Download - HIPERSENSITIVITAS 2013
Bydr. Maria Selvester Thadeus, M.Biomed
DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIFK UPN “VETERAN” JAKARTA
2013
MEKANISME JEJAS YANG DIPERANTARAI
IMUN
10/8/2013
2
Aktivasi imun Ab & respon sel T potensi sembuh / merusak.
Kelainan patologik sistem imun digolongkan dalam 4 kategori :
1. Reaksi hipersensitivitas2. Autoimunitas3. Keadaan defisiensi, kongenital atau
akuisita4. Amiloidosis (akumulasi protein
ekstrasel)
10/8/2013
3
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
10/8/2013
4
DefinisiReaksi imunologik (humoral atau diperantarai seluler) terhadap antigen, baik yang bersumber endogen maupun eksogen, dapat menyebabkan beberapa reaksi perusakan jaringan.
10/8/2013
5
KLASIFIKASIberdasarkan mekanisme
imunologis yang mendasari penyakit :
- Reaksi hipersensitivitas tipe I- Reaksi hipersensitivitas tipe II- Reaksi hipersensitivitas tipe III- Reaksi hipersensitivitas tipe IV
10/8/2013
6
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE
I
10/8/2013
7
HIPERSENSITIVITAS TIPE IDimediasi oleh antibodi
imunoglobulin E (IgE) yang ditujukan pada antigen spesifik (alergen)
induksi sel Th2 CD4+ Sintesis IgESel Th2 menghasilkan sitokin (IL-
4, IL-3, IL-5, GM-CSF p’↑ produksi & kelangsungan hidup eosinofil)
IgE terikat pada reseptor Fc permukaan spesifik sel mast (memori mastosit) dan basofil 10/8/2013
8
Rangkaian peristiwa timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I.APC – antigen presenting cell, CM-CSF granulocyte macrophage colony stimulating factor, TCR T-cell receptor, Sel TH2 – T helper CD 4+ 10/8/2013
9
pajanan ulang, alergen berikatan silang dengan IgE pada sel – sel mast mengakibatkan:
1. Degranulasi vesikel yang sudah terbentuk sebelumnya (mediator primer: histamin, protease, ECF, NCF)
2. Sintesis de novo dan pelepasan mediator sekunder (metabolit asam arakhidonat dan sitokin)
HIPERSENSITIVITAS TIPE I
10/8/2013
10
Aktivasi sel mast pada hipersensitivitas tipe I dan pelepasan mediator ECF – eosinophil chemotactic factor, NCF – neutrophil chemotactic factor, PAF – platelet activating factor
10/8/2013
11
Mediator primer:1. HISTAMIN
p’↑ permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokonstriksi dan m’↑ sekresi mukus.
2. ADENOSINbronkokonstriksi dan menghambat agrregasi trombosit, serta NCF, ECF
3. HEPARIN & PROTEASE NETRAL (triptase) kinin dan memecah komponen komplemen menghasilkan faktor kemotaksis dan inflamasi tambahan
10/8/2013
12
Mediator sekunder:1. Mediator lipid dihasilkan melalui aktivasi
fosfolipase A2 (memecah fosfolipid membran sel mast asam arakhidonat sintesis : a. leukotrien C4, D4 & E4: agen vasoaktif dan spasmogenik poten (aktif >1000 x d/p histamin. Leukotrien B4 sangat kemotaktik u/ netrofil, eosinofil dan monositb. prostaglandin D2 mediator yang >>> dihasilkan jalur siklooksigenase sel mast bronkospasme hebat, m’↑ sekresi mukus, vasodilatasi.
