Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
447 Unmas
Denpasar
IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN BERBASIS
PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK DAYA
DUKUNG LAHAN BERKELANJUTAN
Ade Supriatna1), Deden Ismail2)
1) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan
Konsentrasi : Pengelolaan Lingkungan
Email : [email protected] 23) Program Pascasarjan Universitas Mahasaraswati Denpasar
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dewasa ini kondisi daerah aliran sungai telah menghadapi permasalahan kerusakan
lingkungan yang semakin parah.Hal tersebut ditandai dengan semakin menurunkan
produktivitas lahan, meningkatnya erosi, dan sedimentasi, banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau.Kondisi ini sangat berdampak nyata secara biofisik
terhadap terjadinya lahan kritis.Salah satu indikator rusaknya fungsi konservasi lahan dan tata
air suatu daerah aliran sungai adalah adanya lahan kritis. Penelitian ini dilaksanakan di
Daerah Aliran Sungai Pakerisan yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah
kabupaten yaitu : Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas
7.240,06 hektar (79,63 %). Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan
Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Kabupaten Gianyar terdiri
dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar, Gianyar seluas
2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat bahaya erosi dan tingkat kekritisan lahan di daerah aliran sungai DAS
Pakerisan.Penentuan tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan penilaian terhadap parameter
penentu lahan kritis, seperti penutupan dan produktivitas lahan, kemiringan lereng, erosi, dan
pengelolaan lahan dengan metode skoring.Tingkat bahaya erosi dihitung dengan
menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation(USLE). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan yaitu sangat ringan (SR)
sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %), ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas 3.243,54
(35,68 %), sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24 %) dan berat (B)
sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran
Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensial kritis seluas
1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). Untuk menghindari
terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan, dan dalam upaya untuk
tetap menjaga daya dukung lahan yang berkalanjutan maka upaya nyata dari para pihak
terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan.Sehingga diharapkan
dengan adanya upaya tersebut maka DAS Pakerisan dapat terjaga kelestarianya dan dapat
dipertahankan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD).
Kata kunci: daerah aliran sungai, tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
448 Unmas
Denpasar
ABSTRACT
Today the conditions of the watershed has faced problems of increasingly severe
environmental damage. It is characterized by the decrease in land productivity, increased
erosion and sedimentation, flooding during the rainy season and drought in the dry season.
This condition is very real impact on the biophysical basis of critical land. One indicator of
damage to the function of land conservation and water management of a watershed is the
critical area. This research was conducted in Watershed Pakerisan which administratively
located in two regencies namely: Bangli area of 1851.83 ha (20.37%) and Gianyar area of
7240.06 ha (79.63%). Bangli regency consists of 2 (two) sub-districts Kintamani area of
561.00 hectares and Susut area of 1290.83 hectares. Gianyar regency consists of 3 (three)
sub-districts namely Blahbatuh area of 2493.46 hectares, Gianyar area of 2801.62 hectares
and Tampaksiring area of 1944.98 hectares. The purpose of this research is to determine the
level of erosion’sdanger and critical level of land in the watershed Pakerisan. Determination
of the critical level of land is done by evaluating the parameter determining critical areas,
such as the closure and land productivity, slope, erosion, and land management with the
scoring method. The level of erosion’s danger is calculated using the Universal Soil Loss
Equation (USLE). The results of this research will show that the level of the erosion’s danger
in the watershed Pakerisan is very light (SR) of 38 covering 4654.69 ha (51.19%), light (R)
as many as 44 units of land area of 3243.54 (35.68% ), medium (S) 15 units of land area of
1022.29 ha (11.24%) and weight (B) 3 units of land area of 171.97 ha (1.89%). Critical level
of land area in Watershed Pakerisan consists of a non-critical area of 5653.99 ha (62.19%),
potential critical area of 1951.67 ha (21.47%) and rather critical area of 1486.23 ha
(16.35%). To avoid the increasing of critical level of land in the watershed Pakerisan, and in
an effort to maintain the carrying capacity of land, so the real effort of stakeholders including
government, private, and community is needed. So it will be expected by the presence of
these efforts, the watershed Pakerisan can be maintained as a World Cultural Heritage area
(WBD.
