IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA
SASSA KECAMATAN BAEBUNTA MENGGUNAKAN
METODE GEOLISTRIK
NURUL SYATIQA
1603408013
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
1
1
SKRIPSI
IDENTIFIKASI LAPISAN RAWAN LONGSOR DI DESA SASSA
KECAMATAN BAEBUNTA DENGAN MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Sains
pada Program Studi Fisika Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
NURUL SYATIQA
1603408013
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
2
2
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI
iii
SURAT KETERANGAN HASIL SIMILARITY CHECK
iv
ABSTRAK
Nurul syatiqa. 2020. Identifikasi Rawan Longsor di Desa Sassa Kecamatan
Baebunta Menggunakan Metode Geolistrik (dibimbing oleh Fitri Jusmi dan
Rahma Hi Manrulu).
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi rawan longsor
dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi wenner.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sassa Kecamatan Baebunta. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu survey lokasi dan dilakukan pengambilan
data menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi wenner.
Selanjutnya data akan analisis menggunakan microsoft excel kemudian diolah
dengan menggunakan software Res2dinv sebagai tahanan jenis. Hasil inversi
terhadap resistivitas semu diinterprestasikan sebagai struktur bawah permukaan.
Dari hasil interpretasi atau pemodelan data dengan menggunakan metode
geolistrik konfigurasi wenner dinyatakan bahwa di daerah Sassa Kecamatan
Baebunta menunjukkan bahwa kedua lintasan memiliki keamanan lereng yang
kurang baik, dimana penyusun batuan lintasan 1 diindikasikan sebagai batuan
marls, oilsand,andesit, batu kapur, sandstone, granit dan basalt, dimana dapat
memicu terjadinya longsor. Lintasa 2 diindikasikan sebagai marls,batu pasir,
lanau, batu kapur, sandstone, dan kerikil yang menunjukkan bahwa lapisan
tersebut dapat memicu terjadinya longsor.
Kata kunci: Identifikasi, resistivitas, konfigurasi wenner.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dengan judul penelitian
“Identifikasi Lapisan Rawan Longsor di Desa Sassa Kecamatan Baebunta dengan
Menggunakan Metode Geolistrik”.
Gagasan yang melatari tajuk permasalahan yang dibahas dalam skripsi
penelitian ini muncul dari hasil pengamatan penulis terhadap lapisan rawan
longsor di Desa Sassa Kelurahan Salassa Kecamatan Baebunta dengan
menggunakan metode geolistrik yang merupakan salah satu cabang yang
mempelajari tentang ilmu fisika untuk mengetahui lapisan bawah permukaan
tanah.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan
skripsi penelitian ini, yang karena bantuan berbagai pihak, maka skripsi penelitian
ini selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis dengan
tulus menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Hanafie Mahtika, M.S., selaku Rektor Universitas Cokroaminoto
Palopo
2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., selaku Dekan Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo.
3. Ibu Fitri Jusmi, S.Si.,M.Sc., selaku Pembimbing I,
4. Ibu Rahma Hi Manrulu, S.Si., M.Sc., selaku Pembimbing II
Atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari
pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan
penelitiannya, sampai pada penulisan skripsi penelitian ini.
Palopo, Januari 2020
Nurul Syatiqa
vi
RIWAYAT HIDUP
Nurul Syatiqa, lahir di Karama, Kecamatan Rilau Ale,
Kabupaten Bulukumba pada tanggal 18 November 1998
dari pasangan Irwandi dan Sanawati, sebagai anak kedua
dari tiga bersauudara. Penulis mulai memasuki jenjang
pendidikan di SDN 38 Pangi-pangi pada tahun 2004 dan
lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di
SMPN 41 Bulukumba dan lulus pada tahun 2013. selanjutnya menempuh
pendidikan di SMAN 10 Bulukumba dan lulus pada tahun 2016. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada Program
Studi Fisika Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo. Selama menjadi
mahasiswa di Universitas Cokroaminoto Palopo penulis pernah menerima
beasiswa USS tahun 2016.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI..............................iii
HALAMAN KETERANGAN UJI SIMILARITY...............................................iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori .............................................................................. 5
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... 20
2.3 Kerangka Pikir .......................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 24
3.3 Teknik Pengambilan Data ........................................................... 25
3.4 Pengolahan Data ....................................................................... 26
3.5 Diagram Alir ............................................................................. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Peneliian..............................................................................29
4.2 Pembahasan..................................................................................32
viii
BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................34
5.2 Saran...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
LAMPIRAN..........................................................................................................38
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Variasi nilai tahanan jenis material bumi ..................................................... 18
2 Nilai resistivitas berbagai batuan ................................................................. 19
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Longsoran di daerah pemukiman .................................................................. 7
2 Longsor runtuhan batuan ............................................................................. 8
3 Longsor jatuhan .......................................................................................... 8
4 Longoran aliran ............................................................................................ 9
5 Longsor lateral ............................................................................................ 10
6 Penjalaran arus dan beda potensial pada suatu medium ............................... 17
7 Susunan elektroda yang biasa digunakan pada pengukuran di lapangan ....... 20
8 Kerangka berfikir ........................................................................................ 23
9 Satu set resistivitymeter .............................................................................. 24
10 Bentangan elektroda pada lintasan............................................................... 26
11 Diagram alir metode penelitian ................................................................... 28
12 Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 1.............................30
13 Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 2.............................31
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang tidak terlepas dari bencana alam
seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi dan lain sebagainya.
Seperti diketahui bencana alam yang sering terjadi yaitu longsor. Longsor yang
merupakan salah satu bencana alam geologi yang dapat menimbulkan korban jiwa
dan kerugian material yang sangat besar, seperti terganggunya jalur lalu lintas,
rusaknya lahan pertanian, pemukiman, jembatan, saluran irigrasi dan prasarana
fisik lainnya (Nugroho, 2009). Salah satu pemicu terjadinya tanah longsor yaitu
tingginya tingkat pelapukan yang disebabkan oleh curah hujan dan paparan sinar
matahari yang cukup tinggi pada daerah tropis. Adanya kejadian bencana tanah
longsor juga dapat meningkat dimasa depan karena perubahan iklim (Yuliana dkk,
2017). Selain itu, kawasan lereng yang berada pada zona patahan zona aktif juga
dapat memicu terjadinya longsor, karena kondisi batuan pembentuk lereng yang
sudah hancur sehingga menjadi zona lemah. Kita ketahui pula bahwa bencana
tanah longsor juga tidak hanya disebabkan oleh kondisi alam tetapi bisa
disebabkan oleh reaksi individu terhadap lingkungan dan terjadinya pertemuan
lempeng Pasifik, Eurasia, dan lempeng Indo-Australia yang merupakan letak
geografis di Indonesia. Ketiga lempeng tersebut senantiasa bergerak dan
bertumbukan dan sebagian lempeng tersebut patah, sehingga terlepaslah energi
yang sangat besar yang dapat menimbulkan terjadinya longsoran (Hilma, 2019).
Bencana tanah longsor (landslides) menjadi masalah yang umum pada
daerah yang mempunyai kemiringan yang curam. Gerakan massa tanah atau
batuan, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan sebenarnya
merupakan fenomena alam yang mencari keseimbangan baru akibat adanya
ganguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya
pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Gerakan tanah
sering disebut sebagai longsoran dari massa tanah atau batuan dari tempat asalnya
karena adanya pengaruh gaya berat. Faktor utama pemicu gerakan tanah adalah
air hujan. Apabila air hujan meresap kedalam tanah dan mengakibatkan
bertambahnya bobot tanah, air hujan tersebut akan menembus sampai lapisan
2
tanah kedap air. Lapisan inilah yang akan berperan sebagai bidang gelincir yang
sifatnya licin (Indrawati, 2008).
Manusia berusaha memenuhi kebutuhan dengan melakukan pembangunan
tempat tinggal pada lereng perbukitan dengan cara mengikis lereng dan tidak
menyadari dampak dari tindakan yang mereka lakukan dapat menyebabkan
longsor. Di Kabupaten luwu utara kecamatan Baebunta terkhusunya di desa Sassa
salah satu aktivitas yang sering dilakukan penduduk sekitar yaitu pengikisan pada
lereng perbukitan untuk kebutuhan tempat tinggal dan lahan bertani.
Keadaan struktur setiap lapisan bawah permukaan tanah dan berbagai macam
material yang berbeda, yang tak satu pun dapat memastikan jenis, ukuran, model
dari setiap struktur lapisan bawah permukaan, dan material yang terdapat didalam.
Olehnya itu dilakukan survei pendugaan bawah permukaan, dan salah satu metode
yang digunakan adalah metode geolistrik tahanan jenis (Lelebunga, 2017).
