II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERMEN
2.1.1 Definisi dan Jenis Permen
Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan mencampurkan gula dengan
konsentrasi tertentu ke dalam air yang kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang
pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak
menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka menggunakan madu untuk melapisi buah
atau bunga untuk mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Toussaint dan
Maguelonne 2009).
Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar permen dibagi menjadi
dua kelompok yaitu permen keras dan permen lunak. Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras
merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan
pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
(BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah. Sementara definisi
permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari
gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain
dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika
dikunyah.
Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen, permen lunak terdiri
dari beberapa jenis permen. Permen yang tergolong sebagai permen lunak diantaranya:
1. Permen Jelly
Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan
penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karegenan, gelatin, dan lain-
lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen
jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas.
Gambar 1 . Permen Jelly (http://www.alibaba.com)
2. Taffy Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula mendidih yang ditarik hingga porous
kemudian benang tipis taffy dipotong dan digulung pada gulungan kertas minyak. Taffy terbuat
dari molases, mentega, dan gula palm (brown sugar). Taffy sering diberi pewarna dan perasa. Di
Inggris, taffy disebut toffy, sedikit lebih keras dibandingkan taffy di Amerika (Kimmerle 2003).
4
Gambar 2. Taffy (http://www.grocerycouponnetwork.com)
3. Nougat Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia. Nougat adalah permen yang
terbuat dari kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan buah kering yang dimasak dalam madu
atau gula hingga membentuk pasta. Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat putih
dibuat dari putih telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat cokelat terbuat dari gula yang
menjadi karamel dan memiliki tekstur keras. (Kimmerle 2003).
Gambar 3. Nougat (http://www.chocablog.com)
4. Karamel Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus yang digunakan oleh para putri
untuk perontok rambut bukan sebagai permen. Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu
sekitar 320-350°C sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga coklat gelap.
Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu menghasilkan permen yang lengket dan
berawarna coklat (Kimmerle 2003).
Gambar 4. Karamel (http://www.kalb.com)
5. Marshmallow Marshmallow adalah jenis permen yang memiliki tekstur seperti busa. Marshmallow terbuat dari
sirup jagung, gelatin atau putih telur, gula, dan pati yang dicampur dengan tepung gula.
Marshmallow pada skala pabrik dibuat dengan mesin ekstrusi. Marshmallow sering dimakan
5
setelah dipanggang di atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi
sedangkan bagian dalam sedikit mencair. (Kimmerle 2003).
Gambar 5. Marshmallow (http://lordbroken.wordpress.com)
6. Permen Karet Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya terbuat dari lateks alami atau sintetis
yang dikenal dengan nama poliisobutilen (Hendrickson 1976). Permen karet pertama yang dijual
di pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800an tetapi paten pertama dari permen
karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun 1869. Permen karet (chewing gum) memiliki
banyak macam varietas, yaitu:
Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum ball machines dan terdiri
dari berbagai warna.
Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik unik yaitu dapat ditiup.
Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.
Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen konvensional dengan permen
karet.
Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu, misalnya Nicogum yang
membantu mengatasi kecanduan perokok dan Vibe Energy Gum yang mengandung kafein,
ginseng, dan teh hijau.
Gambar 6. Permen Karet (http://www.courtneyandnelson.co.uk)
2.1.2 Permen Jelly
Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses
dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan
lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.
6
Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan
proses penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter produk
yang diinginkan. Permen lunak yang diproduksi di Indonesia termasuk permen jelly harus
memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 3547-2-2008. Adapun persyaratan mutu permen
lunak menurut SNI 3547-2-2008 dapat dilihat pada lampiran 1.
Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel yang digunakan.
Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet sedangkan jelly agar-
agar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapi
gelnya lebih baik pada pH rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang bersifat larut air
(Buckle et al 1987).
Permen jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi basah adalah produk
pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih perlakuan, dapat dikonsumsi
secara langsung tanpa penyiapan dan stabil (mengawetkan dengan sendirinya) selama beberapa
bulan tanpa perlakuan panas, pembekuan, ataupun pendinginan, melainkan dengan melakukan
pengesetan pada formula yaitu meliputi kondisi pH, senyawa aditif dan terutama aw yang berkisar
antara 0.6 sampai 0.85 (diukur pada suhu 25o C) (Muchtadi 2008). Pemen jelly sebagai pangan
semi basah memiliki umur simpan 6- 8 bulan bila ditempatkan dalam stoples & 1 tahun jika
kemasannya belum dibuka.
