1
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP WANITA
USIA 45-50 TAHUN DALAM UPAYA PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
DI DESA PABELAN KARTASURA SUKOHARJO
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
ESSA PUTRA ANDI
J 210 080 068
PROGRAM STUDI KEPERATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP WANITA
USIA 45-50 TAHUN DALAM UPAYA PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
DI DESA PABELAN KARTASURA SUKOHARJO
ABSTRAK
Salah satu resiko yang dihadapi wanita dengan semakin bertambahnya usia
harapan hidup yang berhubungan dengan kesehatannya adalah keadaan tulang
keropos atau osteoporosis. Osteoporosis dan massa tulang yang rendah saat ini
diperkirakan merupakan ancaman kesehatan yang serius pada wanita dan pria
berusia 50 tahun atau lebih. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
penulis pada bulan juli 2013 di Dukuh Pabelan didapatkan hasil bahwa jumlah
penduduk di Dukuh Pabelan adalah 350 orang terdiri dari 105 KK, jumlah
penduduk wanita yang berusia 45-50 tahun sebanyak 60 orang. Hasil wawancara
yang dilakukan penulis secara acak kepada tujuh responden tentang pengetahuan
osteoporosis, empat orang (57,14%) menjawab kurang benar dan tiga orang
(42,86%) menjawab benar. Sedangkan dari hasil wawancara tentang sikap
pencegahan osteoporosis diketahui bahwa 5 orang dari 7 informan menjawab
jarang minum susu dan olah raga, sedangkan untuk kegiatan berjemur di bawah
sinar matahari 4 orang dari 7 informan masih jarang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang osteoporosis
dengan sikap pencegahan osteoporosis pada wanita usia 45-50 tahun di Desa
Pabelan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk wanita yang
tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo yang masih
berusia 45-50 tahun dengan jumlah 270 orang. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, sehingga diperoleh
73 responden sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan Chi Square. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
sikap pencegahan osteoporosis pada wanita usia 45-50 tahun di Desa Pabelan,
Kartasura, Sukoharjo (p= 0,008).
Kata kunci: pengetahuan, sikap, osteoporosis.
ABSTRACT
One of the risks that women face with increasing age of life expectancy associated
with health is a state of bone loss or osteoporosis. Osteoporosis and low bone
mass are presently thought to constitute a serious health threat to women and men
50 years of age or older. Based on a preliminary study conducted by the authors in
July 2013 in the village of Pabelan obtained the result that the population in the
village of Pabelan 350 people consists of 105 families, the number of female
population aged 40-50 years as many as 60 people. The results of interviews by
random authors to seven respondents about knowledge of osteoporosis, four
people (57.14%) answered less true and three people (42.86%) answered
2
correctly. While the results of interviews on the prevention attitude of
osteoporosis known that 5 people from 7 informants answered rarely drink milk
and exercise, while for sunbathing activities 4 people from 7 informants is still
rare. This study aims to determine the relationship between the level of
knowledge about osteoporosis with prevention of osteoporosis in women aged 45-
50 years in the village of Pabelan. The population in this study were all female
residents who lived in Pabelan Village, Kartasura District, Sukoharjo Regency,
aged 45-50 years with 270 people. Sampling technique in this research using
simple random sampling technique, so that obtained 73 respondents as sample
research. Data collection using questionnaire, while data analysis using Chi
Square. Based on the results of the study known that the relationship between the
level of knowledge with prevention of osteoporosis in women aged 45-50 years in
the village of Pabelan, Kartasura, Sukoharjo (p = 0.008).
Keywords: knowledge, attitude, osteoporosis.
1. PENDAHULUAN
Salah satu resiko yang dihadapi wanita dengan semakin bertambahnya usia
harapan hidup yang berhubungan dengan kesehatannya adalah keadaan tulang
keropos atau osteoporosis. Osteoporosis dan massa tulang yang rendah saat ini
diperkirakan merupakan ancaman kesehatan yang serius pada wanita dan pria
berusia 50 tahun atau lebih (Cosman, 2009).
