II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah
manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa
orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas
dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak
dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan
kelebihan-kelebihan tertentu. kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk
mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju
suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain,
kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai
tujuan kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para
ahli dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir
sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga
hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman. Hampir sebagian
besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci
yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita menemukan bahwa
konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam
9
hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi,
cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.
1. Pengertian Pemimpin
Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti
bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalamnya terdapat dua pihak
yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah
ditambah awalan “pe”menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang
mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi
sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan
tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerjasama
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Hendry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (2006:38-39)
mengemukakan bahwa :
“ Pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang
memimpin dengan jalan memprakarsai tingkahlaku sosial
dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau
mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise,
kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang
terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing,
memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan
akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya”.
Menurut Miftah Thoha, (2007:27) pemimpin yang efektif yaitu:
“Pemimpin yang dalam menerapkan gaya tertentu dalam
kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa
bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan
kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara
memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi
kelemahan yang mereka miliki.”
10
B.H. Raven (1976) dalam Bernardine R. Wirjana dan Susilo Supardo
(2005:4) mendefinisikan pemimpin sebagai “seseorang yang menduduki
posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu
sesuai dengan ekspektasi peran dari posisi tersebut dan mengkoordinasi
serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta mencapai
tujuannya”. Sedangkan D.O Sears dalam Bernardine R. Wijana dan Susilo
Supardo, (2005:8) mengatakan bahwa “pemimpin adalah “seorang yang
memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan,
menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok, memberi
dorongan, menjadi panutan dan berada di depan dalam aktivitas-
aktivitas kelompok”
Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak
lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain
sehingga disebut sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin).
Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya
dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai
pemimpin) dianggap memiliki sifat-sifat unggul dan unik yang dibawa
sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru oleh orang lain.
Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan
yang serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu dibutuhkan
pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan,
dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis. Seorang
pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi
11
terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri
secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko
sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the
principle of absoluteness of responsibility).Dari beberapa definisi tersebut
diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin
merupakan pribadi yang spesial, terpilih, berwibawa dan memiliki
kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta mempengaruhi individu
atau kelompok untuk hal-hal tertentu.
2. Pengertian Kepemimpinan
Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan bahwa :
“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain,
melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan
maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh
pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak
pimpinan itu.”
Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan
mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas
anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi
komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama;
dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi,
memelihara dan mengembangkan budaya organisasi
12
Stoner dan Freeman dalam Pasolong (2010:35). Mengemukakan unsur-
unsur kepemimpinan adalah:
a) Adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut.
b) Distribusi kekuasaan di antara pemimpin dengan anggota organisasi.
c) Legitimasi diberikan kepada pengikut.
d) Pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara.
“Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku
orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan
menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara
serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada
pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses
menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa
paksaan. “
Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan
seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain
sekaligus mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud
dalam kajian ini adalah Bupati sebagai Kepala Daerah Lampung Selatan .
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memimpin secara
profesional dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang menurutnya
dipandang efektif dalam pcngelolaan organisasi atau unit kerja yang
dipimpinnya.
3. Fungsi Kepemimpinan
Pemimpin dalam menjalankan tugas-tugas nya harus berpedoman dan
menerapkan pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Menurut Hadari Nawawi
(1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial
dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa
13
setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin
harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau
organisasinya.
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu:
1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan
orang-orang yang dipimpinya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok
kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan
melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.
Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi,
secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi
perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu
memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat
mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua
arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha
menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan
berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi.
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi
masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan
wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi
sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang
diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan
melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini,
14
harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak
mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus
mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam
koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian,
pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan.
Menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi
dan mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi,
dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan organisasi. Hal ini terutama
terikat dengan fungsi mengatur hubungan antara individu atau kelompok
dalam organisasi. Selain itu, fungsi pemimpin dalam mempengaruhi dan
mengarahkan individu atau kelompok bertujuan untuk membantu organisasi
bergerak kearah pencapaian sasaran. Dengan demikian, inti kepemimpinan
bukan pertama-tama terletak pada kedudukannya dalam organisasi,
melainkan bagaimana pemimpin melaksanakan fungsinya sebagai
pemimpin. fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah:
1. Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian
tujuan
2. Sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak
luar.
3. Sebagai komunikator yang efektif.
4. Sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.
15
Efektivitas kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat didambakan
oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan organisasi.
Namun demikian, belum terdapat kesepahaman tentang kriteria efektivitas
kepemimpinan seseorang. Akan tetapi nampaknya telah diakui secara luas
bahwa kemampuan mengambil keputusan merupakan salah satu kriteria
utamanya. Yang dimaksud kemampuan mengambil keputusan adalah
jumlah keputusan yang diambil yang bersifat praktis, realistik, dan dapat
dilaksanakan serta memperlancar usaha pencapaian tujuan organisasi.