Permen jelly memiliki kecendrungan menjadi lengket karena sifat higroskopis dari gula
pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis. Permen jelly
umumnya memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula.
Pelapisan ini berguna untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan juga untuk
menambah rasa manis (Kemenristek 2010).
2.2 KARAGENAN
2.2.1 Komposisi, Struktur Kimia, dan Sifat Karagenan
Karagenan dihasilkan oleh karagenofit yaitu rumput laut atau alga yang mengandung
karagenan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok alga yang tergolong sebagai karagenofit
antara lain Chondrus, Gigartina, dan Euchema. Karagenofit yang tumbuh dominan di perairan
Indonesia adalah rumput laut jenis Euchema ( Akbar et al 2001). Secara tradisional, karagenan
diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah (Rhodopyceae) dalam larutan alkali panas selama 10-30
jam kemudian diikuti dengan pengendapan menggunakan alkohol atau potasium klorida lalu
dikeringkan (William 2005).
Secara umum, karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-
galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosidik.
Setiap unit galaktosa mengikat gugus sulfat. Jumlah sulfat pada karagenan lebih kurang 35,1%
(Akbar et al 2001). Secara umum, karagenan bersifat larut dalam air dan membentuk larutan
dengan viskositas tinggi. Viakositas dari larutan yang dihasilkan cukup stabil pada kisaran pH
yang luas karena grup ester sulfat selalu terionisasi dan pada kondisi asam kuat menghasilkan
molekul bermuatan negatif (BeMiller dan Whistler 1996).
Karagenan secara garis besar terbagi dalam tiga kelompok besar yaitu kappa karagenan, iota
karagenan, dan lambda karagenan. Masing-masing jenis karagenan tersebut berasal dari spesies
karagenofit yang berbeda dan memiliki sifat yang berbeda.
7
Kappa karagenan
Kappa karagenan dihasilkan oleh E.cottoni, E.edule, E (Kappaphycus) alvarezii (Surono 2009).
Kappa karagenan terdiri dari ikatan (1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan (1,4) 3,6-anhydro-D-
galaktosa (William 2005). Rasio D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-anhydro-D-galaktosa, dan gugus ester
sulfat adalah 5:6:7 (Towle 1973). Struktur molekul kappa karagenan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur molekul Kappa Karagenan (Tojo dan Prado 2003)
Kappa karagenan akan membesar dan membentuk sebaran kasar saat dimasukkan dalam air
dingin. Kappa karagenan akan larut pada suhu 70°C. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan
bersifat mudah pecah yang ditandai dengan tingginya sineresis dan berwarna agak gelap (Fardiaz
1989). Selain itu, gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan memiliki tekstur yang solid dan
reversible (BeMillerr dan Whistler 1996). Imeson (2000) juga menyebutkan gel kappa karagenan
bersifat kuat namun kaku dan memiliki tingkat sineresis yang tinggi. Keberadaan ion K+, Rb+, dan
Cs+ akan secara spesifik mengikat struktur helix dari gel kappa karagenan dan mendorong
pembentukan formasi helix. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan akan semakin kuat dengan
adanya potasium klorida dibandingkan dengan sodium klorida (William 2005).
Iota Karagenan
Iota karagenan dihasilkan oleh E.spinosum dan E.muricatum. Iota karagenan terdiri dari D-
galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-D-galaktosa-2-sulfat (Surono 2009). Struktur molekul iota
karagenan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur molekul iota karagenan (Tojo dan Prado 2003).
Iota karagenan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan garam natrium. Dalam larutan
kation lain seperti K+ dan Ca2+, iota tidak larut dan hanya menujukkan pengembangan (Angka dan
Suhartono 2000). Gel yang dihasilkan iota bersifat reversible, lembut dan elastis sehingga
memiliki stabilitas pembekuan dan thawing yang baik. Selain itu gel yang dihasilkan tidak mudah
mengalami sineresis pada saat dibekukan kemungkinan disebabkan oleh sifat iota yang lebih
hidrofilik dan membentuk percabangan yang lebih sedikit dibandingkan kappa karagenan
(BeMiller dan Whistler 1996).