Keywords : wateshed, critical lavel of land, the level of erosion’s danger
PENDAHULUAN
DAS Pakerisan merupakan salah satu kawasan yang telah ditetapkan oleh UNESCO
sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).DAS Pakerisan tersebut merupakan DAS lintas
kabupaten yaitu sebagian besar bagian hulu terletak di Kabupaten Bangli dan bagian hilir di
Kabupaten Gianyar.Terjadinya perubahan penggunaan lahan di bagian hulu dapat
mengancam keberadaan fungsi hidrologis di bagian hilir sehingga pengelolaan hulu menjadi
prioritas penanganan.
Untuk menjaga fungsi hidrologis tersebut maka diperlukan sistem pengelolaan yang
terpadu dan berkelanjutan, sehingga terjadinya lahan kritis dapat dihindari.Salah satu
indikator terjadinya lahan kritis adalah adanya erosi yang dapat mempengaruhi produktivitas
lahan yang biasanya terjadi di DAS bagian hulu yang pada umumnya memiliki kelerengan
yang curam, hal ini dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir yaitu terjadinya
sedimentasi di muara sungai. Selain itu apabila tidak dilakukan pengelolaan yang terpadu dan
berkelanjutan maka akan mengancam kelestarian dari DAS Pakerisan, sehingga ketetapan
sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) dari UNESCO akan ditinjau ulang atau
bahkan dicabut.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
449 Unmas
Denpasar
Pemetaaan lahan kritis pada DAS Pakerisan diperlukan untuk memberikan tingkat
pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang
ada.Pesatnya perkembangan teknologi dibidang remote sensing dengan dipadukan pada
Sistem Informasi Geografis sangat berguna dalam memberikan informasi spasial yang
diinginkan sehingga pemetaan dapat dilakukan dengan baik dan mempermudah prosesnya.
Dengan kemudahan dan kelebihan yang diberikan oleh kombinasai Sistem Informasi
Geografis yang di tunjang perkembangan teknologi yang muktahir dibidang remote
sensingakan membantu pemetaan lahan kritis yang ada di DAS Pakerisan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi, dan tingkat kekritisan
lahan pada tiap fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian inidilakukan di DAS Pakerisan.Waktu penelitian adalah Bulan September -
Desember 2015.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan diantaranya GPS, kamera digital, alat tulis, dan seperangkat
komputer yang dilengkapi software ArcGIS versi 10.1.Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu; data curah hujan 10 tahun terahir 2005-2014 di wilayah penelitian, Peta-
peta Tematik pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian seperti: Peta
Erodibilitas Tanah dan Kedalaman Tanah, Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Kelerengan Lahan,
Peta Bentuk Lahan, Peta Fungsi Kawasan,dan Peta Penutupan Lahan.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini diawali melakukan interpretasi citra landsat (landsat 8),
kemudian dilanjutkan dengan membuat Peta Unit Lahan DAS Pakerisan. Pembuatan peta unit
lahan didasarkan atas peta kelerengan, peta geomorfologi (bentuk lahan), peta penutupan
lahan DAS Pakerisan serta peta administrasi. Survey lapangan dilakukan untuk memperoleh
data primer di lokasi penelitian seperti data penutupan vegetasi dan pengolahan lahan.
Analisis Data
Analisis data dilakukan pada masing-masing fungsi kawasan di wilayah DAS
Pakerisan. Pada dasarnya analisis yang dilakukan adalah tumpang susun (overlay) dari
parameter penentu tingkat kekritisan lahan. Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan
Lahansebagamana gambar 1.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
450 Unmas
Denpasar
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
Gambar 1.Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kekritisan lahan merupakan skor
total dari perkalian skor dengan bobot dari masing-masing parameter. Skor dan bobot dari
masing-masing fungsi kawasan sebagai berikut.