Kriteria lain yang dapat dan biasa digunakan adalah berkisar pada
kemampuan seorang pemimpin menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan.
Fungsi-fungsi kepemimpinan yang hakiki menurut (Sondang P Siagian,
1994:47-48) adalah:
1. Pemimpin selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha
pencapaian tujuan,
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di
luar organisasi,
3. Pemimpin selaku komunikator yang efektif,
4. Mediator yang andal khususnya dalam hubungan ke dalam , terutama
dalam menangani situasi konflik,
5. Pemimpin selaku integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.
Selaras dengan pendapat tersebut di atas, Kartini Kartono (2003: 81)
mengemukakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun,
membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik,
memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa pengikutnya
kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan.
16
Dengan mencermati kondisi saat ini, kepemimpinan abad dua puluh satu
kemungkinan akan menghadapi tuntutan yang semakin kompleks. Kondisi
demikian menuntut penyesuaian atau bahkan perubahan kemampuan pribadi
pemimpin. Pemimpin era mendatang dalam pemikiran Edgar H Schein akan
lebih banyak memiliki karakteristik:
Tingkat persepsi dan wawasan yang luar biasa terhadap realita dunia,
1. Tingkat motivasi yang luar biasa,
2. Kekuatan emosional,
3. Keterampilan baru dalam menganalisis asumsi kultural, mengidentifikasi
asumsi fungsional dan disfungsional,
4. Kemauan dan kemampuan untuk melibatkan orang lain serta menarik
partisipasi mereka,
5. Kemauan dan kemampuan untuk membagi kekuasaan serta kontrol.
Dengan demikian, pemimpin pada era mendatang adalah orang dengan
karakteristik tersebut, yang dapat memimpin juga menjadi pengikut, menjadi
sentral dan marginal, menjadi hirarkial di atas dan di bawah, dan menjadi
individualistis dan pemain tim. Pemimpin era mendatang adalah seseorang
yang menciptakan suatu budaya atau sistem nilai yang berpusat pada prinsip-
prinsip seperti pemberdayaan, kepercayaan, ketulusan, pelayanan, persamaan,
keadilan, integritas, kejujuran, dan self evidence.
17
4. Peran Pemimpin
Menurut pendapat Stodgil dalam Sugiyono, (2006:58) ada beberapa
peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu :
1. Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan
koordinasi.
2. Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada
meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi.
3. Roduct emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume
pekerjaan yang dilakukan.
4. Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin
menjadi bagian dari kelompok.
5. Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan
dan penyesuaian daripada tugas-tugas.
6. Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan
pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.
7. Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahan-
perubahan pada kegiatan organisasi.
8. Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-
pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya.
5. Karakteristik Pemimpin
Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang
secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang.
18
Kongkritnya, seorang hanya biasa mengklaim dirinya sebagai seorang
pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para
pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional
menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta
kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang
pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan
nilai dan tujuan. Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter
yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi.
Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam
kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin
yang menampilkan kepribadian pemimpin, Kelompok, Pengikut yang
muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya,
dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya
Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205), menawarkan enam
elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya suatu
kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana
seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar,
yaitu Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu,
Conflict Solving, Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan
bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi
untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu
sebagai berikut :
19
1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia
melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau
menghentikan sesuatu yang dikerjakan.
2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif
mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena
itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-
prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat
dalam pekerjaan yang dibidanginya.
3. Advocacy (Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan
dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena
sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar
para eksekutif dalam oraganisasi atau karena adanya ide yang baik
tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya.
4. Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu
konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin
untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik
tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat.
5. Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat
hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak
membuat frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan
bagi banyak orang.
6. Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai
dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka
20
tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap
dijalankan.
Dalam Ryaas Rasyid (2000:37) dijelaskan beberapa karakter
kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut :
1. Kepemimpinan yang Sensitif
Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara
dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa
yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak
pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam
karakter kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada
pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di
dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi
pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya.
2. Kepemimpinan yang Responsif
Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika
masyarakat dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka,
maka kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan
menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui
berbagai media komunikasi, menghayati suatu sikap dasar untuk
mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan
waktunya secara cepat untuk menjawab pertanyaan, menampung
setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan
setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum.
3. Kepemimpinan yang Defensif
Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik,
merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki
kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan
masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup
terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil
posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena
itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti
oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia
ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi
dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini bisa
berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan
masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi
maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk
melakukan manufer.
21
4. Kepemimpinan yang Represif
Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya
dengan karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi
karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam
mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap suatu isu
ketika berhadapan dengan masyarakat. Karakter kepemimpinan yang
represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi
masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat,
tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkaynya
kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial.
