Download - ILMU KALAM
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas tentang keesaan ALLAH, yang berisi keyakinan-
keyakinan kebenaran agama yang di perintahkan melalui a Ilmu kalam atau metodologi termasuk
salah satu bidang studi Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh
masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam
menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Keberuntungan atau kegagalan
seseorang dalam kehidupannya sering dilihat dari sisi teologi. Dengan kata lain, berbagai
masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut teologi.
Hal tersebut diatas merupakan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti secara leebih
seksama. Itulah sebabnya telah banyak karya ilmiah yang ditulis para ahli dengan mengambil
tema kajian masalah teologi, dan itu pula yang selanjutnya teologi menjadi salah satu bidang
kajian islam mulai dari tingkat pendidikan dasar, sampai dengan pendidikan tinggi.
Pada bagian ini, pembaca akan diajak untuk mengkaji secara saksama model penelitian ilmu
kalam yang dilakukan para ahli, baik penelitian pemula, maupun penelitian lajutan yag bersifat
deskriptif anallitis, dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian Ilmu Kalam tersebut.
rgument-argumen rasional,
jika pembahasan ilmu kalam hanya berkisar pada keyakinan-keyakinan tanpa adanya argument-
argumen yang rasional maka lebih spesifik disebut dengan ilmu tauhid / aqidah.
2
Dalam membahas ilmu kalam pastilah ada sejarah munculnya dan metode pemikiran-
pemikiranya.Oleh karena itu, dalam makalah ini menjelaskan metode-metode pembahasan ilmu
kalam oleh aliran-aliran/golongan-goolongan tertentu secara singkat.
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Ilmu Kalam
B. Perkembangan Ilmu Kalam
C. Sumber Pemikiran Ilmu Kalam
D. Bagaimana Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim
E. Macam-Macam Metode Pemikiran Menurut Golongan-Golongan
F. Macam-Macam Studi Kritis Ilmu Kalam
3
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu Kalam
Menurut ibn Khaldun ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alas an-alasan yang
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh berpendapat
bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan
pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun
Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Berdasarkan batasan tersebut tampak terlibat bahwa Ilmu Kalam (theolpgi) adalah ilmu yang
pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Namun pada perkembangan selanjutnya
ilmu theology berbicara tentang berbagai masalah tentang keimanan seperti iman, kufur,
musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dan berbagai kenikamatan dan penderitaanny, serta
hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-Qur‟an, status orang-orang yang tidak
beriman dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini,
maka theology dinamai pula ilm u tauhid, ilmu ushuluddin, ilmu „aqoid, dan ilmu ketuhanan.
Dari beberapa pendapat diatas segera dapat diketahui bahwa theology adalah ilmu yang secara
khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang
menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana
carra-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.
4
B. Model - Model Penelitian Ilmu Kalam
Secara garis besar, penelitian ilmu kalam dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama,
penelitianyang bersifat daar dan pemula, dan kedua, penelitian yang bersifat lanjutan atau
pengembangan dari penelitian model pertama. Penelitian model pertama ini sifatnya baru pada
tahap membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada Al-Qur‟an dan
hadits serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi.
Sedangkan pnelitian model kedua sifatnya hanya mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu
kalam dengan menggunakan bahan rujukan yang dihasilkan oleh penelitian model pertama.
Melalui penelitian model pertama dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusun oleh
para ulama selaku [eneliti pertam yang sifat dan keadaannya telah disenutkan diatas. Dalam
kaitan ini kita jumpai berbagai karya hasil penelitian pemula sebagai berikut.
1) Penelitian Pemula
a. Model Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al- Samarqandy
Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarqandy telah
menulis buku teologi berjudul Kitab al-Tauhid. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat
hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang detail dan
rumit dibidang ilmu kalam. Diantaranya dibahas tentang cacatnya taklid dalam hal beriman, serta
kewajiban mengetahui agama dengan dalil al-sama‟ (dalil nakli) dan dalil akli; pembahasan
tentang alam, antrophormisme atau paham jisim pada tuhan, sifat-sifat allah, perbedaan paham
diantara manusia tentang cara Allah menciptakan makhluk, paham qadariyah; qada‟ dan qadar;
5
masalah keimanan; serta tidak adanya dispensasi dalam hal islam dan iman.
b. Model Al-Imam Abi Hasan bin Isma‟il Al-Asy‟ari Al-Imam Abi Hasan Ali bin Ismail Al-
Asy‟ari yang wafat pada tahun 330 Hijriyah telah menulis buku berjjudul Maqalat al-Islamiyyin
wa ikhtilaf al-Mushollin. Buku ini telah ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin „Abd al-Hamid.
