HUBUNGAN ANTARA PEER ATTACHMENT DENGAN
REGULASI EMOSI SISWI DI BOARDING SCHOOL
SMPIT NURUL ISLAM TENGARAN
OLEH
ALIN CHANDRA
802013101
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
HUBUNGAN ANTARA PEER ATTACHMENT DENGAN
REGULASI EMOSI SISWI DI BOARDING SCHOOL SMPIT
NURUL ISLAM TENGARAN
Alin Chandra
Rudangta Arianti Sembiring
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
Abstrak
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk
mengetahui signifikansi hubungan antara Peer Attachment dengan Regulasi
Emosi Siswi di Boarding School SMPIT Nurul Islam Tengaran. Penelitian ini
dilakukan pada siswi kelas VIII dan kelas IX SMPIT Nurul Islam Tengaran,
dengan mengggunakan teknik sampling jenuh. Metode penelitian yang dipakai
dalam pengumpulan data dengan menggunakan Skala Adolescent Emotion
Regulation Questionnaire (AERQ) dari Phillips dan Power (2007) yang
dikembangkan dari berbagai aspek menurut Gross & John 2003, Gratz &
Roemer, 2004, dan Shields & Cicchetti, 1997 yang terdiri dari pengabungan
empat domain respon-respon dari Garber dan Dogde (1991) dan Skala Inventory
of Parent and Peer Attachment (IPPA). Teknik analisa data menggunakan
Pearson Product Moment. Hasil penelitian ini diperoleh koefisien korelasi r =
0,432, N = 188, p > 0,05, one tails. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan
positif yang signifikan antara Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Remaja
yang menjadi siswi di Boarding School SMPIT Nurul Islam Tengaran.
Kata kunci : Peer Attachment, Regulasi emosi, Boarding school
ii
Abstract
This type of research is correlational research that aims to determine the
significance of the relationship between Peer Attachment with Emotion
Regulation in Boarding School Students SMPIT Nurul Islam Tengaran. Research
was conducted on students of class VIII and IX class SMPIT Nurul Islam
Tengaran, by using a saturated sampling technique. The research methods used in
data collection by using Scale Adolescent Emotion Regulation
Questionnaire (AERQ) of Phillips and Power (2007), which developed from
various aspects according to Gross & John, 2003, Gratz & Roemer, 2004, Shields
& Cicchetti, 1997 consisting of merging four domains responses from Garber and
dogde (1991) and Scale Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA). Data
analysis using Pearson Product Moment. The results of this study the correlation
coefficient r = 0.432, N = 188, p> 0.05, one tails. These results indicate a
significant positive relationship between Peer Attachment with Emotion
Regulation Teens who become students at the Boarding School SMPIT Nurul
Islam Tengaran.
Keywords: Peer Attachment, Emotion regulation, Boarding school
1
PENDAHULUAN
Sekolah memiliki pengaruh yang besar bagi anak dan remaja. Di sekolah,
remaja berinteraksi secara sosial dengan bermacam-macam orang, seperti guru,
teman sebaya, petugas tata usaha, dan lain-lain yang berasal dari beragam latar
belakang yang berbeda sosial. Ada berbagai macam jenis sekolah di Indonesia,
salah satunya adalah SMPIT (Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu) Nurul
Islam, sekolah IT atau Islam Terpadu dengan berbasis Boarding School yang di
dalamnya menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan
pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum.
Sekolah Islam Terpadu memberikan tantangan tersendiri bagi para
siswinya, terlebih yang berbasis boarding school selain menyediakan berbagai
fasilitas penginapan untuk siswanya, sistem yang di dalamnya juga berbeda
dengan sekolah pada umumnya. Sekolah Islam Tepadu berbasis boarding school
mengajarkan pendidikan umum pada siang harinya, kemudian pada malam hari di
isi dengan pendidikan agama. Setiap harinya, para siswa melakukan kegiatan
rutin, dimulai dari bangun tidur hingga malam hari. Hal tersebut menuntut siswa
yang berada di dalam sekolah tersebut harus mampu mengatur jadwal serta
mengelola emosi di dalam dirinya (Bamford, dalam Miranti 2012).
Pengolahan emosi dibutuhkan oleh para remaja mengingat remaja muda
dapat merasa seperti orang yang paling bahagia di suatu saat dan kemudian
merasa sebagai orang yang paling malang di saat lain. Remaja muda dapat
merajuk, tidak mengetahui bagaimana caranya mengekspresikan perasaan mereka
secara cukup. Agar emosi-emosi tersebut tidak meluas secara berlebihan maka
diperlukan pengolahan emosi yang disebut dengan regulasi emosi.
