HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA
DENGAN KEPATUHAN TERHADAP TATA TERTIB
SEKOLAH DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA
PESERTA DIDIK KELAS XI SMA N 1 JATISRONO
TAHUN AJARAN 2019/2020
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Bimbingan dan Konseling
oleh
Hanna Permata Hanifa
1301415032
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Dengan sesama manusia, pasti akan selalu saling butuh. Dengan aturan Allah harus
tetap selalu patuh. Demikianlah jadi manusia penuh, hidup teduh.
(Hanna Permata Hanifa)
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan antara Konformitas
Teman Sebaya dengan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Ditinjau dari
Jenis Kelamin Pada Peserta Didik Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran
2019/2020”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dengan korelasi rendah pada peserta didik
Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020. Skripsi ini diajukan kepada
Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak lepas dari
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak khususnya Muslikah, S.Pd., M.Pd.,
selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran serta selalu memberikan motivasi dalam menulis skripsi. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di Universitas
Negeri Semarang
2. Dr. Achmad Rifai RC, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memerikan ijin penelitian.
3. Kusnarto Kurniawan, M.Pd.,Kons, Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan
skripsi.
4. Drs. Heru Mugiarso, M.Pd., Kons selaku dosen penguji 1 dan Kusnarto
Kurniawan, M.Pd.,Kons selaku dosen penguji 2 dalam sidang skripsi.
vi
5. Eem Munawaroh, S.Pd., M.Pd, dosen ahli validasi skala instrumen yang
digunakan dalam penelitin ini.
6. Dr. Suharso M.Pd., Kons, Dosen Wali yang membimbing, memberikan arahan
serta motivasi selama berkuliah di Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
7. Bapak dan ibu dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Kepala Sekolah SMA N 1 Jatisrono dan Wakil Kepala Sekolah Kurikulum
SMA N 1 Jatisrono yang telah memberikan izin penelitian.
9. Kedua orang tua, Ayah Hari Subagya Nur dan Ibu Any Krishnadewi tercinta
atas segala doa dan dukungan serta kasih sayangnya.
10. Sahabat-sahabat yang selalu menyemangati.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta
memberikan kontribubsi dalam perkembangan ilmu Bimbingan dan Konseling.
Semarang, Oktober 2019
Peneliti
vii
ABSTRAK
Hanifa, Hanna Permata. (2019). Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya
dengan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Ditinjau dari Jenis Kelamin Pada
Peserta Didik Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020
Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang. Pembimbing : Muslikah, S.Pd, M.Pd
Melalui studi pendahuluan dengan Guru Bimbingan dan Konseling SMA N 1
Jatisrono Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah ditemukan bahwa kepatuhan terhadap
tata tertib pada peserta didik masih dalam kategori rendah. Di sisi lain, peserta didik
dalam usia remaja memiliki karakteristik untuk melakukan konformitas dengan
teman sebaya yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya
hubungan antara konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin dengan
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kuantitatif korelasional. Pengambilan sampel menggunakan simple random
sampling. Sampel dalam penelitian berjumlah 151 peserta didik yang tersebar di
seluruh kelas XI. Alat ukur yang digunakan adalah skala psikologis konformitas
teman sebaya dan skala psikologis kepatuhan terhadap tata tertib. Analisis data
yang digunakan pada uji hipotesis adalah uji korelasional Product Moment
Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan tingkat konformitas teman
sebaya dan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah pada peserta didik laki-laki
maupun perempuan kelas XI berada dalam kategori sedang dan secara umum
ditemukan hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas teman sebaya
dengan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dengan derajat korelasi rendah.
Didapatkan hasil korelasi sebesar 0,261 dengan signifikansi 0,001. Dari hasil
tersebut dapat dipahami bahwa semakin tinggi konformitas teman sebaya maka
semakin tinggi kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. Saran untuk guru Bimbingan
dan Konseling berdasarkan untuk penelitian ini adalah memberikan layanan
konseling inidvidual, bimbingan kelompok dan konseling kelompok bagi peserta
didik yang tidak patuh terhadap tata tertib sekolah.
Kata kunci: jenis kelamin; kepatuhan terhadap tata tertib sekolah; konformitas
teman sebaya.
viii
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 13
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 14
1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 14
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 15
2.2 Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ........................................................ 19
2.2.1 Pengertian Kepatuhan terhadap Tata Tertib .......................................... 19
2.2.2 Penyebab Terbentuknya Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ...... 22
2.2.3 Tipe dan Bentuk Kepatuhan .................................................................. 24
2.2.4 Indikator Kepatuhan ............................................................................. 25
2.3 KonformitasTeman Sebaya ............................................................................. 28
2.3.1 Pengertian Konformitas Teman Sebaya ................................................ 28
2.3.2 Penyebab Terbentuknya Konformitas Teman Sebaya .......................... 29
2.3.3 Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya ............................................ 30
2.3.4 Jenis Kelamin ........................................................................................ 33
2.3.4.1 Pengertian Jenis Kelamin ................................................................... 33
2.3.4.2 Peran Jenis Kelamin, Peran Gender dan Stereotip .............................. 35
2.3.4.3 Perbedaan Sifat Laki-laki dan Perempuan .......................................... 36
2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 38
2.5 Hipotesis .......................................................................................................... 45
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 47
3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian .................................................. 47
3.2.1 Identifikasi Variabel .............................................................................. 47
3.2.2 Hubungan Antar Variabel ..................................................................... 48
3.2.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 48
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................... 49
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................. 49
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ............................................... 50
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ................................................................... 52
3.4.1 Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib ................................................... 52
3.4.2 Skala Konformitas Teman Sebaya ......................................................... 53
ix
3.5 Prosedur Penyusunan Instrumen ...................................................................... 55
3.6 Validitas dan Reliabilitias Instrumen ............................................................... 55
3.6.1 Validitas Instrumen ................................................................................ 55
3.6.2 Reliabilitas Instrumen ............................................................................ 58
3.7 Teknis Analisis Data ........................................................................................ 59
3.7.1 Teknik Deskriptif Persentase ................................................................. 60
3.7.2 Teknik Analisis Statistik Deskriptif Frekuensi dan Teknik Analisis
Uji Beda Independent Sample T-test ..................................................... 61
3.7.3 Teknik Analisis Korelasi Carl Pearson Product Moment ..................... 62
3.7.4 Uji Hipotesis ......................................................................................... 63
3.7.4.1 Uji Normalitas ..................................................................................... 63
3.7.4.2 Uji Linearitas Data .............................................................................. 63
3.7.4.3 Uji Homogenitas ................................................................................. 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 65
4.1.1 Tingkat Konformitas Teman Sebaya Kelas XI SMA N 1 Jatisrono
Tahun Ajaran 2019/2020 ....................................................................... 65
4.1.2 Konformitas Teman Sebaya ditinjau dari Jenis Kelamin Kelas XI
SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ....................................... 68
4.1.3 Tingkat Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Kelas XI SMA N 1
Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020........................................................ 71
4.1.4 Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ditinjau dari Jenis
Kelamin Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ......... 74
4.1.5 Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya Ditinjau dari Jenis
Kelamin dengan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Kelas XI
SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ....................................... 77
4.2 Pembahasan ...................................................................................................... 81
4.2.1 Tingkat Konformitas Teman Sebaya Ditinjau dari Jenis Kelamin
Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ....................... 81
4.2.2 Tingkat Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Ditinjau dari Jenis
Kelamin Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ......... 86
4.2.3 Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya Ditinjau dari Jenis
Kelamin dengan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Kelas XI
SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ....................................... 88
4.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 93
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan .......................................................................................................... 94
5.2 Saran ................................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 95
LAMPIRAN ......................................................................................................... 101
x
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
2.1 Karakteristik Jenis Kelamin dan Gender.......................................................... 34
2.2 Aspek Emosional dan Spiritual antara Laki-laki dan Perempuan .................... 36
3.1 Persebaran Peserta Didik Kelas XI Setiap Kelas ............................................. 50
3.2 Pesebaran Populasi dan Sampel Setiap Kelas .................................................. 51
3.3 Perskoran Jawaban Instrumen Skala Psikologis .............................................. 52
3.4 Kisi-Kisi Instrumen Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah
Sebelum Try-Out .............................................................................................. 53
3.5 Kisi-Kisi Instrumen Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Try-Out ..... 54
3.6 Kisi-Kisi Instrumen Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah
Sesudah Try-Out ............................................................................................... 56
3.7 Kisi-Kisi Instrumen Skala Konformitas Teman Sebaya Sesudah Try –Out .... 57
3.8 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepatuhan Terhadap Tata Tertib Sekolah ........... 58
3.9 Hasil Uji Reliabilitas Skala Konformitas Teman Sebaya ................................ 59
3.10 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 60
3.11 Kategori Tingkat Hasil Instrumen Skala Psikologis ...................................... 61
3.12 Interpretasi Koefisien Nilai r .......................................................................... 63
4.1 Kategori Tingkatan Variabel Konformitas Teman Sebaya .............................. 66
4.2 Persentase Konformitas Teman Sebaya Per-Indikator ..................................... 67
4.3 Kategori Tingkatan Variabel Konformitas Teman Sebaya pada Peserta
Didik Laki-laki dan Perempuan ....................................................................... 68
4.4 Persentase Konformitas Teman Sebaya Per-Indikator pada Peserta Didik
Laki-laki dan Perempuan ................................................................................ 69
4.5 Hasil Uji Homogenitas Konformitas Teman Sebaya ...................................... 71
4.6 Kategori Tingkatan Variabel Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah .......... 72
4.7 Persentase Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Per-Indikator ................. 73
4.8 Kategori Tingkatan Variabel Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah pada
Peserta Didik Laki-laki dan Perempuan.......................................................... 74
4.9 Kategori Tingkatan Variabel Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Per-
Indikator pada Peserta didik Laki-laki dan Perempuan ................................. 76
4.10 Hasil Uji Homogenitas Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ................. 77
4.11 Hasil Uji Normalitas Dengan Kolmogorov-Smirnov ................................... 78
4.12 Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson ................................................ 79
4.13 Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson Berdasarkan Jenis Kelamin .... 79
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman
2.1 Keranga Berpikir .............................................................................................. 45
3.1 Hubungan Antarvariabel .................................................................................. 48
3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen Penelitian ..................................................... 55
4.1 Gambaran Konformitas Teman Sebaya pada Peserta Didik Kelas XI SMA
N 01 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ......................................................... 66
4.2 Gambaran Konformitas Teman Sebaya Per-Indikator pada Peserta Didik
Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 .................................. 67
4.3 Gambaran Konformitas Teman Sebaya pada Peserta Didik Laki-laki dan
Perempuan Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 .............. 69
4.4 Gambaran Konformitas Teman Sebaya Per-Indikator pada Peserta Didik
Laki-laki dan Perempuan Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran
2019/2020 ....................................................................................................... 70
4.5 Gambaran Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Peserta Didik Kelas XI
SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ................................................ 72
4.6 Gambaran Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Per-Indikator pada
Peserta Didik Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ......... 73
4.7 Gambaran Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Peserta Didik Laki-laki
dan Perempuan Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun Ajaran 2019/2020 ...... 75
4.8 Gambaran Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Per-Indikator Peserta
Didik Laki-laki dan Perempuan Kelas XI SMA N 1 Jatisrono Tahun
Ajaran 2019/2020 ............................................................................................ 76
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Studi Pendahuluan
1.1 Pedoman Wawancara ............................................................................... 102
1.2 Hasil Wawancara ....................................................................................... 103
1.3 Skala Study Pendahuluan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ....... 105
2. Skala Instrumen Penelitian Sebelum Try Out
2.1 Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Sebelum Try Out ............ 107
2.2 Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Try Out ................................ 109
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................. 111
4. Uji Analisis Data
4.1 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ..... 113
4.2 Hasil Uji Reliabilitas Konformitas Teman Sebaya ................................... 113
4.3 Hasil Uji (Prasyarat) Normalitas ............................................................... 113
4.4 Hasil Uji (Prasyarat) Linearitas ................................................................. 114
4.5 Hasil Uji (Prasyarat) Homogenitas Konformitas Teman Sebaya .............. 115
4.6 Hasil Uji (Prasyarat) Homogenitas Kepatuhan terhadap Tata Tertib
Sekolah ...................................................................................................... 116
4.7 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Persentase Konformitas Teman
Sebaya ...................................................................................................... 116
4.8 Hasil Analisis Deskriptif Frekuensi Konformitas Teman Sebaya
Ditinjau dari Jenis Kelamin ...................................................................... 117
4.9 Hasil Uji Beda Independent Sampel T-test Konformitas Teman Sebaya
Ditinjau dari Jenis Kelamin ..................................................................... 117
4.10 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Persentase Kepatuhan terhadap Tata
Tertib Sekolah ......................................................................................... 118
4.11 Hasil Analisis Deskriptif Frekuensi Kepatuhan terhadap Tata Tertib
Sekolah Ditinjau dari Jenis Kelamin ....................................................... 119
4.12 Hasil Uji Beda Independent Sampel T-test Kepatuhan terhadap Tata
Tertib Sekolah Ditinjau dari Jenis Kelamin ........................................... 120
4.13 Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson .......................................... 120
5. Skala Instrumen Penelitian Setelah Try Out
5.1 Skala Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah Setelah Try Out .............. 122
5.2 Skala Konformitas Teman Sebaya Setelah Try Out .................................. 124
6. Tabulasi Data ................................................................................................... 123
7. Penilaian Validasi Ahli
7.1 Penilaian Validasi Instrumen Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah ... 127
7.2 Penilaian Validasi Instrumen Konformitas Teman Sebaya ...................... 129
8. Surat Keterangan
8.1 Surat Keterangan Telah Melakukan Studi Pendahuluan .......................... 131
8.2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Skripsi ............................ 132
9. Dokumentasi Penelitian ................................................................................... 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini merupakan bagian pertama skripsi yang memuat
uraian (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4)
kegunaan penelitian.