Seseorang yang ingin mengetahui sacara mendalam tentang teologi ahlu sunnah mau tidak mau
harus mempelajari buku ini. Dalam buku tersebut dibahas tentang perbedaan pendapat disekitar
penanggung arasy (hamalatul arasy), kebolehan bagi Allah dalam menciptakan alam, tentang al-
quran, perbuatan hamba, kehendak Allah, kesanggupan manusia, perbuatan manusia dan
binatang, kelahiran, imamah (kepemimpinan), masalah kerasulan, masalah keimanan, janji baik
buruk, siksaan bagi anak kecil, tentang tahkim (abitrase), hakikat manusia, alliran khawarij
dengan berbagai sektenya, Dan lain sebgainya.
c.ModelAl-ImamAl-HaramainAl-Juwainy(478H)
Imam Al-Haramain Al-Juwainy yang dikenal sebagai guru dari Imam Ghazali menulis buku
berjudul al-Syamil fi Ushul al-Din. Didalam buku ini telah dibahas tentang penciptaan alam yang
didalamnya dibahas tentang hakikat jauhar (substansi), arad (aksiden) menurut berbagai
pendapat para ahli; kitab tauhid yang didalamnya dibahas tentang hakikat tauhid, kelemahan
kaum mu‟tazilah, penolakan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki jism;
pembahasan tentang akidah; kajian tentang dalil atas kesucian Allah SWT, pembahasan tentang
ta‟wil; pembahasan tentang sifat-sifat bagi Allah; masalah ilat atau sebab.
Selain buku diatas Imam al-Haramain juga telah menulis buku berjudul Kitab al-Irsyad ila
Qawathi‟ al-Adillah fi Ushul al-„Itiqad li Imam al-Haramain al-Juwainy. Dalam buku ini dibahas
6
antara lain tentang ketentuan berpikir, hakikat ilmu, barunya alam, sifat-sifat yang wajib bagi
Allah, penentuan sifat ilmu dengan sifat maknawiwah, tentang dapat dilihatnya Allah di akhirat,
penciptaan perbuatan, paham tentang daya, tentang perbuatan yang baik dan terbaik, penetapan
tentang kenabian, tentang sifat-sifat kehidupan akhirat, tentang taubat, dan tentang imam.
f. Model Al-Ghazali (w.1111M.)
Imam Al-Ghazali telah pula menulis buku berjudul al-Iqtishad fi al-I‟tiqad. Dalam buku ini
dibahas tentang pembahasan bahwa ilmu sebagai fardlu kifayah, pembahasan tentang zat Allah,
tentang qadimnya alam, tentang bahwa pencipta alam tidak memiliki jism, karena jism
memerlukan pada materi dan bentuk; dan penetapan tentang kenabian Muhammad SAW.
g. Model Al-Amidy (551-631H)
Saif al-Din Al-Amidy menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi Ilmu Kalam. Dalam buku ini
telah dibahasa tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah, sifat-sifat nafsiyah yaitu sifat iradah,
sifat ilmu, sifat qudrat, sifat kalam dan sifat idrakat; pembahasan tentang keesaan Allah Ta‟ala,
perbuatan yang bersifat wajib al-wujud, tentang tidak ada pencipta selain Allah, tentang barunya
alam serta tidak adanya sifat tasalsul dan tentang imamah.
h.Model Al-Syahras tani Syaikh Al-Imam Al-Alim Abd Al-Karim Al-Syahrastani
menulis buku berjudul kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilmi al-Kalam. Dalam buku ini dibahas dua
puluh masalah yang berkaitan dengan teologi. Diantaranya tentang baharunya alam, tauhid,
7
tentang sifat-sifat azali, hakikat ucapan manusia, tentang Allah sebagai yang maha Mendengar
dan perbuatan yang dilakukan seorang hamba sebelum datingnya syariat.
i.Model Al-Bazdawi
Al-Bazdawi yang oleh sebagian peneliti dimasukkan sebagai kelompok Asy‟ariyah menulis buku
berjudul Kitab Ushul al-Din. Dalam buku ini dibahas tentang perbedaan pendapat para ulama
mengenai mempelajari ilmu kalam, mengajarkan dan menyusunnya, perbedaan pendapat para
ulama mengenai sebab-sebab seorang hamba mengetahui sesuatu, pancaindera yang lima,
definisi mengenai ilmu pengetahuan, macam-macam ilmu pengetahuan, pendapat ahli al-sunnah
mengenai alam sebagai sesuatu yang mencakup segala yang maujud, pembahasan tentang
keesaan Allah tanpa sekutu, tentang tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah, tentang Allah
sebagai Pencipta alam semesta, tentang bahwa Allah Ta‟ala berbicara dengan perkataan yang
sifatnya qadim, tentang kehidupan di akhirat dan masih banyak lagi masalah teologi yang
dibahas hingga mencapai 97 permasalahan.