2. Platelel activating factor (PAF) agregasi trombosit, pelepasan histamin dan bronkospasme, vasodilatasi, p’↑ permeabilitas vaskuler, kemotaktik u/ netrofil dan eosinofil
3. Sitokin o/ sel mast: TNF (adhesi, emigrasi dan aktivasi leukosit), IL-1, IL-4 (faktor pertumbuhan sel mast mengendalikan sintesis IgE o/ sel B), IL-5, IL-6, IL-3, GM-CSF
10/8/2013
13
KERJA MEDIATOR SEL MAST PADA HIPERSENSITIVITAS TIPE I
10/8/2013
14
Degranulasi basofil dan sel mast dipicu oleh:
1. Anafilatoksin (fragmen komplemen C3a dan C5a
2. Obat-obatan tertentu (kodein, morfin, adenosin)
3. Racun lebah (melitin)4. Sinar matahari5. Trauma6. Panas atau dingin
10/8/2013
15
HIPERSENSITIVITAS TIPE IMenimbulkan reaksi:
1. Lokal (ringan: rhinitis; berat: asma)2. Sistemik (anafilaksis)Tahapan reaksi tipe I:3. Respon inisiasi (5-30 menit terpajan
alergen) vasodilatasi, p’↑ permeabilitas, dan spasme otot (menghilang setelah 60 menit)
4. Reaksi fase lambat (2-24 jam kemudian s/d beberapa hari) infiltrasi eosinofil serta sel radang akut dan kronis dgn disertai penghancuran jaringan (kerusakan sel epitel mukosa)
10/8/2013
16
Rx. Hipersensitivitas Lokal Segera
Contohnya : alergi atopikPredisposisi herediter, 10% populasi
(pemetaan pada 5q81) tempat >>> terdpt gen sitokin tipe Th2.
Respon lokal tipe I terhadap alergen umum (inhalasi atau termakan)
G/: urtikaria, angioedema, rinitis dan asma
10/8/2013
17
RESPON AWAL (INISIASI) Rx. HIPERSENSITIVITAS TIPE I
10/8/2013
18
Hipersensitivitas tipe I
Wheal (urtikaria / biduran.Rx hipersensitivitas tipe I menyebabkan edema hebat di dermis dan bula subepidermis.
Tampak sebukan sel mononuklear di dermis
10/8/2013
19
INFEKSI PARASIT Infeksi cacing
Ab IgE
Reaksi Peradangan Fase Lambat
Rx. HIPERSENSITIVITAS
TIPE I
10/8/2013
20
Rx. Lokal berat Triad asma Hipertrofi muscularis bronchial
(1) spasme bronchial Produksi mukus berlebihan
(2) obstruksi alveoli tertutup emphysema
Edema membran mukus (3) infiltrasi eosinofil mediator inflamasi membran edema kristalisasi enzym eosinofil diamond-shaped Charcot-Leyden crystals (4) 10/8/2013
21
Anafilaksis sistemik• E/: pasca pemberian alergen
parenteral / oral (penisilin, kacang, seafood, dll)
• Intensitas = tingkat sensitisasi dosis <<< syok anafilaktik.
• G/: pruritus, urtikaria, eritema timbul bbrp menit pasca pajanan, diikuti: bronkokonstriksi dan edema laring obstruksi laring, syok hipotensi dan k’† bbrp menit s/d bbrp jam.
10/8/2013
22
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE
II
10/8/2013
23
Diperantarai Ig u/ melawan Ag target (intrinsik atau ekstrinsik = hapten) di permukaan sel atau matriks ekstra sel penghancuran sel
Kelainan patologi sekunder lewat 3 jalur utama:
1. Opsonisasi dan fagositosis yg dimediasi komplemen serta reseptor Fc sel-sel lisis atau teropsonisasi (p’↑ fagositosis) akibat fiksasi Ig G/ Ig M atau fragmen C3b.Contoh: reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik, reaksi obat, pemfigus vulgaris.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II
(hipersensitivitas sitotoksik)
10/8/2013
24
Reaksi yang diperantarai antibodi yang bergantung komplemen. Reaksi ini menyebabkan lisis sel atau membuatnya rentan terhadap fagositosis (opsonisasi) 10/8/2013
25
Pemphigus Vulgaris Penyakit autoimun langka
Ab di antar lapisan epitel mukosa epidermis melonggar dan hancur
Lepuh superfisial yang mudahpecah
Usia pertengahan & tua Lokasi: terutama mukosa, oral kulit kepala, wajah, ketiak, selangkangan, dll
10/8/2013
2610/8/2013
27
Patogenesis: PVE/: tidak diketahui
Patofisiologi:Ab (IgG) keratosit
berikatan dengan sel-sel epidermis perlekatan antar sel terputus ruang antar sel melebar terisi cairan penyatuan ruang2 tsb vesikel & bula intraepidermis suprabasal
10/8/2013
28
Gambaran utama akantolisis (kerusakan adhesi interselular)Infiltrasi : limfosit, histiosit dan eosinofil.
