Download - Ihsan Dt Tarik

Transcript

Laporan Awal

Modul 1

Pengujian Tarik1.1 Tujuan Praktikum1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi tuang, baja, tembaga, dan alumunium)

2. Untuk membandingkan titik luluh logam-logam tersebut

3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut, melalui penghitungan % elongasi dan % pengurangan luas

4. Untuk membandingkan fenomena necking pada logam-logam tersebut5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva tegangan-regangan, baik kurva rekayasa maupun sesungguhnya dari beberapa jenis logam7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fraktografi) logam-logam tersebut dan menganalisisnya berdasarkan sifat-sifat mekanis yang telah dicapai.

1.2 Dasar Teori

Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari material terhadap pembebanan tersebut. Diantara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan informasi representatif dari perilaku mekanis material.

Prinsip pengujian ini adalah suatu sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik tegangan-regangan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Data-data penting yang diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah perilaku mekanik material dan karakteristik perpatahan.

Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:

a. Batas proporsionalitas (proportionality limit)

Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier = E (bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.

b. Batas elastic (elastic limit)

Daerah elastic adalah daerah dimana beban akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

c. Titik luluh (yield point) dan Kekuatan luluh (yield strength)

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanaya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.1 di atas.

Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen, oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strenght) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan / deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0,1-0,2 % dari regangan total dimulai dari titik O.

Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang: tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural (in service)

harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)

c. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)

Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum uts ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal A0.

UTS = Fmaks / A0 (1.1)

Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1.1) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambvar 1.2). Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum dalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.

d. Kekuatan putus (breaking strength)

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal A0. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

e. Keuletan (ductility)

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting, dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan 2 metode pengukuran keuletan bahan yaitu: Persentase perpanjangan (elongation)Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya.

Elongasi, (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100% (1.2)Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari benda uji.

Persentase pengurangan / reduksi penampang (area reduction)Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.

Reduksi penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% (1.3)Dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao adalah luas penampang awal.

f. Modulus elastisitas (E)

Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1.1 dan 1.2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh:

E = / atau E = tan ( (1.4)

Dimana ( adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat diubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 1.3 di bawah ini yang menunjukkan grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:

Gambar 1.3 Grafik tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan kesamaan modulus kekakuan

g. Modulus kelentingan (modulus of resilience)

Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan-regangan.

h. Modulus Ketangguhan (modulus of toughness)

Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga terjadinya perpatahan Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik seperti Gambar 1.1. Pertimbangan design yang mengikutsertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.

Gambar 1.8. Kurva tegangan regangan. i. Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya

Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai konstan pada saat penghitungan tegangan = P/Ao. Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena = P/A. Gambar 1.4 di bawah ini memperlihatkan contoh kedua kurva tegangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).

i. Damping Capacity Ketika logam diberikan pembebanan dan kemudian pembebanan dihilangkan, maka kurva tress strain akan memperlihatkan sebuah histeresis mekanikal (mechanical hysteresis) berupa sebuah perubahan jalur dari loop saat beban pada logam diberikan (loading) dan dilepaskan (unloading).

Gambar 1.10. Mechanical Hyesteresis yang Dihasilkan pada saat Beban Diberikan (Loading) dan Dilepaskan(Unloading).Diskrepansi yang terjadi pada jalur loading dan unloading diakibatkan adanya energi yang hilang saat beban diberikan dan dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh adanya friksi internal antar atom (internal friction) yang juga menyebabkan material terkait menjadi panas. Energi loss ini menjadi parameter kemampuan material untuk menyerap energi vibrasi, semakin besar diskrepansi pada mechanical hysteresis pada saat beban diberikan dan beban dilepas, maka akan semakin besar kemampuan material untuk menyerap energi vibrasi (damping capacity). Material seperti besi tuang kelabu (gray cast iron) memiliki damping capacity yang baik, sehingga aplikasi yang melibatkan getaran konstan banyak menggunakan material tersebut.

Model perpatahan material hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti diilustrasikan oleh Gambar 1.5 di bawah ini:

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan terang. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan.

Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).a. Perpatahan ulet

Gambar 1.6 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet pada suatu spesimen yang diberikan pembebanan tarik:

Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik:

a. Penyempitan awal

b. Pembentukkan rongga-rongga kecil (cavity)

c. Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan

d. Perambatan retak

e. Perpatahan geser akhir pada sudut 450

Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh Gambar 1.7 :

Gambar 1.7 Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang ditandai dengan lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses penyatuan rongga-rongga kecil (cavity) selama pembebanan berlangsung.b. Perpatahan getas

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material

b. Retak / perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material (transgranular)c. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal kegagalan

d. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang mudah dibedakan

e. Material amorphus (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus

Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat diberikan oleh Gambar 1.8 di bawah ini:

Gambar 1.8 Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang lintang persegi panjang (pelat)

Gambar 1.9 Foto SEM sample dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk perambatan retak yang menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture) dan (b) melalui batas butir material (intergranular fracture)

1.3 Metodologi Penelitian

Alat dan Bahana. Alat

1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton2. Caliper dan / atau micrometer

3. Spidol permanen atau penggores (cutter)4. Stereoscan macroscope

b. Bahan1 Sampel uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium)

Flow Chart Process

1.4 Daftar Pustaka1. Diktat Teori Dasar Parktikum Metalurgi Fisik2. Buku Panduan Kerja Mahasiswa Praktikum Metalurgi Fisik

3. Metal Handbook Ninth Edition, Volume 8, Mechanical Testing, ASM,1985.

4. repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/1384.pdf5. http://okasatria.blogspot.com/2008/02/pengujian-tarik.html6. George E. Dieter, Mechanical Metallurgy, 2nd edition, McGraw-Hill, 1976.

Unit Stress

Unit Strain

Gambar 1.1 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari

baja

ulet

Unit Stress

Unit Strain

Gambar 1.5 Ilustrasi penampang samping bentuk perpatahan benda

uji tarik sesuai dengan tingkat keuletan / kegetasan

Gambar 1.6 Mekanisme Perpatahan Ulet

Pengujian dimulai

Pengukuran sampel

Menandai sampel

Pemasangan sampel

Penarikan sampel

Menandai grafik hasil uji

Pengukuran sampel hasil uji

Pengamatan tipe perpatahan

Pengujian sample lain

Pengujian selesai

Tidak


Top Related