h s e b a g a i b e r i k u t :
C a r d i o v a s c u l a r Tachycardia dan Hipertensi.
Hipertensi Ortostatik dapat pula terjadi
R e s p i r a s i Gagal nafas yang dapat berakhir
pada kematian
N e u r o l o g i s Diplopia, Disfonia, Disfagia,
kaku otot ekstremitas
G a s t r o i n t e s t i n a l Diare, kram abdomen,
konstipasi, mual, muntah, ileus paralitik, mulut kering
U r i n a r y Tidak ada efek langsung, namun
gejala – gejala pada Vesica Urinaria seperti sulit berkemih
ataupun Inkontinentia, dapat terjadi.
D e r m a t o l o g i k Tidak berefek secara
langsung, namun digunakan untuk terapi penuaan atau
pengkerutan pada kulit.
I m m u n o l o g i d a n A l e r g i
T i dak pun ya penga r uh , nam un b i a sa nya r eaks i
a l e rg i dapa t t e r j ad i s aa t pasien disuntik serum
antitoxin.
M e t a b o l i k Gangguan elektrolit sehingga
menyebabkan asidosis.
31
2.4.5 Diagnos i s
L a n g k a h - l a n g k a h u t a m a y a n g d i l a k u k a n s e o r a n g d o k t e r
u n t u k m e n e g a k k a n d i a g n o s i s :
1. A n a m n e s i s
Tanyakan kepada pasien atau kerabatnya, atau keluarganya
sejak berapa jam yang lalu pasien menderita gejala seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, makanan apa yang telah
dimakan oleh pasien, kapan pasien memakan makanan
tersebut, dimana dan dari mana pasien mendapat makanan
tersebut, gejala – gejala lainyang dirasakan oleh pasien.
2. P e m e r i k s a a n F i s i k
M e l a k u k a n p e m e r i k s a a n v i t a l s i g n s e c a r a
u m u m d a n c a r i g e j a l a - g e j a l a f i s i k p a s i e n .
P a d a k e r a c u n a n a k i b a t m a k a n a n y a n g
t e r i n t o k s i t a s i C l o s t r i d i u m b o t u l i n u m ,
b i a s a n y a g e j a l a g a n g g u a n a b d o m i n a l merupakan hal
yang umum didapat.
3. P e m e r i k s a a n L a b o r a t o r i u m
Untuk memastikan dan menegakkan diagnosis botulinum
perlu dilakukan kultur sampel. Sampel yang dapat
digunakan adalah muntahan pasien, feses (pada infant
botulism), atau bekas makanan yang sebelumnya dimakan
32
olehpasien. Selain kultur, mungkin diperlukan pemeriksaan
sensitivitas terhadap antibiotika. Pada Wound Botulism,
sampelnya adalah korekan atau biopsy luka.
2.4.6 Prinsip Terapi
A. Terapi Gawat Darurat dan Suportif
1. Mempertahankan jalan nafas terbuka dan membantu ventilasi jika
perlu (lihat jalan nafas).
2. Mengkondisikan agar darah arteri mendapatkan suplai oksigen dan
mengamati dengan teliti apakah ada gangguan pada sistem
pernapasan, sesak napas dapat terjadi secara tiba-tiba.
B. Obat Spesifik dan Antidotum
1. Food-borne,wound, dan adult intestinal colonization botulisme
a. Antitoksin Botulinum membuat sirkulasi bebas dari toksin
dan mencegah timbulnya keadaan sakit; akan tetapi tidak
dapat digunakan pada manifestasi-manifestasi neurologis.
Hal ini paling efektif diberikan pada 24 jam sejak timbulnya
gejala. Hubungi departemen kesehatan lokal atau pusat atau
rumah sakit untuk mendapatkan antitoksin
b. Guanidin meningkatkan sekresi asetikolin di ujung saraf
tetapi hasilnya kurang efektif.
c. Untuk wound botulisme, diindikasikan menggunakan
antibiotic (contohnya: penicillin) .
2. Infant botulisme
33
a. BabyBIG (Botulism Immune Globulin Intravenous
(Human)) diindikasikan untuk penanganan botulisme yang
disebabkan oleh toksin tipe A atau B pada pasien dibawah 1
tahun. Antitoksin berupa “The horse serum” tidak
direkomendasikan untuk infant botulisme.
b. Antibiotik tidak direkomendasikan kecuali untuk
penanganan infeksi yang kedua. Cathartics tidak
direkomendasikan.
c. Dekontaminasi, melakukan pemasukan arang secara oral
jika kondisi memungkinkan atau sesuai.
d. Peningkatan eliminasi, tidak ada aturan untuk peningkatan
eliminasi; toksin diikat dengan cepat pada ujung saraf, dan
beberapa bagian yang bebas toksin dapat didetoksifikasi
dengan antitoksin.