1. Kawasan hutan lindung
Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada
kawasan hutan lindung sebagaimana tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Hutan Lindung
No Kriteria
(% bobot)
Kelas Besaran/Diskri
psi
Skor Keterangan
1 Penutupan lahan
(50)
1. Sangat baik
2. Baik
3. Sedang
4. Buruk
5. Sangat Buruk
>80%
61-80 %
41-60 %
21-40 %
<20 %
5
4
3
2
1
Dinilai berdasarkan
prosentase
penutupan tajuk
pohon
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
451 Unmas
Denpasar
2 Lereng
(20)
1. Datar
2. Landai
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat Curam
<8 %
8 -15 %
16-25 %
26-40 %
>40 %
5
4
3
2
1
3 Erosi
(20)
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat
0 dan I
II
III
IV
5
4
3
2
Dihitung
dengan
menggunak
an rumusUSLE
4 Manajemen
(10)
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
Lengkap *)
Tidak lengkap
Tidak ada
5
3
1
*) Tata batas
kawasan ada
- Pengamanan
pengawasan ada
- Penyuluhan
dilaksanakan
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
2. Kawasan budidaya pertanian
Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada
kawasan budidaya pertanian sebagaimana tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Budidaya Pertanian
No Kriteria
(% bobot)
Kelas Besaran/Diskri
psi
Skor Keterangan
1 Produktivitas
*)
(30)
1. Sangat baik
2. Baik
3. Sedang
4. Buruk
5. Sangat Buruk
>80%
61-80 %
41-60 %
21-40 %
<20 %
5
4
3
2
1
*) berdasarkan ratio
terhadap produksi
komoditi umum
optimal pada
pengelolaan
tradisional
2 Lereng
(20)
1. Datar
2. Landai
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat Curam
<8 %
8 -15 %
16-25 %
26-40 %
>40 %
5
4
3
2
1
3 Erosi
(20)
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat
0 dan I
II
III
IV
5
4
3
2
Dihitung
dengan
menggunak
an rumusUSLE
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
452 Unmas
Denpasar
4 Manajemen
(30)
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
5
3
1
Penerapan teknologi
konservasi tanah
lengkap dan sesuai
petunjuk teknis
Tidak lengkap atau
tidak terpelihara
Tidak ada
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
3. Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan
Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada
kawasan Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan sebagaimana tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan
No Kriteri
a
(%
bobot)
Kelas Besaran/Diskripsi Skor Keterangan
1 Veget
asi
Perma
nen
(50)
1. Sangat baik
2. Baik
3. Sedang
4. Buruk
5. Sangat Buruk
>40%
31-40 %
21-30 %
10-20 %
<10 %
5
4
3
2
1
2 Lereng
(20)
1. Datar
2. Landai
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat Curam
<8 %
8 -15 %
16-25 %
26-40 %
>40 %
5
4
3
2
1
3 Erosi
(20)
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat
0 dan I
II
III
IV
5
4
3
2
Dihitung
dengan
menggunak
an rumusUSLE
4 Manaje
men
(30)
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
5
3
1
Penerapan
teknologi
konservasi tanah
lengkap dan
sesuai petunjuk
teknis
Tidak lengkap
atau tidak
terpelihara
Tidak ada
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
453 Unmas
Denpasar
Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkatlahan
kritis. Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan jumlah skorparameter lahan kritis seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor
Total Skor Pada: Tingkat Kekritisan
Lahan Kawasan Hutan
Lindung
Kawasan Budidaya
Pertanian
Kawasan Lindung
di Luar Kawasan
Hutan
120 - 180 115 - 200 110 - 200 Sangat Kritis
181 - 270 201 - 275 201 - 275 Kritis
271 - 360 276 - 350 276 - 350 Agak Kritis
361 - 450 351 - 425 351 - 425 Potensial Kritis
451 - 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