Seluruh penelitian yang dilakukan para ulama yang hasilnya telah dituangkan dalam berbagai
bukutersebutdapatdikategorikansebagaipenelitianpemula.
2). Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti
pemula. Pada penelitian lanjutan ini, para peneliti mencoba melakukan dekripsi, analisis,
klasifikasi,dangeneralisasi.
8
a.Model abu Zahrah
Abu zahrah mencoba melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik
dan teologi yang dituangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-Mazahib al-islamiyah fi al-
siyasah wa al-„Aqaid. Ada beberapa masalah yang dikemukakan dalam dalam penelitiannya ini
yaitu, objek-objek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik
yang berdampak pada teologi. Selanjutnya, dikemukakan tentang berbagai aliran dalam mazhab
syi‟ah yang mencapai dua belas golongan, selanjutnya dikemukakan pula aliran khawarij dengan
berbagai sektenya yang jumlahnya mencapai enam aliran lengkap dengan berbagai pandangan
teologinya.
b.Model Ali Musthafa Al-Ghurabi
Ali Musthafa Al-Ghurabi, sebagaimana Abu Zahrah tersebut, memusatkan penelitiannya
pada masalah berbagai aliran yang terdapat dalam islam serta pertumbuhan ilmu kalam di
kalangan mayarakat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam karyanya berjudul Tarikh al-
Firaqal-Islamiyah waNasy‟atuilmualKalam„indalMuslimun.
c.ModelAbdAlLathifMuhammadAl-„AsyrAbd Al-Lathif Muhammad Al-„Asyr khusus telah
melakukan penelitian terhadap pokok-pokok pemikiran yang dianut aliran Ahl Sunnah. Hasil
penelitiannya ini telah dituangkan dalam karyanya berjudul al-Ushul al-Fikriyyah li Mazhab Ahl
Sunnah.
9
d.Model Ahmad Mahmud Shubhi
Ia adalah dosen filsafat Islam Fakultas adab Universitas Iskandariyah, telah melakukan penelitian
dalam bidang teologi islam yang dituangkannya dalam kitab yang berjudul fi Ilmi Kalam dalam
dua buku. Buku pertama khusus berbicara mengenai aliran mu‟tazilah lengkap dengan ajaran dan
tokoh-tokohnya. Dan buku kedua khusus berbicara tentang aliran Asy‟ariyah lengkap dengan
ajarandantokoh-tokohnya.
e. Model Ali Sami Al-Nasyr dan Ammar Jami‟iyAl-Thaliby
Keduanya telah melakukan penelitian khusus terhadap akidah kaum salaf dengan mengambil
tokoh ahmad Ibn Hambal, Al-Bukhori, Ibn Kutaibah dan Usman Al-Darimy. Dalam buku
tersebut telah diungkap tentang pemikiran kaum salaf yang berasal dari tokoh-tokohnya yang
menonjol itu. Dari kalangan ulama Indonesia yang melakukan penelitian terhadap pemikiran
teologi ulama salafiyah dilakukan oleh Abubakar Atjeh yang tertuang dalam bukunya yang
berjudul Salaf (Salaf as-Shalih Islam Dalam Masa Murni). Dalam Buku tersebut dikemukakan
tentang kelebihan salaf, pandangan salaf terhadap al-Qur‟an As-Sunnah, salaf dan keyakinan dan
hukum, juga dibahasa tentang pertumbuhan aliran yang terdiri dari sebab-sebab pertumbuhan
aliran, Ahmad bin Hambal, bantuan Asy‟ari, bantuan Maturidi, dan salaf Tabi‟in.
i.Model Harun
Nasution Salah satu hasil penelitiannya yang dituangkan dalam buku adalah buku Fi ilm-Kalam
(Teologi Islam). Dalam buku tersebut dikemukakan tentang sejarah timbulnya persoalan-
persoalan teologi dalam islam, tentang berbagai aliran teologi islam lengkap dengan tokoh-tokoh
dan pemikirannya. Setelah itu Harun Nasution melakukan analisa dan perbandingan terhadap
10
masalah akal dan wahy, free will dan predestimation, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
keadilan tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan konsep iman.
C. Perkembangan Ilmu Kalam
a. Ilmu Kalam Dalam Konteks Pemikiran Islam
Ilmu Kalam termasuk salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa
yang terbilang awal. Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses
pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya. Oleh karena
itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah
peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa
lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah
menuju pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam dalam
hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.
Dalam pemetaan pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam,
maka Harun Nasution membagi kedalam tiga periode besar:
1. Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua fase: fase
ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah yang menghasilkan
ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I, Imam Ibn Hambal.