34
2.5 INTOKSIKASI ASAM BORAT, BORAT DAN BORUN
Asam borat dan natrium borat telah digunakan selama bertahun-tahun
dalam berbagai produk sebagai antiseptik dan sebagai agen fungistatic dalam
bedak bayi. Bubuk asam borat (99%) masih digunakan sebagai pestisida terhadap
resiko semut dan kecoak. Di masa lalu, diulang dan aplikasi sembarangan asam
borat pada kulit rusak atau terkelupas mengakibatkan banyak kasus keracunan
yang parah. Wabah juga terjadi setelah asam borat ditambahkan keliru pada
formula bayi atau digunakan dalam persiapan makanan. Meskipun toksisitas kronis
jarang terjadi sekarang, konsumsi akut oleh anak-anak di rumah adalah umum.
Lainnya senyawa boron yang mengandung dengan toksisitas serupa termasuk
boron oksida dan asam orthoboric (sassolite).
2.5.1 Mekanisme Toksisitas
A. Mekanisme borat poisonin tidak diketahui. Asam borat tidak sangat
korosif tetapi mengiritasi selaput lendir. Mungkin bertindak sebagai
racun selular umum. Sistem organ yang paling sering terkena adalah
kulit, saluran cerna, otak, hati dan ginjal.
B. Farmakokinetik. Volume distribusi adalah 0,17 - 0,50 L / kg. Eliminasi
terutama melalui ginjal, dan 85 - 100% dari dosis dapat ditemukan
dalam urin lebih dari 5 - 7 hari. Penghapusan paruh adalah 12-27 hari.
2.5.2 Dosis toksik
A. Dosis toksik tunggal oral akut sangat bervariasi namun serius keracunan
dilaporkan terjadi dengan 1-3 g pada bayi baru lahir, 5 g pada bayi dan
20 g pada orang dewasa. Satu sendok teh asam borat 99% mengandung
35
3-4 g. Konsumsi Sebagian besar kecelakaan pada anak-anak
mengakibatkan toksisitas minimal atau tidak.
B. Kronis konsumsi atau aplikasi pada kulit terkelupas jauh lebih serius
daripada konsumsi tunggal akut. Toksisitas serius dan kematian terjadi
pada bayi menelan 5 - 15 g dalam formula selama beberapa hari, tingkat
borat serum 400-1600 mg / L.
2.5.3 Presentasi klinis
A. Setelah penyerapan lisan atau kulit, gejala awal adalah gastrointestinal,
dengan muntah dan diare. Emesis dan diare mungkin memiliki warna
biru-hijau. Dehidrasi yang signifikan dan gagal ginjal dapat terjadi,
dengan kematian yang disebabkan oleh guncangan yang mendalam.
B. Gejala Hiperaktif Neurologis, agitasi dan kejang dapat terjadi lebih awal
C. Sebuah ruam eritroderma (penampilan rebus lobster) diikuti oleh
pengelupasan kulit setelah 2-5 hari. Alopecia totalis telah dilaporkan.
2.5.4 Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan, kehadiran gastroenteritis
(mungkin dengan emesis biru-hijau), erythematous, gagal ginjal akut dan
tingkat borat serum.
A. Tingkat spesifik. Serum atau tingkat borat darah umumnya tidak tersedia
dan mungkin tidak berkorelasi secara akurat dengan tingkat keracunan.
Analisis serum untuk borat dapat diperoleh dari Layanan Kesehatan
Nasional atau laboratorium komersial regional yang besar lainnya.
Serum normal atau kadar darah bervariasi dengan diet tetapi biasanya
36
kurang dari 7 mg / L. Tingkat boron serum dapat diperkirakan dengan
membagi borat serum sebesar 5,72.
B. Penelitian laboratorium yang berguna lainnya termasuk elektrolit,
glukosa, BUN, kreatinin dan urinalisis.
2.5.5 Pengobatan
A. Darurat dan langkah-langkah dukungan
1. Mempertahankan jalan napas terbuka dan membantu ventilasi jika
perlu
2. Mengobati koma (lihat Coma dan stupor), kejang, hipotensi dan
gagal ginjal jika mereka terjadi.