Menurut Stanley (2006) jika dibandingkan dengan pria wanita memiliki
resiko lebih tinggi dan lebih cepat terserang osteoporosis, hal ini disebabkan
karena wanita mengalami menopause, yakni berhentinya produksi hormone
esterogen sehingga terjadi penurunan kadar kalsium darah. Menopause sebagai
priode berhentinya haid pada wanita secara alamiah biasanya terjadi pada usia 45-
55 tahun (Syafrudin, 2011). Komplikasi yang dialami pada saat menopause salah
satunya adalah osteoporosis yang merupakan penyakit pengeroposan tulang yang
menimbulkan rasa nyeri dan sangat berpotensi mengalami patah tulang (Spencer,
2008).
Sekitar 80% penderita osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda
yang mengalami penghentian siklus menstruasi. Hilangnya hormone estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosi. Osteoporosis yang
sering disebut penyakit pengkeroposan tulang ini ternyata menyerang wanita sejak
masih muda. Tidak dipungkiri penyakit oesteoporosis pada wanita dipengaruhi
3
oleh hormone esterogen, namun karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun,
penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini (Syafrudin, 2011).
Berdasarkan studi di Indonesia fakta-faktornya adalah prevalensi
osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%
sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%
sedangkan pria 38%, orang yang terserang osteoporosis rata-rata berusia lebih dari
50 tahun, dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis (Zaviera, 2008).
Menurut Stanley (2006) pencegahan untuk osteoporosis biasanya dilakukan
dengan menekankan pada pengurangan faktor risiko, asupan kalsium dan nutrisi
adekuat, aktifitas fisik dan terapi sulih hormon. Departemen kesehatan bersama
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) mengadakan sosialisasi pencegahan
penyakit ini dengan pencanangan Hari Osteoporosis Nasional pada 20 September
2005. Pemerintah sendiri sudah mengkampanyekan pencegahan osteoporosis
sejak 2002 melaui Menteri kesehatan. Dan sosialisasinya dilakukan oleh
Departemen kesehatan bersama Perosi pada tingkat nasional yang bertepatan
dengan hari osteoporosis sedunia tanggal 20 Oktober 2002. Ketua Umum Perosi,
Prof Dr dr Irchamsyah A Rachman SpOG mengatakan, osteoporosis merupakan
silent disease yaitu penyakit tanpa gejala. Tanpa disadari penderita, tulangnya
ternyata sudah keropos dan mudah patah (Siswono, 2005).
Jika kita bertanya kepada sekumpulan wanita usia setengah baya (40-50
tahun) mengenai sejauh mana pemahaman mereka terhadap ancaman
osteoporosis, ternyata informasi yang kita dapat sangat beragam. Ada yang
beranggapan kondisi tubuhnya aman-aman saja karena selama ini tidak merasakan
adanya keluhan, sehingga dia tidak perlu berjaga-jaga secara berlebihan. Namun,
sebagian ada juga yang sadar akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan
tulang di usia tersebut (Zaviera, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan juli
2013 di Dukuh Pabelan didapatkan hasil bahwa jumlah penduduk di Dukuh
Pabelan 350 orang terdiri dari 105 KK, jumlah penduduk wanita yang berusia 40-
50 tahun sebanyak 60 orang. Hasil wawancara yang dilakukan penulis secara
4
acak kepada tujuh responden tentang pengetahuan osteoporosis, empat orang
(57,14%) menjawab kurang benar dan tiga orang (42,86%) menjawab benar.
Sedangkan dari hasil wawancara tentang sikap pencegahan osteoporosis diketahui
bahwa 5 orang dari 7 informan menjawab jarang minum susu dan olah raga,
sedangkan untuk kegiatan berjemur di bawah sinar matahari 4 orang dari 7
informan masih jarang. Hal ini disebabkan minimnya informasi yang diperoleh
informan tentang sikap pencegahan osteoporosis akibat kurangnya sosialisasi dan
penyuluhan dari Dinas Kesehatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan osteoporosis yang
dilakukan oleh wanita usia 45-50 tahun di Desa Pabelan.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan untuk mempelajari kolerasi antara variabel terikat dan variabel bebas dalam
waktu yang sama, artinya setiap subjek penelitian hanya dilakukan dan diukur
sekali saja dan dalam waktu yang sama (Nursalam, 2008). Penelitian ini dilakukan
di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Juni 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
penduduk wanita yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo yang masih berusia 45-50 tahun dengan jumlah 270 orang yang tercatat
pada bulan September 2014, adapun sampel penelitian adalah 73 wanita yang
berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo.
