Transcript

Nama: Dinieska IndiastriNPM: 1102011081LI 1. Memahami dan Menjelaskan HipersensitivitasLO 1.1. DefinisiHIPERSENSITIVITASMenunjukkan suatu keadaan dengan respons imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan pejamu. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (allergen). Kontak pertama adalah kejadian pendahulu yang dapat menginduksi sensitasi terhadap allergen tersebut. (Jawetz et all)LO 1.2. KlasifikasiPembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Waktu Timbulnya Reaksi1. Reaksi CepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam waktu 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Menifestasi reaksi cepat beruapa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local.2. Reaksi IntermedietTerjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi : - Reaksi transfuse darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun - Reaksi Arthus local dan reaksi sistemik seperi serum sickness, vasculitis nekrotis, glomerulonephritis, arthritis rheumatoid dan LES.Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK. 3. Reaksi LambatReaksinya sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.

Pembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Gell dan Coombs1. Hipersensitivitas Tipe IDiperantai oleh reaksi IgE yaitu ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basophil melepas melepas vasoaktif.2. Hipersensitivitas Tipe IIYaitu reaksi sitotoksik oleh IgG atau IgM, reaksinya berupa Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen atau ADCC (Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxicity)3. Hipersensitivitas Tipe IIIYaitu rekasi komplek imun Ag-Ab mengaktifkan komplemen dan respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrophil.4. Hipersensitivitas Tipe IVYaitu reaksi seluler yang diperantai oleh sel T. Responsnya berupa sel Th1 yang disensitasi melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag atau sel Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel Th2 dan Tc menimbulkan respons sama.(Baratawidjaja Garna Karnen, Rengganis Iris. Imunologi Dasar FKUI Edisi 10)LO 1.3. Etiologi1. ObatBermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secaraimunologik maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sulfonamid,analgesik dan diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atauII. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung merangsang selmast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein,opium dan zat kontras .2. MakananMakanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.Terdapat dua macam zat makanan yang diketahui dapat menyebabkan ataumemprovokasi urtikaria yaitu tartrazine, yang ditemukan dalam minumandan permen berwarna kuning dan jingga, dan natrium benzoat yangdigunakan secara luas sebagai bahan pengawet.3. Gigitan dan sengatan serangga.Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat,hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).4. InhalanInhalan berupa serbuk sari bunga, spora jamur, debu, bulu binatangdan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik(tipe 1).

5. KontaktanLesi terbentuk hanya di daerah asal kontak, misalnya di daerah kontakdengan air liur anjing atau rambut, atau di bibir setelah mencerna makananberprotein terutama pada pasien atopik.6. Trauma FisikTrauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktortekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologikmaupun non imunologik.Dapat timbul urtika setelah goresan dengan bendatumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebutdermografisme atau fenomena Darier.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe ILO 2.1 DefinisiReaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan allergen. Pada reaksi Tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun berupas produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.LO 2.2 EtiologiPenyebab umum hipersensitivitas tipe I adalah penisilin.LO 2.3. MekanismeMekanisme umum hipersensitivitas tipe cepat melibatkan beberapa tahap berikut: Suatu antigen menginduksi pembentukan antibody IgE, yang berikatan kuat melalui bagian Fc ke suatu reseptor pada sel-sel mast dam eosinophil. Beberapa waktu kemudian, kontak kedua seseorang dengan antigen yang sama menyebabkan fiksasi antigen ke Ig E, dan melepaskan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel-sel dalam waktu beberapa menit. Nukleotida siklik dan kalsium berperan penting dalam pelepasan mediator.Dapat juga terjadi fase lambat kedua yang berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan infiltrasi neutrophil, monosit, dan leukosit-leukosit lainke dalam jaringan.Mediator Hipersensitivitas Tipe I1. Histamin. Berbentuk precursor dalam trombosit dan juga ditemukan dalam granula sel mast dan eosinophil. Pelepasan histamine meyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos (missal, bronkospasme). Obat-obat antihistamin dapat menghalangi tempat reseptor histamine dan relative efektif dalam pengobatan rhinitis alergika. Histamin adalah salah satu mediator primer pada reaksi tipe I. 2. Prostaglandin dan Tromboksan, dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase. Prostaglandin menyebabkan bronkokonstriksi dan dilatasi serta peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan menyebabkan agregasi trombosit.(Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology, 23th ed.)Pada tipe I ini terjadi beberapa fase yaitu: a) Fase sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan unutk pembentukan IgE. B) Fase aktivasi, yaitu fase yang terjadi karena paparan ulang antigen spesifik. Akibat aktivasi ini sel mast/basophil mengeluarkan kandungan yang berbentuk granul yang dapat menimbulkan reaksi. c) Fase efektor, yaitu fase terjadinya respon imun yang kompleks akibat pelepasan mediator.(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I)LO 2.4. Manifestasi Manifestasi klinis yang terjadi merupakan efek mediator kimia akibat reaksi antigen dengan IgE yang telah terbentuk menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler serta hipersekresi kelenjar mucus. 1. Kejang broncus gejalanya berupa sesak. Kadang-kadang kejang bronkus disertai kejang laring. Bila disertai edema laring keadaan ini bisa sangat gawat karena pasien tidak dapat atau sangat sulit bernafas.2. Urtikaria 3. Angioedema4. Pingsan dan hipotensiHipersensitivitas tipe I bermanifestasi sebagai reaksi jaringan yang terjadi dalam waktu 15-30 setelah antigen bergabung dengan antibody yang sesuai. Karena hal tersebut mengenai beberapa organ dan secara potensial membahayakan, reaksi ini sering disebut sebagai anafilaksis. (Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I)