1.1 Latar Belakang
Peserta didik dalam hal ini adalah remaja, mereka adalah makhluk
individual sekaligus sosial. Sebagai manusia, mereka tidak hanya berkutat dengan
urusannya sendiri. melainkan memiliki banyak singgungan dengan orang lain.
Dengan teman sebaya, dengan instansi terkait dimana ia berkegiatan bahkan dengan
pranata dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Di sisi lain, seiring dengan perkembangan jaman, setiap individu dituntut
untuk memiliki kualitas yang unggul. Untuk itu proses pendidikan diperlukan untuk
mempersiapkannya. Melalui proses tersebut, seorang pribadi dapat membekali diri,
mengembangkan karakter yang dimiliki dan mengaktualisasikan dirinya dengan
tepat. Sehingga fungsi sekolah pada era sekarang sudah lebih dari sekedar penyedia
ilmu dan wawasan yang sering kali sebatas teori dan hafalan. Melainkan, sekolah
dituntut mampu membangun dan mengembangkan karakter diri setiap peserta didik
menjadi tangguh dan siap bersaing di masyarakat serta dunia kerja. Untuk itu, fokus
lembaga pendidikan juga mencakup pada pendidikan karkater. Dimana hal ini
dikembangkan melalui praktek-praktek pembiasan setiap hari.
2
Hal ini patut menjadi perhatian bersama mengingat Indonesia tergolong
sebagai salah satu negara anggota PBB dengan indek pengembangan sumber daya
manusia yang rendah. Mengacu pada United Nation Development Program
(UNDP) tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 116 dari 189 negara. Lebih
lanjut, Rusnaeni (2016:15) menambahkan fenomena di lapangan, ranah pendidikan
Indonesia masih berkutat dengan masalah yang kompleks terkait maraknya
degradasi moral peserta didik yang bahkan muncul di lingkungan sekolah. Maka
semakin terasa urgensi pendidikan karakter pada lembaga pendidikan.
Riyono (2016:6) menyebutkan salah satu cara membiasakan pembentukan
karakter yang baik pada peserta didik dapat dimulai melalui diterbitkannya tata
tertib sekolah. Mengingat dalam tata tertib sekolah, segala tingkah laku individu
yang terlibat, dalam hal ini seluruh penduduk sekolah terikat untuk mematuhi tata
tertib yang sudah disepakati tersebut. Dikuatkan oleh Martin (2018:17) bahwa
keterlibatan seluruh stakeholder sekolah dianggap sebagai kunci tegaknya
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah.
Rahmawati (2015:3) mengajukan definisi bahwa kepatuhan dianggap
sebagai sikap dan perilaku tunduk pada aturan atau perintah yang dilakukan secara
sadar. Senada dengan kesimpulan yang diajukan Winahyu dan Sumaryati (2013:
140) bahwa yang dimaksud kepatuhan berarti menerima dan menyesuaikan dirinya
terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, bisa berupa
lembaga, organisasi, instansi atau seseorang yang memiliki kuasa. Sedangkan
menurut Baron (2014:253) kepatuhan atau obedience merupakan pemenuhan
harapan, permintaan, atau perintah yang tegas.
3
Juniartika (2014:1) menyebutkan peserta didik diharapkan mampu
menunjukkan kepatuhan yang baik karena hal ini dianggap sebagai tanda bahwa
peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap tuntutan dan tugas yang
dipercayakan kepadanya. Lebih luas lagi, dijelaskan oleh Rahmawati dan Arsana
(2014 dalam Amal dan Diana, 2019:50) bahwa melalui kepatuhan terhadap tata
tertib yang diberlakukan di sekolah yang dianggap sebagai dunia miniatur bagi
peserta didik dalam memainkan peran sosialnya di masyarakat, dapat melatih
peserta didik membiasakan diri mengenali dan menyesuaikan tingkah lakunya
sebagai anggota kelompok yang memiliki norma yang harus disepakati. Normasari
dan Rabiatul (2013:321) pernah menyebutkan Indonesia Heritage Foundation
mengemukakan bahwa kepatuhan termasuk dalam 9 pilar nilai, moral dan karakter
yang perlu diajarkan kepada anak-anak.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru
Bimbingan dan Konseling dan menyebarkan skala kepatuhan terhadap tata tertib
sekolah pada kelas XI MIPA 2 dan XI IPS 2 pada tanggal 14 Februari 2019 sebagai
data awal di sekolah tersebut, ditemukan banyak peserta didik yang menunjukkan
sikap kepatuhan terhadap tata tertib yang rendah. Dengan hasil persentase
perhitungan skala pendahuluan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah sebesar
51,48% yang termasuk dalam kategori rendah.
Didapatkan informasi bahwa sikap ketidakpatuhan peserta didik masih
menjadi salah satu permasalahan utama di SMA N 1 Jatisrono meski sudah
dilakukan upaya sosialisasi dan pemasangan tata tertib sekolah di masing-masing
mading kelas. Pihak sekolah, baik Waka Kesiswaan maupun guru Bimbingan dan
4
Konseling sudah melakukan upaya penanganan dan pelayanan bagi peserta didik
yang terbukti melakukan tindakan ketidakpatuhan. Namun, tindak ketidakpatuhan
masih saja terjadi dan berulang.
Pihak sekolah berupaya mewujudkan kondisi ideal yang kondusif untuk
keberlangsungan kegiatan belajar dan mengajar di sekolah, yaitu peserta didik yang
patuh dengan tata tertib. Didukung dengan sikap yang mendukung oleh seluruh
stakeholder sekolah. Meskipun SMA N 1 Jatisrono merupakan sekolah menengah
atas pada tingkat kecamatan, pihak sekolah berusaha memberikan fasilitas ilmu
pengetahuan dan wawasan serta pendidikan karakter yang baik. Namun, ada banyak
faktor yang mempengaruhi sikap kepatuhan peserta didik. Berdasarkan pemaparan
guru Bimbingan dan Konseling dalam wawancara studi pendahuluan menyebutkan,
pola kebiasaan masyarakat desa cukup mempengaruhi sikap kepatuhan terhadap
tata tertib yang diterbitkan oleh pihak sekolah. Termasuk di dalamnya adalah
bagaimana peserta didik berteman dan bergaul dengan teman sebayanya.
Menurut Willis (2004:31 dalam Himawan dan Turhan, 2014:2014)
menyebutkan beberapa kategori bentuk pelanggaran yang dilakukan peserta didik
diantaranya adalah (1) pelanggaran ringan seperti membolos, malas belajar,
kesulitan belajar, bertengkar, berkelahi, suka ramai di dalam kelas, tidak
mengerjakan tugas, terlambat datang ke sekolah, tidka ikut upacara bendera, (2)
pelanggaran sedang seperti berpacaran, berkelahi antarsekolah, menyalahgunakan
uang SPP, merokok dan (3) pelanggaran berat seperti membawa minuman keras,
narkoba, hamil, membawa senjata tajam, menodong dan perilaku yang mengarah
pada tindak kriminal. Mengacu pada kategori ketidakpatuhan yang disampaikan
5
Willis tersebut, jenis ketidakpatuhan yang dilakukan oleh peserta didik SMA N 1
Jatisrono rata-rata tergolong pada pelanggaran ringan dan sedang. Mengingat
tindak ketidakpatuhan ini terjadi pada peserta didik, terjadi karena sebagai individu
remaja yang merupakan fase “badai” dimana ketegangan emosi meninggi. Hal ini
pernah disampaikan oleh Hurlock (2001:212).
Idealnya, peserta didik dapat memiliki kepahaman akan tujuan bersekolah,
fungsi tata tertib sekolah, urgensi memiliki sikap dan perilaku patuh terhadap tata
tertib serta dampak terus-menerus bertindak tidak patuh untuk jangka panjang.
Sehingga sikap patuh terhadap tata tertib sekolah muncul dari kesadaran pribadi
peserta didik. Apabila sikap ketidakpatuhan peserta didik dibiarkan maka yang
terjadi adalah terbentuknya pribadi peserta didik yang tidak disiplin, tidak mampu
menyesuaikan diri dan memainkan peran sosialnya dengan baik. Dikhawatirkan
muncul dampak negatif jangka panjang pada pencapaian tahapan tugas
perkembangan peserta didik yang membuatnya menjadi pribadi yang terganggu
kehidpan efektif kesehariannya.
Sikap kepatuhan dalam diri peserta didik disebabkan oleh banyak hal.
Menurut Brown (Rahmawati, 2015:4) penyebab terbentuknya kepatuhan yang
datang dari dalam diri meliputi kemampuan mengendalikan diri, keadaan emosi dan
kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Kemudian peyebab dari luar diri
meliputi keluarga, hubungan dengan teman sebaya, keadaan dan situasi sekolah
seperti peratuan yang berlaku, demografi (usia, jenis kelamin) serta jenis sangsi
yang diberlakukan para guru kepada peserta didik yang tidak patuh.
6
Terdapat dua faktor eksternal yang menarik perhatian peneliti. Yaitu faktor
hubungan teman sebaya dan jenis kelamin. Dari sekian banyak hubungan teman
sebaya, salah satu hubungan yang terjadi pada kalangan teman sebaya adalah
konformitas teman sebaya. Untuk peserta didik yang berada di usia sekolah tingkat
SMA/SMK sederajat, dimana berarti mereka berada di usia remaja, faktor eksternal
atau lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan.
Peserta didik pada tahap ini memiliki kecenderungan kuat untuk
menampilkan konformitas teman sebaya. Naviarta (2018:35) merangkum bahwa
yang dimaksud dengan konformitas teman sebaya adalah upaya menyamakan
tingkah laku seperti teman-teman yang seusia dan memilikki karakteristik lain yang
cenderung sama dengannya. Septiyuni, dkk (2015:2) menjelaskan bahwa
lingkungan kelompok teman sebaya menjadi lahan bagi remaja untuk
mengembangkan kepribadian.
Melalui nilai-nilai yang diterima dari keluarga kemudian meluas pada
lingkungan pertemanan ini, remaja mulai menyusun identitas dirinya. Remaja
dihadapkan pada pilihan untuk terus mempertahankan nilai yang ditanamkan oleh
keluarga atau memilih keyakinan yang diakui oleh teman sebayanya demi
mendapat penerimaan sosial dan bagaimana sebagai anggota kelompok
mengkomunikasikan sudut pandangnya yang bisa jadi bertentangan dengan
pendapat kelompok. Ditegaskan oleh Santrock (2007:23) bahwa disini remaja
dituntut untuk belajar untuk mandiri, menangani konflik yang mungkin saja muncul
dengan orang tua maupun dengan keinginannya yang cenderung lebih dekat dan
terikat dengan teman sebayanya.
7
Senada dengan yang disampaikan oleh Saputro dan Triana (2012:4) bahwa
pada fase ini, teman sebaya adalah hal yang sangat berarti dan berpengaruh pada
diri seorang remaja. Pendapat yang diajukan oleh Suryawati dan Maryati (2006
dalam Hartati, 2013:25) menyebutkan bahwa salah satu berbaur dengan masyarakat
atau lingkungan adalah dengan cara melakukan konformitas.
Lebih lanjut, Husna (2016:35) menjelaskan bahwa apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik dan bijak dengan nilai yang diakui kelompok
teman sebaya, maka ia akan dikucilkan dari kelompok teman sebaya. Sebaliknya,
apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan baik dan bijak, maka ia akan diterima.
Selain disebabkan karena kelompok teman sebaya adalah sesuatu yang berarti bagi
remaja, hal ini juga disebabkan karena konformitas yang terjadi pada teman sebaya
merupakan sebuah tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya yang
memiliki pengaruh kuat dalam “memaksa” individu untuk mengikuti perilaku-
perilaku tertentu pada kelompoknya. Pernyataan tersebut diajukan oleh Zebua dan
Nurjayadi (2011 dalam Abidin dan Saeful, 2017:104). Fauziyah (2014: 21)
menambahkan, bahkan ketika tingkah laku yang dilakukan kelompok tersebut
bertentangan dengan prinsip individu, ia akan tetap melakukannya semata agar
dapat diterima kelompok.
Pada kenyataannya, konformitas yang terjalin antara teman sebaya dapat
mengarah pada hal yang baik dan juga sebaliknya, mengarah pada yang tidak baik.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Sudyastuti dan Heru (2016: 25) bahwa
konformitas yang berkembang dalam kelompok teman sebaya yang menganut
norma kelompok positif, sesuai moral dan agama yang dapat
8
dipertanggungawabkan, besar kemungkinan akan diikuti oleh seluruh anggota
kelompok. Mereka akan terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik.
Pun sebaliknya. Mereka akan terdorong untuk melakukan kegiatan yang maladaptif
apabila berbaur pada kelompok teman sebaya yang menganut norma kelompok
yang negatif.
