Download - hipotiroid kongenital (Autosaved).docx
REFARAT Desember 2015
“Hipotiroid Kongenital”
Nama : Nurul Aulia Abdullah
No. Stambuk : N 111 15 019
Pembimbing : dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu penyebab tersering retardasi
mental yang dapat dicegah. Kelainan ini disebabkan oleh kurang atau tidak adanya
hormon tiroid sejak dalam kandungan. Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak
dini dapat mengakibatkan retardasi mental berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan
diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12 minggu. Hormon tiroid mempengaruhi
metabolisme sel diseluruh tubuh sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.1
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar
1:3.000-4.000 kelahiran hidup. Etiologi hipotiroid kongenital cukup banyak, dengan
penyebab terseringnya adalah disgenesis tiroid yang mencakup 80% kasus.
Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlau jelasdan
hipotiroid kongenital dapat menyebabkan retardasi mental berat kecuali jika
mendapat terapi dini maka sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus.
Dinegara-negara yang telah memiliki kebijakan untuk melakukan skirining hipotiroid,
sebagian besar kasus hipotiroid kongenital ditemukan melalui program skrining.
Program skrining memungkinkan bayi mendapat terapi dini dan memiliki prognosis
yang lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.1
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid memberikan hasil yang sangat
menakjubkan serta dapat mencegah terjadinya morbiditas fisik maupun mental.
Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil pengobatan dan tumbuh
kembang anak yang optomal. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Epidemiologi
Hipotiroid kongernital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayu baru lahir.
Hormon tiroid, Tiroksin (T4), merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar
tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya merupakan mikronutrien iodium. Hormon
ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan
tulang, kerja jantung, saraf, serta pertumbuhan dan perkembangan otak.
Berdasarkan penyebabanya dapat dibagi menjadi hipotiroid primer, sekunder
dan tersier. Hipotiroid primer terjadi apabila kelainan terdapat pada kelenjar tiroid.
Hipotiroid sekunder terjadi kelainan pada kelenjar hipofisis, dan hipotiroid tersier
terjadi kelaianan pada hipotalamus.
Prevalensi diseluruh dunia sekitar 1:3000-4000. Pada penderita sindrom down
insiden hipotiroid kongenital lebih tinggi, yaitu 1:141 tidak ada perbedaan kasus ini
berdasarkan jenis kelamin, tetapi penelitian lain mengatakan perempuan lebih tinggi
dari pada laki-laki, yaitu 2:1.
Fisiologis
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan
pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel
tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat
diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar
tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan
pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid
yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi
produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat
tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan
dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu
globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat
albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi
dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang
dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon
tiroid ke sirkulasi.
Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel
parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak
keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit
tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada
faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.
Patogenesis
(Jalur 4b)
TRH (+)
(Jalur 4a)
TSH (+)
Hipotalamus
Gambar 2. Mekanisme terjadinya hipotiroid
Jalur 1,2 dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH tinggi.
Jalur 1 tanpa disertai struma, jalur 2 dengan struma, dan jalur 3 dapat dengan atau
tanpa struma. Jalur 4a dan 4b adalah patogenesis hipotiroid sekunder dengan kadar
TSH tak terukur atau rendah dan tidak ditemukan struma.
Jalur 1 : Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sisntesis
dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.
Jalur 2 : defisiensi yodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun sehingga hipofisis mensekresikan TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid agar sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat
dan kelenjar tiroid membesar (stadium kompensasi). Walaupun stadium ini
terdapat struma difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar hormon tiroid
tetap normal.bila kompensasi ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi,
(Jalur 4b)
TRH (+)
(Jalur 4a)
TSH (+)
Hipofisis
-
-
yaitu terdapatnya struma difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon
tiroid rendah.
Jalur 3 : semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat menganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan yodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormonogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan atau tanpa struma tergantung pada penyebabnya
Jalur 4a : semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainan hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar
TSH sangat rendah atau tidak terukur.
Jalur 4b : semua kelainan hipotalamus yang menyebabka sekresi TRH menurun
akan menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa sruma.