Hipersensitivitas Tipe IIReaksi hipersensitivitas Tipe II atau reaksi sitotaksik terjadi oleh karena terbentuknya IgM/IgG oleh pajanan antigen. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel-sel yang memiliki reseptornya (FcgR). Ikatan antigen-antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen melalui reseptor komplemen. Manifestasi klinis reaksi alergi tipe II umumnya berupa kelainan darah seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinifilia, dan granulositopenia. Nefritis interstisial dapat juga merupakan reaksi alergi tipe ini. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V)Hipersensitivitas tipe II melibatkan pengikatan antibody (IgG atau IgM) ke antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraselular. Antibodi yang ditujukan pada antigen permukaan sel dapat mengaktifkan kompleme (atau efektor lain) untuk merusak sel. ANtibodi (IgG atau IgM) melekat pada antigen melalui region Fab dan bekerja sebagai jembatan terhadap komplemen melalui region Fc. Hasilnya dapat terjadi lisis yang diperantai komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfuse ABO, dan penyakit hemolitik Rh. Obat-obatan seperti penisilin dapat melekat pada protein permukaan sel darah merah dan mencetuskan pembentukan antibodi. Antibodi autoimun tersebut kemudian dapat bergabung dengan permukaan sel, dan akibatnya terjadi hemolysis. (Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology, 23th ed.)Tipe III: Hipersensitivitas Komplesk ImunReaksi ini disebut juga reaksi kompleks imun dan akan terjadi bila kompleks ini mengendapkan pada jaringan. Antibodi yang berperan disini ialah IgM dan IgG. Kompleks ini akan mengaktifkan pertahanan tubuh yaitu dengan pelepasan komplemen.Manifestasi klinik reaksi alergi tipe II dapat berupa:1. Urtikaria, angioedemam eritema makulopapula, eritema multiform, dan lain-lain. Gejala tersebut sering disertai pruritus (sensasi kulit yang tidak menyenangkan menimbulkan keinginan untuk menggosok dan menggaruk kulit untuk menghilangkannya).2. Demam3. Kelainan sendi, arthralgia, dan efusi sendi4. Limfadenopati5. Lain-lain : a. Kejang perut, mualb. Neuritis opticc. Glomerulonefritisd. Sindrom lupus eritematosus sistemike. Gejala vaskulitis lainnya.Gejala tadi timbul 5-20 hari setelah pemeberian obat, tetapi bila sebelumnya pernah mendapat obat tersebut, gejala dapat timbul dalam waktu 1-5 hari.Hipersensitivitas Tipe IVDisebut Delayed Type Hypersensitivity (DTH) juga dikenal Cell Mediated Immunity (reaksi imun selular). Pada reaksi ini tidak ada peranan antibody karena respons sel telah disensitasi oleh antigen tertentu. Berbagai jenih DTH yaitu :1. Cutaneous Basophil Hypersensitivity2. Hipersensitivitas kontak (Contact Dermatitis)3. Reaksi tuberculin4. Reaksi granulomaManifestasi klinik : Reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk, infiltrate paru, dan efulsi pleura. Namun, dermatitis merupakan manifestasi paling sering kadang-kadang baru timbul bertahun-tahun setelah sensitisasi.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Peran Anti-Histamin dan KortikosteroidANTIHISTAMINAntara tahun 1937-1972 beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati edema, eritem dan pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamine. Antihistamin ini digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru, yaitu burinamid, metiamid dan simetidin yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamine.Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor histamine H1 dan H2.1. ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1)Tabel 17-1. PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN (AH1), DOSIS, MASA KERJA, AKTIVITAS ANTIKOLINERGIKNYAGolongan dan contoh obatDosis DewasaMasa Kerja Aktivitas Antikolinergik

ANTIHISTAMIN GENERASI 1Etanolamin karbinoksamin4-8 mg3-4 jam +++ difenhidramin25-50 mg4-6 jam +++ dimenhidrinat50 mg4-6 jam +++(garam difenhidramin)

Etilenediamin pirilamin25-50 mg4-6 jam + tripelenamin25-50 mg4-6 jam +

Piperazin hidroksizin25-100 mg6-24 jam ? siklizin25-50 mg4-6 jam - meklizin25-50 mg12-24 jam -

Alkilamin klorfeniramin4-8 mg4-6 jam + bromfeniramin4-8 mg4-6 jam +

Derivat fenotiazin prometazin10-25 mg4-6 jam +++

Lain-lain siproheptadin4 mg6 jam+ mebhidrolin napadisilat50-100 mg4 jam+

ANTIHISTAMIN GENERASI IIastemizol10 mg


Top Related