Transcript

HAMA-HAMA TANAMAN KEDELAI

1. Penggerek polong (Etiella zinckenella)

Gambar 1. Larva beserta Gejala serangan E. zinckenella (Rahayu dkk, 2009)

A. Bioekologi

Hama penggerek polong tersebut berkembang cukup baik di daerah tropis.

Hama tersebut umumnya menyerang pada saat sekitar awal musim kemarau yaitu

pada bulan mei hingga juni, tetapi umumnya pada pada pertengahan bulan juni.

Inang tanaman ini kebanyakan berasal dari golongan leguminosae. E. zinckenella

memiliki panjang tubuh antara 8-11 mm, sayap hama ini berkisar antara 19-27

mm, dimana memiliki panjang sayap yang lebih panjang daria abdomen. Telur

hama tersebut berkembang kurang lebih 3 hari. Larvanya adalah sekitar 16 hari,

kemudian pupanya berkisar 9-15 hari. Umur imago hama ini sekitar 7 hari

(Mangundojo, 1958 dalam Baliadi dkk, 2008). Hama ini tergolong cukup cepat

penyebaran dan perkembang biakannya menginga rata-rata kemampuan

bertelurnya hingga 77-779 butir telur,dan juga dipengaruhi oleh suhu untuk

perkembangannya. Imago ini adalah ngengat yang memiliki ciri keabu-abuan

dibagian tepinya, dengan dibatasi warna kuning muda pada tepiannya.

Kemampuan rentang sayap dari hama ini berkisar hingga 24-27 mm. Telurnyapun

mengilap dan akan berubah hingga kemerah-merahan, menetas menjadi larva

dengan ciri warna putih dengan bentuk kepala lebih besar dari badannya (Baliadi

dkk, 2008).

B. Gejala

Hama E. zinckenella membuat kerusakan pada tanaman kedelai. Gejala

yang nampak biasanya ditandai dengan munculnya bintik-bintik ataupun lubang

yang berwarna coklat tua pada kulit polong. Lubang tersebut merupakan tempat

atau jalan masuk larva hingga ke dalam biji. Bagian yang terserang tersebutm juga

terdapat butir-butir kotoran keringcoklat muda dan terikat dengan benang pintal

sisa-sisa biji. Hama menggerek polong biasanya menyerang tanaman yang masih

muda, masuk kemudian menggereknya (Rahayu dkk, 2009). Larva yang baru

menetas biasanya menutupi dirinya dengan selubung putih hingga terdapat bintik

coklat tua dan itu merupakan jalan masuk dari hama itu (Baliadi dkk, 2008).

C. Pengendalian

Pengendalian yang dapat dilakukan ialah dengan cara pengolahan tanah

minimum sebanyak 1 kali. Jarak tanam yang diberikan juga harus dalam jumlah

optimal. Pemupukan juga harus berimbang supaya tanaman bisa lebih tahan.

Pengendalian lain juga menggunakan varietas-varietas yang tahan. Strategi laain

yang dapat dilakukan adalah dengan rotasi tanaman dan penanaman serempak

untuk dapat memutus siklus hama (Rahayu dkk, 2009). Pengendalian secara

hayati juga dapat dilakukan dengan mengaplikasikan Teichogrammatoidea

bactrae. Parasitoid larva seperti Baeogtha spp dan Phanerotoma.) . Predator larva

yang bisa digunakan yaitu Lycosa sp., Oxyopes sp., Carabidae, Vespidae,

Mantidae, Asylidae, Tettigonidae, dan Cycindelidae, Lycaosa pseudoanulata, dan

Paederus fuscipes (Baliadi dkk, 2008).