Analisa data adalah analisis statistik, digunakan pada data kuantitatif atau
data yang dikuantifikasi (Nursalam, 2008). Analisa data meliputi tiga bagian
yairtu:
a. Analisa univariat adalah analisa yang menggambarkan karakteristik tiap
variabel dari penelitian yang menghasilkan distribusi presentasi dari tiap
variabel (Notoadmojo, 2002). Analisa univariat dilakukan terhadap tiap
5
variabel penelitian melalui distribusi frekuensi dan prosentase yang
ditampilkan dalam bentuk tabel.
b. Analisa bivariat bertujuan menguji hubungan tiap variabel bebas dengan
variabel terikat. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan rumus Kai
kuadrat (χ²)/Chi–Square. Analisa data dengan uji statistik Chi–Square ini untuk
menguji hubungan antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Responden Penelitian
3.1.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasaan, akhlak yang mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Saman, 2007). Pendidikan dalam
kehidupan manusia merupakan sebuah proses yang harus dilakukan sepanjang
hayat. Pada saat ini pendidikan bukan hanya merupakan suatu proses
pembelajaran dalam masyarakat, tetapi sudah berkembang menjadi pusat atau
narasumber dari segala pengetahuan. Pendidikan mempunyai fungsi utama yang
selalu ada dalam perkembangan sejarah manusia yaitu untuk meningkatkan taraf
pengetahuan manusia. Pendidikan merupakan sarana sosialisasi nilai-nilai budaya
yang ada di masyarakat setempat, juga sebagai media untuk mentransmisikan
nilai-nilai baru maupun mempertahankan nilai-nilai lama (Anwarudin, 2008).
Hasil distribusi data tentang pendidikan wanita yang berusia 45-50 yang
tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo diketahui
bahwa 13,7% atau 10 orang mempunyai pendidikan terakhir di Sekolah Dasar
(SD); 65,8% atau 48 orang mempunyai pendidikan terakhir di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) dan 20,5% atau 15 orang mempunyai pendidikan
terakhir di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sehingga dapat diketahui
bahwa sebagian besar wanita yang berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan,
6
Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mempunyai pendidikan terakhir
tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Menurut Mantra (2004) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain
maupun dari media masa. Dan sebagian dari mereka sudah bekerja dalam waktu
yang lama, pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan
menalar secara ilmiah dan etik
3.1.2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk tujuan tertentu
yang dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Manusia perlu bekerja untuk
mempertahankan hidupnya. Dengan bekerja seseorang akan mendapatkan uang.
Uang yang diperoleh dari hasil bekerja tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, uang tersebut harus berasal dari hasil kerja yang
halal. Bekerja yang halal adalah bekerja dengan cara-cara yang baik dan benar.
Jenis pekerjaan ada bermacam-macam. Ada pekerjaan menghasilkan barang dan
ada pula pekerjaan yang menyediakan jasa. Pekerjaan menghasilkan barang dapat
dilihat hasilnya. Adapun pekerjaan memberikan jasa hanya dapat dirasakan
manfaat dari layanannya.
Hasil distribusi data tentang pekerjaan wanita yang berusia 45-50 yang
tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo diketahui
bahwa 15,1% atau 11 orang mempunyai pekerjaan sebagai buruh; 60,3% atau 6
orang mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga; 8,2% atau 6 orang
mempunyai pekerjaan sebagai Pegawai Swasta; 5,5% atau 4 orang mempunyai
pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 11,0% atau 8 orang mempunyai
pekerjaan sebagai wiraswasta, sehingga sebagian besar pasien wanita yang berusia
45-50 yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo
merupakan Ibu Rumah Tangga.
Ibu rumah tangga atau wanita yang tidak bekerja mempunyai peluang waktu
yang lebih banyak untuk memperhatikan kesehatan dirinya. Dengan waktu yang
7
cukup luang menjadikan wanita dapat melakukan kegiatan prefentif atau
pencegahan terhadap segala sumber penyakit yang berisiko, sehingga dengan
tidak bekerja seorang wanita mempunyai waktu yang cukup banyak untuk
melakukan upaya pencegahan osteoporosis.
