LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II
PRAKTIKUM 4
Disusun oleh : kelompok C2
Aghita Purwaningsih G1F009046
Puji Lestari G1F009047
Bhaskara Maulana G1F009048
Ratih Juwita Ninda G1F009049
Andrew Goldfrid G1F009064
Sofatul Azizah G1F009065
Winahto G1F009066
Rani Febriyanti G1F009068
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
0
PROFIL PASIEN
NAMA : Tn. Znr
STATUS SOS : Askes PNS
UMUR/BB : 54 thn/54 kg
MRS : 25 okt 2007
SUBJEKTIF
Keluhan : bengkak dikedua kaki sejak 2 minggu SMRS, mual, muntah, kadang
nyeri dada dan sesak, nyeri menjalar di pinggang, lemah, urin seperti teh dan
sedikit
Riwayat penyakit : HT dan ginjal sejak 1 tahun yang lalu
Diagnosa : hipertensi stage II, hiperglikemia, gagal ginjal.
OBJEKTIF
Hipertensi Data Date
Normal 25
IRD
26
OKT
29 30 31 1 2
(Post
HD)
6
(Pro
HD)
6
(post
HD)
8 9 10 11 12 13 Ket
TD 120/80 160/1
10
150/9
0
140
/80
130
/80
130
/80
120
/70
130/80 190/10
0
120/70 130
/90
150
/10
0
160
/10
0
150
/10
0
120
/70
160
/10
0
HT stg
1 & 2
Nadi 80/mnt 60 92 88 84 84 78 80 88 96 88 78 80 88 80 94 ↑
RR 20x/mnt 24 24 24 24 24 24 18 20 20 20 20 20
Bengk
ak
+ + + + + + +
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola)
1
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena
itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya
tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu
ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan
cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya
tekanan darah.
Diabetes
Data Date
Nilai normal 26/10 27 29 31 2 4 5 7 9 11 12 Keterangan
GDA 70-110 152 132 166 meningkat
DM yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor terjadinya
nefropatidiabetikum. Telah diperkirakan bahwa 35-40% pasien DM tipe 1
kan berkembangmenjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15-25 tahun
setelah awitan diabetes.Sedang DM tipe 2 lebih sedikit.
Hiperurisemia
Data Date
Nilai normal 26/10 27 29 1 7 9 16 ket
Asam
urat
2,4 – 5,7 8,6 meningkat
Nilai asam urat yang tinggi karena ginjal pasien tidak berfungsi dengan
seharusnya.Jadi terdapat penumpukan asam urat,asam urat seharusnya
diekskresikan oleh ginjal.
2
Hiperkalemia
Data Date
Nilai
normal
26/10 27 29 31 2 4 5 7 9 11 12 Ket
K 3,8-5 6,7-4,4 5,8 5,2 4,8 3,8 4,0 3,4 3,5 3,4 3,1 meningk
at
Nilai kalium yang tinggi karena Kalium terakumulasi dalam darah (dikenal
sebagai hiperkalemia dengan berbagai gejala termasuk malaise dan berpotensi
fatal aritmia jantung)
DATA PEMERIKSAAN LAIN
26 kt 2007
a. USG: tampak intensitas echo cairan di abdomen, hepatomegali, dan
asites,nefritis bilateral, nefrolitiasis kiri, HN ringan kiri
b. Foto thorak: cardiomegali
c. Konsul paru: tdk didapatkan kelainan
30 Okt 2007
a. Renogram kiri:pola curve renal failure sedang
b. Renogram kanan:pola curve renal failure sedang sampai berat
31 Okt 2007
Kultur urine:
a. klebsiella pneumoni(>105)
b. Sensitif:amikacin, fosfomycin, imipenem/meropenem
c. Resisten:amok, amoksiklav, ampi-sulbac, seftazidim, sefotaksim, sefepim,
kotrim, ciprofloksasin
2 Nov 2007
a. CT scan kepala:tak tampak gambaran infark maupun perdarahan intracranial
b. Hd cito tgl 2,6,10
c. HD regular tgl 15
3
ASSESMENT
GAGAL GINJAL KRONIS
Pasien Tn. Znr didiagnosa menderita penyakit CKD Chronic Kidney Disease)
stage 5, Hipertensi stage 2 dan poteinuria. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal
yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda
kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², seperti pada tabel berikut: Tabel1. Batas penyakit ginjal kronik
Berdasarkan data laboratorium, pasien sah mengalami proteinuria dan data lain
yang spesifik menunjukkan adanya kerusakan ginal seperti penngkatan serukm
kreatinin, peningkatan BUN dan penurunan lau filtrasi glomerulus.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium (Perazella, 2005)
Table 2. stadium penyakit ginjal kronik
4
Laju filtrasi glomerulus dapat dihitung dengan rumus MDRD (Modification of
Diet in Renal Disease), rumusnya sebgai berikut :
GFR = 186 X (SCr)-1,154 X (age)-0,203 x (0,74 if female) x (1,21 if African-
American) (Dipiro J et al, 2008).