6. Tipe – Tipe Pemimpin
1. Berdasarkan sikap pemimpin terhadap kekuasaan dan organisasi
dikenal 5 tipe pemimpin, yaitu sebagai berikut:
1. Climbers, ialah tipe pemimpin yang selalu haus akan kekuasaan,
prastige dan kemajuan diri, berusaha maju terus menerus
dengan kekuasaan sendiri, oportunistis, agresif, suka dan mendorong
perubahan dan perkembangan dan berusaha berombak terus
menerus.
2. Conservers, ialah tipe pemimpin yang mementingkan jaminan
dan keenakan, mempertahankan statusquo memperkuat posisi
yang telah dicapai, menolak perubahan, defensifda statis. Tipe ini
biasanya terdapat pada middle management atau dimiliki oleh
parapejabat yang sudah lanjut usia.
3. Zealots, ialah tipe pemimpin yang bersemangat untuk
memperbaiki organisasi, mengutamakan tercapainya tujuan,
mempunyai visi, menyendiri aktif, agresif, bersedia menghadapi
segala permusuhan dan pertentangan, tegas, mempunyai dorongan
22
yang keras untuk maju, tidak sabaran untuk mengadakan perbaikan
dan menentukan sesuatu yang baru, mementingkan kepekaan
daripada human relations.
4. Advocates, ialah tipe pemimpin yang ingin mengadakan
perbaikan organisasi, terutama bagiannya sendiri, mementingkan
kepentingan keseluruhan organisasi daripada kepentingan diri
sendiri, pejuang yang gigih dan bersemangat untuk kepentingan
orang-orang dan programnya, bersedia menghadapi pertentangan
apabila mendapat dukungan dari kolega-koleganya, sangat
responsif terhadap ide-ide dan pengaruh orang lain, keluar bersedia
mempertahankan kelompok dengan tindakan partisan, ke dalam
bersikap jujur dan tidak menyebelah.
5. Statesmen, ialah tipe pemimpin yang mementingkan tujuan organisasi
secara keseluruhan dan misi organisasi, berusaha berdiri di atas
kepentingan-kepentingan, tidak menyukai pertentangan yang
merugikan pihak-pihak yang bersangkutan, berusaha
mempertemukan pertentangan.
2. Tipe-tipe Berdasarkan Kekuasaan
Dalam hubungannya dengan kekuasaan, tipe pemimpin dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Autoraic leader, ialah tipe pemimpin yang menggantungkan
terutama pada kekuasaan formalnya, organisasi dipandang
sebagai milik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan
tujuan organisasi, hak dan wewenang adalah milik pribadi.
23
Leadership adalah hak pribadi, bawahan adalah alat, ia harus
mengikuti saja, tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk
ikut mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, tidak mau
menerima kritik, saran atau pendapat, tidak mau berunding
dengan bawahan, keputusan diambil sendiri, memusatkan
kekuasaan untuk mengambil keputusan, mempergunakan
intimidasi, paksaan atau kekuatan dan mengagungkan diri.
2) Partcipative leader, juga disebut pemimpin yang demokratis, ialah
tipe pemimpin yang memandang manusia adalah manusia yang
termulia, memimpin dengan persuasi dan memberikan contoh,
memperhatikan perasaan pengikut, mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan pribadi pengikut, mengutamakan kepentingan organisasi
dan kepentingan pengikut, senang menerima saran, pendapat atau
kritik, menerima partisipasi informil dari kelompok,
memanfatkan pendapat-pendapat kelompok, menunggu
persetujuan kelompok, menunggu persetujuan kelompok,
berunding dengan pengikut, mengutamakan kerja sama,
mendesentralisasikan wewenang, memberikan kebebasan untuk
bawahan untuk bertindak, menstimulir inisiatif, mendorong
partisipasi pengikut dalam pengambilan keputusan, memberikan
informasi yang luas kepada pengikut, membuat pengikut lebih
sukses.
24
3. Free rein leader, disebut juga pemimpin yang liberal, ialah tipe
pemimpin yang menghindari kekuasaan, tergantung pada
kelompok anggota, kelompok memotivasikan diri sendiri, hanya
bertindak sebagai perantara dengan dunia luar untuk menyajikan
informasi kepada kelompok, tidak berhasil memahami
sumbangan management, tidak dapat memahami peranan
motivasi yang diberikan dan melakukan pengendalian yang
minimal.
3. Tipe-Tipe Berdasarkan Orientasi Pemimpin
Tipe-tipe berdasarkan orientasi pemimpin, terdiri dari dua golongan
pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada pengikut atau
pegawai, dan pemimpin yang berorientasi pada produksi.