2. Penghisap Polong (Nezara viridula)

Gambar 2. Telur dan nimfa 1 N. viridula (Prayogo, 2013)

A. Bioekologi

Hama ini memiliki perilaku unik dimana apabila pagi hari sering berada di

atas daun, namun saat matahari bersinar turun lagi ke polong, memakannya dan

bertelur disana. Hama kepik hijau tersebu imagonya memiliki ciri warna hijau

polos, dan kepalanya pun hijau dengan pronotum berwarna jingga dan kuning

krrmasan. Hama ini apabila bertelur maka telur diletakkan berkelompok 10-50

butir/kelompok di bagian abaxial daun. Telur akan menetas kurang lebih 6-7 hari

setelah diletakkan. Setelah menetas terbentuk nimfa 1 (5-6 hari) sebelum moulting

menjadi Nimfa I. Nimfa II (6 hari) sedangkan nimfa III dan IV hanya

berlangsung 5 hari. Nimva 5 juga berlangsung selama 5 hari sebelum menjadi

imago. Nimfa terdiri dari 5 instar yang awalnya hidup bergerombol hingga

berpisah dan menyebar pada kedelai nimfa dan imago penghisap polong itu

sendiri. Inang hama ini tergolong luas dengan penyebaran yang cukup luas.

Ekologi Tanaman inang dari hama ini sangat banyak diantaranya yaitu tanaman

kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, orok-orok, kacang gede, jagung ,padi dan

kapas dan juga banyak ditemukan di gulma (Prayogo, 2013).

B. Gejala

Gejala serangan ditunjukkan pada bagian yang diserang yaitu polong dan

biji menjadi mengempis, banyak ditemukan polong yang mengalami keguguran,

terjadi pembusukan pada biji. Kulit biji yang sudah terserang akan menjadi

keriput dan timbul bercak coklat pada kulit biijinya. Biasanya menimbulkan

kerusakan besar pada saat stadia pengisian biji dimana bisa mengakibatkan

terjadinya pembusukan. Nimfa dan Imago merusak polong dan biji dengan cara

menghisap cairan biji tanaman kedelai. Akibat serangan saat fase pertumbuhan

polong yang terjadi adalah mengempisnya polong beserta bijinya hingga

mengering hingga mengakibatkan keguguran (Prayogo, 2013).

C. Pengendalian

Pengendalian hama perusak polong dapat dilakukan dengan beberapa cara

diantaranya adalah dengan menanam varietas unggul dan tahan. Varietas tahan

terhadap hama ini diantaranya varietas wilis. Pengendalian lain saat persiapan

lahan dimana perlu mengelola tanah sebaik mungkin dengan pengaturan drainasi

yang baik. Pemeliharaan sendiri tidak selalu berbudidaya kedelai namun bisa

rotasi tanaman dengan tanaman yang lain bukan familiki dan penanaman

serempak. Pengendalian hayati yang bisa dilakukan adalah dengan parasitoid telur

seperti Ooencyrtus malayensis. Pengendalian lain juga dapat dilakukan dengan

menggunakan Beauvuria bassiana dimana mengakibatkan toksis dan mampu

menggalakan penetasan telur dan perkembangan nimfa (Prayogo, 2013).

Pengendalian secara kimiawi juga dapat dilakukaan dengan insektisida sebagai

alternatif akhirnya apabila telah mencapai ambang ekonomi.

3. Ulat Jengkal (Green Semilooper, Plusia = Chrysodeixis)

Gambar 3. Ulat dan Imago ulat jengkal (Rahayu dkk, 2009)

A. Bioekologi

Ulat hama ini memiliki panjang sebesar 2 cm. Cara berjalan ulat ini

melengkung. Ulat yang muda biasanya berwarna bening kehijauan. Ulat dewasa

memiliki ciri berwarna hijau mirip daun tembakau dengan garis samping warna

lebih muda. Badan ulat biasanya mengcil dari belakang ke kepala. Hama ini dapat

dibilang memiliki ukuran yang kecil. Daur hidup imago biasanya meletakkan telur

di bagian abaxial daun. Imago meletakkan telur dan kemampuan bertelurnya

mencapai 1250 butir. Telur hama ini berwarna putih kemudian berubah hingga

menjadi kuning. Telur menetas 3-4 hari. Setelah mampu untuk menetas dan keluar

ulat hijau dan dikenal sebagai ulat jengkal karena cara jalannya yang melengkung-

lengkung. Larva tergolong polifag dan banyak hidup dalam gulungan daun muda.

Larva terdiri dari 5 instar, dengan lama stadium larva 16 hari. Larva terdiri dari 5

instar, lama stadiumnya yaitu 16 hari, sehingga lama siklus hama ini 16-30 hari.