2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-
1500 M). Pada fase ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga
kerajaan besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman
kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
11
3. Periode Modern (1800 M-seterusnya), merupakan zaman kebangkitan umat Islam.
Ilmu Kalam Dalam Konteks Pemikiran Islam
Ilmu Kalam termasuk salah satu cabang ilmu keislaman yang muncul semenjak masa
yang terbilang awal. Dalam konteks pemikiran islam, ilmu kalam termasuk bagian dari proses
pengalaman Islam yang mengalir dalam bangunan peradaban Islam pada umumnya. Oleh karena
itu, sebagai bagian dari pemikiran islam, ilmu kalam tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah
peradaban islam. Ilmu kalam menjadi suatu rangkaian kesatuan sejarah, dan telah ada di masa
lampau, masa sekarang dan akan tetap ada di masa yang akan dating. Akan tetapi, setiap langkah
menuju pemikiran kalam selanjutnya, diperlukan penguraian dan analisis yang mendalam dalam
hubungannya dengan entitas pandangan dunia islam.
Dalam pemetaan pemikiran islam, karena tidak lepas dari perkembangan sejarah Islam,
maka Harun Nasution membagi kedalam tiga periode besar:1
1. Periode Klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan yang dibagi ke dalam dua fase: fase
ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Zaman inilah yang menghasilkan
ulama-ulama besar seperti: Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I, Imam Ibn Hambal.
2. Periode pertengahan (1250-1800 M), juga dibagi menjadi dua fase : Fase kemunduran (1250-
1500 M). Pada fase ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat.Yang kedua fase Tiga
kerajaan besar (1500-1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman
kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Utsmani di turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
3. Periode Modern (1800 M-seterusnya), merupakan zaman kebangkitan umat Islam.
1 Harun Nasution.Tauhid Ilmu kalam,Pustaka 2003 Hlm 12-14
12
D. Sumber Pemikiran Kalam
Pemikiran Islam adalah suatu upaya ijtihadi seseorang atau sekelompok orang untuk
menerjemahkan nilai-nilai universalitas Al-Qur‟an dan As-Sunnah sesuai dengan situasi
zamannya.
a) Pengertian dan Asal-Usul Ilmu Kalam
Secara Harfiyah, kalam berarti pembicaraan atau perkataan.2 Di dalam lapangan pemikiran
Islam, istilah kalam memiliki dua pengertian : pertama, Sabda Allah, dan kedua „Ilm al-kalam.3
Pengertian yang kedua ini lebih menunjukkan kepada teologi dogmatic dalam Islam, dan
sekaligus merupakan inti pembahasan dalam tulisan sekarang ini.
Perkataan “kalam” sebenarnya merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi,
khususnya bagi kaum muslimin. Secara harfiyah, perkataan kalam dapat ditemukan baik dalam
Al-Qur‟an maupum berbagai sumber lain.
Misalnya : dalam kitab Jurmiyah,4 yang artinya “Kata-kata yang tersusun dengan sengaja
untuk menunjukkan suatu maksud atau pengertian.”
Dalam Al-Qur‟an, yakni :
1. An-Nisa ayat 164, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung”
2. Al-Baqarah ayat 75, “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka mendengar kalam Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.”
2 Mircea Eliade, ed The Encyclopedia of Religion, Vol VII, Mac Millan Publishing Company, New York, 1987, hlm
231 3 Ibid
4 Sahilun A. Nashir, Ilmu Kalam, Bina Ilmu Surabaya, 1980, hlm 9
13
3. At-taubah ayat 6, “Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalam Allah.
Kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum
yang tidak mengetahui.”
Sebutan itu (kalam), juga dipertegas oleh Nurcholis Majid, yang mengutip Ali Asy-Syabi
bahwa antara istilah mantiq dan kalam secara histories ada hubungan. Keduanya memiliki
kesamaan, lalu para Mutakalimin dan filsof mengganti istilah mantiq dengan kalam, karena
keduanya memiliki makna yang sama.
Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran bahwa ilmu kalam tiada lain adalah
perdebatan teologis di antara umat Islam yang didasarkan atyas argumen logis-rasional, terutama
dalam kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan manusia seperti baik dan buruk,
kebebasan berkehendak.
Dengan mengutip Asyahrastani, Ali Asy-Syahbi mengatakan bahwa istilah kalam mula-
mula muncul pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari daulah Abbasiyah
dan diciptakan oleh kaum Mu‟tazilah., Alasan utama penggunaan istilah kalam ini, boleh jadi
karena masalah yang menonjol mereka perdebatkan yaitu tentang bicara sebagai salah satu sifat
tuhan.5
Sering kali ilmu kalam dihubungkan dengan ilmu tauhid. Berkenaan dengan ini, Al-
Ghazali berpendapat bahwa keduanya tidak identik. Sekalipun secara substansial atau materi
yang dibicarakannya adalah sama, tetapi dalam metode berbeda. Karena adanya pergesaran
metode ini, nama ilmu kalam menjadi lebih popular. Metode ilmu kalam yang dimaksud,
sebagaimana telah dikemikakan di atas adalah metode nasional yang di ambil dari logika filsafat.
