Download - Infeksi Intrakranial
Infeksi Intrakranial
Bab 1. PendahuluanDi negara-negara berkembang dan juga negara maju, penyakit infeksi
merupakan satu masalah yang sering terjadi dan merupakan tantangan bagi tenaga
medis, karena penyakit infeksi angka kematiannya masih cukup tinggi. 1 Infeksi boleh
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa dan sebagainya. Namun, infeksi yang
paling berbahaya jika infeksi tersebut terjadi pada sistem saraf pusat. Infeksi sistem
saraf pusat meliputi infeksi pada otak, medulla spinalis dan membran. Infeksi sistem
saraf pusat tergantung pada lokasinya. Contoh penyakit yang merupakan infeksi pada
sistem saraf pusat adalah meningitis dan ensefalitis.
Meningitis berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid
dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim
otak.1 Gejala-gejala infeksi intracranial ini seringkali tidak khas, yang secara umum
mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada
gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera lakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini memang tidak mudah, karenanya
proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa ditangani dengan baik.2
Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara, diantaranya dengan
pemeriksaan lumbal pungsi, CT SCAN baik dengan kontras, dapat juga dengan
pemeriksaan radiologi, ataupun kultur, dengan indikasi dan kontraindikasi masing-
masing penyakit. Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa
diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri, jamur, parasit atau
cacing pita. Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan progresif maka bisa
mengurangi kecacatan yang timbul.2
Otak manusia adalah pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan
terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Karena perannya yang begitu penting, otak
memiliki pelindung yang terdiri dari tengkorak, meningen, dan CSF. Meskipun memiliki
pelindung yang banyak, tetap saja otak tidak terhindar dari kemungkinan keruaskan
akibat infeksi bakteri, virus, ataupun jamur. Infeksi susunan saraf pusat (SSP) dapat
terbagi menjadi meningitis bacterial, meningitis viral, ensefalitis, infeksi fokal (abses
otak dan emphiema subdural), dan trombophlebitis infeksiosa. Perlu diketahui dan
dibedakan antara masing-masingnya untuk dapat memberikan penangananan yang
tepat.
1
Infeksi Intrakranial
Bab 2. PembahasanANATOMI DAN FISIOLOGI
Meningen
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang
bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran yang
menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak, dan medulla spinal. Meningen
terdiri dari tiga lapisan yaitu piamater, arachnoid dan duramater.
Duramater:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum
yang membungkus permukaan dalam calvaria.
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater spinalis yang
membungkus medulla spinalis.
Arachnoidmater:
Menyerupai sarang laba-laba.
Merupakan bagian dari meningen yang mempunyai banyak trabekula
halus yang berhubungan dengan piamater tetapi tidak mengikuti setiap
lekukan otak. Diantara arachnoid dan piamater terdapat ruang yang
disebut ruang subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-
pembuluh darah.
Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-lekukan otak, maka di
beberapa tempat terdapat ruang subarakhnoid melebar yang disebut
sisterna.
Siterna magna (paling besar): terletak diantara bagian inferior
serebelum dan medulla oblongata.
Sisterna pontis di permukaan ventral pons,
Sisterna interpedunkularis di permukaan ventral mesensefalon,
Sisterna siasmatis di depan lamina terminalis.
Sisterna vena magna serebri di sudut antara serebelum dan lamina
quadrigemina. Sisterna ini berhubungan dengan
sisterna interpedunkularis melalui
sisterna ambiens.
2
Infeksi Intrakranial
Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna
dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai
setinggi S2.
Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis,
tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
Piamater:
Merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang
mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus dan fisura pada otak, juga
melekat pada permukaan batang otak dan medulla spinalis kemudian ke
kauda sampai ujung medulla spinalis setinggi korpus vertebra.
Ruang epidural
Ruang epidural adalah ruang dimana diantara lapisan luar dura dan tulang
tengkorak yang terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler halus.
Ruang subdural
Ruang subdural merupakan ruangan diantara lapisan dalam duramater dan
arachnoid yang mengandung sedikit cairan.
3
Infeksi Intrakranial
Gambar 1. kulit kepala, tengkorak dan lapisan meningen
Sistem ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri
dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium.
Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong
unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus
unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan
diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel
IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum
dan dorsal dari pons dan medula oblongata.3
Cairan Serebro Spinal (CSS) /LCS
Cairan serebrospinal adalah cairan yang berada diotak dan sterna serta ruang
subrachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Cairan serebrospinal
mempunyai tekanan yang konstan, dan seluruh ruangan berhubungan satu sama lain.
Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang
subaraknoid dan vili araknoidea. 4
1. Pleksus koroideus
4
Infeksi Intrakranial
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus. Pada
saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah
mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7
sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal dan
ditutupi oleh sel-sel ependimal.
2. Sistem ventrikulus
a. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara
anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu
anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis
menjadi dasar dari septum pelusida.
b. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh
hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius
berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau
foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.
c. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian
dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan
inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel
ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian
superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar ke foramen
lateralis/foramen Luschka.
3. Spatium/Ruang Subaraknoid
Spatium subaraknoid terdapat diantara araknoid dan piamater. Spatium
subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang memperdarahi otak.
Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan membentuk suatu
cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.
5
Infeksi Intrakranial
Gambar 2. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid
4. Granulatio dan vili araknoidea
Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting
dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.
Gambar 3. potongan coronal Vili Arachnoid
Fisiologi aliran CSS:
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di
luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi
sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.5
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan
6
Infeksi Intrakranial
negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan
neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg
lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air
dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat
terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan
mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut
Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam
keseimbangan.5
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium
disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS
ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga
terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS
tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan
masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi
secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara
mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat
menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.5
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan
terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di
atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar
95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum
saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.5
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam
ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga
buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen
luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler
medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III
memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid.
CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2,
juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS
mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial
dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan
diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis
7
Infeksi Intrakranial
superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan
hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan
melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi
sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari
cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow.
CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula
spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan
spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara
difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem
saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piamater
disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan
ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan
ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam
rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid
bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.
Yang mempengaruhi aliran LCS adalah metabolism otak, kekuatan hidrodinamik
aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotic darah.
8
Infeksi Intrakranial
Fungsi utama dari cairan serebrospinal ini adalah melindungi sistem saraf pusat
dari trauma (tekanan/benturan) dari luar dan mempertahankan lingkungan cairan
sesuai untuk otak serta memberi perlindungan terhadap benturan ringan dan luka
mekanik lainnya (sebagai bumper/penyangga).6
PUNGSI LUMBAL6-10
Tujuan:
Pemeriksaan cairan serebrospinal mengukur & mengurangi tekanan cairan
serebrospinal menentukan ada tidaknya darah pd cairan serebrospinal mendeteksi
adanya blok subarakhnoid spinal memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis
spinal terutama kasus infeksi.