8
Lambda Karegenan
Lambda karagenan dihaslikan oleh Chondorus cripus. Lamda terdiri dari D-galaktosa-2-sulfat dan
D-galaktosa-2,6-disulfat (Surono 2009). Struktur molekul lambda karagenan dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Struktur molekul lambda karagenan (BeMiller dan Whistler 1996) Lambda karagenan dapat larut dalam air dingin karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa
dan mengandung ester sulfat dalam jumlah tinggi (Towle 1973). Lambda karagenan tidak mampu
membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Glicksman 1983).
2.2.2 Pembentukan Gel Karegenan
Pembentukan gel merupakan suatu fenomena pengikatan silang rantai-rantai polimer
sehingga membentuk struktur jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat
menangkap atau mengimobilisasi air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku
(Fardiaz 1989).
Proses pembentukan gel karagenan diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi
bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu
yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan maka polimer
karagenan akan membentuk struktur pilinan ganda (double helix) dan menghasilkan titik-titik
pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman 1979).
Gambar 10 . Proses pembentukan gel karagenan (BeMiller dan Whistler 1996)
Pembentukan gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah, tipe, dan
posisi sulfat serta adanya ion-ion yang akan mempengaruhi pembentukan gel. Keberadaan ion K+,
Rb+, dan Cs+ akan secara spesifik mengikat struktur helix dari gel kappa karagenan dan
mendorong pembentukan formasi helix. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan akan semakin
kuat dengan adanya potasium klorida dibandingkan dengan sodium klorida (William 2005).
9
Sementara iota karagenan akan membentuk gel yang kuat dengan adanya ion Ca2+ (Glicksman
1979).
2.2.3 Kegunaan Karagenan
Karagenan merupakan hidrokoloid dengan sifat yang berbeda sehingga dapat digunakan
secara luas. Karagenan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bahan pembentuk
gel (Food Chemical Codex 1981). Karagenan banyak digunakan pada produk berbasis susu.
Penggunaan karagenan pada produk susu berkisar antara 0.01-0.05%. Kappa karagenan digunakan
pada cotteg cheese untuk mencegah pemisahan whey. Kappa karagenan juga digunakan pada es
krim untuk mengontrol tekstur dan pembentukan kristal. Lambda karaganan digunakan pada susu
coklat untuk meningkatkan stabilitas dan mouth feel. Selain itu lambda karagenan juga digunakan
untuk mencegah pemisahan lemak pada susu evaporasi (Fisheries and Agricultural Departemen.
2003).
Selain digunakan pada produk susu, karagenan juga digunakan pada pangan berbasis air.
Kappa dan iota dapat digunakan untuk menggantikan pektin pada pembuatan jelly rendah kalori.
Lambda karagenan dapat digunakan untuk memberikan body dan rasa yang menyenangkan pada
campuran jus buah. Karagenan juga digunakan pada cake glazes dan water dessert gels karena gel
karagenan jernih dan memiliki temperatur gelling yang tinggi. Karagenan juga digunakan untuk
menggantikan lemak pada daging giling untuk mengatur tekstur dan titik leleh (Thomas 1999).
2.3 KONJAK
2.3.1 Sifat dan Struktur Kimia Konjak
Konjak adalah serat pangan larut air yang berasal dari umbi konjak (Amorphophallus
konjac). Umbi konjak segar rata-rata mengandung bahan kering sebesar 13% dimana 64% dari
bahan kering tersebut adalah glukomannan dan 30% dari bahan kering adalah pati (Thomson
1997). Penyebaran tanaman konjak lebih banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan
Asia Tenggara.
Gambar 11 . Tanaman dan umbi Amorphophallus konjac (Jhonson 2002)
Jepang merupakan salah satu produsen terbesar tepung konjak dan Jepang telah menetapkan
standar untuk tepung konjak. Penetapan standar tersebut dilakukan oleh Asosiasi Konyaku Jepang
yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk serta menjaga harga transaksi yang stabil
(Asosiasi Konyaku Jepang 1976 dalam Nurjanah 2010). Adapun standar mutu yang telah
dikeluarkan oleh Asosiasi Konyaku Jepang (1976) dapat dilihat pada Tabel 1.