Dengan immunoflurorescence lesi menunjukkan pola deposit IgG antar lokal ke bentuk akantolisis
10/8/2013
29
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II2. Sitotoksisitas selular
bergantung antibodi (ADCC) sel target yang terbungkus Ig G dibunuh oleh sel yang membawa reseptor Fc IgG (sel NK) melepaskan protease jejas dan ROS perubahan patologik jaringan. (parasit IgE)
10/8/2013
30
3. Disfungsi sel yang dimediasi-antibodi tanpa kerusakan jaringan, Ig tertentu secara tidak tepat mengaktifkan/menghambat fungsi seluler/hormonal.
Contoh: Penyakit Grave,miastenia gravis Ab terhadap reseptor asetilkolin dalam motor end-plate otot rangka mengganggu transmisi neuromuskular, disertai kelemahan otot
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
TIPE II
10/8/2013
31
- Pembesaran kelenjar difus, simetris- Kelompok non endemik autoimun- Stadium:
1. std. hiperplasia2. std. involusi koloid
10/8/2013
3210/8/2013
33
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE
III(diperantarai kompleks
imun)
10/8/2013
34
Rx. Hipersensitivitas tipe IIIDimediasi oleh kompleks antigen-antibodi ( kompleks imun) dalam sirkulasi yang mengendap dalamjaringan atau daerah ekstravaskuler tempat antigen tsb tertanam, diikuti aktivasi komplemen dan akumulasi lekosit PMN
Antigen: eksogen (agen infeksius), atau endogenSifat jejas :
a. Sistemik mengendap dalam berbagai organb. terlokalisir ginjal, sendi atau kulit (t4 khusus)
Contoh: SLE, glomerulonefritis membranosa, poliarteritis nodosa, vaskulitis
10/8/2013
35
Rx. Hipersensitivitas
tipe III3 Tahap patogenesis penyakit kompleks imun:1.Pembentukan kompleks
antigen-antibodi dalam sirkulasi.
2.Pengendapan kompleks imun di berbagai jaringan
3.Reaksi radang di berbagai tempat di seluruh tubuh.
10/8/2013
36
PATOGENESIS JEJAS JARINGAN – KOMPLEKS IMUN
MORFOLOGI:Vaskulitis nekrotikans akut,
mikrotromnus dan nekrosis iskemik disertai inflamasi akut pada organ.
Dinding vaskuler yang nekrotik eosinofilik berkabut (nekrosis fibrinoid) pengendapan protein reda pada waktu tertentu (Serum sick-ness akut, glomerulonefritis pascastreptokokus)
Peny. Kompleks imun kronis antigenemia persisten (SLE, Poliarteritis nodosa, glomerulonefritis membranosa, bbrp vaskulitis.
10/8/2013
37
Vaskulitis kompleks imunDinding pembuluh darah nekrotik diganti “fibrinoid” merah muda dan kabur.
Deposisi kompleks imun dalam glomerulus.A.Glomerulonefritis membranosa
ME : endapan padat elektron (panah) di sepanjang sisi epitel membran basalis (B)
B.Mikroskop imunofluoresensi dengan pewarnaan anti-IgG gluoresen (nefritis lupus proliferatif difus) tampak salah satu glomerulus lengkap dengan endapan IgG pada dinding kapiler dan mesangial.