Kondisi geologi merupakan salah satu faktor utama terjadinya longsor, untuk
mendekteksinya maka dibutuhkan sebuah pendekatakan metode geofisika yaitu
meotode geolistrik. Pada umumnya geofisika memiliki beberapa cabang yang
mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika yang berbeda-beda,
contoh yaitu metode seismik, metode magnetik, metode gravitasi, metode
elektromagnetik dan metode geolistrik. Geolistrik resistivitas adalah salah satu
metode geofisika yang mempelajari bawah permukaan bumi dengan cara melihat
resistivitas yang terdapat pada tanah. Selain itu, keuntungan atau kelebihan yang
diperoleh dalam metode geolistrik resistivitas diantaranya, tidak merusak
kelestarian lingkungan, biaya murah, dalam proses pengoperasian tidak sulit, dan
mampu melakukan identifikasi sampai kedalaman yang cukup jauh. Sehingga
metode ini sangat baik diterapkan dalam penentuan stabilitas lereng perbukitan
dan menjalankan survei di daerah rawan terjadinya longsoran (Hack, 2000).
Melihat banyaknya yang diperoleh data bencana longsor yang terjadi
berbagai faktor, maka perlu dilakukan upaya awal pengurangan resiko adanya
korban maupun material yang menimbulkan kerugian. Upaya yang dimaksud
berupa mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana alam, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Upaya mitigasi ini perlu
3
diterapkan di Desa Sassa kelurahan Salassa sebagai salah satu area rawan longsor.
Penelitian ini juga dilakukan sebagai bentuk upaya mitigasi dengan menggunakan
pendekatan ilmu geofisika. Dilakukan dengan mengidentifikasi lapisan bawah
permukaan tanah menggunakan metode geolistrik konfigurasi wenner.
Pada penelitian ini konfigurasi yang akan digunakan yaitu konfigurasi
wenner yang berfungsi untuk mengidentifikasi bidang gelincir hingga daerah
penelitian dapat dianalisa keadaannya dalam rawan longsor atau tidak, sebagai
peringatan dini untuk masyarakat. Sebab, belum ada penelitian terkait longsor di
Desa Sassa Kecamatan Baebunta. Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan oleh si peneliti terkait daerah rawan longsor terkhususnya di Desa Sassa
ialah untuk mengurangi resiko bertambahnya korban bencana dan memberikan
himbauan kepada masyarakat untuk tetap mengantisipasi terjadinya tanah longsor
pada daerah tersebut .
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ialah:
1. Bagaimana mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan menggunakan
metode geolistrik konfigurasi wenner?
2. Bagaimana struktur lapisan bawah permukaan yang menyebabkan terjadinya
longsor di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ialah:
1. Mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan metode geolistrik resistivitas
konfigurasi wenner.
2. Mengetahui struktur lapisan bawah permukaan zona kerentangan longsor
sebagai bentuk upaya mitigasi di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian yaitu:
1. Mampu mengidentifikasi daerah rawan longsor dengan metode geolistrik
resistivitas konfigurasi wenner.
2. Mampu mengetahui struktur lapisan bawah permukaan tanah pada zona
rentang tejadinya longsoran di Desa Sassa, Kecamatan Baebunta.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Tanah Longsor
Dalam kehidupan manusia tanah sangat berperang penting. Selain itu tanah
juga memiliki beberapa arti, salah satunya adalah batuan dasar yang berada di
atasnya terdapat bahan lepas dan dilakukannya proses pelapukan berupa
penghancuran pada batuan yang merupakan hasil akhir. Kandungan yang terdapat
didalam tanah ialah bahan organik yang tercampur dengan suatu komponen, yaitu
komponen mineral. Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat jika ditinjau
dari sudut geoteknik, yang merupakan partikel lebih kecil jika dilakukan
pemisahan dan terdiri dari kandungan banyak rongga-rongga di dalam bentuk
massanya. Di dalam bagian rongga terdapat air ataupun udara(Bowles, 1989).
Adapun dari hasil letusan gunung api berupa jenis tanah pelapukan yang sering di
jumpai di dalamnya terdapat beberapa komposisi berupa material lempung dan
pasir yang memiliki sifat subur. Tanah pelapukan yang ada pada batuan kedap air
dipegunungan yang memiliki tingkat kemiringan sedang sampai tingkat
kemiringan yang sangat terjal akan memiliki potensi sangat besar untuk memicu
terjadinya longosoran pada musim hujan tiba. Kurangnya tanaman atau tumbuh-
tumbuhan yang berakar kuat pada perbukitan atau pegununan maka bisa saja
memicu terjadinya tanah longsor dan bisa mengakibatkan runtuhnya lereng
perbukitan akibat curah hujan yang cukup tinggi.
a. Pengertian Tanah Longsor
Berpindahnya suatu material seperti bahan rombakan, batuan, material
campuran, dan terjadinya pergerakan keluar atau kebawah lereng. Jika air yang
masuk dan meresap kedalam tanah maka bobot tanah semakin bertambah yang
akan melakukan peranan pentingnya yaitu sebagai bidang gelincir, tanah
pelapukan akan bergerak keluar karena terdapatnya tanah licin yang merupakan
salah satu proses terjadinya longsoran (Muntohar, 2015). Jika pendorong pada
lereng lebih kuat dibandingkan gaya penahannya maka tanah longsor akan terjadi.
Kepadata tanah dan kekuatan pada batuan akan sangat berpengaruh pada gaya
penahannya, dan besar kemiringan pada lereng air, jenis tanah batuan, serta beban
6
akan sangat berpengaruh pula pada gaya pendorongnya. Kerentanan terjadinya
tanah longsor terdapat dua faktor yaitu faktor alami dan dan faktor manajemen.
Faktor alami seperti curah hujan yang cukup tinggi, kemiringan lahan, geologi
atau batuan, keberadaan sesar, dan kedalam tanah sampai lapisan kedap.
Sedangkan faktor manajemen diantaranya yaitu penggunaan lahan, infrastruktur,
kepadatan pemukiman (Paimin,2009). Secara umum, pusat vulkanologi dan
mitigasi bencana geologi menyampaikan bahwa tanah longsor memiliki beberapa
gejala yang dapat diamati secara visual diantaranya terjadi setelah hujan, timbul
retakan-retakan pada lereng yang sejajar dengan arah tebing, bangunan yang
mulai retak, pohon atau tiang listrik yang miring, serta muncul air mata baru.
b. Klasifikasi Longsor
Pada lahan perbukitan, lahan hasil proses penggalian tambang, dan hasil
pengikisan lereng bukit untuk pembangunan tempat tinggal atau jalan yang
merupakan bagian-bagian pemicu terjadinya longsor. Batuan atau material yang
berada di atas lereng akan bergerak kebawah yang disebabkan oleh
ketidakstabilan pada lereng sehingga terjadi longsor. Mekanismme terjadinya
longsoran terdiri dari beberapa jenis yaitu jatuhan, luncuran, runtuhan, dan aliran.
Menggunakan sistem klasifikasi dengan cara dimasukkannya variabel-variabel
tambahan, diantaranya udara dan es pada material yang mengalami longsoran dan
kecepatan pergerakan dan kandungan air. Selain itu, termasuk pemborosan massa
yang juga dikenal sebagai gerakan lereng atau gerakan massa yang merupakan
proses geomorofik di tanah, pasir, dan batuan bergerak ke bawah lereng biasanya
sebagai massa padat. Pemborosan massa ini dapat terjadi pada tingkat yang sangat
lambat, terutama di daerah yang sangat kering atau daerah yang menerima curah
hujan yang cukup sehingga vegetasi telah menstabilkan permukaan. Ini juga dapat
terjadi pada kecepatan yang tinggi, seperti pada longsoran batu atau tanah longsor,
dengan konsekuensi bencana baik yang langsung maupun yang tertunda, misalnya
akibat dari pembentukan bendungan longsor. Ada pula faktor-faktor yang
mengubah potensi pemborosan massa, yang meliputi perubahan sudut kemiringan,
pelemahan material karena pelapukan, peningkatan kadar air, dan kelebihan
beban.
7
a. Keruntuhan Geser (Sliding Failures)
Adanya jenis lapisan tanah yang berbeda yaitu lapisan tidak stabil dan
yang stabil mengakibatkan terjadinya pergerakan pada tanah. Longsorang
translasi dan rotasi yang juga merupakan jenis runtuhan tanah longsorang. Dengan
melihat pembentuk bidang gelincir maka dapa dilihat dari kedua pembentuk yang
berbeda. Jika bentuknya cekung ke atas maka ia termasuk bidang longsor pada
jenis rotasi, sedangkan bentuk yang sedikit cekungan ke atas merupakan bidang
longsor translasi berupa bidang datar. Jenis tanah translasi yang bergerak juga
merupakan suatu kestuan yang berupa blok tanah.