4. Tipe-tipe Berdasarkan Cara Memotivasi
Dalam hal ini, terbagi dalam tipe pemimpin yang positif dan
pemimpin yang negatif. Pemimpin yang negatif, ialah tipe pemimpin
yang menekankan kepada perangsang yang bersifat negatif, misalnya
ancaman, hukuman dan lain-lain. Sedangkan tipe pemimpin yang
positif, ialah pemimpin yang dalam memotivasikan pengikutnya
menekankan pada pemberian hadiah.
5. Tipe-tipe Berdasarkan Segi Landasan yang Dipergunakan Untuk
Mempengaruhi Pengikut. Dari segi landasan yang dipergunakan oleh
pemimpin untuk mempengaruhi pengikut, dapat diklasifikasikan
pemimpin dalam 3 kategori sebagai berikut:
25
1. Pemimpin tradisional, berusaha mempengaruhi pengikutnya
berdasarkan tradisi yang ada.
2. Pemimpin yang kharismatik, mempergunakan kharismanya
(kesaktian,kekuatan gaib).
3. Pemimpin rasional, kadang-kadang disebut pemimpin birokratis
oleh karena pemimpin tipe ini biasanya terdapat di dalam
organisasi birokratis, mempergunakan rasio untuk mempengaruhi
pengikutnya.
6. Tipe-tipe Pemimpin Berdasarkan Kepribadiannya
Tipe-tipe pemimpin berdasarkan kepribadiannya terdiri dari 6
macam sebagai berikut:
1. Tipe ekonomis, tipe yang perhatiannya dicurahkan kepada segala
sesuatu yang bermanfaat dan praktis.
2. Tipe aesthetis, yaitu tipe yang berpendapat bahwa nilai yang tertinggi
terletak pada harmoni dan indifidualitas.
3. Tipe teoritis, yaitu tipe yang perhatian utamanya ialah
menemukan kebenaran hanya untuk mencapai kebenaran,
perbedaan dan rasionalitas.
4. Tipe sosial, yakni tipe pecinta orang lain, tujuan akhirnya adalah orang
lain. Berhubungan dengan sifatnya yang ramah tamah, simpatik,
dan tidak mementingkan diri sendiri.
5. Tipe politis, yaitu tipe yang perhatian utamanya diarahkan kepada
kekuasaan, menginginkan kekuasaan perseorangan, pengaruh dan
reputasi.
26
6. Tipe religious, yaitu tipe yang berpendapat bahwa bahwa nilai
yang tertinggi ialah pengalaman yang memberikan kepuasan
tertinggi dalam kehidupan spritual dan bersifat mutlak.
7. Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama – sama selalu membutuhkan
kepemimpinan. Jadi harus ada pemimpin demi sukses dan efisien kerja.
Untuk bermacam-macam usaha dan kegiatan manusia yang jutaan
banyaknya ini diperlikan upaya yang terencana dan sistematis untuk melatih
dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru.Para ahli banyak yang
mengemukakan tentang definisi kepemimpinan seperti yang di tulis
Kartono (2003:31) dalam bukunya yang berjudul Pemimpin dan
Kepemimpinan :
1. Menurut Tead Terry Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau
seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan
pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
2. Menurut Young Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi
yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau
mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan
penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang
tepat bagi situasi yang khusus.
3. Menurut Prof. Dr Mar'a kepemimpinan juga merupakan suatu seni
untuk memunculkan kerelaan dan ketundukan, Kepemimpinan sebagai
penggunaan terarah berpengaruh, dan sebagai satu instrumen untuk
membentuk kelompok, sesuai dengan kemauan pemimpin
Moejiono Imam dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan
Keorganisasian juga berpendapat :
“Kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu
arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu
27
yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori
sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang
kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara
tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai
dengan keinginan pemimpin” (Moejiono, 2002:15).
Ahli kepemimpinan lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas
untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). selajutnya menurut Robbins
(2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk mencapai tujuan. Kemudian menurut Ngalim Purwanto
(1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan
dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan
sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau
dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela,
penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi
orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama
(Jarmanto,1983:78). George R. Terry berpendapat Kepemimpinan adalah
hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang
lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. ( Sutarto, 1998 : 17)
Kemudian Hersey menambahkan bahwa kepemimpinan adalah usaha untuk
mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus
memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan
kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
28
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh
kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
G.R Terry dalam Kartini Kartono (2003 : 71) mengemukakan beberapa teori
kepemimpinan, diantaranya sebagai berikut:
1. Teori otokratis
Menurut teori ini kepemimpinan didasarkan atas perintah-perintah,
paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Disini sang
pemimpin melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan
dapat berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada
struktur organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin tersebut pada dasarnya
selalu ingin untuk menjadi pemain orkes tunggal dan berambisi untuk
merajai situasi, oleh karna itu dia disebut Otokrat keras. Ciri-cirinya
adalah:
1. Memberikan perintah-perintah yang dipaksakan, dan harus dipatuhi.
2. Menentukan policies/kebijakan untuk semua pihak, tanpa
berkonsultasi dengan para anggota.
3. Tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-
rencana yang akan datang kepada anggotanya, akan tetapi hanya
memberitahukan langkah-langkah yang harus segera mereka
lakukan.
4. Memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap kelompoknya
dengan inisiatif sendiri.
Sang pemimpin juga selalu menjauhkan diri dari kelompoknya sebab dia
mengenggap dirinya sendiri sangat istimewa “eksklusif”.
2. Teori Laissez Faire
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan oleh seorang tokoh “ketua
dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan
semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau anggotanya.
Pemimpin laissez faire pada intinya bukanlah bukanlah seorang
pemimpin seperti pengertian pemipin yang sebenarnya , malainkan
pemimpin disini hanyalah sebagai simbol saja.
29
3. Teori kelakuan Pribadi
Dalam teori ini dinyatakan bahwa seorang pemimpin itu berkelakuan
kurang lebih sama, yaitu tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik
sama dalam setiap situasi yang dihadapi, dengan kata lain bahwa seorang
pemimpin itu harus mampu bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, “tahu
gelagat”dan mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus
mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk mengatasi
suatu masalah. Sedangkan masalah sosial itu tidak akan pernah identik
sama didalam runtunan waktu yang berbeda. Pola tingkah laku pemimpin
tersebut erat kaitannya dengan:
1. bakat dan kemampuannya,
2. kondisi dan situasi yang dihadapinya,
3. good-will atau keinginan untuk memutuskan dan memecahkan
permasalahan yang timbul, derajat supervisi dan ketajaman
evaluasinya
4. Teori Sifat Orang-orang Besar
Dalam teori ini, ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang
diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki
intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan
emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif,
memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi
sosial yang tinggi.
5. Teori Situasi
Teori ini menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang
tinggi/luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan
situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan harus
dijadikan tantangan untuk diatasi. Maka pemimpin harus mampu
menyelesaikan masalah-masalah aktual. Sebab permasalahan-
permasalahan hidup dan saat-saat krisis (perang, revolusi, malaise,dan
lain-lain) yang penuh pergolakan dan ancaman bahaya selalu akan
memunculkan suatu tipe kepemimpinan yang relevan bagi masa itu.
Maka pemimpin harus bersifat multi-dimensional serbabisa dan serba
terampil agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri terhadap
masyarakat dan dunia bisnis yang cepat berubah. Teori ini beranggapan
bahwa kepemimpinan itu terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu pemimpin -
pengikut-situasi .
6. Teori Humanistik
Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistic
biasanya dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya
kebebasan. Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan
Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum
berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”.
Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari
30
kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk
merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya
dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.
Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel
pokok, yaitu;
1. Kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota
dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya.
2. Organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan
kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara
keseluruhan.
3. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota
untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-
sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan,
kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang
lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang
lain.
8. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengerian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya
membenuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan
yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan
Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipicu oleh bawahan
tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Menurut Stoner dalam Pasolong (2010:67) gaya kepemimpinan itu dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otokratis
31
Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy"
dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-
keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh.
Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin
tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari
anggotanya.Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka
mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung
mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk
perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam kepemimpinan
otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga
sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a. Keputusan dapat diambil secara tepat.
b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin,
kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang
kecakapan.
c. Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat
keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.
Kelemahannya adalah :
a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil
keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat
belajar mengenai hal tersebut.
b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif
bawahannya tersebut.
c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan
tergantung pada atasan saja.
2. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi
dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan
rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini
pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak
memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter.
Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan
hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan
pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan
egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan
tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin
demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian
dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong
ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba
mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang
baik dan mengerjakan secara lancar.
32
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :
a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk
mengadakan kontrol terhadap supervisor.
b. Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan.
c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen
dengan catatan bila situasi memungkinkan.
d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya.
e. Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan
pangkat yang lebih tinggi.
Kelemahannya adalah :
a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil
keputusan.
c. Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang
relative tinggi bagi pimpinan.
d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah
pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihpahaman.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan
berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi
bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya
menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan
tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan
oraanisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya
atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan
pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan
meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para
bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama
sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya
pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya
kepada bawahannya.
Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini:
a. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan
kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan
dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa
tanggung jawab.
b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang
ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga
proses yang lebih cepat.
Kelemahannya adalah :
a. Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada
kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang
berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah
33
tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang
pengalaman.
b. Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah
dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa
suatu peraturan tertentu.
c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu,kurang
stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
2. Menurut Paramudji dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan
Pemerintah di Indonesia, (2014 : 123) bahwa gaya-gaya kepemimpinan
dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Gaya Motivasi
Pemimpin dalam menggerakkan orang-orang dengan menggunakan
motivasi, baik berupa imbalan ekonomis dengan memberikan hadiah
yang bersifat positif maupun ancaman yang bersifat negatif.