2
Beberapa contoh masalah dalam mengelola emosi dapat dilihat dari
kutipan wawancara yang peneliti lakukan dengan salah satu pengasuh di boarding
school SMPIT Nurul Islam Tengaran,’’Rata-rata pada betah disini, mungkin
memang kelas 7 itu memang perlu proses. Tapi hal-hal kayak gitu wajar ketika
kelas 8 atau kelas 9 kadang ingin keluar itu wajar, cuma yang melatarbelakangi
mereka ingin keluar kadang tidak kuatnya itu kadang tugas yang terlalu banyak,
kan macam-macam ini harus tahfidz (menghafal Al-qur’an) karna harus mencapai
target, kadang juga karena masalah pribadi’’.
Pengurus juga mengungkapkan,‘’Rata-rata tidak betah karena masalah
pribadi biasanya, kalau untuk karena sistem asrama tidak pernah. Kalau pribadi
mungkin sama temannya atau dia yang kurang bisa bersosialisasi sehingga
membuat dia itu agak minder jadi pendiam.’’(Wawancara pribadi, September
2016). Penggalan wawancara selanjutnya dengan anak-anak kelas 8 dan 9 :
‘’Saya pernah merasa sedih, sering bosan saat di asrama. Terkadang saya
susah mengungkapkan perasaan saya Kak. Apalagi kalau lagi banyak tugas, saya
pendam aja. Tapi teman deket saya biasanya bertanya kalau saya keliatan tidak
semangat gitu. Jadi ya saya langsung cerita sama dia.’’Ada juga yang
mengungkapkan,‘’Saya kalau bosen atau sedih gitu baca novel atau kalau tidak
masak mie. Kalau tidak, saya sering buat keseruan di kamar, becandaain temen
saya, jahilin temen saya. Kadang sih Kak, sampai nangis karena saya
menyembunyikan barangnya (tertawa).’’
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa siswi kesulitan
mengeskpresikan emosi, kesulitan bersosialisasi, dan kesulitan mengelola emosi
selama berada di boarding school. Kemampuan mengelola dan mengekspresikan
3
emosi merupakan salah satu bagian dari kemampuan regulasi emosi seseorang,
selain proses monitoring dan evaluasi reaksi terhadap emosi (Thompson, 1994;
Zimmerman, 2001).
Telah dikembangkan sebuah regulasi emosi untuk remaja yang disebut
The Regulation of Emotions Questionnaire (AERQ) dari Phillips dan Power
(2007). The Regulation of Emotions Questionnaire (AERQ) ini menggunakan
struktur empat domain respon konseptualisasi pengaturan emosi dari Garber dan
Dogde (1991) yaitu (a). Domain Kognitif, domain ini mengacu pada setiap
aktivitas mental yang digunakan untuk mengatur intensitas atau durasi emosional.
Aktivitas mental dapat mencakup keyakinan, persepsi, imajinasi dan pikiran yang
timbul dari pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain di masa lalu, masa
sekarang dan masa depan. (b). Domain Behavioral, domain ini mengacu pada
tindakan yang dilibatkan dalam mengatur intensitas atau durasi emosional yang
tidak memiliki komponen interaksional atau sosial yang jelas, seperti misalnya
membaca, menonton tv dan mendengarkan musik. (c). Domain Fisiologis, domain
ini mengacu pada setiap sensasi tubuh, perasaan, tanggapan atau fungsi (misalnya,
bernafas atau berkeringat) yang berperan dalam mengatur intensitas atau durasi
emosional. (d). Domain Sosial, domain ini mengacu pada bagaimana interaksi
atau tanggapan seseorang dengan orang lain yang mengatur intensitas atau durasi
emosional. Fokus dari domain ini adalah dampak interpersonal terhadap
kemampuan untuk mengatur emosi. Hal ini dapat tercermin dalam pikiran dan
perilaku, namun ditempatkan dalam konteks sosial atau interaktif.
Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Regulasi Emosi seorang
remaja diantaranya yaitu (a). Hubungan Antara Orangtua dan Anak, hubungan
4
remaja dengan orangtua sangat penting pada masa perkembangan remaja. Remaja
menginginkan pengertian yang bersifat simpatis, telinga yang peka dan orangtua
yang dapat merasakan anak-anaknya memiliki sesuatu yang berharga untuk
dibicarakan (Rice, 1999). Menurut Rice, affect yang berhubungan dengan emosi
atau perasaan yang ada di antara anggota keluarga bisa bersifat positif ataupun
negatif. Affect yang positif antara anggota keluarga merujuk pada hubungan yang
digolongkan pada emosi seperti kehangatan, kasih sayang, cinta dan sensitivitas
(Felson & Zielinski dalam Rice, 1999). (b). Umur dan jenis kelamin, selain itu
juga ada umur dan jenis kelamin. Seorang gadis yang berumur 7-17 tahun lebih
dapat melupakan tentang emosi yang menyakitkan daripada anak-anak laki-laki
yang juga seumuran dengannya (Salovery & Sluyter, 1997). Salovery & Sluyter,
(1997) menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih banyak mencari dukungan
dan perlindungan dari orang lain untuk meregulasi emosi negatif mereka
sedangkan laki-laki menggunakan kekuatan fisik untuk meregulasi emosi negatif
mereka. (c). Hubungan interpersonal, salovery dan sluyter (1997) juga
mengemukakan bahwa hubungan interpersonal dan individual juga memengaruhi
regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan saling memengaruhi sehingga emosi
meningkat bila individu yang ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan
lingkungan dan individu lainnya. Biasanya emosi positif meningkat bila individu
mencapai tujuannnya dan emosi negatif meningkat bila individu kesulitan dalam
mencapai tujuannya. Faktor-faktor lainnya menurut Salovery dan Sluyter (1997)
adalah permainan yang mereka mainkan, program televisi yang mereka tonton,
dan teman bermain mereka dapat memengaruhi perkembangan regulasi mereka.
5
Dari ketiga faktor tersebut hubungan interpersonal menjadi faktor yang
berkaitan dengan hasil wawancara dan pengalaman pribadi peneliti yang juga
pernah menjadi siswi di SMPIT Nurul Islam di mana hubungan dengan teman
menimbulkan masalah selama di asrama. Banyak konflik yang muncul dari
pertemanan yang melibatkan emosi. Selama di asrama interaksi yang banyak
terjadi adalah dengan teman, sehingga faktor hubungan interpersonal sangat
penting.
Memasuki masa remaja hingga dewasa, teman menjadi figur yang lebih
signifikan dibandingkan orangtua. Kelekatan antara individu dengan teman ini
dinamakan peer attachment. Menurut Youniss dan Smollar, Mueller dan Cooper
dalam Mönks (1992) menunjukkan betapa perlunya hubungan dengan peer dan
teman-teman bagi perkembangan anak (peer atau teman setingkat dalam
perkembangannya). Pada remaja awal kata peer biasanya berarti teman sebaya
karena remaja awal secara khusus berhubungan dengan mereka yang memiliki
usia yang sama.
Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang
psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama Bowlby. Kemudian formulasi
yang lebih lengkap dikemukakan oleh Ainsworth pada tahun 1969. Kelekatan
merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui
interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya,
biasanya orang tua (Mc Cartney & Dearing, 2002)
Armsden & Greenberg (2007) menyusun IPPA (Inventory of parent and
peer Attachment) scales yang di dalamnya terdapat aspek komunikasi
(communication), aspek kepercayaan (trust) dan aspek keterasingan (alienation).
6
Ketika usia remaja, individu akan membentuk ikatan lebih erat dengan teman
sebayanya. Ikatan erat dengan teman-teman terbentuk karena adanya jalinan
komunikasi yang baik (Armsden, 1987; Armsden & Greenberg, 2007). Selain
komunikasi, kepercayaan juga merupakan suatu produk dari suatu hubungan yang
kuat, dimana kedua belah pihak merasa bisa bergantung satu sama lain (Armsden
& Greenberg, 2007).
Seperti data wawancara yang peneliti dapat, bahwa anak-anak sering cerita
dengan teman dekatnya maupun pengurus bila sedang merasa sedih atau bosan
saat di asrama. Hal ini membuktikan bahwa ada keterkaitan dengan relasi teman
sebaya dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan (attachment).
Hasil penelitian Buhrmenster dikuatkan oleh temuan Nickerson & Nagle (2005)
bahwa pada masa remaja komunikasi dan kepercayaan terhadap orang tua
berkurang, dan beralih kepada teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan
kelekatan (attachment). Remaja juga membutuhkan afeksi dari remaja lainnya,
dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat. Remaja juga
membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi masalah,
butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius dan
memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan dan perasaan seperti rasa marah,
takut, cemas dan keraguan (Cowie & Wallace, 2000). Remaja akan perlu
bergantung pada orang lain seperti rekan, saudara atau guru untuk memenuhi
kebutuhan kelekatan mereka ketika akses ke sosok kelekatan yang utama mereka
(orang tua) diblokir. Dalam hal ini pula saat mereka bersekolah, apalagi
bersekolah asrama (Boarding School) dan secara fisik dipisahkan dari orang tua
mereka.
