FTIP001626/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gula Serbuk Aren
Tanaman aren atau enau (Arenga pinnata atau Arenga saccaharifera) mirip
pohon kelapa (Cocos nucifera) yang dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter
dengan garis tengah batang mencapai 65 cm. Bahan baku pembuatan gula aren
diperoleh dari sari gula atau yang sering disebut sebagai nira, yaitu tangkai bunga
jantan yang dapat disadap ketika tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak
produksi pada umur 15-20 tahun. Nira aren yang keluar dari tangkai bunganya
biasanya ditampung dalam bumbung (batang bambu sepanjang satu meter) dan proses
penampungan dapat berlangsung hingga tiga bulan terus menerus tanpa henti. Setiap
pohon dapat menghasilkan 10-15 liter nira per hari dengan dua kali penyadapan yaitu
pada waktu pagi dan sore hari (Burhanuddin, 2005).
Nira aren segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna dan
memiliki derajat keasaman atau pH sekitar 5,5 – 6. Rasa manis pada nira disebabkan
karena adanya sukrosa, glukosa, fruktosa serta gula lainnya (Dachlan, 1984 dikutip
Darojat, 1994). Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah,
iklim, pemupukan dan pengairan (Goutara dan Wijandi, 1975).
Umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain dan
bahan inorganik. Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa dan fruktosa serta
mannosa dalam jumlah yang rendah sekali. Bahan organik terdiri dari protein, asam
FTIP001626/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
amino, zat warna, lemak dan karbohidrat selain gula. Bahan inorganik terdiri dari
garam-garam mineral (Goutara dan Wijandi, 1975). Komposisi kimia nira aren dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Nira Aren
Komponen Jumlah Kadar air (%) 87,20 Karbohidrat (gula) (%) 11,28 Abu (%) 0,24 Protein (%) 0,20 Lemak (%) 0,20 Senyawa sitrat (ppm) 0,9 Senyawa tartarat (ppm) 0,6 Senyawa malat (ppm) 17,0 Senyawa suksinat (ppm) 5,1 Senyawa laktat (ppm) 4,0 Senyawa fumanat (ppm) 0,1 Senyawa pyroglutamat (ppm) 3,9
Sumber: Itoh et. al. (1985) Nira aren dapat diolah menjadi gula serbuk atau yang biasa dikenal dengan
gula semut. BPK Manado (1990) dikutip Kusumah (1992), menyatakan bahwa
pengolahan gula semut bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai peluang ekspor yang
cukup besar. Pengolahan menjadi gula semut lebih menguntungkan yaitu memiliki
harga jual lebih tinggi karena berbentuk serbuk sehingga lebih mudah pemakaiannya,
lebih tinggi daya simpannya karena tingkat kekeringan yang lebih tinggi. Syarat mutu
gula aren serbuk menurut SII-2043-87 dapat dilihat pada Tabel 2.
FTIP001626/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
Tabel 2. Syarat Mutu Gula Semut (SII-2043-87) No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan:
Bentuk Warna Ganda rasa
Serbuk
Kuning kecokelatan Normal dan khas
2. Gula total (dihitung sebagai sukrosa) % (b/b) Min. 80 3. Gula reduksi (dihitung sebagai
glukosa) % (b/b) Maks. 6,0
4. Air % (b/b) Maks. 3,0 5. Abu % (b/b) Maks. 2,0 6. Padatan tidak larut dalam air % (b/b) Maks. 0,2 7. Pati Tidak ternyata 8. Belerang dioksida (SO2) Tidak ternyata 9. Cemaran logam berbahaya:
Timbal (Pb) Raksa (Hg) Arsen (Ar) Tembaga (Cu)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 0,5
Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 20
Sumber: Departemen Perindustrian RI (1992) Cara yang umum digunakan dalam pembuatan gula semut adalah dengan
prinsip yang sama pada pembuatan gula merah yaitu kristalisasi yang dilakukan pada
akhir pemasakan gula. Pemasakan gula dilakukan untuk memperoleh kepekatan gula
yang tinggi, dimana akan dihasilkan tingkat kekeringan yang cukup untuk
pembentukan serbuk (Herman, 1984, dikutip Kusumah, 1992). Menurut Sardjono dan
Dachlan (1988) dikutip Darojat (1994), dalam pembuatan gula semut setelah pekatan
nira mengental dilakukan pendinginan selama kurang lebih 10 menit tanpa diaduk.