Indikasi:
Kejang
Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI
Pasien koma
Ubun – ubun besar menonjol
Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
Tuberkolosis milier
Pasien suspek meningitis
Kontra Indikasi:
Meningitis bakterialis saat sedang demam tinggi sepsis
Infeksi local di sekitar daerah tempat pungsi lumbal
Gangguan pembekuan darah yang belum diobati
Gangguan pembentukan darah trombositopenia
Hidrosefalus obstruksi
Ada deformitas corpus vertebrae di tempat punksi.
Masa di posterior
Komplikasi:
Sakit kepala
Infeksi
Iritasi zat kimia terhadap selaput otak
10
Infeksi Intrakranial
Jarum pungsi patah
Herniasi
Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi
DEFINISI INFEKSI SSP
Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan
tubuh. Infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di
dalam susunan saraf.3
Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan, tidak
memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis,
pada meningen disebut meningitis, pada jaringan medulla spinalis dinamakan mielitis
dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis. sebaliknya, pembagian menurut jenis kuman
merupakan diagnosis kausal.
Infeksi Susunan saraf pusat terbagi atas :
Meningitis infeksi yang melibatkan selaput meninges otak terdiri dari :
Meningitis Purulenta yang disebabkan oleh kuman Bakteri:
Pneumokokus, stapilokokus, haemophylus influenza, sering pada orang
dewasa, sedangkan Escericia Coli sering menyerang anak-anak.
Meningitis Serosa yang disebabkan oleh Jamur, Virus, Protosoa, Parasit,
Mycobacterium Tuberculosa.
Ensefalitis yaitu infeksi yang melibatkan jaringan otak.
Myelitis yaitu infeksi yang melibatkan sumsum tulang belakang.
11
Infeksi Intrakranial
Tabel 1. Clinical features of Major Central Nervous System Infections
PATOFISIOLOGI INFEKSI SSP
Pathogen biasanya dapat menginversi sistem saraf pusat melaui local ekstensi dari
focus infeksi yang berdekatan seperti sinusitis atau mastoiditis dan boleh juga melalui
focus infeksi yang jauh melalui hematogen. Kebolehan pathogen untuk menyebar
melaui aliran darah tergantung pada virulensi pathogen dan sistem kekebalan host.
Mekanisme untuk melewati sawar darah otak tergantung pada jenis pathogen, cara
yang digunakan adalah melalui saraf perifer pada infeksi herpes simplex virus tipe 1,
varicella-zoster dan rabies. Neisseria meningitis melalui endositosis, transpotasi
intraseluler pada palasmodium falciparum melalui eritrosit, Toxoplasma Gondii melalui
makrofag dan invasi intraselular pada haemofilus influenza. Bagi invasi ke ruang
subarachnoid, transmisi melaui pleksus koroidius, sinus venosus atau lempeng
kribrofom. Apabila memasuki ruang SSP, pathogen ini akan menyebabkan terjadinya
proses peradangan yang akan melepaskan faktor komplemen dan sitokin, influks
leukosit dan makrofag, dan juga aktivasi microglia dan astrosit. Gangguan pada sawar
darah otak menyebabkan cairan dan protein influk dan melewati endothelium pada
pembuluh darah dan ssp dan terjadilah edema vasogenik serebral dan juga disertai
dengan edema seluler sitotoksik dan edema intertisial. Edema serebral ini akan
meninggikan tekanan intracranial.5,6
12
Infeksi Intrakranial
Gambar 5. Rute infeksi ke SSP
Anamnesis
- riwayat penyakit sekarang. Anak sakit kepala, rewel, gelisah, muntah,
demam 1-4 hari sebelumnya
- riwayat penyakit dahulu. Batuk, pilek 1-4 hari sebelumnya, herpes, campak,
rubella, atau infeksi pada saluran pernafasan dan telinga
- riwayat keluarga. Apakah ada yang pernah menderita hal yang sama,
merokok.
- Riwayat imunisasi. Ensefalitis dapat terjadi post imunisasi DPT
- Lamanya kejang. Bedakan dengan epilepsy dimana kejang hanya
berlangsung sebentar. Lalu dengan kejang demam dimana anak tidak
mengalami penurunan kesadaran.5
Pemeriksaan Fisik7
Keadaan umum
A. Ringan
Kesadaran penuh
Tanda-tanda vital (TTV) stabil
Pemenuhan kebutuhan mandiri
13
Infeksi Intrakranial
B. Sedang
Memiliki minimal 3 (tiga) poin di bawah
Kesadaran penuh s/d apatis
Tanda-tanda vital (TTV) stabil
Memerlukan tindakan medis & perlukaan (diluar obs) minimal 3
(tiga) tindakan perhari
Memerlukan observasi
Pemenuhan kebutuhan di bantu sebagian s/d seluruhnya
C. Berat
Memiliki minimal 2 (dua) poin di bawah
Kesadaran penuh s/d samnolent
Tanda-tanda vital (TTV) tidak stabil
Memakai alat bantu organ vital
Memerlukan tindakan pengobatan & perawatan yang intensif
Memerlukan observasi yang ketat
Pemenuhan kebutuhan di bantu seluruhnya
Kesadaran
Kualitatif:
Compos mentis: Baik/sempurna
Apatis: Perhatian berkurang
Somnolens: Mudah tertidur walaupun sedang diajak berbicara
Sopor/Delirium: Dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
Coma: Tidak memberi respon sama sekali
Kuantitatif: GCS
Score yang ≤ 7= coma
Score yang ≥ 9= tidak coma
14
Infeksi Intrakranial
Pernafasan
Tabel 4. Pernafasan normal
Pemeriksaan fisik pada infeksi SSP (meningitis dan ensefalitis) ditemukan adanya :
- Panas mendadak, muntah
- Gejala-gejala neurologik
- kaku kuduk
- gangguan kepribadian
- refleks neurologik
Pemeriksaan Neurologis
Refleks fisiologis
a. Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal,
umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
16
Infeksi Intrakranial
b. Refleks tendon
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan
setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena
kontraksi m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon Achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks patologis
Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
17
Infeksi Intrakranial
Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky.11
Saraf cranial
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
1. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh
membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).
2. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan
periksa lapang pandang.
3. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan
otot mata) :Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra,
refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
4. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.
5. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks
kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri
dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas
dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
6. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.
7. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak
mata dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan
garam.
18
Infeksi Intrakranial
8. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ): test Webber
dan Rinne, test Romberg dll
9. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterior lidah ):membedakan rasaa
manis dan asam (gula dan garam)
10. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior,
pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
11. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus):
palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu
dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan
catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan
lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
12. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan
menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu
tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.11
Rangsang meningeal
Kaku kuduk: Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku
kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat
Kernig sign: Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi
di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
19
Infeksi Intrakranial
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila
timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada
sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring
lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai
diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang
satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan
normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila
sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut
tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60°.