3.2. Analisis Univariat
3.2.1. Pengetahuan tentang Upaya Pencegahan Osteoporosis
Pengetahuan tentang upaya pencegahan osteoporosis merupakan level
kemampuan seorang responden dalam menjawab pertanyaan tentang pengertian,
penyebab, gejala dan cara mencegah osteoporosis. Berdasarkan hasil penelitian
tentang pengetahuan w anita yang berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan,
Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo dalam upaya pencegaha osteoporosis
diketahui bahwa 45,2% atau 33 orang mempunyai pengetahuan yang baik; 30,1%
atau 22 orang mempunyai pengetahuan yang cukup dan 24,7% atau 18 orang
mempunyai pengetahuan yang kurang, sehingga dapat diketahui bahwa sebagian
besar wanita yang berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mempunyai pengetahuan yang baik dalam upaya
pencegahan osteoporosis.
Salah satu resiko yang dihadapi wanita dengan semakin bertambahnya usia
harapan hidup yang berhubungan dengan kesehatannya adalah keadaan tulang
keropos atau osteoporosis. Osteoporosis dan massa tulang yang rendah saat ini
diperkirakan merupakan ancaman kesehatan yang serius pada wanita dan pria
berusia 50 tahun atau lebih (Cosman, 2009).
Menurut Stanley (2006) jika dibandingkan dengan pria wanita memiliki
resiko lebih tinggi dan lebih cepat terserang osteoporosis, hal ini disebabkan
karena wanita mengalami menopause, yakni berhentinya produksi hormone
esterogen sehingga terjadi penurunan kadar kalsium darah. Menopause sebagai
priode berhentinya haid pada wanita secara alamiah biasanya terjadi pada usia 45-
55 tahun (Syafrudin, 2011). Komplikasi yang dialami pada saat menopause salah
satunya adalah osteoporosis yang merupakan penyakit pengeroposan tulang yang
menimbulkan rasa nyeri dan sangat berpotensi mengalami patah tulang (Spencer,
2008).
8
3.2.2. Sikap terhadap Upaya Pencegahan Osteoporosis
Sikap terhadap upaya pencegahan osteoporosis merupakan respon atau
pendapat yang ditunjukan oleh reponden terhadap pencegahan osteoporosis.
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap wanita yang berusia 45-50 yang tinggal
di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo dalam upaya
pencegaha osteoporosis diketahui bahwa 32,9% atau 24 orang mempunyai sikap
pencegahan yang baik; 37,0% atau 27 orang mempunyai sikap pencegahan yang
cukup dan 30,1% atau 22 orang mempunyai sikap pencegahan yang kurang,
sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar wanita yang berusia 45-50 yang
tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mempunyai
sikap yang cukup dalam upaya pencegahan osteoporosis.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung
atau memihak (favourale) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavourale) pada objek tertentu (Berkowitz dalam Azwar, 2009).
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi social yang dialami individu.
Dalam interaksi social individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya, diantaranya berbagai factor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institute atau lembaga
pendidikan, dan factor emosional dalam diri individu (Azwar, 2009).
3.3. Analisis Bivariat
Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan sikap
pencegahan osteoporosis pada wanita usia 45-50 tahun di Desa Pabelan diketahui
bahwa pada wanita yang mempunyai pengetahuan yang baik dalam upaya
pencegahan osteoporosis sebanyak 48,5% mempunyai sikap yang baik dalam
melakukan upaya pencegahan osteoporosis, 39,4% mempunyai sikap yang cukup
dalam melakukan upaya pencegahan osteoporosis dan 12,1% mempunyai sikap
yang kurang dalam melakukan pencegahan osteoporosis. Hasil ini menunjukkan
adanya kencenderungan bahwa pengetahuan yang baik akan membentuk sikap
yang baik untuk melakukan upaya pencegahan osteoporosis.