Seperti yang disebutkan oleh Rosita (2017:3-4) bahwasanya orang yang
berkumpul dengan orang-orang yang memiliki karakter-karakter baik seperti jujur,
rajin dan patuh, maka cepat atau lambat akan meniru perilaku tersebut sehingga
menjadi karakternya. Begitu pula sebaliknya. Hal ini menyimpan potensi bahwa
ada kemungkinan individu mengikuti pendapat dan keputusan dari kelompok teman
sebayanya. Sekalipun untuk melakukan hal yang kurang baik. Dalam aspek
kehidupan bersosial di lingkungan sekolah, peserta didik dengan kecenderungan
memiliki keintiman dengan teman sebaya yang tinggi menjadikan pendapat
kelompok sebagai keputusan bersama untuk diikuti.
Menurut Hidayati (2016:32) hal ini menjadi bahaya ketika seseorang
terpapar konformitas yang bersifat negatif sehingga berpengaruh pada kegagalan
dalam membentuk identitas pribadi yang sesuai. Yaitu pribadi yang tidak dapat
memilah mana tindakan yang dibenarkan secara moral dan yang tidak. Dampak
lebih luasnya adalah seseorang ini mungkin mendapat penolakan dari kalangan
sosialnya. Terlebih, Desmita (2005 dalam Hasnah, dkk, 2015:24) menyebutkan
remaja rentan mengalami kesepian, gangguan kesehatan mental bahkan
kecenderungan melakukan kriminal ketika ditolak dan diabaikan dari kalangannya.
9
Seperti yang dikuatkan oleh Rosmayanti, dkk (2017:52) bahwa manusia
cenderung memiliki perasaan takut tidak diterima oleh kelompoknya bilamana ia
berbeda, tidak mendapat persetujuan kelompok, ia menghindari dari mendapat
celaan oleh kelompok, maka ia memilih untuk melakukan konformitas dengan
teman sebayanya. Secara konkrit dijelaskan oleh Febriyani dan Endang (2016:142)
bahwa salah satu hal yang dapat menimbulkan perasaan takut untuk menjadi
berbeda dari kelompok teman sebaya adalah mendapatkan perlakuan yang tidak
menyenangkan, seperti diejek dan dicela oleh anggota kelompok yang lebih kuat.
Menjadi berbeda dari kelompok serta norma sosial yang diakui akan menimbulkan
perasaan dikucilkan dan memiliki pengahargaan yang rendah dari lingkungan
dimana ia bersosialisasi. Hal ini Ceilindri dan Meita (2016:66) ajukan sebagai
alasan kuat seseorang untuk melakukan konformitas dengan teman sebayanya.
Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan ketika hendak
memahami apa yang terjadi pada seorang individu. Hal ini berpengaruh pada
bagaimana gender seseorang berperan dalam keterlibatannya di kehidupan
bermasyarakat. Menurut Baron dan Byrne (2004:187), jenis kelamin didefinisikan
sebagai sebutan biologis untuk membedakan laki-laki dan perempuan. Sedangkan
gender lebih mengacu pada segala atribut yang melekat pada seseorang sehingga
atribut tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan masing-masing adalah
laki-laki atau perempuan.
Kecenderungan untuk melakukan konformitas ternyata ditemukan berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Remaja perempuan memiliki kecenderungan
melakukan konformitas yang lebih tinggi terhadap kegiatan-kegiatan dan nilai-nilai
10
yang diakui oleh teman sebayanya. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal
ini. Salah satunya alasannya disampaikan oleh Sears (2009 dalam Istiana, 2018:37)
bahwa perempuan membutuhkan rasa aman yang sangat besar. Sebagai sosok yang
lemah lembut, bijaksana dan mudah empati dengan keadaan orang lain, maka ia
lebih mudah melakukan konformitas dengan lingkungan yang memiliki tekanan
dan meminta kepatuhan dari anggotanya. Alasan lain disampaikan oleh Richmond-
Abbott (2012 dalam Sartika, 2009:16) menyebutkan bahwa sebagai makhluk
perasa, kecenderungan untuk mendapatkan penguatan emosional lebih dibutuhkan
oleh remaja perempuan. Hal ini bertentangan dengan yang dilakukan oleh laki-laki.
Baron dan Byrne (2004:198) menyebutkan mereka lebih mampu melakukan
introspeksi diri yang terpusat pada ego mereka. Sehingga lebih mampu untuk tidak
terpengaruh oleh tekanan yang ada dari kelompok teman sebaya.
Karkateristik peserta didik perempuan dan laki-laki dalam hal kemampuan
melakukan konformitas memiliki potensi yang tidak baik apabila terjadi secara
berlebihan. Apabila peserta didik perempuan menjadi terlalu konformis dengan
tekanan dan keputusan kelompok, maka ia akan kehilangan jati dirinya sendiri
karena terlalu menerima dan menuruti tuntutan kelompok tanpa mampu
menyuarakan pendapatnya. Semata demi mendapat penerimaan dan tetap diakui
sebagai anggota kelompok. Sedangkan, apabila peserta didik laki-laki terlalu
mengedepankan kecenderungan sikap agresif, terlalu egosentris dan tidak mampu
menampilkan perilaku konformitas yang tepat, dikhawatirkan tidak dapat
membangun relasi sosial yang baik dengan lingkungan pertemanan dan masyarakat
secara umum.
11
Di sisi lain, perbedaan jenis kelamin tidak hanya memunculkan perbedaan
pada konformitas teman sebaya peserta didik. Melainkan dapat secara langsung
mempengaruhi sikap kepatuhan peserta didik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Brown, dkk (Rahmawati, 2015:4) terkait faktor-faktor kepatuhan itu sendiri, yaitu
faktor eksternal yang salah satunya adalah jenis kelamin.
Mengacu pada karakteristik laki-laki dan perempuan, dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sankaran dan Bui (2003 dalam Normadewi, 2012: 33) menunjukkan
hasil bahwa seorang perempuan memedulikan sikap sopan santun yang diterima
orang lain dan konsekuensi yang menyertainya apabila melanggar ketimbang laki-
laki. Perempuan memiliki kecenderungan untuk mudah terpengaruh, kurang
merdeka, tidak menyenangi sikap agresif, dan lebih pasif. Sedangkan laki-laki lebih
menyenangi situasi agresif, sangat bebas dan tidak mudah terpengaruh serta lebih
merdeka, seperti yang disampaikan oleh Ratnasari (2017:29). Hal ini dapat
dimaknai bahwa perempuan akan lebih mudah untuk menampilkan sikap kepatuhan
daripada laki-laki.
Sehingga dapat dimaknai, apabila peserta didik bergaul dengan teman
sebaya yang tidak patuh terhadap tata tertib sekolah, maka keputusan dan pendapat
yang diambil kelompok teman sebaya untuk tidak patuh terhadap tata tertib sekolah
akan menjadi keputusan bersama yang disepakati dan dilaksanakan. Meski bisa jadi
hal ini dilakukan hanya semata untuk tetap aman berada dalam kelompok teman
sebayanya dan bertentangan dengan dirinya sendiri. Begitu pun sebaliknya. Dimana
peserta didik perempuan memiliki kecenderungan lebih kuat mengikuti keputusan
yang diakui oleh kelompok teman sebayanya daripada peserta didik laki-laki.
12
Penjelasan tersebut merupakan keterkaitan konformitas teman sebaya dan jenis
kelamin terhadap kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. Asumsi dalam penelitian
ini adalah konformitas teman sebaya yang terjadi di kalangan peserta didik
perempuan dan lelaki memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan sikap
kepatuhan terdapat tata tertib sekolah.
Apabila konformitas teman sebaya ditinjau jenis kelamin terbukti memiliki
hubungan signifikan dengan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah, maka hal ini
dapat dijadikan masukan bagi guru Bimbingan dan Konseling. Mengingat fungsi
guru Bimbingan dan Konseling di sekolah tidak hanya membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah yang dihadapi. Namun juga mencegah terjadinya
suatu masalah.
Dibutuhkan peran dan keterlibatan secara aktif dari guru Bimbingan dan
Konseling dalam membimbing peserta didik untuk dapat mewujudkan perilaku
kepatuhan pada tata tertib sekolah. Keterlibatan aktif guru Bimbingan dan
Konseling dalam hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman guru
Bimbingan dan Konseling terkait adanya karakteristik konformitas teman sebaya
pada kalangan peserta didik.
Sehingga dapat dijadikan acuan pembuatan layanan yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik yang memiliki kecenderungan lebih dekat dengan teman
sebaya dan penyesuaian yang tinggi terhadap kelompoknya guna meningkatkan
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah. Selebihnya,
dengan menekankan peran konformitas teman sebaya guna meningkatkan
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah dalam pembuatan layanan dan
13
program Bimbingan dan Konseling serta dapat mengangkat kebermanfaatan dan
kebermartabatan fungsi seorang guru Bimbingan dan Konseling di sekolah yang
sering dimiskonsepsikan sekedar sebagai polisi sekolah. Mengingat guru
Bimbingan dan Konseling di sekolah memiliki fungsi pencegahan, pengentasan
masalah dan pengembangan.
Hal ini dapat dilakukan dengan pemberikan layanan berupa konseling
individu, bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Konseling individu
diharapkan dapat menjadi layanan kuratif bagi peserta didik yang masih terbukti
melakukan tindak ketidakpatuhan terhadap tata tertib sekolah. sedangkan, melalui
bimbingan kelompok dan konseling kelompok, guru Bimbingan dan Konseling
dapat memanfaatkan peran dinamika kelompok dan teman sebaya. Layanan
bimbingan kelompok dan konseling kelompok dapat menjadi fungsi layanan
pemahaman dan pengembangan sehingga peserta didik mengerti urgensi
menampilkan sikap kepatuhan terhadap tata tertib sekolah.
Berdasarkan ketertarikan dan penilaian peneliti bahwa antara konformitas
teman sebaya memiliki keterkaitan dengan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah
ditinjau dari jenis kelamin, maka peneliti memilih judul penelitian “Hubungan
antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah
Ditinjau dari Jenis Kelamin di SMA N 1 Jatisrono”
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
14
1) Bagaimana tingkat konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin pada
peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono?
2) Bagaimana tingkat kepatuhan terhadap tata tertib sekolah pada ditinjau dari
jenis kelamin pada peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono?
3) Apakah terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kepatuhan
terhadap tata tertib ditinjau dari jenis kelamin pada peserta didik kelas XI SMA
N 1 Jatisrono?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan permasalahan tersebut, maka penelitian ini mempunyai
tujuan yaitu :
1) Untuk mengetahui seberapa besar tingkat konformitas teman sebaya ditinjau
dari jenis kelamin pada peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono.
2) Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan terhadap tata tertib sekolah
pada ditinjau dari jenis kelamin pada peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono.
3) Untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan
kepatuhan terhadap tata tertib ditinjau dari jenis kelamin pada peserta didik
kelas XI SMA N 1 Jatisrono.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari makalah ini antara lain sebagai
berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan
sumbangan konseptual bagi pengembangan ilmu bimbingan dan konseling tentang
15
pengaruh konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin terhadap kepatuhan
terhadap tata tertib sekolah pada peserta didik.
2. Kegunaan Praktis
1) Bagi Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, penelitian ini dapat dijadikan
bahan masukan dalam pembuatan kebijakan dan program-program sekolah
untuk membantu mengatasi permasalahan peserta didik berkaitan dengan
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah dan konformitas teman
sebaya.
2) Bagi guru Bimbingan dan Konseling, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dalam pembuatan program layanan Bimbingan dan Konseling
guna meningkatkan kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah dengan
memanfaatkan dan memaksimalkan karakteristik yang ada pada peserta didik,
dalam hal ini konformitas teman sebaya.
3) Bagi Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi pengalaman dan
pengetahuan yang baru sebagai acuan serta masukan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai tinjauan kepustakaan yang mendukung
penelitian meliputi: (1) penelitian terdahulu, (2) kepatuhan terhadap tata tertib
sekolah, (3) konformitas teman sebaya, (4) kerangka berpikir, dan (5) hipotesis
penelitian.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh peneliti lain terkait dengan topik atau variabel yang hendak diteliti. Penelitian
terdahulu yang digunakan dianggap memiliki relevansi dengan penelitian yang
hendak dilakukan. Sehingga melalui kajian empiris ini dapat digunakan sebagai
acuan serta bahan masukan bagi peneliti. Berikut ini adalah beberapa penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan varibel-variabel yang menjadi ketertarikan bagi
peneliti, yaitu kepatuhan dan konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin.
Untuk variabel kepatuhan, beberapa penelitian yang sudah dilakukan
diantaranya telah dilakukan oleh Normasari dan Rabiatul (2013). Penelitian
tersebut mendapatkan hasil bahwa kepatuhan siswa di sekolah yang menjadi lokasi
penelitian sudah baik dan hanya ditemukan sedikit siswa yang masih menunjukkan
ketidakpatuhan. Penelitian tersebut juga mengungkapkan ragam faktor internal
maupun eksternal penyebab ketidakpatuhan pada siswa. Hal yang membedakan
penelitian ini adalah penggunaan metode penelitian berupa kualitatif untuk melihat
tingkat kepatuhan serta menjelaskan faktor-faktor ketidakpatuhan yang terjadi.
