perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI DOSIS
BERLEBIH DAN SUBDOSIS PADA PERESEPAN OBAT
ANTIHIPERTENSI PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT
JALAN RSUD JOMBANG TAHUN 2011
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh :
RIZKY ALFIANI CHASANAH
NIM. M3509056
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang
telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 24 Juli 2012
Rizky Alfiani Chasanah
NIM. M3509056
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI DOSIS
BERLEBIH DAN SUBDOSIS PADA PERESEPAN OBAT
ANTIHIPERTENSI PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT
JALAN RSUD JOMBANG TAHUN 2011
RIZKY ALFIANI CHASANAH
Program Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
INTISARI
Masalah medik yang umum dijumpai pada usia lanjut menyebabkan
golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan
dengan obat (Drug Related Problems). Kategori DRPs yang sering ditemui pada
pasien usia lanjut adalah masalah ketepatan dosis baik dosis berlebih maupun
subdosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya DRPs kategori
dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan
deskriptif. Penelusuran dan pengumpulan data rekam medik dilakukan secara
retrospektif, sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data
dilakukan secara deskriptif dan disimpulkan dengan persentase meliputi dosis
tinggi, dosis rendah, frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Ketidaktepatan dosis
adalah pemberian dosis dan frekuensi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari
standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 kasus ketidaktepatan dosis
terjadi pada 2 pasien dari 50 pasien. Ketidaktepatan dosis kategori dosis berlebih
sebanyak 0 kasus (0%). Ketidaktepatan dosis kategori subdosis sebanyak 2 kasus
(1,77%) meliputi dosis rendah sebanyak 1 kasus (0,885%) dan frekuensi rendah
sebanyak 1 kasus (0,885%) dari 113 pengobatan.
Kata kunci: DRPs, dosis berlebih, subdosis, geriatrik, hipertensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS IN EXCESSIVE
DOSE AND SUB DOSE CATEGORY ON PRESCRIBING OF
ANTIHYPERTENSIVE DRUGS IN GERIATRIC PATIENTS IN
JOMBANG HOSPITAL OUTPATIENTS INSTALLATION IN 2011
RIZKY ALFIANI CHASANAH
Pharmacy Department, Mathematic and Science Faculty
Sebelas Maret University
Surakarta
Abstract
General medical problems that are commonly found in the elderly cause
this group are susceptive to the emergence of drug related problems. Categories of
DRPs that are often found in elderly patients is a matter of doses accuracy, either
excessive dose or sub dose. This study aims to identify the presence of DRPs in
excessive dose and sub dose category on prescribing of antihypertensive drugs in
geriatric patients in Jombang Hospital Outpatient Installation in 2011.
It was a non-experimental study with a descriptive approach. The medical
record was tracked and collected retrospectively with samples that taken by
purposive sampling. Data analysis was performed descriptively and concluded
with the percentage, involve high dose, low dose, high frequency and low
frequency. Inaccuracy dose is giving dose and frequency of administration that
was higher or lower compared with the Drugs for the Geriatric Patient standard in
2007.
The results showed that there were 2 cases of inaccuracy dose occurred in
2 patients of 50 patients. The inaccuracy dose of excessive dose category was 0
case (0%). The inaccuracy dose of sub dose category were 2 cases (1,77%) consist
of 1 case (0,885%) of low dose and 1 case (0,885%) of low frequency in 113
treatments.
Key words: DRPs, excessive dose, sub dose, geriatrics, hypertension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Kebahagiaan itu diraih, bukan diperoleh.
“If you want to be happy, be.”
--Leo Tolstoy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini, kupersembahkan untuk..
Ayah dan ibukku tersayang atas segala-galanya..
Yang selalu tidak pernah tidak untuk mengiyakan pintaku..
Terimalah yah, buk, ini hanya sepersekian bakti nanda yang berhingga,
di bawah kasih sayang ayah dan ibuk yang tak berujung hingga..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Penuh ucapan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Identifikasi
Drug Related Problems (DRPs) Kategori Dosis Berlebih dan Subdosis pada
Peresepan Obat Antihipertensi Pasien Geriatrik di Instalasi Rawat Jalan
RSUD Jombang Tahun 2011”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ahli Madya D3 Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik
pasien hipertensi geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan serta penghormatan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Direktur RSUD Jombang yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan penelitian di RSUD Jombang. Ahmad Ainurofiq, M.Si.,
Apt., selaku Ketua Program Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dosen
Pembimbing Akademik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
3. Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt., selaku dosen pembimbing Tugas Akhir
yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
4. Jajaran Bagian Diklat, Poli Jantung, Rekam Medis dan Instalasi Farmasi
RSUD Jombang yang turut membantu dalam penelitian, pengumpulan
data dan informasi pasien.
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi D3 Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Ayah, ibuk dan adekku tersayang, kalian segalanya.
7. Sahabat-sahabatku yang selalu ada disehat dan sakitku, disuka dan
dukaku, disantai dan sibukku.
8. Teman-teman angkatan 2009.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis
hanya dapat mengucapkan terima kasih dan semoga Allah
Subhanahuwata’ala senantiasa membalas dengan yang terbaik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan.
Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan kefarmasiaan.
Surakarta, 24 Juli 2012
Rizky Alfiani C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ...............................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................................
INTISARI ................................................................................................................
ABSTRACT .............................................................................................................
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
A. Latar Belakang Masalah …..........................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI ..........................................................................
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................
1. Drug Related Problems (DRPs) ...............................................
a. Definisi DRPs ....................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
3
4
4
5
5
5
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
b. Kategori DRPs .................................................................
c. Dosis .....................................................................................
2. Hipertensi ................................................................................
a. Klasifikasi Tekanan Darah ..............................................
b. Patofisiologi Hipertensi .................................................
c. Gejala Hipertensi ...............................................................
d. Diagnosis Hipertensi ............................................................
e. Faktor Risiko Hipertensi .................................................
f. Penatalaksanaan Hipertensi ..............................................
3. Geriatrik ...................................................................................
B. Kerangka Pemikiran .........................................................................
C. Keterangan Empiris .........................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
A. Jenis Penelitian ................................................................................
B. Instrumen Penelitian .........................................................................
1. Alat yang digunakan ...............................................................
2. Bahan yang digunakan ...............................................................
C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................
D. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
E. Definisi Operasional Penelitian ........................................................
F. Rancangan Penelitian ......................................................................
G. Diagram Alir Penelitian ...............................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................
5
7
8
8
9
9
10
10
15
27
29
29
31
31
31
31
31
31
32
32
33
35
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
A. Karakteristik Pasien ..........................................................................
1. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia .........................................
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin .......................
B. Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi…………..................
C. Identifikasi Drug Related Problems ............................................
1. Dosis Tinggi ............................................................................
2. Dosis Rendah ........................................................................
3. Frekuensi Tinggi ....................................................................
4. Frekuensi Rendah ..................................................................
D. Keterbatasan Penelitian ...............................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................................
36
36
37
39
40
40
41
42
42
43
44
44
44
45
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kategori dan Penyebab Drug Related Problems (DRPs) ..........................
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa ............................................
Tabel III. Golongan dan Nama Obat Antihipertensi Beserta Dosis
Standarnya Untuk Pasien Geriatrik .............................................................
Tabel IV. Distribusi Usia ........................................................................................
Tabel V. Distribusi Jenis Kelamin ...........................................................................
Tabel VI. Persentase Obat Antihipertensi yang Digunakan ....................................
Tabel VII. Kasus Dosis Rendah ..............................................................................
Tabel VIII. Kasus Frekuensi Rendah ..................................................................
6
9
25
36
37
39
41
42
1
1
3
4
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Algoritme Terapi Hipertensi ..............................................................
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian ...........................................................
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian ......................................................................
18
29
35
1
1
3
4
4
5
5
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pasien .......................................................................................
Lampiran 2. Data Obat-Obat yang Digunakan Oleh Pasien ...................................