Pemeriksaan Penunjang
- LCS- lumbal punksi
- Lab rutin
- PCR, ELISA
- Biakan LCS
- EEG
- CT scan, MRI. Dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari
timbulnya gejala bukan karena abses otak, stroke, atau kelainan struktural.
Etiologi
20
Infeksi Intrakranial
1. Streptococcus pneumonia. Merupakan penyebab meningitis tersering pada orang
dewasa dan kedua terbanyak pada bayi dan anak-anak. Biasanya menyebabkan
pneumonia dan infeksi telinga. Meningitis sering disertai dengan infeksi telinga,
dan tidak diketahui mana yang datang terlebih dahulu.
Gambar 12. Streptococcus pneumonia
2. Neisseria meningitidis. Sering terdapat pada saluran napas bagian atas.
Merupakan penyebab terbanyak meningitis pada bayi dan anak-anak. Menular
dari orang ke orang melalui udara, maupun kontak.
Gambar 10 N. Meningitidis
3. Haemophilus influenzae. Sering disertai ISPA, OMA, dan sinusitis.
Gambar 11. H. influenzae
4. Mycobacterium tuberculosae.
21
Infeksi Intrakranial
5. Lysteria monocytogenes. Terdapat paling sering di udara, dan binatang
peliharaan. Menular melalui makanan yang tercemar. Mudah mati karena system
imun dalam tubuh manusia. Wanita hamil, manula dan bayi sangat rentan
terhadap bakteri ini. L. monocytogenes dapat menembus sawar placenta dan
infeksi pada kehamilan masa tua dapat menyebabkan kematian langsung pada
bayi atau kematian tidak lama setelah bayi itu lahir.
6. Virus RNA: morbili, rubella,
7. Virus DNA: Herpes, Varicella-Zooster, CMV. HSV1 yang sering menyebabkan
ensefalitis.
8. Arbovirus, biasanya dari nyamuk: EEE, WEE, St.Louis, West Nile virus, Japanese
encephalitis virus
9. Jamur. Jarang terjadi namun Cryptococcal meningitides sering terjadi pada orang-
orang dengan imunodefisiensi seperti pada AIDS dan juga diabetes.
10. Amuba. Jarang terjadi. Naegleria fowleri menyebabkan Primary Amoebic
Meningoencephalitis (PAM).* Pertama ditemukan pada tahun 1965, dengan
kasus kurang dari 100 di Amerika. PAM tidak menular dari orang ke orang, tetapi
masuk melalui saluran napas saat seseorang sedang menyelam, atau terjun ke
air. PAM dapat menyerang orang dengan system imun yang kuat, kebanyakan
menyerang orang muda. Tanpa penanganan yang adekuat, penderita dapat
meninggal dalam 3- 10 hari.
Pencegahan
Mencegah infeksi SSP dapat dilakukan dengan ara :
1. Cuci tangan secara menyeluruh dan sering dengan sabun dan air mengalir. Cuci
tangan sangat penting setelah mengganti popok, menggunakan toilet, batuk atau
membuang tissue.
2. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi seperti gagang pintu, remote control
dengan sabun dan air.
3. Tutup mulut ketika batuk dengan tissue atau arahkan batuk ke lengan atas.
Setelah menggunakan tisue, dibuang ke tempat sampah lalu cuci tangan.
4. Hindari mencium atau berbagi gelas minum, alat makan, lipstick atau barang-
barang lainnya dengan orang yang sakit atau dengan orang lain ketika anda sakit.
5. Vaksinasi dapat melindungi anak dari beberapa bentuk meningitis
22
Infeksi Intrakranial
a. BCG
Vaksinasi BCG diberikan sebelum berumur 3 bulan. Namun untuk
mencapai cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan
menganjurkan vaksinasi BCG pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji
tuberkulin negatif. Vaksinasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Vaksin BCG
merupakan virus hidup, maka tidak diberikan pada pasien dengan sistem
kekebalan tubuh rendah (leukimia, anak yang sedang dapat pengobatan
steroid jangka panjang, atau penderita infeksi HIV).
Vaksin BCG disuntikkan di daerah lengan kanan atas sesuai
anjuran WHO, karena lebih mudah dilakukan (jaringan lemaknya, koreng
yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat dibandingkan
pemberian di daerah pantat dan paha, dan sebagai tanda baku untuk
keperluan diagnosa apabila diperlukan. Vaksin BCG diberikan secara
Intrakutan 1/3 lengan atas kanan (deltoid) dengan dosis 0.5cc.
b. Campak
Vaksin campak disuntikkan pada umur 9 bulan. Dari hasil studi
Badan Penelitian & Pengembangan dan Dirjen PPM&PL Kmeneterian
Kesehatan di 4 provinsi, 18,6%-32,6% anak sekolah mempunyai kadar
campak dibawah batas perlindungan, sehingga dijumpai kasus campak
pada anak usia sekolah. Beberapa provinsi masih melaporjan kejadian
luar biasa (KLB) campak.
Karena selain vaksinasi umur 9 bulan, vaksinasi campak diberikan
pada kesempatan kedua (Second oppurtunity pada crash program
campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6. Crash program campak
ini telah dilakukan secara bertahap (5 tahap) di semua provinsi pada
2006 dan 2007.
Selanjutnya vaksinasi campak dosis ke-2 diberikan pada program
BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yaitu secara rutin pada anak
sekolah SD kelas 1. Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-
18 bulan dan ulangan umur 6 tahun; ulangan campak SD kelas 1 tidak
diperlukan. Vaksin Campak diberikan dengan dosis 0.5cc subkutan pada
lengan atas kiri (deltoid).
23
Infeksi Intrakranial
c. MMR
Vaksin MMR disuntikkan pada umur 15-18 bulan, dengan jarak
minimal 6 bulan antara vaksinasi campak (umur 9 bulan) dan MMR.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan banyak lembaga penelitian termuka
di Amerika Serikat dan Eropa melalui berbagai kajian epidemiologi dan
statistik menyatakan tidak ada hubungan antara MMR dan autisme.
Apabila seorang anak telah mendapat vaksinasi MMR pada umur
12-18 bulan dan 6 tahun, maka vaksinasi campak tambahan pada umur 5-
6tahun tidak perlu diberikan. Ulangan vaksinasi MMR diberikan pada
umur 6 tahun. Penyuntikan Vaksin MMR diberikan secara
intramuskular/subkutan.
d. Hib
Vaksin Hib disuntikkan pada umur 2, 4 dan 6 bulan, dapat
diberikan dalam bentuk vakisin kombinasi DPT-Hib, DPT-Hib-Polio.
Vaksin Hib perlu diulang pada umur 15 bulan. Apabila anak datang pada
umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.