5 Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bimtamg, Jakarta 1984, hlm 22
14
Atau menurut istilah Fazlur Rahman, metode yang dikembangkan Mutakallimin yaitu teologi
dialektis.6
Berdasarkan asal-usul dan pengertian ilmu kalam sebagaiman yang tersebut di atas, dapat
disimpulkan:
1. Masalah perselisihan yang paling diperdebatkan antar golongan islam adalah masalah-masalah
teologis, terutama menyangkut firman Allah
2. Dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada pembicaraan
mutakallimin.
3. Pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika dalam filsafat. Oleh
karena itu, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.
b) Nama Lain Ilmu Kalam
Para Ahli sering menggunakan ilmu kalam dengan istilah teologi islam. Istilah ini berasal
dari sebutan orang-orang Barat untuk menyebut istrilah ilmu kalm dan perbedaannya dengan
filsafat islam.
Teologi berasal dari Yunani, yakni “theos” artinya Tuhan, dan “logos” artinya ilmu.
Dengan demikian, teologi berarti ilmu tentang tuhanatau ilmu ketuhanan.
Sementara itu, Dr. Harun Nasution dalam memberikan pengertian tentang ilmu kalam
lebih menitikkan kepada aspek materi pembahasannya yang menyamakan ilmu kalam dengan
teologi islam. Dasar pemikirannya adalah:
1. Kalam adalah Sabda tuhan, maka teologi dalam islam disebut ilmu kalam, karena soal kalam
pernah menimbulkan pertentangan keras di kalangan umat Islam.
6 Fazlir Rahman, Islam, terjemahan Ahsin Mohammad, Pustaka 1984, hlm 116
15
2. Kalam adalah kata-kata manusia, maka teologi islam disebut juga ilmu kalam karena teologi
„bersilat‟ dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Berdasarkan penjelasan di atas, baik ilmu kalam maupun teologi islam adalah sama, baik
secara metodologis maupun materi yang dibahasnya. Pada intinya, ilmu kalam maupun teologi
membahas tentang:
1. Kepercayaan tentang tuhan dengan segala seginya, seperti : tentang wujud keesaan, dan sifat-
sifat Allah
2. Pertalian dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya persoalan terjadinya alam,
leadilan dan kebijaksanaan tuhan, pengutusan rasul-rasul yang meliputi soal-soal penerimaan
wahyu dan berita.
Demikian juga halnya ilmu ushuluddin atau tauhid, terutama kalau dilihat dari aspek
yang menjadi objek pembahasannya. Kesamaan ini dapat dilihat dari:
1. Adakalanya masalah yang paling masyhur dan banyak menimbulakan perbedaan pendapat di
antara para ulama pada kurun waktu pertama, yaitu kalam Allah yang dibacakan itu baru atau
qadim
2. Adakalanya ilmu tauhid dibina oleh dalil-dalil akal
3. Dalam memberikan dalil-dalil tentang beberapa pokok agama, ia menyerupai logika dalam
filsafat.
Berdasarkan pengertian ilmu kalam. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, yang
menjadi inti kajian dan ruang lingkup yang dibahas oleh para mutakallimin, sebenarnya lebih
menekankan kepada masalah-masalah perdebatan teologis, yakni lontaran-lontaran argumebntasi
kaum muslimin untuk membenarkan dan memperkuat sikap teologisnya.
16
Berkaitan dengan masalah aqidah tersebut, Muzaffarudin Nadvi melihat kepada empat
masalah pokok yang menjadi objek kajian penting di dalam pemikiran islam, khususnya ilmu
kalam:
1. Masalah kebebasan berkehendak
2. Masalah sifat Allah
3. Batasan iman dan perbuatan
4. Perselisihan antara akal dan wahyu.
c) Sumber dan Faktor Lahirnya Ilmu Kalam
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa mengajak umat untuk
berfikir. Kata-kata yang dipakai dalam alqur‟an untuk menggambarkan perbuatan berfikir ini,
misalnya, bukan hanya „aqala‟, tetapi juga menggunakan beberapa kata yang menunjukkan
kepada pengertian dan tuntutan yang sama.
Harun Nasution memberikan beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan
manusia untuk menggunakan akal:
a. Nazara, melihat abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan
b. Tadabbara, dalam arti merenungkan
c. Tafakkara, arti berfikir.
d. Fakiha yang berarti mngerti atau faham
e. Tazakkara, mengingat, memperlihatkan
f. Fahima, memahami dalam bentuk “fahama”
17
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non islam tertentu yang memengaryhi
dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam.