Etiologi
Hipotiroid permanen Hipotiroid transien
Disgenesis
- Aplasia
- Drug-induce
- PTU
- Hipoplasia
- Ektopik
- Yodium
Dishormonogenesis
- Tidak responsif terhadap TSH
- Defek trapping yodium
- Defek pada triglobulin
- Defisiensi iodotirosine deiodinase
- Defisiensi yodium
- Maternal antibody induce
- Idiopatik
Hipotiroid sentral
- Anomali hipofisis-hipotalamus
- Panhipopituarisme
- Defisiensi TSH terisolasi
Hipotrioid primer permanen
Disgenesis kelenjar tiroid
Aplasia, hipoplasia, dan kelenjar tiroid ektopik termasuk dalam disgenesis
resi dan kelenjar tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid merupakan penyebab tersering
hipotiroid kongenital, meliputi 80% kasus dan dua pertiga diantaranya disebabkan
oleh kelenjar tiroid ektopik. Hipoplasia tiroid dapat disebabkan oleh beberapa
defek genetik., termasuk mutasi pada TSH subunit beta, reseptor TSH, dan faktor
transkripsi PAX8.
Dishormogenesis
Dishormogenesis meliputi kelaian proses sintesis, sekresi dan utilasi hormon
tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan defisiensi enzim yang diperlukan
dalam sintesis hormon tiroid.
Ibu mendapat pengobatan yodium radiaktif
Preparat radioaktif yang diberikan ke ibu dengan kanker tiroid atau penyakit
Graves setelah usia gestasi 10 minggu melewati plasenta, selanjutnya ditangkap
oleh riroid janin sehingga mengakibatkan “ablasio tiroid”.
Hipotiroid primer transien
Ibu dengan penyakit graves atau mengkonsumsi bahan goitrogenik
Obat golongan tiorasil yang digunakan untuk mengobati penyakit Graves
dapat melewati plasenta seningga menghambat produksi hormon tiroid.
Propiltiorasil (PTU) 200-400 mg/hari yang diberikan kepada ibu dapat
menyebabkan hipotiroid transien yang menghilang jika PTU sudah dimetabolisme
dan disekresi olah bayi.
Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru
lahir
Penggunaaan yodium yang berlebihan pada ibu hamil seperti penggunaan
antiseptik yodium pada mulut rahim saat ruptur kulit ketuban antepartum, ataupun
antiseptik topikal pada neonatus, dapat menyebabkan hipotiroid primer.
Idiopatik
Bila hipotiroid transien tidak cocok dengan kategori yang telah disebutkan,
maka dapat dimasukkan dalam kelompok ini. Etiologi pasti belum diketahui,
namun beberapa kasus diduga akibat adanya kelainan pada mekanisme umpan
balik aksis hipotalamus-hipofisis tiroid.
Transfer antibody antitiroid ibu
Terdapat laporan tentang tiroiditis neonatal yang berkaitan dengan antobodi
ibu yang menembus sawar plasenta. Kondisi ini membaik bersaan dengan
menghilangnya antibodi IgG pada bayi. TSH binding inhibitor immnuoglobulin
dari ibu dapat menembus plasenta yang selajutnya dapat menyebabka hipotiroid
transien
Hiporiroid sekunder menetap
Kelainan ini merupaka 5 % dari kasus hipotiroid kongnital. Penyebabnya antara
lain :
Kelainan kongenital perkembangan otak tengah
Aplasia hipofisis kongnital
Idiopatik
Hipotiroid sekunder transien
Bayi dengan kadar T4 total T4 bebas, dan TSH normal rendah masih mengkin
mengalami hipotiroid sementara. Keadaan ini sering dijumpai pada bayi prematur
karena imaturitas organ dianggap sebagai dasar kelaian ini, yaitu imaturitas aksis
hipotalamus-hipofisis.
Manifestasi klinis
Hipotiroidesme mempengaruhi seluruh metabolisme . onset perlahan, sehingga
sering diketahui terlambat. Pengaruhnya terhadap tubuh antara lain menurunnya
metabolisme energi dan produksi panas. Metabolime basal rendah, tidak tahan
terhadap dingin, letardi, cepa lelah, dan suhu badan menjadi renda
Tanda klinis khas yang lama adalah miksedema, hal ini terjadi akibat perubahan
komposis kulit dan jaringan lain. Jaringan ikat terinfiltrasi oleh penambahan protein
dan mukopolisakarida, komplek protein mukopolisakarida ini mengikat air,
menyebabkan nonpitting edema, terutama sekitar mata, tangan, kaki, dan fosa
supraklafikular. Peningkatan air ini juga menyebabkan makroglosia, pembengkakan
pita suara, sehingga suara menjadi lebih parau.