Setelah itu pekatan nira diaduk sampai terbentuk serbuk-serbuk gula. Berikut
merupakan diagram proses pembuatan gula semut dengan cara pemanasan dan
pengadukan intensif disajikan pada Gambar 1.
FTIP001626/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Gula Semut dari Nira dengan Cara Pemanasan dan Pengadukan Intensif
(Herman, 1984 dikutip Varina, 1990)
Nira hasil penyadapan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran
atau endapan-endapan. Nira segar diuapkan sampai kekentalan tertentu dengan suhu
pemasakan berkisar antara 110 – 120oC (Pragita, 2010). Pada saat nira mendidih,
nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan
dengan diserok. Minyak ditambahkan agar buih pada saat penguapan tidak meluap.
Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point
yakni berkisar 110oC. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira
sudah mulai kental dan meletup-letup. Setelah nira aren yang diuapkan menjadi
pekat, kemudian didinginkan selama 10 menit. Pengadukan dilanjutkan secara
intensif (terus-menerus) sampai diperoleh serbuk-serbuk gula. Serbuk yang masih
Nira
Penyaringan
Penguapan (T = 110 – 120oC)
Pendinginan (t = 10 menit) T = 60-70oC
Pengadukan secara intensif
Pengayakan
Minyak goreng
Gula semut
FTIP001626/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
kasar ini disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas
5%. Gula semut setengah jadi kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang
diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20
mesh dengan kadar air di bawah 3% (BPBU-TP3KU, 2009). Keberhasilan proses
pembuatan gula semut ditentukan oleh mutu nira yang digunakan. Nira yang telah
terfermentasi dengan pH kurang dari 6 tidak dapat diolah menjadi gula semut karena
proses kristalisasinya menjadi sulit, tetapi masih dapat diolah mejadi gula cetak.
Untuk mempertahankan pH nira lebih dari 6 dapat digunakan kapur tohor. Dari 50
liter nira dapat dihasilkan sekitar 7,5 kg gula kristal setengah padat (Herman, 1984
dikutip Darojat, 1994).
Proses pembuatan gula semut dengan metode konvensional membutuhkan
waktu yang cukup lama yaitu 4 – 5 jam untuk memasak 25 – 30 liter nira. Kendala
tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode spray drying. Salah satu produk
yang menggunakan metode spray drying adalah susu bubuk. Pembuatan gula tebu,
gula semut dan susu bubuk memiliki prinsip yang sama yaitu menguapkan air bahan
berupa cairan menjadi bentuk butiran padat.
Pada pembuatan gula semut dan gula tebu, penguapan air nira dilakukan
dengan cara pemasakan yang dilanjutkan dengan pengkristalan, sedangkan pada
pembuatan susu bubuk, penguapan air dari susu segar dilakukan melalui proses
atomisasi pada suhu tinggi dengan waktu yang singkat. Komponen protein dalam
susu segar akan terkoagulasi dengan adanya panas pada waktu atomisasi. Proses
pembuatan gula pasir dari nira tebu memiliki perbedaan yaitu adanya proses
penjernihan nira terlebih dahulu. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bahan
FTIP001626/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
bukan sukrosa. Gula semut tidak melalui proses penjernihan sehingga warna yang
dihasilkan merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan yang dihasilkan pada gula
semut juga dapat terjadi karena proses karamelisasi. Proses pembuatan gula semut
melalui proses pemasakan yang lama dengan suhu yang tinggi yaitu sekitar 110 –
120oC, setelah itu dilakukan proses pengkristalan. Proses ini mengakibatkan bahan
nira kontak dengan panas dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan
karamelisasi.
2.2. Metode Spray Drying
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Keuntungannya
adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Proses
pengeringan dapat dijumpai pada pembuatan bubuk instan. Metode yang paling luas
digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan alat pengering
semprot (spray dryer). Menurut Toledo (2007), spray drying merupakan proses
dimana suatu tetesan cair dikeringkan karena adanya kontak dengan aliran udara
panas. Bahan disemprotkan ke dalam suatu media pengering yang panas, dan
berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan serta desain dan pengoperasian alat
pengering, suatu bahan dibentuk menjadi bubuk, granula atau produk aglomerat.