9
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang
mempunyai pengetahuan baik, namun sikap pencegahan osteoporosinya termasuk
dalam kategori kurang (12,1%), hal ini disebabkan karena terkadang pengetahuan
yang diperoleh hanya sebatas teori, sehingga implementasinya jarang diterapkan,
akibatnya meskipun sudah mengetahui teori tentang pencegahan osteoporosis,
namun tidak melakukan pencegahan terhadapnya, sebaliknya juga terdapat
responden yang mempunyai pengetahuan kurang, namun justru sikap pencegahan
terhadap osteoporosinya baik (22,2%), ini disebabkan oleh lingkungan atau gaya
hidup sehat yang senantiasa diterapkan dalam kehidupan, sehingga meskipun
secara teori tidak mengetahui secara baik, namun pemahaman terhadap perilaku
hidup sehat tersebut menjadikan responden mempunyai sikap yang baik terhadap
pencegahan osteoporosis. Hal ini relevan dengan penelitian Nanda dan Sudarmiati
(2013) yang menunjukkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan yang
baik dan sikap yang positif maka akan menjadikan perilaku seseorang menjadi
lebih aktif, namun tidak semua sampel melakukan pencegahan osteoporosis secara
aktif.
Pada wanita yang mempunyai pengetahuan yang cukup dalam upaya
pencegahan osteoporosis sebanyak 18,2% mempunyai sikap yang baik dalam
melakukan upaya pencegahan osteoporosis, 45,5% mempunyai sikap yang cukup
dalam melakukan upaya pencegahan osteoporosis dan 36,4% mempunyai sikap
yang kurang dalam melakukan pencegahan osteoporosis. Hasil ini menunjukkan
adanya kencenderungan bahwa pengetahuan yang cukup akan membentuk sikap
yang cukup untuk melakukan upaya pencegahan osteoporosis. Dengan memiliki
pengetahuan tentang osteoporosis secara baik maka direspon secara positif oleh
responden sebelum diwujudkan dalam bentuk perilaku (practice). Dengan
demikian pengetahuan tentang osteoporosis menjadi dasar bagi terbentuknya
sikap dan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia (Tamsuri dan Haren,
2010).
Pada wanita yang mempunyai pengetahuan yang kurang dalam upaya
pencegahan osteoporosis sebanyak 22,2% mempunyai sikap yang baik dalam
melakukan upaya pencegahan osteoporosis, 22,2% mempunyai sikap yang cukup
10
dalam melakukan upaya pencegahan osteoporosis dan 55,6% mempunyai sikap
yang kurang dalam melakukan pencegahan osteoporosis. Hasil ini menunjukkan
adanya kencenderungan bahwa pengetahuan yang kurang akan membentuk sikap
yang kurang untuk melakukan upaya pencegahan osteoporosis. Hal ini disebabkan
bahwa pengetahuan tentang osteoporosis terbukti tidak diikuti dengan perilaku
pencegahan dini penyakit tersebut. Perlunya pelatihan yang aplikatif terjadwal dan
berkesinambungan pada wanita yang datang berobat, dan penelitian lanjutan
dengan sampel dan variabel yang berbeda (Tuegeh, et.al. 2012).
Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai 2hitung = 13,747 dengan p=
0,008. Oleh karena hasil perhitungan menunjukkan bahwa p < 0,05 maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap
pencegahan osteoporosis pada wanita usia 45-50 tahun di Desa Pabelan,
Kartasura, Sukoharjo. Hasil penelitian ini konsiste dengan penelitian Etemadifar,
et.al (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan hidup
dan kesadaran osteoporosis terhadap perilaku pencegahan osteoporosis dan faktor
risikonya.
Menurut Stanley (2006) pencegahan untuk osteoporosis biasanya dilakukan
dengan menekankan pada pengurangan faktor resiko, asupan kalsium dan nutrisi
yang adekuat, aktifitas fisik dan terapi sulih hormon. Departemen kesehatan
bersama Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) mengadakan sosialisasi
pencegahan penyakit ini dengan pencanangan Hari Osteoporosis Nasional pada 20
September 2005. Pemerintah sendiri sudah mengkampanyekan pencegahan
osteoporosis sejak 2002 melaui Menteri kesehatan dan sosialisasinya dilakukan
oleh Departemen kesehatan bersama Perosi pada tingkat nasional yang bertepatan
dengan hari osteoporosis sedunia tanggal 20 Oktober 2002. Ketua Umum Perosi,
Prof Dr dr Irchamsyah A Rachman SpOG mengatakan, osteoporosis merupakan
silent disease yaitu penyakit tanpa gejala. Tanpa disadari penderita, tulangnya
ternyata sudah keropos dan mudah patah (Siswono, 2005).