A
B 10/8/2013
3810/8/2013
39
Rx. Hipersensitivitas tipe III
A. Pada SLE, taut epidermis atrofik (kabur), dan terjadi hiperkeratosis , degenerasi mencair di lapisan basal.
B. (Inset) Dengan mikroskop imunoflouresens endapan antibodi di sepanjang taut epidermodermis
C. Pada lupus diskoid sebukan limfosit di dermis, terutama sekitar pembuluh darah dan folikel rambut
Pada SLE terbentuk kompleks antigen-antibodi terhadap kolagen dan DNA sel mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh 10/8/2013
4010/8/2013
4110/8/2013
4210/8/2013
43
Contoh penyakit yang dimediasi oleh kompleks
imun
10/8/2013
44
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE
IV(seluler)
10/8/2013
45
Dimediasi oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi
2 tipe dasar:1. Hipersensitivitas tipe lambat
diinisiasi oleh sel T CD4+ (Th1) sekresi sitokin rekrutmen sel makrofag (sel efektor utama)
2. Sitotoksisitas sel langsung diperantarai sel T CD8+
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE
IV
10/8/2013
46
Hipersensitivitas tipe lambat DTH: Delayed-type hypersensitivity
Pola utama respon terhadap Mycobacterium tuberculosis, fungus, protozoa dan parasit, sensitivitas kontak pada kulit dan rejeksi allograf.
Contoh klasik: reaksi tuberkulin.Contoh lain: M.lepra, sarkoidosis dan penyakit
Crohn8-12 jam setelah injeksi (ekstrak protein-
lipopolisakarida basil tuberkel) intrakutan muncul area eritema dan indurasi setempat, mencapai puncaknya (Ø 1-2 cm) dalam waktu 24-72 jam reda perlahan.
Histologis: penumpukan sel Th CD4+ perivaskular dan makrofag dalam jumlah lebih sedikit.
10/8/2013
47
Hipersensitivitas lambat pada kulit
A. Akumulasi perivaskular (pembentukan manset) sel radang monomuklear (limfosit dan makrofag), disertai edema kulit dan penendapan fibrin.
B. Pewarnaan imunoperoksidase menunjukkan infiltrat sel perivaskuler secara menonjol adanya antibodi anti-CD4+ (+)
10/8/2013
48
DHTRespon dimediasi sel CD4+ (Th1)
sekresi sitokin spesifik setelah bertemu Ag yang diekspresikan APC.
Respon Th1 digerakkan IL12 (makrofag aktif)
Sitokin Th1 (IFN-γ, IL-2 dan TNF-α memediasi jejas dengan merekrut dan mengaktifkan monosit dan makrofag nonspesifik-Ag antigen persisten / tak dapat diurai inisiasi infiltrasi sel T dan makrofag sel epiteloid granuloma
10/8/2013
49
HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
10/8/2013
50
Dermatitis kontak
Limfosit T tersensitisasi invasi dermis & epidermis edema dermis, spongiosis epidermis
10/8/2013
51
Inflamasi granulomatosa• Granuloma bentuk khusus DTH
antigen bersifat persisten dan/atau tidak dapat didegradasi.
• Infiltral awal sel T CD4+ perivascular progresif digantikan makrofag (2-3 minggu)
• Makrofag terakumulasi morfologis adanya aktivasi semakin membesar, memipih dan eosinifik sel epiteloid kadang-kadang bergabung akbt pengaruh sitokin (IFN-γ) giant cell berinti banyak.
• Agregat mikroskopis sel epiteloid secara khusus dikelilingi limfosit granuloma inflamasi granulomatosa.
10/8/2013
52
Pembentukan granuloma
A. Potongan KGB tampak beberapa granuloma, tersusun atas kumpulan sel epiteloid dan dikelilingi limfosit. Tampak beberapa sel raksasa berinti banyak (↓)
B. Gambaran skematik pembentukan granuloma (reaksi hipersensitivitas tipe IV)
A
B 10/8/2013
53
Sitotoksisitas yang dimediasi sel TProduksi limfosit T sitotoksik
CD8+ merupakan pola utama respon terhadap infeksi virus dan sel tumor, juga berkontribusi pada rejeksi allograf.
Jejas karena limfosit T sitotoksik dimediasi oleh perforin-granzim dan jalur Fas-Fas menginduksi apoptosis
10/8/2013
54
PENOLAKAN TRANSPLAN ORGANFenomena
imunologi kompleks melibatkan respon hipersensitivitas seluler (sel T) maupun antibodi pejamu diarahkan untuk melawan molekul histokompatibilitas pada allograft donor
10/8/2013
55
Skematik destruksi graft
Ag kelas I dan II donor bersama molekul B7 (CD80, CD86) dikenali sel T sitotoksik CD8+ dan Th CD4+ pejamu. Interaksi CD4+ - peptida yang disajikan Ag kelas II proliferasi CD4+sel Th1, dan melepaskan IL-2 dari sel proliferasi CD4+ juga sinyal penolong deferensiasi sel T sitotoksi CD8+ spesifik kelas I.