Bahan pangan yang dikeringkan menggunakan pengeringan semprot harus
dalam bentuk cair. Pengeringan semprot bisa digunakan untuk bahan yang berbentuk
FTIP001626/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
cairan dengan viskositas yang rendah. Penggunaannya terutama untuk produk-produk
yang sensitif terhadap panas. Pengeringan semprot ini memperkecil resiko kerusakan
bahan pangan akibat pemanasan. Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara
panas dalam ruang pengeringan berlangsung singkat, hanya beberapa detik, sehingga
sedikit sekali kemungkinan zat nutrisi terdegradasi karena panas. Larutan yang akan
dikeringkan harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut rendemen
hasil pengeringan (Masters, 1979). Menurut Filkova dan Mujundar (1987) dikutip
Yulianto (2002), menyatakan bahwa parameter dalam pengering semprot yang
berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan adalah jenis atomizer, suhu udara
masuk, suhu udara keluar, kecepatan alir bahan, desain ruang pengering dan jenis
bahan yang dikeringkan.
Spray drying terdiri dari empat tahap proses, yaitu : (1) atomisasi bahan
melalui sebuah penyemprot, (2) kontak antara droplet dengan udara pengering, (3)
evaporasi uap air, dan (4) pemisahan produk kering dari udara kering (Kjaergaard
dikutip Purba, 2003). Tahapan proses yang terjadi pada spray dryer disajikan pada
Gambar 2.
FTIP001626/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
Gambar 2. Tahapan Proses Pengeringan dengan Spray Dryer
(Filkova dan Mujundar dikutip Yulianto, 2002)
Dispersi dapat dicapai dengan tekanan nozzle, dua fluid nozzle, sebuah rotary
disk atomizer atau nozzle ultrasonik. Jadi jenis energi yang berbeda dapat digunakan
untuk mendispersikan cairan menjadi partikel-partikel halus. Pemilihan pada jenis
atomizer tergantung pada sifat dan jumlah bahan pangan serta karakteristik yang
diinginkan dari produk kering. Semakin tinggi energi yang digunakan untuk dispersi,
semakin kecil pula tetesan yang dihasilkan (Buchi Labortechnik AG, 2002).
Tiga elemen yang sangat penting pada pengeringan semprot yaitu atomizer,
ruang pengeringan (drying chamber) dan sistem pengumpul partikel-partikel yang
telah kering. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang
sangat tergantung dari sifat bahan yang dikeringkan (Harper dikutip Kumalasari,
2001).
FTIP001626/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
Atomizer
Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran
kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses
penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur
kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan
pada aliran udara dengan cara yang relatif seragam dan menghasilkan droplet dengan
ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif
dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan
putaran atomizer (Heldman et al. dikutip Yulianto, 2002).
Salah satu fungsi utama dari proses atomisasi adalah untuk mempertinggi
rasio antara luas permukaan dengan massa bahan sehingga proses pengeringan dapat
berlangsung dalam waktu singkat. Pengeringan yang cepat akan dapat
mempertahankan partikel-partikel bahan tetap dalam keadaan dingin (Spicer dikutip
Yulianto, 2002).
Ruang Pengering (Drying Chamber)
Fungsi dari ruang pengering adalah untuk mempertahankan suspensi partikel
di dalam aliran udara panas dalam jangka waktu yang cukup sampai proses
pengeringan selesai. Bentuk dan pengaturannya dapat berbeda-beda, tergantung pada
sifat dari produk yang akan dikeringkan. Pada drying chamber terpasang termokopel
pada bagian dinding mesinnya untuk mengukur suhu pemanas gas.
Di dalam drying chamber terjadi proses evaporasi. Evaporasi terjadi karena
adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas
FTIP001626/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap.
Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara
pengering (Kjaergaard dikutip Yulianto, 2002). Kecepatan evaporasi dipengaruhi
oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total
padatan, maka proses evaporasi akan berlangsung cepat (Heldman, et al. dikutip
Yulianto, 2002).
Sistem Pengumpul Partikel Pengering (Cyclone)
Peralatan pemisahan partikel kering yang paling umum adalah cyclone.
Partikel kering atau droplet yang terbentuk akan dipisahkan dari udara dan
dikumpulkan oleh cyclone. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun
bertahap, tergantung dari desain alat. Pada prinsipnya terdapat dua sistem untuk
memisahkan partikel dari medium pengering yaitu pemisahan primer partikel kering
berlangsung di dasar ruang pengering, dan pengambilan total secara langsung (Buchi
Labortechnik AG, 2002).