Dengan menggnakan rumus di atas, maka dapat di hitung GFR dari pasien
GFRpasien = 186 x (15,1)-1,154 x (54)-0,203
= 3,57 mL/menit/1,73 m2 (menggunakan data Serum Kreatinin yang paling
tinggi dari pasien) Nilai GFR pasien berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 3,57
mL/menit/1,73 m2 , nilai tersebut lebih rendah dari 15, sehingga berdasarkan nilai
tersebut pasien didiagnosa penyakit ginjl kronis stage 5 atau fase gagal ginjal.
Faktor Risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu
dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam
keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
5
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik
glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006). Gejala ini
terlihat pada pasien melalui pemeriksaan USG.
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
6
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great
imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
Pasien dengan hiperglikemia maka konsentrasi glukosa dalam darah
meningkat, viskositas darah tinggi atau mengental sehingga memperlambat laju
aliran darah. Aliran darah yang lambat dapat menimbulkan resiko penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis) sehingga menyebabkan kerja jantung dalam
memompa darah lebih berat yang pada akhirnya tekanan darah meningkat. Ketika
kerja jantung berat, maka perfusi darah ke seluruh tubuh menjadi berkurang,
termasuk ke ginjal. Ginjal akan berjalan lebih beraturan untuk memfiltasi darah
dan zat-zat yang masih dibutuhkan tubuh salah satunya adalah glukosa, sehingga
performa ginjal dalam penyaringan menjadi berkurang dan ginjal mengalami
kerusakan (nefropatik) (Masharani, 2006).
Pada kondisi komplikasi diabetes terdapat manifestasi makroangiopati yang
berdampak pada kerusakan ginjal atau disebut dengan nefropati diabetik. Namun
pasien Tn. Znr tidak didiagnosa Diabetes mellitus tetapi kadar gula garahnya yang
meningkat/ hiperglikemi.
HIPERTENSI
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,
1998).
7
Tekanan yang tinggi hampir selalu menyebabkan berbagai pendarahan pada
ginjal, yang menimbulkan banyak kerusakan pada area ginjal, dan akhirnya terjadi
gagal ginjal, uremia, dan kematian. Peranan renin-angiotensin sangat penting pada
hipertensi renal atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila
terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah
besar renin yang akan membentuk angiotensin. Selanjutnya angiotensin akan
menimbulkan konstriksi arteriol diseluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan
kembali tekanan darah ke tingkat normal.
Pengaturan Melalui Ginjal. Tanggung jawab terhadap pengaturan tekanan
darah arteri jangka panjang hanpir seluruhnya dipegang oleh ginjal. Dalam hal ini
ginjal berfungsi melalui dua mekanisme penting, yaitu mekanisme hemodinamik
dan mekanisme hormonal. Mekanisme hemodinamik sangat sederhana. Bila
tekanan arteri naik melewati batas normal, tekanan yang besar dalam arteri renalis
akan menyebabkan lebih banya cairan yang disaring sehingga air dan garam yang
dikeluarkan dari tubuh juga meningkat. Hilangnya air dan garam akan mengurangi
volume darah, dan sekaligus menurunkan tekanan darah kembali normal.
Sebaliknya bila tekanan turun di bawah normal, ginjal akan menahan air dan garam
sampai tekanan naik kembali menjadi normal. Pada kondisi pasien yang sudah
memiliki riwayat hipertensi, risiko kerusakan pada ginjal sangat memungkinkan
(Hernawati, 2007)
HIPERKALEMIA
Diagnosa lain yaitu hiperkalemia, tetapi kondisi tersebut hanya terjadi pada awal
MRS. Kondisi hiperkalemia sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya
gangguan irama jantung dan cardiac arrest.
PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan lain yang menandakan adanya komplikasi yaitu berdasarkan
hasil USG terlihat adanya hepatomegali dan asites. Pemeriksaan pada foto thorax
terlihat adanya kardiomegali dan efusi pleura.Hasil pemeriksaan tersebut
8
menandakan adanya gangguan pada system kardiovas yang menyebabkan
terjadinya efusi pleura, hepatomegaly, asites dan bengkak.
Bentuk kompensasi jantung terhadap kerja keras yang dilakukannya yaitu
membesarnya jaringan pada jantung sehingga terjadi kardiomegali. Tekanan darah
yang tinggi pada vena porta inferior menyebabkan kerja hati menjadi
payah.Hipertensi yang menyebabkan gangguan pada hepar disebut hipertensi
porta.Hipertensi porta mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan di rongga
peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi (Sibuea, 2005).
Anemia pada Gagal Ginjal Kronis
Data klinik pasien menunjukkan terjadinya anemia.Pada Gagal Ginjal
Kronik (GGK) dimana telah terjadi kerusakan menetap jaringan ginjal, maka
semua fungsi tersebut akan terganggu. Anemia hampir selalu dijumpai pada
penderita GGK, kecuali pada penderita GGK karena ginjal polikistik. Dikenal 4
mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab anemia pada GGK, yaitu :
1. Defisiensi eritropoetin (Epo)
2. Pemendekan hidup eritrosit
3. Metabolit toksik yang merupakan inhibitor eritropoesis
4. Kecenderungan berdarah karena trombopati
Defisiensi Epo merupakkan penyebab utama anemia pada GGK.Dalam
keadaan normal90% Epo diproduksi ginjal dan hanya 10 % diproduksi di
9
hati.Keadaan hypoxia merupakan rangsangan untuk peneningkatan pembentukan
Epo.Epo mempengaruhi produksi eritrosit dengan merangsang proliferasi,
diferensiasi dan maturasi precursor eritroid. Disamping itu masih banyak faktor
lain yang juga ikut berperan dlam timbulnya anemia pada GGK, yaitu :
1. Gangguan eritropoesis
- Defisiensi Epo
- Defisiensi Fe
- Defisiensi asam folat
- Inhibitor uremik
- Hiperparatiroid
- Intoksikasi aluminium
2. Pemendekan umur eritrosit
- Hemolysis
- Hipersplenisme
- Transfusi berulang
3. Kehilangan darah
- Perdarahan karenan trombopati
- Prosedur hemodialysis (Pranawa, 1993).
PLAN
1. Tujuan terapi
o Mencegah keparahan penyakit
o Memberikan terapi yang tepat terhadap pasien dengan penyakit komplikasi
organ
o Meningkatkan kualitas hidup, misalnya dengan melakukan hemodialysis
dan penurunan tekanan darah
o Memberikan penatalaksanaan terkait pencegahan toksikasi akibat system
kardiovas dan ginjal yang terganggu
10
o Mengobati komplikasi yang timbul seperti anemia, asites, gangguan hepar,
efusi pleura, dll.
o Melakukan pemantauan terhadap obat yang diberikan serta penyesuaian
dosis terhadap kondisi pasien
2. Sasaran Terapi
o Tekanan darah menurun hingga 130 mmHg, terutama pada saat akan
dilakukan dialysis
o Menurunkan kadar glukosa darah hingga normal <110 mg/dL
o Mengobati edema atau penumpukan cairan baik pada paru maupun pada
rongga peritoneal
o Mencegah berkembangnya mikroorganisme pathogen pada tempat
penimbunan cairan dengan menggunakan antibiotic yang tepat mengingat
banyak antibiotic yang sudah resisten
o Penurunan kadar serum kreatinin, BUN, fosfat, as urat, kalium, dll.