Berdasarkan uraian parameter di atas, parameter yang terlebih dahulu harus dilakukan
analisis adalah tingkat bahaya erosi (TBE).Untuk memprediksi erosi menggunakan
persamaan sesuai dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan
oleh Wischmeier dan Smith (1978), dengan persamaan sebagai berikut :
dimana :
A = Jumlah tanah yang hilang (ton
hektar-1 tahun-1)
R = Indeks erosivitas hujan
K = Indeks erodibilitas tanah
LS = Indeks panjang dan kemiringan
lereng
C = Indeks pengelolaan tanaman
P = Indeks upaya konservasi tanah
Kelas dan Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung mengacu pada Keputusan Direktur
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departeman Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998
tanggal 21 April 1998 dengan membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan
kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut.Kelas dan tingkat bahaya erosi didapatkan
dengan menggunakan matrik sederhana sebagaimana disajikan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Kombinasi Solum Tanah dan Erosi Dalam Penentuan TBE
Kedalaman tanah (cm)
Kelas erosi
I II III IV V
Erosi (ton ha-1 tahun-1)
<15 15-60 60-180 180-480 >480
Dalam SR R S B SB
>90 0 I II III IV
Sedang R S B SB SB
60 – 90 I II III IV IV
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
454 Unmas
Denpasar
Dangkal S B SB SB SB
30 – 60 II III IV IV IV
Sangat dangkal B SB SB SB SB
<30 III IV IV IV IV
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
Keterangan : 0-SR : Sangat Ringan, I-R : Ringan, II-S : Sedang, III-B : Berat, IV-SB :
Sangat Berat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Biofisik DAS Pakerisan
1. Letak Adminstrasi dan Luas
Secara geografis DAS Pakerisan terletak diantara 8°16'46,579" - 8°36'50,012" LS dan
115°17'50,051" - 115°21'53,445" BT. Secara administratif wilayah DAS Pakerisan teletak di
wilayah Kabupaten Bangli dan Gianyar dengan luas 9.091,89 Ha.Sebaran wilayah
administrasi DAS Pakerisan secara lengkap disajikan ada Tabel 3.1 dan Peta Administrasi
DAS Pakerisan sebagaimana gambar 2.
Gambar 2. Peta Administrasi DAS Pakerisan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
455 Unmas
Denpasar
Tabel 3.1. Pembagian Wilayah Administrasi DAS Pakerisan No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas
1 Bangli Kintamani Batur Tengah 74,81
Bayunggede 104,17
Sekardadi 382,02
561,00
Susut Penglumbaran 391,91
Sulahan 284,85
Susut 157,45
Tiga 456,62
1.290,83
1.851,83
2 Gianyar Blahbatuh Bedulu 57,45
Belega 262,19
Blahbatuh 164,48
Bona 220,77
Buruan 128,53
Keramas 424,67
Medahan 428,29
Pering 651,23
Saba 155,85
2.493,46
Gianyar Abianbase 211,23
Bakbakan 310,02
Beng 80,65
Bitera 395,17
Gianyar 229,02
Lebih 128,81
Petak 225,38
Petak Kaja 165,73
Samplangan 36,84
Serongga 245,23
Siangan 438,80
Sumita 80,28
Suwat 254,46
2.801,62
Tampaksiring Manukaya 1.033,16
Pejeng Kangin 311,87
Pejeng Kelod 186,05
Tampaksiring 413,90
1.944,98
7.240,06
9.091,89
Jumlah Kabupaten
Jumlah Total
Jumlah Kecamatan
Jumlah Kecamatan
Jumlah Kabupaten
Jumlah Kecamatan
Jumlah Kecamatan
Jumlah Kecamatan
Sumber : Hasil analisis Peta Administrasi, 2015
Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa DAS Pakerisan memiliki luas total seluas
9.091,89 hektar yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu :
Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas 7.240,06 hektar
(79,63 %). Untuk Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan
Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Sedangkan di Kabupaten
Gianyar terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar,
Gianyar seluas 2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.