10
Tabel 1. Standar Mutu Tepung Glukomannan
Kerakteristik Mutu
Utama I II
Bobot per karung (kg) 20 20 20
Kadar air (%) < 12 < 14 <18
Derajat tumbuk Sangat halus Halus Agak Halus
Warna Putih mengkilap Putih Agak putih
Bahan tambahan Negatif Negatif Negatif
Jumlah kandungan SO2 (g/kg) 0.6 < 0.6 < 0.9
Sumber : Asosiasi Konyaku Jepang (1976) dalam Nurjanah (2010).
Konjak merupakan polisakarida berbobot molekul tinggi antara 200.000 sampai 2.000.000
dalton yang utamanya terdiri atas manosa dan glukosa. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat
konjak memiliki karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan
membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan konjak dapat dimanfaatkan
lebih luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan (Thomson 1997).
Gambar 12. Struktur kimia konjak (Jhonson 2002)
Selain memiliki bobot molekul tinggi, konjak yang tergolong sebagai serat pangan memiliki
viskositas terkuat dibandingkan serat pangan lain dan dapat menyerap air hingga 200 kali
beratnya. Konjak dapat menghasilkan gel dengan viskositas yang tinggi dari 20000 hingga 40000
cp. Gel yang dihasilkan oleh konjak dapat bersifat reversible atau thermoirreversible. (Thomson
1997). Menurut Deptan (2010), senyawa konjak mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut:
1. Larut dalam air
Konjak dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila
larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka konjak tidak dapat larut kembali di
dalam air.
2. Membentuk gel
Karena konjak dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air
kapur konjak dapat membentuk gel, di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak
mudah rusak.
3. Merekat
Konjak mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat
sifat merekat tersebut akan hilang.
11
4. Mengembang
Konjak mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya mengembangnya
mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.
5. Transparan (membentuk film)
Larutan konjak dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat transparan dan film
yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Tetapi jika film dari konjak
dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.
6. Mencair
Konjak mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam media
pertumbuhan mikroba.
7. Mengendap
Larutan konjak dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk
dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan
bentuk kristal konjakdi dalam umbi, tetapi bila konjak dicampur dengan larutan alkali (khususnya
Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru
tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai 100ºC ataupun dengan larutan
asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan konjak akan membentuk endapan putih stabil.
2.3.2 Kegunaan Konjak
Konjak banyak digunakan di negara-negara di Asia sebagai makanan tradisional seperti
mie, tahu, dan produk pangan gel yang stabil panas. Di industri pangan, konjak digunakan sebagai
pembentuk gel, pengental, pemantap, emulsifier, dan pembentuk film. Dalam penggunaanya,
konjak biasa digunakan bersamaan dengan gum lain seperti gum xanthan, guar gum, karagenan,
pektin, gelatin dan sodium alginate.
Sebagai bahan pengental, penambahan konjak sebanyak 0.02-0.03% dalam 1% gum xantan
akan meningkatkan viskositas 2-3 kali selama pemanasan. Sebagai pemantap, tidak seperti gum
xanthan, guar gum, atau locust bean gum, konjak merupakan tipe non ionic dan hanya sedikit
dipengaruhi garam. Pada temperatur ambient, konjak tetap stabil tanpa menglami presipitasi ketika
pH turun hingga dibawah 3.3 (Jhonson 2002). Ketika digunakan sebagai penstabil bersamaan
dengan locust bean gum pada produk es krim, keju, dan produk olahan susu lainnya dapat menjaga
kualitas dengan mencegah pembentukan kristal es.
Sebagai pembentuk gel, pada pH 5 penggunaan konjak bersamaan dengan xanthan gum
menghasilkan efek sinergis terbaik dengan rasio 2:3 dan gel yang dihasilkan bersifat heat
reversible yaitu akan berbentuk padat pada suhu tidak lebih dari 40°C dan berbentuk semi solid
pada suhu 50°C atau lebih. Ketika temperatur turun kembali ke suhu ambient, gel akan kembali ke
bentuk padat. Selain dengan xanthan, konjak juga bersinergis dengan kappa karagenan.
Penambahan konjak dalam gel agar maupun kappa karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan
elastisitas gel, serta menurunkan tingkat sineresisnya (Tako dan Nakamura, 1988; Goycoolea et al
1995).