Faktor eksternal lainnyan adalah filsafat Yunani. Filsafat Yunani diperkenalkan kepada
kaum mutakallimin melalui Persia yang secara kebetulan wilayah ini masih dipengaruhi oleh
filsafat.
Mu‟tazilah merupakan pendiri ilmu kalam yang sebenarnya dalam islam.1[7] Dalam
bentuk apologetik, sebagai pembela diri terhadap agama dan kepercayaan non-Islam, maupun
terhadap kalangan umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka.
D. Posisi Akal dan Wahyu
Dalam Konteks linguitik, wahyu memiliki dua asoek pengertian yang berbeda, tetapi
sama-sama penting. Salah satu aspek tersebut adalah menyangkut konsep[ firman . Menurut
pengertian teknis yang sempit, istilah firman dapat dibedakan dengan bahasa. Sedangkan aspek
lainnya berkaitan dengan fakta bahwa dari semuia bahasa cultural yang ada pada saat itu, bahasa
Arab sengaja dipilih oleh Tuhan, bukan secara sarana untuk berfirman.Kalam dan lisan dalam
bahasa arab, kira-kira sama dengan bahasa langue dan paroe dalam bahasa perancis.
Dengan demikian, wahyu menurut konsepsi Al-Qur‟an merupakan parole Tuhan, wahyu
sama dengan firman Allah.
Sedangkan di dalam bahasa Arab akal diartikan kecerdasan, lawan dari kebodohan, dan
diartikan pula dengan hati, suatu kekuatan yang membedakan manusia dengan semua jenis
hewan.
18
Akal dan Wahyu dalam Pemikiran Mutakallimin
Harun Nasution, mengikuti kalam Muhammad Abduh, bahwa ada dua fungsi pokok
dalam wahyu, yaitu:
1. Memberi keyakinan akan adanya hidup sesudah mati
2. Wahyu akan menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang
dibawanya, dan syariatnya yang akan membimbing manusia tentang moral yang benar.
c.) Pemikiran Kalam Klasik
1. Aliran Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti „keluar‟, ditujukan bagi setiap orang yang
keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama‟ah, baik ia keluar pada masa
Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi‟in secara baik-baik
2. Aliran Mu‟tazilah
Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang
dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan
pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah
konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
3. Aliran Asy‟ariyah
Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy‟ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat
tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy‟ari adalah murid Al-Jubba‟i salah seorang tokoh terkemuka
aliran mu‟tazilah.
Walaupun Al-Asy‟ari telah berpuluhan tahun menganut paham mu‟tazilah akhirnya ia
meninggalkan aliran mu‟tazilah dengan alasan:
19
a. Al-asy‟ari bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa
mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu‟tazilah salah.
b. Al-Asy‟ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba‟i tak
dapat menjawab tantangan Al-Asy‟ari sebagai muridnya.
4. Aliran Salafiyah
Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian
pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5. 5. Aliran Murji‟ah
Murji‟ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja‟a yang berarti
mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang
menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti
golongan atau paham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang
berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang
kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan
dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).
6. Aliran Syi‟ah
Akar kata Syi‟ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya‟a yang
memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan
peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.
20
Pemikiran Kalam dan Modernisme Muhammad Ibnu Abdul Wahab
1. Islam telah mengalami sejumlah pergerakan kebangkitan kembali yang cukup besar dalam dua
abad terakhir.
Gerakan Abd Al-Wahab dikelompokkan sebagai pembaharuan revivalis pra-modernis yang
dipandang sebagai denyut pertama kehidupan dalam Islam setelah kemeresotan yang pesat dalam
abad sebelumnya.
2. Muhammad Abduh
Umat Islam merespon pengikisan dunia tradisional dan penyikapan miring bangsa Barat
terhadap Islam melalui usaha-usaha pembaharuan.
Abduh meyakini akan kemandirian dan potret diri Islam, ia berusaha menghilangkan unsure-
unsur asing, sementara paparannya tentang doktrin-doktrin teologis bersifat modernistic dalam
pengertian ia menghindari penggunaan bahasa teologis tradisional.
Menuju Kalam Kontemporer Sebuah Wacana
1. Karakteristik Muslim Kontemporer
Pemikiran tentang Islam senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan umat
Islam itu sendiri. Umat Islam berkembang karena situasi dan kondisi yang mengelilinginya
berkembang pula. Konsepsi-konsepsi kalam, yang muncul sekitar seribu tahun lalu, sekalipun
pandangan-pandangannya dapat dicerna dan dipahami oleh generasi muslim era sekarang,
tetapiu perlu adanya rekonstruksi sistematis sesuai dengan perkembangan zamannya.