Jika kita bertanya kepada sekumpulan wanita usia setengah baya (45-50
tahun) mengenai sejauh mana pemahaman mereka terhadap ancaman
osteoporosis, ternyata informasi yang kita dapat sangat beragam. Ada yang
11
beranggapan kondisi tubuhnya aman-aman saja karena selama ini tidak merasakan
adanya keluhan, sehingga dia tidak perlu berjaga-jaga secara berlebihan. Namun,
sebagian ada juga yang sadar akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan
tulang di usia tersebut (Zaviera, 2008)
4. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan
sikap pencegahan osteoporosis yang dilakukan oleh wanita usia 45-50 tahun di
Desa Pabelan dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
a. Wanita yang berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mempunyai pengetahuan yang baik dalam
upaya pencegahan osteoporosis.
b. Wanita yang berusia 45-50 yang tinggal di Desa Pabelan, Kecamatan
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mempunyai sikap yang cukup dalam upaya
pencegahan osteoporosis.
c. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap pencegahan
osteoporosis pada wanita usia 45-50 tahun di Desa Pabelan, Kartasura,
Sukoharjo (p= 0,008).
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran bagi:
4.1.1 Dinas Kesehatan
a. Dinas Kesehatan diharapkan untuk meningkatkan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat, khususnya tentang osteoporosis melalui kegiatan
Posyandu, pertemuan warga, pemasarangan sepanduk, poster dan lain-lain.
b. Melakukan kampanye tentang pentingnya pencegahan osteoporosis
melalui berbagai media cetak dan elektronik, sehingga informasi tentang
osteoporosi pada wanita dapat diperoleh melalui televisi, radio dan lain
sebagainya.
4.1.2 Masyarakat
a. Masyarakat diharapkan senantiasa memperhatikan lingkungan dan
membiasakan diri untuk mengkonsumsi makanan yang dapat mencegah
12
osteoporosis, sehingga dapat meminimalisir terjadinya osteoporosis yang
terlalu dini.
b. Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam meningkatkan pemahaman
wanita dalam upaya pencegahan osteoporosis melalui keluarga, sehingga
dapat membantu wanita untuk mencegah terjadinya osteoporosis.
4.1.3 Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih mendalam
lagi kaitannya dengan upaya pencegahan osteoporosis.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Cosman, Felicia. (2009). Osteoporosis: Panduan Lengkap Agar Tulang Anda
Tetap Sehat, Yogyakarta : B – First.
Etemadifar, Mohammad Reza, et.al. 2013. Relationship of Knowledge About
Osteoporosis with Education Level and Life Habits. World J Orthop 2013
July 18; 4(3): 139-143 ISSN 2218-5836.
Mantra, I. B. 2004. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahya.
Nanda, S. Sudarmiati, S. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Wanita
Premenopause Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di Kelurahan
Srondol Wetan Kecamatan Banyumanik Semarang
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi,
Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Spenser, F. R. 2008. Simple Guide Menopause, Jakarta : Erlangga.
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2, Jakarta : EGC.
Syafrudin. 2011. Himpunan Penyuluhan Kesehatan Pada Remaja, Keluarga,
Lansia Dan Masyarakat, Jakarta : Trans Info Media.
Tamsuri, Anas dan Hareni, Risti Dwi. Hubungan Pengetahuan tentang
Osteoporosis dengan Pencegahan Osteoporosis pada Lanjut Usia di Dusun
Puhrejo Desa Tulungrejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Jurnal AKP.
No. 2.
13
Tuegeh, Johana, Oeitono, Anita dan Tangka, Jon W. 2012. Hubungan
Pengetahuan Wanita dengan Pencegahan Dini Osteoporosis di Poliklinik
Rhematologi BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. JUIPERDO, Vol
1 No. 1.
Zaviera, F. 2008. Osteoporosis: Deteksi Dini, Penanganan dan Terapi Praktis,
Yogyakarta : Kata Hati.