2. Gaya Pengawasan
a. Berorientasi kepada pegawai, di mana pemimpin selalu
memperhatikan anak buahnya sebagai manusia yang bermartabat.
Pemimpin mengakui kebutuhan-kebutuhan mereka, mengakui
keagungan manusia mereka.
b. Berorientasi pada produksi, di mana pemimpin selalu
memperhatikan proses produksi serta metode-metodenya dengan
melalui perbaikan serta penyesuaian tenaga kerja terhadap metode
tersebut dan diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal.
3. Gaya Kekuasaan
Pemimpin cenderung menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan
orang-orang serta bagaimana cara ia menggunakan kekuasaannya.
Antara lain :
a. Gaya bebas
Yaitu pemimpin hanya mengikuti kemauan pengikut, menghindari
diri dari penggunaan paksaan atau tekanan. Dalam hal ini
pemimpin lebih banyak memberikan kebebasan kepada
pengikutnya untuk menentukan tujuannya, sehingga seringkali
pemimpin hanya bertindak sebagai perantara saja dengan dunia luar
untuk menyajikan informasi kepada kelompok.
b. Gaya Partisipatif
Yaitu pemimpin sebagai makhluk yang bermartabat dan terus
menghormati hak-haknya. Mengutamakan kepentingan organisasi
dan kepentingan pengikut daripada kepentingan si pemimpin, suka
memberikan saran, kritik, pendapat serta mendorong kelompok
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan
memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada para pengikut.
34
c. Gaya Otokratik
Yaitu pemimpin yang menggantungkan kepada kekuatan
formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi.
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
Pemimpin yang demikian biasanya tidak mau menerima kritik,
saran atau pendapat dan tidak mau berunding dengan bawahan atau
para pengikutnya.
3. Menurut Gatto (1992) gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Gaya direktif. Pemimpin yang menganut gaya direktif pada umumnya
membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam
pelaksanaanya. Semua kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit
saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang
diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah otoriter.
2. Gaya konsultstif. Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, kurang
otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf da
anggota organisasi. Dalam gaya ini, fungsi pemimpin lebih banyak
berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasihat
dalam rangka mencapai tujuan.
3. Gaya partisipatif. Gaya partisipasif bertolak dari gaya konsultatif yang
bisa berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan
bawahan. Dalam gaya ini, pemimpin cenderung memberi kepercayaan
kepada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai
tanggung jawab mereka. Dan kontak konsultatif tetap berjalan.
4. Gaya free-rein atau gaya delegasi, yaitu gaya yangmendorong
kemampuan para staf untuk mengambil inisiatif. Dalam gaya ini
kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin sehingga
gaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperlihatkan tingkat
kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran
organisasi.
B. Konflik
Konflik merupakan hal yang terjadi secara sosial dan merupakan hal yang
biasa terjadi dalam masyarakat, walau pun terkadang terjadi konflik yang
memiliki akibat besar. Konflik juga terkadang memiliki manfaat setelah
terjadinya konflik, terkadang setelah terjadi konflik terjadinya kesenjangan
yang semakin memberi jarak antar yang berkonflik, selain itu setelah terjadi
35
konflik terkadang terjadi rasa solidaritas yang semakin baik, lebih dari saat
sebelum terjadi konflik.
Ramlan Subakti (1992:149) mengatakan, “konflik mengandung pengertian
“benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara
individu dan individu, kelompok dan kelomppok, dan antara individu atau
kelompok dengan pemerintah.
Konflik banyak dipersepsi dan diperlakukan sebagai sebuah sumber bencana.
Konflik banyak dipahami sebagai keadaan darurat yang tidak mengenakkan.
Sedapat mungkin dihindari dan dicegah. Berbeda dengan pandangan tersebut,
pendekatan kritis terhadap konflik lebih menempatkan konflik sebagai suatu
relitas sosial dan merupakan bagian yang dibutuhkan dalam proses perubahan
sosial. Konflik secara “anatomis” dipahami tidak hanya memiliki satu warna
atau satu dimensi saja. Konflik memiliki banyak warna atau multidimensi
Boedhi Wijardjo dan Herlambang Perdana (2001:6)
Dalam interaksi sosial antara individu atau antara kelompok, konflik
sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala
atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik
dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun
positif tergantng bagaimana cara mengelolanya.
1. Fase Konflik
Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu
berkembang secara bertahap. Kemunculan konflik dikatakan oleh Early
36
Signs. Ng (2003 : 54) menunjukkan tanda-tanda awal yaitu ada perdebatan
yang berkelanjutan, ada ekspresi perasaan negatif yang berulang-ulang,
terganggunya komunikasi, dan lain sebagainya,namun disini akan dijelaskan
mengenai 5 tahap dari perkembangan konflik.