2. Orientasi Baru Kalam
21
Untuk menyikapi perkembangan pemikiran muslim dan pelestarian tradisi keilmuan
klasik pada era modern sekarang ini, dua trend (aliran) pemikiran Islam kontemporer dapat
menjadi inspirasi melakukan evaluasi kritis terhadap visi dan metode kalam
1. Trend pemikiran Islam yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan Islam
yang telah terbangun sejak abad lalu.
2. Trend pemikiran Islam yang didasari oleh tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.
E. Akal dan Wahyu dalam Pemikiran Mutakallimin
Harun Nasution, mengikuti kalam Muhammad Abduh, bahwa ada dua fungsi pokok
dalam wahyu, yaitu:
1. Memberi keyakinan akan adanya hidup sesudah mati
2. Wahyu akan menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang
dibawanya, dan syariatnya yang akan membimbing manusia tentang moral yang benar.
F. Pemikiran Kalam Klasik
1. Aliran Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti „keluar‟, ditujukan bagi setiap orang yang
keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama‟ah, baik ia keluar pada masa
Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi‟in secara baik-baik
2. Aliran Mu‟tazilah
Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang
dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan
22
pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah
konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
3. Aliran Asy‟ariyah
Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy‟ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat
tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy‟ari adalah murid Al-Jubba‟i salah seorang tokoh terkemuka
aliran mu‟tazilah.
Walaupun Al-Asy‟ari telah berpuluhan tahun menganut paham mu‟tazilah akhirnya ia
meninggalkan aliran mu‟tazilah dengan alasan:
a. Al-asy‟ari bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya
bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu‟tazilah salah.
b. Al-Asy‟ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba‟i tak
dapat menjawab tantangan Al-Asy‟ari sebagai muridnya.
4. Aliran Salafiyah
Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian
pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5. Aliran Murji‟ah
Murji‟ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja‟a yang berarti
mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang
menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti
golongan atau paham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang
berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang
kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan
dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).
23
6. Aliran Syi‟ah
Akar kata Syi‟ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya‟a
yang memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan
peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.
G.Pemikiran Kalam dan Modernisme
1. Muhammad Ibn Abdul Wahab
Islam telah mengalami sejumlah pergerakan kebangkitan kembali yang cukup besar dalam
dua abad terakhir.
Gerakan Abd Al-Wahab dikelompokkan sebagai pembaharuan revivalis pra-modernis yang
dipandang sebagai denyut pertama kehidupan dalam Islam setelah kemeresotan yang pesat dalam
abad sebelumnya.
2. Muhammad Abduh
Umat Islam merespon pengikisan dunia tradisional dan penyikapan miring bangsa Barat
terhadap Islam melalui usaha-usaha pembaharuan.
Abduh meyakini akan kemandirian dan potret diri Islam, ia berusaha menghilangkan unsure-
unsur asing, sementara paparannya tentang doktrin-doktrin teologis bersifat modernistic dalam
pengertian ia menghindari penggunaan bahasa teologis tradisional.
G. Menuju Kalam Kontemporer Sebuah Wacana
1. Karakteristik Muslim Kontemporer
Pemikiran tentang Islam senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan umat Islam itu
sendiri. Umat Islam berkembang karena situasi dan kondisi yang mengelilinginya berkembang
24
pula. Konsepsi-konsepsi kalam, yang muncul sekitar seribu tahun lalu, sekalipun pandangan-
pandangannya dapat dicerna dan dipahami oleh generasi muslim era sekarang, tetapiu perlu
adanya rekonstruksi sistematis sesuai dengan perkembangan zamannya.
2. Orientasi Baru Kalam
Untuk menyikapi perkembangan pemikiran muslim dan pelestarian tradisi keilmuan
klasik pada era modern sekarang ini, dua trend (aliran) pemikiran Islam kontemporer dapat
menjadi inspirasi melakukan evaluasi kritis terhadap visi dan metode kalam
1. Trend pemikiran Islam yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan Islam
yang telah terbangun sejak abad lalu.
2. Trend pemikiran Islam yang didasari oleh tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.
H. Pembahasan Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim
Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas,
karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia, yaitu masalah dogma.
Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka
rahasia dogma itu menjadi tidak rahasia akal, kemudian ditolaknya. Tauhid adalah berbeda
dengan dogma. Sebab dengan akal, manusia mencari Tuhan, dengan jalan memperhatikan alam
semesta.
Ada beberapa pendapat menurut nash-nash mutasyabihat :
1. Golongan salaf ; mempercayai sepenuhnya kapada nash-nash mutasyabihat. Tetapi mereka
menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah. Mereka percaya pada هلل ا دي, tangan
25
Allah, tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan manusia. Maksud sebenarnya mereka serahkan
sepenuhnya kepada Allah.