2. Curah Hujan
Terdapat 3 Stasiun Penakar Curah Hujan di wilayah DAS Pakerisan, yaitu : BPP
Kintamani, BPP Kintamani dan Kantor Dinas P3 Kabupaten Gianyar. Curah hujan rata-rata
tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada BPP Kecamatan Kintamani
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
456 Unmas
Denpasar
sebesar 2.003 mm tahun-1 dengan 89 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan
Agustus sebesar 3 mm bulan-1 dengan 1 hari hujan dan tertinggi pada bulan Januari sebesar
341 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan.
Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada
BPP Kecamatan Tampaksiring sebesar 2.644 mm tahun-1 dengan 123 hari hujan. Curah hujan
terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 107 mm bulan-1 dengan 9 hari hujan dan tertinggi
terjadi pada bulan Desember sebesar 322 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan.
Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada
Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Gianyar sebesar 2.132 mm tahun-1
dengan 103 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 66 mm
bulan-1 dengan 4 hari hujan dan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 283 mm bulan-
1 dengan 14 hari hujan.
3. Penutupan Lahan
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 8 dan hasil survey/pengamatan lapangan,
penutupan lahan di DAS Pakerisan terdiri dari atas vegetasi tetap rapat/hutan seluas 32,58 ha
(0,36%), kebun campuran rapat seluas 334,94 ha (3.68%), kebun campuran sedang seluas
2.845,25 ha (31,29%), kebun campuran jarang seluas 225,13 (2,48%), sawah seluas
4.592,00(50,51%) dan permukiman seluas 1.061,99 (11,68%) dari total DAS.
4. Topografi
Kemiringan lereng suatu wilayah dibedakan atas 5 (lima) kelas lereng, yaitu: kelas
lereng I / datar (0 - 8 %), kelas II / landai (8 - 15 %), kelas lereng III agak curam atau
bergelombang (15 - 25 %), kelas lereng IV / curam atau berbukit (25 - 40 %) ) dan kelas
lereng V / sangat curam atau bergunung ( > 40 %).
Kemiringan lahan pada DAS Pekerisan secara berurutan adalah datar seluas 7.953,23
hektar (87,48 %), landai seluas 966,69 (10,63 %) dan agak curam seluas 171,97 hektar (1,89
%).
5. Bentuk Lahan
Bentuk lahan merupakan bentang permukan lahan yang mempunyai relief yang khas
sebagai akibat atau pengaruh yang kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam
yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Berdasarkan asal-usulnya
bentuk lahan yang dapat dijumpai pada DAS Pakerisan antara lain bentuk lahan asal proses
vulkanik seluas 7.026,1 hektar (77,28 %) dan fluvial seluas 2.065,79 hektar (22,72 %).
Satuan Unit Lahan
Satuan unit lahan DAS Pakerisan merupakan hasil tumpang susun atau overlay peta
penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan. Kemudian peta unit lahan yang
dihasilkan ditumpangsusunkan dengan peta arahan fungsi kawasan untuk mengetahui arahan
fungsi kawasan dari satuan unit lahan dan peta administrasi untuk mengetahui posisi atau
letak administrasi dari satuan unit lahan tersebut.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
457 Unmas
Denpasar
Satuan unit lahanmerupakan cerminan adanya pengaruh sifat batuan, relief dan lereng,
serta penutupan lahan pada suatu wilayah di DAS Pakerisan. Hasil tumpangsusun atau
overlay dari peta-peta tersebut pada DAS Pakerisan diperoleh sebanyak 100 satuan unit
lahan.
Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi
Hasil analisis terhadap prediksi erosi di wilayah DAS Pakerisan, menunjukan erosi
yang terjadi di DAS Pakerisan sebesar 276.685,26 ton tahun-1 atau 4.119,45 ton hektar-1
tahun-1. Besarnya nilai erosi yang terjadi selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas erosi
dan tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Pakerisan.Kelas erosi yang terjadi di DAS
Pakerisan bervariasi dari kelas I sampai dengan kelas IV. Luas per masing-masing kelas erosi
dari tingkat I sampai dengan kelas IV secara berurut adalah kelas I seluas 4.654,09 hektar
atau 51,19 %, erosi kelas II seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, erosi kelas III seluas
1.022,29 hektar atau 11,24 % dan erosi kelas IV seluas 171,97 hektar atau 1,89 %.
Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan membandingkan besarnya erosi yang
terjadi (erosi aktual) dengan kedalaman efektif tanah pada satuan unit lahan di wilayah
bersangkutan.Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) pada DAS Pakerisanbervariasi dari
tingkat sangat ringan sampai dengan tingkat berat dan tidak terdapat lahan yang memiliki
tingkat bahaya erosi (TBE) sangat berat.Tingkat bahaya erosi(TBE) pada DAS
Pakerisansecara berturut disajikan sebagai berikut: tingkat sangat ringan (SR) seluas 4.654,09
hektar atau 51,19 %, ringan (R) seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, sedang (S) seluas
1.022,29 hektar atau 11,24 % dan berat (B) seluas 171,97 hektar atau 1,89 %.
Mengacu pada peta kedalaman tanah, wilayah DAS Pakerisanhanya memiliki kedalam
tanah > 90 cm. Dengan menggunakan Kriteria yang digunakan oleh Thomson (1957) dalam
Arsyad (2010) maka secara teoritis erosi yang diperbolehkan (Edp) untuk tanah dengan
kedalaman > 90 cm dengan lapisan bawah berpermeabilitas tinggi di atas substrata yang telah
melapuk adalah sebesar 2,5 mm tahun-1 atau 30 ton hektar-1tahun-1.
Besarnya erosi aktual yang terjadi pada DAS Pakerisan secara umum telah melebihi
batas erosi yang ditoleransi. Ha ini memberikan pesan bahwa penutupan vegetasi, pola tanam
dan tindakan konsevasi tanah yang ada di wilayah tersebut belum mampu untuk mencegah
atau menekan terjadinya erosi sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. Hal
tersebutjika dibiarkan akanberdampak buruk terhadap lahan DAS Pakerisan yang dapat
mengakibatkan timbulnya lahan tidak produktif atau lahan kritis dimana erosi sebagai salah
satu indikatornya.Atas kondisi tersebut diperlukan upaya penyelamatan lahan DAS
Pakerisan.
Tingkat Kekritisan Lahan
1. Kawasan Hutan Lindung
Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan
Sosial Nomor : P.4/V-SET/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Penyusunan Data Spasial
Lahan Kritis sebagaimana tabel 3.13. Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di
wilayah DAS Pakerisan dan hasil tumpang susun diperoleh unit lahan yang berfungsi sebagai
kawasan hutan lindung sebanyak 1 unit dengan luas 32,58 ha. Dari hasil analisis klasifikasi
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
458 Unmas
Denpasar
tingkat kekritisan lahan pada unit lahan tersebut diperoleh hasil berupa unit lahan tersebut
adalah potensial kritis dengan nilai total skor 430.
2. Kawasan Lindung Di Luar Kawasan Hutan
Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan dengan kondisi curah
hujan yang tinggi, tanah yang mudah tererosi dan topografi yang curam. Di wilayah DAS
Pakerisan kawasan lindung di luar kawasan hutan berada di bagian hulu dan tengah DAS
Pakerisan, ini dapat dipahami dikarenakan wilayah hulu dan tengan dari DAS Pakerisan
merupakan wilayah dengan intensitas hujan yang tinggi dan topografi yang curam.
Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan, kawasan lindung
di luar kawasan hutan di wilayah DAS Pakerisan seluas 795,78 hektar.
Hasil analisis tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan di
wilayah DAS Pakerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan sangat kritis,
kritis dan tidak kritis. Kriteria tingkat kekritisan lahan agak kritis seluas 488,55 hektar atau
61,39 % dan potensial kritis seluas 307,23 hektar atau 38,61 %.