Tahap-tahap perkembangan konflik dalam kelompok:
1. Disagreement
Disagrement adalah ketidak cocokan atau perbedaan pendapat antar
individu. Hal ini dapat menjadi bibit atau penyebab awal konflik.
Perlu segera diindentifikasi disagreementnya:
a. Apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman
b. Apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri
c. Jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional
minor
2. Confrontation
Dua orang atau lebih saling bertentangan. Diakhir tahap ini, tingkat
koalisi (sub kelompok dalam kelompok) dimana anggota kelompok
menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).
3. Escalation
Konflik dapat dipahami sebagai proses yang bergerak dari tingkat paling
rendah ke tingkat yang lebih tinggi, ke tingkat yang lebih tinggi lagi, dan
seterusnya hingga tingkat yang paling tinggi. Konflik umumnya
berlangsung susul menyusul dari satu fase ke fase berikutnya. Di sini
dapat dilihat bahwa jika tidak ditangani dengan baik, sebuah konflik
dapat melahirkan konflik baru dengan intensitas yang lebih tinggi. Yang
37
biasanya meningkat adalah intensitas kekerasannya, jumlah aktornya
(semakin banyak sekutu, semakin banyak pasukan), teknik dan
persenjataan (dari tangan kosong ke batu, ke parang, ke pistol, ke bom,
dan seterusnya, serta kerumitan masalahnya.
Setiap fase memiliki titik puncak terjadinya kekerasan. Penting diingat
bahwa konflik selalu memiliki „periode tenang‟ antara satu puncak ronde
dengan awal ronde berikutnya. Periode ini, di mana semua pihak sudah
melewati puncak konflik, adalah waktu terbaik untuk mengintervensi
konflik. Jika momentum intervensi ini dilewatkan, periode tenang dapat
berubah menjadi „masa persiapan‟, di mana pihak-pihak yang berkonflik
menyiapkan segenap kekuatan guna memasuki ronde konflik berikutnya
(misalnya dengan menghimpun pasukan atau menambah senjata baru).
Pada titik ini, dapat disimpulkan bahwa periode tenang adalah periode
yang sangat menentukan apakah konflik yang ada akan mengalami
eskalasi atau de-eskalasi. Hal ini tergantung pada efektivitas intervensi
yang dilakukan pada periode tenang.
4. Deescalation
Berkurang atau menurunnya konflik anggota mulai sadar waktu dan
energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat.
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan
mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi.
38
b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan
individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang
diucapkan dengan perilakunya.
5. Resolution
Setiap konflik sampai pada tahap ini, tahap dimana menemukan jalan
keluar dari permasalahan, tetapi terkadang beberapa pihak tidak puas
dengan hasilnya.
Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima
fase konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict".
Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun,
yaitu:
1. Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang
bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam
organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi,
namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk
sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
2. Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para aktor
yang terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk
cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat
asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan.
3. Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu
atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan
penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan,
frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.
4. Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak
memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba
saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi
terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan
sebagainya.
5. Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah
konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya
berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya
(disfungsional).
39
2. Penyebab Konflik
Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya.
Teori-teori mengenai berbagai penyebab konflik menurut Simon
Fisher,Jawed Ludin (2001:52) yaitu:
1. Teori Hubungan Masyarakat.
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda
dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a) Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-
kelompok yang mengalami konflik.
b) Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling
menerima keragaman yang ada di dalamnya.
2. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak
selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan
perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan
mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-
kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
b) Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan
kedua belah pihak atau semua pihak.
3. Teori Kebutuhan Manusia
Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia – fisik, mental, dan sosial – yang tidak terpenuhi atau
dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi
sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini
adalah:
a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk
mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang
tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu.
40
b. Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan
untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
4. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam,
yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu
yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a) Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang
mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi
ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-
masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara
mereka.
b) Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas
pokok semua pihak.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-
cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang
ingin dicapai teori ini adalah:
a) Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik
mengenai budaya pihak lain.
b) Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.
c) Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah
sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
a) Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
b) Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara
pihak-pihak yang mengalami konflik.
c) Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan
pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan
pengakuan.
3. Manajemen Konflik
Konflik merupakan unsur yang dibutuhkan untuk mengembangkan
organisasi, jika organisasi ingin terus hidup dan tumbuh, karena konflik
itu sendiri tumbuh dari sebuah kedinamisan manusia dan sulit untuk
dihindari dalam proses kehidupannya. Maka seni dari manajemen konflik
41
atau seni memimpin dalam situasi dan kondisi konflik sangatlah penting
dan merupakan tugas yang paling berat dan paling sukar bagi mereka
terutama bagi para pemimpin.