Ulat jengkal tersebut, selain menyerang kedelai, juga menyerang tomat, buncis,

kacangkacangan dan kentang. Warnanya hijau dan makannya serakah. 40 mm.

Ulat dewasa membentuk kepompong dalam daun yang dianyam. Setelah 7 hari,

kepompong tumbuh menjadi ngengat (Rahayu dkk, 2009).

B. Gejala

Gejala khas akibat serangan ulat ialah rusaknya atau menggeripisnya daun

dari ara pinggit. Serangan berat mengakibatkan kerusakan daun hingga hanya

tersisaari hama ulat ini bahkan membuat daun hanya tersisa tulang-tulang daun

saja. Larva yang menyerang mengakibatkan bercak putih dan hanya tertinggal

epidermis dan tulang daun saja (Megawati dkk, 2014). Umumnya menyerang

pada stadia vegetatif tanaman kedelai dimana dapat memakan daun hingga habis

dan mengakibatkan kerugian yang besar apabila tidak segera dikendalikan

(Rahayu dkk, 2009).

C. Pengendalian

Penggunaan varietas tahan dapat menjadi cara pengendalian dalam

mengendalikan hama perusak polong ini. Pengendalian hama perusak polong juga

dapat dilakukan dengan persiapan lahan yang baik, sanitasi gulma yang mungkin

dapat menjadi inang ini, dan apabila mungkin masih ada di dalam tanah bisa saja

dikendalikan apabila hama diangkat ke atas tanah melalui pengolahan tanah dan

persiapan lahan yang baik tersebut. dimana perlu mengelola tanah sebaik mungkin

dengan pengaturan drainasi yang baik. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan

pola tanam yang baik atau tanam serempak. Cara mekanis adalah dengan

mengumpulkan larva dan membakarnya, melakukan sanitasi gulma yang mungkin

menjadi inangnya. Aplikasi insektisida dapat dilakukan apabila populasi mencapai

58 (ins 1), 32(ins 2) ,17(ins 3) ekor tiap 12 tanaman (Rahayu dkk, 2009).

4. Lalat Kacang (Ophiomya phaseoli)

Gambar 3. Lalat O. phaseoli (Rahayu dkk, 2009)

A. Bioekologi

Lalat kacang biasanya meletakkan telur dalam keping biji yang terletak

diantara epidermis dan daun, biasanya telur diletakkan pada jaringan mesofil yang

terpisah pada pangkal helai daun yang pertama dan juga yang kedua. Telur yang

menetas akan menjadi belatung yang dapat menggerek tanaman kedelai muda

hingga titi tumbuhnya. Stadi telur hama ini singkat yaitu 2 hari, dengan stadia

belatung 7-11 hari, kepompong hanya 9 hari dan cukup dibilang siklus hidup

berkisar 21 hari. Telur hama ini memiliki warnanya putih dan berkilau mutiara

lonjong, dengan panjang telur 0,31 mm dan lebar telur 0,15 mm (Rahayu dkk,

2009).

B. Gejala

Tanaman yang terserang akan timbul gejala dimana akan muncul tanda

bintik-bintik putih pada keping biji, daun pertama ataupun daun kedua. Bintik-

bintik itu muncul karena bekas tusukan alat peletak telur. Keping bij dan pasangan

daun pertama terdapat alur atau garis berkelok-kelok warna coklat yang

merupakan lubang gerekan belatung. Belatung menggerek hingga mencapai

pangkal batang dan terbentuklah kepompong pada bagian itu. Akibat serangannya

akan mengakibatkan jaringan pengangkut putus dan tanaman akan layu hingga

mati. Biasanya tanaman terserang relatif muda yaitu 14-30 hst dan banyak

dijumpai mengalami kematian (Rahayu dkk, 2009).