Gambar 1. Longsoran di Daerah Pemukiman (Prawiradisastra, 2018)
b. Runtuhan (Fall Failures)
Batuan yang bergerak dengan pelepasan pada lereng bukit yang terjal
biasanya dikenal dengan istilah runtuhan. Dimana gravitasi yang diperoleh ialah
suatu faktor yang mempengaruhi pergerakan massa batuan, selain proses
pelapukan, dan juga rembesan air. Pada agrerat batuan yang pelapukannya tidak
rata, terdapat banyak retakan yang sering terjadi pada longsoran jenis runtuhan
batuan. Zona kontak batuan atau jenis batuan yang memiliki perbedaan yang
merupakan salah satu batasan terjadinya longsor jenis runtuhan (beddeing planes).
8
Gambar 2. Longsor Runtuhan Batuan (TribunLuwu, 2016)
c. Jatuhan (Toppling Failures)
Lereng batuan yang memiliki bidang relatif vertikal dan kemiringan lereng
berbentuk tegak dengan pergerakan material yang jatuh merupakan jenis
longsoran jatuhan. Terjadinya pelepasan batuan dari permukaan lereng ini di
akibatkan oleh bentuk pergerakan batuan mengguling yang dapat merobohkan.
Adanya air yang mengisi retakan ialah faktor utama penyebab longsoran ini
terjadi .
Gambar 3. Longsor Jatuhan (Geosriwijaya, 2017)
d. Longsor Aliran (Flows Failures)
Terdapatnya material yang bervariasi menuruni lereng yang terdiri dari
bongkahan yang mengandung air dan tedapat juga jenis tanah halus. Karakteristik
9
yang dimiliki longsor aliran yaitu berupa tanah lepas dan terdiri dari berbagai
campuran jenis-jenis material yang kemudian bergerak ke bawah lereng dengan
kecepatan tinggi. Begitupun dengan aliran tanah yang memiliki persamaan
karakteristik aliran debris, dengan material yang berukuran beragam serta terdiri
dari material halus dan akan terjadi pada lereng dengan tingkat kemiringannya
tidak terlalu tegak ataupun curam .
Gambar 4. Longsor Aliran (Dark, 2019)
e. Longsoran Lateral (Lateral – Spreading Failures)
Longsoran yang biasa terjadi pada wilayah dengan bentuk permukaan
tanahnya yang datar ialah termasuk jenis longsoran lateral. Pada pergerakan
materialnya lebih dominan dengan dua jenis retakan yaitu geser dan tarik yang
merupakan bagian karakteristik longsoran lateral. Tanah yang melakukan
perubahan dari padat menjadi cair disebabkan oleh likuifasi sebgai pemicu
longsoran ini terjad dan akan terjadi longsor jika terjadi gempa karena pergerakan
tanah yang dihasilkan gempa cukup besar.
10
Gambar 5. Longsor Lateral (Juanvickey, 2018)
c. Faktor Penyebab Terjadinya Longsor
Bergeraknya suatu massa batuan, yang diakibatkan oleh pengaruh kondisi
yakni geologi, iklim, hidrogeologi, dan morfologi yang merupakan faktor bersifat
pasif (Thornbury & William, 1969). Dari potensi yang dihasilkan rentan
terjadinya pergerakan tanah karena kondisi yang saling mempengaruhi satu sama
lain untuk mewujudkan kondisi lereng memiliki kecenderungan bergerak. Massa
batuan penyusun yang memiliki kerentanan untuk bergerak tidak bisa ditentukan
waktu kapan pergerakan itu bisa terjadi. Adapun aktivitas yang dilakukan manusia
pada perbukitan atau lahan merupakan salah satu faktor yang bersifat aktif.
a. Kemiringan Lereng
Parameter yang memicu terjadinya pergerakan tanah ialah kondisi
geomorfologi. Keaktifan dari lereng yang dihasilkan dapat mengontrol pergerakan
tanah itu sendiri jika dilihat dari aspek geomorfologinya. Gaya pergerakan massa
tanah akan mengikuti sesuai dengan besar atau kecilnya dari kelerengan tersebut.
Rentan terjadinya longsor tergantung kondisi geologi dapat dilihat dari batuan
penyusunnya, kandungan tanah, dan struktur yang berarti lahan atau perbukitan
yang miring tidak semuanya rentan untuk bergerak jika tidak terdapat ciri kondisi
geologi yang memungkinkan itu untuk terjadi.
11
b. Tekstur Tanah
Adanya perbandingan antara fraksi batuan dan besarnya suatu partikel
tanah serta penentuan susuna air yang merupakan kemampuan sebagai pengikat
air terhadap tanah yang berpengaruh pada kapastias tanah.
c. Faktor Iklim
Tingkat curah hujan yang cukup tinggi mempengaruhi terjadinya tanah
longsor karena batuan atau tanah yang berperan sebagai penyusun lereng
ketahananya akan bergerak turun dan menjadikan lereng labil yang akan
menyebabkan longsoran.
d. Kondisi Geologis
Struktur dari batuan pada kondisi geologis yang berpengaruh seperti
pelapisan batuan, pelapukan, dan kerapatan kekar batuan dapat memicu untuk
terjadi longsor. Bidang perlapisan batuan menunjukkan besar kecilnya perlapisan
batuan terhadap bidang datar. Semakin besar kemiringan perlapisan batuan
terhadap kemiringan lereng maka suatu lereng rentan untuk terjadinya longsor.
e. Kondisi Hidrologis
Jalur rembesan yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi hidrologis.
Jika kapasitas yang dihasilkan air hujan cukup besar untuk masuk kedalam tanah,
maka tekanan air pun semakin kuat untuk melakukan perenggangan antara dua
ikatan yaitu tanah dan antar retak batuan yang mampu mengubah massa tanah dan
batuan bergerak karena retakan yang dihasilkan.
f. Faktor Manusia
Aktivitas manusia yang dilihat dari upaya mendirikan pemukiman tanpa
memperhatikan tingkat keproduktifan rusak atau baiknya dari tanah yang
digunakan, dapat meningkatkan kerusakan pada lingkungan dan akan
menyebabkan terjadinya longsoran.
Melihat dari faktor aktif yang memengaruhi terjadinya longsoran adapun
jenis material atau batuan yang dapat memicu terjadinya longsoran di sertai
dengan melihat nilai resistivitas pada batuan atau material tersebut. Salah satunya
batuan gamping yang merupakan batuan yang memiliki sifat reaktif terhadap air
terkhususnya pada air hujan yang memiliki kandungan karbon trioksida yang
terkontaminasi dari adanya udara maupun hasil pembusukan zat organic yang
12
terdapat pada permukaan tanah. Batuan gamping juga dilalui oleh air permukaan
yang akan mengalami proses pelarutan yang sebabkan karena adanya reaksi
kimia. Jika batuan gamping yang terkena air permukaan akan berubah warna
menjadi aga kehitaman, jika hal tersebut terjadi terus menerus maka batuan
tersebut akan terdapat rongga-rongga dimana pada bawah batuan akan semakin
mengalami kikisan dan nantinya tidak akan mampu untuk menahan sehinga
terjadilaj longsoran batuan gamping dan batuan pasir yang merupakan batuan
sedimen yang terdiri dari meniral berukuran pasir atau butir-butir batuan yang
berasl dari pecahan batuan lainnya. Adapun klasifikasi tanah rawan longsor yang
didasari pada jenis bahan dan perilakunya yaitu salah satunya berdasarkan
perilakunya atau sifatnya (tingkat kekasaran bahan penyusun) diantaranya batuan
kerikil, pasir, debu, liat atau lempung, bahan organik dan gambut dan menurut
asal batuan yaitu batuan beku (granit,gabro, dolerit), batuan sedimen
(serpih/shales, sandstone, limestone, batuan breksi andesit, batuan vulcanic).
Endapan campuran bahan penyusun berupa batuan dasar/bedrock, boulder, butiran
clay, dan anorganik dan tipologi kawsan rawan longsor (Broms, 1975).
Adapun Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah
liat dengan ketebalan lebih dari 2,5m dan sudut lereng lebih dari 220m. Tanah
jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi
hujan. Selain itu, tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena
menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. Batuan yang
kurang kuat, Batuan endapan gunung api dan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah apabila mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
g. Pengaruh geologi
Pengaruh geologi merupakan gangguan dalam yang juga menjadi sebab
terjadinya longsoran. Proses geologi dalam pembentukan lapisan kulit bumi
dengan cara pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentukya suatu
lapisan yang potensial mengalami kelongsoran.
13
d. Upaya Pencegahan Longsor
Longsor yang terjadi karena musim hujan sudah lazim lagi untuk diketahui
masyarakat, sebagai mana dapat dilihat peristiwa-peristiwa yang sering terjadi
terutama saat terjadinya longsor pada musim hujan. untuk melakukan pencegahan
maka diperlukan usaha untuk mengurangi resiko terjadinya longsoran,
diantaranya:
1) Menutup retakan dengan menggunakan tanah kedap air yang telah dipadatkan,
merupakan salah satu upaya agar tidak masuknya air kedalam retakan tersebut.