B. Spesifik obat dan penangkalnya. Tidak ada obat penawar spesifik.
C. Dekontaminasi. Arang aktif sangat tidak efektif. Pertimbangkan lavage
lambung untuk tertelan.
D. Peningkatan eliminasi. Hemodialisa efektif dan diindikasikan setelah
tertelan dan untuk perawatan suportif gagal ginjal. Dialisis peritoneal
belum terbukti efektif dalam meningkatkan eliminasi pada bayi.
37
2.6 ZAT ADIKTIF
2.6.1 ZAT ADIKTIF BERBAHAYA DALAM MAKANAN
Zat aditif adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan atau pun
minuman yang bertujuan memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya
makanan atau pun minuman tersebut dapat bertahan lama. Secara umum, zat aditif
makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
(a) Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan
maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan
rupa, dan lain sebagainya.
(b) Dan kedua, aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses
pengolahan. Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari
sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat
serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia,
maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lain-
lain.
Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi
38
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan dan manusia.
Zat aditif ini sama sekali tidak mengandung nilai gizi kepada yang
mengkonsumsinya. Dalam jumlah yang tidak terlalu berlebihan zat aditif ini tidak
berbahaya, akan tetapi jikalau telah melebihi dari standar yang normal maka sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Misalnya dalam jangka panjang akan
menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal, hati, menurunnya fungsi otak yang
berakibat makin melemahnya daya ingat seseorang, dan efek-efek negatif lain yang
dapat mengganggu kesehatan. Beberapa contoh zat aditif adalah MSG
(Monosodium Glutamate ) yang bertujuan untuk memberi rasa terhadap makanan,
Rodamin-B yang berfungsi untuk memberikan warna yang menarik pada kecap,
Formalin yang diberikan agar makanan menjadi tahan lama, dan masih banyak lagi
zat-zat aditif lainnya. Khusus Rodamin-B, zat pewarna ini biasanya untuk
keperluan tekstil/ batik agar lebih menarik warnanya namun pada kenyataanya
beberapa produsen kecap dan pembuat terasi juga memanfaatkan zat ini. Begitu
pula dengan Formalin yang biasanya dipergunakan untuk mengawetkan mayat,
ternyata juga dipakai untuk mengawetkan tahu, bakso, ikan basah dan kering, dan
makanan lainnya yang belum sempat diperiksa oleh Balai POM (Pengawasan Obat
dan Makanan) Depkes RI Rodamin-B dan Formalin sedikit pun tidak boleh ada
dalam makanan atau pun minuman.
Perilaku materialistik dari beberapa produsen makanan dan minuman yang
tidak memperhatikan aturan yang ada dan hanya mengejar keuntungan, tentunya
sangat merugikan masyarakat utamanya yang belum tahu akan dampak terhadap
39
kesehatan dari penggunaan zat aditif ini. Ditambah lagi penerapan aturan yang
belum tegas terhadap produsen pengguna zat aditif yang berlebihan dan yang
dilarang. Kondisi seperti ini membuat tidak jera dari pengguna zat berbahaya ini.
Sehingga dimana-mana dapat kita temukan makanan dan minuman yang diperjual
belikan tidak memperhatikan Hygiene dan Sanitasi Makanan.
Nama zat pengawet dan Penyakit yang ditimbulkan
1) Formalin : Kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan,
penyakit jantung dan merusak sistem saraf.
2) Boraks : Mual, muntah, diare, penyakit kulit, kerusakan ginjal, serta
gangguan pada otak dan hati.
3) Natamysin : Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan
kulit.
4) Kalium Asetat : Kerusakan fungsi ginjal.
5) Nitrit dan Nitrat : Keracunan, mempengaruhi kemampuan sel darah
membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit
kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
6) Kalsium Benzoate : Memicu terjadinya serangan asma.
7) Sulfur Dioksida : Perlukaan lambung, mempercepat serangan asma,
mutasi genetik, kanker dan alergi.
8) Kalsium dan Natrium propionate : Penggunaaan melebihi angka
maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan
kesulitan tidur.
9) Natrium metasulfat : Alergi pada kulit
Nama Zat Pewarna dan Penyakit yang ditimbulkan :
40
1) Rhodamin B (pewarna tekstil) : Kanker dan menimbulkan
keracunan pada paru-paru, tenggorokan, hidung, dan usus
2) Tartazine : Meningkatkan kemungkinan hyperaktif pada masa
kanak-kanak.