Suhu yang digunakan dalam pengeringan menggunakan metode spray drying
bervariasi tergantung jenis bahan yang digunakan. Tabel 3 menunjukkan suhu masuk
dan suhu keluar pada proses mikroenkapsulasi menggunakan spray dryer.
FTIP001626/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
Tabel 3. Suhu pada Proses Mikroenkapsulasi Menggunakan Spray Dryer Produk Suhu Masuk (oC) Suhu Keluar (oC)
Konsentrat buah, raspberry, pada maltodekstrin, 2:8 150 90
Konsentrat buah, jeruk, pada maltodekstrin, 2 :8 150 90
Gula inversi (date pulp) pada laktosa, 1:1 100 80
Sari buah blackcurrant pada maltodekstrin 170 100
Minyak kacang kedelai pada maltodekstrin/gelatin 150 90
Gula/ campuran lemak pada maltodekstrin/gum arab 25:15:50:10
160 90
Sumber : Buchi Labortechnik AG (2002) Suhu inlet menunjukkan suhu pengeringan udara panas. Udara dihisap atau
dialirkan ke dalam heater dengan menggunakan aspirator. Suhu inlet diukur sebelum
dialirkan ke ruang pengering. Suhu udara dengan partikel-partikel padat sebelum
memasuki cyclone disebut dengan suhu outlet. Suhu ini adalah suhu hasil dari panas
dan neraca massa di dalam ruang pengering sehingga tidak dapat diatur. Partikel
dapat dianggap memiliki suhu yang sama seperti gas karena intensitas panas,
perpindahan massa, dan hilangnya kelembaban. Jadi suhu outlet sama dengan suhu
maksimal produk (Buchi Labortechnik AG, 2002).
Menurut Spicer (1974) dikutip Lastriningsih (1997) dikutip Kumalasari
(2001), pengering semprot mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
jenis alat pengering yang lain, diantaranya : (1) produk akan menjadi kering tanpa
bersentuhan dengan permukaan logam panas, (2) suhu produk rendah meskipun suhu
udara pengering yang digunakan cukup tinggi, (3) penguapan air terjadi pada
FTIP001626/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
17
permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan
hanya beberapa detik saja, dan (4) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk
yang memudahkan penanganan dan transportasi.
2.3. Mikroenkapsulasi
Enkapsulasi merupakan proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti) seperti
partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding),
berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap
tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi
tertentu saat digunakan. Ide dasar enkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas
selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi
lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel.
Enkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk
melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Partikel yang telah dienkapsulasi disebut makrokapsul bila berukuran lebih
besar dari 5000 μm, mikrokapsul berukuran antara 0,2-5000 μm, dan partikel yang
berukuran lebih kecil dari 0,2 μm disebut nanokapsul. Tabel 3 menunjukkan ukuran
partikel berdasarkan metode enkapsulasi yang digunakan.
FTIP001626/031
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
Tabel 4.Ukuran Partikel Berdasarkan Metode Enkapsulasi
Metode Enkapsulasi Range Ukuran (μm) Spray drying 20-150 Centrifugal extrusion 125-3000 Air suspension coating 50-10000 Ekstrusi 700-6000 Coacervation 1-500 Centrifugal suspension-separation 5-1000 Sumber : Vasishtha dikutip Barbosa-Cánovas (2005)
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa penggunaan metode spray drying
memiliki ukuran 20-150 μm sehingga proses enkapsulasinya disebut dengan
mikroenkapsulasi. Mikrokapsul dapat berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak
beraturan. Dua jenis struktur utama dari mikrokapsul adalah satu inti (single core)
dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya. Jenis struktur utama
mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Jenis Struktur Utama Mikrokapsul (Paramita, 2010)
Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan cara coacervation,
droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini biasanya memiliki muatan
inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat mikrokapsul. Mikrokapsul dengan
struktur banyak inti di bagian dinding umumnya diproduksi menggunakan spray
FTIP001626/032
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
drying. Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah
mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama
tahap-tahap pengeringan akhir. Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis
hingga 70% dari berat mikrokapsul.
Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi.
Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan, atapun gas. Isi
dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme. Pelapis dapat
rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah, meleleh ketika terekspos dengan
panas, terlarut dalam solvent (pelarut).
Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan cairan
bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan inti menjadi
berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penanganan bahan menjadi lebih mudah
dalam bentuk padatan. Sifat-sifat bahan inti dan bahan penyalut yang digunakan
dalam mikroenkapsulasi dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat-sifat Bahan Inti dan Bahan Penyalut Bahan Inti Bahan Penyalut
Tekanan uap yang tinggi, dapat mempersulit proses penyimpanan.
Tidak bereaksi dengan bahan inti. Mampu memberikan perlindungan maksimal selama proses dan penyimpanan dari kondisi lingkungan.
Berat molekul bahan, berpengaruh terhadap difusivitas bahan selama proses.
Melepaskan bahan inti dengan sempurna pada kondisi yang diinginkan.
Kelarutan bahan terhadap air, makin mudah larut akan mudah menguap.
Memiliki alasan ekonomi (harga) yang baik.
Memiliki kelarutan dan rheological yang baik.
Sumber : Paramita (2010).
FTIP001626/033
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk menyalut atau
membungkus bahan inti selama proses pemadatan atau pengeringan, selain untuk
memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan, juga dapat mencegah
kerusakan bahan oleh panas karena waktu kontak yang singkat (Masters, 1979 dikutip
Chandrayani, 2002, dikutip Gautama, 2010). Jenis bahan penyalut yang biasa
digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Keuntungan penggunaan proses mikroenkapsulasi pada bahan pangan adalah (
Versic, Greenblatt et al, DeZarn dikutip Barbosa-Cánovas, 2005) :
a. Mengendalikan pelepasan bahan (misalnya, pelepasan bertahap bahan flavor
selama proses microwave, bahan pengembang pada proses baking, dan
melepaskan asam sitrat selama pembuatan sosis);
b. Meningkatkan stabilitas terhadap suhu, oksidasi, kelembaban, dan cahaya;
c. Menutup rasa yang tidak diinginkan;
d. Mengurangi interaksi negatif dengan senyawa lain (misalnya, mikroenkapsulasi
asidulan seperti asam sitrat, asam laktat, dan asam askorbat untuk
mempertahankan warna, tekstur, kandungan nutrisi, dan aroma makanan);
e. Mendorong penanganan yang lebih mudah dari materi inti dengan mencegah
penggumpalan, meningkatkan kemampuan mengalir, kompresi, dan sifat
pencampuran, dan memodifikasi kepadatan partikel.
FTIP001626/034
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
Tabel 6. Jenis Bahan Penyalut yang Biasa Digunakan pada Proses Mikroenkapsulasi
Golongan Jenis Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC, ethyl selulosa,
metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat phitat selulosa, asetat butilat phitat selulosa
Lemak Lilin, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida, digliserida, lilin tawon, minyak, lemak, minyak kertas
Bahan anorganik Kalsium phospat, silikat, tanah liat Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson and Lee (1991) dikutipAntara (1995) dikutip Gautama (2010). 2.4 Dekstrin
Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati secara
tidak sempurna, akibatnya rantai panjang pati mengalami pemutusan dan terjadi
perubahan sifat pati yang tidak larut dalam air menjadi dekstrin yang mudah larut
dalam air (Lineback dan Inlett dikutip Kumalasari, 2001). Pada pembentukan dekstrin
terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan
alpha 1,6-glukosidik. Prinsip pembuatan dekstrin adalah menghidrolisis molekul-
molekul pati yang besar menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Perubahan ini
menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada
pati. Struktur dekstrin dapat dilihat pada Gambar 4.
FTIP001626/035
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
Gambar 4. Struktur Dekstrin (Helmenstine, 2011)
Dekstrin dapat digunakan dalam industri pangan dan non pangan. Dalam
bidang pangan dekstrin digunakan sebagai pembentuk film dan edible adhesive untuk
menggantikan gum arab pada produk-produk tertentu seperti pelapis kacang dan
permen. Dekstrin juga digunakan sebagai bahan pengisi dan pembawa aroma yang
disemprot kering (Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Dekstrin juga dapat
digunakan sebagai bahan enkapsulasi (BeMiller dan Whistler, 1996, dikutip
Ridwansyah, 2006).