7
Pada jurnal terdahulu yang juga membahas mengenai hubungan antara
peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding
school SMA 10 Samarinda menunjukkan hasil terdapat hubungan antara kedua
variabel namun dengan hasil korelasi yang rendah. Peneliti melakukan penelitian
dengan topik yang sama namun memiliki fenomena yang berbeda dari jurnal
terdahulu. Fenomena yang didapatkan oleh peneliti sekarang seperti yang sudah
dijelaskan pada data wawancara di atas. Pemilihan fenomena juga didapatkan dari
pengalaman pribadi peneliti yang pernah menjadi siswi di boarding school
SMPIT Nurul Islam di mana salah satu teman, memiliki banyak masalah selama
di boarding school terkait dengan pengendalian emosi dan pertemanan.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan, peneliti
tertarik untuk mengangkat hubungan antara peer attachment dengan regulasi
emosi remaja yang menjadi siswi di boarding school SMPIT Nurul Islam. Bahkan
dalam penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa strategi regulasi emosi
yang berbeda memiliki hubungan dengan tipe kelekatan seseorang individu
(Magai, 1999; Mikulincer et al., 2003; Shaver & Mikulincer, 2002 ; Crugnolaet.,
2011 dalam Miranti ). Ketika remaja, hubungan orangtua-remaja mulai
merenggang, hal ini disebabkan oleh pubertas yang mengakibatkan penalaran
logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak
tercapai, perubahan di sekolah, rekan sebaya, persahabatan, pacaran dan keinginan
untuk memperoleh kebebasan (Santrock, 2003).
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif
8
antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswi di
Boarding School SMPIT Nurul Islam Tengaran.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel dalam penelitian adalah :
1. Variabel terikat (Y) : Regulasi emosi
2. Variabel bebas (X) : Peer Attachment
Partisipan
Di dalam penelitian ini partisipan dipilih dengan menggunakan teknik
sampling jenuh, teknik sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel dengan
mengambil semua anggota populasi menjadi sampel penelitian (Soegiyono, 2009).
Maka partisipan yang digunakan adalah siswi SMPIT Nurul Islam Tengaran yang
duduk di kelas VIII dan kelas IX yang jika ditotal berjumlah 188 siswi. Dengan
jumlah siswi Jumlah siswi kelas VIII berjumlah 90 siswi dan kelas IX berjumlah
98 siswi.
Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan
tryout alat ukur skala yaitu skala Adolescent Emotion Regulation Questionnaire
(AERQ) dan Skala Peer Attachment yang dilaksanakan pada tanggal 1 November
2016 kepada siswi SMPIT Nurul Islam Tengaran yang dimana dikarenakan
keterbatasan subjek yang menjadi siswi boarding school maka peneliti melakukan
tryout dengan partisipan. Pembagian angket dilakukan dengan menitipkan angket
ke pihak asrama sehingga hasil yang didapat setelah dihitung oleh peneliti tidak
begitu bagus dimana dari keempat domain terdapat satu domain yakni domain
9
behavioral memiliki besaran reliabilitas sebesar 0,461, dimana angka ini
menunjukkan reliabilitas yang kecil.
Di dalam proses awal tryout alat ukur penelitian ini, diakui bahwa
kurangnya pengawasan terhadap partisipan saat pengisian angket, sehingga ada
beberapa item yang kemungkinan membingungkan dan para partisipan tidak
memiliki akses untuk bertanya pada peneliti mengenai makna item tersebut.
Sehingga peneliti harus melakukan pengambilan data tryout yang kedua untuk
menaikan angka reliabilitas salah satu domain yang rendah.
Pengambilan data tryout yang kedua peneliti lakukan pada tanggal 7
Februari 2017 di SMPN 1 Salatiga, dengan jumlah partisipan sebanyak 70 siswa
kelas IX. Setelah melakukan perhitungan salah satu domain dengan reliabilitas
yang semula rendah dapat naik sebesar 0,681 dimana angka ini menunjukkan
reliabilitas cukup. Sehingga peneliti dapat melakukan penyebaran data asli yang
dilakukan pada tanggal 13 April 2017 dengan partisipan siswi SMPIT Nurul Islam
Tengaran yang berjumlah 188 siswi berjalan dengan lancar walaupun hanya ada
beberapa partisipan yang aktif bertanya mengenai beberapa item yang
membingungkan.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
angket atau skala pengukuran psikologi. Angket atau skala merupakan kumpulan
dari pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang diajukan secara
tertulis kepada responden untuk menjawabnya (Sugiyono, 2012).