Dengan penambahan alkali lemah seperti kalsium hidroksida, gel konjak membentuk gel
yang kuat, elastis, tahan leleh ketika dilakukan pemanasan. Larutan konjak tidak akan membentuk
gel karena gugus asetil mencegah rantai panjang konjak mendekat satu sama lain. Akan tetapi, gel
akan terbentuk ketika dilakukan pemanasan pada pH 9-10. Gel yang dihasilkan bersifat stabil pada
pemanasan 100°C hingga 200°C. Pada kondisi alkali, larutan konjak membentuk gel yang bersifat
thermirreversible setelah dilakukan pendinginan. Hal ini terjadi karena gugus asetil dari konjak
dalam kondisi terbuka ketika dipanaskan pada kondisi alkali dan sebagian struktur kristal
12
terbentuk kerena terbentuknya ikatan hidrogen. Sebagai pembentuk film, konjak merupakan
pembentuk film yang baik pada penggunanan tunggal maupun penggunaan bersama hidrokoloid
lain seperti karagenan (Jhonson 2002).
Selain memiliki banyak fungsi dalam pengolahan pangan, konjak juga memiliki manfaat
bagi kesehatan. Konjak memiliki berbagai efek kesehatan bagi tubuh dan dapat membantu
mencegah berbagai penyakit seperti mencegah kegemukan dan konstipasi serta membantu
mengatasi diabetes. Konjak diketahui dapat menurunkan penyerapan lipid dan kolesterol. Konjak
juga secara drastis menurunkan total kalori yang diserap tubuh. Oleh karena itu, orang dengan
kelebihan berat badan dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi konjak. Sementara untuk
penyakit diabetes, konjak diketahui menunjukkan efek hipoglisemik dengan cara menghambat
penyerapan glukosa oleh tubuh. Penghambatan ini dilakukakan dengan cara mencegah kontak
antara glukosa dengan dinding usus halus untuk penyerapan. Dengan menurunnya total gula darah,
konjak dapat membantu mengatasi diabetes tipe II. Terkait pencegahan konstipasi, konjak
tegolong sebagai serat pangan dan seperti halnya serat pangan lain konjak dapat meningkatkan
penyerapan air dan membuat feses menjadi lembut dan mendorong pergerakan usus sehingga
mencegah konstipasi (Marzio et al 1989).
2.4 XILO-OLIGOSAKARIDA
2.4.1 Sifat dan Struktur Kimia Xilo-oligosakarida
Xilo-oligosakarida (XOS) adalah oligosakarida fungsional yang terdiri dari 2-10 molekul
xylosa yang membentuk ikatan β(1-4) (Mumtaz 2008). XOS secara alami terdapat dalam buah,
sayur, bambu, susu dan madu serta dapat diproduksi pada skala industri melalui hidrolisis
enzimatik dari xylan, yang merupakan komponen utama dari hemiselulosa tanaman yang tersedia
di alam (Mäkeläinen et. al 2009). Struktur molekul dari XOS dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Struktur xlio-oligosakarida (http://www.cascadebiochems.com)
XOS bersifat stabil terhadap kisaran pH yang luas dan suhu sehingga memungkinkan
digunakan pada jus yang asam dan produk turunan susu seperti yoghurt (Vazquez et al 2000).
Menurut Xiao (2007), XOS memiliki stabilitas yang baik ketika dipanaskan pada suhu pasteurisasi
dengan kisaran pH 2.6-7.0, pada suhu sterilisasi dengan kisaran pH 5.0-7.0 dan pada sterilisasi
dikombinasi dengan tekanan tinggi dengan kisaran pH 3.8 – 6.8.
2.4.2 Xilo-oligosakarida sebagai Prebiotik
Prebiotik adalah komponen bahan pangan yang nonviabel, memiliki pengaruh
menguntungkan terhadap inang dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota (Raid et al 2003).
Prebiotik harus memenuhi beberapa kriteria (Collin 1999; McFarlane 1999; Roberfroid 2000)
berikut:
13
1. tidak dihidrolisis dan tidak diserap di bagian atas traktus gastrointestinal,
2. substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan
dalam kolon sehingga memicu pertumbuhan bakteria yang aktif melakukan metabolisme,
3. mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan.