2. Golongan Mu‟atthilah ; berpendapat bahwa kalimat-kalimat yang mengandung sifat-sifat
Allah yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nash
mutasyabihat, harus dinafikan (ditiadakan) dari Allah bersifat semacam itu. Agar dengan
demikian dapat dengan sungguh-sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah dari serupa
dengan makhluk-Nya.
3. Golongan Mujassimah atau Musyabbihah. Golongan ini dipimpin oleh Dawud Al-Jawariby
dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadits
Nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja.
4. Golongan Khalaf ; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang
sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-Nya itu, adalah kalimat-kalimat
majaz. Oleh karena itu harus di takwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-
Nya. Seperti :
د ا هلل .diartikan kekuasaan Allah –ي
.diartikan Dzat Allah –وجه اهلل
سماء ي ال .diartikan Dzat yang mengusai langit –من ف
Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah :
a. Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang awam.
26
b. Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah, adalah di luar akal yang tidak
mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan jalan mengqiyasakan Allah pada sesuatu.
Ini adalah kesalahan yang sangat besar.
Adapun system mutakallimin ialah beriman kepada Allah dan segala apa yang dibawa oleh
Rasul-Nya. Akan tetapi mereka perkuat dengan dalil-dalil akal yang disusun secara mantiq.
Mengenai nash-nash mutasyabihat, para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara
ijmaly saja, tanpa mengadakan takwil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash yang pada
lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang diterministis, indeterministis, dan
antropomorphistis.
Mereka mentakwilkan nash-nash tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus daripada
mutakallimin. Mentakwilkan nash-nash ini member kebebasan pada akal untuk membahas dan
memikirkannya.
I. Metode pemikiran menurut golongan-golongan
a. Metode Mu‟tazilah dalam menemukan dalil „aqidah
Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu‟tazilah berpegang pada premis-premis
logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naqli
(teks) kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka
terhadap perintah-perintah syara‟.
27
b. Metode berpikir Al-maturidi
Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan
dengan syara‟. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara‟ maka akal harus tunduk
kepada keputusan syara‟.
c. Metode berpikir salaf
Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak
berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan ma‟na-ma‟na nash
G. Studi kritis ilmu kalam
Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi sorotan para pengkritiknya berputar
pada tiga aspek :
a. Aspek Epistomologi
Pada pembahasan ini adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam
dalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al-Qur‟an.
b. Aspek Ontologi
Harus diakui bahwa diskursus alira-aliran kalam yang ada hanya berkisar pada persoalan-
persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang terkesan “mengawang-awang” dan jauh
dari persoalan kehidupan umat manusia. Kalaupun tetap dipertahankan diskursus aliran kalam
juga menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada
28
masa lampau, yang nota bennya berbeda dengan persoalan-persoalan kehidupan manusia masa
kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan masalah.
c. Aspek Aksiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek Aksiologi ilmu kalam juga menyentuh persoalan-
persoalan kehidupan manusia masa kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan
untuk memecahkan persoalan-persoalan. Al- Ghazali, sebagai seorang tokoh ahli kalam klasik,
dapat disebut sebagai cendekiawan muslim yang mempermasalahkan hal ini. Ia tidak serta
menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi keterbatasan-keterbatasan ilmu ini sehingga
berkesimpulan bahwa ilmu ini tidak dapat mengantarkan manusia untuk mendekati tuhan. Hanya
kehidupan sufi-lah yang dapat mengantarkan seseorang dekat dengan tuhan. Mungkin karena
diantara alasan ini pula, Ibnu Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin
untuk menjahui ilmu kalam.
29
BAB III
PENUTUP
A. Menurut pemikiran Penulis :
Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas,
karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia, yaitu masalah dogma.
Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka
rahasia dogma itu menjadi tidak rahasia akal, kemudian ditolaknya.
a. Metode Mu‟tazilah dalam menemukan dalil „aqidah
Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu‟tazilah berpegang pada premis-premis
logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naqli
(teks) kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka
terhadap perintah-perintah syara‟.
b. Metode berpikir Al-maturidi
Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan
dengan syara‟. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara‟ maka akal harus tunduk
kepada keputusan syara‟.
30
c. Metode berpikir salaf
Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak
berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan ma‟na-ma‟na nash
31
DAFATAR PUSTAKA
Harun Nasution.Tauhid Ilmu kalam,Pustaka 2003
Sahilun A. Nashir, Ilmu Kalam, Bina Ilmu Surabaya, 1980
Fazlir Rahman, Islam, terjemahan Ahsin Mohammad, Pustaka 1984
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bimtamg, Jakarta 1984
Abudin Nata, Dr, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Diposkan oleh irfan di Sabtu, Juni 13, 2009