o Perawatan hepatomegaly dan kardiomegali
3. Profil Terapi yang disarankan
Obat Dosis 26/10 27 29 31 2 4 5 6 7 9 10 11 12 13
Glimepiride 2mg-0-0 (po) V v v v v v v v v v v v v
Enalapril 4x1,25mg
(po)
v v v v v v v v v v v v V v
HCT 50mg-0-0 V v v v v v v V v V V v v v
Amlodipine 2,5 mg/hr V v v v v v v V v V v v V
Ca glukonat 1g/hr(po) V v v v v v v V v v V
Roborantia 2x300mgpo) V v v v v iv iv Iv
Ca Karbont 2x500mg V v v v v V
Ondansentron 16mg/hr V V
Oksigen 3 lpm v V V V
Ibuprofen 4x200mg v V v V
Amikacin 3x1 (1,3 ml)
= 1000mg
V v v v 3x
2ml
v v 3x
2ml
V V 3x
2ml
V
Allupurinol 3x100mg
(po)
v v V v v v V V v v V
11
1. Glimepiride
Indikasi : tambahan dalam diet dan latihan pada diabetes tipe 2 dimana
hiperglikemia tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan olah raga,
Dosis :1 kali sehari 2 mg bersama dengan sarapan atau asupan
utama di pagi hari, diberikan selama terapi.
Efek samping: yang sering muncul yaitu hipoglikemi.
Mekanismeaksi : menurunkan glukosa darah dengan cara stimulasi
pelepasan insulin dari pancreas sehingga menurunkan produksi glukosa
hepatic serta meningkatkan sensitifitas insulin (Lacy, 2009)
Cara pemberian : diberikan secara per oral, 1 kali sehari 1 tablet (2 mg)
Alasan pemilihan : merupakan obat antidiabetik golongan sulfonylurea,
pemeriksaan gula darah pasien belum spesifik karena hanya berdasarkan
nilai Gula darah Sesaat (GDA) saja. Untuk memcegah terjadinya
hiperglikemia maka diberikan glimepiride oral dan tidak menggunakan
insulin, sebab pada praktiknya insulin diberikan pada pasien dengan kadar
gula darah lebih dari 200 mg/dL.
2. Enalapril Maleat
Indikasi : terapi pada hipertensi dan simtomatik CHF pada kombinasi
dengan diuretic dan digitalis. Unlabeled : terapi pada diabetic nefropati,
hipertensi dimasa kanak-kanak, dan hipertensi yang berhubungan dengan
scleroderma renal krisis.
Dosis : 1,25 mg tiap 6 jam.
Efek samping : hipotensi, hyperkalemia, menurunkan kadar hemoglobin
dan hematocrit,dll.
Mekanisme aksi : secara kompetitif menghambat angiotensin I converting
enzim pencegah berubahnya angiotensin I menjadi angiotensin II yang
berpotensi menyebabkan vasokonstriksi. Sehingga menurunkan retensi
Natrium dan cairan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis
(Lacy, 2009)
Cara pemberian : secara IV, 1,25 mg/mL tiap 6 jam sekali.
12
Alasan pemilihan : sesuai algoritma terapi, ACE Inhibitor merupakan obat
antihipertensi pada pasien hipertensi yang disertai gagal ginjal, terutama
Enalapril digunakan pada pasien dengan proteinuria.
3. Hidroklortiazide
Indikasi : digunakan pada terapi edema yang berkaitan dengan CHF,
sirosis hepatic, penyakit ginjal dan hipertensi
Dosis : per oral , satu kali sehari 50 mg
Efek samping :ortostatik hipotensi, hiperglikemia, dll
Mekanisme aksi : menstimulasi ekskresi Na, Cl dan air menghambat
transport Na melalui tubulus ginjal (Tatro, 2004).
Cara pemberian : secara per oral
Alasan pemilihan terapi : diberikan sebab bekerja sinergis untuk
menurunkan tekanan darah dan mengurangi edema pada pasien,
penggunaan loop diuretic ternyata terdapat interaksi dengan antibiotika
golongan aminoglikosida yang dapat menimbulkan toksisitas pada audio,
dimana antibiotic aminoglikosida amikacin digunakan juga pada pasien Tn.
Znr yang sudah mengalami reistensi pada berbagai natibiotik dan masih
sensitif dengan antibiotic amikacin.
4. Amlodipine
Indikasi : hipertensi, chronic stable angina, vasospastic
Dosis : Per oral 2,5 mg/ hari
Efek samping : pusing, mual, dyspepsia, takhikardi, bradikardi, dll
Mekanisme aksi : golongan kalsium kanal bloker, menghambat
perpindahan ion Ca melewati membrane sel di sistemik dan pembuluh
coroner otot polos (Tatro, 2004)
Cara penggunaan :digunakan secara per oral
Alasan pemilihan : digunakan secara sinergis dengan ACEI dan diuretic
untuk menurunkan tekanan darah.