3. Kawasan Budidaya Pertannian
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkandengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atasdasar kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS
Pakerisan kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan
seluas 8.263, 53 ha.
Berdasarkan hasil analisis klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya
pertanian di wilayah DAS Pakaerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan
sangat kritis dan kritis.Secara beurutan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya
pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebagai berikut : tidak kritis seluas 5.653, 99 hektar
atau68,42 %, potensial kritis 1.611, 86 hektar atau 19,51 % dan agak kritis seluas 997,68
hektar atau 12,07 %.
Secara keseluruhan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan adalah tidak kritis seluas
5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas
1.486,23 ha (16,35 %).
Upaya Penanganan Lahan Kritis
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa meskipun yang dominan merupakan lahan yang
tidak kritis yaitu seluas 5.653,99 hektar atau 68,42 %, tetapi juga terdapat lahan potensial
kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 % dan lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau
12,07 %.
Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum termasuk kritis berada setingkat
dibawah ambang batas kekritisan lahan. Lahan tersebut akan menjadi kritis apabila salah satu
atau semua faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya lahan kritis meningkat kearah yang
lebih buruk.
Untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran atau perubahan status lahan potensial kritis
menjadi lahan agak kritis, maka perlu segera ditangani.Upaya penanganan lahan agak kritis
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
459 Unmas
Denpasar
dan potensial kritis di DAS Pakerisan, dilakukan dengan melihat semua faktor yang
menyebabkan terjadinya lahan kritis tersebut.
Upaya tersebut dapat dilakukan dilakukan dengan menerapkan alternatif tindakan
konservasi tanah dan air pada wilayah DAS Pakerisan sebagai upaya untuk menekan atau
mengendalikan erosi.Pengendaliaan laju erosi sehingga sama atau lebih kecil dari erosi yang
diperbolehkan diperlukan arahan penggunaan lahan berupa pemilihan tanaman/pola tanam
(faktor C) dan tindakan konservasi tanah (faktor P) yang mempunyai nilai sama atau lebih
kecil dari nilai C dan P maksimum. Hal ini dilakukan mengingat faktor-faktor lain, yaitu R
(erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), LS (faktor lereng) sulit dirubah.
Upaya pengelolaan sumber daya lahan dengan menerapkan alternatif penerapan teknik
konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara menambah vegetasi penutupan lahan dan
memperbaiki praktek pengelolaan lahan di masing-masing unit lahan. Upayapenerapan
tindakan koservasi tanah dan air tidak hanya menekan laju erosi yang terjadi tetapi mampu
mengurangi tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Pakerisan. Besarnya laju erosi yang
berhasil ditekan sebesar 3.603,07 ton hektar-1tahun-1 (87,46%) dari erosi yang terjadi sebesar
4.119,45 ton hektar-1 tahun-1menjadi 516,38 ton hektar-1 tahun-1. Dengan adanya penekanan
erosi tersebut maka lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau 12,07 % dapat berubah
menjadi lahan potensial kritis dan lahan protensial kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 %
dapat berubah menjadi lahan tidak kritis.
SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI
Simpulan
1. Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan tingkat sangat ringan (SR)
sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %) tingkat ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas
3.243,54 (35,68 %), tingkat sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24
%) dan tingkat berat (B) sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).
2. Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas
5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas
1.486,23 ha (16,35 %).
3. Kawasan hutan lindung seluas 32,58 ha seluruhnya merupakan potensial kritis.
4. Kawasan lindung di luar kawasan hutan seluas 795,78 ha,terdiri dari agak kritis seluas
488,55 ha (61,39 %)dan potensial kritis seluas 307,23 ha (38,61 %)
5. Kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan seluas
8.263, 53 ha terdiri dariagak kritis seluas 997,68 ha (12,07 %), potensial kritis seluas
1.611, 86 ha (19,51 %)dan tidak kritis seluas 55.653, 99 ha (68,42 %).