3) Sunset Yellow : Menyebabkan kerusakan kromosom
4) Ponceau 4R : Anemia dan kepekatan pada hemoglobin.
5) Carmoisine (merah) : Menyebabkan kanker hati dan menimbulkan
alergi.
6) Quinoline Yellow : Hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar
tiroid
Nama Zat Pemanis dan Penyakit yang ditimbulkan :
1) Siklamat : Kanker (Karsinogenik)
2) Sakarin : Infeksi dan Kanker kandung kemih
3) Aspartan : Gangguan saraf dan tumor otak
4) Semua pemanis buatan : Mutagenik
Nama Penyedap rasa dan Penyakit yang ditimbulkan :
Mono natrium Glutamat dan Monosodium Glutamat : Kelainan hati,
trauma, Hipertensi, Stress, Demam tinggi, Mempercepat proses penuaan,
Alergi kulit, Mual, Muntah, Migren, Asma, Ketidakmampuan belajar,
Depresi.
Tips Sehat :
41
1) Usahakan bawa makanan dari rumah
2) Biasakan sarapan agar tidak terlalu banyak jajan
3) Banyak mengkonsumsi sayur, buah dan banyak minum air putih
4) Olahraga teratur
5) Cuci tangan sebelum makan
6) Teliti sebelum membeli makanan :
- Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh
berbeda dari warna aslinya. segarnya. Biasanya makanan yang
mencolok warnanya mengandung pewarna tekstil
- Cicipi rasa makanan tersebut. Biasanya lidah kita juga cukup jeli
membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak.
Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, misalnya sangat
gurih dan membuat lidah bergetar biasanya makanan-makanan ini
mengandung penyedap rasa dan penambah aroma berlebih.
- Perhatikan kualitas makanan dan tanggal kadaluarsa. Apakah
masih segar, atau malah sudah berjamur dan bisa menyebabkan
keracunan.
- Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa
makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
42
- Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan
bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya yang bisa merusak
kesehatan.
- Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang
belum tentu aman buat yang lainnya. Bisa saja pada anak tertentu
bahan pengawet ini menimbulkan reaksi alergi. Tentu saja reaksi
semacam ini tidak akan muncul jika konsumennya tidak memiliki
riwayat alergi
2.6.2 PROSES PENGOLAHAN MAKANAN YANG POTENSIAL
MEMBAHAYAKAN KESEHATAN
1. Pengalengan (canning)
Pengalengan (canning) yaitu proses pengawetan meliputi pemasakan
makanan, pengemasan dalam kaleng yang telah disterilkan dan setelah dikalengkan
harus dilakukan pemanasan sekali lagi.
Cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert pada akhir abad 18.
Penelitian yang telah dilakukannya selama 15 tahun menunjukkan bahwa bila
makanan dipanaskan pada suhu tertentu kemudian ditutup/dibuat kedap udara akan
membuat makanan menjadi lebih awet.
Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme dan
pengemasan atau pengalengan dapat mencegah masuknya mikroorganisme baru.
Kerusakan makanan dalam kaleng dapat diidentifikasi dari bentuk kemasan,
mikroorganisme akan mendekomposisi makanan, proses dekomposisis akan
43
menghasilkan gas sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, bocor atau
bahkan meledak. Metode pengalengan memiliki resiko pencemaran yang tinggi
ketika kaleng tersebut telah terbuka.Salah satu contoh dampak negatif lainnya yaitu
berkembangnya bakteri anaerob misalnya Clostridium botulinum, mikroorganisme
ini tidak menghasilkan gas dan perubahan rasa pada makanan sehingga tidak bisa
dideteksi dari rasa dan bau makanan. Clostridium botulinum menghasilkan
toxin/zat beracun yang dapat menyebabkan sakit yang akut bahkan kematian.
2. Pengasapan
Tujuan pengasapan adalah memperpanjang umur simpanan
produk.namun,pengasapan juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
aman bagi kesehatan.beberapa senyawa bersifat karsinogenik seperti benzopiren
(senyawa hidrokarbon polisiklis aromatik) ,nitrosamine dan fenol timbul selama
pengasapan bahan makanan. metode memasak ini juga merusak nilai gizi makanan
akibat panas yang terlalu tinggi dari batas normal pengolahan.