Pemberian vaksin kombinasi, bertujuan mempersingkat jadwal
vaksinasi, mengurangi kunjungan. Selain vaksin kombinasi DPT dengan
Hib, Kementerian Kesehatan memberikan vaksin kombinasi DPT dengan
Hepatitis B. Pemberian vaksin Hib dilakukan pada paha mid anterolateral
bila usia kurang dari 2 tahun, bila usia lebih dari 2 tahun disuntikkan
pada deltoid.
e. PCV
Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia,
yaitu vaksin pneumokokus polisakarida murni 23 serotipe disebut
pneumococcal polysacharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus
generasi kedua berisi vaksin polisakarida konjugasi 7 serotipe yang
disebut pneumococcal conjugate vaccine (PCV7). Dalam waktu dekat, akan
masuk dan beredar ke Indonesia bvaksin polisakarida konjugasi 10
serotipe (PCV 10) dan serotipe 13 (PCV13).
Vaksin polisakarida konjugasI (PCV 7,10 dan 13) atau dikenal
sebagai imunisasi untuk IPD (Invasive Penumococcus Disease) dapat
24
Infeksi Intrakranial
disuntikkan mulai umur 2 bulan dan kekebalan berlangsung lama.
Sedangkan Vaksin penumokokus polisakarida murni 23 serotipe (PPV23),
diperuntukkan pada lansia (umur >60tahun).
Vaksin PCV diberikan sejak usia 2 bulan sampai 9 tahun. Dapat
diberikan bersama vaksin lain misalnya DPT, TT, Hib, Hepatitis B,MMR
atau Varicella, menggunakan spuit terpisah. Setiap vaksin diberikan pada
sisi badan yang berbeda. Vaksin PCV diberikan dengan dosis 0.5cc secara
intramuskular.
A. Meningitis
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)
disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial
otak dan medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan
subaraknoida dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening
medula spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu
merupakan suatu proses serebrospinal.7
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis merupakan
peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan
meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah
leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS).8
Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun sudah ada
kemoterapeutik, yang secara in vitro mampu membunuh mikroorganisme penyebab
infeksi tersebut. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0-14 tahun karena
di usia inilah resiko cenderung menjadi besar. Ini akibat infeksi Haemophilus influenzae
maupun Pneumococcus.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada airan otak, meningitis dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan purulenta. Meningitis serosa adalah radang
selaput otak arakhnoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus,
Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
25
Infeksi Intrakranial
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia,
Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.
Sauran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan ini. Bakteri-bakteri
ini disebarkan padaorang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-
sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur hematogen, memperbanyak diri dalam
diri didalam darah, masuk ke dalamcairan serebrospinal selanjutnya memperbanyak
dir didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Meningitis bakterialis lebih sering terjadi pada anak-anak. Infectious agent
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu.
Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme yang paling menyebabkan
meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan.
Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan – 12 tahun disebabkan
oleh H.influenza, Streptococcus pneumoniae atau Neisseria meningitidis. Pada anak-anak
berusia lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya terjadi akibat infeksi S.pneumoniae,
atau N.meningitidis. Penyebab tersering merupakan dari bakteri. Gejala meningitis
berbeda pada masing-masing usia.
1. neonatus, bayi premature. Gejala tidak khas
- demam, pada 50% kasus saja
- tidak mau minum
- ikterus dan sepsis (sepsis pada neonatus selalu curigai meningitis)
- lemah, kesadaran menurun, napas tidak teratur, muntah-muntah
- UUB tegang dan membonjol
2. bayi 3 bln- 2 th
- demam, muntah-muntah, gelisah
- high-pitched cry
- kejang berulang
3. anak dan dewasa, tanda-tanda mulai khas
- demam, muntah, sakit kepala, fotofobi
26
Infeksi Intrakranial
- mengantuk, penurunan kesadaran sampai koma
- kejang
- kaku kuduk +, Brudzinski dan Kernig +
Gambar 6. Gejala Klinis Meningitis
Berbeda dengan meningitis bakterialis, meningitis tuberkulosa memiliki 3 fase:
1. fase prodromal
- berlangsung 2-3 minggu
- demam tidak terlalu tinggi, malaise, muntah
- belum ada gangguan neurologist
2. fase transisi/ meningitik
- saraf otak yang terkena: III, IV, VI, VII
- gejala neurologik nyata: meningismus, sefalgia, muntah-muntah, paresis,
klonus pada patella, sopor, Brudzinski dan Kernig +, refleks abdomen –
3. fase paralitik
- fase percepatan penyakit
- penurunan kesadaran bisa sampai koma
- pupil tidak bereaksi
- spasme klonik pada ekstremitas
- demam tinggi, napas tidak teratur
- hidrosefalus pada 2/3 kasus
27
Infeksi Intrakranial
Ketiga fase tersebut tidak jelas batas-batasnya, biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum terapi sebelum pasien meninggal.
Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great
Britain (1948) :
1. Stadium I :
Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. GCS 15, tidak
didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Tanpa defisit fokal. Penderita tampak
tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.
2. Stadium II :
Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal, GCS 11-14
3. Stadium III :
Gejala diatas disertai penurunan kesadaran, GCS ≤ 10.11
Kriteria diagnostik dari meningitis TB menurut Thwaites dkk dalam Journal of
Infectious Disease 2005 adalah:
1. Definitif :
Klinis meningitis / meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Pewarnaan BTA + pada CSS (secara mikroskopis) dan atau kultur + untuk M.
Tuberkulosis dan atau PCR TB positif.
2. Probable
Klinis meningitis atau meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Salah satu dari
BTA ditemukan pada jaringan lain
Foto torak sesuai dengan TB paru aktif
3. Possible
Klinis meningitis atau meningoensefalitis
Analisa CSF tidak normal
Salah satu dari :
Riwayat TB
Sakit > 5 hari
28
Infeksi Intrakranial
Gangguan kesadaraan
Tanda neurologis fokal
Dominasi mononuklear pada CSS
Rasio glukosa serum dengan LCS <0,5, CSS berwarna kekuningan
(xantokrom) 11
Patogenesis
1. hematogen. Didahului infeksi awal dari tempat lain seperti faringitis, tonsillitis,
infeksi gigi, dan endokarditis
2. perkontinuitatum. Berasal dari sinusitis, mastoiditis, abses otak
3. implantasi langsung seperti pada trauma kepala terbuka, bedah otak, dan punksi
lumbal
4. pada neonatus dapat terjadi dari aspirasi cairan amnion atau juga transplasental.
Patofisiologi pada meningitis tuberkulosa agak berbeda dengan meningitis
bakterialis dan ensefalitis. Penyebaran basil secara hematogen, dari infeksi terutama
saluran napas, akan membentuk tuberkel di meningen atau medulla spinalis. Adanya
rangsangan seperti trauma, system imun yang turun, atau mungkin tanpa rangsangan,
akan menyebabkan tuberkel pecah sehingga basil dan antigennya masuk ke ruang
subaraknoid atau ventrikel, menyebabkan reaksi peradangan.