2) Mengurangi pengikisan tanah pada lereng.
3) Melakukan penanaman berupa tumbuhan yang memiliki akar kuat.
4) Pembuatan jalan setapak guna meminimalisir lolosnya air pada permukaan
tanah.
5) Upaya pengurangan infiltrasi dengan cara pembuatan saluran drainase agar air
cepat mengalir menyusuri lereng.
e. Bidang Gelincir
Bidang gelincir merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsor.
Bidang gelincir adalah suatu bidang dimana material suatu longsor bergerak di
atasnya atau merupakan batas antara massa material yang bergerak dan diam
(Zakaria, 2011). Bidang gelincir terbentuk akibat penjenuhan air yang
terakumulasi dan bergerak lateral di atas permukaan lapisan tanah atau batuan
yang sulit tertembus oleh air yang dinamakan lapisan kedap air. Dengan ciri nilai
tanahanannya cukup tinggi dan juga terdapat pori-pori relatif kecil merupakan
jenis batuan kedap air. Terjadinya pelapukan sehingga mengubah lapisan menjadi
licin diakibatkan oleh volume air yang cukup tinggi menembus lapisan kedap air.
Lapisan yang licin inilah yang berperan sebagai bidang gelincir (Sujarwo, 2016).
Jenis bidang gelincir menentukan jenis longsoran yang terjadi, bidang gelincir
rotation slip adalah bidang gelincir tempat bergeraknya material longsor rotasi
dan bidang gelincir translation slip merupakan bidang gelincir tempat
bergeraknya material longsor translasi. Memperoleh kontras resistivitasnya dua
material yang saling berdekatan dan dipengaruhi oleh curah hujan, serta
kemiringan lereng yang cukup terjal. Adapun kemiringan lereng terdapat 7
klasifikasi yaitu dari 00-20 kemiringan lereng datar, 20-40 kemiringan lereng
14
landai, 40-80 kemiringan lereng miring, 80-160 kemirigan lereng agak curam,
160-350 kemiringan lereng curam, 350-550 lereng sangat curam, dan 550 lereng
terjal . secara umum terdapat ciri-ciri bidang gelincir diantaranya ialah antar
lapisan material atau batuan, terletaknya bidang antara tanah penutup dengan
batuan dasar hubungan batuan retak dengan batuan yang kuat, bidang batas antara
batuan yang bersifat permeabel dan impermeabel, dan bidang batas antara tanah
yang lunak dengan tanah yang padat. Dengan melihat ciri dari bidang gelincir
dapat di ambil kesimpulan jika air yang memasuki batuan retak maka longsor
akan terjadi, kadar air pada lereng yang akan meningkatkan tekanan pori dan
penambahan massa pada material longsor (Intan, 2018).
2. Struktur Lapisan Permukaan Bawah Tanah
Struktur tanah adalah penyusun antar partikel tanah primer (bahan primer)
dan bahan organik serta oksida, membentuk agrerat sekunder. Gatra agregat tanah
meliputi bahan padatan dan pori tanah (Darmawant, 2014). Terdapat struktur
penyusun lapisan bumi terdiri dari litosfer, atesnosfer, mesosfer. Lapisan umi
yang memiliki ketebalan berkisar 100 km yang terdapat di luar bumi merupakan
lapisa litosfer, sedangkan lapisan bumi yang berada di bawah adalah atesnosfer.
Kelebihan yang dimiliki litosfer adalah mampu menahan beban (Primus, 2014).
a. Sifat-sifat tanah
Kestabilan tanah penyusun lereng sangat berpengaruh terhadap sifat fisik
tanah. Adapun tingkat kestabilan tanah yang berkaitan dengan sifat fisik tanah
menurut Hakim et al (1986) antara lain:
1). Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relative berbagai golongan besar,
partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relative suatu
fraksi liat, debu dan pasir. Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa
kecepatan, infiltrasinya, penetrasi serta kemampuan mengikat air.
Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air,
ketersediaan air di dalama tanah, infiltrasi dan laju pergerakan air. Dengan
demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi
perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam
pemupukan. Tekstur tanah yang kasar akan berpotensi untuk terjadinya longsor.
15
2). Warna tanah
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan
menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran
komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai factor atau
persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu,
kuning dan putih. Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat
prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan
Munsel Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini
meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan
humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan
kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase
tanah dan juga mineralogy tanah.
Mineral-mineral yang terdapat dalam jumlah tertentu dalam tanah
kebanyakan berwarna agak terang (light). Sebagai akibatnya, tanah-tanah itu
berwarna agak kelabu terang, jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu yang
sedikit mengalami perubahan kimiawi. Warna gelap pada tanah umumnya
disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi, jadi,
dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah diestimasi
berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan menghasilkan warna
kelabu gelap, coklat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida
ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-
warna di atas. Warna tanah yang semakin gelap cenderung mudah terjadi tanah
longsor.
3) Agregat Tanah
Adanya ikatan butiran tanah yang lain, merupakan salah satu sifat fisik
dari agregat tanah. Berpotensi terjadinya longsor jika kelonggaran pada agrerat
tanah semakin besar.
4) Konsistensi
Adhesi dan derajat kohesi merupakan sifat fisik dari kosistensi tanah.
Terdapatnya massa tanah terhadap gaya yang memiliki hubungan terhadap tingkat
konsistensi tanah. Beda halnya dengan agrerat tanah, apabila tingkat kosistensi
tanahnya rendah maka potensi terjadinya longsor semakin besar.
16
5) Permeabilitas
Sifat fisik dari permeabilitas tanah ialah kecepatan air rembesan masuk ke
dalam tanah lewat pori-pori dan mengarah horizontal maupun vertikal. Tingkat
kelajuan pada rembesan air juga berpengaruh terhadap tekstur tanah. Potensi
terjadinya longsor jika semakin tinggi tingkat permeabilitasnya.
6) Porositas
Memiliki sifat fisikyang cukup cepat dan mudahnya tanah meresapkan air.
Sifat porous dapat dilihat dari kecepatan tanah untuk meresapkan air. Besarnya
porositas tanah akan berpotensi terjadinya tanah longsor.
7) Unsur Hara
Tanah yang subur mengandung unsur hara yang berupa mineralnya cukup
tinggi. Pelapukan tanaman atau tumbuhan merupakan sumber unsur hara,
termasuk juga pemupukan. Jika semakin tinggi unsur hara pada tanah maka
cenderung mudahnya terjadi longsor.
b. Struktur Tanah
terdapat susunan utama pada lapisan bumi diantaranya, litosfer merupakan
lapisan yang terdapat di atas yang terdiri dari tanah dan batuan. Campuran
material dari berbagai mineral, air, dan udara merupakan bagian dari sifat tanah
(Primus, 2014).
Adapun anginn dan hujan akan mengikis atau merombak batuan menjadi
partikel remukan, kerikil, pasir dan lumpur. Hasil perombakan kemudian
terangkut oleh air tanah atau angin kemudian diendapkan secara berlapis-lapis
ditempat lain seperti dataran rendah, muara sungai, dasar danau, dan dasar
samudra. Di samudra, lama kelamaan bobot lapisan di atas memadatkan lapisan di
bawahnya membentuk batuan sedimen yang terkosolidasi. Fosil akan memberi
informasi mengenai lingkungan pada waktu dan tempat terbentuknya batuan
tersebut. Menurut proses terbentuknya, batuan sedimen dapat dikelompokkan
menjadi aluvium yang diendapkan oleh sungai-sungai, batuan muda yang lunak
dan tidak dipengaruhi oleh gerakan orogen atau gempa, batuan tua yang keras
telah melengkung/terlipat, bahkan retak oleh endogen (Arsyad, 2018).
17
3. Metode Geolistrik Resistivitas
Melakukan pendeteksian bawah permukaan bumi yang merupakan salah
satu metode yang mempelajari sifat kelistrikan dikenal sebagai metode geolistrik.
Di dalam bumi diinjeksikan sebuah arus listrik yang bersifat alami. Diketahui
berbagai jenis konfigurasi resistivitas dapat dilihat dari letak elektroda saat
pengambilan data di lapangan. Dan terdapat kelebihan dan kekurangan yang ada
pada masing-masing konfigurasi. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran
terlebih dahulu harus diketahui tujuannya sehingga kita dapat memilih jenis
konfigurasi yang cocok untuk digunakan pada penelitian.