5. Ca glukonat
Indikasi : terapi dan pencegahan hiperkalemia
Dosis :1000 mg/ hari secara peroral
13
Efek samping : konstipasi
Mekanisme aksi : ion kalsium menstimulasi pelepasan neurotransmitter di
otot polos jantung, sehingga mencegah terjadinya efek pada kardiovaskular
akibat hiperkalemi yaitu aritmia jantung. (Lacy, 2009)
Cara penggunaan : digunakan pada tanggal 26 oktober-1 November, secara
per oral
Alasan pemilihan : hiperkalemi berdampak pada kontraksi otot jantung,
sehingga perlu dicegah dengan intake kalsium glukonat. Hyperkalemia
dapat diterapi dengan dialysis.Oleh karena itu, penggunaan Ca glukonat
tidak diberikan jika pasien sudah didialisis.
6. Roborantia
Indikasi :Merupakan suplemen besi berupa garam besi yang digunakan
untuk pencegahan dan pengobatan anemia akibat defisiensi besi
Dosis : 2 kali sehari 1 tablet @ 300 mg
Efek samping : -
Mekanisme aksi :merupakan komponen pembentuk eritrosist (Lacy,
2009)
Cara penggunaan : secara per oral
Alasan pemilihan : pada pasien dengan CKD untuk inisiasi menggunakan
suplemen besi oral, apabila respon tidak sesuai yang diharapkan maka
diganti dengan pemberian melalui IV, apabila pemberian melalui IV tapi
kadar Hb masih dibawah 11, maka diberi agen eritropoetin.
7. Ca Karbonat
Indikasi : hiperfosfatemia
Dosis : 2 kali sehari 1 tablet @500 mg
Efek samping : -
Mekanisme aksi : mengikat kelebihan fosfat (lacy, 2009)
Cara penggunaan : digunakan secara per oral
Alasan pemilihan : kadar fosfat dalam darah tinggi karena ginjal tidak
dapat melakukan filtrasi dengan baik, fosfat yang tinggi di dalam serum
akan mengikat Ca serum, bahkan Ca tulang juga ikut terikat sehingga
14
cenderung berakibat munculnya osteoporosis, sehingga perlu asupan Ca
untuk mengikat fosfat/ fosfat binding.
8. Ondansentron
Indikasi : sebagai obat antimual dan muntah
Dosis : 16 mg/ hari
Efek samping :mulut kering, hipokalemi, konstipasi, dll
Mekanisme aksi : selektif serotonin (5HT3) antagonis reseptor yang
menghambat serotonin pada GI atau CTZ (Tatro, 2004)
Cara penggunaan : digunakan secara oral pada waktu mual dan muntah
Alasan pemilihan : pasien mengalami mual dan muntah, obat untuk
mengatasi mual dan muntah pada pasien CKD, hipertensi perlu diberikan.
9. Oksigen
Indikasi : O2 diberikan untuk memberikan bantuan oksigen karena
pasien mengalami sesak yang diakibatkan karena asupan darah yang
diperlukan tubuh berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah
arteri sehingga pasien hipoksia, sesak napas
Dosis : 3 lpm
Efek samping : efek yang tidak diinginkan apabila oksigen diberikan
secara terus menerus yaitu iritasi hidung, ketoksikan oksigen dalam paru,
dan mengurangi pergerakan respirasi (Lacy, 2008).
Cara penggunaan :oksigen diberikan melalui sungkup muka atau selang
kecil yang dimasukkan ke dalam lubang hidung.
Alasan pemilihan : pasien mengalami sesak saat penurunan nadi dan
respiration rate.
15
10. Ibuprofen
Indikasi : mengurangi inflamasi, nyeri dan demam
Dosis : 4 kali sehari @200 mg
Efek samping : efek samping jarang muncul
Mekanisme aksi : mengurangi inflamasi, nyeri dan demam melalui
inihibisi pada aktivitas siklooksigenase dan sintesis prostaglandin (Tatro,
2004)
Cara penggunaan : digunakan oral jika febris
Alasan pemilihan : suhu tubuh pasien meningkat terutama pada tanggal
31/10, 10 dan 13
11. Amikacin
Indikasi :digunakan pada infeksi saluran pernapasan dan infeksi bakteri
gram negative, pada kasus ini digunakan untuk terapi asites dan pneumonia
Dosis : digunakan secara IV 20 mg/ kg/ hari (250 mg/ml, df 1 amp:2
ml, 4ml) digunakan bersama dengan carbapenem. Setelah hemodialysis,
obat hanya terdistribusi 2/3 kali dosis normal sehingga perlu peningkatan
dosis sebelum dialysis.