3. Penggaraman
Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi
kadar air dalam makanan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup
dan berkembang biak lagi. Jadi, peranan garam dalam proses ini tidak bersifat
membunuh mikroorganisme (fermicida), tetapi garam mengakibatkan terjadinya
proses penarikan air dalam sel daging ikan sehingga terjadi plasmolisis (kadar air
dalam sel mikroorganisme berkurang, lama kelamaan bakteri mati).
44
Proses penggaraman menyebabkan kandungan natrium dalam makanan
tersebut tinggi.hal ini dapat berbahaya terhadap kesehatan.contohnya pada
penderita hipertensi dan penderita gagal ginjal.
4. Penggorengan
Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis
minyak yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti
minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak
goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat
dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan minyak kelapa sawit
sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam
lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh
menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying),
karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus
pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang
memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak.
Dalam kehidupan sehari-hari, asam lemak trans dijumpai dalam berbagai
produk pangan lemak nabati yang dihidrogenasi seperti margarin, shortening,
biscuit atau kue-kue. Proses hidrogenasi yang terjadi selain menghasilkan jumlah
lemak jenuh lebih banyak, juga akan mengubah bentuk cis menjadi trans. Fennema
menyebutkan bahwa pada suhu 25oC, reaksi oksidasi terhadap asam oleat (C18:1
cis) akan menghasilkan 2 (dua) senyawa radikal intermediate yaitu cis dan trans.
Ratio dari LDL/HDL merupakan faktor risiko PJK yang lebih relevan
dibandingkan dengan faktor risiko lainnya seperti kadar total kolesterol yang
tinggi; makin besar ratio LDL/HDL di atas nilai ideal empat makin besar risiko
45
PJK. Konsumsi asam lemak trans menimbulkan pengaruh negatif karena
menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh dari asam lemak jenuh. Akan tetapi,
disamping menaikkan LDL, TFA juga akan menurunkan HDL, sedangkan asam
lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL. Jadi pengaruh TFA
dibandingkan dengan asam lemak jenuh, maka efek negatif dari TFA dapat
menjadi dua kali lipat. Asupan TFA selama kehamilan diduga juga akan
mengganggu metabolisme asam lemak esensial sehingga dengan demikian akan
mempengaruhi perkembangan janin.
5. Pembakaran (grill)
Pembakaran adalah metode memasak popular. Hal ini juga dapat menjadi
alternatif metode memasak yang sehat, karena beberapa kandungan lemak jenuh
daging berkurang karena proses pembakaran. Namun, pembakaran juga
menyajikan risiko kesehatan. Terdapat dua jenis senyawa karsinogenik yang
dihasilkan oleh suhu tinggi memanggang:
Heterocyclic amines (HCAs) amina heterosiklik (HCA)
HCA terbentuk ketika daging yang secara langsung terkena api atau
permukaan yang sangat tinggi suhu. Kandungan daging yang kaya keratin
bereaksi dengan panas membentuk berbagai HCA, termasuk amino-
quinolines imidazo-, amino-imidazo-quinoxalines, amino-imidazo-
pyridines, dan aminocarbolines. HCA telah terbukti dapat menyebabkan
mutasi DNA, dan mungkin menjadi faktor dalam perkembangan kanker
tertentu.
46
Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) polycyclic aromatik
hidrokarbon (PAH) PAH terdapat di asap yang dihasilkan saat lemak dari
daging menyatu atau menetes di atas bara panas panggangan. Berbagai
PAH dalam asap yang dihasilkan, termasuk benzopyrene dan Dibenzo
antrasena, melekat pada permukaan luar daging panggang. PAH paparan ini
juga diyakini terkait dengan kanker tertentu.
Kandungan HCA dan PAH dalam daging dapat dikurangi dengan sedikit
perubahan dalam metode memanggang. Secara khusus, praktek berikut ini akan
mengurangi jumlah HCA dan PAH yang terbentuk:
1. Rendam daging sebelum memanggang.
Para peneliti telah menentukan bahwa pengasinan daging sebelum
memanggang, bahkan hanya untuk beberapa menit, dapat mengurangi
pembentukan HCA sebesar 90% atau lebih. Ini dapat percaya mengingat
bahwa rendaman membentuk penghalang atau pelindung untuk getah
daging yang mencegah reaksi HCA dari terjadi.
2. Bakar pada suhu yang lebih rendah.
Menurunkan suhu pembakaran juga sangat mengurangi pembentukan
HCA.