4. Prinsip Dasar Metode Resistivitas
Metode yang berkaitan tentang sifat kelistrikan untuk mengetahui kondisi
bawah permukaan bumi merupakan salah satu metode tahanan jenis atau
geolistrik resistivitas. Dalam metode ini menggunakan prinsip yaitu menyiapkan
dua buah elektroda yang diinjeksikan sebagai arus I yaitu C1 dan C2 dan
menyiapkan dua buah elektroda untuk diinjeksikan sebagai beda potensial V yaitu
P1 dan P2. Konduktor ataupun penghantar yang merupakan salah satu media
untuk mengalirnya arus listrik berdasarkan hukum Ohm yaitu berbanding lurus
dengan beda potensial yang dilakukan penerapan kepadanya dan berbanding
terbalik pada resistansinya. Dalam proses penginjeksian arus ke dalam bumi yang
melalui sebuah elektroda akan melakukan penyebaran arus di bawah permukaan
bumi dan sebagai pendugaan permukaan tanah (gambar 6).
A M N B
Gambar 6. Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul karena
adanya sumber arus (Reynolds, 1997)
I
V
Penjalaran arus listrik Ekuipoten
sial
Permukaan
18
a. Resistivitas Semu
Pada metode resistivitas ini diasumsikan bahwa bumi bersifat homogen
isotropis. dengan resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan
tidak bergantung pada elektroda. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-
lapisan dengan yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan
pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan
untuk satu lapisan saja, hal ini untuk spasi elektroda yang lebar. Resistivitas semu
dapat dirumuskan dengan persamaan,
= k (1)
Dimana adalah resistivitas semu (ohm meter), k adalah faktor geometri,
adalah beda potensial (volt), dan I adalah kuat arus (ampere). Prinsip kerja
pendugaan geolistrik adalah mengukur tahan jenis dengan mengalirkan arus
kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus, kemudian arus diterima oleh
elektroda tersebut diukur dengan dengan voltmeter, dari harga pengukuran
tersebut dapat dihitung tahanan jenis semu batuan. Tahanan jenis merupakan
parameter penting untuk mengkarakterisasi keadaan fisis bawah permukaan yang
diasosiasikan dengan material dan kondisi bawah permukaan.
Tabel 1. Variasi Nilai Tahanan Jenis Material Bumi
Material Resistivitas (Ωm)
Serpihan Gabungan 20-2 x 103
Argilites 10-8 x 102
Batu Gamping (limestone) 50-107
Dolomite 3,5 x 102 -5 x 103
Lembung basah tidak bergabung 20
Marls 3-70
Lempung (clay) 1-100
Alluvium dan pasir 10-800
Oil sands 4-800
Gabbro 103-106
Lanau (silt) 10-200
Batu Lumpur (marls) 3-70
Batu Pasir (sandstone) 50-500
Batu Kapur (limestone) 100-500
Lava 100-5x104
Air tanah 0,5-300
Air Laut 0,2
Breksi 75-200
19
Andesit 100-200
Tufa vulkanik 20-100
Konglomerat 2x103-104
Gravel 100-600
Graphitic schist 10-500
Oil sands 4-800
Consolidated shales 20-2x103
Greenstone 500-200.000
Sandstone 200-8.000
(Sumber: Telford dkk., 1990)
b. Nilai Resistivitas Batuan
Melihat nilai tahanan jenis yang terdapat pada batuan dapat dibedakan dari
tiap jenis material atau batuan itu sendiri. Maka dari setiap jenis batuan pada
akuifer tidak terdapat kepastian nilai tahanan jenisnya. Untuk mengetahui tingkat
nilai resistivitas pada batuan bisa dilihat tabel di bawah ini, yaitu tabel 1 dan 2.
Tabel 2. Nilai Resistivitas dari Berbagai Batuan
Jenis batuan/tanah/air Tingkat resistivitas (Ωm)
Topsoil 50-100
Loose sand 500-5.000
Gravel 100-600
Wheathered bedrock 100-1.000
Sandstone 200-8.000
Limestone 500-10.000
Greenstone 500-200.000
Gabbro 100-500.000
Granit 200-100.000
Basal 200-100.000
Graphitic schits 10-500
Slates 500-500.000
Kuarsit 500-800.000
(Sumber: Lowrie dan Milsom,2007)
5. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi wenner merupakan salah satu metode geolistrik yang dilakukan
penginjeksian bawah permukaan bumi dengan menggunakan arus listrik dan
bertujuan untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Pengukuran ini dilakukan
dengan cara meletakkan titik titik elektroda dengan beda jarak satu sama lain yang
sama. Elektroda yang bersebelahan akan berjarak sama (AM = MN = NB = a).
Konfigurasi ini memiliki kelebihan dalam ketelitian
20
pembacaan karena memiliki nilai eksentrisitas yang tidak terlalu besar atau
bernilai sebesar 1/3. Metode ini juga salah satu metode dengan sinyal yang bagus.
Kelemahan dari metode ini adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di
dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan.
Gambar 7. Susunan elektroda yang biasa digunakan pada saat pengukuran
di lapangan (Loke. 2000)
6. Pemodelan Metode Geolistrik
Pada tahun 1985, litologi yang merupakan dari karakteristik batuan dan
pendeskripsian batuan yang dilihat dari kandungan mineral, warna, serta
ukurannya yang diartikan oleh dua para ilmuwan yang bernama Jakson dan Bates.
Tiap jenis batuan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Dilakukan
pemodelan yang berujuan untuk mencari tahu litologi bawah permukaan. Dalam
menggunakan metode geolistrik diperlukan software Res2Dinv yang akan
menampilkan pemodelan dalam bentuk 2 dimensi, dan itu bisa digunakan pada
konfigurasi lainnya. Penentuan lapisan batuan yang berada di bawah permukaan
maka perlu digunakan metode invers. Resistansi (R) merupakan masukan yang
diterima dan resistivitas merupakan keluaran atau ouputnya. Software
Res2Dinv memperoleh nilai tahanan jenis yang akan disesuaikan pada tabel yang
terdapat juga nilai tahanan jenis, sehingga memperoleh struktur bawah permukaan
tanah untuk dilakukannya pengidentifikasian pada zona rentan terjadinya longsor.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Menurut penelitian Isak (2017) tentang identifikasi perlapisan struktur
permukaan bawah tanah dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi
wenner lokasi air panas pincara Masamba. Pengukuran dengan dua lintasan yang
dilakukan dia air panas pincara diperoleh jenis batuan berupa batuan granit,
lempung dan batuan pasir serta batuan kerikil. Jenis material yang didominasi dari
21
kedua lintasan ini berupa batuan lempung dengan nilai resistivitas 22,9-182 Ωm
sedangkan lintasan kedua yaitu batuan pasir dan batuan kerikil dengan nilai
resistivitas 23,7-52,2 Ωm.
Menurut penelitian Sunarmi (2018) tentang penentuan bidang gelincir
menggunakan metode geolistrik tahanan jenis sebgai mitigasi longsor di
kelurahan battang. Pengukuran dilakukan dengan satu lintasan dengan
menggunakan konfigurasi dipole-dipole dan panjang lintasan yang digunakan
yaitu 50 meter dan spasi 5 meter. hasil interpretasi data yang dilakukan
dicocokkan dengan peta geologi dan tabel resistivitas batuan yang menjukkan
bahwa pada penelitian ini kedalaman bidang gelincir yaitu dengan nilai tahanan
jenis 374 Ωm dengan kedalaman 4 meter.
Menurut penelitian Hakim dan Manrulu (2016) tentang aplikasi
konfigurasi wenner dalam menganalisis jenis material bawah permukaan.
Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik dengan konfigurasi wenner di daerah
penelitian maka dapat disimpukan bahwa konfigurasi wenner dapat digunakan
untuk menganalisis jenis material cair dan keras terbukti dengan terdapat beraneka
ragam jenis mineral dengan nialai resistivitas yang berkisar antara 55,5-48911 Ωm
dan jenis materialnya air tanah, batuan gamping, konglomerat dan granit serta
terdapat batuan keras di sekitarnya.
Menurut penelitian Gawing (2019) tentang identifikasi lapisan bawah
permukaan dan keadalam bidang gelingcir pemicu tanah longsor pada proyek
pembangunan jalan lingkar barat kota palopo Berdasarkan hasil pengukuran
geolistrik dengan konfigurasi dipole-dipole. Maka dapat disimpulkan bahwa
ketiga lintasan memiliki penyusun lapisan batuan dan kedalaman bidang gelincir
yang berbeda-beda pada tiap lintasan, yaitu lintasan 1 berada pada kedalaman 3,5
meter dengan nilai resistivitas 207-688 Ωm yang diduga merupakan jenis
batuan/material batu pasir dan basalt, lintasan 2 berada pada kedalaman 3,14
meter dengan nilai reistivitas 404-755,5 Ωm yang diduga merupakan jenis
batuan/material batu pasir, basalt dan pasir, serta lintasan 3 berada pada
kedalaman 5,32 meter dengan nilai resistivitas 153-646,5 Ωm yang diduga
merupakan jenis batuan/material batu kerikil, lempung, dan pasir serta estimasi
22
volume batuan/material yang dapat terlepas pada bidang gelincir saat terjadi
longsor sebesar 31.843 dengan ketebalan rata-rata 12 meter.