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu :
10
1. Skala Adolescent Emotion Regulation Questionnaire (AERQ)
Skala yang digunakan merupakan alat ukur yang dikembangkan
untuk regulasi emosi pada remaja dari berbagai aspek menurut Gross &
John 2003, Gratz & Roemer, 2004, dan Shields & Cicchetti, 1997 yang
terdiri dari penggabungan empat domain respon dari Garber dan Dogde
(1991) : Domain Kognitif, Domain Perilaku, Domain Fisiologis dan
Domain Sosial dari Phillips dan Power.
Skala AERQ ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari
80 item yang dikembangkan melalui kombinasi dari empat domain respon
(kognitif, perilaku, fisiologis, durasi), dua fitur emosional (intensitas,
durasi), dan dua valances emosional (menyenangkan, tidak
menyenangkan) dengan 5 pilihan jawaban yaitu, sangat sesuai (SS), Sesuai
(S), Kadang-kadang (KK), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS).
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga keempat skala
AERQ menunjukkan reliabilitas internal yang dapat diterima dengan
koefisien alpha berkisar 0,70-0,89. Hal ini berarti skala AERQ reliable,
karena suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach>
0,05 (Azwar, 2001)
2. Skala Peer Attachment
Skala Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) adalah
skala yang digunakan untuk mengukur kelekatan orang tua dan peer
11
attachment (Armsden, Mc Cauley, Greenberg, Burke, Mitchell 1991).
Peneliti hanya mengambil skala Peer Attachment pada IPPA.
Skala Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA).
Menggunakan skala likert yang terdiri dari 25 item dan menyediakan 5
pilihan jawaban, antara lain : S (Sangat Setuju), S (Setuju), KK (Kadang-
Kadang), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju).
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan
koefisien Alpha pada skala peer attachment 0,92.
Teknik Analisis Data
Perhitungan penelitian ini menggunakan bantuan program statistik SPPS
versi 16.00for windows untuk menguji validitas item pada penelitian ini
menggunakan Pearson Product Moment (Hasan, 1999). Sedangkan untuk menguji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha. Pengujian
normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov, untuk uji
linearitas digunakan ANOVA table of linearity, sedangkan pengujian hipotesisnya
dan korelasi antara hubungan peer attachment dan regulasi emosi menggunakan
Pearson Product Moment.
HASIL ANALISIS DATA
Analisis Deskriptif
Untuk keperluan analisis deskriptf variabel Peer Attachment dan Regulasi
Emosi, maka total jawaban partisipan dikategorikan berdasarkan nilai mean dan
standar deviasi (SD) sebagai berikut:
12
Tabel 1
Norma Statistika Deskriptif
Tinggi (X) > Mean + 0,75SD
Sedang Mean - 0,75SD ≤ X ≤ Mean + 0,75SD
Rendah (X) > Mean - 0,75SD
Menurut Riwidikdo (dalam Ritonga, 1997), aturan normatif yang
menggunakan mean dan standar deviasi di atas hanya berlaku untuk kategorisasi 3
kelas norma. Di bawah ini adalah penjabaran analisa deskripstif untuk masing-
masing variabel yang digunakan di dalam penelitian :
1. Peer Attachment
Dari hasil penelitian diperoleh kategorisasi data untuk variabel Peer
Attachment
sebagai berikut:
Tabel 1
Kategorisasi Pengukuran Variabel Peer Attachment
Interval Kategori N Presentase Mean SD
X > 83,56 Tinggi 31 16,49%
73,19
9,62 65,98 ≤ X ≤ 83,56 Sedang 120 63,83%
X < 65,98 Rendah 37 19,68%
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas siswi memiliki peer attachment
dalam kategori sedang sejumlah 120 orang (63,82%). Sementara siswi yang
memiliki peer attachment rendah sebanyak 37 orang (19,68%) dan sebanyak 31
siswi (16,48%) pada kategori tinggi.
13
2. Regulasi Emosi
Dari hasil penelitian diperoleh kategorisasi data untuk variabel Regulasi
Emosi sebagai berikut:
Tabel 2
Kategorisasi Pengukuran Variabel Regulasi Emosi per domain
Domain Interval Kategori N Presentase Mean SD
Kognitif X > 71,90 Tinggi 43 22,87%
65,63
8,37
59,36 ≤ X≤ 71,90 Sedang 97 51,60%
X < 59,36 Rendah 48 25,53%
Behavioral X > 44,50 Tinggi 37 19,68%
40,05
5,93 35,61≤ X ≤ 44,50 Sedang 103 54,78%
X< 35,61 Rendah 48 25,54%
Fisiologis X > 56,69 Tinggi 37 15,96%
51,92
6,37 47,15≤ X ≤ 56,69 Sedang 124 65,96%
X < 47,15 Rendah 34 18,08%
Sosial X > 14,83 Tinggi 35 18,62%
69,96
8,01 12,73 ≤ X ≤ 14,83 Sedang 112 59,57%
X < 12,73 Rendah 41 21,81%
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswi
mempunyai domain variabel regulasi emosi berada pada kategori sedang, dengan
rincian yakni sebanyak 97 siswi (51,60%) pada domain Kognitif, 103 siswi
(54,78%) pada domain Behavioral, 124 siswi (65,96%) pada domain Fisiologis
dan 112 siswi (59,57%) pada domain Sosial.
Analisis Data
Berikut adalah hasil pehitungan dari kedua skala yang digunakan yaitu
skala pertama Adolescent Emotion Regulation Questionnaire (AERQ) dan Skala
kedua yaitu Skala Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA). Dengan
melakukan uji coba alat ukur terlebih dahulu pada kedua skala tersebut didapatkan
hasilnya seperti berikut:
14
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada skala AERQ menghasilkan reliabilitas untuk ke
empat domainnya masing-masing yaitu domain kognitif sebesar 0,812, domain
behavioral sebesar 0,681, domain fisiologis sebesar 0,831 dan domain sosial
sebesar 0,821.
Pengujian reliabilitas tersebut menyisakan 62 item dengan item gugur
berjumlah 18 item dari item yang awalnya yang berjumlah 80 item dengan
masing-masing domain memiliki 20 item dan menyisakan hasil item perdomain
seperti yang terlihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
Reliabilitas Skala AERQ
Domain Alpha Cronbach Item
Kognitif 0,812 18 buah
Fisiologis 0,831 14 buah
Behavioral 0,681 12 buah
Sosial 0,821 18 buah
Pada skala peer attachment didapatkan realibilitas sebesar r = 0,916, p <
0,05 dengan item gugur sebanyak 5 item yaitu item 5, 10, 22, 4, dan 11 sehingga
item yang tersisa adalah 20 item. Sehingga kedua skala tersebut menunjukan hasil
reliabilitas yang dapat diterima dengan koefisien alpha di atas 0,05 karena suatu
alat ukur dikatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach> 0,05 (Azwar, 2001).
Uji Normalitas
Selanjutnya dilakukan uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji normalitas, uji linearitas dan uji korelasi. Pada uji normalitas yang
dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah dilakukan berdistribusi
15
normal atau tidak dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment.
Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji Kolmogorov-Smirnov.
Tabel 5
Rangkuman Hasil Uji Normalitas Peer Attachment dengan Regulasi Emosi
Variabel K-S-Z Sig
Peer Attachment 0,1277 0,77
Regulasi Emosi 0,762 0,607
Berdasarkan uji normalitas di atas, kedua variabel memiliki signifikansi
p>0,05. Variabel Regulasi Emosi memiliki K-S-Z sebesar 0,762 dengan
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,607 (p>0,05). Variabel Peer
Attachment memiliki K-S-Z sebesar 0,1277 dengan probabilitas atau signifikansi
sebesar 0,77. Dengan demikian kedua variabel berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Pada penggujian linearitas dimana dilakukan untuk mengetahui dua
variabel yang sudah ditetapkan memiliki hubungan yang linear atau tidak. Uji
linearitas dilakukan dengan menggunakan SPPS seri 16.00 for windows. Dari
hasil uji linearitas diperoleh nilai sig. sebesar 0,386 seperti yang terlihat di Tabel 6
di bawah ini:
Tabel 6
Rangkuman Hasil Uji Linearitas Peer Attachment dengan Regulasi Emosi
Variabel Deviation From
Linearity
Peer Attachment dengan Regulasi
Emosi
0,386
16
Uji Korelasi
Setelah melakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji
linieritas. Maka dilakukan uji korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara kedua variabel yang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7
Hasil Uji Korelasi Peer Attachment dan per domain Regulasi Emosi
Variabel
R
Signifikansi
N X Y
Peer
Attachment
Kognitif 0,421 0,000
188 Fisiologis 0,194 0,008
Behavioral 0,430 0,000
Sosial 0,477 0,000
Berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara Peer
Attachment dan Regulasi Emosi sebesar r = 0,432, N = 188, p > 0,05, one tails
yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara peer attachment dan
regulasi emosi pada remaja yang menjadi siswi Boarding School. Hasil uji
korelasi peer attachment dengan empat domain seperti tabel di atas dapat dilihat
bahwa korelasi per domain dengan variabel peer attachment terbesar dimiliki oleh
domain sosial dengan didapatkan (r = 0,477, p < 0,05, one tails). Selanjutnya
domain behavior sebesar (r = 0,430 p < 0,05, two tails) kemudian domain kognitif
sebesar (r = 0,421 p < 0,05, one tails) dan domain fisiologis sebesar (r = 0,194 p <
0,05, one tails).