3. Mencegah kontak langsung dengan api.
Api dari panggangan menyebabkan pembentukan HCA dan PAH. awasi
proses pembakaran makanan sesering untuk meminimalkan kemungkinan
kontak langsung dengan api.
47
4. Jangan terlalu lama membakar daging.
Meskipun penting untuk memasak daginghingga matang, berhati-hatilah
untuk tidak terlalu lama membakarnya.Daging yang dibakar hingga benar-
benar matang mengandung HCA lebih tinggi dari pada daging yang dibakar
setengah matang .
48
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam
kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja harus memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung
mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Hal
itu bertujuan untuk menghindarkan kita dari keracunan makanan (food poisoning).
Keracunan makanan dapat terjadi karena toksin bakteri yang berada di makanan
masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan karena pengolahan dan
penyimpanan makanan yang kurang tepat(tidak memenuhi persyaratan) atau
karena bakteri yang diproduksi di usus setelah tertelan
Jenis jenis mikroba yang dapat menyebabkan keracunan makanan antara
lain Clostridium botulinum, Mushroom Amatoxyn Type, Mushrooms, Boric acid,
borates dan boron. Berbagai mikroba tersebut mempunyai mekanisme toksisitas,
dosis toksik, manifestasi klinis, diagnosa serta cara penanganannya masing-
masing. Misalnya, Clostridium botulinum dapat memproduksi toksin botulinum
yang menghambat pembebasan asetilkolin sehingga dapat menyebabkan
kelumpuhan (paralisis). Mushrooms Amatoxyn Type berikatan dengan polimerase
RNA II yang dependen-DNA dan menghambat elongasi sehingga
mengakibatkan penurunan sintesa protein dan terjadinya kematian sel.
Mushrooms (Ccendawan/jamur) bekerja mengiritasi GI mengakibatkan
49
muntah dan diare tidak lama setelah makanan tersebut dikonsumsi. Asam
borat tidak sangat korosif tetapi mengiritasi selaput lendir. Mungkin bertindak
sebagai racun selular umum. Sistem organ yang paling sering terkena adalah kulit,
saluran cerna, otak, hati dan ginjal. Berbagai mikroba tersebut apabila masuk ke
dalam tubuh kita dalam dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek yang
ringan seperti gastroenteritis hingga dapat berakibat fatal. Zat aditif adalah zat
yang ditambahkan ke dalam makanan atau pun minuman yang bertujuan
memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya makanan atau pun minuman
tersebut dapat bertahan lama. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan,
yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada
kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga
mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat
karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia.
Proses pengolahan yang memungkinkan menimbulkan terjadinya bahaya adalah
pengalengan (canning), pengasapan penggorengan,penggaraman, dan pembakaran.
3.2 SARAN
Untuk menghindari terjadinya keracunan makanan yang disebabkan oleh
mikroba sebaiknya kita selalu menjaga hygiene perorangan dan food hygiene
dengan melakukan pengolahan, serta peyimpanan makanan dengan baik dan
sesuai persyaratan . Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dan mengawasi
proses-proses pengelolahan makanan dalam pabrik.pabrik, serta memperhatikan
zat –zat adiktif yang digunakan dalam makanan baik segi kuantitas maupun
kualitas.
50
DAFTAR PUSTAKA
International Programme on Chemical Safety Poisons Information
Monograph 858.2006.Clostridium botulinum. WHO.
Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI.
Journal of Ilene B. Anderson, PharmD.
Journal from Lowa State University, college of veterinary medicine
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/botulism.pdf (Diakses pada tanggal
23 April 2013)
http://www.pdf-finder.com/KERACUNAN-PANGAN-AKIBAT-BAKTERI (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBakteriPatogen.pdf (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.ama-assn.org/ama/pub/category/4903.html (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.emedicine.com/sports/fulltopic/topic158.htm (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.emedicine.com/pmr/topic216.htm#section~mechanism_of_action (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.fda.gov/fdac/features/095_bot.html (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Mekanisme%20toksin.html (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.tarakharper.com/b_botuln.htm (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html (diakses pada tanggal 23 April 2013)
51
http://litbang.patikab.go.id
http://nutritiondata.self.com
http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/869-pengawetan-pangan-dengan-
penggaraman
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Edit-1_RatuAyu_PENGARUH SUHU
DAN LAMA PROSES_Layout.pdf
52