16
Sedangkan dalam penelitian yang hendak dilakukan adalah jenis kuantitatif dengan
tujuan untuk tingkat konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin, tingkat
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib dan menemukan adanya hubungan
antara konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis kelamin dengan kepatuhan pada
peserta didik terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah.
Satria, dkk (2013) melakukan penelitian dengan sampel peserta didik SMA
Darul Ulum I Unggulan BPP-Teknologi dan ditemukan terdapat keterikatan antara
disiplin peserta didik dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan dengan tata nilai kepatuhan peraturan dan tata tertib pesantren. Hal yang
menunjang penelitian peneliti adalah penelitian Satria juga mengangkat kepatuhan
peraturan dan tata tertib pesantren sebagai variabel penelitian. Sedangkan hal yang
membedakan adalah populasi dalam penelitian Satria berlatar belakang pesantren
jenjang SMA. Sedangkan peneliti mengambil populasi pada SMA negeri.
Krisnatuti, dkk (2011) telah melakukan penelitian terkait kepatuhan dengan
sampel berupa kalangan santri. Berdasarnya penelitiannya didapatkan hasil bahawa
santri cenderung memiliki sikap patuh yang rendah sedangkan kemandirian dan
kecerdasan emosi yang baik. Hal yang membedakan pada penelitian ini dengan
penelitian yang hendak dilakukan adalah pada penelitian ini kepatuhan dijadikan
sebagai variabel bebas kedua (X2) dengan variabel terikat (Y) adalah kemandirian.
Sedangkan pada penelitian yang hendak dilakukan kepatuhan dijadikan varibel
terikat (Y) dengan variabel bebas (X) adalah konformitas teman sebaya ditinjau dari
jenis kelamin.
17
Kemudian, Choudhary (2015) melalui penelitiannya, menemukan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara tekanan teman sebaya dengan perilaku
kepatuhan atau ketidakpatuhan pada siswa. Hal yang membedakan dengan
penelitian peneliti adalah penelitian Choudhary merupakan jenis penelitian survey
deskriprif dan pengumpulan data menggunakan obedient-disobedient tendency
scale. Sedangkan pada penelitian yang hendak dilakukan pengumpulan data
menggunakan skala psikologis kepatuhan yang disusun berdasarkan teori aspek
kepatuhan yang diajukan oleh Stanley Milgram pada tahun 1963. Meski memiliki
variabel Y yang juga terkait kepatuhan, namun Choudhary memiliki variabel X
berupa tekanan teman sebaya, bukan konformitas teman sebaya.
Berdasarkan beberapa penelitian terkait variabel kepatuhan, terdapat
beberapa perbedaan dengan penelitian yang hendak dilakukan peneliti atas variabel
kepatuhan tersebut. Apabila beberapa penelitian terdahulu tersebut mencoba
mendeskripsikan sikap kepatuhan yang terjadi pada diri santri, menghubungkannya
langsung dengan tata tertib maupun aturan yang berlaku di sekolah maupun pondok
dan menghubungkannya dengan penyebab internal lain yang ada di dalam diri
peserta didik. Sedangkan dalam penelitian yang hendak dilakukan peneliti, sikap
kepatuhan terhadap tata tertib dipandang sebagai satu variabel utuh. Sikap
kepatuhan terhadap tata tertib sebagai variabel Y yang dicari hubungannya dengan
variabel X yaitu konformitas temans sebaya yang ditinjau dari jenis kelamin.
Untuk variabel konformitas teman sebaya, Susilowati (2011) melalui
penelitiannya yang berlokasi di panti asuhan Muhammadiyah Karanganyar dimana
pada konsep diri dengan kemandirian remaja panti asuhan ditemukan hubungan
18
yang positif dan signifikan. Serta pada konformitas teman sebaya dengan
kemandirian remaja panti asuhan tidak ditemukan hubungan yang signifikan.
Relevansi pada penelitian ini adalah variabel konformitas teman sebaya digunakan
sebagai variabel bebas, meski lebih tepatnya digunakan sebagai variabel X1.
Sedangkan hal yang membedakannya adalah penelitian ini memiliki tiga hipotesis.
Uji hipotesis pertama menggunakan uji regresi ganda kemudian uji hipotesis kedua
dan ketiga menggunakan uji korelasi parsial.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hana (2017) terkait
konformitas teman sebaya dengan prokrastinasi penyusunan skripsi ditemukan
hubungan yang positif dan dalam kategori sedang. Relevansi pada penelitian ini
adalah konformitas teman sebaya sama-sama dijadikan variabel bebas (X) dan
sama-sama menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. Untuk
variabel terikat (Y), penelitian tersebut menggunakan variabel prokrastinasi
penyusunan skripsi sedangkan untuk penelitian yang hendak dilakukan
menggunakan variabel kepatuhan terhadap tata tertib sekolah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Istiana dan Nur Ainun (2018)
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan konformitas remaja laki-laki dan remaja
perempuan ditinjau dari jenis kelamin. Hal yang membedakan dari penelitian ini
menggunakan teknik quota sampling. Sedangkan pada penelitian yang hendak
dilakukan menggunakan teknik sampling simple random sampling.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kristina, dkk (2013) dengan lokasi
penelitian Yayasan Perguruan SMA Raksana Medan yang menemukan konformitas
teman sebaya remaja perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Yang membedakan
19
pada penelitian ini adalah skala psikologis konformitas disusun berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Peplau dikutip dalam Harahap pada tahun 2009. Sedangkan
pada penelitian yang hendak dilakukan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh
David O Sears pada tahun 1985.
Pada beberapa penelitian terdahulu tersebut, dua penelitian mengungkapkan
terkait konformitas teman sebaya dan dua selanjutnya membahas terkait
konformitas ditinjau dari jenis kelamin. Hal tersebut menjadi relevansi dari
penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak dilakukan. Hanya saja, pada
penelitian yang hendak dilakukan, konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis
kelamin dipandang sebagai satu variabel utuh yaitu variabel bebas (X).
2.2 Kepatuhan Terhadap Tata Tertib Sekolah
Pada sub bab ini terdapat beberapa materi yang akan di bahas, yaitu
pengertian kepatuhan terhadap tata tertib sekolah, penyebab terbentuknya
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah, serta aspek kepatuhan terhadap tata tertib
sekolah.
2.2.1 Pengertian Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah
Dalam Sarbaini dan Fatimah (2013:384) disebutkan bahwa kepatuhan yang
mengacu pada kata “obedience” dari bahasa Inggris dan “obedire” dari kata Latin
yang dimaknai sebagai mematuhi. Chaplin (1989:99 dalam Astuti, 2014:13)
mendefinisikan bahwa kepatuhan dianggap sebagai menuruti keinginan orang lain
untuk menyesuaikan dirinya secara sukarela. Menurut Helbert Kelman (Tondok,
Ardiansyah & Ayuni 2012: 2 dalam Astuti, 2014 : 14 ) kepatuhan didefinisikan
20
sebagai tingkah laku tunduk pada harapan pihak yang berkuasa meski tak sesuai
dengan kehendak sendiri. Feldman (2003 dalam Ramdani, 2016:577) berpendapat
bahwa kepatuhan dianggap sebagai upaya memastikan apakah suatu perintah
diberikan sudah sungguh-sungguh dilaksanakan oleh orang yang dikenai perintah
tersebut.
Sedangkan dalam Juniartika (2014:14), menyebutkan beberapa komponen
yang ditemukan terdapat dalam kepatuhan adalah sebagai berikut:
1) Menerima norma atau nilai-nilai. Penerimaan atas nilai-nilai atau norma yang
diusung pihak yang memiliki kuasa adalah bagian yang tak terpisahkan dari
makna kepatuhan itu sendiri.
2) Penerapan norma-norma atau nilai-nilai itu dalam kehidupan. Seseorang dapat
dikatakan patuh diminta tidak sebatas menerima nilai-nilai atau norma yang
diusung pihak yang berkuasa. Lebih daripada itu, personel yang dikenai
perintah untuk menerima nilai atau norma tersebut harus melaksanakannya
secara nyata.
3) Mengintrospeksi diri. Komponen ini adalah lanjutan yang lebih dalam dari dua
komponen sebelumnya. Bahwasanya seseorang akan diminta untuk
mengevaluasi sejauh mana tindakan yang pernah diperbuat. Apakah ada
tingkah laku yang melanggar nilai atau norma atau perintah yang telah
diberikan. Sehingga selanjutnya ia diminta memperbaiki diri untuk lebih
mampu menyesuaikan diri dengan nilai atau norma atau perintah yang
diberikan.
21
Mengacu pada definisi yang disebutkan dalam Instruksi Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan tanggal 1 Mei 1974, No 14/U/1974 (Suryosubroto, 2010:81 dalam
Rosita, 2017:34) segala pedoman yang mengelola kehidupan keseharian di
lingkungan sekolah beserta seluruh komponen penduduk sekolah yang
mengandung perintah dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan terhadapnya
disebut sebagai tata tertib sekolah. Hal senada juga disampaikan oleh Humaira, dkk
(2014:27) bahwasanya tata tertib sekolah memiliki karakter yang mengikat
sehingga seluruh penduduk sekolah wajib untuk mematuhinya. Arikunto
menyampaikan, masih dalam Humaira, dkk (2014:27) bahwa karakter mengikat
yang dimiliki tata terib sekolah tampak pada tiga komponen tata tertib sekolah. Tiga
komponen tersebut adalah 1) perilaku yang diperintahkan dan yang tidak diijinkan,
2) konsekuensi yang ditanggung ketika ditemukan ketidakpatuhan, 3) cara yang
digunakan untuk menyosialiasikan tata tertib sekolah tersebut.
Dalam Rusnaeni (2016:17) disebutkan tujuan dibuatnya tata tertib adalah
supaya peserta didik mengerti atas beberapa hal diantaranya adalah 1) tugas, hak
dan kewajibannya, 2) hal yang diijinkan untuk mengembangkan kreativitasnya,
serta 3) terlibat secara maksimal dalam mengikuti program yang sudah disediakan
pihak sekolah.
Maka dalam hal ini kepatuhan terhadap tata tertib sekolah disimpulkan
sebagai suatu bentuk perilaku menerima, melaksanakan secara nyata serta
mengintrospeksi diri berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di
sekolah yang mengandung tugas, hak, kewajiban serta sangsi.
22
2.2.2 Penyebab Terbentuknya Kepatuhan terhadap Tata Tertib Sekolah
Terdapat beragam hal yang menjadi penyebab terbentuknya kepatuhan pada
diri peserta didik. Baik penyebab yang berasal dari dalam diri maupun dari luar.
Beberapa ahli secara bersamaan dalam Rahmawati (2015:4-5) menyebutkan
beberapa penyebab kepatuhan. Penyebab yang berasal dari dalam diri seperti
kemampuan mengendalikan diri, kemampuan mengendalikan emosi dan
kemampuan menyesuaikan diri terhadap sekolah. Sedangkan penyebab terbentukan
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah diantaranya adalah kondisi keluarga,
hubungan dengan teman sebaya, kondisi dan situasi sekolah, demografi (usia, suku,
jenis kelamin) yang ditemui di sekolah, sosok guru dan jenis konsekuensi yang
harus ditanggung peserta didik ketika diketahui melaukan tindak ketidakpatuhan.
Gunarsa (1982 dalam Normasari, 2013) mengajukan beberapa hal pemicu
yang mendorong peserta didik menampakkan kepatuhan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Penyebab dari dalam diri peserta didik seperti kondisi kesehatan peserta didik,
intelektual dan kemampuan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
2) Penyebab dari luar diri peserta didik seperti permasalahan yang sedang
dihadapi oleh keluarga peserta didik, pola asuh orang tua dalam mendisiplinkan
peserta didik, harapan-harapan yang diberikan orang tua serta kondisi
lingkungan sekolah itu sendiri.
Dalam sumber yang berbeda, Thomas Blass (Wilujeng, 2010 dalam Astuti,
2014: 16-17) mengajukan tiga penyebab, diantaranya sebagai berikut:
23
1) Kepribadian. Ketika peserta didik berada dalam keadaan yang lemah dengan
banyak pilihan, kepribadian menjadi hal yang sangat mempengaruhi keputusan
untuk memilih patuh atau sebaliknya.
2) Kepercayaan. Seseorang akan cenderung mematuhi dengan buta semua yang
diperintahkan oleh segala sesuatu yang sudah ia percaya atau yakini memiliki
kebaikan baginya. Baik itu bersumber dari keyakinan spiritual ataupun perintah
dari lembaga yang ia yakini memiliki kuasa atas dirinya.
3) Lingkungan. Dimana seorang individu tumbuh dan berkembang, maka ia akan
mengadopsi dan menginternalisasikan nilai-niali dan norma yang hidup di
lingkungannya tersebut. ketika ia tumbuh di lingkungan yang keras dan
otoriter, segala instruksi yang disampaikan padanya akan diinternalisasikan
secara terpaksa. Sedangkan orang yang tumbuh di lingkungan yang
mengedepankan komunikasi, maka ia akan cenderung menerima instruksi
sebagai suatu hal konstruktif menuju keadaan yang kondusif.