49
54
1
1
3
4
4
5
5
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
AINS : Anti Inflamasi Non Steroid
ARB : Angiotensin II Receptor Blocker
BB : Beta Blocker
Ca++
: ion Kalsium
CCB : Calsium Channel Blocker
Cl- : ion Klorida
DRPs : Drug Related Problems
g : gram
HDL : High Density Lipoprotein
HST : Hipertensi Sistolik Terisolasi
JNC VII : The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
K+ : ion Kalium
Kg : Kilogram
Kg/m2
: kilogram per meter persegi
m : meter
mg : miligram
mg/dL : miligram per desiliter
mmHg : milimeter air raksa
Na+ : ion Natrium
NaCl : Natrium Klorida
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
WHO : World Health Organization
α-1 : Alpha 1
α-2 : Alpha 2
β-1 : Beta 1
β-Blocker : Beta Blocker
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin meningkatnya harapan hidup, semakin kompleks penyakit yang
diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Setelah
umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50% (Kuswardhani,
2006).
Tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif
sampai umur 70-80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai
umur 50-60 tahun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan
adanya kekakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan ini
mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Rigaud dan
Forette, 2001).
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal
jantung dan penyakit koroner, yang diperkirakan memiliki peran lebih besar pada
orang lanjut usia dibandingkan pada orang yang lebih muda. Hipertensi pada
lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada
umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun
kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas
untuk orang lanjut usia (Kaplan, 1999).
Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk
anatomi, fisiologi, psikologi, juga sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lanjut usia akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam
penatalaksanaan obat (Prest, 2003).
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi
metabolisme dan distribusi obat, sehingga harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan
kemudian ditingkatkan secara perlahan (Kuswardhani, 2006).
Dengan masalah medik yang kompleks yang umum dijumpai pada pasien
usia lanjut menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-
masalah yang berkaitan dengan obat (drug related problems) (Pramantara, 2007).
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan
dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial
mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan.
Kategori dosis menempati urutan kedua dari kategori DRPs berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Minnesota Pharmaceutical Care Project selama 3
tahun terhadap 9399 pasien. Penggunaan obat dosis lebih maupun dosis kurang
merupakan indikasi DRPs yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau tidak
tercapainya hasil terapi yang diinginkan (Cipolle et al., 1998). Penelitian
Widianingrum (2009) menunjukkan adanya ketidaktepatan dosis yang terjadi pada
21 pasien dari 38 pasien dengan total kasus DRPs sebanyak 27 kasus.
Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus meliputi besaran
tinggi sebanyak 13 kasus dan frekuensi tinggi sebanyak 1 kasus. Sementara dosis
rendah sebanyak 13 kasus meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus dan
frekuensi rendah sebanyak 3 kasus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Ketepatan dalam penanganan penyakit hipertensi pada pasien geriatrik
harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Penanganan terhadap
penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologi maupun terapi
nonfarmakologi. Dalam terapi farmakologi, tentunya sangat diperlukan ketepatan
obat dan dosisnya, dengan memperhatikan kondisi pasien sehingga dapat dicapai
keberhasilan terapi.
Uraian di atas melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang
identifikasi ada tidaknya Drug Related Problems kategori dosis berlebih dan
subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada
peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Jombang tahun 2011?
2. Berapakah angka kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada
peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Jombang tahun 2011 dibandingkan dengan dosis obat antihipertensi untuk
geriatrik menurut standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan
1. Mengetahui ada tidaknya kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan
subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
2. Mengetahui besarnya angka kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan
subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Jombang tahun 2011 dibandingkan dengan dosis obat antihipertensi
untuk geriatrik menurut standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan kejadian DRPs dosis berlebih dan subdosis pada
peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik dengan mengacu standar Drugs for
the Geriatric Patient tahun 2007.
2. Manfaat bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan untuk
evaluasi kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat
antihipertensi pasien geriatrik maupun untuk evaluasi pelayanan baik oleh dokter
dan farmasis dalam upaya meningkatkan pelayanan medis dan kefarmasian bagi
pasien hipertensi geriatrik pada khususnya dan seluruh pasien pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Drug Related Problems (DRPs)
a. Definisi DRPs
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga
potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipolle
et al., 1998). Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang
farmasis memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal:
1) Mengidentifikasi DRPs yang terjadi.
2) Mengatasi DRPs yang terjadi.
3) Mencegah terjadinya DRPs yang mungkin terjadi (Rovers et al., 2003 ).
b. Kategori DRPs
Drug Related Problems (DRPs) apabila tidak diatasi atau diperhatikan
akan sangat mempengaruhi hasil terapi. DRPs dapat dikategorikan menjadi
indikasi belum diterapi, pemilihan obat yang tidak tepat (obat salah), terapi
tanpa indikasi, dosis berlebih, subdosis, reaksi obat merugikan, dan kegagalan
dalam menerima obat (Priyanto, 2008). Kategori serta penyebab timbulnya
DRPs dapat dilihat dalam Tabel I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Tabel I. Kategori dan Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle et al., 1998)
Kategori DRPs Penyebab DRPs
Indikasi belum
diterapi
1. Pasien memerlukan terapi obat baru
2. Pasien dengan penyakit kronis yang memerlukan terapi
obat lanjutan
3. Pasien yang memerlukan farmakoterapi kombinasi
untuk mencapai efek yang potensial
4. Pasien berisiko mengalami kejadian yang tidak
diharapkan akibat terapi obat yang tidak dicegah
dengan terapi profilaksis
Terapi tanpa
indikasi
1. Terapi non obat lebih sesuai bagi pasien, misalnya
perubahan pola hidup
2. Pasien menerima obat tanpa ada indikasi yang jelas
3. Pasien diberikan obat kombinasi, padahal hanya satu
obat yang diperlukan
4. Pasien dengan masalah pengobatan yang berkaitan
dengan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol dan
rokok
5. Pasien menerima obat untuk mengatasi efek samping
akibat obat yang sebenarnya dapat dicegah
Obat salah 1. Pasien yang berisiko kontraindikasi dengan
penggunaan obat tersebut
2. Pasien alergi dengan pengobatan
3. Pasien menerima obat tetapi tidak aman
4. Obat yang diberikan kepada pasien bukan merupakan
obat yang paling efektif untuk penyakitnya
5. Pasien menerima obat efektif tetapi harganya mahal
6. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap obat yang
diberikan
Subdosis 1. Kadar obat dalam darah berada di bawah kisaran terapi
yang diharapkan
2. Dosis terlalu rendah untuk menimbulkan respon
3. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
4. Durasi terapi terlalu pendek
5. Frekuensi pemberian obat terlalu panjang atau jarak
pemberian obat terlalu lama
Dosis berlebih 1. Dosis terlalu tinggi untuk pasien
2. Dosis obat meningkat terlalu cepat
3. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas kisaran
terapi obat yang diharapkan
4. Frekuensi pemberian obat terlalu dekat atau obat
diberikan terlalu cepat
5. Durasi terapi terlalu panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Reaksi obat
merugikan
1. Pasien dengan faktor risiko efek samping yang
berbahaya bila obat digunakan
2. Pasien mengalami alergi terhadap obat
3. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi
dengan obat lain atau makanan pasien
Tabel I. Lanjutan…
4. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan
pasien
5. Efek dari obat diubah enzim inhibitor atau induktor dari
obat lain
6. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat dari
binding site oleh obat lain
Kegagalan dalam
menerima obat
1. Pasien tidak menerima obat yang sesuai karena
medication error (peresepan, peracikan, atau pemberian
obat)
2. Pasien tidak menggunakan obat karena kurangnya
pengetahuan secara langsung
3. Pasien tidak patuh dengan aturan pengobatan yang
digunakan
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan
karena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan
secara konsisten karena merasa sudah sehat
6. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena
harganya mahal
c. Dosis
1) Dosis kurang
Dosis kurang adalah dosis yang terlalu kecil yaitu kurang dari 20% dari
yang seharusnya diberikan pada pasien, atau frekuensi pemberiannya kurang
dari frekuensi pemberian berdasarkan dosis standar. Kejadian DRPs akibat
dosis merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menambah biaya
terapi bagi pasien. Sebaik apapun diagnosis dan penilaian yang dilakukan, hal
itu tidak akan ada artinya apabila pasien tidak menerima dosis yang tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sesuai dengan kebutuhannya. Pengobatan dapat dikatakan sebagai dosis
kurang apabila suatu regimen obat dianggap sesuai dengan indikasinya dan
pasien tidak mengalami efek samping akibat obat, namun pasien tidak
memperoleh manfaat terapi seperti yang diharapkan (Cipolle et al., 1998).
2) Dosis lebih
Dosis berlebih dalam penelitian ini adalah obat yang diterima pasien
melebihi dosis pemakaian normal. Batasan dosis yang dianggap dosis
berlebih adalah dosis yang diberikan 20% lebih tinggi dari dosis standar.
Apabila seorang pasien telah mengalami efek abnormal potensial atau non
aktual dari pengobatan seharusnya dosis obat atau interval pengobatan
diturunkan (Cipolle et al.,1998).
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat (Mosterd et al., 2006). Secara umum, seseorang dianggap
mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik (Kaplan, 1998).
a. Klasifikasi Tekanan Darah
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
mengklasifikasikan tekanan darah untuk pasien dewasa (umur >18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
penyakit. Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa menurut JNC 7 dapat
dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa (Chobanian et al., 2004). Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 atau ≥100
b. Patofisiologi Hipertensi
Pada sebagian besar pasien, lebih dari 90% kasus, hipertensi yang terjadi
merupakan hipertensi esensial atau primer yang penyebabnya tidak diketahui.
Faktor genetik dan lingkungan berperan penting dalam terjadinya hipertensi
esensial (Dipiro et al., 2008). Faktor genetik mempengaruhi kepekaan
terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress, emosi,
obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2007).
Hipertensi yang diketahui penyebab terjadinya adalah hipertensi sekunder.
Terdapat 5-10% penyebab hipertensi yang kasusnya diketahui, seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, dan kehamilan (Priyanto, 2008).
c. Gejala Hipertensi
Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur,
nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan
terhadap ginjal dan pembuluh darah (Tjay dan Raharja, 2007).
d. Diagnosis Hipertensi
Hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran tekanan
darah, tetapi dapat ditegakkan setelah 2 kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terjadi peningkatan tekanan darah yang
tinggi atau gejala-gejala klinis pendukung pada pemeriksaan yang pertama
kali (Priyanto, 2008). Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan
pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol,
atau merokok (Kuswardhani, 2006).
e. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:
1) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan
kematian sekitar 50 % di atas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003).
Sebenarnya wajar bila tekanan darah meningkat dengan bertambahnya
umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Staessen et
al., 2003).
b) Jenis Kelamin
Pria dan wanita menopause mempunyai pengaruh yang sama untuk
terjadinya hipertensi (Mansjoer, 2001). Namun pada wanita
menopause kemungkinan lebih banyak yang menderita hipertensi
dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen
pada wanita (Bustan, 1997). Hormon estrogen dapat melindungi
wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya
akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty dan
Amiruddin, 2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga
berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus
plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi
teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah
proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus
plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai
pelebar pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah menjadi lancer
dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan, 2004).
c) Riwayat Keluarga
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya menderita hipertensi (Soenarta, 2007). Hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60% (Sheps, 2005).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar
30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Qiu et al., 2003).
2) Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a) Kebiasaan Merokok
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler
telah banyak dibuktikan (Suyono, 2001). Selain dari lamanya, risiko
merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Price dan Wilson,
1995). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok, masuk ke dalam aliran darah dan dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri sehingga
mengakibatkan proses atherosclerosis dan hipertensi (Nurkhalida,
2003).
b) Konsumsi Garam
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %
(Gunawan, 2005). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam
tubuh sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Kaplan, 1998).
c) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi (Sheps,
2005). Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Hull, 1996).
d) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak
yang telah rusak. Penggunaan minyak goreng sebagai media
penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan
terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan asam lemak
tidak jenuh pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama
saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Penggunaan minyak
jelantah dapat meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan
sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu
terjadinya penyakit hipertensi (Khomsan, 2003).
e) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab
sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat
hipertensi sebesar dua kali. Mekanisme alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi
kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol
berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain (Stranges et al.,
2004).
f) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dengan berat badan mencapai indeks
massa tubuh >25 merupakan salah satu faktor risiko terhadap
timbulnya hipertensi. Indeks massa tubuh didapat dari berat badan (kg)
dibagi kuadrat tinggi badan (m) (Suyono, 2001). Makin besar massa
tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air
(Sheps, 2005).
g) Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko kelebihan berat
badan sehingga meningkatkan risiko menderita hipertensi. Melalui
olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. (Sheps, 2005).
h) Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas,
berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat (Gunawan, 2005). Stres dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres
sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali (Nurkhalida, 2003).
Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah yang menetap (Suyono, 2001).
Hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga
dari seluruh faktor yang telah disebutkan di atas, belum dapat diketahui
dengan pasti faktor yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi. Oleh
karena itu, menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting untuk
pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi (Sugiharto, 2007).
f. Penatalaksanaan Hipertensi
Hipertensi sebenarnya tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu
dikontrol dan dikendalikan, karena hipertensi merupakan keadaan ketika
pengaturan tekanan darah kurang berfungsi sebagaimana mestinya yang
disebabkan oleh banyak faktor. Mengobati hipertensi memang harus dimulai
dengan modifikasi gaya hidup yang sehat dan apabila hal ini tidak berhasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
maka mulai diberikan obat. Modifikasi gaya hidup terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, meningkatkan kinerja obat-obat antihipertensi dan mengurangi
risiko terserang penyakit kardiovaskuler (Chobanian et al., 2004). Strategi
terapi hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi dan terapi
farmakologi.
1) Terapi Nonfarmakologi
Perubahan gaya hidup adalah kunci utama dalam pengendalian penyakit
hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan cara:
a) Menurunkan berat badan. Berat badan berlebihan menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot
ekstra dihilangkan, tekanan darah dapat turun lebih kurang 0,7/0,5
mmHg setiap kilogram penurunan berat badan. Indeks massa tubuh yang
dianjurkan antara 18,5-24,9 kg/m2.
b) Mengurangi garam dalam diet. Ion natrium mengakibatkan retensi
air, sehingga volume darah bertambah dan menyebabkan daya tahan
pembuluh meningkat. Secara statistik, ternyata bahwa pada kelompok
penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih
banyak hipertensi daripada orang-orang yang mengkonsumsi sedikit
garam.
c) Membatasi konsumsi kolesterol. Hal ini dapat mencegah terjadinya
atherosclerosis dengan mengurangi atau menghindari asupan lemak
jenuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d) Berhenti merokok. Tembakau mengandung nikotin yang
memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil sehingga sirkulasi
darah berkurang dan tekanan darah meningkat.
e) Membatasi minum kopi sampai maksimum 3 cangkir sehari.
Kofein dalam kopi berkhasiat menciutkan pembuluh yang secara akut
dapat meningkatkan tekanan darah.
f) Membatasi minum alkohol sampai 2-3 konsumsi (bir, anggur)
sehari. Minum lebih dari 40 g sehari untuk jangka waktu panjang dapat
meningkatkan tensi diastolis sampai 0,5 mmHg per 10 g alkohol.
g) Cukup istirahat dan tidur adalah penting, karena selama periode itu
tekanan darah menurun.
h) Olahraga. Walaupun tekanan darah meningkat pada waktu
mengeluarkan tenaga akut, namun olah raga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah yang tinggi, karena saraf parasimpatik (yang
berperan dalam vasodilatasi) akan menjadi relatif lebih aktif daripada
sistem simpatik (Tjay dan Raharja, 2007).
2) Terapi Farmakologi
Selain terapi nonfarmakologi, dalam penatalaksanaan hipertensi juga
digunakan obat-obat antihipertensi. Algoritme penatalaksanaan hipertensi
untuk pasien dewasa menurut JNC 7 tahun 2004 ditunjukkan pada Gambar
1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Gambar 1. Algoritme Terapi Hipertensi (Chobanian et al., 2004)
Tekanan darah di atas target
(≥ 140/90 mmHg)
Mulai dengan obat antihipertensi
Indikasi khusus Hipertensi tanpa komplikasi
1. Gagal jantung
Terapi diuretik, BB, ACEI,
ARB, atau antagonis
aldosteron
2. Infark Miokard
Terapi ACEI, BB atau
antagonis aldosteron
3. Risiko tinggi penyakit
koroner
Terapi diuretik, BB, ACEI
atau CCB
4. Diabetes mellitus
Terapi diuretik, BB, ACEI,
ARB, atau CCB
5. Penyakit ginjal kronik
Terapi ACEI atau ARB
6. Stroke
Terapi diuretik atau ACEI
Hipertensi Stage 2
(TDS ≥160 atau TDD ≥100
mmHg)
Terapi kombinasi dua obat
(Biasanya diuretik Thiazid
dengan ACEI atau ARB atau
BB atau CCB)
Hipertensi Stage 1
(TDS 140-159 atau TDD 90-
99 mmHg)
Terapi diuretik thiazid
Dipertimbangkan juga
ACEI, ARB, BB, CCB, atau
kombinasi
Tekanan darah di atas target
Optimasi dosis atau penambahan antihipertensi lain
yang berbeda golongan, konsultasi dengan spesialis
hipertensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Obat-obat Antihipertensi
Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan darah tinggi dan
tidak penyebabnya, maka obat harus diminum dalam jangka waktu yang
lama, setelah beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat
diturunkan. Terapi hipertensi harus dimulai dengan dosis rendah agar
penurunan tekanan darah tidak terlalu drastis atau mendadak dan setiap 1-2
minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang
diinginkan. Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur pula
(Tjay dan Raharja, 2007). Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat
reseptor beta (β- blocker), penghambat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE-inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dan Calcium
Channel Blocker (CCB) (Nafrialdi, 2007).
a) Diuretik
Diuretik meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga
volume darah dan tekanan darah menurun, dan diperkirakan berpengaruh
langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar natrium
membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, sehingga daya
tahannya berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak
meningkat dengan memperbesar dosis (Tjay dan Raharja, 2007). Diuretik
merupakan obat pertama yang diberikan dan efektif dalam waktu 3-4 hari
(Karyadi, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Antihipertensi diuretik dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
(1) Golongan Tiazid
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama
NaCl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl
-
meningkat. Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid
antara lain hidroklorotiazid, bendroflumotiazid dan diuretik lain yang
memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon)
(Nafrialdi, 2007).
Efek samping tiazid dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang mendapat
digitalis. Tiazid juga dapat menyebabkan hiponatremia,
hipomagnesemia, serta hiperkalsemia. Selain itu, tiazid dapat
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pada pasien
hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Untuk
menghindari efek ini, tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan
dilakukan pengaturan diet (Nafrialdi, 2007).
(2) Diuretik Kuat (loop diuretics)
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal
dengan menghambat kotransport Na+, K
+, Cl
- dan menghambat
resorbsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek
diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid, oleh karena itu
diuretik kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi kecuali pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5 mg/dL)
atau gagal jantung (Nafrialdi, 2007).
Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali
bahwa diuretik kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan
kalsium darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan
meningkatkan kadar kalsium darah. Golongan diuretik kuat antara lain
furosemid, torsemid, bumetanid dan asam etakrinat (Nafrialdi, 2007).
(3) Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila
diberikan pada pasien gagal ginjal, atau bila dikombinasikan dengan
penghambat ACE, ARB, β-blocker, AINS atau dengan suplemen
kalium. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik
lain untuk mencegah hipokalemia. Golongan diuretik hemat kalium
misalnya amilorid dan triamteren (Nafrialdi, 2007).
(4) Antagonis Aldosteron
Spironolakton dan eplerenon merupakan obat golongan antagonis
aldosteron. Obat ini sangat berguna pada pasien dengan hiperurisemia,
hipokalemia dan dengan intoleransi glukosa. Spironolakton tidak
mempengaruhi kadar Ca++
dan gula darah. Efek samping
spironolakton antara lain ginekomastia, gangguan menstruasi, dan
penurunan libido pada pria (Nafrialdi, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b) Penyekat Reseptor Beta (β-blocker)
Contoh obat golongan β-blocker adalah atenolol, bisoprolol,
propranolol, betaxolol, nadolol, dan timolol (Chobanian et al., 2004).
Menurut Nafrialdi (2007) berbagai mekanisme penurunan tekanan darah
akibat penggunaan β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor
β1, antara lain:
(1) Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan curah jantung.
(2) Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomerular ginjal dengan
akibat penurunan produksi angiotensin II.
(3) Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas simpatis, perubahan
pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron
adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
c) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat pembentukan
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah)
(Nafrialdi, 2007). Golongan obat ini antara lain captopril, enalapril,
lisinopril, fosinopril. Sering digunakan pula untuk pengobatan terapi
awal hipertensi ringan sampai sedang terutama bila diuretik dan β-
blocker tidak dapat digunakan karena adanya kontraindikasi. Efek
samping yang bisa timbul antara lain batuk, mual, muntah, diare,
hipotensi terutama pada penderita yang mendapat diuretik, hiperkalemia
terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, serta kelainan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kulit seperti angioedema, urtikaria (bengkak-bengkak seperti biduran)
(Karyadi, 2002).
d) Angiotensin Reseptor Blocker II (ARB)
Golongan obat ini cara kerjanya menyerupai ACE-inhibitors tapi lebih
langsung menghambat reseptor Angiotensin II, efektivitas dan
toleransinya mirip dengan ACEI, namun golongan ini tidak menimbulkan
efek samping antara lain batuk kering dan angioedema seperti yang
sering terjadi dengan ACEI. Termasuk ARB yang spesifik adalah
losartan, kandesartan dan valsartan (Karyadi, 2002).
e) Calcium Channel Blockers (CCB)
Kalsium antagonis juga dikenal dengan Calcium Channel Blockers
(CCB) yang termasuk sebagai obat baru. Mekanisme kerjanya adalah
mencegah atau menghambat kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh
darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan kontraksi, jika
pemasukan kalsium ke dalam sel-sel otot dihambat, maka otot tersebut
tidak dapat melakukan kontraksi sehingga pembuluh darah akan melebar
dan akibatnya tekanan darah akan menurun (Siaw, 1994).
Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan golongan obat ini
antara lain gangguan lambung-usus, hipotensi (penurunan tekanan darah)
akibat vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) umum. Pada keadaan
hipotensi hebat pemberian obat golongan ini tidak dianjurkan, karena
mempunyai resiko terjadinya serangan angina dan infark jantung.
Golongan obat CCB yang bekerja lama, sering digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pengobatan awal hipertensi (Karyadi, 2002). Obat-obat yang termasuk
golongan CCB adalah nifedipin, amlodipin, isradipin, verapamil,
felodipin, diltiazem, nicardipin, dan nisoldipin (Chobanian et al., 2004).
f) Antihipertensi Golongan Lain
Termasuk dalam golongan ini adalah antihipertensi dari golongan
penyekat α-1, agonis sentral α-2, antagonis adrenergik, dan vasodilator.
Reseptor α dan β berperan dalam pengaturan umpan balik pelepasan
norepineprin. Stimulasi reseptor α-2 dapat menyebabkan penghambatan
pelepasan norepineprin dengan begitu tekanan darah tidak naik. Agonis
reseptor α-2 antara lain metildopa dan klonidin (Chobanian et al., 2004).
Reseptor α-1 pada arteri dan vena apabila distimulasi akan terjadi
vasokonstriksi yang dapat menyebabkan tekanan darah menjadi naik.
Prazosin, terazosin, doksazosin, dan bunazosin merupakan penghambat
reseptor α-1 yang memberikan efek vasodilatasi sehingga tekanan darah
turun (Chobanian et al., 2004).
Antagonis adrenergik misalnya adalah reserpin, bekerja menghambat
efek sistem parasimpatis yang merespon stress dengan menaikkan
tekanan darah. Obat ini memblokir reseptor-reseptor sehingga terjadi
vasodilatasi.
Obat vasodilator bekerja secara langsung merelaksasikan otot polos
pembuluh darah sehingga tekanan vaskuler sistemik turun dan tekanan
darah turun. Obat ini antara lain nitrogliserin, hidralazin, minoksidil,
diazoksida, natrium nitroprusid (Karyadi, 2002). Golongan dan nama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
obat antihipertensi beserta dosis standar untuk pasien geriatri dapat
dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Golongan dan Nama Obat Antihipertensi Beserta Dosis Standarnya Untuk Pasien
Geriatrik (Shorr et al., 2007)
N
o.
Golongan Nama Obat Dosis Standar
1. Diuretik
Klortalidon dosis awal 25 mg/hari
Hidroklortiazid awal 12,5-25 mg sekali sehari, dapat
ditingkatkan sampai 50-100/hari dalam dosis
tunggal atau dosis terbagi
Indapamid awal 1,25 mg, dapat ditingatkan hingga 2,5
mg/hari setelah 4 minggu atau 5 mg/hari
setelah tambahan 4 minggu
Metolazone aksi lambat: 2,5-5 mg/hari. aksi cepat: awal
0,5 mg/hari, dapat ditingkatkan hingga 1
mg/hari
Bumetanide awal 0,5 mg/hari, jarak 1-4 mg/hari,
maksimum 5 mg/hari, dosis besar dapat
diberikan 2-3 dosis/hari
Furosemide awal 20-80 mg/hari, dapat ditingkatkan
sampai 20-40 mg setiap 6-8 jam
Torsemide awal 2,5-5 mg/hari, dapat ditingkatkan
hingga 10mg/hari jika tidak ada respon
selama 4-6 minggu, jika tidak ada respon,
maka diberikan tambahkan antihipertensi
Triamteren 25-100 mg/hari sebagai dosis tunggal atau
dalam 2 dosis terbagi, maksimum 300
mg/hari
Spironolakton 25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis/hari
2. ACE
Inhibitor
Captopril awal 12,5-25 mg 2-3 kali/hari, dosis
pemeliharaan 25-50 mg 2-3 kali/hari
Lisinopril awal 2,5-5 mg/hari, maksimum: 40 mg/hari
Ramipril awal 2,5 mg/hari, dosis pemeliharaan 2,5-20
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi
menjadi 2 dosis
Enalapril awal 2,5-5 mg/hari, dapat dinaikkan dengan
interval 1-2 minggu, jarak 10-40 mg/hari
dalam 1-2 dosis terbagi
Quinapril awal 10-20 mg/hari, penyesuaian dosis
setidaknya pada interval 2 minggu atau
lebih. Pemeliharaan 20-80 mg/hari sebagai
dosis tunggal atau 2 dosis terbagi.
Maksimum 80 mg/hari
Fosinopril awal 10 mg/hari, pemeliharaan 20-40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Tabel III. Lanjutan…
3. Penyekat
Reseptor
Angiotensin
Kandesartan awal 16 mg sekali sehari. Dapat diberikan
sekali atau 2 kali sehari dengan total dosis
harian 8-32 mg
Losartan awal 50 mg sekali sehari. Maksimum
dapat diberikan sekali atau 2 kali sehari,
dengan total dosis harian 25-100 mg
Valsartan awal 80-160 mg/hari, maksimum 320
mg/hari
4. Penyekat
Beta
Bisoprolol awal 2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan
sampai 2,5-5 mg/hari, maksimum: 20
mg/hari
Atenolol dosis awal 25 mg sehari
Metoprolol awal 100 mg/hari sebagai dosis tunggal
atau dosis terbagi. Dinaikkan setiap
minggu atau lebih. Pemeliharaan 100-450
mg/hari
Propranolol awal 40 mg 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan setiap 3-7 hari. Jarak hingga
320 mg/hari dalam dosis terbagi.
Maksimum 640 mg/hari
Nadolol awal 20 mg/hari, dapat ditingkatkan
secara bertahap. Jarak 20-240 mg/hari
Timolol awal 10 mg 2 kali sehari, tunggal atau
kombinasi dengan antihipertensi lain.
Secara bertahap ditingkatkan dengan
interval tidak kurang dari 1 minggu.
Pemeliharaan 20-60 mg/hari dalam 2
dosis terbagi
5. Antagonis
Kalsium
Nifedipin awal 30-60 mg/hari, dosis pemeliharaan
hingga 120 mg/hari
Amlodipin awal 5 mg/hari dalam dosis tunggal,
maksimum 10 mg/hari
Felodipin awal 2,5 mg/hari, pemeliharaan 2,5-10
mg/hari, jarak 2,5-20 mg/hari
Diltiazem sustained release, awal: 60-120 mg
2xsehari, dapat ditingkatkan pada interval
14 hari, pemeliharan 240-360 mg/hari
Verapamil sustained release: 120-240 mg/hari, jarak
120-360 mg/hari sebagai dosis tunggal
mg/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2
dosis terbagi. Maksimum 80 mg/hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
atau 2 dosis terbagi
6. Golongan
Lain
Prazosin awal 1 mg 2-3 kali sehari. Pemeliharaan
3-15 mg/hari dalam dosis terbagi.
Maksimum 20 mg/hari
Terazosin awal 1 mg pada waktu tidur. Jarak 1-5
mg/hari sebagai dosis tunggal atau 2 dosis
terbagi. Maksimum 20 mg
Doksazosin awal 1 mg sekali sehari. Dapat
ditingkatkan hingga maksimum 16
mg/hari
Tabel III. Lanjutan…
Klonidin awal 0,1 mg pada waktu tidur. Dapat
ditingkatkan secara bertahap
Metildopa awal 250 mg 2-3 kali sehari. Jarak 250-100
mg/hari dalam 2 dosis terbagi
Reserpin dosis awal 0,5 mg perhari selama 1-2
minggu. Pemeliharaan dikurangi 0,1-0,25
mg/hari
Hidralazin awal 10 mg 2-3 kali sehari. Dapat
ditingkatkan 10-25 mg dalam 2-3 hari
Minoksidil awal 2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan secara
bertahap. Pemeliharaan 10-40 mg/hari.
maksimum: 100 mg/hari
3. Geriatrik
Menurut WHO, pembagian terhadap populasi usia tua meliputi tiga tingkatan,
yaitu lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun, tua (old) 75-90 tahun dan
sangat tua (very old) dengan kisaran umur lebih dari 90 tahun (Setianto, 2005).
Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi,
fisiologi, psikologi juga sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait lanjut usia
akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam
penatalaksanaan obat (Prest, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung
dan penyakit koroner, dan diperkirakan berperan lebih besar pada orang lanjut
usia dibandingkan pada orang yang lebih muda. Hipertensi pada lanjut usia
sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya
merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi
sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk
orang lanjut usia (Kaplan, 1999).
Pada usia lanjut terdapat berbagai keadaan yang sering menjadi masalah
dalam penentuan tekanan darah. Penentuan tekanan darah pada usia lanjut
hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa usia lanjut
menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan sphygmomanometer tinggi palsu)
akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Sebelum menegakkan diagnosis
hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di
klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu
(Kuswardhani, 2006).
Sasaran tekanan darah untuk hipertensi lanjut usia yaitu tekanan darah sistolik
≤ 140 mmHg dan diastolik ≤ 90 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut
usia prinsipnya tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya, yaitu terdiri dari
modifikasi pola hidup dan bila diperlukan dilanjutkan dengan pemberian obat-
obat antihipertensi. Obat yang umum digunakan pada hipertensi lanjut usia adalah
diuretik dan antagonis kalsium, dengan prinsip dosis awal yang kecil dan
ditingkatkan secara perlahan. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretik tiazid
sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler (Kuswardhani, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang mendasari dilakukannya penelitian digambarkan
pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pasien geriatrik (≥60
tahun), terjadi
penurunan kemampuan
dan fungsi tubuh
sehingga memerlukan
penyesuaian dosis obat
yang diberikan
Hipertensi sering
terjadi pada pasien
geriatrik
Permasalahan berkaitan
dengan pengobatan
(DRPs) kategori dosis
berlebih dan subdosis
pada peresepan obat
antihipertensi
Penelitian mengenai DRPs
kategori dosis berlebih dan
subdosis pada peresepan
obat antihipertensi pasien
geriatrik di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Jombang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Keterangan Empiris
Data penelitian Widianingrum (2009) menunjukkan adanya ketidaktepatan
dosis yang terjadi pada 21 pasien dari 38 pasien dengan total kasus sebanyak 27
kasus. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus dan dosis
rendah sebanyak 13 kasus. Peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik idealnya
menggunakan standar dosis khusus bagi pasien geriatrik. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kejadian yang tidak diinginkan terkait dengan dosis seperti dosis
berlebih dan subdosis. Penggunaan obat dosis lebih maupun dosis kurang
merupakan indikasi DRPs yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau tidak
tercapainya hasil terapi yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pendekatan
deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan adanya Drug
Related Problems (DRPs) kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan
obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun
2011.
B. Instrumen Penelitian
1. Alat yang digunakan
Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpul data untuk rekam
medik, standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007, jurnal-jurnal, dan
buku-buku yang terkait penelitian.
2. Bahan yang digunakan
Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik pasien geriatrik di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien geriatrik yang mendapatkan
terapi obat antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel dengan karakteristik tertentu sesuai dengan kriteria inklusi di
bawah ini:
1. Rekam medik rawat jalan untuk pasien geriatrik (≥ 60 tahun).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2. Rekam medik hanya mencantumkan peresepan obat antihipertensi.
3. Rekam medik tidak mengalami pengulangan pengambilan.
4. Merupakan rekam medik pada tahun 2011.
5. Rekam medik mencantumkan usia, jenis kelamin, nama obat antihipertensi,
dosis, frekuensi pemberian, dan jumlah obat.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 di Instalasi Rekam Medik
Rawat Jalan RSUD Jombang.
E. Definisi Operasional Penelitian
Pembatasan ruang lingkup penelitian akan dijelaskan dalam definisi
operasional yang meliputi:
1. DRPs yang diidentifikasi mencakup dosis berlebih dan subdosis.
2. Batasan dosis yang dianggap dosis berlebih adalah dosis yang diberikan 20%
lebih tinggi dari dosis standar atau apabila frekuensi pemberiannya lebih
banyak dari dosis standar.
3. Batasan dosis yang dianggap subdosis adalah dosis yang diberikan 20% lebih
rendah dari dosis standar atau apabila frekuensi pemberiannya kurang dari
dosis standar.
4. Pasien geriatrik adalah pasien dengan usia lebih dari sama dengan 60 tahun
yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
5. Rekam medik yang diidentifikasi adalah rekam medik pasien geriatrik yang
mendapatkan terapi antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang
tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
6. Obat yang diidentifikasi adalah obat antihipertensi yang ditulis dokter pada
peresepan obat untuk pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang
tahun 2011.
7. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah RSUD Jombang.
F. Rancangan Penelitian
Tahap-tahap penelitian meliputi:
1. Perizinan
Surat izin penelitian diajukan kepada program studi untuk memperoleh tanda
tangan dari Ketua Program Studi D3 Farmasi UNS, kemudian surat dikirim
kepada Direktur RSUD Jombang untuk mendapatkan izin melakukan penelitian
dan pengambilan data.
2. Penelusuran Data
Penelusuran data dilakukan secara retrospektif dimulai dari observasi rekam
medik pasien geriatrik pada tahun 2011 di Instalasi Rekam Medik Rawat Jalan
RSUD Jombang. Berdasarkan penelusuran, diperoleh data rekam medik yang
memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pencatatan dan pengelompokan
maka dapat diketahui jumlah pasien geriatrik yang mendapatkan terapi obat
antihipertensi.
3. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diidentifikasi dan dianalisis meliputi karakteristik pasien
dan DRPs kategori ketidaktepatan dosis.
a. Karakteristik pasien meliputi umur dan jenis kelamin.
b. Gambaran penggunaan obat antihipertensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c. Identifikasi DRPs kategori ketidaktepatan dosis meliputi dosis dan
frekuensi.
Pencatatan data dilakukan dalam lembar laporan data meliputi nomor
registrasi, umur, jenis kelamin, dan terapi obat (nama obat, dosis, jumlah, dan
frekuensi pemberian). Hasil pencatatan data kemudian diolah dengan Microsoft
Office Excel tahun 2007 dalam bentuk tabel agar dapat diketahui jumlah pasien
geriatrik yang mendapatkan terapi obat antihipertensi, umur, jenis kelamin, nama
obat dan presentase obat antihipertensinya. Data yang diperoleh dibandingkan
dengan standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007 dan dihitung angka
kejadiannya.
Cara perhitungan angka kejadian DRPs adalah sebagai berikut:
a. Persentase dosis tinggi atau frekuensi tinggi dihitung dari jumlah obat
yang mengalami dosis terlalu tinggi atau frekuensi tinggi, dibagi total
pengobatan dikalikan 100%.
b. Persentase dosis rendah atau frekuensi rendah dihitung dari jumlah obat
yang mengalami dosis terlalu rendah atau frekuensi rendah, dibagi total
pengobatan dikalikan 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
G. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian digambarkan dalam Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Pembuatan
proposal
Perizinan
Penelusuran data
Pengolahan dan analisis data
Identifikasi DRPs kategori
dosis berlebih dan subdosis
Pembahasan
Kesimpulan dan saran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan mengambil data
rekam medik pasien hipertensi geriatrik usia ≥ 60 tahun yang menjalani rawat
jalan di RSUD Jombang pada tahun 2011. Dari sekian banyak pasien geriatrik
diambil data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelusuran
diperoleh 50 data rekam medik pasien sebagai bahan penelitian. Data rekam
medik yang diambil meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, tekanan
darah, dan terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, dan durasi terapi).
A. Karakteristik Pasien
1. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia
Tabel IV. Distribusi Usia
No Usia (tahun) Jumlah Pasien Persentase (%)
1 60-75 45 90
2 75-90 5 10
3 >90 0 0
Total 50 100
Hasil penelitian diperoleh usia pasien hipertensi geriatrik memiliki kisaran
usia antara 60 tahun sampai dengan yang paling tua adalah 82 tahun. Tingkatan
usia berkaitan dengan harapan hidup. Semakin bertambahnya usia maka akan
terjadi sejumlah perubahan termasuk perubahan fisiologi yang semakin
mengalami penurunan fungsi. Penelitian Widianingrum (2009), menunjukkan usia
60-75 tahun menempati persentase usia terbanyak (76,31%) penderita hipertensi
geriatrik. Menurut Irza (2009), faktor usia memiliki pengaruh yang paling besar
terhadap kejadian hipertensi. Risiko untuk mengalami hipertensi bagi subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
berusia >40 tahun adalah 17,726 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek
yang berusia ≤40 tahun.
Salah satu faktor yang terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi
adalah usia. Usia yang semakin tua berisiko terserang hipertensi (umur 36–45
tahun sebesar 1,23 kali, umur 45–55 tahun 2,22 kali dan umur 56–65 tahun 4,76
kali), dibandingkan dengan umur yang lebih muda (Sugiharto, 2007).
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat risiko hipertensi. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Pada usia lanjut sering ditemukan menderita
hipertensi karena TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya
umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan
TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau
sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya
pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan mengakibatkan
peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Kuswardhani, 2006).
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel V. Distribusi Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Perempuan 30 60
2 Laki-laki 20 40
Total 50 100
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase pasien perempuan (60%) lebih
tinggi daripada pasien laki-laki (40%). Penelitian Ningrum (2011) juga
menyebutkan bahwa pasien wanita ditemukan lebih banyak menderita hipertensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(60%) dibandingkan dengan pasien pria yang menderita hipertensi (40%).
Penelitian Sugiharto (2007) menyimpulkan lain, yakni jenis kelamin tidak terbukti
sebagai faktor risiko hipertensi dengan persentase penderita hipertensi pada
perempuan 48,4% dan laki-laki 51,6%.
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses atherosclerosis. Namun pada masa
premenopause wanita mulai kehilangan hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dan jumlah
hormon estrogen semakin berkurang secara alami seiring dengan peningkatan
usia, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun, sehingga di atas
usia tersebut prevalensi hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar et al.,
2005).
Jenis kelamin bukan faktor penentu utama terjadinya hipertensi. Tingginya
prevalensi pada jenis kelamin perempuan kemungkinan juga dipengaruhi oleh
faktor lain yang lebih kuat sebagai faktor risiko hipertensi. Bukan tidak mungkin,
laki-laki dengan gaya hidup tidak sehat (merokok, mengkonsumsi alkohol,
mengkonsumsi garam, dan tidak pernah berolahraga) memiliki faktor risiko tinggi
terkena hipertensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
B. Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi
Distribusi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di Instalasi
Rawat Jalan RSUD Jombang dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Distribusi penggunaan obat antihipertensi
Nama Obat
Antihipertensi
Dosis dan
Frekuensi
Jumlah
Pengobatan
Persentase (%)*
Bisoprolol fumarate 1 x 5 mg 14 12,39
1 x 2,5 mg 9 7,96
Furosemid 1 x 40 mg 6 5,31
1 x 20 mg 13 11,50
Nifedipin 3 x 10 mg 13 11,50
3 x 5 mg 1 0,88
1 x 10 mg 1 0,88
Captopril 3 x 12,5 mg 5 4,42
3 x 25 mg 3 2,65
Amlodipine
besylate
1 x 5 mg 6 5,31
1 x 10 mg 1 0,88
Hydrochlorothiazide 1 x 25 mg 1 0,88
1 x 12,5 mg 6 5,31
Amdixal ® 1 x 10 mg 1 0,88
1 x 5 mg 5 4,42
Bisovell ® 1 x 5 mg 3 2,65
1 x 2,5 mg 3 2,65
Adalat OROS ® 1 x 30 mg 5 4,42
Interpril ® 1x 5 mg 4 3,54
Noperten ® 1 x 5 mg 2 1,77
1 x 10 mg 1 0,88
Tensiphar ® 1 x 5 mg 3 2,65
Cardace ® 1 x 2,5 mg 1 0,88
1 x 5 mg 1 0,88
Comdipin ® 1 x 10 mg 1 0,88
Concor ® 1 x 2,5 mg 1 0,88
Spironolacton 1 x 25 mg 1 0,88
Dopamet ® 2 x 250 mg 1 0,88
Tensivask ® 1 x 5 mg 1 0,88
Total 113 100 Keterangan:
*Persentase dihitung dari jumlah pengobatan dibagi total pengobatan dikalikan 100 %
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa bisoprolol fumarate yang merupakan
obat antihipertensi golongan beta blocker, paling banyak diresepkan untuk pasien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang. Obat ke dua yang banyak
diresepkan setelah bisoprolol fumarate adalah furosemide dari golongan diuretik
kuat. Kemudian diurutan ke tiga yang paling banyak diresepkan adalah dari
golongan antagonis kalsium yaitu nifedipin. Hal ini sesuai dengan JNC VII yang
menyebutkan bahwa pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi
lanjut usia adalah diuretik atau penyekat beta. Pada HST, juga direkomendasikan
penggunaan diuretik dan antagonis kalsium (NICS-EH, 1999).
C. Identifikasi Drug Related Problems
Kejadian DRPs kategori dosis terdiri dari dosis berlebih dan subdosis.
Dosis berlebih terdiri dari dosis tinggi dan frekuensi tinggi. Subdosis terdiri dari
dosis dosis rendah dan frekuensi rendah. Terdapat dua kasus DRPs kategori dosis
pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Jombang tahun 2011 yang akan dijelaskan berikut ini.
1. Dosis Tinggi
Dosis tinggi adalah pemberian dosis obat pada pasien yang lebih tinggi dari
dosis lazim yang tercantum dalam standar. Penelitian menunjukkan tidak terdapat
kasus pasien hipertensi geriatrik yang mendapatkan terapi obat antihipertensi
melebihi dosis yang telah ditentukan oleh standar Drugs for Geriatric Patients
tahun 2007. Jadi peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di RSUD Jombang
tahun 2011 telah sesuai dengan standar. Data pasien, terapi obat antihipertensi
dan dosis standar dapat dilihat di Lampiran 1.
Apabila dosis yang diberikan kepada pasien berlebih, hal ini dapat
menimbulkan efek farmakologik yang berlebihan (efek toksik). Kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
hipotensi dapat terjadi pada pasien yang menerima obat antihipertensi dalam
dosis terlalu tinggi.
2. Dosis Rendah
Dosis rendah adalah dosis yang terlalu kecil atau kurang dari dosis lazim
yang tercantum dalam standar. Kasus dosis rendah akan disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel VII. Kasus Dosis Rendah
Nama Obat Dosis Frekuensi Dosis Standar No.
Kasus
Persentase
(%)*
Nifedipin 10 mg 3 x 1/2 awal 30-60
mg/hari, dosis
pemeliharaan
hingga 120
mg/hari.
14 0,885
Total 1 0,885
Keterangan:
*Persentase dihitung dari jumlah kasus DRP dosis rendah dibagi total pengobatan dikalikan 100%
Pada Tabel VII, terdapat satu kasus dosis rendah yang terjadi pada pemberian
nifedipin. Pada kasus nifedipin 10 mg diberikan hanya setengah tablet (5 mg)
dalam sehari sebanyak 3 kali. Menurut Drugs for the Geriatric Patient tahun
2007, dosis nifedipin yang dianjurkan adalah dosis awal 30-60 mg/hari, dosis
pemeliharaan maksimal 120 mg/hari. Jadi dosis yang diberikan kepada pasien
termasuk dalam dosis rendah.
Dosis awal maupun dosis pemeliharaan yang diberikan terlalu rendah dari
dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan tidak tercapainya efek klinik yang
diinginkan. Apabila efek klinik tidak tercapai maka tujuan pengobatan pun tidak
tercapai dan obat menjadi tidak efektif bagi pasien (Cipolle et al., 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3. Frekuensi Tinggi
Frekuensi tinggi adalah frekuensi pemberian obat yang lebih tinggi dari
frekuensi pemberian yang sudah dianjurkan dalam standar. Jika frekuensi
pemberian obat antihipertensi lebih tinggi dari anjuran, maka kadar obat dalam
darah akan terakumulasi sehingga bisa menyebabkan efek hipotensi. Penelitian
menunjukkan tidak terdapat kasus pasien hipertensi geriatrik yang mendapatkan
terapi obat antihipertensi melebihi frekuensi yang telah ditentukan oleh standar
Drugs for Geriatric Patients tahun 2007.
4. Frekuensi Rendah
Frekuensi rendah adalah frekuensi pemberian obat yang lebih rendah dari
frekuensi pemberian yang sudah dianjurkan dalam standar. Kasus frekuensi
rendah akan disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel VIII. Kasus Frekuensi Rendah
Nama Obat Dosis Frekuensi Dosis Standar No.
Kasus
Persentase
(%)*
Nifedipin 10 mg 1 x 1 awal 30-60
mg/hari, dosis
pemeliharaan
hingga 120
mg/hari.
18 0,885
Total 1 0,885
Keterangan:
*Persentase dihitung dari jumlah kasus DRP dosis rendah dibagi total pengobatan dikalikan 100%
Sementara pada kasus kedua, terjadi DRPs frekuensi rendah pada pemberian
nifedipin 10 mg yang hanya diberikan sekali sehari. Menurut Drugs for the
Geriatric Patient tahun 2007, dosis nifedipin yang dianjurkan adalah dosis awal
30-60 mg/hari, dosis pemeliharaan maksimal 120 mg/hari. Jika frekuensi
pemberian obat lebih rendah dari frekuensi yang dianjurkan dalam standar, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dapat mengarah ke sub dosis (kadar obat dalam darah berada di bawah konsentrasi
efektif minimum).
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan di RSUD Jombang merupakan penelitian
retrospektif dengan mengambil data rekam medik pasien sehingga peneliti tidak
mengetahui kondisi pasien secara langsung dan sebenarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Drug Related Problems kategori
dosis berlebih dan subdosis pada pasien hipertensi geriatrik di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Jombang tahun 2011 dapat disimpulkan:
1. Tidak terdapat kejadian DRPs kategori dosis berlebih, namun terdapat
kejadian DRPs kategori subdosis yaitu dosis rendah dan frekuensi rendah pada
peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Jombang tahun 2011.
2. Angka kejadian DRPs kategori subdosis sebanyak 2 kasus (1,77%) dengan
penyebab dosis rendah sebesar 1 kasus (0,885%) dan frekuensi rendah sebesar 1
kasus (0,885%) dari 113 pengobatan pada 50 pasien hipertensi geriatrik di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian prospektif mengenai DRPs kategori dosis
berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik
sehingga dapat diketahui efektivitas terapi dan efek samping yang mungkin
timbul.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai DRPs kategori dosis
berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di
bagian rawat inap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
DAFTAR PUSTAKA
Armilawaty, H.A., dan Amiruddin, R., 2007, Hipertensi dan Faktor Risikonya
dalam Kajian Epidemiologi,
http://ridwanamiruddin.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-
risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/, diakses 20 April 2012.
Bustan, M.N., 1997, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta,
Jakarta.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A.,
Izzo,J.L.,Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., and Wright, J.T.,
2004, The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure, National Institutes of Health, U.S. Departement of Health
and Human Services, New York.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
Mc Graw Hill, New York.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M.,
2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th
edition, Mc
Graw Hill, New York.
Gunawan, L., 2005, Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Hull, A., 1996, Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Irza, S., 2009, Analisi Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjuang Sumatera Barat, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Kaplan, N.M., 1998, Hypertension in The Population at large In Clinical
Hypertension: Seventh Edition, Williams & Wilkins, Baltimore,
Maryland USA.
Kaplan, N.M., 1999, Hypertension in the Elderly, Martin Dunitz, London.
Karyadi, E., 2002, Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung
Koroner, Penerbit PT Intisari Media Utama, Jakarta.
Kenward, C. I., Tan, C. K., 2002, Penggunaan Obat pada Gangguan Hati dalam
Aslam, M., Tan, C. K., Prayitno, A., Farmasi Klinis Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Khomsan, A., 2003, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., 2005. Hypertensive Vascular Disease dalam
Irza, Syukraini, 2009, Analisi Faktor Risiko Hipertensi pada
Masyarakat Nagari Bungo Tanjuang Sumatera Barat, Skripsi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kuswardhani, R.A.T., 2006, Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia, Jurnal
Penyakit Dalam. 7: (2), 135-140.
Mansjoer, A., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Mosterd, A., D’Agostino, R.B., Halit, S., Pamela, A.S., William, B.K., Diederick
E.G., Daniel, L., 1999, Trends in the Prevalence of Hypertension,
Antihypertensive therapy, and Left Ventricular Hypertrophy from
1950 to 1989. The New England Jurnal of Medicine, 340: (16), 1221-
1227.
Nafrialdi, 2007, Antihipertensi dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi
edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
National Intervention Cooperative Study in Elderly Hypertensives Study Group
(NICS-EH), 1999, Randomized Double-Blind Comparison of a
Calcium Antagonist and a Diuretic in Elderly Hypertensives,
Hypertension, 34:1129-1133.
Ningrum, H.R., 2011, Pola Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Geriatrik
di Bangsal Rawat Inap RSUD Karanganyar Periode Januari-Desember
2010, Tugas Akhir, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Nurkhalida, 2003, Warta Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta dalam
Sugiharto, Aris, 2007, Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada
Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar), Tesis, Program
Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
Pramantara, I.D.P., 2007, Kekhususan Masalah Kesehatan Usia Lanjut yang
Terkait Terapi Obat, Makalah Seminar Nasional: Menyiapkan
Strategi Terpadu untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Obat pada
Pasien Geriatri, Fak. MIPA Jur. Farmasi, UII Yogyakarta, 16 Juni
2007.
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam Aslam, M., Tan, C.K.,
Prayitno, A., Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien, PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M., 1995, Hipertensi dalam Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Priyanto, 2008, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, Lembaga Studi dan
Konsultasi Farmakologi, Jakarta.
Qiu, C., Michelle, A.W., Wendy, M.L., Tanya, K.S., Ihunnaya, O.F., Jennifer,
C.D., David, A.L., 2003, Family History of Hypertension and Type 2
Diabetes in Relation to Preeclampsia Risk, Hypertension, 41: (3), 408-
413.
Rigaud, A. S., dan Forette, B., 2001, Hypertension in Older Adults, J. Gerontol
56A:M217-5 dalam Kuswardhani, R.A.T., 2006, Penatalaksanaan
Hipertensi Pada Lanjut Usia, Jurnal Penyakit Dalam. 7: (2), 135-140.
Rovers, J.P., Curie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A
Practical to Pharmaceutical Care, 2nd., American Pharmaceutical
Association, Washington DC.
Setianto B, 2005, Pengetahuan Fisik Usia Lanjut, http://www.pjnhk.go.id/berita-
artikel, diakses tanggal 22 November 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Sheps, Sheldon G, 2005, Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah
Tinggi. PT Intisari Mediatama, Jakarta.
Shorr, R. I., Angela, B. H., Nathan, R., 2007, Drugs for the Geriatric Patient,
Saunders Elsevier, Philadelphia.
Siaw, I. S., 1994, Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), Penerbit Dabara, Solo.
Soenarta, A.A., 2007, Konsensus Penanggulangan Hipertensi,
http://www.majalah-farmacia.com, diakses 25 Maret 2012.
Staessen, J.A., Jiguang, W., Giuseppe, B., Willem, H.B., 2003, Essential
Hypertension, The Lancet, 361: (9369), 1629-1641.
Stranges, S., Tiejian, W., Joan, M.D., Jo, L.F., Paola, M., Eduardo, F., Marcia, R.,
Thomas, H.N., Maurizio, T., 2004, Relationship of Alcohol Drinking
Pattern to Risk of Hypertension: A Population-Based Study,
Hypertension, 44: 813-819.
Sugiharto, Aris, 2007, Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar), Tesis, Program Pasca
Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
Suyono, S, 2001, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II, Balai Pustaka, FKUI,
Jakarta.
Tjay, T, H., dan Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Widianingrum, T., 2009, Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial
Kategori Ketidaktepatan Dosis pada Pasien Hipertensi Geriatri di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta,
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.