2.3 Kerangka berpikir
Berdasarkan yang diperoleh dari survei lapangan yang dilakukan dilokasi
Desa Sassa Kecamatan Baebunta merupakan salah satu daerah rentang terjadinya
longsoran. Oleh kerena itu pada lokasi tersebut akan dilakukan pengidentifikasian
rawan longsor dengan menggunakan salah satu metode geolistrik tahanan jenis
konfigurasi wenner yang berfungsi untuk mengetahui struktur lapisan bawah
permukaan tanah. Pengolahan data menggunakan software Res2dinv sehingga di
peroleh pemodelan 2D, kemudian dapat diketahui permukaan jenis lapisan bawah
tanah di Desa Sassa Kecamatan Baebunta dan dilakukan interpretasi data untuk
mengetahui strukur lapisan permukaan bawah tanah.
23
Adapun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 8. Kerangka Berpikir
Studi literatur dan survei
lapangan
Interpretasi data
Tingkat kerentanan longsor
di daerah penelitian
Daerah rawan longsor
Geolistrik tahanan jenis
konfigurasi wenner
Inversi 2D Res2dinv
Peta geologi
Menegetahui jenis batuan
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Peneilitian ini akan dilakukan pada bulan Maret, yang akan dilakukan di
Desa Sassa Kelurahan Salassa Kecamatan Baebunta Provinsi Sulawesi Selatan.
Daerah yang akan dilakukan penelitian yaitu daerah yang memiliki lokasi rentan
terjadi longsor, salah satuya ialag di Desa Sassa.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam penelitian juga diperlukan sejumlah alat dan bahan yang akan
digunakan saat berada di lokasi, sebagai berikut:
1. Perangkat Keras
a. Satu set pengindentifikasian yang terdiri dari resistivitymeter (Gambar 9).
Gambar 9. Alat Resistivitymeter (Didi, 2015)
b. Palu untuk menancapkan elektroda.
c. Kabel penjepit 4 buah
d. Baterai sebagai penghasil arus.
e. Meteran yang memiliki panjang hingga 100 meter.
f. Jam sebagai penentukan waktu saat dilakukannya pengukuran.
g. Payung untuk melindungi alat resistivitymeter dari cuaca panas dan hujan.
h. Selembar kertas sebagai media untuk mencatat data pada proses penelitian
berlangsung.
i. Komputer untuk penegelolahan data yang diperoleh dilokasi penelitian.
j. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan di lokasi penelitian
25
2. Perangkat lunak
a. Microsoft excel untuk mengolah data yang diperoleh untuk konfigurasi
wanner.
b. Software Res2Dinv untuk mendapatkan gambar struktur bawah permukaan
tanah di lokasi penelitian.
c. Microsoft word untuk pembuatan laporan hasil penelitian.
d. Google Earth berfungsi untuk mengetahui letak dan topografi daerah
penelitian.
e. Notepad sebagai media transformasi data untuk diolah di Res2Dinv.
3.3 Teknik Pengambilan Data
1. Survei
Dalam penelitian sangat perlu dilakukan survei. Survei yang dilakukan
studi kondisi lapangan dan studi literatur. Untuk mengetahui kondisi lokasi
penelitian maka diperlukan untuk melakukan survei terlebih dahulu, yang berguna
untuk mengetahui seberapa luas daerah dan bagaimana kondisi cuaca pada daerah
penelitian tersebut. Sedangkan studi literatur digunakan untuk mencari tahu
struktur geologi baik itu secara online ataupun offline. Survei ini dilakukanuntuk
mencari tahu daerah yang rentang terjadinya longsor dan dilakukannya perkiraan
berapa lintasan yang akan diambil untuk pengukuran saat melakukan penelitian,
karena sangat mempengaruhi kedalaman bawah permukaan. Maka diperlukan
juga meteran untuk mengetahui panjang lintasan. Dalam menentukan lintasan
juga perlu diperimbangkan terlebih dahulu, yaitu dengan melihat ketentuan di
bawah ini:
a. Lintasan pengukuran harus pada tanah dalam keadaan kering atau saat musim
kemarau, karena dalam pengukuran diinjeksikan arus dan tegangan kedalam
tanah.
b. Melakukan perkiraan lokasi yang berpotensi longor serta posisi bangunan yang
berdampak terjadinya longsoran.
c. Pengambilan data dilakukan di daerah yang cukup luas dan memungkinkan
untuk pengambilan.
26
2. Pengambilan Data
Dalam penelitian ini akan menggunakan konfigurasi wenner dan
perpindahan elektroda dalam konfigurasi ini berpindah sesuai spasi yang telah
dilakukan si peneliti, begitu seterusnya dilakukan sampai mecapai ujung lintasan
yang sudah ditentukan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara meletakkan titik
titik elektroda dengan beda jarak satu sama lain yang sama. Elektroda yang
bersebelahan akan berjarak sama (AM=MN=NB=a). Penelitian pada lokasi yang
sudah ditentukan dimulai dari pengambilan titik pengukuran dan menentukan arah
pembentangan elektroda dengan melihat ciri-ciri terjadinya longsoran. Dengan
hasil pertimbangan yang telah dilakukan peneliti menggunakan dua lintasan dan
tiap lintasan memiliki panjang 100 meter dengan spasi 5 meter. selain itu,
dilakukan penginjeksian ke dalam tanah dengan menggunakan beberapa baterai.
Kemudian mencari tahu beda potensial pada pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan kedua elektroda. Pada layar monitor akan terlihat nilai arus dan
beda potensialnya .
Gambar 10. Bentangan elektroda pada lintasan (Loke 1994)
3.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan microsoft excel dan juga
digunakan software Res2Dinv, yang merupakan salah satu software untuk
mendapatkan nilai resistivitas dan gambar yang berbentuk 2 dimensi. Adapun
beberapa tahapan yang perlu dilakukan diantaranya, menggunakan microsoft
excel untuk pengelolahan data beda potensial dan nilai besar kuat arus yang telah
dilakukan penginjeksian, dari pengelolahan data juga bisa dihasilkan nilai faktor
27
geometri k dan juga resistivitas semu. Dilakukannya pengimputan data ke dalam
program notepade. Kemudian dilakukan penampilan gambar penampang dengan
cara sudah dilakukannya inversi dan selanjutnya mengubah nilai iterasi yang
berguna untuk memperkecil nilai error yang dihasilkan.
28
3.5 Diagram Alir
Adapun diagram alir pedoman penelitian sebagai berikut:
Gambar 11. Diagram alir metode penelitian
Mulai
Studi literatur
Observasi lapangan
Akuisisi data di lapangan dengan
metode geolistrik tahanan jenis
Pengukuran parameter fisis (tegangan,
arus dan jarak spasi)
Pengolahan data lapangan
dengan Microsoft excel
Pengolahan data dengan
Res2dinv (2D)
Interpretasi data
Kesimpulan
Selesai
1. Tabel resistivitas batuan
2. Peta geologi
3. Karaktaristik daerah
rawan longsor
1. Lintasan ditentukan
2. Konfigurasi wenner
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Penampang Tahanan Jenis
Seperti yang telah diketahui bahwa metode geolistrik tahanan jenis
merupakan metode yang banyak digunakan untuk pendugaan atau mendeteksi
bawah permukaan bumi dengan prinsip kerja injeksi arus dan tegangan, karena
metode ini didasarkan pada pengukuran sifat kelistrikan batuan yaitu tahanan jenis
yang ditampilkan dalam bentuk penampang citra nilai tahanan jenis semu batuan
tujuannya untuk mendapatkan informasi tentang kedalaman, ketebalan lapisan
batuan dari harga atau nilai resistivitasnya secara vertikal.
Pada daerah penelitian dilakukan pengukuran sebanyak dua lintasan
dengan panjang lintasan masing-masing 100 meter dengan jarak spasi antar
elektroda 5 meter. Adapun tahap pengambilan data pada peneliian ini adalah
menentukan lintasan pengukuran, kemudian memasang elekroda dengan lebar
spasi 5 meter, menyusun rangkaian alat resistivitymeter, mengaktifkan
resistivitymeter kemudian menginjeksikan arus listrik penyebaran dan kedalam
tanah melalui elektroda yang sudah terpasang, dan melakukan pengukuran pada
lintasan dan kemudian mencatat arus listrik (I) dan beda potensial (V) antara dua
titik elektroda, kemudian menghitung tahanan jenis hasil pengukuran.
Berdasarkan data tersebut diolah berdasrkan persamaan resistivias semu, sehingga
deperoleh nilai resistivitas semu ( ) dengan memasukkan nilai V, I, a, dan K
kedalam microsoft excel, dan data tersebut diolah dengan menggunakan sofwer
Res2Dinv untuk memperoleh model inversi 2D.