Sedangkan menurut Graham (Rusnaeni, 2016:17) mengajukan empat faktor
yang menyebabkan seseorang menampakkan kepatuhan, yaitu:
1) Normativist. Merupakan kepatuhan terhadap suatu norma yang mengacu pada
tujuan norma tersebut dan bersifat abai pada prosesnya.
2) Integralist. Penyebab munculnya kepatuhan ini dikarenakan seseorang
mencoba membuat pertimbangan yang rasional atas perintah yang diberikan
secara sadar.
3) Fenomenalist. Sumber penyebab kepatuhan ini cendeurng makna yang tidak
terlalu berarti seperti sekedar basa-basi.
24
4) Hedonist. Sumber dari kepatuhan ini adalah keuntungan yang didapat untuk
dirinya sendiri.
Sehingga dalam hal ini dapat dipahami bahwa penyebab terbentuknya
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah terbagi menjadi penyebab dari dalam diri dan
luar diri seorang pribadi. Penyebab yang berasal dari dalam diri seperti kemampuan
mengendalikan diri, kemampuan mengendalikan emosi dan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap sekolah. Sedangkan penyebab terbentukan kepatuhan
terhadap tata tertib sekolah diantaranya adalah kondisi keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, kondisi dan situasi sekolah, demografi (usia, suku, jenis kelamin)
yang ditemui di sekolah, sosok guru dan jenis konsekuensi yang harus ditanggung.
2.2.3 Tipe dan Bentuk Kepatuhan
Masih dalam sumber yang sama, Graham (Rusnaeni, 2016: 18)
merumuskan tipe-tipe kepatuhan sebagai berikut:
1) Ototarian. Merupakan kepatuhan yang buta tanpa pertimbangan.
2) Comformist. Merupakan kepatuhan yang melalui pertimbangan. Seperti
mempertimbangkan agar sesuai dengan masyarakat, mempertimbangkan
untung-rugi yang mungkin didapat, atau mempertimbangkan kepentingan
pribadi lainnya dengan kepentingan masyarakat.
3) Compulsive deviant. Merupakan kepatuhan yang labil atau mudah berubah-
ubah.
4) Hedonik psikopatik. Kepatuhan yang berlebihan pada kekayaan tanpa
mempertimbangkan keadaan orang lain.
25
5) Supramoralist. Kepatuhan ini muncul pada orang-orang yang meyakini nilai-
nilai moral sebagai sesuatu yang harus dipatuhi.
Sedangkan dalam Sarwano dan Meinarno (2011:105) ditemukan bentuk
perilaku kepatuhan sebagai berikut:
1) Konformitas. Kepatuhan ini muncul ketika seseorang menyesuaikan diri
supaya diterima oleh kalangan sosial.
2) Penerimaan. Kepatuhan ini muncul ketika orang lain memintanya untuk
melakukan sesuatu dan ia menerimanya.
3) Ketaatan. Kepatuhan ini muncul ketika orang yang memiliki otoritas atau luas
atas dirinya memberikan perintah. Sehingga ia patuh melakukannya.
Sehingga berdasarkan penjelasan yang telah diberikan oleh para pakar
terkait tipe atau bentuk kepatuhan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga
tipe atau bentuk dari kepatuhan yaitu konformitas, penerimaan dan ketaatan.
2.2.4 Indikator Kepatuhan
Sarbaini (2012 dalam Juniartika, 2014:13) menyebutkan terdapat indikator-
indikator yang terlibat dalam persoalan kepatuhan dan realitasnya, yaitu sebagai
berikut:
1) Orang yang berkuasa. Orang yang berkuasa ini anggap memiliki otoritas yang
lebih tinggi sehingga memiliki wewenang dan pengaruh.
2) Situasi yang terbentuk. Kepatuhan akan muncul ketika situasi dikonisikan
sedemikian rupa melalui adanya sanksi apabila terjadi ketidakpatuhan sehingga
peserta didik tidak memiliki pilihan selain menjadi patuh.
26
3) Orang yang dikenai kewajiban untuk patuh. Kesadaran diri dari seseorang yang
dikenai peraturan sangat menentukan ia akan memilih patuh atau sebaliknya.
Mengacu pada penelitian terkait kepatuhan yang telah dilakukan Stanley
Milgram pada 1963 (Sears, 1985:341-346), berikut indikator seseorang
menunjukkan kepatuhan:
1) Kepatuhan terhadap Otoritas yangSah
Sears (1985:342) menjelaskan bahwa setiap pemegang otoritas yang
memiliki wewenang mengelola suatu lembaga atau instansi dengan banyak
personal akan menuntut keteraturan sehingga terbentuknya instansi yang kondusif
dan bekerja dengan efektif. untuk itu personel harus patuh terhadap otoritas yang
sah. Untuk menumbuhkan kepatuhan dari para personelnya, maka dalam diri para
personel harus tumbuh keyakinan dan kepercayaan atas pemegang otoritas bahwa
ia memang berkuasa, berhak dan memiliki wewenang mengatur serta menuntut
sikap patuh dari orang yang diperintahnya.
Sehingga dalam konteks kepatuhan terhadap tata tertib sekolah maka
peserta didik harus yakin dan percaya kepada sekolah memiliki wewenang
menerbitkan tata tertib yang bersifat mengikat dimana ia wajib untuk patuh.
2) Ganjaran, Hukuman dan Ancaman
Selain harus adanya keyakinan dari para peserta didik terhadap sekolah
sebagai pihak yang berwenang mengelola kehidupan sekolah beserta menerbitkan
tata tertib, kepatuhan terhadap tata tertib juga dapat dikuatkan dengan diadakannya
ganjaran, hukuman serta ancaman apabila ditemukan tindak ketidakpatuhan. Hal
ini dianggap sebagai salah satu usaha yang efektif untuk menekankan peserta didik
27
supaya menumbuhkan sikap kepatuhan. Penelitian yang dilakukan Miligram
menunjukkan bahwa semua usaha yang dilakukan dimaksudkan supaya subjek atau
orang yang diperintah untuk “menyerahkan diri” dan menerima apa yang diminta
oleh peneliti, merasa bahwa mereka memang diinginkan untuk berperilaku
sedemikian rupa, diberikan perhatian besar dan diberi ganjaran yang
menyenangkan mereka ketika mereka melakukan perilaku yang diinginkan
tersebut. begitu sebaliknya ketika mereka hendak tidak berperilaku seperti yang
diinginkan, mereka sudah mengerti ada ancaman dan hukuman yang harus mereka
hadapi. Sehingga mereka tidak memiliki pilihan selain berperilaku sebagaimana
yang diinginkan peneliti. Mereka merasa diwajibkan dan mereka muncul keinginan
untuk melakukannya (Sears, 1985:342-344). Sehingga kebersediaan peserta didik
berperilaku seperti yang diharapkan tata tertib adalah indikator bahwa perserta
didik tersebut dapat dikatakan patuh.
3) Harapan dari Pihak Lain
Seseorang memiliki kecenderungan untuk berusaha memenuhi
keinginan-keinginan yang dikenakan orang lain atas dirinya. Hal ini terjadi, baik
keinginan itu disampaikan secara langsung maupun tidak. Ketika hal ini dilakukan
dengan mengkomunikasikan harapan melalui pemberian label-label pada orang
yang hendak ditekan untuk melakukan tindakan yang diinginkan dan kebalikannya.
Sehingga mempengaruhi image diri orang yang hendak ditekan (Sears, 1985:345-
346). Tujuan utama dari hal ini adalah orang yang ditekan atau peserta didik mau
melakukan, menunjukkan tindakan dalam rangka memenuhi permintaan atau
tuntutan yang diberikan melalui tata tertib sekolah.
28
Berdasarkan pemaparan para pakar, maka dapat diketahui bersama bahwa
indikator kepatuhan terdiri dari 1) kepatuhan terhadap otoritas yang sah, 2)
ganjaran, hukuman dan ancaman, dan 3) harapan dari pihak lain.
2.3 Konformitas Teman Sebaya
2.3.1 Pengertian Konformitas Teman Sebaya
Menurut Myers (2012 dalam Naviarta, 2018:33) seseorang dinyatakan
melakukan konformitas adalah ketika ia memilih untuk menyesuaikan perilaku dan
kepercayaannya disebabkan dari adanya tekanan yang ia terima dari kelompok
dimana ia menjadi salah satu anggotanya. Hal ini dapat dimaknai menjadi dua
situasi. Situasi pertama adalah ketika ia menyesuaikan perilakunya yang tampak
dari luar meski bertentangan dengan nilai yang ia miliki. Hal ini cenderung
dianggap sebatas kepatuhan. Sedangkan situasi yang kedua adalah seseorang secara
utuh meyakini dan melakukan perilaku yang sesuai dengan keinginan kelompok
karena juga menginginkan hal yang sama.
Dalam Fauziah (2014:29) mengutip pendapat milik Wiggins, Wiggins dan
Zadden pada tahun 1994 yang mengajukan definisi bahwa yang dimaknai sebagai
konformitas adalah norma yang ia terima dari luar ia terapkan pada perilakunya
sendiri.
Ada banyak ragam lingkungan yang memungkinkan munculnya
konformitas. Satu diantaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan peserta
didik adalah lingkungan dan hubungannya dengan teman sebaya. Mengacu pada
definisi teman sebaya yang diajukan Santrock (2007) bahwa mereka yang berada
dalam kelompok usia yang sama, tingkat kedewasaan yang sama, bahkan lebih
29
lanjut pada banyak karakteristik yang ditemukan sama, maka dapat dikatakan
mereka berada dalam sebuah kelompok teman sebaya. Hal ini dikuatkan oleh
Mulyasari (2010: 40) bahwa yang dimaksud dengan teman sebaya tidak hanya
memiliki karakteristik-karakteristik yang sama. melainkan juga ditemukan adanya
ketergantungan untuk secara bersama-sama menuju tujuan yang sama.
Digambarkan lebih jauh oleh Agustiana (2015:20-21) bahwa pada ditemukannya
kecenderungan untuk lebih dekat dengan teman sebaya dan hidup secara bebas
sesuai keinginan mereka. lebih lanjut, bahkan mereka akan cenderung menyusun
membangun identitas diri mereka bersama teman sebaya.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
konformitas teman sebaya adalah suatu tindakan untuk menyesuaikan diri meliputi
nilai, sudut pandang dan perilaku agar tidak bertentangan dan mendapat penerimaan
dari teman-teman kelompok seusianya.
2.3.2 Penyebab Terbentuknya Konformitas Teman Sebaya
Berikut beberapa penyebab terbentuknya konformitas teman sebaya dama
Baron dan Byrne (2005:56):
1) Kepaduan dan Konformitas. Mengacu pada seberapa kuat seseorang merasa
tertarik degan kelompoknya berada.
2) Konformitas dan Ukuran Kelompok. Jumlah anggota kelompok akan
mempengaruhi keputusa setiap anggota yang ada untuk memutuskan
melakukan konformitas atau tidak.
3) Norma Sosial Deskriptif dan Injungtif. Kedua norma ini memberikan
pertimbangan atas perilaku yang hendak dipilih. Antara memilih perilaku yang
30
diikuti oleh orang banyak atau memilih perilaku yang memang seharusnya
dilakukan.
Sedangkan, Taylor (2009:258) menyebutkan terdapat beberapa alasan dasar
pembentuk konformitas teman sebaya, yaitu sebagai berikut:
1) Pengaruh Informasi. Setiap informasi yang sampai pada seseorang akan
menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan dalam menentukan sikap.
Antara memilih keyakinan baru setelah mempertimbangkan informasi yang
masuk atau bertahan dengan keyakinan lama dan situasi serta konsekuensi
yang mungkin harus dihadapi ke depannya. Seberapa besar tingkat keyakinan
dengan kelompok yang memberikan informasi tersebut menjadi faktor yang
sangat mempengaruhi.
2) Pengaruh Normatif. Setiap orang memiliki kecenderung senang untuk disukai
dan diterima oleh orang lain karena ingin diperlakukan dengan baik. Sehingga
masuk akal ketika seseorang menghindari pertentangan dengan lingkungannya.
Mengacu pada penjelasan para pakar, maka dapat dimengerti bahwa
terdapat dua penyebab terbentuknya konformitas teman sebaya yaitu pengaruh
informasi dan pengaruh normatif.
2.3.3 Aspek-Aspek Konformitas Teman Sebaya
Aspek-aspek konformitas teman sebaya pernah disampaikan oleh Baron dan
Byrne (2005: 63) sebagai berikut:
1) Aspek normatif. Menunjukkan ditemukan upaya untuk diterima dan
disenangi kelompok dengan menyesuaikan diri.
31
2) Aspek informasional. Menunjukkan penyesuaian diri yang dilakukan
karena membenarkan informasi yang ia terima.
Sedangkan Taylor (2009 dalam Naviarta, 2018:39-40) mengajukan
pendapat yang berbeda bahwa konformitas teman sebaya memiliki aspek sebagai
berikut:
1) Kekompakan. Mengacu pada keintiman hubungan antara seorang individu
sebagai anggota kelompok dengan kelompok acuannya. Semakin tinggi
ketertarikan seseorang dengan kelompok acuan, mereka akan semakin senang
melakukan banyak hal bersama dengan kelompoknya tersebut.