Diketahui pula bahwa nilai r2
korelasi ini adalah sebesar 0,186. Hal ini
berarti peer attachment memberikan kontribusi terhadap regulasi emosi sebesar
18,66% sedangkan 81,34% dipengaruhi oleh faktor lain.
17
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara regulasi emosi remaja
yang menjadi sisiwi di Boarding School SMPIT Nurul Islam Tengaran,
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara peer attachment dengan
regulasi emosi. Dengan demikian peer attachment memberikan pengaruh terhadap
regulasi emosi seseorang. Sekalipun hasil koefisien korelasi kedua variabel hanya
sebesar 0,432 hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi peer attachment akan
memengaruhi peningkatan regulasi emosi dalam taraf yang cukup dimana
menurut Sarwono (2006) koefisien korelasi sebesar 0,432 termasuk kedalam
kategori korelasi cukup (0,25-0,5).
Selanjutnya, dari ke empat domain di dalam variabel regulasi emosi salah
satu domain memberikan pengaruh yang lebih besar dari domain yang lainnya
dengan peer attachment yaitu domain sosial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ketika seorang remaja mempunyai peer attachment yang baik maka akan
meningkat hubungan sosial yang dimiliki.
Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan
mereka dengan kelekatanya (Nelis & Rae, 2008). Walaupun demikian, pada usia
tersebut seseorang akan memulai membangun hubungan dengan teman
terdekatnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (2001) yang
menganalisa bahwa seseorang remaja yang mampu menjalin hubungan dengan
temannya akan mampu bekerja dengan baik saat memecahkan masalah ketika
mereka merasa binggung dan frustasi.
Neufeld (2004) berpendapat bahwa peer attachment merupakan ikatan
yang melekat yang terjadi antara seorang anak dengan teman-temannya, baik
18
dengan seseorang maupun dengan kelompok sebayanya. Remaja yang memiliki
peer attachment yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara terbuka
emosi negatif yang ia rasakan.
Ketika remaja individu cenderung mencari kedekatan dan kenyaman
dalam bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa
membutuhkannya (hasan, 2009 dalam Miranti). Selain itu dengan memiliki peer
attachment komunikasi dan kepercayaan juga akan tumbuh bersama hubungan
tersebut, dimana kedua belah pihak merasa bisa saling bergantung (Armsden &
Greenberg, 2007).
Ketika hal tersebut terjadi maka akan timbul kemampuan komunikasi yang
nyaman ketika ada sebuah masalah. Ketika individu dapat mengutarakan perasaan
dan masalah yang dialami, mereka memiliki emosi yang lebih stabil dan mampu
meregulasi emosinya.
Dari hasil analisis deskriptif, siswi SMPIT Nurul Islam memiliki tingkat
peer attachment dan regulasi emosi yang tergolong tinggi yaitu 45,21% dan
46,80%. Diperoleh pula dari hasil penelitian bahwa peer attachment memberikan
kontribusi terhadap regulasi emosi sebesar 18,66% sedangkan 81,34%
dipengaruhi oleh faktor lain. Beberapa faktor di luar peer attchment yang dapat
berpengaruh terhadap regulasi emosi remaja yang menjadi siswi di Boarding
School SMPIT Nurul Islam Tengaran antara lain adalah perbedaan individu dalam
meregulasi emosinya yang dipengaruhi oleh temperamenya, perbedaan gaya
attachment dan working models, dan hubungan dengan orangtua yang dapat
memengaruhi pola hubunganya dengan teman sebayanya seperti dalam penelitian
yang dilakukan Arkincon dan Tardif tahun 2001 (dalam shaffer, 2002) didapatkan
19
hasil bahwa remaja yang memiliki pola insecure attachment atau kelekatan tidak
aman dengan orantua di masa kanak-kanak menunjukkan ketidakmampuan
menjalin hubungan dengan teman sebaya, memiliki sedikit teman dekat dan
menunjukkan perilaku menyimpang. Apabila remaja pada masa lalunya mendapat
pola insecure attachment maka hal ini bisa berpengaruh terhadap interaksinya
dengan teman (Rothbart, Ahadi & Evans 2000 dalam Miranti).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pada
penelitian ini dapat diterima. Dimana ada hubungan positif antara peer attachment
dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswi di Boarding school SMPIT
Nurul Islam Tengaran. Setiap domain pada variabel regulasi emosi menunjukkan
adanya korelasi dengan peer attachment dengan demikian maka peer attachment
memberikan pengaruh terhadap kognitif, behavioral, fisiologis dan sosial
seseorang dalam kerangka regulasi siswi di boarding school SMPIT Nurul Islam.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan masih
banyaknya variabel yang dapat dilihat seperti melihat secure dan
insecure terkait peer attachment karena nanti akan dapat melihat pola
kelekatan aman dan tidak aman di dalamnya.