Jenis material dapat diinterpretasikan melalui citra warna dan nilai
resistivitasnya yang selanjutnya akan dicocokkan dengan tabel resistivitas
sehingga dapat di interpretasikan jenis material setiap lapisan, dalam hal ini
lapisan tanahnya interpretasi yang dilakukan berdasarkan hasil perhitungannya.
Hasil dari pengolahan data digunakan microsoft excel kemudian diolah
menggunakan Res2Dinv.Melihat nilai resistivitas maka dilakukannya interprestasi
yang diperoleh dari pengolahan data dan membandingkan dengan nilai resistivitas
30
tiap material menurut Telford, dkk 1990 dan Lowrie & Milsom, 2007 dan ditinjau
pada peta geologi regional wilayah penelitian.
1. Lintasan 1
Hasil model inversi penampang bawah permukaan lintasan I diperoleh
nilai resistivitas sebesar 8,08 Ωm-78300 Ωm dengan tingkat kesalahan 7,1 %.
Tingkat kesalahan ini dapat diterima karena kurang dari 30 %. Pada gambar 12
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai resistivitas antar batuan bawah
permukaan. Untuk mengetahui setiap lapisan permukaan dapat diketahui
dengan nilai resistivitas yang dapat dilihat pada tabel 3 nilai resistivitas
material bumi dan juga dilihat pada gambar hasil pengolahan data res2dinvn.
Gambar 12. Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 1
Tabel 3 . Hasil interpretasi litologi lintasan 1
NO Warna Resistivitas (Ωm) Jenis Batuan/Material
1. 8,08 – 30,0 Marls, oilsand
2. 111 – 413 Andesit, batu kapur
3. 1532 – 5685 sandstone
4. 21098 - 78300 Granit, basal
Sumber: Telford dkk, (1990) Lowrie & Milsom, (2007)
2. Lintasan 2
Pengukuran pada lintasan II gambar 13 memperlihatkan hasil inversi
dengan error 17,0 %. Pada lintasan ini juga diperoleh nilai resistivitas sebesar
20,9 Ωm - 4003 Ωm dan terdiri dari 3 lapisan. Untuk mengetahui setiap lapisan
31
permukaan dapat diketahui dengan nilai resistivitas yang dapat dilihat pada
tabel 4 nilai resistivitas material bumi dan juga dilihat pada gambar hasil
pengolahan data res2dinvn.
Gambar 13. Hasil pengolahan data menggunakan Res2Dinv lintasan 2
Tabel 4 . Hasil interpretasi litologi lintasan 2
NO Warna Resistivitas (Ωm) Jenis Batuan/Material
1. 20,9 – 44,2 Marls
2. 93,8 - 199 Batu pasir, lanau
3. 421 – 892 Batu kapur, sandstone
4. 1889 - 4003 Standstone, gravel (kerikil)
Sumber: Telford dkk, (1990) Lowrie & Milsom (2007)
Berdasarkan hasil survei geolistrik yang dilakukan di Desa Sassa
Kecamatan Baebunta terlihat beberapa nilai tahan jenis dari satu lintasan
pengukuran yang ditampilkan dalam bentuk penampang tahanan jenis 2D.
Pembacaan nilai resistivitas pada bawah permukaan kedalaman bahas geologi
dilakukan berdasarkan pada klasifikasi nilai tahanan jenis batuan yang berdasakan
pada peta geologi dengan tabel nilai resitivitas batuan. Dari hasil interprtasi data
menunjukkan bahwa bahwa tiap lintasan memiliki variasi material berbeda, pada
lintasan pertama yaitu lapisan pertama berwarna hijau muda hingga tua dengan
nilai resistivitas 0,08-111 Ωm diindikasikan sebagai lempung, serpihan gabungan,
kerikil, andesit. pada lapisan kedua berwarna kuning hingga kecoklatan dengan
nilai resistivitas 413-5685 Ωm diindikasikan sebagai batuan andesit, batu kapur,
aluvium pasir, greenstone dan lapisan ketiga terlihat warna orange hingga merah
32
tua dengan resistivitas 21098-78300 Ωm diindikasikan sebgai batuan greenstone
dan kuarsit. Kemudian pada lintasan kedua dapat dilihat pada lapisan pertamanya
berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan nilai resistivas 20,9-93,8 Ωm yang
diduga sebagai serpihan gabungan, batu pasir, breksi. lapisan kedua berwarna
kuning hingga coklat dengan nilai resistivitas 199-421 Ωm diindikasi sebagai
batuan Breksi, andesit, aluvium dan pasir. Dan pada lapisan ketiga terdapat warna
0range hingga merah tua dengan nilai resistivitas 892-4003 yang diindikasi
sebagai kuarsit, dan batu pasir, greenstone.
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini menjukkan bahwa nilai resistivitas bawah permukaan
tanah didpatkan sesuai dengan penelitian yang relevan, yaitu berada dibawah
1000 Ωm. Dengan memperoleh nilai resistivitas pada batuan atau material kita
bisa mengetahui jenis material yang bisa memicu terjadinya longsoran. Hasil
pengolahan data pada penelitian ini menunjukkan adanya beberapa material yang
dapat memicu terjadinya longsor.
Dapat dilihat pada lintasan 1 yaitu lapisan pertama berwarna hijau muda
hingga tua dengan nilai resistivitas yang diduga sebagai batuan air tanah, serpihan
gabungan, kerikil. pada lapisan kedua yang diduga sebagai batuan gamping, basal,
aluvium dan pasir dan lapisan ketiga diduga sebgai batuan pasir dan kuarsit dan
lapisan kedua diduga merupakan jenis material batuan gamping, basal, aluvium
dan pasir dengan nilai resistivitas 413-5685 Ωm.
Pada lintasan 2 dapat dilihat pada lapisan pertamanya yang diduga
sebagai serpihan gabungan, batu gamping, breksi. lapisan kedua diduga sebagai
batuan lempung, aluvium dan pasir, dan lapisan ketiga diduga sebagai batuan
gamping, kuarsit, dan batu pasir. pada Lapisan kedua merupakan bidang gelincir
yang diduga merupakan jenis material batuan lempung, aluvium dan pasir dengan
nilai resistivitas 199-421 Ωm.
Dengan melihat kondisi alam atau dilakukannya survei lapangan bahwa
terlihat pada Kecamatan Baebunta memiliki kelerengan yang terjal dan perbukitan
yang tidak mendukung kestabilan lereng. Sehingga dalam penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan pemodelan dibawah permukaan tanah akan digunakan metode
geolistrik kofigurasi wenner. Di Sassa merupakan daerah yang pemukiman relatif
33
jarang karena sebagian besar merupakan daerah perkebunan dan keadaan
topografi di lokasi terdapat banyak lereng yang cukup terjal di sisi jalan sehingga
massa tanah cenderung dapat bergerak dan menimbun badan jalan terutama pada
saat terjadinya musim hujan dan vegetasi pada daerah ini juga terlihat kurangnya
tanaman keras berakar kuat dan dalam. Terjadinya longsoran dapat disebabkan
karena terdapat struktur tanah yang kurang padat dan terdapat lereng terjal. Salah
satu yang menjadi penyebab terjadinya longsor yaitu curah hujan yang cukup
tinggi yang mencapai 100 mm dari hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika. Perharinya dapat menambah massa dari batuan yang retak,
sehingga batuan tersebut akan bergerak diatas batuan kedap air dan menjadi
material longsor.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. pengidentifikasian rawan longsor dilakukan dengan cara mendeteksi
bawah permukaan bumi dengan menggunakan salah satu metode yang
mempelajari sifat kelistrikan dikenal sebagai metode geolistrik dengan
konfigurasi wenner untuk penentuan struktur lapisan bawah permukaan,
dilakukan dengan cara menginjeksikan arus dan tegangan untuk
mendapatkan informasi tentang kedalaman, ketebalan lapisan batuan dari
harga atau nilai resistivitasnya secara vertikal pada bawah permukaan
tanah dari tahanan jenis yang ditampilkan dalam bentuk penampang citra
nilai tahanan jenis semu batuan.
2. Sehingga diperoleh penyusun batuan lintasan 1 diindikasikan sebagai
batuan lempung, kerikil, batuan pasir, andesit, kuarsit, batu kapur,
greenstone, aluvium dan pasir. Dan lintasan 2 diindikasikan sebagai
serpihan gabungan, breksi, aluvium, kuarsit, batu pasir, breksi, dan
greenstone. Lapisan bawah permukaan terdiri atas lapisan batuan lemah
aau rapuh dan lapisan bidang gelincir dimana lapisan tersebut dapat
memicu terjadinya longsor.
6.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan software yang
berbeda yang dapat menampilkan gambaran bawah permukaan dalam bentuk 3D
untuk memperjelas keadaan bawah permukaan daerah penelitian.
35
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. 2018. Analisis Sifat Fisis Dan Sifat Mekanik Batuan Karst Maros.
Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, 13: 276-281.
Bowles, J.E. 1989. Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta:
Erlangga.
Broms, 1975. Dalam Hardiyatmo (2006) Penanganan Tanah Longsor dan Erosi.
Yogyakarta: GM Univ.press.
Dark, 2019. Kegagalan Tanah. http:darkspecialistd.com. Diakses 25 Februari
2020.
Darmawan, S. 2014. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan
Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Area Panas Bumi Desa
Diwak Dan Derekan Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Jurnal.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM
Gawing, E S. 2019. Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan dan Kedalaman
Bidang Gelincir Pemicu Tanah Longsor Pada Proyek Pembangunan Jalan
Lingkar Barat Kota Palopo. Skripsi. Palopo: Universitas Cokroaminoto
Palopo.
Geosriwijaya, 2017. Mengenali Potensi Bahaya Gerakan Tanah dengan
Parameter Jenis Batuan dan Struktur Geologi. http://geosriwijaya.com.
Diakses 25 Februari 2020.
Hack R. 2000. Geophysics For Slope Stability. Surveys in Geophysics. 21:432-
448.
Hakim, Manrulu R H. 2016. Aplikasi Konfigurasi Wenner Dalam Menganalisis
Jenis Material Bawah Permukaan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-
BiRuNi 05 (1) (2016) 95-103 DOI: 10.24042/jpifalbiruni.V5il.109.
Diakses 25 Desember 2019.
Hakim, N., N. Y. Nyakpa. S. Lubis. G. Nugroho. R. Saul, M. H. Diha, Go Ban
Hong dan H. H. Baley, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung
Universitas Press, Lampung.
Heryanto, D. 2015. Alat-alat Survei Geofisika. http://metode-survei.html. Diakses
25 Februari 2020.
36
Highland, L. 2004. Landslide Type And Processes. Fact-Sheet No. 2004-
3072.U.S. Geology Survey.
Hilma, L. 2019. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Metode
Geolistrik Resistivitas Daerah Rawang Longsor di Desa Purwoharjo
Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Simpen, I. N. 2015. Susunan Elektroda yang Biasa digunakan pada saat
Pengukuran di Lapangan. http://researchgate.com. Diakses 25 Februari
2020.
Indrawati. 2008. Penentuan Kedalaman Bidang Gelincir Daerah Rawan Gerakan
Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Universitas Andalas
Padang. http://media.neliti.com. Diakses, 7 November 2018.
Intan, M. 2018. Identifikasi Daerah Rawang Longsor Dengan Menggunakan
Metode Resistivitas Kongfigurasi Wenner-Schlumberger di Kawasan Desa
Meunasah Krueng Kala, Aceh Besar. Jurnal Fisika Universitas
Cokroaminoto Palopo.
Juanvickey, 2018. Pengertian dan Tipe-Tipe Longsoran.
http://ilmudasardanteknik.com. Diakses 25 Februari 2020.
Loke, M. H. 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and
Engineering Studies. A Practical Guide to 2D and 3D Surveys. Penang
Malaysia.
Lelebunga, Isak A. 2017. Identifikasi Perlapisan Struktur Permukaan Bawah
Tanah Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Winner
Lokasi Air Panas Pincara Masamba.
Lowrie and Milsom, W. J. 2007. Fundametals of Geophysics 2nd Edition.
Cambridge University Press. Cambridge.
Muchlis, 2015. Interpretasi Potensi Massa Longsoran Dengan Metoda Geolistrik
(Studi Kasus Daerah Gayo Lues). Jurnal Natural, 15(1), 16–18.
Muntohar, A.S. 2015. Tanah Longsor Analisis-Prediksi-Mitigasi. Yogyakarta:
Teknik Sipil UMY.
Nugroho. 2009. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Hutan Lindung Kab.
Mojokerto). Surabaya ITS. digilib.its.ic.id. Diakses. 9 November 2018.
37
Paimin, 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos
Internasional Indonesia Programme.
Pranatasari, 2017. Studi KerentanganTanah Longsor Sebagai Mitigasi di
Banjarnegara. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.1, No.1.
Prawiradisastra, S. 2018. Analisis Morfologi dan Geologi Bencana Tanah
Longsor di Desa Ledoksari Kabupaten Karanganyar. Jakarta:
Erlangga.
Primus, S. 2014. Bencana Tanah Longsor Seri Pendidikan Pengurangan Risiko.
Andi Publisher. Jakarta.
Reynolds, J.M.,1997. An Introduction to Applied and Eviromental Geophysics,
John Wiley and Sons Ltd., Chichester, England.
Sujarwo, Anton. 2016. Identifikasi Lapisan Rawan Tanah Longsor Menggunakan
Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole di Desa Pendoworejo,
Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Skripsi Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Sunarmi, 2018. Penentuan Bidang Gelincir Menggunakan Metode Geolistrik
Tahanan Jenis Sebagai Mitigasi Longsor Di Kelurahan Battang. Skripsi.
Palopo: Universitas Cokroaminito Palopo.
Taufik, M. 2016. Identifikasi Daerah Rawang Tanah Longsor Menggunakan SIG.
Jurnal Teknik ITS Vol.5, No.2
Telford, W. M., Geldart, L. P., dan Sherif, R. E. 1990. Applied Geophysics.
Cambridge. University. New York.
Thornbury & William, D. 1969. Principles of Geomorphology. Amerika serikat.
Departement of Geology Indiana University.
TribunLuwu, 2016. Longsor. https://makassar.tribunnews.com. Diakses 25
Februari 2020.
Zakaria, Z. 2011. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Universitas Padjajaran.
Bandung
38
39
Lampiran 1. Peta Geologi Kecamatan Baebunta
40
Lampiran 2
Data lapangan lintasan 1 yang diperoleh di Desa Sassa Kecamatan
Baebunta Kabupaten Bulukumba dapat dilihat sebagai berikut:
Hari/Tanggal : Minggu/29 Maret 2020
Panjang lintasan : 100 meter
Spasi elektroda : 5 meter
Cuaca : Cerah
No DP Rho
1 15 149,68
2 20 118,37733
3 25 66,45
4 30 163,40727
5 35 97,77
6 40 104,72197
7 45 119,13
8 50 138,305
9 55 103,99
10 60 114,3753
11 65 114,38
12 70 154,7484
13 75 135,21
14 80 119,6436
15 85 96,33
16 22,5 164,611
17 27,5 240,7315
18 32,5 245,802
19 37,5 149,9472
20 42,5 126,3049
21 47,5 163,02
22 52,5 171,2331
23 57,5 143,3417
24 62,5 150,8992
25 67,5 188,6139
26 72,5 195,7074
27 77,5 157,3654
28 30 432,38
29 35 248,9879
41
30 40 149,13853
31 45 135,3166
32 50 237,45
33 55 181,21093
34 60 173,9761
35 65 202,42529
36 70 267,92
37 37,5 206,6458
38 42,5 112,2494
39 47,5 138,8463
40 52,5 194,1251
41 57,5 189,5
42 62,5 205,9241
43 45 38,67
44 50 148,34
45 55 187,74
42
Lampiran 3
Data lapangan lintasan 2 yang diperoleh di Desa Sassa Kecamatan
Baebunta Kabupaten Bulukumba dapat dilihat sebagai berikut:
Hari/Tanggal : Minggu/29 Maret 2020
Panjang lintasan : 100 meter
Spasi elektroda : 5 meter
Cuaca : Hujan lokal
No DP Rho
1 15 149,68
2 20 118,8607
3 25 66,45
4 30 118,8607
5 35 97,77
6 40 118,8607
7 45 119,13
8 50 118,8607
9 55 103,99
10 60 118,8607
11 65 114,38
12 70 118,8607
13 75 135,21
14 80 118,8607
15 85 96,33
16 22,5 161,8309
17 27,5 239,613
18 32,5 248,762
19 37,5 148,6158
20 42,5 126,4423
21 47,5 163,0351
22 52,5 172,5082
23 57,5 144,5932
24 62,5 150,669
25 67,5 190,9247
26 72,5 194,0615
27 77,5 156,8931
28 30 432,38
29 35 251,8892
43
30 40 149,2746
31 45 136,1708
32 50 237,45
33 55 182,3717
34 60 175,481
35 65 203,7209
36 70 267,92
37 37,5 206,8678
38 42,5 112,2631
39 47,5 142,2996
40 52,5 193,432
41 57,5 189,4736
42 62,5 205,6204
43 45 38,67
44 50 151,2752
45 55 189,0815
44
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
Menginjeksikan arus listrik Alat Resistivitymeter
Membentangkan meteran pemasangan alat Resistivitymeter
Kelengkapan alat penelitian Menancapkan elektroda
45