2) Kesepakatan. Ketika semua anggota kelompok memutuskan berjalan bersama-
sama, maka akan muncul kesempatan dimana mereka harus membuat
kesepakatan sehingga mereka semua tetap dapat berjalan beriringan
bersamaan. Keputusan yang dibuat harus diakui, diterima, dianggap benar dan
dilakukan bersama.
3) Ketaatan. Ketika seseorang memutuskan untuk setia dengan suatu kelompok,
maka ia akan tunduk dengan keputusan kelompok dan berusaha untuk tidak
menjadi pengkhianat. Sehigga ia akan sangat mengikuti keputusan bersama.
Sedangkan Wiggins (1994 dalam Mulyasari, 2010: 45) menyebutkan
pendapat yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1) Kerelaan. Bersedia untuk menyesuaikan apapun dengan kelompok supaya
disenangi dan tidak diasingkan dari kelompok.
32
2) Perubahan. Bentuk konkret dari menyesuaikan diri dengan keinginan
kelompok adalah menunjukkan adanya perubahan perilaku dan sikap secara
nyata.
Sears (1985:331-337) menyebutkan aspek-aspek konformitas teman sebaya.
Masih dalam bahasa Inggris, yaitu sebagai berikut: trust in the group, weak
confidence in own judgement, fear of deviance, group cohesiveness and group
unanimity. Penjelasan lebih lanjut terkait pendapat dari Sears ini adalah sebagai
berikut:
1) Kepercayaan terhadap Kelompok.
Ketika seorang anggota kelompok sangat meyakini dan percaya bahwa
keputusan yang diambil kelompok adalah tindakan yang benar, maka tidak ada
alasan baginya untuk menolak dari mengikuti keputusan tersebut.
2) Kepercayaan yang Lemah terhadap Penilaian Sendiri.
Ketika seorang individu memiliki kemampuan yang rendah dalam membuat
penilaian atau memiliki keyakinan bahwa ia tidak mampu membuat penilaian
sendiri, maka ia akan mudah mengikuti penilaian yang dilakukan oleh teman
sebayanya. Begitupun sebaliknya.
3) Rasa Takut pada Penyimpangan.
Setiap individu memiliki kencederungan untuk disenangi oleh orang-orang
yang dekat dan takut menjadi berbeda dari kelompok. Maka ia akan menghindari
terjadinya pertentangan. Lebih lanjut, remaja tidak ingin dikucilkan dari kalangan
pertemanannya. Hal ini yang menjadi alasan mengapa remaja kecenderungan kuat
33
untuk menyesuaikan diri dengan teman kelompok karena tidak sanggup
menanggung konsekuensi yang membuatnya tidak nyaman dengan kelompok.
4) Kekompakan Kelompok.
Semakin dekat antaranggota kelompok, semakin kuat perasaan tertarik dan
terikat seorang anggota kelompok dengan kelompoknya, menyebabkan semakin
besar rasa setia terhadap kelompok. Semakin tinggi tingkat kekompakan kelompok
hal ini berjalan sejajar dengan semakin tingginya perasaan senang melakukan
konformitas dengan teman sebaya.
5) Kesepakatan Kelompok.
Ketika semua anggota kelompok memutuskan untuk bersama, maka
kesepakatan yang dibuat bersama juga menuntut kebersamaan dari semua anggota
kelompok dalam melaksanakan kesepakatan tersebut. demikianlah bagaimana
kesepakatan kelompok memiliki tekanan tak terulis yang cukup kuat dan
mengandung konsekuensi ancaman apabila tidak melakukannya. .
Berdasarkan penjelasan pakar tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa aspek-aspek konformitas teman sebaya terdiri dari kepercayaan terhadap
kelompok, kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri, rasa takut pada
penyimpangan, kekompakan kelompok, dan kesepakatan kelompok.
2.3.4 Jenis Kelamin
2.3.4.1 Pengertian Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan ketika hendak
memahami apa yang terjadi pada seorang individu. Hal ini berpengaruh bagaimana
gender seseorang berperan dalam keterlibatannya di kehidupan bermasyarakat.
34
Menurut Baron dan Byrne (2004:187), jenis kelamin didefinisikan sebagai sebutan
biologis untuk membedakan laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender lebih
mengacu pada segala atribut yang melekat pada seseorang sehingga atribut tersebut
dapat digunakan untuk menggambarkan masing-masing adalah laki-laki atau
perempuan.
Tabel 2.1 Karakteritik Jenis Kelamin dan Gender
No Karakteritik Seks/Jenis Kelamin Gender
1) Sumber
Pembeda
Penciptaan Tuhan Kebudayaan Manusia
2) Visi, Misi Kesetaraan Kebiasaan
3) Unsur
Pembeda
Biologis (alat reproduksi) Kebudayaan (tingkah laku)
4) Sifat Kodrat, tertentu, tidak
dapat dipertukarkan.
Harkat, Martabat dapat
dipertukarkan
5) Dampak Terciptanya nilai-nilai
kesempurnaan,
kenikmatan, kedamian,
dan lain-lain. Sehingga
menguntungkan kedua
belah pihak
Terciptanya norma-norma /
ketentuan tentang “pantas”
atau “tidak pantas” misalnya
laki-laki pantas menjadi
pemimpin, perempuan pantas
dipimpin dan lan-lain, sering
merugikan salah satu pihak
yang secara kebetulan adalah
perempuan
6) Keberlakuan Sepanjang masa, dimana
saja, tidak mengenal
perebdaan kelas
Dapat berubah, musiman dan
berbeda antara kelas.
Ratnasari (2017:26) menjelaskan bahwa istilah gender dalam Bahasa
Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris. Dalam Kamus Bahasa Inggris,
seks dan gender diartikan sebagai jenis kelamin dan tidak disebutkan secara jelas
atau lebih lanjut. Sehingga memungkinkan terjadinya kerancuan dalam memaknai
antara ketiganya. Meski demikian, pembahasam terkait jenis kelamin dan peran
gender akan selalu berkaitan. Handayani dan Sugiarti (2007 dalam Ratnasari,
2017:26) mencoba menyusun hal tersebut ke dalam tabel 2.1.
35
2.3.4.2 Peran Jenis Kelamin, Peran Gender dan Stereotip Gender
Jenis kelamin dan gender adalah dua hal yang saling berkaitan. Meski
demikian, keduanya memiliki peran yang berbeda. Herdiansyah (2016) mencoba
menjabarkan peran jenis kelamin, peran gender termasuk stereotip gender, sebagai
berikut:
1) Peran jenis kelamin
Peran jenis kelamin diartikan sebagai peran yang disematkan oleh
masyarakat atau lingkungan sosial yang berkaitan dengan peran jenis kelamin
secara fisik –biologis. Terkait dengan peran jenis kelamin, cenderung tidak ada
tuntutan atau kontrol masyarakat yang ketat karena orientainya kepada fisik-
biologis. Jikapun ada seaca kontrol, itu hanya perilaku yang didasari faktor emapti
biasanya bersifat memberi solusi dari masalah yang ada.
2) Peran gender
Dianggap sebagai keharusan memiliki sifat tertentu dan melakukan perilaku
tertentu bagi laki-laki dan perempuan. Setiap jenis kelamin memiliki semacam
tuntutan perannya masing-masing dalam koridor dan ruang tertentu yang
disematkan oleh masyarakat atau budaya setempat.
3) Stereotip Gender
Dianggap sebagai kontrol sosial yang bersifat menentukan preferensi sikap
maupun perilaku terhadap kedua gender yang dianggap ideal dan dapat diterima
oleh masyarakat, dan disertai dengan konsekuensi tertentu jika seseorang bersikap
atau berperilaku di luar preferensi tersebut.
36
2.3.4.3 Perbedaan Sifat Laki-laki dan Perempuan
Perbedaan jenis kelamin tidak hanya menunjukkan perbedaan yang terjadi
secara fisik-biologis. Lebih lanjut, indivdiu dituntut berperan di lingkungan sosial
sesuai dengan peran gender yang dimiliki dan diakui masyarakat. Khusus untuk
aspek emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan dijelaskan dalam
Tabel 2.2 (Ratnasari, 2017:29).
Tabel 2.2 Aspek Emosional dan Spiritual antara Laki-Laki dan Perempuan
Laki-laki (Masculine) Perempuan (Feminim)
1) Menyenangi agresif 1) Tidak menyenangi agresif
2) Mandiri 2) Cenderung manja
3) Mampu menutupi perasaan 3) Kurang mampu menutupi perasaan
4) Cenderung objektif 4) Cenderung subjektif
5) Sulit digoyahkan 5) Gampang goyah
6) Sangat menyukai pengetahuan
eksata
6) Kuran menyenangi eksata
7) Mampu mengambil inisiatif 7) Malu untuk mengambil inisiatif
8) Menyenangi persaingan 8) Tidak menyenangi persaingan
9) Logika kuat 9) Logika cenderung lemah
10) Suka eksplorasi 10) Suka merawat
11) Tidak suka basa-basi 11) Menyenangi pembicaraan
12) Tidak peka 12) Perasa
13) Mudah mengatasi persoalan 13) Sulit mengatasi persoalan
14) Umumnya selalu tampil sebagai
pemimpin
14) Tidak mudah tampil sebagai
pemimpin
15) Percaya diri tinggi 15) Percaya diri rendah
16) Bebas 16) Mempertimbangkan banyak hal
Lebih lanjut dijelaskan oleh Amelia (2018:28-29) memaparkan perbedaan
sifat laki-laki dan perempuan. Laki-laki dijelaskan sebagai sosok yang tidak suka
menonjolkan diri, merasa harus dikagumi dan mendapatkan pujian atau validasi
atas harga dirinya. Hal ini menunjukkan apa-apa yang dapat laki-laki lakukan dan
tidak pernah gagal. Sebagai sosok yang dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.
Memiliki sifat yang sangat agresif, sangat bebas, tidak emosional dan hampir
mampu memendam emosi.
37
Masih dalam Amelia (2018:28-29) menjelaskan bahwa karakteristik laki-
laki adalah sangat obyektif, tidak mudah terpengaruh, sangat dominan, menyukai
matematika dan sains, tidak tergugah dengan kekrisisan yang kecil, sangat aktif,
sangat kompetisi, sangat menggunakan logika, orientasi dunia, sangat terampil
bisnis, sangat terus terang, sangat mengetahui aktivitas di dunia ini. Sehingga tidak
mudah terluka hati. Laki-laki dianggap mampu membuat keputusan, sulit
menangis, hampir selalu sebagai pemimpin, sangat percaya diri, menyukai situasi
agresif, sangat ambisi, mudah memisahkan pikiran dan perasaan. Laki-laki lebih
digambarkan sebagai sosok yang mandiri tidak berlebihan dengan penampilan,
dapat dengan santai memperbincangkan perihal seks dengan teman pria,
menggunakan kata-kata kasar, tidak suka berbicara, sangat tumpul kebijaksanaan,
sangat kasar, cenderung kurang empati, tidak senang menampakkan diri sebagai
sosok yang agamis, sangat kotor, sangat riuh-rendah, sangat sedikit membutuhkan
keamanan, tidak menyenangi sastra dan bacaan, tidak mudah merasa.
Sedangkan perempuan berbeda. Masih dalam Amelia (2018:28-29) hampir
selalu kebalikan dari sifat-sifat laki-laki. Perempuan dikenal sebagai sosok yang
secara alami tidak mandiri. Perempuan merasa lebih sanggup untuk menjadi lembut
dibanding laki-laki. Sifat dipuji pada perempuan adalah kebutuhan untuk menarik
perhatian dan untuk membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa dia dapat menarik
perhatian.
Umumnya tidak dapat diperlakukan dengan kasar dan aspek emosi menjadi
dominan. Merupakan sosok yang tidak agresif, tidak bebas, mudah terbawa
perasaan, sangat subjektif, sangat mudah terpengaruh, sangat submisif, tidak
38
menyukai matematika dan sains. Sosok yang mudah terangsang kemelut yang kecil,
sangat pasif, tidak senang kompetisi, sangat tidak suka logika, orientasi rumah,
tidak terampil bisnis, tidak terus terang, tidak mengetahui bagaimana aktivitas di
dunia ini. Sebagai sosk yang mudah terlukai perasaannya, sulit membuat keputusan
dengan mudah, mudah menangis, hampir tidak pernah sebagai pemimpin, tidak
percaya diri, tidak menyukai situasi agresif, tidak ambisi, keterkaitan pikiran dan
perasaan, sangat ketergantungan, sangat suka penampilan. Perempuan juga
cenderung segan untuk membicarakan seks dengan pria, tidak menggunakan kata-
kata kasar, sangat suka berbicara, sangat berbudi, sangat religius, sangat tertarik
akan penampilan diri, sangat memperhatikan lingkungan yang bersih, sangat
tenang, sangat membutuhkan keamanan, menyenangi sastra dan bacaan, mudah
meluapkan perasaan.
Berdasarkan beragam penjelasan terkait perbedaan sifat laki-laki dan
perempuan, dapat diketahui bersama bahwa sifat laki-laki dan perempuan hampir
selalu bertolak belakang. Dimana secara garis besar, laki-laki dipandang mampu
mengambil peran sebagai seorang pemimpin yang tangguh dengan logika yang kuat
dan tidak terlalu terbawa perasaan. Sosok yang menyenangi situasis agresif, sangat
kompetitif dan merdeka. Sedangkan perempuan adalah kebalikannya. Dikenal
sebagai sosok yang lemah lembut, selalu menghindari situasi agresif, menyenangi
persahabatan, mudah menangis dan memperhatikan penampilan dan pembicaraan.
2.4 Kerangka Berpikir
Riyono (2016:6) menyebutkan salah satu cara membiasakan pembentukan
karakter yang baik pada peserta didik dapat dimulai melalui diterbitkannya tata
39
tertib sekolah. Mengingat dalam tata tertib sekolah, segala tingkah laku individu
yang terlibat, dalam hal ini seluruh penduduk sekolah terikat untuk mematuhi tata
tertib yang sudah disepakati tersebut. dikuatkan oleh Martin (2018:17) bahwa
keterlibatan seluruh stakeholder sekolah dianggap sebagai kunci tegaknya
kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah.
Jurniartika (2014:1) menyebutkan peserta didik diharapkan mampu
menunjukkan kepatuhan yang baik karena hal ini dianggap sebagai tanda bahwa
peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap tuntutan dan tugas yang
dipercayakan kepadanya. Lebih luas lagi, dijelaskan oleh Rahmawati dan Arsana
(2014 dalam Amal dan Diana, 2019:50) bahwa melalui kepatuhan terhadap tata
tertib yang diberlakukan di sekolah sebagai dunia miniatur bagi peserta didik
memainkan peran sosialnya di masyarakat karena melatih peserta didik
membiasakan diri mengenali dan menyesuaikan tingkah lakunya sebagai anggota
kelompok yang memiliki norma yang harus disepakati. Normasari dan Rabiatul
(2013:321) pernah menyebutkan Indonesia Heritage Foundation mengemukakan
bahwa kepatuhan termasuk dalam 9 pilar nilai, moral dan karakter yang perlu
diajarkan kepada anak-anak.
Sikap kepatuhan dalam diri peserta didik disebabkan oleh banyak hal.
Menurut Brown (Rahmawati, 2015:4) penyebab dari dalam diri meliputi
kemampuan mengendalikan diri, keadaan emosi dan kemampuan menyesuaikan
diri dengan sekolah. Kemudian peyebab dari luar diri meliputi keluarga, hubungan
dengan teman sebaya, keadaan dan situasi sekolah seperti peratuan yang berlaku,
40
demografi (usia, jenis kelamin) serta jenis sangsi yang diberlakukan para guru
kepada peserta didik yang tidak patuh.
Peserta didik pada tahap ini memiliki kecenderungan kuat untuk
menampilkan konformitas teman sebaya. Naviarta (2018:35) merangkum bahwa
yang dimaksud dengan konformitas teman sebaya adalah upaya menyamakan
tingkah laku seperti teman-teman yang seusia dan memilikki kecenderungan
karakteristik yang sama dengannya. Septiyuni, dkk (2015:2) menjelaskan bahwa
lingkungan kelompok teman sebaya menjadi lahan bagi remaja untuk
mengembangkan kepribadian. Melalui nilai-nilai yang diterima dari keluarga
kemudian meluas pada lingkungan pertemanan ini, remaja mulai menyusun
identitas dirinya. Apakah terus mempertahankan nilai yang ditanamkan oleh
keluarga atau memilih keyakinan yang diakui oleh teman sebayanya demi
mendapat penerimaan sosial dan bagaimana sebagai anggota kelompok
mengkomunikasikan sudut pandagnya yang bisa jadi bertentangan dengan pendapat
kelompok. Ditegaskan oleh Santrock (2007:23) bahwa disini remaja dituntut untuk
belajar untuk mandiri, menangani konflik yang mungkin saja muncul dengan orang
tua maupun dengan keinginannya yang cenderung lebih dekat dan terikat dengan
teman sebayanya. Senada dengan yang disampaikan oleh Saputro dan Triana
(2012:4) bahwa pada fase ini, teman sebaya adalah hal yang sangat berarti dan
berpengaruh pada diri seorang remaja.
Lebih lanjut, Husna (2016:35) menjelaskan bahwa apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dengan baik dan bijak dengan nilai yang diakui kelompok
teman sebaya, maka ia akan dikucilkan dari kelompok teman sebaya. Sebaliknya,
41
apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan baik dan bijak, maka ia akan diterima.
Selain disebabkan karena kelompok teman sebaya adalah sesuatu yang berarti bagi
remaja, hal ini juga disebabkan karena konformitas yang terjadi pada teman sebaya
merupakan sebuah tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya yang
memiliki pengaruh kuat untuk mengikuti perilaku-perilaku tertentu pada
kelompoknya. pernyataan tersebut diajukan oleh Zebua dan Nurjayadi (2011 dalam
Abidin dan Saeful, 2017:104). Fauziyah (2014: 21) menambahkan, bahkan ketika
tingkah laku yang dilakukan kelompok tersebut bertentangan dengan individu
semata agar dapat diterima kelompok.
Namun pada kenyataannya, konformitas yang terjalin antara teman sebaya
dapat mengarah pada hal yang baik dan juga sebaliknya, mengarah pada yang tidak
baik Sebagaimana yang disampaikan oleh Sudyastuti dan Heru (2016: 25)
bahwasanya dalam pergaulan yang baik akan mengusung nilai-nilai yang sehingga
konformitas yang terjadi di kalangan anggota kelompok juga bersifat positif.
Begitupun sebaliknya. Ketika remaja berada dalam kelompok yang senang
melanggar moral dan norma, besar potensi mereka juga melakukan hal yang sama.
Hal ini menyimpan potensi bahwa ada kemungkinan individu mengikuti
pendapat dan keputusan dari kelompok teman sebayanya. Sekalipun untuk
melakukan hal yang kurang baik. Dalam aspek kehidupan bersosial di lingkungan
sekolah, peserta didik dengan tahapan perkembangannya sebagai remaja dengan
kecenderungan keintiman dengan teman sebaya yang tinggi menjadikan pendapat
kelompok sebagai keputusan bersama untuk diikuti. Seperti yang disebutkan oleh
Rosita (2017:3-4) bahwasanya orang yang berkumpul dengan orang-orang yang
42
memiliki karakter-karakter baik seperti jujur, rajin dan patuh, maka cepat atau
lambat akan meniru perilaku tersebut sehingga menjadi karakternya. Begitu pula
sebaliknya.
Ini perlu menjadi perhatian. Menurut Hidayati (2016:32) hal ini menjadi
bahaya ketika seseorang terpapar konformitas yang bersifat negatif sehingga
berpengaruh pada kegagalan dalam membentuk identitas pribadi yang sesuai. Yaitu
pribadi yang tidak dapat memilah mana tindakan yang dibenarkan secara moral dan
yang tidak. Dampak lebih luasnya adalah seseorang ini mungkin mendapat
penolakan dari kalangan sosialnya. Terlebih, Desmita (2005 dalam Hasnah, dkk,
2015:24) menyebutkan remaja rentan mengalami kesepian, gangguan kesehatan
mental bahkan kecenderungan melakukan kriminal ketika ditolak dan diabaikan
dari kalangannya.
Seperti yang dikuatkan oleh Rosmayanti, dkk (2017:52) bahwa manusia
cenderung memiliki perasaan takut tidak diterima oleh kelompoknya bilamana ia
berbeda, tidak mendapat persetujuan kelompok bahwa menghindari mendapat
celaan oleh kelompok, maka ia memilih untuk berkonformitas dengan teman
sebayanya. Secara konkrit dijelaskan oleh Febriyani dan Endang (2016:142) bahwa
salah satu hal yang dapat menimbulkan perasaan takut untuk menjadi berbeda dari
kelompok teman sebaya adalah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan,
seperti diejek, dicela oleh anggota kelompok yang lebih kuat, atau melihat
kelompok lain diolok-olok atau di-bully. Menjadi berbeda dari kelompok serta
norma sosial yang diakui akan menimbulkan perasaan dikucilkan dan memiliki
pengahargaan yang rendah dari lingkungan dimana ia bersosialisasi. Hal ini
43
Ceilindri dan Meita (2016:66) ajukan sebagai alasan kuat seseorang untuk
berkonformitas dengan teman sebayanya.
Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan ketika hendak
memahami apa yang terjadi pada seorang individu. Hal ini berpengaruh pada
bagaimana gender seseorang berperan dalam keterlibatannya di kehidupan
bermasyarakat. Menurut Baron dan Byrne (2004:187), jenis kelamin didefinisikan
sebagai sebutan biologis untuk membedakan laki-laki dan perempuan. Sedangkan
gender lebih mengacu pada segala atribut yang melekat pada seseorang sehingga
atribut tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan masing-masing adalah
laki-laki atau perempuan.
Kecenderungan untuk melakukan konformitas ternyata ditemukan berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Remaja perempuan memiliki kecenderungan
melakukan konformitas yang lebih tinggi terhadap kegiatan-kegiatan dan nilai-nilai
yang diakui oleh teman sebayanya. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal
ini. Salah satunya alasannya disampaikan oleh Sears (2009 dalam Istiana, 2018;37)
bahwa perempuan membutuhkan rasa aman yang sangat besar. Sebagai sosok yang
lemah lembut, bijaksana dan mudah empati dengan keadaan orang lain, maka ia
lebih mudah melakukan konformitas dengan lingkungan memiliki tekanan dan
meminta kepatuhan dari anggotanya. Alasan yang lain disampaikan oleh
Richmond-Abbott (2012 dalam Sartika, 2009:16) menyebutkan bahwa sebagai
makhluk perasa, kecenderungan untuk mendapatkan penguatan emosional lebih
dibutuhkan oleh remaja perempuan. Hal ini bertentangan dengan yang dilakukan
oleh laki-laki. Baron dan Byrne (2004:198) menyebutkan mereka lebih mampu
44
melakukan introspeksi diri yang terpusat pada ego mereka. sehingga lebih mampu
untuk tidak terpengaruh oleh tekanan yang ada dari kelompok teman sebaya.
Di sisi lain, perbedaan jenis kelamin tidak hanya memunculkan perbedaan
pada konformitas teman sebaya peserta didik. Melainkan dapat secara langsung
mempengaruhi sikap kepatuhan peserta didik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Brown (Rahmawati, 2015:4) terkait faktor-faktor kepatuhan itu sendiri, yaitu faktor
eksternal yang salah satunya adalah jenis kelamin.
Sehingga dapat dimaknai, apabila peserta didik bergaul dengan teman
sebaya yang tidak patuh terhadap tata tertib sekolah, maka keputusan dan pendapat
yang diambil kelompok teman sebaya untuk tidak patuh terhadap tata tertib sekolah
akan menjadi keputusan bersama yang disepakati. Meski bisa jadi hal ini dilakukan
hanya semata untuk tetap aman berada dalam kelompok teman sebayanya dan
bertentangan dengan dirinya sendiri. begitu pun sebaliknya. Dimana peserta didik
perempuan akan lebih mengikuti keputusan yang diakui oleh kelompok teman
sebayanya daripada peserta didik laki-laki. Penjelasan tersebut merupakan
keterkaitan konformitas teman sebaya dan jenis kelamin terhadap kepatuhan
terhadap tata tertib sekolah. Asumsi dalam penelitian ini adalah konformitas teman
sebaya yang terjadi di kalangan peserta didik perempuan dan lelaki memiliki
hubungan yang positif dan signifikan dengan sikap kepatuhan terdapat tata tertib
sekolah. Untuk itu, keterkaitan konformitas teman sebaya ditinjau dari jenis
kelamin terhadap kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dijelaskan lebih lanjut
dalam Gambar 2.1 Kerangka Berpikir.
45
Remaja / Peserta Didik
Cenderung Dekat Dengan Teman Sebaya
“Konformitas Teman Sebaya”
Konformitas Teman Sebaya
Ditinjau dari Jenis Kelamin.
Aspek konformitas teman sebaya:
1) Kepercayaan terhadap kelompok
2) Kepercayaan yang lemah terhadap
penilaian sendiri
3) Rasa takut pada penyimpangan
4) Kekompakan kelompok
5) Kesepakatan kelompok
Tata Tertib Sekolah
Kepatuhan
Tidak Patuh Patuh
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas teman sebaya
dengan kepatuhan terhadap tata tertib ditinjau dari jenis kelamin pada peserta
didik SMA N 1 Jatisrono.
Sekolah
46
Ho: Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas teman
dengan kepatuhan terhadap tata tertib sebaya ditinjau dari jenis kelamin pada
peserta didik SMA N 1 Jatisrono.
94
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini mengenai hubungan
antara konformitas teman sebaya dengan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah
ditinjau dari jenis kelamin pada peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono tahun
ajaran 2019/2020, didapatkan hasil bahwa baik konformitas teman sebaya maupun
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah pada peserta didik laki-laki dan perempuan
keduanya berada pada kategori sedang. Serta secara umum, ditemukan hubungan
yang positif dan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kepatuhan
terhadap tata tertib sekolah pada peserta didik kelas XI SMA N 1 Jatisrono tahun
ajaran 2019/2020.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan, maka
penelitian menyampaikan beberapa saran bagi pihak yang terlibat dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Bagi Wakil Kepada Sekolah bidang Kesiswaan, untuk membuat kebijakan
berkaitan pemecahan permasalahan dengan peserta didik berkaitan dengan
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling, untuk memberikan layanan konseling
individual, bimbingan kelompok maupun konseling kelompok bagi peserta
didik yang sering tidak patuh terhadap tata tertib sekolah
95
3. Bagi Peneliti Selanjutnya, untuk dapat menggunakan variabel lain yang
berhubungan maupun berpengaruh dengan kepatuhan tata tertib sekolah selain
konformitas teman sebaya. Sehingga diketahui besarnya pengaruh maupun
hubugan variabel tersebut pada kepatuhan tata tertib sekolah. sedangkan,
terkait dengan sampel yang terbatas, peneliti selanutnya dapat melakukan
penelitian dengan sampel penelitian yang lebih luas atau dengan sampel
penelitian yang memiliki karakteristik yang berbeda. Terkait dengan alat
ungkap, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lebih dari satu alat ungkap.