Dekstrin didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari hidrolisis pati
dengan enzim atau dengan katalis asam (Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari,
2008). Dekstrin merupakan produk hidrolisis parsial dari amilum sebelum terbentuk
maltosa (Poedjiadi dikutip Lestari, 2008). Menurut Brautlecht dikutip Lestari (2008),
dekstrin memiliki struktur kimia (C6H10O5)n dan secara umum sifat kimianya antara
pati dan dekstrosa. Dekstrin memiliki sifat larut dalam air dingin dan tidak larut
dalam alkohol dan pelarut netral. Dekstrin umumnya berbentuk bubuk dan berwarna
putih sampai kekuningan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992), dekstrin
FTIP001626/036
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
23
didefinisikan sebagai salah satu produk hidrolisi pati, berbentuk amorf, berwana putih
sampai kekuning-kuningan. Dekstrin yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi
syarat mutu seperti yang tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Syarat Mutu Dekstrin (SNI 01-2593-1992) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Warna - Putih sampai
kekuning-kuningan 2 Warna dengan larutan lugol - Ungu kecoklat-
coklatan 3 Kehalusan mesh %b/b Min 90 (lolos) 4 Air %b/b Maks 11 5 Abu %b/b Maks 0,5 6 Serat kasar %b/b Maks 0,6 7 Bagian yang larut dalam air dingin Min 97 8 Kekentalan oE 3-4 9 Dekstrosa Maks 5 10 Derajat asam ml NaOh 0,1 N/100 g Maks 3 11 Cemaran logam
11.1 Timbal (Pb) 11.2 Tembaga (Cu) 11.3 Seng (Zn) 11.4 Timah (Sn)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 2 Maks 30 Maks 40 Maks 40
12 Arsen mg/kg Maks 1 13 Cemaran mikroba
13.1 Kapang dan ragi 13.2 Total aerobik 13.3 Bakteri koliform 13.4 Salmonella
MPN/g MPN/g MPN/g MPN/g
Maks 102 102-106
Maks 102 0
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992). Berdasarkan proses pengolahannya, dekstrin dibagi menjadi tiga jenis yaitu
siklodektrin, maltodekstrin dan pirodekstrin (Satterthwaite dan Iwinski dikutip
Lestari, 2008). Pirodekstrin merupakan dekstrin yang dihasilkan dengan cara
hidrolisis asam atau pemanasan kering (roasting). Prosesnya dilakukan dengan
pemanasan pati kering sambil diaduk, kemudian disemprot dengan asam klorida dan
FTIP001626/037
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
24
sulfat. Derajat hidrolisisnya tergantung dari waktu, suhu, dan pH dari proses konversi
(Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Proses pembuatan dekstrin dengan
pemanasan kering dilakukan empat tahap meliputi persiapan bahan, pemanasan
pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan. Klarifikasi
pirodekstrin menurut Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi Pirodekstrin Karakteristik Dekstrin Putih Dekstrin Kuning British Gum Kondisi : Katalis
Suhu (oC) Waktu (jam)
HCl 79-121
3-7
HCl 149-190
6-20
HCl 135-190 10-24
Warna Putih hingga krem muda
Kekuningan hingga kuning tua
Kekuningan hingga coklat tua
Kelarutan (%) 1-98 95-100 1-100 Sumber : Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari (2008) Jenis pirodekstrin ini berbeda dalam cara perlakuan pati sebelum dipanaskan,
cara dan tingkat pemanasan, dan sifat-sifat produk yang dihasilkan. Secara umum
dekstrin putih dibuat dengan konversi pada suhu rendah dan pH yang tergantung
kecepatan proses konversi tanpa pembentukan warna yang berlebihan. Dekstrin
kuning merupakan produk yang terkonversi tanpa pembentukan warna yang
berlebihan. Dekstrin kuning merupakan produk yang terkonversi lebih tinggi yang
dibuat dengan kombinasi pH rendah dan suhu yang tinggi. British gum disisi yang
lain dikonversi pada pH yang tinggi dan suhu yang tinggi untuk konversinya,
FTIP001626/038
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
25
sehingga warna British gum lebih gelap daripada dekstrin putih (Wurzburg, 1986,
dikutip Ridwansyah, 2006).
Menurut Fennema dikutip Lestari (2008), dekstrin memiliki viskositas yang
relatif rendah sehingga pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih diijinkan.
Izin pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak menguntungkan apabila pemakaian
dekstrin dimaksudkan sebagai bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat
produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk.