perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL
SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)
NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh :
FITRI NINGSIH
K6406032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGAJUAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL
SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)
NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh :
FITRI NINGSIH
K6406032
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 19 Agustus 2010
Tim Penguji Skripsi :
Ketua : Dr. Sri Haryati, M.Pd .. ................ .
Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd ............................
Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si .................. .
Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd …………………..
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWI YAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy = 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64
diperoleh rtabel = 0,245, karena tabelyx rr >1
yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan
ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu 2,056>2,00 maka antara variabel X dengan Y terdapat hubungan yang signifikan atau berarti. Adapun prsamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X, jadi dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel X maka diikuti kenaikan Y sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0,4509.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009.
The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010.
This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis.
Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > r table of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile t-statistic value = 2.056 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten ttable = 2.00, because thitung > ttable of 2.056>2.00, therefore between the X and Y variable there is a significant relation. The simple linear regression equation obtained is Y = 84.5928 + 0.4509X, so from the regression equation, it can be describe that each one unit increase in the X variable is followed by the increase of Y as many as regression gradient slope of 0.4509.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan
sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang
hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.
(JOHN MOLINE)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
� Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan
segalanya, semoga Allah SWT memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat
� Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni
� Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan
semangat dan motivasi
� Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva,
Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury,
Noer, dan Nia
� Teman-teman PPKn angkatan 2006
� Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini.
4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi
5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi
6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini
8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahan
9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin
penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini
11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis.
Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT..................................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 8
D. Perumusan Masalah ................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 10
1. Tinjauan tentang Moral ........................................................ 10
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral.................................... 22
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ....................................... 26
4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan
Nilai Moral ........................................................................... 30
5. Hubungan Pengetahuan Moral dengan Kesadaran Moral ..... 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
6. Teori Konstruktivisme ......................................................... 40
7. Penelitian yang Relevan ....................................................... 41
B. Kerangka Berpikir ...................................................................... 42
C. Perumusan Hipotesis .................................................................. 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 44
B. Metode Penelitian ....................................................................... 45
C. Populasi dan Sampel ................................................................. 45
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 49
E. Teknik Analisis Data .................................................................. 61
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ............................................................................ 66
1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... ................. 66
2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral...................................... . 68
3. Deskripsi Data Kesadaran Moral........................................... 70
B. Pengujian Prasyarat Analisis ...................................................... 71
1. Uji Normalitas ...................................................................... 71
2. Uji Linieritas ......................................................................... 72
C. Pengujian Hipotesis .................................................................... 73
1. Pengujian Hasil Analis Data………………………………. 73
2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ……………………………74
3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……………………….. . 75
4. Pembahasan Hasil Analisis data .......................................... 75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 78
B. Implikasi ..................................................................................... 78
C. Saran ........................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80
LAMPIRAN ..................................................................................................... 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian ................................................................. 44
Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ........................................................... 48
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ........................................... 69
Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ................................................ 70
Tabel 5. Rangkuman uji Linieritas Variabel X terhadap Y ............................. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema kerangka berpikir ................................................................ 43
Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ........................................ 69
Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral............................................ 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar sampel ............................................................................... 84
Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral ..................................... 85
Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ........ 86
Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. . 93
Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. ................................................. 95
Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban .... 96
Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ........................................... 102
Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ........................................ 103
Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda .................................................... 106
Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran ........................................ 107
Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ........................... 108
Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral.. ............................... 110
Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. .............................. 111
Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ........................................ 116
Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral .............................. 119
Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ............................... 120
Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ................................ 125
Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket................................. 127
Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ....................................................... 128
Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ...................... 130
Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ...................... 132
Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ....................................................... 135
Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ........... 137
Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ....... 140
Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi .......................... 141
Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X .............................................. 142
Lampiran 27. Permohonan ijin research / try out kepada rektor
UNS di Surakarta................ ....................................................... 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q
pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ........................... 144
Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan
skripsi/ makalah ...................................................................... 145
Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA
kabupaten Kudus ...................................................................... 146
Lampiran 31. Surat Rekomendasi dari Dinas P dan K kabupaten
Kudus............................................................................ ......... .. 147
Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk
mengadakan research............................................................... 148
Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat
Kudus ....................................................................................... 149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge
(2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to
effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and
communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui
pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang
dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan
secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan
pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi,
sosial maupun budaya.
Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional
dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual
sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkunganya dalam rangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan
suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada
akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang
diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang
berkembang dalam masyarakat.
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk
mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22)
”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah)
yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan
disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan
pendidikan”.
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh
masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi
social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada
pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk.
Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/) Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan
dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan
strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua
unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru,
orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk
menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal.
Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas
pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi
pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang
baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus
memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku
orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat
dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua
mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam
lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa
tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa
menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak
hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan
mau melakukannya.
Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan
untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin
pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya
yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal,
maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam
pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi.
Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan
tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di
dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan
kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716).
Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa
“salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral
secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain
diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu
pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat
disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai
moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk
membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan
moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan
perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat
bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma
yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-
hari dan bertindak sadar akan moral.
MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan
pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan
nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran
pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak
serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan
pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan
seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku
disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang
melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan
membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral
siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan
kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan
perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang
dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya
ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang
nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan
moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang
moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar
akan perbuatan moralnya.
Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya
kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah.
Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan
diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja
terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati
padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya.
Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter
terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral
knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral
(moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.
2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati.
3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral. (Yeyen, 2009, http://tumoutou.net/702_05123/dwi_hastuti.html).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah
mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral
karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan
berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan
dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan
mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran
moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan
atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat
lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan
wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”
(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).
Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral
berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama
halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri
Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti
moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan
secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan.
Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa
mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil
pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani
sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik.
Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya
pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral,
dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang
diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang
diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah (2007) bahwa
“pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta
berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).
Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn
persekolahan sekarang ini masih mungkin di dalamnya mengemban fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar
isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn
sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn
berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn
persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden
(1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti
diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh
dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan
landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas
manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik.
Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral
yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma.
Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang
SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan
tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa
menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan
kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran
moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk
menumbuhkan moral anak belum maksimal
2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada
pelanggaran nilai moral
3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa
4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah
5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan
kurangnya pengetahuan moral siswa
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka
pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah.
Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya
tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya
pengetahuan moral pada diri siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan
kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat
Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara
pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah
Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan
kesadaran moral pada diri siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya
tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi.
b. Bagi Sekolah
Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan
dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap
berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral.
c. Bagi Guru
Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh
kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang
diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Moral
a. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa
Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa
Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya
menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah
“akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa
Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri
Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada
baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.
Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran
ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik
lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28)
mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-
tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”.
Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi
(2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya
perbuatan atau kelakuan”.
Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap
tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat
dalam masyarakat.
Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur
tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-
perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut
seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah
diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku
umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang.
Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah
laku seseorang.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral
adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah
laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan
manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan
berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat,
akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.
b. Tahap Perkembangan Moral Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84)
mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama
lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-turut yakni ”tingkat
prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang
baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-
mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik
buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar.
Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan
atas akibat atau konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan
dua tahap, yaitu:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.
The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata
hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang
tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh.
Tahap 2: Orientasi relativis instrumental.
The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan
orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik,
jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-
kadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan
orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti
hubungan orang di pasar: tukar-menukar.
2). Tingkat Konvensional
Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak
selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga
belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-
norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini
oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai
menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya
dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok
sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok
sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup
dua tahap:
Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi
”anak manis”.
Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada
keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain
(sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang
menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka.
Anak mengambil sikap: saya adalah ”anak manis” (good boy-nice girl),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan
sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut
norma-norma yang berlaku. Jika ia melanggar norma-norma
kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban
Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak
harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya,
orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang
lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada
aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku
yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan
mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu
sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan tradisional atau
menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.
3). Tingkat Pascakonvensional
Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau
”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup
moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar
prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan
dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai
atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat
ketiga ini pun mempunyai dua tahap:
Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.
Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme nilai-
nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha
untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara
demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat
pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus
kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi
kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan suku tentang law and order
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian
adalah unsur pengikat bagi kewajiban.
Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal.
Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah
laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang
mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku
secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan,
kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat
untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsi-
prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam
(remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan
moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan
bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga
tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan
berbagai motif.
Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut
secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan
bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:
a) Tahap I :patuh pada aturan untuk menghindarkan hukuman b) Tahap II :menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan
ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan
ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan
penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya
e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat
f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri sendiri
Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh
terhadap peraturan atau perbuatan moral yang terbagi dalam enam tahap,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai
dalam kehidupannya.
c. Nilai Moral
Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu
yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-
buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta
menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.
Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).
Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik
yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related
Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai
yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi,
2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai
artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan,
2004: 87).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa
yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak
usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai
tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam
rangka penggolongan tersebut.
Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi
nilai menjadi tiga macam:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu: a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta)
manusia. b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur
perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur
kehendak (wii, wollen, karsa) manusia d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak.
Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai
pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran
tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu
perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi
antara individu-individu dalam pergaulan.
Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai
dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks
tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu
Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia
sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut
telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan
oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang
berhubungan dengan konsep baik dan buruk”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu
nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian
terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi
nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan
buruk. Sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri
nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,
mewajibkan, dan bersifat formal”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
(1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung
jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.
(2) Berkaitan dengan Hati Nurani
Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa
nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila
meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
(3) Mewajibkan
Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa
ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus
direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh
terhadap nilai-nilai ini.
(4) Bersifat Formal
Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai
moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu
tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas
dari nilai-nilai lain.
Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang
menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang
dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara
langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat
manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia
mempunyai moral yang baik.
Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul
Suparno, dkk. yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008:6) “menekankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu
pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral
feeling), tindakan moral (moral action)”.
Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah:
(a) Pengertian atau pemahaman moral
Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih
(2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa
seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan
berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau
pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti
(akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.
Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing)
artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan
moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran
kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan
keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri
Budiningsih, 2008: 27).
(b) Perasaan moral
Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik.
Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan
dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap
empati.
(c) Tindakan moral
Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral
yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam
perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini
perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-
hari. Maka lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran
moral.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai
moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu
individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good),
menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan
melakukan kebaikan (acting the good).
Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti
menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan
moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran
moral, di sini antara perasaan moral dan kesadaran moral mempunyai
makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati
nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam
mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan.
Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu
pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti
atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang
itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak,
dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut.
Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita.
Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan
dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan
sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu
pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1). Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam
hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik
kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri
sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan
pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata.
2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri
Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai
berikut:
a) Sikap jujur dan terbuka
b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin,
bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri
3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga
Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:
a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan,
dan tepat janji.
b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga
4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.
Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau
dari sikap sebagai berikut:
a) Sikap demokratis
b) Nilai adat dan aturan sopan santun
5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan
hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis
terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti
kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan,
melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak
menambah polusi udara.
Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan
ke dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma
atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.
d. Norma Moral
Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia
sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia
berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan
”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu
norma”.
Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa
“kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini
kebenarannya”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan
perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan
untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.
Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa
berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi
berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma
yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.
2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar sesama manusia.
4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.
(Winarno, 2006: 7)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat
berupa norma agama, moral/kesusilaan, kesopanan dan hukum. Sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah
ada.
Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas
pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24) ”norma-
norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85)
bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral
yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu
harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral
a. Pengertian Pengetahuan Moral
Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di
dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang
berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan
penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)” .
Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan
pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia
tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”.
Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang”
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah
disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau
norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.
Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim
Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing
moral values). Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,
sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi
norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya
Pendidikan Kewarganegaraan.
Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan
moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu
disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu
dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan
nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi
tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan
pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang
diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam
pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi :
” Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”
Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah
”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam
masyarakat”.
Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan
sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu
jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan
tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting
dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan
bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn
persekolahan sekarang ini dapat disimak dari uraian tentang pelajaran
pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari
pendidikan kewarganegaraan (Permendiknas No. 22 tahun 2006) dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek
kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.
b. Tingkatan Pengetahuan
Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau
ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan
pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam
aspek kognitif.
Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam
jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu
“pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”.
Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom,
seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep,
fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau
dapat menggunakannya.
2) Pemahaman (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja
misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,
merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Penilaian (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan
tersebut di atas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa
dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.
Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam
pemahaman materi selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan
kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya
dibanding siswa yang mempunyai kemampuan kognitif yang rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Untuk mengetahui lebih jelas definisi pengetahuan moral
selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.
c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral
Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas,
maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana
manusia harus bertingkah laku yang baik.
Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya
dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.
d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral
Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma
tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma
yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam
masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan
peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu:
1) Menjelaskan hakikat norma
2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat
3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya
4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan
sekolah dan masyarakat
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral
a. Pengertian Kesadaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar
berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus Inggris-
Indonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware
yang berarti tahu, insaf”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau
perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan
ketentuan perundangan yang ada”.
Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa-
bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu
berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama
dengan, turut).
Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut
mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam
bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan
untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam
“sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di
ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia.
Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati,
dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan
perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan
yang buruk”.
Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik
atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini
memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di
sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang
sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan
intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani
berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah
sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan.
Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh
maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di
atas selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian kesadaran moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. Pengertian Kasadaran Moral
Berdasarkan pengertian kesadaran dan moral yang telah
disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral.
Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam
diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela,
tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.
Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)
“Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu
membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat”
Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam
kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut:
1) Indeks atau Petunjuk
Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau
buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.
2) Viundeks atau Penilai
Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah
dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.
3) Vindeks atau Pemberi Sanksi
Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya setelah perbuatan itu
dilakukan. Konsiensi memberi sanksi yang negative terhadap perbuatan
buruk dan memberi sanksi positif terhadap perbuatan baik.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara
moral adalah pribadi yang memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap
dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut
Winarno (2006: 9) “Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana
perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral”. Perasaan wajib atau
keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi
dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun, kapanpun dan dimanapun juga.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari
luar.
Dalam kesadaran moral tumbuh fenomena-fenomena sehingga
kesadaran tersebut akan tampak dalam perbuatannya.
c. Fenomena Kesadaran Moral
Menurut Winarno (2006: 10) “fenomena kesadaran moral adalah
apa saja yang tampak dan kelihatan dalam kesadaran moral. Dalam
fenomena kesadaran moral terdapat unsur-unsur, struktur dan aspek dari
kesadaran moral”.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Unsur-unsur Pokok dalam Kesadaran Moral
Adapun unsur-unsur kesadaran moral, antara lain:
a) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar
b) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri
sendiri
c) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional)
d) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya
e) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain
f) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri
g) Putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya
h) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban
2) Struktur Kesadaran Moral
a) Kewajiban bersifat mutlak
b) Kewajiban itu bersifat umum dan objektif
c) Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui
d) Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri
e) Putusan itu menentukan nilai pribadi
3) Aspek Kesadaran Moral
a) Kewajiban moral bersifat mutlak
b) Kewajiban moral bersifat rasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
fenomena kesadaran moral menggambarkan apa yang terlihat dari kesadaran
moral seseorang yang dapat dilihat dari unsur-unsur, struktur dan aspek dari
kesadaran moral.
Untuk mengetahui lebih jelas definisi kesadaran moral selanjutnya
dijelaskan definisi konseptual kesadaran moral.
d. Definisi Konseptual Kesadaran Moral
Berdasar berbagai pendapat tentang kesadaran moral di atas maka
dapat dirumuskan konsep kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan
dengan perasaan dan kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan
moral tanpa paksaan dari luar.
Setelah diketahui definisi konseptual kesadaran moral selanjutnya
dijelaskan definisi operasional kesadaran moral.
e. Definisi Operasional Kesadaran Moral
Atas dasar konsep tersebut maka dapat dirumuskan definisi
operasional kesadaran moral yaitu sikap yang meliputi:
1. Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan
2. Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri
3. Sikap dalam hubungannya dengan keluarga
4. Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia
5. Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan
4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan
dengan Pendidikan Nilai Moral
a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan
sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu
jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting
dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan
bernegara.
Menurut Syahrial Syarbaini dkk (2006:4), mendefinisikan
pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Sumarsono S. (2002: 3) bahwa
”Pendidikan Kewarganegaraan adalah dimaksudkan agar warga negara
memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki
pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila”. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya
NKRI.
H.A Kosasih Djahiri (2008) mengemukakan bahwa PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik–prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan. (http://gurupkn.wordpress.com/2008/05/13/esensi-pendidikan-nilai-moral-dan-pkn-di-era-globalisme/). Sedangkan Suriakusumah dalam Dasim Dudimansyah (2007) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (http://pustaka.ut.ac.id). Maka dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
pendidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk
mendidik generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki rasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
kebangsaan dan cinta tanah air, serta bertujuan untuk membentuk karakter
peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia menurut Winataputra (2007)
terbagi dalam lima status yaitu:
1) Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah 2) Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi 3) Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu
pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru 4) Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas
dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Penataran P4)
5) Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Dalam statusnya yang pertama bisa disebut sebagai PKn persekolahan. Dalam persekolahan di negara kita, Pendidikan kewarganegaraan mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan tuntutan zaman dan pergantian rezim.
Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dimulai dengan mata pelajaran kewarganegaraan (1957), Civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Moral Pancasila / PMP (1975 dan 1984), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan/PPKn (1994), Pelajaran Kewarganegaraan (2004) dan terakhir adalah keluarnya standar isi dan kompetensi mata pelajaran pada tahun 2006, Pelajaran Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (Winarno, 2006: 21)
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah
mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang lingkup Sesuai
dengan rumusan tentang tujuan fungsi, visi misi, dan ruang lingkup
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diajar
di setiap jalur pendidikan, maka aspek-aspek kompetensi yang hendak
dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan setidaknya
menyangkut tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau watak.
Menurut Branson dalam Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi
(2008: 55-61) ”Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu Pengetahuan
Kewarganegaraan (civic knowledge), Kecakapan Kewarganegaraan (civic
skill), Watak Kewarganegaraan (civic dispsition)” .
Pendapat lain diungkapkan oleh Dasim Budimansyah (2007) bahwa
Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu
“memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami
Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Etika
Kewarganegaraan (Civic Ethic). Pada aspek kompetensi tentang pemahaman
Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) khusus pada
subkompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral”.
Kompetensi yang pertama yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan
(Civic Knowledge). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 55)
mengatakan ”Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaran) berkaitan
dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara”.
Pendapat lain diungkapkan oleh Sri Wuryan dan Syaifullah (2008:78)
”Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan substansi atau informasi
yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang system
politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai
warga negara, dan sebagainya”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
kewaraganegaraan (Civic Knowledge) berkaitan dengan pengetahuan yang
harus dikuasai warga negara seperti tentang system politik, pemerintahan,
konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan
sebagainya”.
Kompetensi yang kedua yaitu Kecakapan Kewarganegaraan (civic
skill). Menurut Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 58) ”Civic
skill (kecakapan kewarganegaraan) mencakup kecakapan intelektual atau
kecakapan berpartisipasi”. Pendapat lain diungkapkan pleh Sri Wuryan dan
Syaifullah (2008: 78) ” keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan
kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial, dan psikomotorik”. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan-kecakapan intelektual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
penting untuk terbentuknya warga negara yang berperpengetahuan, efektif,
dan bertanggung jawab.
Selanjutnya kompetensi yang ketiga yaitu Watak Kewarganegaraan
(civic dispsition). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 61)
mengatakan ”Civic disposition (watak kewarganegaraan) mengisyaratkan
pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan
pengembangan demokrasi konstitusional” (Dasim Budimansyah dan Karim
Suryadi, 2008: 61). Selanjutnya menurut Sapriya dalam Sri Wuryan dan
Syaifullah (2008: 78) dijelaskan karakter privat seperti tanggung jawab
moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia
dari setiap individu adalah wajib. Sedangkan karakter publik seperti
kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main
(rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi
dan berkompromi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa watak
kewarganegaraan mengisyaratkan pembentukan pada karakter bagi warga
nergara.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan
yang baik, setelah itu memiliki keterampilan yaitu ketrampilan intelektual dan
pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu
karakter atau watak yang mapan yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
Dari aspek-aspek kompetensi dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata
pelajaran di sekolah mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang
lingkup. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a) Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal :
(1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
(4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006) Tujuan PKn menurut Eric (1996) yang dikutip dalam Journal
International of Definition Civic Education as Subject dari
http//www.Geogle.com. bahwa, ” The first objective of civic education
is to teach thoroughly the meaning of the most basic idea, so that
students will know what a constitutional democracy is and what it is not
.”
Artinya bahwa tujuan pertama pendidikan kewarganegaraan
adalah teliti di dalam mengajar sehingga siswa akan mengetahui apa
yang termasuk konstitutional dan demokrasi ataupun dengan yang tidak
konstitutional dan tidak demokrasi sehingga siswa diharapkan dapat
membedakan diantara keduanya.
Sementara itu, menurut Dasim Budimansyah (2007) mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945” (http://pustaka.ut.ac.id/). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
sekolahan yang bertujuan dan berfungsi membentuk diri peserata didik
cerdas, terampil dan berkarakter, berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif serta bertindak sesuai denagn amanat pnacsila dan UUD 1945.
b) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara". Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan UUD 1945. (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007). Menurut Dasim Budimansyah (2007), menyebutkan misi mata
pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga
negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi oleh kesadaran politik,
kesadaran hukum, dan kesadaran moral" (http://pustaka.ut.ac.id/).
Dari pendapat di atas jelas bahwa visi misi Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu sebagai sarana pembinaan watak bangsa serta
untuk meweujudkan warga negara yang baik yakni warga neagara
sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
c) Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD-
SMP-SMA-SMK meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) persatuan
dan kesatuan bangsa; (2) norma, hukum dan peraturan; (3) HAM; (4)
kebutuhan warga negara; (5) konstitusi negara; (6) kekuasaan dan
politik; (7) pancasila; (8) globalisasi. (Departemen Pendidikan Nasional,
2006 )
Pendapat senada diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) bahwa: Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada bidang kajian dan aspek-aspeknya sebagai berikut persatuan bangsa; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); hak asasi manusia; kebutuhan hidup; kekuasaan dan politik; masyarakat demokratis; Pancasila dan konstitusi negara dan globalisasi. (http://pustaka.ut.ac.id/).
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat perlu untuk
diajarkan disetiap sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai pada sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
menengah karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik
dapat belajar untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas dan
berkarakter.
b. Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral
Menurut Winarno (2008: 78) ”dalam klasifikasi filsafat, nilai moral
(nilai kebaikan) adalah yang menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”.
Pendapat lain diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) mengatakan
”pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka
membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan
UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar
baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya”. Selanjutnya,
Winarno (2008: 79) mengatakan ”...bahwa PKn adalah pendidikan nilai
moral yang masih berkaitan dengan rujukan Pancasila dasar negara dan
bahwa PKn merupakan pendidikan dasar berskala nasional yang berbasis
nilai lokal”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral
atau budi pekerti perlu diajarkan di sekolah. Hal ini karena sekolah
merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang bertanggung jawab
terhadap kedewasaan peserta didik.
Menurut pendapat Winarno (2006: 19) dalam modus pemberian pendidikan budi pekerti, para pakar berbeda pendapat. Pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pemndapat ketiga, pendidikan budi pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Pendapat lain diungkapkan Sjarkawi (2009:114) bahwa “Pendidikan
moral terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran di sekolah, terutama dalam
mata pelajaran Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, dan Bahasa
Indonesia”. Artinya pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu
mata pelajaran saja, melainkan terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
yang ada. Salah satu mata pelajaran yang menanamkan pendidikan moral
yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegraan yang
diajarkan di sekolah merupakan bagian dari suatu usaha pembentukan
kepribadian yang baik dan peningkatan pertimbangan moral peserta didik.
Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang paling menonjol
adalah sebagai pendidikan nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu
secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi
pendidikan nilai dan moral. Alasannya antara lain sebagai berikut;
a) Materi PPKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 45 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. b). Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata kehidupan sehari-hari. c). Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati (bersifat afektif) dan dilaksanakan (bersifat perilaku) (Anonim:2007).
5. Hubungan Pengetahuan Moral dengan Kesadaran Moral
Pendidikan bertujuan untuk mendidik dan mencetak generasi muda
menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani,
berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta menjadi
warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga mampu menghadapi
segala tantangan yang ada.
Kegiatan pendidikan ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling
efektif untuk mendidik generasi muda. Gagalnya output pendidikan saat ini
ditandai oleh banyaknya masalah-masalah sosial seperti kejahatan-kejahatan
moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar,
kejahatan narkoba dan sebagainya. Fenomena ini telah memunculkan krisis
moral. Kualitas moral dan akhlak peserta didik dan generasi muda amat
memprihatinkan. Maka dalam hal ini PKn menjadi perwujudan pendidikan nilai
moral sebagai antisipasi terjadinya krisis moral dan berperan dalam rangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
pembinaan generasi baru, karena dapat dilihat bahwa PKn berperan sebagai
salah satu wahana pendidikan moral.
Untuk merespon fenomena tersebut pada diri peserta didik
membutuhkan pengetahuan tentang moral yang cukup. Pengetahuan tersebut
didapatkan dari berbagai hal diantaranya yang utama dalam pembelajaran PKn
di persekolahan. Sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya tumbuh
kesadaran dalam diri siwa yaitu kesadaran untuk berbuat baik atau dengan kata
lain kesadaran moral setelah mengetahui berbagai pengetahuan tentang moral
sehingga dalam bertindak sesuai dengna norma-norma yang berlaku dan tidak
menimbulkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas.
Memang diakui, bahwa situasi-situasi moral banyak ditentukan secara
kognitif oleh pertimbangan pribadi. Namun perlu diketahui bahwa tingkat
empati seseorang akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan moralnya.
Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati dari
segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif
(perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong
terjadinya tindakan moral”.
Menurut konsep Driyarkara dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)
“perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses
pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya
dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak melalui dengan
segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan
pengembangan perilaku dan sikap.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya moral selain dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai
pengetahuan tentang moral juga menyangkut sikap seseorang dalam hal ini
bahwa nilai, moral, etika berhubungan langsung dengan sikap seseorang.
Dengan demikian, semakin peserta didik memiliki pengetahuan khususnya
pengetahuan tentang moral maka semakin tinggi tingkat kesadaran moral siswa
yang nantinya dalam bertindak sesuai dengan kaidah atau norma-norma dalam
kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
6. Teori Konstruktivisme
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan
kognitif, piaget mengemukakan bahwa “pengetahuan merupakan interaksi
kontinu antara individu satu dengan lingkungan. Artinya, pengetahuan
merupakan suatu proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk
pengertian baru” (Suparno dalam Wiji Suwarno, 2006: 58).
Teori konstruktivisme oleh Pieget, dalam teori konstruktivisme itu
sendiri juga menjelaskan bahwa ”pengetahuan seseorang adalah bentukan
(konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan akan sesuatu benda, bukanlah tiruan
benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut”
(Paul Suparno, 2001: 122). Proses pembentukan pengetahuan terjadi apabila
seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam
berhadapan dengan tantangan, rangsangan, dan persoalan. Pembentukan
pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan orang itu
sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru.
Orang itu sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun, ini tidak berarti
bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain tidak mempunyai peranan. Orang-
orang atau lingkungan sosial mempunyai pengaruh dalam pembentukan
pengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik, dan menantang
sehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak.
Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang
secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan
mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak. Dalam penelitian ini, anak
memperoleh pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral dimana orang
lain atau lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan untuk menjadikan sikap
dan tingkah laku anak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dapat dikatakan tingkat kesadaran moral siswa tinggi. Dengan demikian bahwa
pengetahuan tentang moral yang dimiliki peserta didik mempunyai hubungan
dengan kesadaran moral siswa.
7. Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian ini tidak beranjak dari nol murni, aka
tetapi umumnya telah ada penelitian yang sejenis. Oleh karena itu dirasa perlu
mengetahui penelitian yang terdahulu. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
yang relevan untuk penelitian ini adalah:
1. Penelitian Nina Herlina (2007) dengan judul ”Pengaruh Perhatian Orang
Tua dan Kesadaran Moral Siswa terhadap Kompetensi Dasar Kemampuan
Menganalisis dan Menerapkan Nilai dan Norma (Agama, Kesusilaan,
Kesopanan, dan Hukum) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Siswa Kelas X SMA N 3 Surakarta Tahun Ajaran 2006/ 2007” dengan hasil
bahwa (1) ada pengaruh signifikan perhatian orang tua terhadap kompetensi
dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama,
kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft =5,0207>3,89 pada
taraf signifikan 5%, (2) ada pengaruh signifikan kesadaran moral siswa
terhadap kompetensi dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai
dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft
=10,9958>3,89 pada taraf signifikan 5%, (3) tidak ada interaksi antara
perhatian orang tuan dan kesadaran moral siswa terhadap kompetensi dasar
kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama,
kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO<Ft =0,8763<3,89 pada
taraf signifikan 5%.
2. Penelitian Anom Setyono (2006) dengan judul ”Hubungan Kegiatan
Pendidikan Agama Islam Dengan Sikap Moral Para Remaja Di Pondok
Pesantren Imam Syuhodo Desa Wonorejo Kecamatan Polokarto Kabupaten
Sukoharjo” dengan hasil ada hubungan yang signifikan antara kegiatan
pendidikan agama islam dengan sikap moral remaja di pondok pesantren
dengan bukti rhitung > rtabel = 0,8055>0,312 pada pada taraf signifikansi 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dan uji keberartian menujukkan thitung > ttabel = 8,379>1,68 pada taraf
signifikansi 5%.
Berdasarkan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa melalui
pendidikan anak memperoleh pengetahuan sehingga terbentuk sikap dan
perilaku, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan pengetahuan
moral yang dimiliki siswa mempunyai hubungan dengan kesadaran moral
siswa.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berfikir merupakan acuan dalam melakukan suatu penelitian atau alur
yang didasarkan pada masalah yang digambarkan secara menyeluruh dan
digunakan dalam penelitian, kerangka pemikiran dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi
kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan moral. Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan
manusia bermoral baik dan manusiawi. Pendidikan moral ini sangat diperlukan
karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian
peserta didik secara utuh yang tercermin pada sikap dan perilaku baik. Dalam
upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait
penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini
harus dilaksakan secara terintegarasi, dimana moral merupakan suatu perbuatan
yang baik yang patuh pada aturan-aturan (norma), dan norma tersebut menjadi
dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik.
Pendidikan moral ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk
mendidik dan mengarahkan generasi muda agar memiliki moral yang baik.
Dengan pengetahuan moral yang dimiliki siswa maka siswa akan memiliki pula
moral yang baik dan ia akan berperilaku sesuai dengan kesadarannya untuk
menaati nilai dan norma yang ada dengan kata lain kesadaran moral yang
dimiliki siswa tinggi. Dengan demikian, seseorang yang memiliki pengetahuan
khususnya pengetahuan moral akan menumbuhkan motivasi untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
perbuatan sesuai dengan kesadaran yang dimilikinya yaitu bersikap bermoral
atau berkesadaran moral. Hal ini dapat dikatakan antara pengetahuan moral dan
kesadaran moral siswa saling berhubungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat menyusun kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir
C. Perumusan Hipotesis
Menurut Sudjana (2005: 219), “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan
mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering
dituntut untuk melakukan pengecekannya.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah
jawaban sementara atas masalah yang sedang diteliti kebenarannya.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka peneliti mengajukan
hipotesis yaitu: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah
Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/2010”.
Pengetahuan Moral (X)
Kesadaran Moral (Y)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan
dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di
Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus. Pemilihan lokasi tersebut
dikarenakan peneliti menemukan masalah yang telah dijelaskan pada latar
belakang permasalahan yaitu masih adanya pelanggaran nilai-nilai moral seperti
perilaku-perilaku penyimpangan yang menunjukkan keasadaran moral masih
rendah, kemudian lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga dapat
menghemat biaya dan dimungkinkan sekali memberikan data yang diperlukan
dalam penelitian sehingga mempercepat proses pengumpulan data.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul
sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan
Januari sampai Juli 2010. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai
penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 1 : Waktu kegiatan penelitian
No Kegiatan Tahun 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli 1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Ijin Penelitian 4. Uji Coba Instrumen 5. Pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
B. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian
dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat
apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang
sesuai dengan masalah yang diteliti.
Menurut Abu Achmadi dan Cholid Narbuko (2007: 1), “Metode adalah
cara yang tepat untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan yang dimaksud dengan
penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang
hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan
yang tepat”. (Winarno Surakhmad, 1998: 131)
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu studi melalui
penyelidikan terhadap suatu masalah sehingga mendapat pemecahan masalah
yang tepat.
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
korelasional. Adapun alasan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
korelasional karena peneliti memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada
pada masa sekarang yang bersifat aktual dan data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini disusun, dijalankan, kemudian dianalisis untuk disimpulkan.
Penelitian ini bermaksud untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi
pada suatu faktor, berhubungan dengan satu variasi atau lebih faktor lain
berdasarkan koefisien korelasinya. Dengan kata lain penelitian ini bermaksud
mengungkapkan bentuk hubungan timbal balik antara variabel yang diselidiki
yaitu hubungan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa.
C. Populasi dan Sampel
Dalam suatu penelitian ilmiah tidak akan terlepas dari penetapan populasi
dan sampel, karena populasi dan sampel merupakan subyek penelitian dan
keduanya merupakan sumber data penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1. Populasi
Pengertian populasi menurut Yatim Riyanto (2001: 63) mengemukakan
bahwa, ”Populasi kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok tersebut
oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan
bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dari kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek
penelitian yang datanya akan dianalisa.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi Kelas VII di Madrasah
Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/2010 dengan jumlah
319 orang yang terbagi dalam 7 kelas, yang terdiri kelas A: 47, B: 44, C: 48, D:
46, E: 46, F:43, dan G: 45.
2. Sampel
Menurut Yatim Riyanto (2001: 64) “Sampel adalah bagian populasi”.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) “Sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti”. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang
menjadi subjek penelitian.
Penentuan besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, akan
menggunakan acuan pendapatnya Suharsimi Arikunto (2002: 112) sebagai
berikut:
Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitinya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek besarnya telah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan data. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Untuk penelitian yang
resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka penelitian ini mengambil sampel
20% dari populasi sebesar 319 siswa sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam
penelitian ini berjumlah 64 (Lampiran 1 halaman 84).
3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh
sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus
representatif. Riduwan (2003:11) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel
atau teknik sampling adalah “Suatu cara mengambil sampel yang representatif
dari populasi”. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 110) ada dua
macam teknik sampling yaitu ”random sampling dan non random sampling”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaui berikut:
a. Teknik Random Sampling
1) Cara undian
2) Cara ordinal
3) Cara randomisasi dari table bilangan random
b. Teknik Non Random Sampling
1) Proposional sampling
2) Stratified sampling
3) Purposive sampling
4) Quota sampling
5) Double sampling
6) Area sampling
7) Cluster sampling
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah proporsional random
sampling. Untuk mengambil sampel adalah teknik Random Sampling karena
dalam pengambilan sampel disini, setiap siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus
memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel penelitian.
Adapun pelaksanaanya ditempuh dengan cara teknik Proposional Sampling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
karena pengambilan sampel disini berdasarkan pada jumlah yang sudah
ditentukan atau yang dipentingkan yaitu setiap siswa kelas VII MTS NU Banat
Kudus, sudah ditentukan sesuai dengan perhitungan pada sampel penelitian.
Jumlah ini sudah representatif dari jumlah populasi yang ada.
Sampel penelitian menggunakan random sampling dengan cara undian yang digunakan penulis yaitu mengacu pendapat Suharsimi Arikunto (2006:136) yaitu:
”Pada kertas kecil kita tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk setiap kelas. Kemudian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka kita mengambil gulungan kertas sebanyak sampel penelitian, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek sampel penelitian”.
Dalam pengambilan sampel secara random sebesar 20% dari jumlah
siswa tersebut menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah siswa setiap kelas x jumlah sampel
Jumlah populasi
Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas
NO KELAS SAMPEL
1. VII A 47 × 64 = 9,42 dibulatkan menjadi 9 319
2. VII B 44 × 64 = 8,82 dibulatkan menjadi 9 319
3. VII C 48 × 64 = 9,63 dibulatkan menjadi 10
319
4. VII D 46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9
319
5. VII E 46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9
319
6. VII F 43 × 64 = 8,62 dibulatkan menjadi 9 319
7. VII G 45 × 65 = 9,02 dibulatkan menjadi 9
319
TOTAL 63,95 dibulatkan menjadi 64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Dari penghitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 63,95
dibulatkan menjadi 64.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang
relevan dengan permasalahanya, sedangkan data tesebut perlu digunakan teknik
pengumpulan data sehingga diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat
dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik tes untuk memperoleh data pengetahuan moral dan teknik angket untuk
memeperoleh data kesadaran moral.
1. Teknik Tes
a. Pengertian Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 53) “tes adalah alat ukur atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam
suasana, dengan cara-cara yang sudah ditentukan”.
b. Bentuk Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 162) bentuk-bentuk tes ada dua
yaitu tes subjektif dan tes objektif.
Adapun penjelasan dari bentuk tes subjektif dan tes objektif adalah sebagai
berikut:
1) Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay atau uraian tes subjektif untuk mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
2) Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan objektif. Tes objektif terdiri dari tes benar salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test) dan tes lisan (completion test).
Berdasarkan bentuk-bentuk tes maka yang dapat digunakan penulis
untuk mengukur pengetahuan moral dalam penelitian adalah tes objektif
dalam bentuk multiple choice atau pilihan ganda yang memuat beberapa
pertanyaan dengan empat alternatif jawaban. Alasan dugunakannya tes
obyektif dengan tipe aitem pilihan ganda ini dikarenakan menurut Saifuddin
Azwar (1996:74-75) mengatakan bahwa ”item pilihan ganda yang dirancang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dengan seksama dengan memperhatikan batasan isi tes serta ditulis sesuai
dengan tujuan ukur menurut tingkat kompetensi yang tinggi tidaklah dapat
dijawab oleh siswa yang mempunyai kompetensi taraf rendah dan
pemahaman terbatas yang tidak disertai kemampuan berpikir kompleks”.
Dengan demikian tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda atau multiple
choice ini dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan yang merupakan
salah satu tingkatan dari tujuan kognitif dalam taksonomi bloom yang berupa
kemampuan mengetahui atau mengerti tentang isi pelajaran yang
dipelajarinya.
2. Teknik Angket
a. Pengertian angket
Riduwan (2003: 52-53) “angket (questionnaire) adalah daftar
pertanyaan yang diberikan kepada orang lain, bersedia memberikan respons
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Menurut Suharsimi
Arikunto (2006:151) “kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”.
Sedangkan menurut Nasution (2003: 128) “Angket merupakan daftar
pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk didisi dan dikembalikan
atau dapat dijawab di bawah pengawasan peneliti”.
b. Macam-macam Angket
Suharsimi Arikunto (2006:152) tentang macam kuisioner (angket), dapat
ditinjau dari berbagai segi:
1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada: a) Kuisioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden
untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuisioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:
a) Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuisioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang
orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3) Dipandang dari bentuknya maka ada: a) Kuisioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan
kuisioner tertutup. b) Kuisioner isian, yang dimaksud adalah kuisoner terbuka. c) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal
membubuhkan tanda check (�) pada kolom yang sesuai. d) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti
oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup
dengan bentuk rating scale. Siswa diberi pernyataan dengan jawaban yang
sudah peneliti sediakan dalam kolom mulai dari pernyataan sangat setuju
sampai sangat tidak setuju. Siswa memilih jawaban yang sesuai dengan
pilihannya dengan memberikan tanda pada jawaban yang dipilih. Tanda yang
dimaksud adalah tanda mencontreng (�).
Adapun langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut:
(1) Menentukan konsep variabel penelitian.
(2) Menentukan aspek dan indikator yang akan disusun dari variabel
penelitian.
(3) Menyusun kisi-kisi angket.
(4) Menyusun butir-butir pernyataan.
(5) Menentukan skor tiap item.
(6) Melakukan uji coba angket.
Adapun pengukurannya dilakukan melalui tes sikap atau yang sering
juga disebut dengan istilah skala sikap (attitude scale). Hal ini dilakukan
untuk mengadakan pengukuran terhadap sikap seseorang sehingga dapat
diketahui seberapa tinggi atau rendahnya kesadaran moral seseorang.
Cara pemberian skor tiap item pernyataan sesuai dengan skala likert.
Dengan skala likert, maka variabel akan dijabarkan menjadi indikator yang
kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur dalam menyusun item-item
instrumen. Jawaban setiap item instrumen angket yang menggunakan skala
likert berupa:
(a) Sangat Setuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(b) Setuju
(c) Tidak Setuju
(d) Sangat Tidak Setuju
Adapun penilaian angket kesadaran moral siswa adalah sebagai berikut:
a) Pernyataan Positif
(1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju) skor 4
(2) Untuk jawaban B (Setuju) skor 3
(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju) skor 2
(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju) skor 1
b) Pernyataan Negatif
(1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju) skor 1
(2) Untuk jawaban B (Setuju) skor 2
(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju) skor 3
(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju) skor 4
3. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2010:133) menyatakan bahwa ”instrumen penelitian digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang diteliti”. Instrumen dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan tes dan angket.
a. Variabel Penelitian
1) Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel
penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan moral
(X).
2) Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebut variabel
tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesadaran moral
(Y).
b. Penyusunan Instrumen
Instrumen penelitian berupa tes dan angket yang digunakan untuk
mendapatkan data. Data merupakan hal yang sangat penting guna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. Maka data yang
dikehendaki dalam setiap penelitian adalah data yang benar-benar dapat
dipercaya dan objektif. Untuk itu instrumen yang digunakan haruslah
merupakan instrumen yang baik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua
persayaratan yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2002: 144).
1) Validitasi tes
Validitasi tes digunakan validitas isi (content validity) yaitu dengan cara
menyusun tes berdasarkan kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral
(Lampiran 2 halaman 85). Kisi-kisi tes disusun berdasarkan standar isi
yang dijabarkan dalam indikator. Sedangkan lembar soal uji coba tes
pengetahuan moral dan kunci jawaban dapat dilihat pada lampiran 3
halaman 86.
2) Uji coba tes
Sebelum data dianalisis, instrumen dievaluasi terlebih dahulu untuk
mengetahui bahwa tes yang akan digunakan dalam penelitian ini valid dan
reliabel atau tidak. Adapun persyaratan pengujian tes adalah sebagai
berikut:
a) Uji validitas tes
Pengujian validitas menggunakan uji validitas item dengan
teknik analisis butir-butir soal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
(1) Menghitung besarnya korelasi
Dalam pengujian validitas yang digunakan adalah formula
korelasi point biserial. Penggunaan rumus ini karena variabelnya
dikotomi, yaitu hanya memiliki dua macam angka saja, seperti tes
ini yang menjawab benar diberi angaka 1 dan yang menjawab
salah diberi angka 0.
Rumus Korelasi Point Biserial adalah:
rpbis = q
p
S
MM
t
tp −
dimana :
rpbis :koefisien korelasi point biserial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Mp :mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item
yang dicari korelasinya dengan tes
M t :mean skor total
St :standar deviasi skor total
p :proporsi siswa yang menjawab benar ( p = banyaknya
siswa yang menjawab benar/jumlah seluruh siswa )
q :proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1-p )
( Suharsimi Arikunto, 2006 : 283-284 )
Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut :
Item tersebut valid jika harga tabelpbi r ≥r
Item tersebut tidak valid jika harga tabelpbi r ≤r
Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian
dikonsultasikan dengan harga r. Jika r Point Biserial lebih besar
dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item
soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biserial lebih
kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka
item soal tersebut dikatakan tidak valid.
(2) Pernyataan valid
Suatu bentuk tes dinyatakan valid apabila mempunyai
harga positif dan koefisisen mendekati angka 1 (rxy= 1,00).
Berdasarkan hasil uji validitas dapat menggunakan rumus point
biserial yang dibantu dengan menggunakan program statistik
SPSS.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian
dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi
5% dan N=38 maka jika r hitung > 0,320 berarti butir pertanyaan
tersebut valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan
tersebut tidak valid.
Hasil uji coba dari item tes pengetahuan moral dapat dilihat
pada lampiran 4 halaman 93, diketahui bahwa dari 35 item tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tersebut ada 30 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya
dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah item nomor
5,10,17,21,dan 30. Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang
tidak valid dibuang. Untuk kisi-kisi tes dapat di lihat pada
lampiran 5 halaman 95, sedangkan Item petanyaan valid dapat
dilihat pada lampira 6 halaman 96.
Contoh perhitungan uji validitas tes salah satu item
disajikan dalam lampiran 7 halaman 102.
b) Uji reliabilitas tes
Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus:
(1) Rumus Belahan Dua
r xy = ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−
})(}{)({
))((2222 YYNXXN
YXXYN
(Saifuddin Azwar, 2002: 48)
(2) Dilanjutkan dengan Formula Sperman-Brown
r11 =
+
×
212
1
212
1
1
2
r
r
(Suharsimi Arikunto, 2006:108)
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
r1/21/2 = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua
belahan instrumen
Kesimpulan:
Dan hasil perbandingan antara r11 dan rtab kemudian diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Soal tes dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel, sebaliknya jika
r hitung < r tabel maka soal tes tidak reliabel.
Untuk menentukan kriteria reliabel tes perlu dilakukan
konsultasi dengan kriteria koefisien reliabilitas angket seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 75). Sebagai
berikut:
(1) 0,800 – 1,000 = reliabilitas sangat tinggi
(2) 0,600 – 1,799 = reliabilitas tinggi
(3) 0,400 – 0,599 = reliabilitas cukup
(4) 0,200 – 0,199 = reliabilitas sangat rendah
Dari item yang valid dan telah dilakukan uji reliabilitas
maka diperoleh 11r =0,849 yang berarti memiliki koefisien
reabilitas yang tinggi (Lampiran 8 halaman 103).
c). Uji analisis item soal
(1) Daya Beda (D)
Untuk mengetahui daya beda dari suatu item tes, terlebih
dahulu duhitung besarnya proporsi penjawab dengan benar
antara kelompok tinggi dan kelomok rendah. Formulasi daya
diskriminasi item adalah sebagai berikut:
R
iR
T
iT
N
n
N
nd −=
(Saifudin Azwar, 2002: 138)
Keterangan:
iTn : banyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok
tinggi
TN : banyaknya penjawab item dari kelompok tinggi
iRn : bnyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok
rendah
RN : banyaknya penjawab item dari kelompok rendah
Kriteria:
D=0,00 – 0,2: Jelek
D=0,2 – 0,4 : Sedang
D=0,4 – 0,7 : Baik
D=0,7– 1,0 : Baik Sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
D=negatif : Semuanya tidak baik
Dari hasil perhitungan diperoleh harga d = 0,211. Maka soal
tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks daya diskriminasi
Cukup (Lampiran 9 halaman 106).
(2) Derajat Kesukaran (P)
Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus:
N
nP i=
(Saifudin Azwar, 2002: 134)
Keterangan:
in :Banyaknya siswa yang menjawab item dengan benar
N : Banyaknya siswa yang menjawab item
Kriteri harga P adalah:
0,0 ≤ P < 0,3 = sukar
0,3 ≤ P < 0,7 = sedang
0,7 ≤ P < 1,0 = mudah
Dari hasil perhitungan diperoleh harga P = 0.842. Maka soal
tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks kesukaran mudah
(Lampiran 10 halaman 107)
3) Uji coba (Try out) angket ini meliputi analisis validitas dan realibilitas.
Angket yang telah disusun perlu dilakukan uji coba terlebih
dahulu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya
istilah-istilah yang tidak dimengerti oleh siswa dan juga untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas butir angket tersebut.
Try out dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2010 di MTs NU Banat
Kudus kelas VII. Uji coba instrumen ini diberikan kepada siswa di luar
sampel yang telah ditentukan sebanyak 38 siswa (Lampiran 11 halaman
108) dengan maksud untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi
syarat validitas dan reliabilitas sebagai instrumen pengumpul data.
Menurut Suharsimi Arikunto macam-macam validitas sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
a) Validitas isi (content validity) sebuah tes dikatakan memenuhi validitas isi apabila menyangkut tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi pelajaran yang diartikan. Oleh karena itu yang dianjurkan tertera dalam kurikulum maka, validitas isi ini juga sering disebut validitas kurikuler.
b) Validitas kontruksi (contruct validity) sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang tersebut dalam TIK atau konsep.
c) Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity) validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris, sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.
d) Validitas prediksi (predictive validity) memprediksi artinya meramal selalu mengenai hal yang artinya akan datang, jadi sekarang belum terjadi, sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. (Suharsimi Arikunto, 2002: 67-69).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis validitas konstruksi
karena menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator untuk
mengukur suatu kesadaran moral siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus.
Dari indikator tersebut kemudian disusun butir angket berdasarkan
kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral (Lampiran 12 halaman110),
sedangkan uji coba angket sendiri terdiri dari 40 item pernyataan
(Lampiran 13 halaman 111).
(1) Uji Validitas Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:168) “validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen”.Setelah instrumen diuji cobakan kemudian
dihitung tingkat validitasnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah
butir-butir yang diuji cobakan dapat mengukur keadaan responden
yang sebenarnya atau tidak.
Jadi suatu instrumen yang valid atau sahih adalah instrumen
yang mempunyai nilai hitung yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan nilai tabel yang telah ditentukan, sedangkan instrumen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
tidak valid adalah instrumen yang nilai hitungnya lebih rendah
daripada nilai pada tabel yang telah ditentukan.
Untuk mengetahui valid tidaknya butir angket maka diuji
dengan rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam
Suharsimi Arikunto (2006: 170):
})(.}{)(.{
))((.2222 YYNXXN
YXYXNrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
∑X : Skor masing-masing item
∑Y : Skor total
∑XY : Jumlah penelitian X dan Y
∑X2 : Jumlah kuadrat dari X
∑Y2 : Jumlah kuadrat dari Y
N : Jumlah subjek
Selanjutnya untuk mengukur taraf validitas tiap butir (item)
dalam angket tersebut maka hasil perhitungannya dikonsultasikan
dengan tabel r product moment dalam taraf signifikansi 5%.
Bila rhitung > rtabel berarti valid
Bila rhitung < rtabel berarti tidak valid
Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian
dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi 5%
dan N=38 maka jika r hitung > 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut
valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut tidak
valid.
Hasil uji coba dari item angket kesadaran moral siswa dapat
dilihat pada lampiran 14, diketahui bahwa dari 40 item angket tersebut
ada 35 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya dinyatakan tidak
valid. Item yang tidak valid adalah item nomor 3, 8, 19, 26, dan 32.
Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang tidak valid dibuang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Untuk Kisi-kisi penelitian angket dapat di lihat pada lampiran 15,
sedangkan Item petanyaan valid dapat dilihat pada lampiran 16 .
Contoh perhitungan uji validitas angket salah satu item
disajikan dalam lampiran 17.
(2) Uji Reliabilitas Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) Reliabilitas adalah
”ketepatan suatu tes apabila diteskan subyek yang sama”. Dengan kata
lain reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
diulang dua kali atau lebih. Adapun mencari reliabilitas menurut
Suharsimi Arikunto (2002: 156) adalah (a) rumus Spearman Brown,
(b) rumus Flanagan, (c) rumus Rulon, (d) rumus K-R.20, (e) rumus K-
R21, (f) rumus Hoyt, (g) dan rumus Alpha.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur reliabilitas angket.
Teknik korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment,
dilanjutkan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 196) dengan rumus :
r11 =
−
−∑σσ
2
2
11
t
b
k
k
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir soal
∑σ 2
b = jumlah varians butir
σ 2
t = varians total
Untuk mengetahui reliabel tidaknya alat ukur tersebut, maka
hasil r11 dikonsultasikan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel, hasil uji coba
adalah reliabel. Sebaliknya jika r11 < rtabel berarti hasil uji coba tidak
reliabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Betdasarkan perhitungan diperoleh Reliabilitas sebesar
0,871. Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan rtabel pada
tingkat signifikasi 5% dengan N=38 dan diperoleh nilai kritis sebesar
0,320. Karena r11 > rtabel atau 0,871> 0,320 maka item pernyataan
angket tersebut reliabel (Lampiran 18).
Hasil analisis reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan
koefisien reliabilitas. Adapun mengenai besarnya koefisien korelasi
dapat digunakan ketentuan sebagai berikut:
Adapun mengenai interprestasi besarnya koefisien korelasi
dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut :
0.800 – 1.000 = reliabilitas sangat tinggi
0.600 – 0.800 = reliabilitas tinggi
0.400 – 0.600 = reliabilitas cukup
0.200 – 0.400 = reliabilitas rendah
0.000 – 0.200 = reliabilitas sangat rendah
(Suharsimi Arikunto,2006:276)
Apabila dilihat dengan ketentuan koefisien korelasi maka angket
tersebut dikatakan reliabilitasnya sangat tinggi dikarenakan berada
pada interprestasi 0,800 – 1,000.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
mengolah data hasil penelitian. Ada dua teknik analisis data dalam suatu
penelitian, yaitu teknik statistik dan non statistik. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik statistik karena data diambil merupakan data kuantitatif.
Adapun prosedur analisis data dalam penelitian ini:
1. Uji prasyarat analisis
2. Pengujian hipotesis
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil
dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji
Lilliefors dengan cara menggunakan penafsir rata-rata (X) dan simpangan
baku. Adapun langkah-langkah dalam uji Lilliefors adalah sebagai berikut:
1) ( )
S
XXizi
−=
zi = Angka baku
X = Rata-rata
N
X i∑
S = Simpangan baku
( )( )( )1
22
−−
= ∑ ∑NN
XiXN i
2) Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku,
hitung peluang: )()( zizPziF ≤=
3) N
ziyangzzBanyaknyazziS ni ≤= ,....,
)( 2
4) Hitung selisih ( ) ( )ziSziF − tentukan harga mutlaknya
5) Cari nilai yang terbesar dari selisih ( ) ( )ziSziF − jadikan Lhitung
atau Lhit
6) Kesimpulannya:
a) Jika Lhit ≥ Ltabel atau Lkritis tolak hipotesis statistik, jadi tidak
normal
b) Jika Lhit < Ltabel, terima hipotesis statistik, jadi normal.
(Hassan Suryono, 2005:79-80)
b. Uji Linieritas
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas
dengan varibel terikat terdapat hubungan yang linier atau tidak. Jika
Fhitung<Ftabel maka terima H0 berarti korelasinya linier, tetapi apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Fhitung>Ftabel maka tolak H0 berarti korelasinya tidak linier. Pengujian linieritas
menggunakan rumus menurut Sudjana (2001:15) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
∑= 2)( YTJK
( )n
YaJK
2
)( ∑=
( )( )
−= ∑ ∑∑n
YXXYbabJK )/(
( )( )
( )∑ ∑∑ ∑∑
−
−= 22 XXn
YXXYn
)/()()()( abJKaJKTJKSJK −−=
( )∑ ∑ ∑
−=iX in
YYGJK
2
2)(
)()()( GJKSJKTCJK −=
Keterangan:
JK : Jumlah kuadrat-kuadrat
JK(T) : Jumlah kuadrat total
JK(a) : Jumlah kuadrat koefisien
JK(b/a) : Jumlah kuadrat regresi
JK(S) : Jumlah kuadrat siswa
JK(TC) : Jumlah kuadrat tuna cocok
JK(G) : Jumlah kuadrat galat
2. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat dipenuhi maka dapat dilakukan pengujian hipotesis
yang telah diajukan. Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan maka
diperlukan adanya pengolahan data selama penelitian, dalam penelitian ini
digunakan teknik analisis korelasi sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi sederhana dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mencari koefisien korelasi sederhana antara X dan Y, menggunakan
rumus Product Moment dari Pearson sebagai berikut :
r xy = ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−2222 )(}{)({
))((
YYNXXN
YXXYN
( Suharsimi Arikunto, 2006: 274)
Keterangan:
r xy : Koefisien korelasi antara X dan Y
∑XY : Jumlah perkalian X dan Y
∑XY : Jumlah perkalian X dan Y
X : Skor masing-masing item
Y : Skor total
2X : Jumlah kuadrat dari X
2Y : Jumlah kuadrat dari Y
N : Jumlah responden
Hipotesis yang diajukan :
Apabila rhitung > rtabel maka terdapat hubugan antara X dan Y (H0
ditolak dan Ha diterima), sebaliknya jika rhitung ≤ rtabel maka tidak terdapat
hubungan antara X dan Y (H0 diterima dan Ha ditolak).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Uji Keberartian Koefisiensi Korelasi
( )2
2
1
1
r
rt
−−Ν=
(Suharsimi Arikunto, 2006: 294)
Keterangan:
t : uji keberartian
r : koefisien korelasi
N : jumlah sampel
Jika tabelhitung tt > maka koefisien korelasinya berarti, sebaliknya jika
tabelhitung tt ≤ maka koefisien korelasinya tidak berarti.
c. Persamaan garis regresi (y= a + bx) dengan harga a dan b diperoleh
melalui:
a ( )( ) ( )( )
( ) ( )22
2
∑∑∑∑∑∑
−
−=
XXN
XYXXY
b∑ ∑
∑ ∑ ∑−
−=
22 )(
))(()(
XXN
YXXYN
Apabila harga b positif maka variable Y akan mengalami
kenaikan atau pertambahan sehingga hubungan fungsionalnya menjadi
positif, sebaliknya apabila harga b negatif maka variable Y akan
mengalami penurunan sehingga hubungan fungsionalnya negatif.
(Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar, 2003: 216)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus
a. Sejarah Berdirinya MTS NU Banat Kudus
Madarasah Tsanawiyah NU Banat Kudus (MTS NU Banat Kudus)
yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Banat ( YPB) sebagai badan
hukum penyelenggara MTS NU Banat Kudus yang didirikan oleh sekelompok
Ulama’ dan tokoh masyarakat muslim di Kudus Jawa Tengah yang sadar dan
menaruh perhatian terhadap terhadap keadaan dan perkembangan bidang
pendidikan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya, tepatnya pada
tanggal 1 Januari 1957 oleh Yayasan Pendidikan Banat Kudus dengan akte
notaris: 45/81 dengan tokoh KH. Masdain Amin (Adik Hadlrotusy Syeh
KHM. Arwani Amin).
Yayasan ini berdasarkan pancasila berazazkan Islam ala Ahlusunnah
waljamaah dan bertujuan membangun dan memajukan masyarakat Indonesia
terutama pelajar putri dalam bidang pendidikan agar menjadi warga negara
yang cakap dan terampil serta bertanggung jawab terhadap agama, bangsa,
negara dan cita-cita awal berdirinya membekali wanita-wanita Islam
berpengetahuan Islam yang alami dan mampu memimpin wanita-wanita Islam
untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah uintuk
memenuhi tuntutan-tuntutan yang zamani dan mampu berkompetisi positif
dengan lembaga-lembanga lain yang siap melaksanakan program
pengembangan baik fisik maupun non fisik.
Sehubungan dengan adanya Keputusan Presiden dan Undang-Undang
RI No. 16/2001 tentang perubahan fungsi yayasan di Indonesia, maka dalam
rangka mengukuti perkembangan nasional tersebut Yayasan Pendidikan Banat
beralih struktur kepengurusan dengan Badan Pelaksana pendidikan Ma’arif
NU Banat yang ber SK Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Nomor: PC.11.07/
362/ SK/ XII/ 2002.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b. Lingkungan Sekolah Pada Umumnya
Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus berlokasi di Jl. KHR Asnawi
No. 30 Kudus dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM) 20233902008 dan
nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 20317747. Madrasah Tsanawiyah
NU Banat Kudus mendapatkan status disamakan dari pemerintah mulai tahun
1999. Seiring sengan meningkatnya mutu pendidikan Madrasah Tsanawiyah
NU Banat Kudus, pada tahun 2005 sampai sekarang terakreditasi dengan
peringkat A (Sangat Baik).
Lingkungan belajar siswa MTS NU Banat Kudus sangat kondusif untuk
keberlangsungan proses belajar dan mengajar. Sarana dan prasarana MTS
NU Banat Kudus sudah cukup memadai, misalnya koperasi, UKS,
perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium bahasa dan IPA, dan
sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut digunakan siswa dan guru untuk
menunjang proses KBM agar prestasi siswa dapat menjadi lebih baik. MTS
NU Banat Kudus merupakan salah satu sekolah yang termasuk dalam sekolah
unggulan di kota Kudus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya prestasi yang
diraih oleh siswi MTS NU Banat Kudus. Prestasi yang diraih adalah prestasi
yang berada dibidang akademik maupun non akademik. Dibidang akademik
dalam lima tahun terakhir tahun 2003/2004 s.d 2009/2010 peserta didik MTS
NU Banat Kudus memperoleh prestasi pada tingkat Nasional (3 kejuaraan),
tingkat Provinsi (13 kejuaraan), tingkat karisidenan (4 kejuaraan), dan tingkat
Kabupaten (81 kejuaraan).
c. Visi Misi dan Tujuan Serta Kepengurusan MTS NU Banat Kudus
Visi : Unggul dalam prestasi, Terjaga dalam mutu dan kwalitas,
Terpadu dalam ilmu umum dan agama, Terbimbing dalam
akhlaq terpuji, Terbina dalam nuansa islami.
Misi : Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi kwalitas, baik
akademik, moral maupun sosial sehingga mampu menyiapkan
dan mengembangkan SDM berkwalitas di bidang IMTAQ dan
IPTEK yang Islami dan Sunny.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tujuan : Membekali siswa agar:
1. Mampu memahami ilmu agama dan umum
2. Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam
kehidupan sehari-hari sehingga sehingga terwujud generasi
muslim yang mar’atus sholichah berakhlak mulia.
3. Memiliki ilmu keterampilan sebagai bekal hidup di
masyarakat.
4. Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa Asing
praktis ( Bahasa Arab dan Bahasa Inggris)
5. Mampu memahami ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Adapun susunan pengurus MTS NU Banat Kudus Tahun 2008 s.d 2013 adalah
sebagai berikut:
Penasehat : 1. K. H. Sya’roni Ahmadi
2. K. H. Much Ulin Nuha Arwani
1. K. H. Moch Ma’ruf Irsyad
2. H. Moch Noor Cholis
3. H. Abdullah Tamami
Ketua : K. H. Ma’shum AK
Wakil Ketua I : H. Chusnan, BA
Wakil Ketua II : K. H. Sa’dullah Rouyani
Sekretaris : H. Muchlis, BA
Wakil Sekretaris : H. Nur Afif Fanany, S. Ag
Bendahara : H. Achmad Noor Chien
Wakil Bendahara : Ir. H. Moch Shofin
2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral
Data pengetahuan moral diperoleh dari siswa melalui tes. Berdasarkan
rekapitulasi data diketahui jumlah responden (N) = 64, diperoleh skor tertinggi
=90 dan skor terendah = 70 (Lampiran 19 halaman 128). Mean (X ) = 83,52 dan
didapat standar deviasi (SD) = 5,22. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max – data min yaitu
90-70=20. Menghitung banyaknya kelas diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N
(64) hasilnya 6,97 dibulatkan menjadi 7 dan keputusan interval kelas diperoleh
dengan rumus I=R/K yaitu 20/7 hasilnya adalah 2,8. Tabel distribusi frekuensinya
sebagai berikut:
Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral
Interval Nilai Tengah Fmutlak Fkomulatif
70.00-72.80 71.40 4 4 72.90-75.70 74.30 0 4 75.80-78.60 77.20 6 10 78.70-81.50 80.10 7 17 81.60-84.40 83.00 19 36 84.50-87.30 85.90 18 54 87.40-90.20 88.80 10 64
Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 19 pada kelas
interval 81,60-84,40 dan diketahui frekuensi terendah 0 pada kelas interval 72,90-
75,70. Tabel distribusi frekuensi pengetahuan moral dapat digambarkan dengan
grafik histogram sebagai berikut:
4
0
6
7
19
18
10
71.40 74.30 77.20 80.10 83.00 85.90 88.80
Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
3. Deskripsi Data Kesadaran Moral
Data tentang kesadaran moral diperoleh dari siswa melalui angket.
Berdasarkan rekapitulasi data hasil penelitian diketahui jumlah responden (N) =
64 siswa, Skor tertinggi = 137 Skor terendah = 103 (Lampiran 19 halaman 128),
Mean (X ) =122,25. Standar deviasi (SD) = 9,32. Untuk mendapatkan kelas
interval, terlebih dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max
– data min yaitu 137 – 103 = 34. Untuk mengitung banyaknya kelas dapat
diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N (64) hasilnya 6,97 dapat dibulatkan
menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K yaitu 34/7
hasilnya 4,8. Tabel distribusinya adalah sebagai berikut :
Tabel. 4 Distribusi Frekuensi Kesadaran Moral
Interval Nilai
Tengah Fmutlak Fkomulatif
103.0-107.8 105.4 5 5
107.9-112.7 110.3 6 11
112.8-117.6 115.2 9 20
117.7-122.5 120.1 11 31
122.6-127.4 125.0 11 42
127.5-132.3 129.9 10 52
132.4-137.2 134.8 12 64
Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 12 pada kelas
interval 132,4-137,2 serta diketahui frekuensi terendah 5 pada kelas interval
103,0-107,8. Tabel distribusi frekuensi kesadaran moral dapat digambarkan
dengan grafik histogram sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
5
6
9
11 11
10
12
105.4 110.3 115.2 120.1 125.0 129.9 134.8
Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral
B. Uji Persyaratan Analisis
Data yang telah terkumpul disusun secara sistematis, selanjutnya dianalisis untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Uji persyaratan yang harus
dipenuhi adalah sampel diambil secara random, hubungan variabel X dan Y
merupakan hubungan garis lurus/linier, dan bentuk distribusi variabel X dan Y
normal.
Hipotesis sebelum diuji, harus menguji persyaratan analisis data dengan uji
normalitas dan uji linearitas. Hasil uji persyaratan data dapat diperinci antara lain
sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi
normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Lilliefors. Apabila Lhit < Ltabel maka sampel diambil dari
distribusi normal, sedangkan apabila Lhit > Ltabel maka sampel diambil dari
distribusi tidak normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
a. Uji Normalitas Variabel Pengetahuan Moral (X)
Pada uji normalitas variabel X (pengetahuan moral), langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X. Tabel dan
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 130.
Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung
< Ltabel yaitu 0.1075< 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa sampel
variabel X berasal dari sampel berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Variabel Kesadaran Moral (Y)
Pada uji normalitas variabel Y (kesadaran moral), langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel Y. Tabel dan
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 21 halaman 132.
Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung
< Ltabel yaitu 0.1045 < 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
sampel variabel Y berasal dari sampel berdistribusi normal.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas diperlukan untuk mengetahui adanya hubungan linier antara
variabel X terhadap Y. Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji regresi linier. Jika Fhitung < Ftabel maka terima Ho berarti linier,
namun apabila Fhitung > Ftabel maka tolak Ho berarti tidak linier.
Langkah pertama yang dilakukan untuk menguji linieritas X terhadap Y
adalah membuat tabel kerja linieritas seperti yang terlampir pada lampiran 22
halaman 135. Setelah itu dilakukan perhitungan sesuai dengan rumusnya. Dari
hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
a. JK(T) = 961954
b. JKreg(a) = 956484
c. JKreg(b/a) = 348.88
d. JKres = 5121.12
e. JK(G) = 4615.14
f. JK(TC) = 505.98
g. dkTc = 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
h. dkG = 58
i. RJKTC =126.49
j. Fhit = 1.59
Selanjutnya membuat tabel rangkuman analisis linieritas sebagai berikut:
Tabel 5. Rangkuman Uji Linieritas Variabel X terhadap Y
Sumber Variasi db Jk Rk F hitung F tabel
Koefisien (a) 1 956484.00 956484.00
4.22
4.00
Regresi (b/a) 1 348.88 348.88
Residu 62 5121..12 82.60
Tuna Cocok 4 505.98 126.50
1.59
2.53 Galat 58 4615.14 79.57
Berdasarkan tabel rangkuman uji linieritas variabel X terhadap variabel
Y dapat diketahui bahwa dari dk penyebut 62 diperoleh Ftabel= 4.00, karena Fhitung
> Ftabel yaitu 4.22 > 4.00 maka persamaan yang diperoleh adalah berarti, dan pada
taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang 4 dan dk penyebut 58 diperoleh Ftabel
2.53, karena Fhitung < Ftabel yaitu 1.59 < 2.53 maka dapat disimpulkan bahwa antara
variabel X dengan variabel Y terdapat hubungan yang linier. Perhitungan
selengkapnya lihat pada lampiran 23 halaman 137.
C. Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya setelah melakukan uji persyaratan analisis adalah
menganalisis data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan
sebelumnya diterima atau ditolak. Adapun teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi sederhana.
1. Pengujian Hasil Analis Data
Setelah dilakukan uji nomalitas dan linieritas hasilnya menunjukkan
normal dan linier, kemudian langkah selanjutnya mengadakan uji hipotesis yaitu
dengan analisis korelasi sederhana dari pearson. Berdasarkan penghitungan uji
hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Setelah membuat tabel kerja langkah selanjutnya adalah melakukan
penghitungan sesuai dengan rumus yang telah ditentukan sebelumnya.
Perhitungan selengkapnya lihat pada lampiran 24 halaman 140.
Dari hasil perhitungan diperoleh besaranya koefisiensi korelasi antara X dan Y
dengan nilai rxy = 0,253. Hasil tersebut dikonsultasikan dengan nilai rtabel dengan
N=64 dan db=N-2= 62 dengan taraf signifikansi 5% sebesar 0.245. Karena rhitung
> rtabel atau 0,253 > 0,245 maka Ho ditolak dengan kata lain Ha diterima berarti
antara Pengetahuan Moral (X) dengan Kesadaran Moral Siswa (Y) ada hubungan
yang positif.
Setelah diuji keberartian atau signifikansi terhadap koefisiensi korelasi
yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus t, maka diperoleh thitung = 2,056.
Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan nilai ttabel pada taraf
signifikasi 5% dengan N=64 dan db=N-2= 62 sebesar 2,00. Jadi, dari perhitungan
yang dilakukan maka thitung > ttabel atau thitung = 2.056>ttabel = 2,00 maka koefisien
korelasinya antara X dan Y berarti atau signifikan (Penghitungan secara rinci
dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 141).
Persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=a+bX
atau Y=84.5928+0.4509X (Penghitungan dapat dilihat pada lampiran 26 halaman
142).
2. Penafsiran Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya setelah melakukan analisis data adalah melakukan
penafsiran pengujian hipotesis untuk semua variabel yang telah dianalisis yaitu
sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rxy = 0,253 dengan sampel 64
siswa dan db=62 pada taraf signifikasi 5 % diperoleh r tabel = 0,245. Selanjutnya
dengan demikian rhitung > r tabel atau rhitung = 0,253 > rtabel= 0,245 sehingga dapat
ditafsirkan ada hubungan yang positif antara pengetahuan moral (X) dengan
kesadaran moral siswa (Y) kelas VII MTS NU Banat Kudus tahun ajaran
2009/2010. Untuk uji keberartian koefisiensi korelasi sederhana dengan uji t
diperoleh thitung > ttabel atau thitung = 2.056>ttabel = 2.00 yang berarti hubungan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
pengetahuan moral (X) dan kesadaran moral siswa (Y) adalah berarti. Persamaan
garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X. Jadi
dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu
unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan moral (X) maka
diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan gradien garis
regresi sebesar 0.4509.
3. Kesimpulan Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan untuk menguji hipotesis
dan penafsiran hipotesis maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu :
Hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan
antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU
Banat Kudus tahun ajran 2009/2010 dapat diterima.
4. Pembahasan Hasil Analisis Data
Berdasarkan analisa dan interprestasi hasil analisa, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Hipotesis yang berbunyi “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU
Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010”, dinyatakan diterima. Hal ini disebabkan
karena tabelyx rr >1
, yaitu 0,253 > 0,245, selanjutnya dengan uji t diperoleh thitung >
ttabel yaitu 2.056 > 2.00.. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara variabel pengetahuan moral dengan variabel
kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran
2009/2010. Persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap
kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan
moral (X) maka diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan
gradien garis regresi sebesar 0.4509.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa
pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa merupakan salah satu hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
mempunyai hubungan yang erat. Dimana pengetahuan moral merupakan salah
satu dasar bagi siswa untuk meningkatkan kesadaran moral.
Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya
kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah
sehingga siswa memerlukan pengetahuan tentang moral dan diharapkan
pengetahuan yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran
moral siswa. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan
dimana sebuah pengetahuan moral dapat mempengaruhi kesadaran moral siswa.
Jadi semakin tinggi pengaruh pengetahuan moral maka semakin tinggi pula
kesadaran moral siswa demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pengaruh
pengetahuan moral maka semakin rendah pula kesadaran moral siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran
moral siswa berkaitan dengan pengetahuan moral yang dimiliki oleh siswa.
Artinya pengetahuan moral diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran
moral siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Driyarkara dalam Zaim
Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan
afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya
tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak
melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi
dengan pengembangan perilaku dan sikap.
Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati
dari segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif
(perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong
terjadinya tindakan moral”.
Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa moral selain
dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai pengetahuan tentang moral juga
menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa nilai, moral, etika berhubungan
langsung dengan sikap seseorang. Dengan demikian, semakin peserta didik
memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral maka semakin
tinggi tingkat kesadaran moral siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Berdasarkan hal tersebut berarti tinggi rendahnya pengetahuan moral yang
dimiliki siswa berhubungan dengan tinggi rendahnya kesadaran moral siswa.
Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki siswa tentang moral maka akan
meningkatkan kesadaran moral yang dimiliki siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
78
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai hubungan
pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah
Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 diperoleh kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral
dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat
Kudus tahun ajaran 2009/2010.
Adanya kesimpulan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang
selanjutnya diperoleh rxy sebesar 0,253, dimana hasil ini menunjukkan rxy lebih
besar dari rtabel atau tabelyx rr >1
yaitu 0,253 > 0,245 pada taraf signifikasi sebesar
5%. Besarnya hubungan menunjukkan keterangan bahwa variabel pengetahuan
moral mempunyai hubungan yang positif atau kuat terhadap variabel kesadaran
moral siswa. Sedangkan signifikansi atau keberartian hubungan kedua variabel
dibuktikan dengan harga thitung lebih besar dari ttabel atau thitung > ttabel yaitu
2,056>2,00. Selanjutnya naik turunnya atau besar kecilnya kesadaran moral siswa
dapat diprediksi melalui persamaan regresi Y=84.5928+0,4509X.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh
implikasi sebagai berikut :
1. Implikasi Teoritis
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang positif
dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa. Dengan
adanya pengaruh tersebut, maka implikasi teoritisnya adalah semakin banyak
pengetahuan moral yang dimiliki seorang siswa berarti semakin meningkat
kesadaran moral siswa jika dibanding dengan siswa yang kurang memiliki
pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Implikasi Praktis
Melihat dari penelitian yang telah dilakukan, karena kesadaran moral
terbentuk berdasarkan pengetahuan moral maka seharusnya guru, orang tua, dan
lingkungan (sekolah) dapat menanamkan pengetahuan moral sehingga dapat
menumbuhkan kesadaran moral pada anak.
C. Saran
Sesuai dengan hasil kesimpulan dan implikasi yang telah diuraikan
diatas, maka dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran penulis
menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
Siswa hendaknya memilki pengetahuan moral yang baik karena dengan
adanya pengetahuan tersebut diharapkan siswa dapat mempunyai kesadaran moral
yang tinggi.
2. Bagi Orang Tua
Orang tua hendaknya menanamkan moral kepada anak dengan
memberikan pengetahuan dan arahan pada anak-anaknya dalam bersikap, karena
dengan melihat sikap orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak
langsung akan melihat dan menirunya.
3. Bagi Guru
Setiap pendidik atau guru hendaknya menjadi suri tauladan dan berperan
sebagai panutan dan dapat memberi motivator siswa dalam belajar untuk dapat
meningkatkan minat belajar siswa supaya pengetahuan khususnya pengetahuan
moral siswa lebih meningkat sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia
yang memiliki kesadaran moral yang lebih baik.
4. Bagi Sekolah
Lingkungan sekolah memberikan nilai yang besar bagi siswa dalam
memperoleh pengetahuan. Oleh sebab itu disarankan kepada pihak sekolah untuk
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan hendaknya meningkatkan
kedisiplinan sekolah.