Sehingga variabel kepatuhan terhadap tata tertib sekolah dapat dipahami
dengan penggambaran yang lebih baik.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Upik Khoirul dan Saeful Anam. (2014). Fenomena Geng Santri (Pengaruh
Konformitas Kelompok Teman Sebaya terhadap perilaku Positif dan
Negatif Geng Santri di Pondok Pesantren). MIYAH Jurnal Studi Islam.
13(1), 98-125
Agustiana, Rakhmita Dias. (2015). Pengaruh Teman Sebaya, Lingkungan Keluarga
dan Motivasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Gatra Praja
Pekalongan Tahun Ajaran 2014/2015. Naskah Publikasi Skripsi Jurusan
Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Amal, Islakhul dan Diana Rusmawati. (2019). Hubungan School Well-being
dengan kepatuhan mentaati tata tertib pada siswa smp n 4 petarukan. Jurnal
Empati. 8(1), 49-54
Amelia, Ema. (2018). Cyberbullying Ditinjau dari Jenis Kelamin. Skripsi Jurusan
Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian - Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
______(2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Astuti, Sri Puji. (2014). Hubungan Dukungan Sosial peer Group dan Kontrol Diri
dengan Kepatuhan Terhadap Norma Sosial. Skripsi Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Azwar, Saifuddin. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, Robert A & Donn Byrne. (2004) Psikologi Sosial Edisi Keesepuluh Jilid 1.
Jakarta: Erlangga
______(2005). Psikologi Sosia Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Blass, Thomas. (1999). The Milgram Paradigm After 35Years: Some Things We
Now Know About Obedience to Authority. Journal of Applied Social
Psikologi. 955-978.
Ceilindri, RetindhaAyu dan Meita Santi Budiani. (2016). Harga Diri dan
Konformitas dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Sekolah Menengah
Pertama. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. 6(2), 64-70
Choudhary, Menka. (2015). Effect of Peer Pressure on Obedience/Disobedience
Behavior on Under Graduate Students. Scholarly Research Journal For
Interdisciplinary Studies. 3085-3090
Dewi, Anike Dian Ayu Kusuma. (2013). Studi Komparasi Faktor-Faktor Daya
Tarik Interpersonal pada Mahasiswa UNNES yang Berpacaran Ditinjau dari
96
Jenis Kelamin. Indonesian Journal of Guidance and Counseling. 2(1), 32-
44
Diaputri, Hasna NAD. (2018). Perilaku Kepatuhan Siswa: Deskripsi dan
Rancangan Intervensi Psikologis. Thesis. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Fauziah, Syifa. (2014). Pengaruh Trait Kepribadian Big Five dan Konformitas
Teman Sebaya Terhadap Agresivitas Anak Punk Di Jabodetabek. Skripsi
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
Fauziyah, Imawati. (2014). Konformitas Mahasiswa Pada Kos Baru. Journal of
Social and Industrial Psychology. 3(1), 20-26
Febriyani, Yasinta Amalia dan Endang Sri Indrawati. (2016). Konformitas Teman
Sebaya dan perilaku Bullying pada Siswa Kelas XI IPS. Jurnal Empati.
5(1), 138-143
Hana, Ikhma NU. (2017). Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan
Prokrastinasi Penyusunan Skripsi Pada Mahasiswa Jurusan Seni Rupa.
Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
Hartati, Sih Utami Sri. (2013). Hubungan Bentuk Konformitas Teman Seaya
Terhadap Tipe Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki Usia
Pertengahan Di SMAN 97 Jakarta. Skripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasnah, Ana Mar’Atul, dkk. (2015). Pengaruh Perilaku Teman Sebaya Terhadap
Asertivitas Siswa. Indonesian Journal of Guidance and Counseling. 4(1),
22-29
Hendrik dan Toni Elmansyah. (2018). Meningkatkan Keterampilan Interpersonal
Melalui Konseling Teman Sebaya Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Segedong. Jurnal Bimbingan dan Konseling Indonesia. 3(1), 22-26
Hidayati, Novi Wahyu. (2016). Hubungan Harga Diri dan Konformitas Teman
Sebaya Dengan Kenakalan Remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan
Indonesia, 1(2), 31-36
Himawan, Royan dan M Turhan Yani. (2014). Upaya Sekolah dalam mewujudkan
Budaya Religius Sebagai Upaya Peningkatan Kepatuhan Siswa Terhadap
Tata Tertib DI SMAN 1 Nglames. Kajian Moral dan Kewarganegaraan.
3(2), 1095-1110
Humaira, Fatwiasih Al, dkk. (2014). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Sikap
Siswa dalam Pelaksanaan Tata tertib sekolah (Studi Eks-post Facto di kelas
97
VIII SMPA Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014).
Insight, Jurnal Bimbingan dan Konseling. 3(2), 25-30
Hurlock, Elizabeth B. 2001. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Husna, Norma Ni’matul dan Anwar Sutoyo. (2016). Pengaruh Layanan Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Permainan Terhadap Penyesuaian Diri Siswa.
Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application.
5(2), 31-36
Istiana dan Nur Aini. (2018). Perbedaan Konformitas Ditinjau dari Jenis Kelamin
Pada Remaja di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Irsyadul Islamiyah
Kecamatan Bagan Sinembah. Psikologi Prima, 1(2), 34-45
Juniartika, Rifa. (2014). Kepatuhan Terhadap peraturan Sekolah pada siswa di
SMK XX Padang. Skripsi Universitas Putra Indonesia YPTK Padang
Krisnatuti, Diah, dkk. (2011). Hubngan Antara Kecerdasan Emosi Dengan
Kepatuhan Dan Kemandirian Santri Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konseling, 4(2), 148-155
Kristina, Mela. (2013). Perbedaan Gender dalam Kecenderungan Untuk
Berkonformitas Pada Siswa SMA Raksana Medan. Psikologia. 8(1). 12-18
Kurniawan, Yusuf dan Ajat Sudrajat. (2017) Peran teman sebaya dalam
pembentukan karakter siswa madrasah tsanawiyah. Socia Jurnal Ilmu-Ilmu
Sosial. 14 (2) 149-163
Kuswantoro, Agung. (2014). Pendidikan Administrasi Perkantoran Berbasis
Teknologi Informasi Komputer. Semarang: Salemba Infotek.
Martin, dkk. (2018). Layanan Informasi Untuk Meningkatkan Kepatuhan terhadap
Tata Tertib Sekolah. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia. 3(1), 16-21
Ma’rufah, St, dkk. (2014) persepsi Terhadap Kepemimpinan Kiai, Konformitas dan
Kepatuhan Santri Terhadap Peraturan Pesantren. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia. 3(2), 97-103
Mulyasari, Dian. (2010). Kenakalan Remaja Ditinjau dari Persepsi Remaja
Terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya (Studi
Korelasi Pada Siswa SMA Utama 2 Bandar Lampung) Skripsi Universitas
Sebelas Maret.
Naviarta, Mia. (2018). Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan
Perilaku Konsumtif Siswa Kelas VIII SMP N 40 Semarang Tahun Ajaran
2018/2019. Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
98
Normadewi, Berliana. (2012). Analisis pengaruh Jenis Kelamin dan tingkat
pendidikan terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi dengan love of
money sebagai variabel intervening. Skripsi Universitas Diponegoro.
Normasari, Sarbaini dan Rabiatul Adawiyah. (2013). Kepatuhan Siswa Kelas X
Dalam Melaksanakan peraturan Sekolah di SMK Muhammadiyah 3
Banjarmasin. Jurnal Pendidikan kewarganegaraan, 3(5)
Panduan Penulisan Karya Ilmiah. (2018). UNNES Press.
Rahmawati, Anita Dwi. (2015). Kepatuhan Santri Terhadap Aturan di Pondok
Pesantren Modern. Naskah Publikasi Skripsi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ramdani, Aulia. (2016). Hubungan Antara Kontrol Diri dan Kepatuhan Terhadap
Aturan Sekolah dengan Perilaku Merokok Siswa SMk Negeri 2 Tanah
Grogot. Psikoborneo, 4(3), 574-582
Ratnasari, Tifany. (2017). Pengaruh Gender terhadap jenis Kecanduan Internet
Implikasinya bagi Bimbingan dan Konseling pada Siswa SMA Negeri di
Kabupaten Pekalongan. Skripsi Universitas Negeri Semarang.
Rinoyo, Gusdiwo & Puji Wulandari Kuncorowati. (2016). Hubungan Antara
Pengetahuan Hukum dengan Tingkat Kepatuhan terhadap Tata Tertib
Sekolah pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan dan Hukum. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rosita, Firda. (2017). Hubungan Kondisi Lingkungan Keluarga, Lingkungan
Pergaulan dan Kepatuhan Siswa dalam Melaksanakan Tata Terti Sekolah
Kelas IV di Gugus Mendhut Sekolah Kabupaten Wonogiri. Skripsi Jurusan
Psikologi Universitas Negeri Semarang.
Rosmayanti, Sunawan dan Sinta Sawaswati. (2017). Self-Efficacy dan Konformitas
Teman Sebaya dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa. Indonesian
Journal of Guidance and Counseling. 6(4), 50-56
Ruminta, dkk. (2018). Perbedaan Regulasi Diri Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar
Kelas VI Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora dan Seni, 2(1), 30-38
Rusnaeni, Eka dan Muhammad Akbal. (2016). Analisis Kepatuhan Peserta Didik
Terhadap Tata Tertib Sekolah di SMA N Penrang Kabupaten Wijo. Jurnal
Tomalebbi UNM, 3(2), 13-25
Sarbaini dan Fatimah. (2013). Pengembangan Model Pembinaan karakter
Kepatuhan Terhadap Norma Ketertiban dalam Mata Pelajaran PKn di SMP
Negeri Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 3(6), 383-400
99
Sartika, Andita Ayu, dkk. (2009). Hubungan Antara Konformitas Terhadap Teman
Sebaya dengan Intensi Merokok Pada Remaja Perempuan di SMA
Kesatrian 1 Semarang. Psycho Idea, 7(1), 14-25
Santrock, JW. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga
Satria, Bayu, dkk. (2013). Hubungan Tata Nilai Kepatuhan Peraturan dan Tata
Tertib Pesantren Terhadap Disiplin Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di SMA Darul Ulum I
Unggulan BPP-Teknologi. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan,
01(03), 524-528.
Saputro, BM dan Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto. (2012). Hubungan
Antara Konformitas Terhadap Teman Sebaya Dengan Kecenderungan
Kenakalan Pada Remaja. INSIGHT, 10(1), 1-15
Sears, David, dkk. (1985). Social Psychology Fifth Edition. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.
Septiyuni, dkk. (2015). Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap
Perilaku Bullying Siswa di Sekolah. Jurnal Sosietas, 5(1)
Sofianita, Sania dan Harti. (2015) Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap
Imitation Behavior Pembelian Aksesoris Pada Remaja (Studi Pada Siswi
SMA Negeri 11 Surabaya). Jurnal Publikasi Skripsi Universitas Negeri
Surabaya
Sudyastuti dan Heru Mugiharso. (2016). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap
Konformitas Siswi Kelas VIII SMPIT Bina Amal Semarang. Indonesian
Journal of Guidance and Counseling. 5(3), 24-28
Sugiyono. (2014). Statistika Untuk Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.
_______(2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susilowati, Krisna. (2011). Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Dan
Konsep Diri Dengan Kemandirian Pada Remaja Panti Asuhan
Muhammadiyah Karanganyar. Ringkasan Skripsi Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Tedra, Latih Buran. (2017). Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Pada Siswa
SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Indonesian Journal of
Guidance and Counseling. 6(1), 8-13
Teunissen, Hanneke A, dkk. (2012). Adolescents’ Conformity To Their Peers’ Pro-
Alcohol And Anti-Alcohol Norms : The Power Of Popularity. Alocholism
clinical & Experimental Research, 36(7), 1257-1267
100
Tyas, Asih Nurhaning. (2017). Hubungan Antara Kematangan Emosi dan
Konformitas dengan Perilaku Agresif Siswa Kelas XI SMK Pelita
Nusantara 2 Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal Publikasi
Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
UNDP. (2018). Human Development Indices and Indicators 2018 Statistical
Update. Diunduh melalui
http://hdr.undp.org/sites/default/files/2018_human_development_statistical
_update.pdf pada 13 Februari 2019 pukul 11:52
Winahyu, Anung dan Sumaryati. (2013). Kepatuhan Remaja Terhadap Tata Cara
Tertib Berlalu Lintas. Jurnal Citizenship. 2(2), 139-148