Diagnosa pasti dengan pemeriksaan CSF dengan punksi lumbal. Karena meningitis
bacterial bersifat progresif maka bisa didapatkan hasil normal. Namun perlu dilalukan
ulangan setelah 8 jam pada anak dengan sepsis dan demam tidak turun-turun serta
terdapat rangsang meningeal. Gambaran hari I, sel PMN dominant sampai 95%, protein
akan meningkat sampai 75%, serta glukosa bisa menurun sampai 20% atau negative.
Pada meningitis bakterialis diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, riwayat
kontak dengan pasien TBC, serta kultur CSF ditemukan BTA.
Etiologi
1. Meningitis Viral
29
Infeksi Intrakranial
Enteroviruses
menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.
Enterovirus merupakan family Picornaviridae dan termasuk
echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah
enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering,
sama dengan prevalensi rhinoviruses (flu biasa)
Enterovirus sering di musim panas dan awal musim gugur,
kecenderungan mereka untuk menyebabkan infeksi selama bulan-
bulan hangat karena merupakan faktor reisko utama dalam
insiden meningitis aseptik
Arbovirus
menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara
Penularan karena paparan nyamuk atau kutu
Jumlah infeksi tertinggi di musim panas dan awal musim gugur,
karena populasi nyamuk tinggi.
Kejang lebih sering terjadi dengan meningitis arboviral
dibandingkan dengan kelompok lain dari virus.
Cacar/mumps:
Family dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama
dari meningitis dan meningoensefalitis.
Laki-laki 16-21 tahun berada pada risiko tertinggi untuk terkena
infeksi ini , dengan 03:01 pria / wanita rasio
Virus keluarga herpes:
HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6 secara
kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan
HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.
Lymphocytic choriomeningitis virus:
LCMV masuk ke dalam keluarga arenaviruses. Saat ini adalah
jarang penyebab meningitis, virus ditransmisikan ke manusia
melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi mereka. Mereka
berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium, pemilik
binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.
Adenovirus:
30
Infeksi Intrakranial
Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada
individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama
pada pasien AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan
infeksi saluran nafas atas.
Campak:
Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.
Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan
perkuliahan.
2. Meningitis Bakterialis
Neisseria meningitidis
Menyebabkan meningococcal meningitis, meningitis yang umum terjadi
pada anak-anak dan remaja, dan merupakan satu-satunya meningitis
yang menyebabkan KLB.
Bakteri ini sangat mudah menular dan hanya terdapat pada manusia.12, 13
Dua belas jenis kelompok bakteri ini telah diidentifikasi, 5 diantaranya
(yang dapat menyebabkan KLB) adalah kelompok A, B, C, W135 dan X.13
Haemophilus influenzae
Penyebab utama meningitis pada bayi dan anak-anak di bawah usia 6
tahun sebelum tahun 1986.12
Streptococcus pneumonia
Merupakan penyebab utama meningitis pada anak-anak pada masa
sekarang.
Bakteri ini berasal dari infeksi sinus atau telinga atau pneumonia.11
Listeria monocytogenes
Merupakan bakteri yang berada di sekitar kita.
Bakteri ini tidak dengan mudah menginfeksi orang, tetapi wanita hamil
sangat beresiko terinfeksi bakteri ini.12
Staphylococcus aureus dapat terlihat saat mengalami luka di kepala atau bedah
otak.12
Epidemiologi
31
Infeksi Intrakranial
Virus encephalitis B Japaneese, patogen tersering pada meningitis virus di dunia,
menyebabkan lebih dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan
menyebabkan 200-300 kali penjumlahannya dari infeksi subklinis.
Kejadian meningitis bakteri diperkirakan sekitar 5 sampai 10 kasus per 100.000
orang per tahun.* Meningitis bakteri jauh lebih umum di negara-negara berkembang
dan di kawasan-kawasan geografis tertentu, seperti di Afrika, dimana kejadian yang
diduga adalah 70 kasus per 100.000 orang per tahun. Sejak tahun 1960, kejadian
penyakit meningococcal setiap tahun di Amerika Serikat adalah 0,9 sampai 1,5 per
100.000 penduduk. Kejadian ditemukan paling tinggi pada bayi-bayi yang berusia di
bawah 1 tahun, dimana 7,1 kasus per 100.000 penduduk dilaporkan pada tahun 2001,
dibandingkan dengan hanya 1,8 per 100.000 orang yang berusia 1-4 tahun, 0,7 pada 5-
17 tahun dan 0,7 pada 18-34 tahun.
Menurunnya tingkat meningitis bakterialis secara drastis dapat diperkirakan
akibat Hemophilus influenzae tipe b yang juga menurun secara dramatis sejak
ditemukannya vaksin H. influenzae.* Dengan meluasnya penggunaan vaksin konyugat
H. influenzae tipe b yang dimulai tahun 1990, kejadian penyakit infeksi H. influenzae
tipe b diantara anak-anak balita berkurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk di era
vaksin menjadi 0,3 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1996. Pada tahun 1996,
kejadian penyakit invasif H. influenzae tipe b, seperti meningitis dan sepsis, pada anak-
anak balita telah berkurang lebih dari 99 persen.
Adapun faktor risiko tinggi ditemukan pada:
- anak-anak usia di bawah 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering daripada anak
perempuan. Anak dengan BBLR, prematur, dan malnutrisi lebih rentan
- orang-orang yang tinggal di suatu komunitas padat seperti asrama, kamp
militer, dan tempat penampungan anak
- kehamilan, dimana L. monocytogenes merupakan penyebab tersering dari
meningitis pada saat kehamilan. Partus lama, ketuban pecah dini (terlebih
jika ketuban berwarna hijau dan bau), infeksi pada masa akhir kehamilan
akan mempermudah terjadinya sepsis
- Orang-orang yang bekerja atau selalu terpapar dengan binatang
- Imunodefisiensi, atau pemberian imunosupresan
Tatalaksana
32
Infeksi Intrakranial
Meningitis bakterialis:
- antikonvulsi: Diazepam IV 0.2-0.5mg/kgBB. Bila kejang telah berhenti
dilanjutkan dengan Fenolbarbital IM 10-20mg/kgBB selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari. Bila kejang belum berhenti
dengan 2x diazepam, lanjutkan dengan Fenitoin IV 10-20mg/kgBB/menit,
dan 5mg/kgBB/hari 24 jam kemudian.
- Kortikosteroid: Dexamethasone IV 0.5mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0.5 mg/kgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 4 hari. Diberikan 30
menit sebelum pemberian antibiotika. Terbukti mengurangi mortalitas dan
kecacatan pada kasus ringan dan sedang.