Bebrapa bayi juga menunjukkan tanda klasik seperti wajah sembab, pangkal
hidung rata dengan “pseudohipertelorisme”, pelebaran fontanela, pelebaran sutura,
distensi abdomen dengan hernia umbilikal.
a. b.
Gambar a. Wajah bayi dengan hiptiroid kongenital, wajah kasar dengan lidah besar dan menjulur keluar; b. Herniasi umbilikalis dan postur hipotonik.
Diagnosis
a. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat
dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau
perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat.
Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya
riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid
yang sedang diminum dan terapi sinar.14
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada
hipotiroid kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan
menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil,
ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata
tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar
menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan
jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan
terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan hipertrofi otot generalisata
sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali adanya riwayat
keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting juga
mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin
didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja
hormon thyroid atau kelainan lainnya.
b. Gejala Klinis
Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan gejala
yang paling sering terlihat pada hipotiroidisme kongenital. Dicurigai adanya
hipotiroid bila skor indeks hipothyroid kongenital > 5. Tetapi, tidak adanya gejala
atau tanda yang tampak tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.
Tabel : Skoring hipotiroid kongenital
Gejala Klinis
Hernia umbilicalis
Kromosom Y tidak ada (wanita)
Pucat, dingin, hipotermi
Tipe wajah khas edematus
Makroglosi
Hipotoni
Ikterus lebih dari 3 hari
Kulit kasar, kering
Fontanella posterior terbuka (>3cm)
Konstipasi
Berat badan lahir > 3,5 kg
Kehamilan > 40 minggu
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
Total 15
c. Laboratorium
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang
dilakukan dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau
minimal 36 jam atau 24 jam setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan melalui
pemeriksaan darah bayi. Darah bayi akan diambil sebelum ibu dan bayi
meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di rumah, bayi diharapkan
dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan pemeriksaan
ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi, lalu diteteskan
beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering
dikirim ke laboratorium.4,5 Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:
Pemeriksaan primer TSH.
Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang
sama, bila hasil T4 rendah.
Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.
Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap
abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila
kadar TSH tinggi > 40 mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH diantara
25-50 mmU/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.4
Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting dilakukan, antara lain:
Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.
T3, T4, TSH.
Radiologis : USG atau CT scan tiroid. Tiroid scintigrafi. Umur tulang (bone
age). X-foto tengkorak .
Penatalaksanaan
Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak
memungkinkan, tretment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis
awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15μg/kgBB/hr yang bertujuan segera
mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien dengan derajat
hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus
diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15μg/kgBB/hr. Selanjutnya,
diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis mentenence disesuaikan
kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar hormon tiroksin
dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 μg/dL untuk hormon tiroksin dan 1.4 -
2.3 ng/dl untuk free T4.
Tujuan pengobatan adalah :
a. Menengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu yang singkat. Fungsi tersebaut termasuk termoregulasi,
respirasi, metabolisme otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada
masa awal kehidupan.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya yang
menyangkut otak seperti enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrit,
sel glia, dan proses mielinisasi neuron.
Untuk hipothyroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan
replacment hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up dan
montoring terapi untuk memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam ambang
normal.4,8 Untuk itu, perlu dilakukan follow up kadar TSH dan hormon T4 dlam
waktu-waktu yang ditentukan, yaitu:
Usia pasien Jadwal follow up
0-6 bulan Tiap 6 minggu
6 bln-3thn Tiap 3 bln
>3thn Tiap 6 bln
Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap pergantian dosis.
Hal ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat menyebabkan efek
samping seperti penutupan sutura yang premature, dan masalah temperament dan
perilaku. Sidoum levotiroksin (Na-Ltiroksin) merupakan obat yang terbaik. Tetapi
harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan.
Umur Dosis kg/kg BB/hari
0-3 bulan
3-6 bulan
6-12 bulan
1-5 tahun
2-12 tahun
> 12 tahun
10-15
8-10
6-8
5-6
4-5
2-3
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis
pemberian + 100 μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik
dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi
hipotiroid.