Saran
Berdasarkan simpulan dan kondisi tersebut diatas, maka guna perbaikan dan menjaga
agar kondisi DAS Pakerisan tetap terjaga dengan baik, disarankan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Pada lahan dengan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat perlu dilakukan
perubahan pengelolaan tanaman (faktor C) dan pengelolaan lahan (faktor P) untuk
mengurangi laju erosi yang terjadi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui konservasi
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
460 Unmas
Denpasar
tanah dengan metode vegetatif dan mekanik, hal ini disebabkan karena variabel lain yaitu
indeks erosivitas hujan, erodibilitas tanah, dan kemiringan lereng merupakan parameter
yang relatif sulit diubah.
2. Untuk menghindari terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan,
pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat diharapkan segera melaksanakan
upaya penanganan lahan kritis tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar beserta
staf atas bantuannya, demikian juga kepada Tim Pascasarjana Hibah Pascasarjana Unmas
atas bimbingannya dan sarannya sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I.W.S. 2000.Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air.Jurusan
Tanah. Denpasar: Universitas Udayana.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air.Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Edisi kelima.Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Balai Pengelolaan DAS unda Anyar, 2013.Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) Wilayah Kerja BPDAS Unda Anyar.
Denpasar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar.
Departemen Kehutanan. 1998. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan
Departemen Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tentang PedomanPenyusunan
Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran
Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No:52/Kpts-II/2001 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen
Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan RI No:P. 39/Menhut-II/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Departemen Pertanian. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980
tentang Kriteria dan Tata Cara penetapan Hutan Lindung. (cited 2013 Des.20).
Available from: http://www.docstoc.com
/docs/20556251
Departemen Pertanian. 1981. Keputusan Menteri Pertanian No 683/Kpts/Um/8/1981 tentang
Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. (cited 2013 Des.20).
Available from: http://www.docstoc.com
/docs/2055625
Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Effendi, E. 2007.Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. (cited
2013 Des.3). Published by Andi Prasetyo.
Available from: http://www.scribd.com
/doc/52831935
Hardjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
http://lutfiardiansyahsaputra.wordpress.com/2013/04/03/bentuk-lahan-asal-
denudasional. (cited 2014 Januari.17).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
461 Unmas
Denpasar
Kartasapoetra, G. A. G. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.Jakarta : Rineka Cipta.
Karsun, 2014.“Arahan Penggunaan Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Telaga Waja
Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Kementerian Kehutanan. 2013. Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan
Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Nomor: P.3V-SET/2013 tanggal 26 Juli
2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian
Kehutanan RI.
Mahmud, A. 2007.“Studi Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Otan di Kabupaten
Tabanan Ditinjau dari Aspek Hidrologi dan Lahan” (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Peraturan Pemerintah (PP RI) No.P.37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.1 Maret
2012.Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62.
Peraturan Daerah Provinsi Bali (PERDA) No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.28 Desember 2009. Denpasar: Lembaran
Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16.
Pratiwi, K. 2012. Aplikasi Pengolahan Digital Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis Untuk Pemetaan Lahan KritisKasus Di Kabupaten Banjarnegara Provinsi
Jawa Tengah.
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/51/50
Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup.
Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Rizky Nugraha, 2008. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis
Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor, (skripsi). Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Restu. 2014. “Analisis Kecenderungan Potensi Erosi Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad
Pakerisan” (tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.
Sukayasa, 2012. “Kajian Tingkat Kekritisan Lahan Pada Sub DAS Tukad Bangkung” (tesis).
Denpasar: Universitas Udayana.
Suripin.2002. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air.Yogyakarta : Andi.
Suyanto, 2007.“Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai Untuk Pengembangan
Kawasan Pemukiman (Studi Sasus DAS Beringin Kota Semarang)” (tesis). Semarang,
Universitas Dipenogoro.
Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu.
Jurnal Litbang Pertanian; 22(4).
Widayani, 2015. “Evaluasi Banyaknya Tanah Tererosi Di Sepanjang DAS Tukad Pakerisan”
(tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.