- Antibiotik: sebelum ada hasil biakan, berikan Ampisilin 200-300mg/kgBB/
hari dan kloramfenikol 100mg/kgBB/hari pada anak dan 50mg/kgBB/hari
pada neonatus secara IV. Lama terapi pada bayi dan anak 10-14 hari,
sedangkan pada neonatus selama 21 hari. Setelah ada hasil biakan,
sesuaikan antibiotic dengan hasil tersebut.
- Suportif: cairan IV bila terdapat asidosis. Kompres atau Paracetamol
10mg/kgBB/hari untuk antipiretik.
Meningitis tuberkulosa:
- OAT: INH oral 10-20mg/kgBB/hari, maks 300mg/hr, selama 12 bulan.
Rifampisin oral 10-20mg/kgBB/hr sebelum makan selama 12 bulan. PZA
oral 20-40mg/kgBB/hr, maks 2g/hr selama 2 bulan. Etambutol
15-25mg/kgBB/hr, maks 2.5g/hr selama 12 bulan.
- Kortikosteroid sebagai terapi adjuvan: prednisone 1-2mg/kgBB/hr selama
4 minggu dan tapering off selama 4 minggu kemudian
- Terapi suportif
Upaya rehabilitasi medis, seperti terapi bicara, fisioterapi, terapi okupasi, perlu segera
dilakukan begitu memungkinkan.
Komplikasi
33
Infeksi Intrakranial
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari meningitis antara lain :
1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma atau kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena
adanya infeksi oleh kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal
yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinal.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah
di otak.
7. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena
adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada
jaringan otak.
8. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
9. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental
yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.
Prognosis
Sangat tergantung dari factor resiko dan cepatnya penanganan yang tepat.
Prognosis pada pasien berumur <3th umumnya buruk. 18% dari kasus yang hidup
memiliki gejala2 neurologik, namun kecerdasan tetap normal.
B. Ensefalitis
34
Infeksi Intrakranial
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme
(Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat
terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik
atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
Infeksi virus yang bersifat endemic:
1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-
vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. 17
Gejala ensefalitis terkenal dengan trias ensefalitis yaitu demam, kejang, dan
penurunan kesadaran. Selebihnya gejala-gejala ensefalitis adalah adanya demam akut,
dengan kombinasi kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis
dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski +, gerakan involunter, ataxia,
nystagmus, kelemahan otot-otot wajah. Sebelumnya, ensefalitis biasa diawali dengan
gejala-gejala ISPA, atau penyakit GIT.
Apabila ditemukan gejala tersebut beserta gejala2 meningitis, kemungkinan
pasien terkena meningo-ensefalitis, dimana peradangan pada otak sudah meluas
sampai ke selaputnya.
Pemeriksaan Penunjang ensefalitis:
1. Biakan: Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Dari LCS akan didapat gambaran jenis kuman
dan sensitivitas terhadap antibiotika. Dari feses untuk jenis enterovirus sering
35
Infeksi Intrakranial
didapat hasil yang positif. Dari swap hidung dan tenggorokan juga sering didapat
hasil kultur positif.
2. Pemeriksaan serologis: uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.
IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah: terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal: LCS sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan
kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal
Tekanan LCS Protein Hitung Sel Glukosa
Meningitis
bakterialis
↑ ↑↑ >50 PMN Rendah
Meningitis
viral
N N atau ↑ Lifosit N
Meningitis
tuberculosis
N atau ↑ ↑ Pleositosis
atau
limfositosis
Rendah
Ensefalitis N atau ↑ ↑ Limfositosis N
LCS Normal Bakteri Virus TBC Toxoplasma Jamur
Warna Jernih Keruh/ jernih Jernih- jernih Jernih
36
Infeksi Intrakranial
purulen keruh
∑ sel <4 100-10.000 - 10-500 - 25-500
Sel
dominan
L PMN M L/M M M
Tekanan
(mmH2o)
70- 180 ↑↑ N N/↑↑ N/ ↑↑ ↑↑↑
Protein
(mg/dl)
<50 ↑↑ N/ sedikit
↑
↑↑ N ↑↑
Glukosa
(mg/dl)
50-75 ↓↓ N/↓ ↓↓ N ↓↓
Tabel 3. Perbandingan hasil Lumbal Pungsi
Patofisiologi
Virus masuk melalui gigitan nyamuk atau udara ke dalam tubuh manusia menuju
system limfatik dan berkembang biak. Selanjutnya virus melalui darah menuju SSP. Ada
yang menyebabkan destruksi langsung pada sel neuron, ada juga yang karena reaksi
antigen antibody jaringan saraf menyebabkan demyelinisasi, kerusakan vaskuler dan
perivaskuler. Keduanya akan menyebabkan timbulnya gejala2 neurologik.
37
Infeksi Intrakranial
Gambar 8. Patofisiologi Ensefalitis
Epidemiologi
Kasus ensefalitis ditemukan meningkat pada musim hujan, mengingat vector
penularan virus arbovirus dan entero virus merupakan nyamuk. Di Amerika dilaporkan
jumlah pasien ensefalitis sebanyak 0.59 per 100.000 penduduk dengan factor resiko
anak umur 5-14 tahun sebanyak 32%, 15-64 tahun 19% dan di atas 64 tahun sebanyak
12%. (Farley, 2006) Sedangkan di Jepang dilaporkan pasien ensefalitis sebanyak 3.3 per
100.000 penduduk dan insiden ensefalitis post vaksinasi pada anak berumur di bawah
4 tahun sebanyak 6.6 per 100.000 penduduk. (Hom J, 2006)
Tatalaksana
- antikonvulsi: diazepam IV 0.3-0.5mg/kgBB, rectal 5 -10 mg, fenolbarbital 8-
10mg/kgBB/hari dosis awal dan dosis maintenance 4-5mg/kgBB/hari
- Antiviral : jika sangat dicurigai HSV terapi dengan acyclovir
60mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis untuk neonatus dan anak-anak
sampai usia 12 tahun. Remaja & dewasa, 30mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3
dosis. Jika dicurigai penyebabnya adalah CMV ensefalitis diberikan
Gancyclovir 7-10mg/kgBB/kali.
- Pemberian kortikosteroid pada ensefalitis tidak dianjurkan.
- Antipiretik : Paracetamol 1-15mg/kgBB/hari, kompres
- menurunkan TIK: manitol IV 1.5-2mg/kgBB selama 1 jam setiap 12 jam.
- Antibiotik bila didapatkan infeksi sekunder
- Suportif, seperti koreksi cairan dan elektrolit, serta makanan tinggi kalori
protein
Prognosis
Angka kematian 35-50% sedangkan pasien hidup dengan gejala sisa terdapat
sebanyak 20-40%. Gejala sisa dapat berupa parestesis/ paralysis, epilepsy, RM,
gangguan tinggah laku, korea, gangguan pengelihatan dan gangguan pendengaran.