20
2. Penelitian berikutnya juga dapat melihat dan meneliti strategi regulasi
terkait dengan strategi regulasi emosi sehingga dapat dilihat bagaimana
strategi individu dalam meregulasi emosinya.
3. Bagi peneliti yang akan mengunakan angket AERQ, saat melakukan
sebar data diharapkan untuk selalu mendampingi sehingga pemahaman
dalam mengartikan setiap pernyataan tidak akan salah ini pulalah yang
menjadi keterbatasan di dalam penelitian ini yang kemungkinan
mengakibatkan salah satu domain pada variabel regulasi emosi tidak
memiliki hubungan dengan variabel peer attachment
21
Daftar Pustaka
Armsden, G, C.,& Greenberg, M, T. (1987). The inventory of parent and peer
attachment: individual differences and their relationship to psychological
well-being in adolesence. Journal of Youth and Adolescence, 16, 21-26.
Alwi, H. (2003). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Azwar, S. (2012). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burhanuddin, M. (2012). Koefisien Korelasi, Signifikansi, dan Determinasi.
Diakses September 21, 2016 dari:
https://alvinburhani.wordpress.com/2012/06/28/koefisien-korelasi-
signifikansi-determinasi/
Cowie, H., & Wallace, P. (2000). Peer support in action. London: Sage
Publications
Garber, J., & Dodge, K. (Eds.) (1991). The development of emotion regulastion
and dysregulation. Cambridge: Harvard University Press.
Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual Differences in two emotional
regulastion process implications for Affect, relationships, and well-being.
Journal of Personality and Social Psychology, 2, 348-362
Gunarsa, S., D. (2000). Psikologi praktis: anak, remaja, dan keluarga. Jakarta:
Gunung Mulia
Salovery, P. & Sluyter, D,J. (1997). Emotional development and emotional
intelligence. New Tork: Basic Books.
Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif & kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Kostinuk, L., M. (2011). Adolescent emotional questionnaire: development and
validation of a measure of emotion regulation for adolescents. Diakses
September,6 2016 dari https://
era.library.ualberta.ca/files/pk02cb10b/Kostiuk_Lynne_Fall%202011.pdf
Mc Cartney, K. & Dearing, E., (Ed). (2002). Child development. USA : Mc
Millan Refference.
Miranti, R. (2012). Hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi
remaja yang menjadi siswa di boarding school SMA negeri 10 Samarinda.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 8, 1-7
22
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan:
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Nisfiannoor, M.,& Kartika, Y. (2004). Hubungan antara regulasi emosi dan
penerimaan diri kelompok teman sebaya pada remaja. Jurnal Psikologi, 2,
11-15
Phillips, K.F.V.,& Power, M. J. (2007). A new self-report measure of emotion
regulation in adolescent: The regulastion of emotions questionnaire.
Clinical Psychology and Psychotherapy, 14, 145-156
Raichatul, M., J (2015). Regulasi emosi dalam menyelesaikan permasalahan pada
remaja. Journal Psychology, 4, 9-10
Rice, P., F. (1999). The adolescent: development, relationship and culture (9th
ed). Needham Heights, Allyn and Bacon, MA.
Ritonga, R. (1997). Statistika untuk penelitian psikologi dan penelitian. Jakarta:
Lembaga
Santrock, J., W. (2007). Remaja. penerjemah: benedictine widyasinta (Edisi 11).
Jakarta: Erlangga.
Shaffer, D., R.(2002). Childhood and adolescence: development psychology (6th
ed). USA:Wadsworth Group.
Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&b. Bandung:
Alfabeta.
Thompson, G. (1994). Emotion Regulation: A theme In Search of Definition. New
York: John Willey & Son.
Umasugi, S., C. (2009). Hubungan anatar regulasi emosi dan religiusitas dengan
kecenderungan perilaku Bullying remaja. Diakses Desember, 23 2016
dari: http://www.academia.edu/8188074/Hubungan Antara Regulasi
Emosi Dan Religiusitas Dengan Kecenderungan Peilaku Bulliying Pada
Remaja.