C. Pengendalian

Pengendalian yang dapt dilakukan diantaranya yaitu dengan rotasi

tanaman kedelai dengan yang jauh familinya, serta melakukan penanaman

serentak dimana apabila lahan cukup luas ada batas waktu toleransi yaitu tidak

lebih 10 hari untuk tanaman serempaknya. Melakukan penutupan lubang tugal

dengan mulsa. Kegiatan lain yang penting yaitu menyanitasi bagian tanaman yang

terserang. Juga perlu dilakukan seed treatment dengan insektisida untuk

kebanyakan daerah-daerah endemis. Pengendalian insektisida saat tanaman telah

ditanam apabila jumlah hama telah mencapai ambang ekonomi yaitu 1 lalat/5

baris tanaman (Rahayu dkk, 2009).

5. Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Gambar 5. Telur, larva, dan Imago S. litura (Rahayu dkk, 2009)

A. Bioekologi

Hama ini biasa meletakkan telurnya dibawah bagian permukaan daun

tanaman. Induk dari hama ini mampu bertelur sekitar 4- 8 kelompok, 30-700 butir

telur tiap kelompoknya. Telurnya berbentuk bulat, dan diletakkan berkelompok

dan tertutupi oleh bulu-bulu warna merah sawo. Stadia telur S. litura yaitu sekitar

3 hari, sedangkan setelah menjadi ulat yaitu 15- 30 hari, untuk kepompong hanya

9 hari. Siklus hidup ulat grayak dapat diketahui berlangsung sekitar 32 hari

(Rahayu dkk, 2009).

B. Gejala

Larva muda biasa merusakan dengan memakan daun secara bergerombol,

sehingga bisa sampai meninggalkan tulang-tulang daun dan epidermis daun

bagian atas. Daun yang terserang akan nampak dari kejauhan keputih-putihan.

Larva yang telah dewasa dapat memakan tulang daun muda, sedangkan pada daun

tua tulang-tulangnya masih dapat tersisa. Selain merusak daun, larva juga bisa

memakan polong kedelai yang masih muda (Rahayu dkk, 2009 dan Megawati,

2014).

C. Pengendalian

Pengendalian yang dapat dilakukan juga dengan strategi PHT.

Pengendalian yang dilakukan perlu mengatur pola tanam dimana waktu tanam

yang baik sehingga stadium vegetatif dapat terjadi pada waktu yang bersamaan.

Pengendalian secara mekanik kemudian dapat dilakukan dengan mengumpulkan

dan memusnahkan kelompok telur , nimfa instar muda yang masih mengelompok

dan larva instar 3-terakhir. Sanitasi gulma juga dapat dilakukan gunamengurangi

kemungkinan gulma sebagai inang hama. Apabila telah mencapai ambang

ekonomi bisa dilakukan dengan insektisida, dimana populasi ulat mencapai 58

(ins 1), 32(ins 2) dan 17(ins 3) tiap 12 tanaman. Pengendalian juga dapat

menggunakan virus SL-NPV (Rahayu dkk, 2014).

KESIMPULAN

Hama tanaman kedelai mengakibatkan banyak kerugian dalam kegiatan

pertanian, sehingga dalam pengelolaannya dalam budidaya perlu dilakukan

dengan baik sehingga dapat meminimalisir serangan hama-hama tanaman kedelai,

sehingga dengan mengetahui karakteristik bioekologi hama, gejala serangan

tanaman, dan cara pengendaliannya pada hama penting tanaman kedelai akan

dapat menjadi referensi kedepan dalam melakukan kegiatan budidaya tanaman

kedelai, sehingga dengan demikian telah dilakukan antisipasi sebelumnya dalam

melakukan kegiatan budidaya yang dilakukan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Baliadi, Y., Tengkano W., dan Marwoto. 2008. Penggerek Polong Kedelai, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dan Strategi Pengendaliannya Di Indonesia. Litbang Pertanian, 27(4): 113-123

Megawati, Dwi. O. P.m Soekarto, dan Sulistyanto D. 2014. Hubungan Jumlah Baris Kacang-Kacangan Terhadap Hama Tanaman Jagung dan Tanaman Kacang-Kacangan. Berkala Ilmiah Pertanian, 1(4): 66-69

Prayogo, Y. 2013. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Deuteromycotina: Hyphomycetes) pada Berbagai Stadia Kepik Hijau (Nezara viridula L.). HPT Tropika, 13(1):75-86

Rahayu, Sudarto, Puspadi K., Mardian I. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. NTB : BPPP Agro Inovasi


Top Related