Efek samping : 1-10% renal toksisitas
Mekanisme aksi : menghambat sintesis protein bakteri
Cara penggunaan : digunakan secara IV
Alasan pemilihan : menggunaka antibiotic amikacin golongan
aminoglikosida sebab, pasien mengalami resistensi terhadap banyak macam
antibiotic dan masih sensitif pada penggunaan amikacin. (Lacy, 2009)
12. Allupurinol
Indikasi : asam urat
Dosis : 3 kalisehari 1 tablet @100 mg
Efek samping :pusing, reaksi alergi, diare, dyspepsia, mual, muntah, dll
Mekanisme aksi : menghambat xantin oksidase, yaitu enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi xantin kemudian asam urat (Tatro, 2004)
Cara penggunaan : digunakan secara per oral
16
Alasan pemilihan :kadar asam urat pada pasien tinggi, sehingga diperlukan
obat untuk menurunkan kadar asam uratnya.
PENCEGAHAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Modifikasi gaya hidup
Pola hidup memegang peranan penting dalam menentukan derajat
kesehatan seseorang. Mengatur pola makan rendah lemak dan mengurangi
garam, minum air yang cukup (disarankan 10 gelas atau dua liter per hari),
berolahraga secara teratur dan mengatur berat badan ideal, hidup dengan santai
merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga fungsi organ tubuh
untuk dapat bekerja maksimal. Bernafas dalam dan perlahan selama beberapa
menit perhari dapat menurunkan hormon kortisol sampai 50%. Kortisol adalah
hormon stress yang apabila terdapat dalam jumlah berlebihan akan
mengganggu fungsi hampir semua sel di dalam tubuh. Bersantai dan
melakukakn latihan relaksasi serta mendengarkan musik juga merupakan
alternatif untuk mengurangi stress.
2. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik tanpa
sepengetahuan dokter, misalnya obat pereda nyeri yang dijual bebas dan
mengandung ibuprofen maupun obat-obatan herbal yang belum jelas
kandungannya.
3. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang
diketahui nefrotoksik.
B. Pencegahan Sekunder
1. Penegakan diagnosa secara tepat
Pengelolaan terhadap penyakit ginjal yang efektif hanya dapat
dimungkinkan apabila diagnosisnya benar. Pemeriksaan fisis yang diteliti dan
17
pemilahan maupun interpretasi pemeriksaan laboratorium yang tepat amat
membantu penegakan diagnosis dan pengelolaannya. Ginjal mempunyai kaitan
yang erat dengan fungsi organ-organ lain dan demikian pula sebaliknya, oleh
karena itu haruslah penderita dihadapi secara utuh bukan hanya ginjalnya saja,
baik pada pengambilan anamnesis maupun pada pemeriksaan jasmani dan
pemeriksaan lainnya.
2. Penatalaksanaan medik yang adekuat
Pada penderita gagal ginjal, penatalaksanaan medik bergantung pada
proses penyakit. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan kadar normal
kimia dalam tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki jaringan, serta
meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. Tindakan
yang dilakukan diantaranya:
a. Penyuluhan pasien/keluarga
Pasien lebih mampu menerima pendidikan setelah tahap akut. Materi yang
dapat dimasukkan dalam pendidikan kesehatan meliputi: penyebab
kegagalan ginjal, obat yang dipakai (nama obat, dosis, rasional, serta efek
dan efek samping), terapi diet termasuk pembatasan cairan (pembatasan
kalium, fosfor dan protein, makan sedikit tetapi sering), perawatan lanjutan
untuk gejala/tanda yang memerlukan bantuan medis segera (perubahan
haluaran urine, edema, berat badan bertambah tibatiba, infeksi,
meningkatnya gejala uremia).
b. Pengaturan diet protein, kalium, natrium.