C. Abses Serebri
38
Infeksi Intrakranial
Abses serebri merupakan infeksi pyogenik yang terbatas pada jaringan
parenkimal otak. 40% Infeksi supuratif pada jaringan parenkimal otak berasal dari
infeksi lokal yang berdekatan (sinus paranasal, telinga tengah dan sel mastoid).
Disamping itu perlu dipertimbangkan juga penyebab sekunder dari infeksi paru
supuratif (abses paru, bronkiektasis dan endokarditis bakterialis). Diperkirakan insiden
abses otak relatif tetap stabil di era antibiotik.13 Abses bisa berasal dari organisme
aerobik gram + (Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus) dan juga gram – (E.coli, H.
influenzae, Pseudomonas), organisme anaerobic, jamur, dan parasit seperti E.
hystolitica. Perlu diperhatiknan pada abses otak sering terjadi peningkatan TIK
sehingga pemeriksaan dengan punksi lumbal biasanya tidak dilakukan karena bahaya
herniasi. Penegakan diagnosis sering dilakukan dari gejala klinik, lekositosis,
peningkatan LED, serta dengan CTscan dimana ada pelebaran sutura. Biopsy dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan tumor, sedangkan untuk mengetahui organisme
penyebab.
Sekitar 1/3 dari seluruh kasus abses otak adalah akibat metastatis (hematogen),
dan 20% kasus dengan sumber yang tidak diketahui. Diagnosis dini dan terapi yang
adekuat dan tepat dapat memberikan prognosis yang baik.13
Etiologi
Sebenarnya, penyakit abses otak jarang terjadi. Biasanya merupakan akibat dari :
Adanya penyebaran infeksi di bagian lain dari kepala (misalnya gigi, hidung, atau
telinga).
Adanya cedera kepala yang menembus ke otak.
Adanya infeksi di bagian tubuh yang lain, yang disebarkan melalui darah.
Sinusitis radang rongga paranasal,
Sinusitis frontalis dan sinusitis maksilaris,
Infeksi mata,
Infeksi wajah, dan lain-lain.
Patogenesis13
Mekanisme infeksi pada abses serebri:
Penyebaran langsung dari fokus primer (>50% kasus), seperti sinusitis, infeksi gigi,
telinga tengah, mastoid, yang dapat langsung menembus duramater atau tidak
langsung mengikuti vena.
39
Infeksi Intrakranial
Penyebaran melalui darah (25% kasus), berasal dari infeksi primer paru, jantung,
dan kulit. Separuh dari seluruh kasus abses hematogen berhubungan dengan
infeksi kronis paru (bronkiektasis, abses paru).
Paparan langsung organisme sebagai akibat trauma tembus kepala atau komplikasi
tindakan bedah saraf (35-40% kasus).
Stadium pembentukan abses serebri :
Stadium serebritis awal (hari 1-3) reaksi radang perivaskular yang
mengelilingi daerah nekrotik, disertai edema.
Stadium serebritis lanjut (hari 4-9) munculnya fibroblas dan neovaskular
di tepi daerah nekrotik.
Stadium pembentukan kapsul awal (hari 10-13) pembentukan lapisan
fibroblas yang sempurna dengan serebritis yang menetap dan
neovaskularisasi.
Stadium pembentukan kapsul lanjut (>hari 14 ) penebalan kapsul yang
kaya akan kolagen yang reaktif.
Manifestasi Kinik
Abses otak biasanya muncul sebagai suatu proses subakut dan gejala timbul dalam
waktu 2 minggu. Tetapi bila lokasi di temporal cukup luas, maka gejala dapat timbul
secara akut (hari) atau kronik (bulan). Hal ini tergantung dari penekanan efek massa di
otak.12
Trias gejala klinis yang klasik adalah sakit kepala (75%), demam (40-80%) dan
defisit neurologis fokal (50%). 4-6
Sign or Symptom Approximate FrequencyHeadache ~ 75%Mental Status Change ~50%Fever 40 – 80% (higher % in children)Motor Weakness (e.g Hemiparesis) 30%Cranial Nerve Palsies 15 – 30%Seizures 25 – 45%Nause & Vomiting 20 – 50%Nuchal Rigidity 25 – 30%Papilloedema 25 – 30%Aphasia ~10%
40
Infeksi Intrakranial
Table 4. Frequency of Common Signs & Symptoms in Brain Abscess
Manifestasi klinis lebih dominan akibat tekanan intrakranial yang meningkat
dibandingkan dengan tanda-tanda infeksi. Variasi gejala tergantung antara lain oleh :
derajat virulensi, status imunologis, lokasi abses, jumlah lesi dan adanya meningitis /
ruptur ventrikel. Abses serebellum ditandai dengan nistagmus, ataksia ipsilateral dan
dismetria, muntah dan sakit kepala. Jika abses pecah ke dalam rongga ventrikel, syok
berat dan kematian biasanya terjadi.
1. Sakit kepala. Paling sering dijumpai, biasanya menetap.
2. Muntah. Sering pada pagi hari karena selama tidur CO2 meningkat menyebabkan
aliran darah meningkat dan TIK juga meningkat.
3. Papiledem. Ditemukan pada 40% kasus. Tidak ditemukan pada pasien < 2th
4. Kejang
5. Iritabel, mengantuk, stupor, rangsang meningeal. Bila disertai penurunan
kesadaran, prognosis bisa menjadi buruk.
6. Demam, lekositosis
Diagnosis
Jumlah sel darah putih dapat normal atau meningkat, dan biakan darah adalah
positif hanya pada 10% kasus. Pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS) menunjukkan
hasil yang berbeda-beda; sel darah putih dan protein dapat normal atau sedikit
meningkat. Glukosa mungkin sedikit rendah dan biakan LCS jarang positif. Karena
pemeriksaan LCS jarang berguna dan pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi tonsil
serebellum, tindakan ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak yang dicurigai abses otak.
Pada lebih dari 80% kasus, pemeriksaan EEG memperlihatkan pelambatan setempat.
Pemeriksaan menggunakan CT-scan dan MRI merupakan metoda yang paling dapat
dipercaya untuk memperagakan pembentukan serebritis dan abses.
Terapi
Manajemen awal abses otak adalah diagnosis segera dan pemberian regimen
antibiotik yang didasarkan atas kemungkinan penyebab dan organisme yang paling
mungkin. Dalam kasus dimana penyebab belum diketahui, digunakan kombinasi
41
Infeksi Intrakranial
Nafsilin atau Vankomisin dengan antibiotik golongan Sefalosporin generiasi III dan
metronidazol. Pilihan antibiotik harus diubah bila hasil biakan dan sensitivitas tersedia.
Abses akibat dari luka tembak, trauma kepala, atau sinusitis harus diterapi dengan
kombinasi Nafsilin atau Vankomisin, Cefotaxime dan Metronidazol, sedangkan terapi
awal lesi akibat dari penyakit jantung sianosis adalah penisilin dan metronidazol.