Menurut Kartini Kartono (2003:220), Manajemen Konflik dapat
dijalankan dengan cara sebagai berikut:
1. Membuat standar-standar penilaian
2. Menemukan masalah-masalah controversial dan konflik-konflik
3. Menganalisa situasi dan mengadakan evaluasi terhadap konflik
4. Memiliki tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan koreksi
terhadap penyimpangan dan kesalahan-kesalahan.
Jika sikap yang berbeda, tujuan atau sasaran individu maupun kelompok
yang tidak sama, dan segala macam perbedaan lainnya bisa diperbesar
dan diperkuat sehingga menambah semakin kuatnya ketegangan, dan
pergesekan atau friksi-friksi dan konflik-konflik dengan sendirinya akan
menjadi semakin meruncing. Maka akan menjadi masalah yang cukup
penting bagi pemimpin besar maupun kecil untuk menemukan teknik-
teknik guna merangsang konflik secara interpersonal atau kelompok, atau
bahkan sekaligus mengendalikannya, serta mampu menyelesaikan secara
sistematis tanpa menimbulkan banyak korban
dan kesusahan terhadap pihak lain.
42
C. Kepemimpinan dalam Konflik
Banyak yang dilihat dari kualitas seorang pemimpin yaitu kemampuan untuk
melihat apa yang terjadi, kepekaan yang tinggi, ketrampilan untuk memotivasi,
dan menginspirasi orang lain, keterampilan berkomunikasi dan mendengarkan.
Satu hal yang sering kali jarang ditemui oleh pemimpin yaitu ketrampilan
untuk mengatasi konflik, unuk mencegah konflik dan menyelesaikannya.
Seperti kebanyakan orang pemimpin juga merasa bersalah jika menghindari
masalah dengan menyembunyikannya atau hanya berharap agar masalah
tersebu dapat berlalu.
Menurut Hicks dan Gullett dalam buku kepemimpinan dan motivasi
(Wahjosumidjo ; 2001) menyebutkan bahwa peranan pimpinan dalam suatu
organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing security). Dengan
terciptanya rasa aman , masyarakat merasa tidak tertanggu, bebas dari segala
perasaan gelisah, kekawatiran, bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan
dari pimpinan.
Dan bagaimana seorang pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu
berorientasi kembali kepada berbagai teori kepemimpinan perilaku yang ada.
Salah satu diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert
R. Blake dan Jane S. Mouton. Berdasarkan management grid, setiap perilaku
seorang pemimpin dapat diukur melalui dua demensi, yaitu berorientasi kepada
hasil atau tugas, dan yang lain berorientasi kepada bawahan atau hubungan
kerja .
43
Kemudian Blake dan mouton berhasil memodifikasi teorinya ke dalam usaha
untuk memecahkan suatu konflik, yang dikenal dengan nama the conflict grid.
Dengan mempergunakan the conflict grid, akan dapat dilihat organigram cara
seorang pemimpin memecahkan suatu konlik (Milton, Charles, R ; 1981). Ada
lima dasar tindakan untuk memecahkan suatu konflik.
Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar tindakan suatu konflik
yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai macam cara atau tindakan,
yaitu:
1. Suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan
(suppression). Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran:
a. Konflik dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena
itu setiap konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan
dan tekanan.
b. Untuk meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu
adanya loyalitas bawahan.
c. Penyelesaikan konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d. Hasil penyelesaian suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates
loses.
2. Suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak (smoothing).
Pola semacam ini didasarkan pemikiran:
a. Konflik dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan
kerja sama.
b. Keharmonisan tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi
mengenai konflik itu sendiri.
44
c Terhadap konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan
untuk menentukan sikap dan pendapat.
d. Berbagai perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3. Pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari
tanggungjawab (withrowal atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik
pemimpin tidak ikut bertanggungjawab.
4. Pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu, terhadap
konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai
mufakat.
5. Suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan
(confrontation). Dalam arti pihak-pihak yang saling bertentangan
dikonfrontasikan atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-
masing pihak yang saling bertentangan, saling mengadakan analisa dan
evaluasi, sehingga ahkirnya dapat diperoleh suatu titik temu atau
kesepakatan.
Sebagian orang memang benar-benar berkembang dalam konflik, hampir pada
suatu titik bahwa mereka tidak merasa eksis jika tidak ada konflik, dan
sebaliknya ada pemimpin yang menjadi hancur ketika daerah yang
dipimpinnya terjadi suatu konflik.
Kebanyakan masalah dan konflik di suatu daerah bisa ditelusuri dan berasal
dari konflik-konflik yang idak diatasi sejak awal. Konflik-konflik yang tidak
mendapat penanganan ketika mencapai tahap yang meng hawatirkan.