Pengaturan makanan dan minuman menjadi sangat penting bagi penderita
gagal ginjal. Bila ginjal mengalami gangguan, zat-zat sisa metabolisme dan
cairan tubuh yang berlebihan akan menumpuk dalam darah karena tidak
bisa dikeluarkan oleh ginjal. Konsumsi protein terlalu banyak dapat
memperburuk kondisi kerusakan ginjal karena hasil metabolismenya yang
paling berbahaya, urea, menumpuk didalam darah sehingga terjadi
peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN). Diet gagal ginjal juga didukung
dengan pembatasan asupan natrium (garam) untuk mengatur keseimbangan
cairan-elektrolit, pemberian makanan yang kaya kalsium untuk mencegah
18
osteotrofi ginjal (penurunan masa jaringan, kelemahan otot). dan
memperbaiki gangguan irama jantung yang tidak seimbang (aritmia).
c. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
Perubahan kemampuan untuk mengatur air dan mengekskresi natrium
merupakan tanda awal gagal ginjal. Tujuan Dari pengendalian cairan
adalah memepertahankan status normotensif (tekanan darah dalam batas
normal) dan status normovolemik (volume cairan dalam batas normal).
Dapat dilakukan dengan pengendalian elektrolit, seperti: Hiperkalemia
dikendalikan dengan mengurangi asupan makanan yang kaya dengan
kalium (pisang, jeruk, kentang, kismis, dan sayuran berdaun hijau).
C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan langkah yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian.
Pengobatan penyakit yang mendasari, sebagai contoh: masalah obstruksi saluran
kemih dapat diatasi dengan meniadakan obstruksinya, nefropati karena diabetes
dengan mengontrol gula darah, dan hipertensi dengan mengontrol tekanan darah.
1. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisis klinis di rumah sakit.
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.
Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
19
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal
ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis
kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi
ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang
lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.
Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal
saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua
sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor
kadaver).
MONITORING
- Monitoring proteinuria dengan pemeriksaan urin 24 jam
- Menurunkan tekanan darah yaitu dengan menurunkan tekanan darah menjadi
normal 120/80 mmHg
- Monitoring kadar serum kreatinin
- Monitoring hematokrit dan Hb
KIE (Konsultasi, Informasi, dan Edukasi)
- Pasien diharapkan untuk olahraga teratur
- Pasien dianjurkan minum obat sesuai aturan pakai secara teratur
- Pasien diharapkan makan sayur dan buah yang mengandung zat besi
- Pasien harus mengatur waktu istirahat secara teratur
- Pasien harus membatasan konsumsi garam dapur
- Pasien tidak dianjurkan mengkonsumsi Alkohol.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chonchol, M., Spiegel, D.M., 2005.The Patient with Chronic Kidney Disease.In:
Schrier, R.W., 6th ed. Manual of Nephrology. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins, 177-186.
Clarkson, M.R., Brenner, B.M., 2005. Pocket Companion to Brenner & Rector’s the
Kidney. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Dipiro J, Rotschafer JC, Kolesar JM, Malone PM, Schwinghammer TL, Wells B,
Chisholm-Burn M. 2008. Pharmacotherapy Principle & Practice.McGraw Hill
Medical. New York.
Hernawati. 2007. Sistem Renin –Angiotensin-Aldosteron : Perannya dalam
Pengaturan Tekanan Darah dan Hipertensi. FMIPA UPI: Bandung.
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm#whatis.
Lacy, Charles F. 2009.Drug Information Handbook 14th edition. North American :
Lexicomp
Masharani, U., 2006, Diabetes Mellitus and Hypoglycemia, dalam Tierney, L.M.,
McPhee, S.J., dan Papadakis, M.A., (Eds.), Current Medical Diagnosis and
Treatment, 45th Ed., 1221-1222, The Mc Graw-Hill Companies, New York.
National Kidney Foundation, 2009.Chronic Kidney Disease. New york: National
Kidney Foundation. Available from:
Perazella, M.A., 2005. Chronic Kidney Disease.In: Reilly, R.F, Jr., Perazella, M.A.,
ed. Nephrology In 30 Days. New York: Mc Graw Hill, 251-274.
Pranawa. 1993. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Majalah Ilmu Penyakit Dalam.Vol
19.hal-31.
Prodjosudjadi, W., 2006.Glomerulonefritis.Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 527-530.
Roesli, R., 2008. Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di Indonesia.Dalam: Lubis,
H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95-108.
21
Sibuea WH, MM Panggabean, SP Gultom. 2005. Ilmu Penyakit dalam. Cetakan
Kedua. Jakarta : Rhineka Cipta.
Sidabutar, R.P., Wiguno, P., 1998. Hipertensi Esensial. Dalam: Soeparman., et al.,
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 205-
223.
Soegondo, S., 2005.Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini.Dalam:
Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 17-28.
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, Wolters Kluwer
Health, Inc., USA.
22