Prebiotik banyak ditambahkan pada produk pangan. Contoh produk pangan berprebiotik
yang beredar di pasar Eropa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh produk pangan berprebiotik di pasar Eropa Produk Bahan Aktif
Symbalance (yogurt) Tiga strain Lactobacillus ditambah inulin
Jour apres Jour (susu) Vitamin ditambah oligo-fruktosa
Probiotic plus Oligofructose (yogurt) Dua strain Lactobacillus ditambah oligo-fruktosa
Actiline (spread) Inulin
Ligne Bifide dietetic range (biskuit) Oligofruktosa (dari sukrosa)
Aviva (biskuit dan minuman coklat) Oligofruktosa (dari sukrosa)
Fysiq (minuman susu) L. acidophilus ditamabah inulin.
Sumber : (Young 1998) Selain produk pangan yang ditambahkan prebiotik beragam, jenis prebiotik yang ditambahkan
pada produk pangan sangat beragam. Menurut data FAO (2007) terdapat sekitar 400 jenis
prebiotik di pasaran yang diproduksi oleh sekitar 20 buah industri dalam bentuk oligosakarida dan
serat pangan. Jenis prebiotik yang paling sering dipakai diantaranya frukto-oligosakarida (FOS),
inulin, galakto-oligosakarida (GOS), lactulosa, laktitol (Collin 1999; McFarlane 1999). Selain itu,
terdapat pula bahan lain yang memenuhi kriteria prebiotik misalnya, xilo-oligosakarida (XOS),
soya, dan mannosa (Gibson, 1998).
Fungi fisologis XOS sebagai prebiotik berasal dari sifat indigestibilitinya yang
memungkinkan terjadinya proses fermentasi di usus besar, yang menyebabkan peningkatan
Bifidobacteria dan produksi asam lemak rantai pendek. Hal ini juga menyebakan munculnya
banyak fungsi fisiologis lain seperti peningkatan penyerapan mineral, termasuk peningkatan
densitas tulang dan mencegah anemia (Hirayama 2002).
XOS juga memiliki efek manfaat seperti peningkatan volume feses, menurunkan waktu
singgah di usus, menurunkan kadar kolesterol dan gula darah, memerangkap substansi yang dapat
membahayakan manusia, menstimulasi pertumbuhan flora usus, dan sebagainya. Selain itu,
berdasarkan hasil percobaan makanan pada tikus diabetes dan parameter metabolisem tertentu
seperti glukosa darah, serum dan lemak hati yang diuji menujukkan bahwa XOS dapat
memperbaiki kelambatan pertumbuhan, hyperphagia, polydipsia, dan peningkatan glukosa serum.
Selain itu, konsumsi XOS juga dapat menurunkan trigliserida hati dan mereduksi indeks desaturasi
komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin hati. Berdasarkan fungsi XOS yang dapat menurunkan
kadar gula darah, XOS direkomendasikan untuk digunakan sebagai pemanis untuk penderita
diabetes (Imazumi et al 1991).
Selain itu, XOS juga tergolong sebagai salah satu jenis oligosakarida yang dapat digunakan
sebagai pemanis non nutritif, yaitu pemanis yang tidak memberi nilai kalori atau berkalori rendah,
atau dengan kata lain memiliki indeks glikemik yang rendah. Tingkat kemanisan xilo-
oligosakarida dibandingkan dengan pemanis lain dapat dilihat pada Tabel 3.
14
Menurut Tomomatsu (1994) dalam Hsu et al. (2004), dosis dosis harian yang efektif dari
oligosakarida(bentuk murni) bagi manusia adalah 3.0 g untuk FOS dan 0.7 g untuk XOS, ini
menujukkan bahwa XOS lebih efektif dari FOS dalam meningkatkan kesehatan saluran
pencernaan. Berdasakan hasil penelitian tersebut, bila 1 buah permen seberat 2.5 g mengandung
5% XOS maka konsumsi 6 buah (15 g) permen jelly ini akan memenuhi dosis harian efektif dari
XOS yaitu sebesar 0.7 g. Selain itu, Xiao et al (2012) menyatakan bahwa konsumsi XOS 1.4 g per
hari selama 10 hari akan meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus sacara
signifikan dan konsumsi 1-12 g XOS per hari dapat membantu mengatsai gangguan pencernaan.
Tabel 3. Tingkat kemanisan xilo-oligosakarida dan beberapa pemanis lain.