Selain itu aktivasi sel T CD4+ tipe Th2 mediator sitokin m’↑ diferensiasi sel B.
Sel Th1 berperan induksi rx hipersensitivitas tipe lambat lokal.10/8/2013
56
Beberapa mekanisme bergabung untuk menghancurkan graft :
1. Lisis sel yang membawa antigen kelas I oleh sel T sitotoksik CD8+
2. Antibodi antigraft yang dihasilkan sel B tersensitisasi
3. Kerusakan nonspesifik yang diakibatkan oleh makrofag dan sel lain yang menumpuk akibat reaksi hipersensitivitas lambat.
Contoh: Allograft ginjal 10/8/2013
57
Morfologi penolakan akutA. Rejeksi sel akut pada allograft ginjal yang
ditunjukkan oleh infiltrat sel mononuklear difus dan edema interstisial.
B. Kerusakandiperantarai Ab pada pembuluh darah allograft ginjal. Pembuluh darah sangat menebal,dan lumen tersumbat oleh fibroblas yang berproliferasi dan makrofag.
A B 10/8/2013
58
Penolakan kronis Secara klinis pasien menunjukkan G/ dalam waktu
lama pasca transplantasi (berbulan2-bertahun2) m’↑ progresif kadar kreatinin serum (selama periode 4 bulan)
Didominasi oleh perubahan vaskular (arteri & arteriol proliferasi sel otot polos tunika intima dan sintesis matriks ekstraselular), fibrosis interstisial, serta hilangnya parenkim ginjal
Secara khas hanya sedikit/tidak ditemukan adanya infiltrat parenkim selular.
Lesi akhirnya mengganggu perfusi vaskular iskemia ginjal (hialinisasi atau hilangnya glomerulus, fibrosis interstisial dan atrofi tubulus)
penolakan tidak memberikan respon terhadap obat imunosupresi standar.
10/8/2013
59
Diagram HipersensitifitasA. Reaksi Imun tipe I edema hebat pada epidermis
dan dermis. Dermis mengandung sebukan sel mast, yang merupakan mediator utama pada reaksi ini. Permukaan sel mast dipenuhi oleh IgE, yang bereaksi dengan Ag dan mencetuskan pelepasan histamin dari granula sel mast. IgE dihasilkan lokal oleh sel plasma. Juga terdapat Eosinofil yang berinteraksi dengan sel mast di dermis.
10/8/2013
60
Diagram HipersensitifitasB. Reaksi imun tipe II diperantarai Ab terhadap Ag
yang diekspresikan padda komponen jaringan antigen-antigen mencakup permukaan sel keratinosit (pemfigus vulgaris) atau lapisan basal (pemfigoid bulosa). Hal ini menyebabkan terurainya sel-sel epidermis dan pembentukan vesikel atau bula, yang dapat terletak intraepidermis atau subepidermis.
10/8/2013
61
Diagram HipersensitifitasC. Reaksi imun tipe III pengendapan kompleks
imun di taut epidermodermis, khas pada lupus eritematosus. Komplekx imun ini mengaktifkan komplemen sehingga terjadi kerusakan sel-sel epidermis (degenerasi cair pada lapisan sel basal). Dermis mengandung sel-sel radang (sebagian besar adalah limfosit, makrofag dan sel plasma), terutama di sekitar pembuluh darah
10/8/2013
62
Diagram HipersensitifitasC. Reaksi imun tipe IV limfosit T dan
makrofag. Pada reaksi graft-versus-host, sel-sel mononuklear ini menginvasi epidermis dari dermis cedera dan edema sel. Sarkoidosis, reaksi tipe IV lainnya pembentukan granuloma di dermis yang terdiri dari makrofag, limfosit dan sel raksasa.
10/8/2013
63
MEKANISME BERBAGAI GANGGUAN YANG DIPERANTARAI SECARA IMUNOLOGIS
10/8/2013
64