Prognosis
Prognosis meningkat secara dramatis dengan adanya neonatal screening
program. Diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat dari minggu pertama
kehidupan dapat memberikan pertumbuhan yang normal termasuk intelegensi
dibandingkan dengan lainnya yang tidak mendapatkannya.8Sebelum berkembangnya
skrining bayi baru lahir, suatu penelitian di RS Anak Pittsburgh melaporkan bayi-bayi
yang diobati > 7 bulan IQ rata-rata 54.
Prognosis juga bergantung pada etiologi yang pasti. Infant yang megalami
keadaan kadar T4 yang rendah dengan retardasi pematangan skeletal, mengalami
penurunan IQ 5-10m point, dan kelainan neuropskikologis misalnya, inkoordinasi,
hypotonic atau hypertonis, kurang perhatian, dan kesulitan bicara. Pada 20% kasus
terjadi kesulitan mendengar. Tanpa pengobatan, infant yang mengalamianya akan
ditemukan defisensi mental dan retardasi pertumbuhan. Hormone thyroid sangat
penting untuk pertumbuhan otak, maka diperlukan diagnosis biokimia untuk
mengetahuai apakah ada kelainan atau tidak agar dapat segera di tatalaksana untuk
mencegah kerusaka otak yang irreversible. Keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk
menangani hypertyroxemia secara cepat, pengobatanya yang tidak adekuat, dan
pemenuhan yang kurang pada 2-3 tahun pertama kehidupan dapat menghasilkan
derajat kerusakan otak yang bervariasi.
BAB III
PENUTUP
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3
danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan
ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik
pada anak- anak.
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di
daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid
kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta
menunjukkan angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300
bayi menderita hipotiroid transien karena kekurangan iodium (endemis). Angka
kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu
pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka
kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi
dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital
transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.
Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak
memungkinkan, tretment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis
awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15 μg/kgBB/hr yang bertujuan segera
mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien dengan derajat
hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus
diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15μg/kgBB/hr
Daftar Pustaka
1. Snell, Ricard S. 2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran, Edisi 6. EGC,
Jakarta. Bagian: Leher.
2. Faizal, Frans. 2009. Brosur Prodia Laboratorium Klinik : Selamatkan Bayi Anda
Sebelum Terlambat Dengan Melakukan Skrining Neonatus.
3. Crisostomacleo. 2008. Hipotiroidisme Kongenital: penyebab hambatan
pertumbuhan dan retrdasi mental pada ana
4. Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod Paul.
2008.Congenital Hypothyroidism. Department of Pediatric: All India Institute of
Medical Sciences (AIIMS). NICU: New Delhi India Downloaded
from:www.newbornwhocc.org
5. Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism: An
Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal Children’s
Hospital: Victoria – Australia
6. Moreno JC, et al. Inactivating mutations in the gene for thyroid oxidase 2 (Thox2)
and congenital hypothyroidism, N Engl J Med 2002; 347(2): 95-102.
7. Park SM, Chatterjee VKK. Genetics of congenital hypothyroidism, J Med Genet
2005; 42: 379-389
8. Jameson, J Larry. Disorders of the Thyroid Glands. In: Braunwald, TR. et al.
2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Seventeenth Edition, McGraw
Hill, New York.
9. LaFranci, Stpehen. Bherman, RE, Kliegman, RM, Jneson, HB (eds)2009. Nelson
Testbook of Pediatry, 18thed. WB Saunders, Philadelphia. Chapter 24: Endocrine
System
10. Juliaty, Aidah dan Satriono. 2005. Laporan Kasus: Hipotiroidisme Kongenital
pada Dua Saudara Kandung. SMF Anak FK UNHAS: Makassar
11. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6. EGC, Jakarta. Bagian 10 : Gangguan Sistem Endokrin dan
Metabolik
12. Anonim, 2006. Hipotiroidisme Kongenital. www.genetics home
reference.com
13. Rilman, Erwin. Kusnandar Simon. Pemeriksaan Laboratorium untuk Menilai
Faal Kelenjar Gondok, CDK 1983; 30: 46-48.