Abses akibat shunt ventrikulo-peritoneum yang terinfeksi pada mulanya dapat
diterapi dengan Vankomisin dan Seftazidim. Bila otitis media atau mastoiditis
merupakan penyebab yang mungkin, Nafsilin atau Vankomisin bersama dengan
Seftazidim dan Metronidazol terindikasi. Pada asus dimana meningitis sitrobakter
(sering pada neonatus) yang menyebabkan abses, sefalosporin generasi III digunakan
dan aminoglikosida dipertimbangkan.
Pada penderita dengan tanggap imun yang lemah, digunakan antibiotik
spektrum luas, dan terapi amfoterisin B harus dipertimbangkan. Manajemen bedah
abses otak telah berubah sejak adanya CT-san. Pada awal stadium serebritis atau
dengan abses multiple, dapat digunakan antibiotik saja. Lama terapi antibiotik
tergantung pada organisme dan respons terhadap terapi, namun biasanya memerlukan
3 sampai 4 minggu.
Prognosis
Mortalitas abses telah menurun secara bermakna sekitar 5 – 10% dengan
penggunaan CT-san atau MRI dan antibiotik segera serta manajemen bedah. Faktor-
faktor yang terkait dengan mortalitas yang tinggi pada saat masuk adalah abses
multiple, koma dan kurangnya fasilitas CT-scan. Skuele jangka panjang terjadi pada
setidaknya pada 50% dari penderita yang bertahan hidup dan meliputi hemiparesis,
kejang, hidrosefalus, kelainan saraf kranialis dan masalah belajar dan perilaku.
D. Meningo-Ensefalitis
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis).
Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan
otak.
42
Infeksi Intrakranial
Epidemiologi
Diperkirakan insiden tahunan di UK sebesar 4 per 100,000. Infeksi paling sering
berat pada anak-anak dan orang tua. Herpes simpleks dapat menyebabkan limfositik
meningitis jinak pada orang dewasa, tapi biasanya menghasilkan ensefalitis berat pada
neonatus.13
Etiologi
Etiologi meningonecephalitis sama dengan etiologi encephalitis. Infeksi HIV
meningkat dengan tajam; toxoplasmic meningoencephalitis merupakan satu dari infeksi
oportunistik yang dapat terlihat pada pasien yang terinfeksi HIV.5
Meskipun HSV 1 (biasanya, tipe 2) dapat menyebabkan meningoencephalitis,
gambarannya sangat jelas berbeda dengan infeksi virus B, penyakit SSP yang
disebabkan oleh cercopithecine herpes virus 1, suatu jenis virus yang sangat dekat
dengan HSV. Virus ini menyebabkan meningkatnya kejadian encephalomyelitis pada
dokter hewan, petugas laboratorium, dan orang-orang yang sering kontak dekat dengan
kera yang berasal dari belahan timur bumi atau kontak dengan kultur sel kera. Setelah
masa inkubasi yang berlangsung antara 3 hari sampai dengan 3 minggu maka akan
terjadi demam akut disertai dengan sakit kepala, lesi lokal berbentuk vesikuler,
lymphocytic pleocytosis dan berbagai pola gejala neurologis yang berbeda.13
Diagnosis13-15
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala meningitis seperti
demam, sakit kepala, kekakuan pada leher, vomiting, diikuti oleh penurunan
kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda-tanda neurologik, tanda
peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatri. Mungkin juga
gejala-gejala yang muncul berhubungan dengan infeksi di bagian tubuh lain.
Gejala–gejala ensephalitis yang muncul berupa gejala peningkatan tekanan
intrakranial seperti sakit kepala, vertigo, nause, konvulsi dan perubahan mental.
Gejala lain yang mungkin timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik,
dan kekakuan leher.
Penegakan diagnosis dilakukan dengan prosedur seperti yang dilakukan pada
meningitis dan eksefalitis diantaranya pemeriksaan cairan serebrospinal;
43
Infeksi Intrakranial
pemeriksaan darah termasuk didalamnya kultur; pemeriksaan imaging,
diantaranya CT scan, MRI dan elektroencephalogram
Diagnosis banding13-15
Meningitis
Behcet's syndrome
Systemic lupus erythematosus
Multiple sclerosis
Syphilis
Intracerebral tumour
Leukemia
Lymphoma
Prognosis
Prognosis tergantung pada umur pasien dan penyebab yang mendasari. Prognosis
terburuk terjadi pada pasien herpes simplex encephalitis dan subacute sclerosing
panencephalitis.13-15
Bab 3. Penutup
Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan
kondisi yang mengancam jiwa. prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis
pathogen yang menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan
anti biotic yang efektif secepat mungkin.
Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan
sekuelae yang bernakna pada penderita.
Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting dalam pengobatan
meningitis bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik.
Oleh karena analisis LCS, biopsy, dan analisis laboratorium merupakan Gold
standard untuk mengidentifikasi pathogen penyebab meningitis, neuroimaging
merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menggambarkan letak lesi pada
otak dan medulla spinalis. Gambaran pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan
44
Infeksi Intrakranial
menentukan tatalaksana terapi selanjutnya. khususnya, neuroimaging memiliki peran
yang sangat penting pada penyakit-penyakit oportunistik, bukan hanya untuk
penegakan diagnosis, namun juga untuk memantau respon terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1) Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna. Mekanisme Infeksi
Susunan Saraf. Jakarta: ECG.2008. hal.312-313
2) Moore KL, Agur AM. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
3) Susunan Saraf. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 303-331.
4) Fauci, Branwald, Kasper et al. Infection Disease; Harison’s Principle of Internal
Medicine 17th Ed, 2008.
5) Stephen J, Mc Phee MD, William F MD, Nervous System Disorder , Lange
Pathophisiology. Mc Graww Hill, 2006.
6) Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2006; 161-167.
45
Infeksi Intrakranial
7) Workshop Neuro-Infeksi 1 “Hand out workshop Neuro-infeksi”. Jakarta:
Perhimpunan dokter spesialis saraf. Feb 2011.
8) Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. FK Bagian Bedah Universitas
Sumatera Utara. library. usu.ac.id/ download/ fk/ bedah-iskandar%20japardi23.
pdf. Diakses pada 22 Maret 2011
9) WHO (World Health Organization). Meningococcal Meningitis. Desember
2010.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs141/en/index.html. diakses
pada 22 Maret 2011
10)Tidy C. Encephalitis and Meningoencephalitis. Update Oct. 30, 2010. Available at.
http://www.patient.co.uk
11)Pujiadi, Hegar,dkk. Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.
Jakarta. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2013.hal.32-34.
12)Karen.M, Robert.K,dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta.2011.hal.743-
770.
13)Irawan M, Setyo H,dkk. Tata Laksana Kejang pada Bayi dan Anak. Semarang. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.2013.hal.59-79.
46