Sumber : Prangdimurti dkk (2007) 2.5 KARAKTERISTIK TEKSTUR
Tekstur merupakan salah satu faktor penting penentu penerimaan produk pangan oleh
konsumen selain penampakan dan flavor. Apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak
memenuhi harapan konsumen, produk tersebut tidak akan dikonsumsi, atau bila dikonsumsi akan
menimbulkan respon yang negatif dari konsumen. Menurut ISO 5492 (1992) dalam Rosenthal
(1999), tekstur produk pangan didefinisikan sebagai semua atribut reologi maupun struktural
(geometrik dan permukaan) produk yang dipersepsikan oleh reseptor mekanikal, peraba, visual,
dan pendengaran manusia. Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal melainkan atribut
multidimensional.
Menurut Larmond (1976), karakteristik tekstur dikelompokkan menjadi tiga yaitu
kerakteristik mekanik, karakteristik geometrik, dan karakteristik lainnya mencakup kelembaban
dan kandungan minyak. Karakteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang
Jenis Gula Kemanisan (% terhadap sukrosa)
Oligosakarida
Frukto-oligosakarida 30-60
Galakto-oligosakarida 20-40
Xilo-oligosakarida 50
Isomalto-oligosakarida 50
Soybean-oligosakarida 70
Laktosukrosa 35-60
Laktulosa 60-70
Disakarida Alkohol
Maltitol 80-95
Laktitol 30-40
Palatinit (sorbitol dan manitol (1:1) 30-40
Monosakrida Alkohol
Erythritol (Tetrosa alkohol) 75-85
Sorbitol (Heksosa alkohol) 60-70
Manitol (Heksosa alcohol) 50
15
dipersepsikan oleh indra kinestetik dan terdiri dari lima parameter primer dan tiga parameter
sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness, viscosity, elasticity, dan adhesiveness
sedangkan parameter sekunder yaitu brittleness, chewiness, dan gumminess (Larmond 1976).
Karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk dan
orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan
meliputi gritty, grainy, flaky, stringy dan smooth. Karakteristik lain meliputi atribut mouthfeel
yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan
penelanan. Beberapa karakteristik mekanikal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Beberapa karakteristik mekanikal dan definisinya Karakteristik Definisi Sensorial Definisi Instrumental
Kekerasan Gaya yang diberikan hingga terjadi
perubahan bentuk (deformasi) pada
objek
Kerapuhan Titik dimana besarnya gaya yang
diberikan membuat objek menjadi
patah (break/fracture)
Adesivitas Gaya yang dibutuhkan untuk
menahan tekanan yang timbul
diantara permukaan objek dan
permukaan benda lain saat terjadi
kontak antara objek dengan benda
tersebut
Elastisitas Laju suatu objek untuk kembali
kebentuk semula setelah terjadi
perubahan bentuk (deformasi)
Siklus = Kontak kedua –
Kontak pertama
Kohesivitas Kekuatan dari ikatan-ikatan yang
berada di dalam objek yang
menuyusun bentuk objek
Kelengketan
(gumminess/stickiness)
Tenaga yang dibutuhkan untuk
menghancurkan (memecah) pangan
semi padat menjadi bentuk yang
siap untuk ditelan.
= Kekerasan x Kohesivitas
Sumber: DeMan (1985); Rosenthal (1999)
Teknik instrumental untuk pengukuran tekstur pangan dikategorikan ke dalam tiga kategori,
yaitu : (1) pengukuran empiris, yaitu metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan
mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, pemotongan dan
sebagainya; (2) pengukuran imitatif, yaitu metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi
proses pengunyahan makanan di dalam mulut manusia yang dalam hal ini texture profile analyzer
16
(TPA), merupakan metode yang paling umum dipakai; (3) pengukuran fundamental, yaitu metode
yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas atau modulus elastis (Rosenthal 1999).
Metode pengukuran dengan Texture profile analyzer (TPA) dilakukan dengan
menggunakan probe yang akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel yang
dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah atau menggigit makanan. Menurut
Larmond (1976), analisis menggunakan TPA merupakan analisis multipoint karena hanya dengan
sekali analisis akan didapatkan nilai beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat
diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability, springiness, cohessivness, adhesiveness,
gumminess, chewiness, dan resilience.